• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH JARAK TANAM DAN JUMLAH BENIH PER LUBANG TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL PADI GOGO (Oryza sativa L.) KULTIVAR INPAGO 6

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH JARAK TANAM DAN JUMLAH BENIH PER LUBANG TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL PADI GOGO (Oryza sativa L.) KULTIVAR INPAGO 6"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH JARAK TANAM DAN JUMLAH BENIH

PER LUBANG TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL

PADI GOGO (

Oryza sativa

L.) KULTIVAR INPAGO 6

Dzika Marrdhatillah1)

Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi dzikamarrdhatillah@gmail.com

Dedi Natawidjaya2)

Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi dedinatawidjaya@yahoo.com

Ida Hodiyah3)

Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi idahodiyah@yahoo.co.id

Jln. Siliwangi No. 24 Kotak Pos 164 Tlp. (0265) 323531 Fax (0265) 325812

ABSTRACT

The experiment was conducted in Desa Situjaya, Kecamatan Karangpawitan Kabupaten Garut, from July until Desember 2013. The altitude is 715 meters above sea level. Soil type is Andosol, with the rainfall of type C (Dampy/Dampish) according to Shcmidt and Ferguson in Hanafi (1990). The purpose of this study was determined to know the effect of plant distance with number seed per hill which gives optimal result on upland rice cultivar Inpago 6. The method of experiment used was Split Plot Design. The treatment consisted of two factors: i.e. plant distance (T) as main plot consisted of three level, t1 (20 cm × 20 cm), t2 (25 cm × 25 cm), t3 (30 cm × 30 cm), and number of seedling per hill (B) as subplot consisted of five level, b1 (namely 1 seed per hill), b2 (2 seedlings per hill), b3 (3 seedlings per hill), b4 (4 seedlings per hill), b5 (5 seedlings per hill), and was repeated three times, there were fiveteen combinations. The variables observed were plant height, number of tillers per hill, panicles number per hill, weight of dry grain harvest, harvers dry weight of grain and, the weight of dry milled grain per plot and per hectare. The results of this study showed no interaction between plant distance and number of seeds per hill on all observed variables, but both treatments have independently significant effects. Plant distance influenced on the number of panicles per hill, and the number of seeds per hill influenced on the number of tillers, plant height, number of panicles per hill, dry grain harvest, and dry milled grain. The number of seeds per hill that gives the best effect was 4 seeds per hill (1.29 tonnes per hectare).

Keywords : plant distance, number of seed per hill, upland rice, inpago 6

ABSTRAK

Percobaan dilaksanakan di Desa Situjaya, Kecamatan Karangpawitan, Kabupaten Garut, dari bulan Juli sampai bulan Desember 2013. Ketinggian tempat kurang lebih 715 meter di atas permukaan laut. Jenis tanah Andosol, dengan tipe curah hujan C yang bersifat agak basah menurut Schmidt dan Ferguson (Hanafi, 1990). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dan mendapatkan jarak tanam dengan jumlah benih per lubang tanam yang memberikan hasil optimal pada padi gogo kultivar Inpago 6. Metode yang digunakan

(2)

adalah metode eksperimen dengan menggunakan Rancangan Petak Terbagi (Split Plot Design). Perlakuan terdiri dari 2 faktor, yaitu jarak tanam (T) sebagai petak utama yang terdiri dari tiga taraf, yaitu: t1 (20 cm × 20 cm), t2 (25 cm × 25 cm), t3 (30 cm × 30 cm), dan jumlah benih (B) sebagai anak petak yang terdiri dari lima taraf, yaitu: b1 (1 butir/lubang), b2 (2 butir/lubang), b3 (3 butir/lubang), b4 (4 butir/lubang), b5 (5 butir/lubang). Variabel yang diamati meliputi tinggi tanaman, jumlah anakan per rumpun, jumlah malai per rumpun, jumlah gabah per malai, bobot gabah kering panen (GKP) dan bobot kering giling (GKG) per plot dan per hektar. Hasil penelitian ini menunjukkan tidak terjadi interaksi antara jarak tanam dan jumlah benih per lubang tanam terhadap semua parameter yang diamati, tetapi secara mandiri kedua perlakuan memberikan pengaruh yang nyata. Jarak tanam berpengaruh terhadap jumlah malai per rumpun, sedangkan jumlah benih per lubang tanam berpengaruh terhadap jumlah anakan, tinggi tanaman, jumlah malai per rumpun, gabah kering panen, dan gabah kering giling. Jumlah benih per lubang tanam yang memberikan pengaruh terbaik adalah jumlah benih 4 butir per lubang tanam (1,29 ton per hektar).

Kata kunci : jarak tanam, jumlah benih per lubang tanam, padi gogo, inpago 6

I. PENDAHULUAN

Padi merupakan tanaman pangan yang paling penting di Indonesia, hal ini dikarenakan hampir seluruh masyarakat Indonesia mendapatkan sumber karbohidrat dari beras. Dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia sebesar hampir 2% per tahun (BPS, 2013a) dan adanya perubahan pola konsumsi dari non-beras ke beras, maka akan bertambah pula kebutuhan masyarakat akan beras. Di sisi lain kebutuhan beras per kapita per tahun semakin meningkat, seperti pada tahun 2007 kebutuhan beras per kapita per tahun hanya 90 kg dan pada tahun 2012 meningkat menjadi 139 kg per kapita per tahun (BPS, 2012c).

Pemerintah telah melakukan berbagai program untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan beras, salah satunya dengan mengimpor beras dengan pajak yang rendah, tapi pilihan ini memiliki resiko yang sangat besar bagi negara, karena masyarakat atau negara menjadi tidak mandiri dan akan mempengaruhi ketahanan pangan nasional. Pilihan lainnya adalah dengan intensifikasi dan ekstensifikasi tanaman pangan khususnya tanaman padi. Tapi pilihan ini memiliki kendala yaitu jumlah alih fungsi dari lahan pertanian menjadi lahan nonpertanian. Pemerintah juga telah mengusahakan pembukaan lahan sawah tapi penyusutan lahan sawah sulit dihindari dan setiap tahunnya terus meningkat. Selain itu, pembukaan lahan sawah baru tidak disertai dengan adanya fasilitas pengairan, padahal lahan sawah yang beralih fungsi merupakan sawah intensif yang dilengkapi pengairan semiteknis maupun teknis. Sehingga pemerintah lebih baik melakukan ekstensifikasi padi lahan kering.

Produksi nasional beras Indonesia pada tahun 2012 sebesar 68,9 juta ton, dengan nilai sumbangan dari padi gogo sebesar 5,53 %. Luas lahan kering di Indonesia cukup luas yaitu sebesar 148 juta ha (BPS, 2013b). Lahan kering di Indonesia yang ditanami padi gogo yaitu

(3)

5 juta ha dengan produktivitas 3,33 t/ha (BPS, 2012b), sehingga masih banyak lahan yang berpotensi untuk ditanami padi gogo. Banyaknya kendala membuat petani di lahan kering lebih tertarik menanam jenis kacang-kacangan atau umbi-umbian. Selain masalah penyakit, dari segi budidaya pun belum banyak literatur yang menjelaskan tentang padi gogo. Saat ini sudah banyak varietas padi gogo yang memiliki potensi hasil yang tinggi bahkan sampai 8 t/ha (Kompas, 2012), bila dari segi budidaya belum atau tidak mendapatkan perhatian maka potensi hasil yang tinggi belum bisa dimanfaatkan dengan baik.

Kendala teknis swasembada beras berkaitan dengan teknologi budidaya padi yang lebih menekankan pada budidaya padi sawah, sedangkan untuk padi ladang (gogo) belum ditekuni secara benar. Sebagai indikator, padi sawah telah ditangani sejak tahun enam puluhan (dengan sistem BIMAS) dan dilanjutkan sistem SUPRA INSUS, sementara penanganan padi gogo belum dilakukan dengan rekayasa teknologi semaju itu. Kendala non-teknis swasembada beras berkaitan dengan semakin berkurangnya lahan sawah karena dikonversi menjadi tempat-tempat pemukiman atau tanaman perkebunan dan selama ini penelitian dan pengembangan varietas padi yang lebih berorietasi pada padi sawah di lain pihak lahan kering masih memberi peluang untuk mengembangkan padi gogo (Saleh dkk, 2009)

Pada dasarnya dalam budidaya tanaman, pertumbuhan dan perkembangan tanaman sangat dipengaruhi oleh faktor genetis dan faktor lingkungan. Faktor lingkungan yang paling penting adalah tanah dan iklim serta interaksi kedua faktor tersebut. Tanaman padi gogo dapat tumbuh pada berbagai agroekologi dan jenis tanah. Sedangkan persyaratan utama untuk tanaman padi gogo adalah kondisi tanah dan iklim yang sesuai. Faktor iklim terutama curah hujan merupakan faktor yang sangat menentukan keberhasilan budidaya padi gogo. Hal ini disebabkan kebutuhan air untuk padi gogo hanya mengandalkan curah hujan.

Salah satu upaya meningkatkan produksi padi adalah dengan mengatur jarak tanam dan jumlah benih per lubang tanam. Para petani padi gogo menanam benih dengan cara tugal, hal ini menyebabkan tidak teraturnya jarak tanam satu dengan jarak tanam yang lain. Jarak tanam dengan cara tugal menyebabkan ukurannya tidak sama, maka akan berpengaruh terhadap tanaman, tanaman dengan jarak tanam yang luas menyebabkan luasnya jangkauan akar sehingga mudah untuk mendapatkan unsur hara dan berkembang. Di sisi lain tanaman yang mendapatkan jarak tanam yang sempit menyebabkan tanaman lebih mudah rebah, hal ini disebabkan unsur hara yang sedikit digunakan untuk kepentingan tumbuh sehingga tanaman tinggi tapi batangnya lebih lemah (Vergara, 1990).

(4)

Penentuan jarak tanam dipengaruhi oleh tingkat kesuburan tanah dan varietas padi yang digunakan, sehingga perbedaan jarak tanam antar satu varietas dengan varietas yang lain akan berbeda, begitu pula dengan tingkat kesuburan tanah. Jarak tanam yang seragam membuat tanaman memilliki kesempatam yang sama untuk mendapatkan unsur hara, cahaya matahari maupun air, selain itu penggunaan jarak tanam yang tepat dapat mengurangi persaingan sehingga tanaman tetap dapat berproduksi dengan maksimal. Sehingga cara tanam dengan ditugal ini harus diimbangi dengan pemakaian jarak tanam yang lebih konsisten.

Selain jarak tanam, hal yang perlu diperhatikan adalah jumlah benih per lubang tanam. Jumlah benih per lubang tanam dapat mempengaruhi jumlah anakan yang dapat dihasilkan per rumpun, kompetisi antar tanaman dalam rumpun, dan kebutuhan benih per hektar lahan, sehingga bila diketahui jumlah benih yang optimal yang dapat digunakan maka dapat menekan pengeluaran biaya petani. Seperti pada System of Rice Intensification (SRI) bibit yang digunakan per lubang tanam hanya 1 bibit, hal ini dapat menekan penggunaan benih sampai 70%.

Terkait dengan penjelasan tersebut di atas, maka perlu adanya penelitian mengenai jarak tanam dan jumlah benih per lubang pada budidaya padi gogo.

II. METODE PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai Oktober 2013, di Desa Situjaya Kecamatan Karangpawitan Kabupaten Garut dengan ketinggian tempat 715 m dpl dan jenis tanah Andosol.

Bahan yang digunakan pada penelitian yaitu: benih padi gogo kultivar Inpago 6 (deskripsi dapat dilihat pada Lampiran 1), pupuk organik, Urea, SP 36, KCl, Insektisida, fungisida. Alat yang akan digunakan pada penelitian yaitu: cangkul, kored, tugal, mistar, meteran, tali rapia, timbangan, knapsack sprayer, selang, dan pompa air.

Penelitian ini menggunakan rancangan petak terbagi (Spit Plot Design), dengan dua faktor dan tiga kali ulangan. Faktor pertama sebagai petak utama adalah jarak tanam (T) terdiri tiga taraf, yaitu: 20 cm × 20 cm (t1), 25 cm × 25 cm (t2), 30 cm × 30 cm (t3). Faktor kedua sebagai anak petak adalah jumlah benih per lubang (B) terdiri lima taraf, yaitu: 1 butir/lubang (b1), 2 butir/lubang (b2), 3 butir/lubang (b3), 4 butir/lubang (b4), 5 butir/lubang (b5). Dengan demikian terdapat 15 kombinasi perlakuan

Pelaksanaan percobaan terdiri dari persiapan lahan dan pembuatan petak percobaan, penanaman benih, pemupukan, pengairan, pengendalian OPT, dan pemanenan.

(5)

III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1.1 Jumlah Anakan per Rumpun

Hasil analisis statistik (Lampiran 9) menunjukan tidak terjadi interaksi antara jarak tanam dengan jumlah benih perlubang tanam terhadap jumlah anakan per rumpun pada umur 42 hari setelah tanam.

Tabel 4. Pengaruh jarak tanam dan jumlah benih per lubang tanam terhadap jumlah anakan pada umur 42 hari setelah tanam.

Perlakuan Jumlah anakan

(Anakan) Jarak Tanam: 20 cm ×20 cm 10,27 a 25 cm ×25 cm 8,67 a 30 cm × 30 cm 10,87 a Jumlah Benih: 1 butir/lubang 5,11 a 2 butir/lubang 7,44 b 3 butir/lubang 10,22 c 4 butir/lubang 11,78 c 5 butir/lubang 15,11 d

Keterangan : Rerata angka yang diikuti huruf kecil yang sama (arah vertikal) pada masing-masing perlakuan berbeda nyata menurut Uji Duncan pada taraf nyata 5 %.

Secara mandiri perlakuan jumlah benih per lubang memperlihatkan pengaruh yang nyata terhadap jumlah anakan per rumpun pada umur 42 hari setelah tanam, sedangkan perlakuan jarak tanam tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan per rumpun pada umur 42 hari setelah tanam. Pada Tabel 4 dapat dilihat hasil jumlah anakan terbanyak diperlihatkan pada jumlah benih 5 butir per lubang tanam yaitu sebanyak 15,11 anakan. Perlakuan 5 benih perlubang tanam berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan 1, 2, 3, dan 4 benih perlubang tanam. Semakin banyak jumlah benih yang ditanam cenderung menghasilkan jumlah anakan per rumpun yang lebih banyak. Hal ini karena jumlah benih yang ditanam lebih banyak, sehingga jumlah anakannya lebih banyak, tetapi dilihat dari kemampuan mengahasilkan anakan per tunas, perlakuan jumlah benih satu butir per lubang lebih baik. Pada jumlah benih satu butir per lubang tanam kesempatan mendapatkan unsur hara, cahaya, dan air lebih maksimal. Seperti halnya yang dikemukakan Sutiyoso (1999) bahwa tanaman yang laju fotosintesisnya cukup, maka akan memiliki perakaran yang berkembang dengan baik, jumlah anakan yang banyak, serta akhirnya dapat berpengaruh terhadap pembentukan malai yang lebih banyak.

(6)

Perlakuan jarak tanam tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan per rumpun hal ini dikarenakan tanaman masih muda dan perakaran tanaman yang masih dangkal sehingga kompetisi antar rumpun untuk memperoleh air dan unsur hara tidak terjadi.

3.1.2 Tinggi Tanaman

Hasil analisis statistik (Lampiran 10) menunjukkan tidak terjadi interaksi antara jarak tanam dengan jumlah benih per lubang tanam terhadap tinggi tanaman pada umur 42 hari setelah tanam. Secara mandiri perlakuan jumlah bibit per lubang tanam menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 42 hari setelah tanam, sedangkan perlakuan jarak tanam tidak berpengaruh secara nyata terhadap tinggi tanaman.

Tabel 5. Pengaruh jarak tanam dan jumlah benih per lubang tanam terhadap tinggi tanaman pada umur 42 hari setelah tanam.

Perlakuan Tinggi Tanaman

(cm) Jarak Tanam: 20 cm ×20 cm 45,53 a 25 cm ×25 cm 46,93 a 30 cm × 30 cm 47,47 a Jumlah Benih: 1 butir/lubang 39,78 a 2 butir/lubang 42,22 ab 3 butir/lubang 45,33 bc 4 butir/lubang 46,78 bc 5 butir/lubang 49,11 c

Keterangan : Rerata angka yang diikuti huruf kecil yang sama (arah vertikal) pada masing-masing perlakuan berbeda nyata menurut Uji Duncan pada taraf nyata 5 %.

Pada Tabel 5 di atas dapat dilihat adanya pengaruh yang nyata pada tinggi tanaman pada umur 42 hari setelah tanam. Tinggi tanaman tertinggi yaitu pada perlakuan jumlah benih 5 butir per lubang tanam yaitu 49,11 cm. Perlakuan ini secara statistik tidak berbeda nyata dengan perlakuan jumlah benih 4 dan 3 butir per lubang tanam, tetapi perlakuan ini berbeda nyata jika dibandingkan dengan perlakuan jumlah benih 2 dan 1 butir per lubang tanam. Hal ini dikarenakan semakin banyak jumlah benih per lubang tanam semakin tinggi populasi per rumpun yang mengakibatkan etiolasi. Etiolasi adalah pertumbuhan yang sangat cepat di tempat yang mengalami kekurangan sinar matahari. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Salisbury dan Rose, (1995) yang menyatakan bibit yang menghadap ke arah sinar matahari dapat menaungi bibit yang berada di sampingnya sehingga dapat mempengaruhi terhadap laju fotosintesis. Peningkatan jumlah benih per lubang tanam akan diikuti peningkatan tinggi tanaman. Peningkatan jumlah benih per lubang tanam sangat erat kaitannya dengan peningkatan populasi, yaitu dengan benih yang semakin meningkat maka

(7)

kerapatan semakin tinggi, akibatnya tinggi tanaman juga semakin tinggi, karena penurunan efek cahaya pada ruas batang dapat meningkatkan tinggi tanaman. Rendahnya cahaya matahari yang mengenai batang tanaman akan merangsang aktivitas auksin untuk memacu perkembangan sel dan meningkatnya perkembangan sel pada ruas batang dapat meningkatkan tinggi tanaman.

Perlakuan jarak tanam tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman per rumpun hal ini dikarenakan tanaman masih muda dan perakaran tanaman yang masih dangkal sehingga kompetisi antar rumpun untuk memperoleh air dan unsur hara tidak terjadi.

3.1.3 Jumlah Malai per Rumpun

Hasil analisis statistik (Lampiran 11) menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antara jarak tanam dengan perlakuan jumlah benih per lubang tanam terhadap jumlah malai per rumpun.

Tabel 6. Pengaruh jarak tanam dan jumlah benih per lubang tanam terhadap malai per rumpun

Perlakuan Jumlah Malai per Rumpun (Malai) Jarak Tanam: 20 cm ×20 cm 13,94 a 25 cm ×25 cm 14,78 a 30 cm × 30 cm 18,78 b Jumlah Benih: 1 butir/lubang 13,67 a 2 butir/lubang 13,94 a 3 butir/lubang 16,14 ab 4 butir/lubang 17,75 b 5 butir/lubang 17,64 b

Keterangan : Rerata angka yang diikuti huruf kecil yang sama (arah vertikal) pada masing-masing perlakuan berbeda nyata menurut Uji Duncan pada taraf nyata 5 %.

Pada Tabel 6 dapat terlihat adanya pengaruh yang nyata pada jarak tanam terhadap jumlah malai per rumpun. Jumlah malai per rumpun berkaitan erat dengan jumlah tunas per rumpun, dimana semakin banyak jumlah tunas per rumpun maka semakin banyak jumlah malainya, dan begitu juga sebaliknya semakin sedikit jumlah tunas per rumpun maka semakin sedikit jumlah malainya. Hal ini diduga karena setiap tunas yang terbentuk dapat menghasilkan malai. Dengan kata lain, hampir semua tunas yang terbentuk adalah tunas produktif sehingga membentuk malai. Jumlah malai per rumpun terbanyak diperoleh dari jarak tanam 30 cm × 30 cm yaitu 18,78 malai dan berbeda nyata dengan jarak tanam 25 cm × 25 cm dan 20 cm x 20 cm yang hanya mampu menghasilkan 14,78 dan 13,94 malai. Tanaman dengan jarak tanam yang lebar menyebabkan luasnya jangkauan akar sehingga

(8)

mudah untuk mendapatkan unsur hara dan berkembang. Di sisi lain tanaman yang mendapatkan jarak tanam yang sempit menyebabkan tanaman lebih mudah rebah, hal ini disebabkan unsur hara yang sedikit digunakan untuk kepentingan tumbuh sehingga tanaman tinggi tapi batangnya lebih lemah (Vergara, 1990).

Pada Tabel 6 di atas juga terlihat adanya pengaruh yang nyata jumlah benih per lubang tanam terhadap jumlah malai per rumpun. Hasil terbanyak diperoleh jumlah benih 4 butir per lubang tanam sebanyak 17,75 malai, tetapi tidak berbeda nyata dengan jumlah benih 5 butir dan 3 butir per lubang tanam. Peningkatan jumlah benih per lubang tanam meningkatkan jumlah malai per rumpun sampai batas tertentu, hal ini dapat dilihat pada Tabel 6, pemberian jumlah benih sampai 4 butir per lubang meningkatkan jumlah malai per rumpun, tetapi pada pemberian jumlah benih 5 butir per lubang tanaam terjadi penurunan jumlah malai per rumpun. Hal ini dikarenakan pada penambahan jumlah benih per lubang tanam sampai 4 butir per lubang tanam faktor lingkungan seperti unsur hara, air, dan cahaya masih didapatkan secara merata, belum adanya kompetisi dan masih dapat mendukung pertumbuhan dan hasil.

3.1.4 Jumlah Gabah per Malai

Hasil analisis statistik (Lampiran 12) menunjukkan bahwa tidak ada interaksi antara jarak tanam dan jumlah benih per lubang tanam terhadap jumlah gabah per malai (Tabel 7). Tabel 7. Pengaruh jarak tanam dan jumlah benih per lubang tanam terhadap

jumlah gabah per malai

Perlakuan Jumlah Gabah per Malai (Bulir) Jarak Tanam: 20 cm ×20 cm 109,87 a 25 cm ×25 cm 113,13 a 30 cm × 30 cm 110,08 a Jumlah Benih: 1 butir/lubang 122,83 a 2 butir/lubang 110,78 a 3 butir/lubang 90,92 a 4 butir/lubang 120,94 a 5 butir/lubang 109,67 a

Keterangan : Rerata angka yang diikuti huruf kecil yang sama (arah vertikal) pada masing-masing perlakuan berbeda nyata menurut Uji Duncan pada taraf nyata 5 %.

Secara mandiri perlakuan jarak tanam dan jumlah benih per lubang tanam tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah gabah per malai. Hal ini diperkirakan bahwa populasi pada semua perlakuan jarak tanam dan jumlah benih sudah optimal sehingga tingkat persaingan dalam hal pengambilan bahan-bahan untuk proses fotosintesis relatif seragam.

(9)

Karena kemampuan untuk melakukan fotosintesis pada setiap perlakuan relatif sama, maka tanaman padi gogo pada setiap perlakuan mempunyai jumlah malai per rumpun yang relatif sama. Seperti halnya yang dikemukakan Sutiyoso (1999) bahwa tanaman yang laju fotosintesisnya cukup, maka akan memiliki perakaran yang berkembang dengan baik, jumlah anakan yang banyak, serta akhirnya dapat berpengaruh terhadap pembentukan malai yang lebih banyak.

3.1.5 Hasil Gabah Kering Panen

Hasil analisis statistik (Lampiran 13) menunjukkan tidak terjadi interaksi antara perlakuan jarak tanam dengan perlakuan jumlah benih per lubang tanam terhadap hasil bobot gabah kering panen. Secara mandiri perlakuan jarak tanam tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap hasil bobot gabah kering panen, tetapi perlakuan jumlah benih per lubang tanam menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap hasil bobot gabah kering panen seperti yang terlihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Pengaruh jarak tanam dan jumlah benih per lubang tanam terhadap hasil gabah kering panen per m2

Perlakuan Gabah Kering Panen per m2 (Kg) Jarak Tanam: 20 cm ×20 cm 0,20 a 25 cm ×25 cm 0,20 a 30 cm × 30 cm 0,20 a Jumlah Benih: 1 butir/lubang 0,16 a 2 butir/lubang 0,18 a 3 butir/lubang 0,20 ab 4 butir/lubang 0,23 b 5 butir/lubang 0,22 b

Keterangan : Rerata angka yang diikuti huruf kecil yang sama (arah vertikal) pada masing-masing perlakuan berbeda nyata menurut Uji Duncan pada taraf nyata 5 %.

Pada Tabel 8 di atas terlihat bahwa perlakuan jarak tanam 20 cm ×20 cm tidak berbeda nyata dengan jarak tanam 25 cm ×25 cm maupun 30 cm × 30 cm dalam menghasilkan gabah kering panen. Hal ini dikarenakan jarak tanam yang digunakan terlalu lebar bila digunakan pada musim kemarau. Penanaman pada musim kemarau dianjurkan menggunakan jarak tanam yang lebih sempit dibandingkan musim hujan (Sumartono, 1992). Pengunaan jarak tanam yang lebih sempit pada musim kemarau dikarenakan banyaknya sinar matahari dan susunan daun untuk menerima cahaya lebih baik pada musim kemarau, sehingga bahaya naungan dapat dihindarkan (Vergara, 1990).

(10)

Sementara pada jumlah benih per lubang tanam hasil terberat didapat perlakuan 4 butir/lubang dengan hasil 0,23 kg tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan 5 butir dan 3 butir per lubang. Pada perlakuan jumlah benih 1 butir per lubang tanam menghasilkan bobot gabah kering panen lebih rendah dibandingkan jumlah benih 3, 4 atau 5 butir per lubang tanam, sedangkan perlakuan jumlah benih 3, 4 dan 5 butir per lubang tanam tidak menunjukan perbedaan terhadap bobot gabah kering panen. Hal ini berarti jumlah benih 3 butir per lubang tanam sudah optimal untuk menghasilkan jumlah hasil bobot panen, apabila ditanam jumlah benih 1 butir per lubang tanam diperkirakan penyerapan terhadap unsur hara yang diberikan tidak maksimal dan jumlah benih 5 butir per lubang terlalu banyak sehingga dengan penggunaan jumlah benih 4 butir per lubang dapat menghemat penggunaaan benih. Selain itu hasil gabah kering panen selaras dengan jumlah malai per rumpun yang dihasilkan (Tabel 6), dimana semakin banyak jumlah tunas per rumpun maka semakin banyak jumlah malainya, karena setiap tunas yang terbentuk adalah tunas produktif yang dapat menghasilkan malai.

3.1.6 Gabah Kering Giling

Hasil analisis statistik (Lampiran 14) menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antara perlakuan jarak tanam dengan perlakuan jumlah benih per lubang tanam terhadap bobot gabah kering giling. Secara mandiri perlakuan jarak tanam tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap bobot gabah kering panen, tetapi pada perlakuan jumlah benih per lubang tanam menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap bobot gabah kering giling seperti yang terlihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Pengaruh jarak tanam dan jumlah benih per lubang tanam terhadap hasil gabah kering giling dan konversi ke hektar

Gabah Kering Giling

per m2 (Kg) per Hektar (Ton) Jarak Tanam: 20 cm ×20 cm 0,140 a 1,12 25 cm ×25 cm 0,140 a 1,12 30 cm × 30 cm 0,140 a 1,12 Jumlah Benih: 1 butir/lubang 0,121 a 0,96 2 butir/lubang 0,133 b 1,07 3 butir/lubang 0,144 c 1,15 4 butir/lubang 0,161 d 1,29 5 butir/lubang 0,141 c 1,13

Keterangan : Rerata angka yang diikuti huruf kecil yang sama (arah vertikal) pada masing-masing perlakuan berbeda nyata menurut Uji Duncan pada taraf nyata 5 %.

(11)

Pada Tabel 9 di atas terlihatbahwa perlakuan jarak tanam 20 cm ×20 cm tidak berbeda nyata dengan jarak tanam 25 cm ×25 cm maupun dengan 30 cm × 30 cm dalam menghasilkan gabah kering giling. Hal ini dikarenakan hasil gabah kering giling berkaitan erat dengan gabah kering panen dan jumlah malai per rumpun yang dihasilkan.

Pada perlakuan jumlah benih per lubang tanam hasil terberat didapat dari perlakuan 4 butir per lubang tanam (Tabel 9), tapi tidak berbeda nyata secara statistik dengan 3 butir per lubang tanam (Lampiran 14). Hasil terbanyak diperoleh jumlah benih 4 butir per lubang tanam sebesar 0,161 kg pe m2 setara dengan 1,29 ton per hektar, tetapi tidak berbeda nyata dengan jumlah benih 3 butir per lubang tanam. Hal ini didukung oleh pertumbuhan vegetatif yang optimal. Produksi tanaman biasanya dipengaruhi oleh pertumbuhan vegetatifnya. Jika pertumbuhan vegetatifnya baik, dalam hal ini jumlah anakan, maka ada kemungkinan produksinya akan baik pula.

Fotosintat yang dihasilkan oleh tanaman, selain digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan juga disimpan oleh tanaman sebagai cadangan makanan. Fotosintat yang terdapat dalam daun diangkut keseluruh tubuh tanaman, yaitu bagian-bagian meristem di titik tumbuh dan ke buah yang sedang dalam masa perkembangan. Jika fotosintesis yang dilakukan oleh tanaman dapat berlangsung dengan optimal, maka fotosintat yang dihasilkan akan optimal juga, yang akhirnya akan berpengaruh pada jumlah bulir padi yang dihasilkan. IV. SIMPULAN DAN SARAN

5.2. Simpulan

Berdasarkan uraian pada hasil dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Tidak terjadi interaksi antara jarak tanam dan jumlah bibit per lubang tanam pada semua parameter yang diamati. Jarak tanam memberikan pengaruh terhadap jummlah malai per rumpun. Sedangkan jumlah benih per lubang tanam memberikan pengaruh terhadap jumlah anakan, tinggi tanaman, jumlah malai per rumpun, gabah kering panen, dan gabah kering giling.

2. Hasil tertinggi diperoleh dari jumlah benih 4 butir per lubang tanam sebesar 0,161 kg/m2 setara dengan 1,29 ton/ha.

5.1 Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka untuk meningkatkan pertumbuhan dan hasil padi gogo dapat menggunakan jumlah benih 4 butir /lubang. Perlu dilakukan percobaan lebih lanjut pada musim yang berbeda.

(12)

V. DAFTAR PUSTAKA

. 2012b. Luas Panen, Produktivitas, Produksi Tanaman Padi Seluruh Indonesia tahun 2012. http://www.bps.go.id. Diakses tanggal 24 April 2013.

. 2012c. Konsumsi Rata-rata per Kapita Per Tahun Beberapa Komoditi Makanan di Indonesia tahun 2007-2011. http://www.bps.go.id. Diakses tanggal 03 mei 2013.

Kompas. 2012. Lipi Kembangkan padi Gogo Tahan Kering dan Enak. http:www.kompas.com. Diakses tanggal 24 April 2013.

Saleh, M. S., F. Pasaru dan M. Yunus, 2009. Eksplorasi Padi Gogo Lokal Di Kabupaten Banggai. Media Litbang Sulteng 2 (1) : 15 – 20 Oktober 2009, Palu.

Salisbury, F. B. dan Cleon. W Rose terjemahan Diah, R Lukman dan Sumaryono.1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 1. ITB. Bandung

Sumartono. 1992. Padi Sawah, CV. Bumi Restu . Jakarta.

Sutiyoso, Y. (1999). Pedoman Menanam Anggrek. P.D. Putra Kencana. Jakarta Vergara B.S. 1990. Bercocok Tanam Padi. Proyek Prasarana Fisik Bappenas. Jakarta.

Gambar

Tabel 4. Pengaruh jarak  tanam dan  jumlah  benih per  lubang  tanam  terhadap    jumlah anakan pada umur 42 hari setelah tanam
Tabel 5. Pengaruh  jarak tanam dan  jumlah  benih per  lubang  tanam  terhadap tinggi     tanaman pada umur 42 hari setelah tanam

Referensi

Dokumen terkait

Kedua (2b), siswa diminta untuk menginferensi apa yang ber- pengaruh pada ¿T b larutan elektrolit. Pada soal siswa diminta untuk memprediksikan larutan elektrolit

Pada Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale ada yang ditemukan dalam bentuk laten di dalam sel hati dan disebut hipnosoit sebagai suatu fase dari siklus hidup parasit yang dapat

Karakteristik Metode Ummi dalam Pembelajaran Al-Qur’an bagi orang dewasa di Qur’an Training Centre Berdasarkan hasil paparan data yang telah dijelaskan pada bab empat,

Dapat diilustrasikan bahwa provinsi-provinsi pada kuadran IV, dengan kondisi angka persentase pemenuhan pemberian ASI yang besar memang dapat menurunkan prevalensi baduta

Dari 34 itu setengah itu sudah bagus, jadi diban ding tahun lalu lebih merata, dan potensial peserta baca puisi di tahun ini sangat baik,” kata Acep Zamzam Noor, praktisi

Berdasarkan teori tersebut, dapat dikatakan fenomena kondisi fisik dan pemahaman pegawai belum sesuai dengan teori yang ada, namun pada fenomena pemahaman pegawai

Hal ini berarti bahwa harga t empirik lebih kecil dari pada harga t teoritiknya, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan signifikan antara

Berriro ere gizakiek hizkuntza nola erabiltzen duten azaltzeak eskatzen du hizkuntzaren eta munduaren arteko harremana nola ulertzen du- ten azaltzea; beraz, azken