• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAN FERMENTASI TERHADAP KADAR BIOETANOL YANG DIHASILKAN RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "DAN FERMENTASI TERHADAP KADAR BIOETANOL YANG DIHASILKAN RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KONSENTRASI H

2

SO

4

, LAMA WAKTU HIDROLISIS

DAN FERMENTASI TERHADAP KADAR BIOETANOL YANG

DIHASILKAN RUMPUT LAUT

Eucheuma cottonii

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Biologi

Oleh :

Tegar Yudha Restuti NIM : 101434025

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

i

PENGARUH KONSENTRASI H

2

SO

4

, LAMA WAKTU HIDROLISIS

DAN FERMENTASI TERHADAP KADAR BIOETANOL YANG

DIHASILKAN RUMPUT LAUT

Eucheuma cottonii

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Biologi

Oleh :

Tegar Yudha Restuti NIM : 101434025

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(3)
(4)
(5)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

“Barang siapa merintis jalan mencari ilmu maka Allah akan memudahkan

baginya jalan ke surga”

(H.R Muslim)

Kupersembahkan karya kecil ini untuk :

Tuhan Yang Maha Esa yang selalu menaungi langkahku

dengan rahmat-Nya

Papa, Mama, Dian dan Anti yang senantiasa mencurahkan

kasih sayang dan do’a mereka untukku

Eugenius Audax .A yang selalu memberi pancaran semangat

dalam penulisan ini

(6)
(7)
(8)

vii ABSTRAK

PENGARUH KONSENTRASI H2SO4, LAMA WAKTU HIDROLISIS DAN

FERMENTASI TERHADAP KADAR BIOETANOL YANG DIHASILKAN RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii

Tegar Yudha Restuti

Program Studi Pendidikan Biologi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. 2014

Indonesia memiliki beragam sumber daya laut yang dapat dijadikan sebagai sumber energi alternatif. Produksi rumput laut di Indonesia selalu mengalami peningkatan tiap tahun. Rumput laut jenis Eucheuma cottonii mengandung karbohidrat 58% sehingga mampu dijadikan bioetanol melalui proses fermentasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh konsentrasi H2SO4, lama waktu hidrolisis dan fermentasi terhadap kadar bioetanol yang dihasilkan rumput laut Eucheuma cottonii.

Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratoris. Hidrolisis asam dilakukan dengan H2SO4 konsentrasi 0,2M, 0,3M, 0,4M, 0,5M dan variasi waktu 30 menit, 60 menit, 120 menit. Pengujian kadar glukosa dalam rumput laut dilakukan dengan menggunakan metode DNS. Fermentasi dilakukan dengan khamir Saccharomyces cerevisiae dengan waktu inkubasi 1 hari, 3 hari, 6 hari, dan 8 hari. Pengukuran kadar etanol dilakukan menggunakan titrasi iodometri. Analisis data menggunakan metode statistik regresi linier.

Hasil penelitian menunjukkan kondisi terbaik hidrolisis dikonsentrasi H2SO4 0,4M dan waktu 120 menit (7 ppm). Selama proses fermentasi, kadar bioetanol maksimum dicapai pada waktu inkubasi 6 hari yaitu 5,56%. Kesimpulan dari penelitian ini adalah konsentrasi H2SO4, lama waktu hidrolisis dan fermentasi mempengaruhi kadar bioetanol yang dihasilkan rumput laut Eucheuma cottonii.

(9)

viii ABSTRACT

EFFECT OF H2SO4 CONCENTRATION, DURATION TIME OF HYDROLYSIS

AND FERMENTATION TO THE LEVEL OF BIOETHANOL PRODUCED BY Eucheuma cottonii SEAWEED

TegarYudhaRestuti

Biology Education Study Program, Sanata Dharma University, Yogyakarta. 2014

Indonesia has various kind of marine resources that can be used as an alternative energy source. Seaweed production in Indonesia always increases each year. Eucheuma cottonii seaweed contains 58% carbohydrates so that they can be used as bioethanol through fermentation process. The purpose of this study was to determine the effect of H2SO4 concentration, duration of hydrolysis and fermentation to bioethanol levels produced by Eucheuma cottonii seaweed.

This research is an experimental laboratory. Acid hydrolysis was conducted with H2SO4 concentration of 0.2 M, 0.3 M, 0,4M, 0.5M and it took 30 minutes, 60 minutes, 120 minutes. The testing of glucose levels in seaweed was done by using the DNS method. Fermentation was carried out with the yeast Saccharomyces cerevisiae with incubation time of 1 day, 3 days, 6 days, and 8 days. The measurement of ethanol level was done byusing iodometric titration. Analysis of the data use the linear regression statistical.

The result of the research showed the best conditions 0,4M hydrolysis of concentrated H2SO4 and time of 120 minutes (7 ppm). During the fermentation process, the maximum of ethanol level was achieved at an incubation time of 6 days, it was 5.56%. The conclusion of this study is the concentration of H2SO4, duration time of hydrolysis and fermentation affect the levels of bioethanol produced by Eucheuma cottonii seaweed.

(10)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala

berkat dan karunia-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Konsentrasi H2SO4, Lama Waktu Hidrolisis dan Fermentasi Terhadap Kadar Bioetanol yang Dihasilkan Rumput Laut Eucheuma cottonii”. Skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan

Program Sarjana Pendidikan Biologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak memperoleh bantuan

dan dorongan semangat dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan

terimakasih yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak atas bantuan yang telah

diberikan, baik waktu dan tenaga sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan

sebagaimana mestinya. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada:

1. Bapak Rohandi, Ph.D selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sanata Dharma.

2. Ibu Ch. Retno Herrani Setyati, M.Biotech selaku Dosen Pembimbing skripsi

yang telah begitu sabar dalam mendampingi penulisan skripsi ini dan telah

meluangkan banyak waktu untuk membimbing penulis.

3. Segenap Dosen Pendidikan Biologi Universitas Sanata Dharma yang telah

memberikan ilmu, wawasan dan pengetahuan yang banyak bermanfaat bagi

penulis.

4. Segenap staf sekretariat JPMIPA (Mas Arif, Pak Sugeng, Mbak Tari dan Mas

Agus) yang telah memberikan pelayanan akademik secara prima.

5. Ir. Teguh Rahjudi dan Wahyu Dwi Wadyowati sebagai Ayah dan Ibu yang

selalu mendukung baik berupa materi, semangat dan doa kepada penulis selama

(11)

x

6. Dian Wirabuana dan Kurnia Wijayanti sebagai adik yang selalu mendukung

baik berupa semangat dan doa kepada penulis.

7. Eugenius Audax Aditya yang selalu mendukung baik berupa materi, memberi

semangat yang tak henti-hentinya, kasih sayang dan doa kepada penulis.

8. Teman-teman seperjuangan (Ardy, Fery, Yolanda, Nesya, Daus, Mela, Wiwik,

Tri) dan seluruh rekan-rekan Pendidikan Biologi USD angkatan 2010 atas

kerjasama dan bantuannya.

9. Teman-teman kost Aulia tercinta (Mbak Sandhi, Lia, Gita) atas dukungan dan

doanya selama penulis menyusun skripsi.

10.Amung, Ricky, Theo, Gilang, Koido, Alex, Alif, Isnaeni, Lukas, Renny, Ony,

Koh Ben, dan Kak Aski yang memberikan pengiburan selama penulisan skripsi

ini

11.Semua pihak yang telah membatu dan tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Dukungan kalian berharga untuk penulis hingga dapat menyelesaikan skripsi

ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu

penulis terbuka terhadap kritik dan saran dari pembaca. Kritik dan saran yang

membangun menjadi pembelajaran bagi penulis untuk menjadi lebih baik. Semoga

skripsi ini bermanfaat dan dapat menjadi sumbangan ilmu pengetahuan untuk

meningkatkan pengetahuan masyarakat terhadap pembuatan bioetanol dari rumput laut.

(12)

xi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……….. i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ………... ii

HALAMAN PENGESAHAN ………...iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ………. iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ……….... v

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ………... vi

ABSTRAK ………...vii

ABSTRACT………...viii

KATA PENGANTAR ……… ix

DAFTAR ISI ……….. xi

DAFTAR TABEL ……….xiv

DAFTAR GAMBAR ……….xv

DAFTAR LAMPIRAN ……….xvi

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ……… 1

B. Rumusan Masalah ………... 4

C. Tujuan Penelitian ……… 4

D. Batasan Masalah ………. 4

E. Manfaat Penelitian ……….. 5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Rumput Laut ……… 6

1. Alga Hijau (Cholrophyceae) ………. 6

(13)

xii

3. Alga Merah (Rhodophyceae) ……… 8

B. Prospek Ekonomi Rumput Laut ……….. 9

C. Kandungan Nutrisi dan Manfaat Rumput Laut ………..11

1. Kandungan Nutrisi Rumput laut ………..11

2. Manfaat Rumput Laut ………...11

D. Eucheuma cottonii………..12

a. Morfologi Eucheuma cotonii………...13

b. Habitat Eucheuma cottonii ………...14

c. Klasifikasi Eucheuma cottonii……….14

d. Komposisi dan Manfaat Kimia Eucheumacottonii………..15

e. Persebaran Eucheuma cottonii di Indonesia ………16

E. Bioetanol ………16

F. Fermentasi ………..………19

G. Khamir (Saccharomyces cerevisiae) ………...………...22

H. Penelitian yang Relevan …………...………..25

I. Kerangka Pemikiran ………...26

J. Hipotesis ……….28

BAB III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ………...29

B. Populasi dan Sampel Penelitian ……….29

1. Populasi ………29

2. Sampel ………..30

C. Tempat dan Waktu Penelitian ………30

D. Desain Penelitian ………30

E. Alat dan Bahan ………...31

F. Prosedur Kerja ………31

(14)

xiii

2. Hidrolisis Asam ………32

3. Pengujian Glukosa dengan Metode DNS ……….33

4. Regenerasi Kultur ………34

5. Pembuatan Media dan Fermentasi ………...35

6. Pengukuran Kadar Etanol ………35

G. Teknik Pengumpulan Data ……….36

1. Pengujian Glukosa ………...36

2. Pengukuran Kadar Etanol ………37

3. Pengujian pH ………38

H. Cara Analisis Data ……….38

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Data dan Analisis Hasil Penelitian ……….39

1. Uji Glukosa ………..39

2. Uji Kadar Etanol ………..43

B. Pembahasan ………44

1. Uji Kadar Glukosa ………...45

2. Uji Kadar Etanol ………..47

BAB V. IMPLEMENTASI HASIL PENELITIAN UNTUK PEMBELAJARAN ………51

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ………53

B. Saran ………..53

DAFTAR PUSTAKA ……… ..55

(15)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Perkembangan Ekspor-Impor Rumput Laut Indonesia ………...10

Tabel 2. Negara Tujuan Ekspor Rumput Laut Indonesia diurutkan berdasarkan Volume

Ekspor Terbesar ………..10

Tabel 3. Hasil Uji Laboratorium Kandungan Nutrisi Rumput Laut Kering …………..15

Tabel 4. Absorbansi pada Larutan Standar ………39

Tabel 5. Kadar Glukosa pada Larutan Sampel ………..41

(16)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Alga Hijau berbentuk seperti filament ……….. 7

Gambar 2. Ulva lactuta (alga hijau berbentuk lembaran) ...………... 7

Gambar 3. Alga Coklat jenis Fucus ……… 8

Gambar 4. Alga Merah (Rhodophyceae) ……… 8

Gambar 5. Eucheuma cottonii………14

Gambar 6. Saccharomyces cerevisiae dari mikroskop ………..24

Gambar 7. Alur Kerangka Pemikiran ………27

Gambar 8. Diagram Alir Hidrolisis Asam ……….32

Gambar 9. Diagram Alir Pengujian Glukosa dengan Metode DNS ………..33

Gambar 10. Diagram Alir Regenari Kultur ………...34

Gambar 11. Diagram Alir Pembuatan Media dan Fermentasi ………...35

Gambar 12. Kurva Standar Glukosa ………..40

Gambar 13. Grafik Pengaruh Perbedaan Konsentrasi H2SO4 terhadap Kadar Glukosa ………...42

Gambar 14. Grafik Pengaruh Perbedaan Lama Waktu Hidrolisis terhadap Kadar Glukosa ………...42

(17)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Perhitungan Kurva Standar Glukosa dengan Regresi Linier ……….59

Lampiran 2. Perhitungan Uji Kadar Etanol Menggunakan Metode Titrasi Iodometri ..61

Lampiran 3. Perhitungan Uji Kadar Etanol pada Fermentasi Hari ke-6 dengan Penambahan Glukosa 150 gram/L ………...63

Lampiran 4. Cara Pembuatan Larutan Reagen untuk Titrasi Iodometri……….64

Lampiran 5. Silabus ….………..65

Lampiran 6. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ………...68

(18)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seiring dengan meningkatnya populasi manusia maka terjadi peningkatan

kebutuhan energi untuk kelangsungan hidup manusia dalam melakukan aktivitas

ekonomi dan sosial. Dalam melakukan aktivitasnya dan memenuhi kebutuhan

hidupnya, manusia tidak lepas dari sarana transportasi dan industri. Pertambahan

jumlah penduduk meningkatkan kebutuhan akan transportasi dan aktivitas industri.

Hal ini berakibat pada peningkatan kebutuhan dan konsumsi bahan bakar minyak

(BBM) yang merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui.

Permasalahan energi bagi kelangsungan hidup manusia merupakan masalah

besar yang dihadapi oleh hampir seluruh negara di dunia. Kebutuhan energi saat ini

pada umumnya didominasi oleh energi fosil yaitu minyak bumi, gas bumi dan

batubara. Energi fosil khususnya minyak bumi, merupakan sumber energi utama

dan merupakan sumber devisa negara. Indonesia mengalami penurunan produksi

minyak nasional akibat menurunnya cadangan minyak pada sumur-sumur produksi

secara alamiah. Krisis Bahan Bakar Minyak (BBM) baru-baru ini menunjukkan

cadangan energi fosil yang dimiliki Indonesia terbatas jumlahnya.

Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia

(19)

sumber energi alternatif sebagai pengganti BBM. Bahan bakar nabati diharapkan

dapat mengurangi terjadinya kelangkaan BBM.

Indonesia memiliki beragam sumber daya yang dapat dijadikan sebagai

sumber energi. Dua pertiga luas wilayah Indonesia adalah lautan yang mempunyai

potensi sumberdaya alam yang sangat penting bagi kehidupan bangsa. Potensi

tersebut perlu dikelola secara tepat agar dapat dimanfaatkan secara optimal dan

lestari bagi kesejahteraan rakyat.

Pemerintah telah mengupayakan berbagai usaha dalam peningkatan

produksi hasil laut tersebut. Salah satu sumber daya laut yang cukup potensial untuk

dapat dimanfaatkan adalah rumput laut. Saat ini pemerintah tengah menggalakkan

peningkatan produksi rumput laut. Produksi rumput laut di Indonesia dari tahun ke

tahun selalu mengalami peningkatan. Pada dua tahun terakhir yaitu 2012 dan 2013

produksi rumput laut mencapai 5,1 juta ton dan 7,5 juta ton (Ditjen Perikanan

Budidaya Departemen Kelautan dan Perikanan, 2013). Jenis Gracilaria sp.,

Eucheuma sp. (Rodhophyta), Sargassum sp., Turbinaria sp. (Phaeophyta), dan Ulva

sp. (Chlorophyta) merupakan jenis rumput laut yang banyak ditemukan dan cukup

melimpah. Potensi yang sedemikian besar ini belum dimanfaatkan secara optimal

oleh masyarakat.

Wilayah pesisir pantai Kabupaten Jepara memiliki potensi budidaya rumput

laut. Jenis rumput laut yang sudah dibudidayakan adalah Eucheuma cottonii.

(20)

ton/Ha. Produk yang dihasilkan tersebut oleh para petani biasa dipasarkan ke pabrik

pengolah rumput laut ataupun ke konsumen secara langsung.. Akan tetapi potensi

daerah untuk pembudidayaan rumput laut Eucheuma cottonii masih sangat besar.

Dari 1.274 Ha lahan yang tersedia, baru 282 Ha lahan yang digunakan. Peluang dan

potensi pembudidayaan rumput laut Eucheuma cottnii di Jepara masih sangat besar

apabila rumput laut tersebut akan dimanfaatkan sebagai penghasil bioetanol (Dinas

Kelautan dan Perikanan Kabupaten Jepara, 2013).

Rumput laut Eucheuma cottonii banyak mengandung karbohidrat, 58%

kandungan rumput laut ini adalah karbohidrat. Bahan yang mengandung

karbohidrat atau glukosa tinggi mampu dijadikan bioetanol melalui proses

fermentasi. Bioetanol merupakan etanol yang berasal dari sumber hayati. Bioetanol

bersumber dari gula sederhana, amilum dan selulosa. Amilum yang berbentuk

polisakarida dapat dihidrolisis menjadi glukosa melalui pemanasan, menggunakan

katalis asam kuat berupa H2SO4. Glukosa selanjutnya difermentasi menghasilkan

etanol.

Fermentasi etanol merupakan aktivitas penguraian gula (karbohidrat)

menjadi etanol dengan mengeluarkan gas CO2, fermentasi ini dilakukan dalam

kondisi anaerob menggunakan Saccharomyces cerevisiae. Oleh karena itu

penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi H2SO4, lama waktu

hidrolisis dan fermentasi terhadap kadar bioetanol yang dihasilkan rumput laut

(21)

B. Rumusan Masalah

Apakah konsentrasi H2SO4, lama waktu hidrolisis dan lama waktu fermentasi

berpengaruh terhadap kadar etanol yang dihasilkan dari fermentasi rumput laut

Eucheuma cottonii ?

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh konsentrasi H2SO4, lama waktu hidrolisis dan lama

waktu fermentasi terhadap kadar etanol yang dihasilkan dari fermentasi rumput laut

Eucheuma cottonii

D. Batasan Masalah

Dalam penulisan skripsi ini, penulis memberikan batasan masalah agar

dalam penjelasannya nanti akan lebih mudah, terarah dan sesuai dengan yang

diharapkan serta terorganisir dengan baik. Pembuatan skripsi ini dibatasi pada

masalah sebagai berikut:

1. Dalam penelitian ini sampel yang digunakan adalah rumput laut Eucheuma

cottonii kering tawar yang diambil dari perairan pantai kabupaten Jepara

2. Dalam penelitian ini hasil fermentasi diuji kadar etanolnya menggunakan

metode titrasi iodometri

(22)

E. Manfaat penelitian

Beberapa manfaat yang ingin dicapai dari penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagi Masyarakat

Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai potensi dan pemanfaatan

rumput laut Eucheuma cottonii sebagai penghasil bioetanol.

2. Bagi Guru/Penulis

a. Melatih kemampuan penulis untuk memecahkan masalah dan menuangkan

ke dalam karya tulis ilmiah.

b. Melatih mengembangkan potensi dan keterampilan proses ilmiah serta

membantu siswa mengenal dan mendekatkan diri pada objek atau persoalan

biologi.

3. Bagi Pengembangan Pengetahuan

Memperluas dan mengembangkan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang

(23)

6 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Rumput Laut

Rumput laut adalah salah satu sumberdaya hayati dan merupakan ganggang

multiseluler golongan Devisi Thallophyta. Jenis rumput laut sangat beragam, mulai

dari yang berbentuk bulat, pipih, tabung atau seperti ranting dahan

bercabang-cabang. Rumput laut memiliki klorofil atau pigmen warna yang lain. Rumput laut

terdiri dari satu atau banyak sel, berbentuk koloni, hidupnya bersifat bentik di

daerah perairan yang dangkal, berpasir, berlumpur atau berpasir dan berlumpur,

daerah pasut, jernih dan biasanya menempel pada karang mati baik terbentuk secara

alamiah atau buatan (Suparman, 2013).

Komoditas rumput laut yang banyak dimanfaatkan di Indonesia sebagai

bahan mentah industri adalah dari kelas Rhodophyceae dan Phaeophyceae. Alga

yang lebih besar terbagi tiga kelas besar yaitu, Chlorophyceae, Rhodophyta dan

Phaeophyceae (McConnaughey dan Robert, 1983).

1. Alga Hijau (Cholrophyceae)

Alga hijau atau green seaweed banyak dijumpai di lautan dangkal dan

biasanya dalam bentuk lembaran. Warna hijau dari alga hijau ini berasal dari

pigmen pada kloroplas yang berfungsi untuk fotosintesis, yaitu klorofil-a dan

klorofil-b serta karotinoid. Alga hijau menghasilkan dinding sel yang sebagian

(24)

bentuk yang beragam, tetapi bentuk yang umum dijumpai adalah bentuk seperti

benang (filament) dengan atau tanpa sekat dan bentuk lembaran (Suparman,

2013).

Gb 1. Alga Hijau berbentuk seperti filament Gb 2. Ulva lactuta (bentuk lembaran)

2. Alga Coklat (Phaeophyceae)

Alga coklat atau brown seaweed ini biasa dijumpai di daerah sub tropis

dan kutub. Tidak semua alga coklat merupakan tumbuhan laut, ada juga

sebagian yang hidup di air tawar meski tidak banyak (Suparman, 2013). Alga

coklat berada di semua samudra dan kerapkali unggul dalam flora alga di

perairan sedang sampai dingin. Bagian terbanyak didapati dekat pantai dalam air

yang tidak lebih dalam dari 20 meter (McConnaughey dan Robert, 1983).

Pada umumnya, alga coklat memiliki ukuran lebih besar bila

dibandingkan dengan kelompok rumput laut lain dan bentuknya sangat beraneka

ragam. Alga coklat terdiri dari klorofil yang ditutupi oleh pigmen-pigmen

(25)

Gb 3. Alga Coklat jenis Fucus

3. Alga Merah (Rhodophyceae)

Alga merah atau red seaweed banyak tumbuh di bagian laut yang paling

dalam sekitar 879 kaki di daerah bawah litoral yang kurang cahaya. Warna

merah pada rumput laut ini adalah unsur vital yang menunjang kelangsungan

hidupnya dan mempunyai peranan yang serupa dengan klorofil yaitu menyerap

cahaya biru dan ungu matahari yang menembus air laut (Suparman, 2013). Alga

merah didapati di semua laut termasuk laut di kutub tetapi paling baik

dikembangkan di daerah tropik (McConnaughey dan Robert, 1983).

Gb 4. Alga Merah (Rhodophyceae)

Pada umumnya alga merah berukuran kecil, mempunyai

pigmen-pigmen kromatotrof yang terdiri dari klorofil dan santofil, karotena, fikoeretin

dan fikosianin. Sekelompok tumbuhan ini ada yang disebut koralin yang dapat

(26)

koralin dapat dijumpai pada terumbu karang dan membentuk kerak merah muda

pada batu karang. Banyak jenis alga merah yang mempunyai nilai ekonomi

tinggi dan menjadi komoditi dan menjadi komoditi rumput laut yang

diperdagangkan (Suparman, 2013).

B. Prospek Ekonomi Rumput Laut

Perkembangan industri pengolahan rumput laut di Indonesia makin pesat.

Hasil laut Indonesia begitu kaya dan memikat. Karena itu tak heran jika rumput laut

memiliki pasar potensial dan cukup loyal. Tidak hanya pada level dalam negeri

tetapi juga luar negeri. Dengan kata lain rumput laut memiliki peluang ekspor yang

cukup lebar.

Menurut data yang dilansir oleh Fahmi Tri Wendrawan, Indonesia memiliki

peluang dan potensi budidaya komoditi laut yang sangat besar untuk

dikembangkan. Luas potensi budidaya laut diperkirakan mencapai 26 juta Ha.

Kurang lebih dua juta ha di antaranya sangat potensial untuk pengembangan rumput

laut dengan potensi produksi rumput laut kering rata-rata 16 ton per Ha. Potensi

rumput laut Indonesia dapat menjadi salah satu sumber pemasukan bagi devisa

negara, dan juga mampu menjadikan Indonesia sebagai negara pengekspor rumput

laut kering terbesar dunia.

Estimasi kebutuhan bahan baku rumput laut penghasil karagenan pada

tahun 2010 sebesar 322.500 ton yang terdiri dari Euchema sp. sebesar 274.100 ton

(27)

pasar rumput laut dunia masih sangat besar, baik untuk pasar bahan baku mentah

(raw seaweeds) ataupun untuk produk olahannya.

Tabel 1. Perkembangan Ekspor-Impor Rumput Laut Indonesia (dalam ton)

Tahun Ekspor (X) % Δ Impor (M) % Δ Rasio M/X (%) Sumber : FAO, 2008 (Wendrawan, 2013) Δ:perubahan dengan tahun sebelumnya

Tabel 2. Negara Tujuan Ekspor Rumput Laut Indonesia diurutkan berdasarkan Volume Ekspor Terbesar

Negara tujuan

Volume Ekspor per Tahun (dalam Ton)

Total

Sumber : DKP, 2008 (Rajagukguk, 2009)

Saat ini Perancis adalah negara tujuan utama bagi negara-negara produsen

(28)

Chili. Sedangkan pemasok lainnya adalah Indonesia, China dan Jepang. Di antara

lima pemasok, Indonesia tercatat mengalami tingkat pertumbuhan tertinggi tahun

2008 lebih dari 500%, hal ini diikuti oleh Filipina dengan 75,3% (Kementrian

Kelautan dan Perikanan, 2010).

C. Kandungan Nutrisi dan Manfaat Rumput Laut

1. Kandungan Nutrisi Rumput laut

Rumput laut mempunyai kandungan nutrisi cukup lengkap. Secara

kimia rumput laut terdiri dari air 27,8%;protein 5,4%;karbohidrat 33,3%;lemak

8,6%;serat kasar 3%;dan abu 22,25%, selain itu juga terdapat enzim, asam

nukleat,asam amino,yodium,vitamin (A,B,C,D,E dan K),dan makro mineral

seperti nitrogen,oksigen,kalsium dan selenium serta mikro mineral seperti zat

besi, magnesium dan natrium. Kandungan asam amino, vitamin dan mineral

dalam rumput laut mencapai 10-20 kali lipat dibandingkan dengan tanaman

darat (Suparman, 2013).

2. Manfaat Rumput Laut

Menurut Suparman(2013) rumput laut memiliki banyak manfaat, antara lain:

a. Aspek Ekologis

Rumput laut merupakan salah satu bagian penting dari ekosistem

pesisir, yang secara ekologis memiliki peranan dan fungsi ekologis yang

sama seperti dengan ekosistem pesisir lainnya seperti mangrove, lamun dan

(29)

b. Aspek Biologis

Rumput laut memiliki klorofil yang berperan dalam proses

fotosintesis di dalam perairan, sehingga tumbuhan ini memegang peran

sebagai produsen primer penghasil bahan organik dan oksigen di lingkungan

perairan.

c. Aspek Sosial

Budidaya rumput laut memberikan keuntungan bagi kehidupan

masyarakat di sekitar lokasi budidaya, di antaranya adalah tersedianya

kesempatan kerja dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

d. Segi Kesehatan

Sebagian besar orang hanya mengetahui bahwa rumput laut

digunakan untuk membuat agar-agar dan juga sushi. Lepas dari kedua hal

tersebut, ternyata rumput laut menyimpan banyak manfaat bagi tubuh

manusia. Antara lain adalah untuk diet, kecantikan, mencegah kanker,

mencegah penyakit stroke, mencegah terjadinya penurunan kecerdasan,

mencegah gejala osteoporosis, mencegah penyakit gangguan pencernaan,

meningkatkan daya tahan tubuh, mencegah anemia, mempercepat

penyembuhan luka, meningkatkan gairah seks.

D. Eucheuma cottonii

Indonesia terbukti merupakan penguasa 50 persen pangsa pasar produsen

(30)

yang sebagian besar hasilnya digunakan untuk bahan baku industri kosmetik atau

farmasi. Rumput laut jenis Eucheuma cottonii sangat diminati oleh negara-negara

Asia, Eropa dan Amerika. Khususnya Negara Prancis, Denmark, China, Filipina,

Hongkong, Spanyol, Jepang dan Amerika Serikat (Kementrian Kelautan dan

Perikanan, 2010).

Jenis Eucheuma oleh sebagian petani, pedagang diberi nama agar-agar.

Istilah lokal agar-agar bagi Eucheuma ini sedikit mengacaukan karena justru

Eucheuma bukan termasuk jenis rumput laut yang memproduksi agar-agar tetapi

memproduksi karagenan (karagen). Sedangkan jenis yang mengandung agar-agar

adalah dari jenis Gracilaria (Rambukasang) (Itung dan Marthen, 2003). Harga pasar

rumput laut kering Eucheuma cottonii di dunia untuk karagenan mencapai US$ 0,3

per kg. Rumput laut dalam bentuk olahan nilainya 10-20 kali lipat dari harga

karagenan atau sekitar US$ 6-10 per kg. lalu harga rumput laut kering di dalam

negeri berkisar antara Rp 9.000 per kg kering (Kementrian Kelautan dan Perikanan,

2010).

a. Morfologi Eucheuma cotonii

Eucheuma cottonii termasuk kelas dalam Rhodophyceae mempunyai

thallus yang silindris, berduri kecil-kecil dan menutupi thallus, percabangannya

tidak teratur sehingga merupakan lingkaran, ujungnya runcing berwarna coklat

(31)

Ada dua cara dalam pengembangbiakan rumput laut Eucheuma

cotonii, yaitu secara kawin (antar gamet-gamet) dan tidak kawin (vegetatif,

konjugatif dan penyebaran spora). Perkembiakan secara vegetatif buatan

dapat dilakukan dengan cara stek (Ditjen Perikanan Budidaya, 2011).

b. Habitat Eucheuma cottonii

Umumnya Eucheuma cottonii tumbuh dengan baik di daerah pantai

terumbu (reef). Habitat khasnya adalah daerah yang memperoleh aliran air laut

yang tetap, variasi suhu harian yang kecil dan menempel pada substrat batu

karang mati, kulit karang, atau benda keras lainnya (Ditjen Perikanan Budidaya,

2011). Rumput laut jenis ini lebih baik hidup diperairan dangkal karena

penetrasi matahari dapat mencapai rumput laut sehingga dapat berguna dalam

proses fotosintesis.

Jenis ini hidup di daerah pasang surut dengan kedalaman 30-50 cm

pada waktu surut terendah. Dengan suhu kisaran 26 – 32 °C, salinitas 28 – 34

mg/l, dan pada pH 7 – 8,5 (Ditjen Perikanan Budidaya, 2012).

c. Klasifikasi Eucheuma cottonii

Secara taksonomi rumput laut jenis Eucheuma dapat diklasifikasikan

sebagai berikut (Ditjen Perikanan dan Budidaya, 2011):

(32)

d. Komposisi dan Manfaat Kimia Eucheuma cottonii

1. Komposisi Kimia Eucheuma cottonii

Berikut ini komposisi kimia pada Eucheuma cottonii berdasarkan

hasil penelitian Wisnu dan Rachmawati (2009):

Tabel 3. Hasil Uji Laboratorium Kandungan Nutrisi Rumput Laut Kering

No Parameter Satuan Hasil Uji Metode Uji

Eucheuma sp. mengandung ekstrak karagenan yang bermanfaat

(33)

dan kelembaman (kenyal), penetral dan pemadat. Misalnya pembuatan bir,

wine, susu coklat, ice cream, dessert gels, saus, beef daging kaleng, ikan

kaleng, pasta gigi, air freshener, cream, coffe creamer serta dapat berfungsi

sebagai pupuk (Ditjen Perikanan Budidaya, 2011).

e. Persebaran Eucheuma cottonii di Indonesia

Secara alami jenis Eucheuma cottonii banyak dijumpai di perairan laut

Sulawesi, Kepulauan Maluku, Nusa Tenggara, Irian jaya dan Kepulauan Riau

(Ditjen Perikanan Budidaya, 2011). Sentra wilayah budidaya rumput laut jenis

ini terdapat di Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, NTT, Bali, Jawa Timur,

Sulawesi Tenggara dan NTB (Suparman,2013).

E. Bioetanol

Etanol disebut juga dengan etil alkohol, alkohol murni, alkohol absolut

atau alkohol saja. Etanol merupakan cairan yang mudah menguap, mudah terbakar,

tak berwarna dan merupakan alkohol yang paling sering digunakan dalam

kehidupan sehari-hari. Etanol termasuk dalam alkohol rantai tunggal dengan rumus

kimia C2H5OH dan rumus empiris C2H5O. etanol sering disebut dengan EtOH

dengan Et merupakan singkatan dari gugus etil (C2H5). Etanol dapat diproduksi dari

bahan baku tanaman yang mengandung pati seperti, ubi kayu, ubi jalar, jagung atau

sagu. Etanol ini kemudian disebut dengan bioetanol (Dewi, 2011).

Produksi bioetanol dengan bakan baku seperti di atas dilakukan melalui

(34)

dari pati-patian. Proses pembuatannya dapat dibedakan berdasarkan zat pembantu

yang digunakan, yaitu hidrolisa asam (misalnya asama sulfat) dan hidrolisa enzim.

Namun, yang sering digunakan adalah hidrolisa enzim. Dalam proses konversi

karbohidrat menjadi gula (glukosa larut air) dilakukan dengan penambahan air dan

enzim. Kemudian dilakukan proses peragian atau fermentasi gula menjadi etanol

dengan menambahkan yeast atau ragi. Umumnya dalam pembuatan bioetanol

melalui tahapan gelatisasi dan fermentasi .

Gelatisasi adalah proses pengubahan pati menjadi glukosa dengan

bantuan enzim dan beberapa perlakuan seperti kenaikan suhu. Sementara itu,

fermentasi adalah perubahan dari glukosa menjadi alkohol (etanol). Pembuatan

etanol belum selesai pada tahapan ini. Setelah fermentasi alkohol hanya memiliki

kemurnian 30-40% dan belum dikategorikan fuel based etanol. Agar dapat

mencapai kemurnian di atas 95%, maka etanol ini harus melewati proses destilasi

(Dewi, 2011).

Sifat fisika dari etanol adalah bersifat polar disebabkan karena gugus

hidroksilnya (R-OH). Seperti air, etanol dapat membentuk ikatan hidrogen. Karena

adanya ikatan hidrogen ini maka etanol mempunyai titik didih yang lebih tinggi dari

senyawa lain yang mempunyai berat formula yang sama. Etanol juga mempunyai

nilai pH sebagai asam lemah. Mudah menguap meskipun pada suhu rendah, mudah

terbakar dan mendidih pada suhu 78°C. Etanol merupakan produk biokonversi dari

(35)

tergantung dari galurnya. Sebanyak 12-14 % alkohol dapat diproduksi secara cepat

jika digunakan galur yang tepat, tetapi semakin tinggi konsentrasi alkohol,

fermentasi semakin lambat, Walaupun laju awal produksi etanol meningkat pada

suhu lebih tinggi (Fardiaz, 1989). Konsentrasi alkohol yang dihasilkan dalam proses

fermentasi tergantung pada jenis khamir yang digunakan, kadar gula, dan efisiensi

fermentasi.

Berdasarkan kadar alkoholnya, etanol terbagi menjadi tiga grade,

diantaranya:

a. Grade industri dengan kadar alkohol 90-94 %.

b. Netral dengan kadar alkohol 96-99,5 %, umumnya digunakan untuk minuman

keras atau bahan baku farmasi.

c. Grade bahan bakar dengan kadar alkohol di atas 993 %.

Hambali et al. (2007) menyatakan bahwa berdasarkan jenis dan

manfaatya, etanol digolongkan menjadi tiga golongan yaitu:

1. Etanol prima

Etanol prima adalah etanol mutu tinggi dengan kadar 96-96,5 % (vlv), disebut

juga etanol murni dengan kadar minyak fusel yang sangat rendah (40 mg/l).

Etanol ini biasanya digunakan untuk minuman keras mutu tinggi, industri

(36)

2. Etanol teknis

Etanol teknis adalah etanol dengan kadar 92-94 % (vlv) dan merniliki kadar

minyak fusel antara 15-30 md. Etanol teknis ini digunakan dalam industri untuk

bahan bakar, bahan pelarut organik, bahan baku spirtus, dan bahan produk lain.

3. Etanol absolut

Etanol absolut adalah etanol dengan kadar yang sangat tinggi (795,5 % (vlv))

dan digunakan untuk obat-obatan, bahan pelarut, dan bahan antara produksi

senyawa lain.

F. Fermentasi

Fermentasi adalah suatu kegiatan penguraian gula yang tidak menimbulkan

bau busuk dan menghasilkan gas karbondioksida. Suatu fermentasi yang busuk

merupakan fermentasi yang mengalami kontaminasi. Fermentasi pembentukan

alkohol dari gula dilakukan oleh mikroba seperti bakteri, khamir dan jamur. Khamir

yang biasa digunakan adalah Saccharomyces cerevisiae. Perubahan yang terjadi

biasanya dinyatakan dalam persamaan reaksi berikut (Putra, 2011) :

C6H12O6 + Saccharomyces cerevisiae 2 C2H5OH + 2 CO2

Laju fermentasi dapat diketahui dari kadar kemurnian alkohol yang

dihasilkan dari proses fermentasi per satuan waktu. Kadar kemurnian alkohol yang

dihasilkan dari proses ini adalah kadar alkohol pada bioetanol yang terbentuk

selama proses fermentasi. Berikut ini merupakan persamaan untuk menentukan laju

(37)

Rumus Perhitungan Laju Fermentasi

Laju Fermentasi = ( )

( )

Mekanisme fermentasi ini terdiri atas 2 tahap, yaitu (Fardiaz 1989):

a. Pemecahan rantai karbon dari glukosa dan pelepasan paling sedikit 2 pasang

atom hidrogen menghasilkan senyawa karbon lainnya yang lebih mudah

teroksidasi dibandingakan glukosa.

b. Senyawa yang teroksidasi akan direduksi oleh hidrogen yang terlepas pada

tahap pertama dengan membentuk senyawa yang merupakan hasil

fermentasi.

Menurut Saroso (1998) dalam jurnalnya, fermentasi alkohol dipengaruhi

oleh beberapa faktor di antaranya:

a. Media

Media fermentasi harus steril dan mengandung nutrisi, seperti unsur C (faktor

karbohidrat), unsur N dan P (terdapat dalam pupuk), dan mineral-mineral serta

vitamin lainnya. Nutrisi ini nantinya akan digunakan oleh mikroba dalam

melakukan aktivitas, untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan.

b. Pada umumnya bahan dasar yang mengandung senyawa organik terutama

glukosa dan pati dapat digunakan sebagai substrat pada proses fermentasi

(38)

c. Suhu

Suhu optimum bagi pertumbuban khamir dan aktivitasnya adalah 25-35°C.

d. Jenis mikroba

Mikroorganisme yang mampu menguraikan pati atau senyawa-senyawa

polisakarida menjadi alkohol adalah jenis khamir, dan yang paling banyak

digunakan adalah Saccharomycese cerevisiae.

e. Nutrisi

Selain sumber karbon, khamir juga memerlukan sumber N, vitamin (khususnya

biotin dan thiamin) dan mineral.

f. pH substrat atau media fermentasi merupakan salah satu faktor yang

menentukan kehidupan khamir. pH ideal untuk fermentasi alkoholik adalah pH

4-6.

Fermentasi glukosa menjadi etanol dan CO2 melibatkan enzim Embden

Meyerhof Parnas dan Glikolisis, yang meliputi (Fardiaz 1989):

a. Glukokinase, isomerase, fruktosa fosfokinase

b. Aldolase

c. Gliseroldehide-3-fosfat deidrogenase

d. 3-pospogliserat kinase

e. Pospogliserat mutase

f. Enolase

(39)

h. Piruvat dekarboksilase

i. Alkohol dehidrogenase

Enzim-enzim tersebut mengkatalis reaksi perubahan glukosa menjadi

piruvat (EMF') dan piruvat menjadi etanol dalam reaksi (Reed, G. Dan H.J, Peppler,

1973), sebagai berikut:

a. Glukosa + 2ATP Fruktosa 1,6-bifosfat + 2ATP

b. Fruktosa -1,6-bifosfat 2 Gliseroldehide -3-fosfat

c. Gliseroldehide -3-fosfat + 1Pi + NAD+ 1,3 bipospogliserat +

NADH + H+

d. 1,3 bipospogliserat + ADP 3 fosfogliserat + ATP

e. 3 fosfogliserat 2 fosfogliserat + H2O

f. 2 fosfogliserat 2 fosfoenol piruvat + H2O

g. 2 fosfoenol piruvat + ADP Piruvat + ATP

h. Piruvat CO2 + asetaldehid

i. Aselaldehid + NADH + H+ etanol + NAD

G. Khamir (Saccharomyces cerevisiae)

Menurut Oura, 1983 (Putra, 2011), Saccharomyces cerevisiae merupakan

salah satu spesies ragi yang memiliki daya konversi gula menjadi bioetanol dengan

baik. Mikroba ini biasanya dikenal dengan baker’s yeast dan metabolismenya telah

dipelajari dengan baik. Produk metabolik utama adalah bioetanol, CO2, dan air

(40)

bersifat fakultatif anaerobik. Saccharomyces cerevisiae memerlukan suhu 30°C dan

pH 4,0-4,6 agar dapat tumbuh dengan baik.

Ragi tumbuh optimum pada suhu 25-30°C dan maksimum pada 35-47°C.

Nilai pH untuk pertumbuhan ragi yang baik antara 3-6. Perubahan pH dapat

mempengaruhi pembentukan hasil samping fermentasi. Pada pH tinggi maka

konsentrasi gliserin akan naik dan juga berkorelasi positif antara pH dan

pembentukan asam piruvat. Pada pH tinggi maka lag phase akan berkurang dan

aktivitas fermentasi akan naik.

Khamir termasuk fungi, tetapi dibedakan dari kapang karena bentuknya

yang terutama uniseluler. Sebagai sel tunggal, khamir lebih cepat berkembang biak

dibanding dengan kapang. Sel khamir mempunyai ukuran yang bervariasi, yaitu

dengan panjang 1-5 pm, dan lebar 1-10 pm. Pada kondisi ideal sel khamir dapat

tumbuh menjadi dua sel dalam waktu 1-2 jam, tetapi setelah membentuk banyak

tunas, waktu generasi menjadi lebih lama sampai kira-kira 6 jam. Kebanyakan

khamir paling baik pada kondisi dengan persedian air cukup. Tetapi khamir dapat

tumbuh pada medium dengan konsentrasi gula atau garam lebih tinggi dari pada

bakteri (Fardiaz, 1989).

Beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme

dalam bahan pangan yang difermentasi :

a. Ketersediaan karbon dan nitrogen, nutrisi khusus yang diperlukan

(41)

b. pH substrat, suhu inkubasi dan kelembaban

c. Tahap pertumbuhan mikroorganisme

d. Jumlah mikroorganisme pesaing

Khamir fermentatif dapat melakukan fermentasi alkohol, yaitu memecah

glukosa melalui galur glikolisis dengan total reaksi sebagai berikut:

C6H12O6 2 C2H5OH + 2 CO2

(Glukosa) (etanol) (karbondioksida)

Khamir yang bersifat fermentatif, jika diberi aerasi aktivitas

fermentasinya akan menurun, dan sebagian glukosa akan direspirasi (dioksidasi)

menjadi karbondioksida dan air. Pada khamir yang bersifat fermentif, 70 % dari

glukosa di dalam substrat akan diubah menjadi karbondioksida dan alkohol,

sedangkan sisanya sebanyak 30% tanpa adanya nitrogen akan digunakan kembali

melalui fermentasi endogenous jika glukosa di dalam medium sudah habis (Fardiaz,

1989).

Gb 6. Saccharomyces cerevisiae dari mikroskop

Saccharomyces cerevisiae memproduksi alkohol dalam jumlah besar dan

mempunyai toleransi terhadap kadar alkohol yang tinggi (Elevri, 2006).

(42)

fruktosa, galaktosa, maltose dan sedikit terhadap rafinosa. Ragi ini melakukan

reproduksi vegetatif dengan bertunas secara multipolar (tunas dapat berkembang

dari setiap bagian permukaan sel induk). Pertumbuhan ragi memerlukan kondisi

lingkungan yang cocok.

Beberapa kelebihan Saccharomyces dalam proses fermentasi adalah cepat

berkembang biak, tahan terhadap alkohol tinggi, tahan terhadap suhu tinggi, stabil

dan cepat beradaptasi. Beberapa spesies Saccharomyces mampu memproduksi

ethanol hingga 13.01 %. Hasil ini lebih bagus dibanding genus lainnya seperti

Candida dan Trochosporon.

H. Penelitian yang Relevan

Produksi bioetanol dari ubi garut yang memiliki kandungan karbohidrat

sekitar 85,2 gram per 100 gram mampu menghasilkan etanol dengan kadar 11%

(Mustofa, 2012). Dalam penelitian pembuatan bioetanol dari biji durian dengan

kandungan karbohidrat 43,6% mampu menghasilkan etanol dengan kadar 1,61%

(Minarni,dkk, 2013). Penelitian pembuatan bioetanol dari tepung biji nangka

dengan kandungan karbohidrat 36,7 gram per 100 gram mampu menghasilkan

etanol dengan kadar 1,75% (Purwanto, 2012). Penelitian pembuatan bioetanol dari

ubi kayu dengan kandungan karbohidrat 35% mampu menghasilkan etanol dengan

kadar 11% (Wardana, 2012). Penelitian pembuatan bioetanol dari pati garut dengan

kandungan karbohidrat 85,2 gram per 100 gram mampu menghasilkan etanol

(43)

bioetanol dari lamun dengan kandungan gula pereduksi sekitar 2% mampu

menghasilkan etanol 0,047 mL/g (Dewi, 2011).

Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan bioetanol diatas adalah

bahan-bahan yang banyak mengandung karbohidrat. Rumput laut Eucheuma

cottonii juga banyak mengandung karbohidrat, sehingga rumput laut tersebut

mungkin juga mampu menghasilkan bioetanol.

I. Kerangka Pemikiran

Keterbatasan energi merupakan salah satu permasalahn utama dunia karena

konsumsi bahan bakar fosil yang semakin tinggi. Bioetanol adalah salah satu bahan

bakar alternative nonfosil yang diperoleh dari proses fermentasi biomassa yang

mengandung karbohidrat dengan bantuan mikroorganisme. Rumput laut Eucheuma

cottonii merupakan salah satu sumber daya laut Indonesia yang dapat digunakan

sebagai substrat fermentasi penghasil bioetanol karena mengandung karbohidrat

tinggi. Karbohidrat nantinya akan dikonversikan menjadi glukosa. Penggunaan

H2SO4 sebagai katalisator dalam proses hidrolisis dengan berbagai variasi

konsentrasi dan lama waktu pada saat hidrolisis perlu dilakukan agar diketahui pada

konsentrasi dan berapa lama waktu hidrolisis yang mampu menghasilkan glukosa

tinggi. Glukosa yang dihasilkan dari proses hidrolisis nantinya akan digunakan oleh

mikroorganisme dalam proses fermentasi. Kandungan glukosa dalam substrat

fermentasi akan mempengaruhi aktivitas mikroorganisme dalam menghasilkan

(44)

fermentasi agar diketahui pada lama waktu fermentasi yang mana dapat dihasilkan

kadar etanol yang tinggi. Alur dari kerangka pemikiran penelitian ini ditunjukkan

pada gambar 7.

(45)

J. Hipotesis

Konsentrasi H2SO4, lama waktu hidrolisis dan lama waktu fermentasi

mempengaruhi kadar etanol yang dihasilkan dari fermentasi rumput laut Eucheuma

(46)

29

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini berdasarkan keilmiahannya adalah Penelitian Ilmiah,

dimana dalam penelitian ini mengemukakan pokok-pokok pikiran, menyimpulkan

dengan melalui prosedur yang sistematis dengan menggunakan pembuktian

ilmiah/meyakinkan. Berdasarkan teknik yang digunakan penelitian ini termasuk

dalam Experiment Research (Penelitian Percobaan), dimana dilakukan perubahan

(ada perlakuan khusus) terhadap variabel yang diteliti. Dan berdasarkan tempat

penelitian, penelitian ini termasuk dalam Laboratory Research (Penelitian

Laboratorium), di mana penelitian ini dilaksanakan pada tempat tertentu /

laboratorium.

B. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi merupakan keseluruhan dari subyek penelitian. Populasi dapat

berupa manusia, benda, gejala-gejala, pola hidup, tingkah laku, dan sebagainya.

Ada dua macam populasi dalam penelitian yaitu, populasi terhingga yang terdiri

dari elemen dengan jumlah tertentu dan populasi tak terhingga yang terdiri dari

elemen yang sukar dicari batasannya. Populasi tak terhingga dalam hal ini

(47)

populasi terhingga dalam penelitian ini adalah semua jenis rumput laut yang ada

di Pantai Bandengan Jepara.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian atau merupakan wakil dari populasi yang

diteliti. Dalam penelitian ini sampel yang dipakai adalah rumput laut Eucheuma

cotonii. Alasan peneliti hanya mengambil Eucheuma cotonii sebagai sampel

yakni Eucheuma cotonii merupakan salah satu jenis rumput laut ekonomis yang

banyak terdapat di Indonesia dan merupakan rumput laut yang dibudidayakan di

Kabupaten Jepara.

C. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Desember 2013 – Juli 2014 di

Laboratorium Biologi, Jurusan Pendidikan Matematika dan IPA, dan Laboratorium

Kimia Universitas Kristen Satya Wacana.

D. Desain Penelitian

Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

- Variabel bebas : variasi konsentrasi H2SO4, lama waktu hidrolisis dan lama

waktu fermentasi

- Variabel terikat : kadar etanol yang dihasilkan dari fermentasi rumput laut

Eucheuma cottonii

- Variable kontrol : volume Sacchraomyces cerevisiae

Dalam perlakuan ini variasi konsentrasi H2SO4 yang digunakan yaitu

(48)

menit, 60 menit dan 120 menit. Variasi lama waktu fermentasi yaitu selama 1 hari,

3 hari, 6 hari dan 8 hari. Pengulangan dilakukan sebanyak 3 kali pada regenerasi

kultur untuk melihat keseragaman mikroorganisme yang tumbuh.

E. Alat dan Bahan

Alat – alat yang digunakan dalam penelitian ini di antaranya beker glass 2

L, ember, kompor listrik, pengaduk, timbangan digital, blender, pH meter, gelas

ukur, saringan, spatula, pipet volume, sarung tangan, jarum ose, labu Erlenmeyer,

thermometer, autoclave, inkubator, tabung reaksi, bioreaktor, oven, cawan porselen,

dan spektrofotometer UV-Vis (Shimadzu 1240).

Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rumput laut

Eucheuma cotonii kering yang diambil dari Pantai Jepara, gula pasir, H2SO4, ragi

Fermipan (Saccharomyces cerevisiae), PDA (Potato Dextrose Agar), PDB (Potato

Dextrose Broth), Asam Dinitrosalisilat (DNS), Aquades, Etanol, NPK, kalium

bikromat, pati, KI, dan Na-thiosulfat.

F. Prosedur Kerja

Penelitian ini terbagi dalam beberapa tahap yaitu preparasi sampel,

hidrolisis dengan asam H2SO4, pengukuran kadar glukosa, fermentasi menggunakan

khamir, dan yang terakhir pengukuran kadar etanol.

1. Preparasi Sampel

Rumput laut diambil dari perairan pantai Bandengan, Jepara pada

(49)

sampel rumput laut meliputi kedalaman, pH, suhu, salinitas dan oksigen terlarut

(DO).

Sampel rumput laut kering dicuci dengan air tawar, bertujuan untuk

menghilangkan rasa asin yang terkandung dalam rumput laut dan

menghilangkan kotoran-kotoran yang masih menempel pada rumput laut.

Kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari untuk menghilangkan

kandungan air. Karena rumput laut kering tawar lebih banyak mengandung

karbohidrat. Setelah kering sampel dihaluskan dengan blender, dan diayak

sehingga didapatkan tepung ampas rumput laut.

2. Hidrolisis Asam

Hidrolisis asam ini dilakukan untuk mengkonversi karbohidrat yang

terkandung dalam sampel menjadi glukosa.

Gb 8. Diagram alir hidrolisis asam

100 gr sampel

Kemudian dilakukan pengenceran H2SO4 0,2; 0,3; 0,4 dan 0,5 M. masukkan kedalam erlemeyer

Ditambahkan sampel kedalam erlenmeyer berisi H2SO4 dipanaskan dalam waterbath variabel waktu selama 30 menit, 60 menit, dan 120 menit pada suhu

121°C

(50)

3. Pengujian Glukosa dengan Metode DNS

metode DNS merupakan salah satu metode yang dapat digunakan

untuk menentukan kadar gula reduksi dalam sampel yang mengandung

karbohidrat menggunakan pereaksi asam dinitro salisilat.

Gb 9. Diagram alir pengujian glukosa dengan metode DNS

Sampel hasil hidrolisis ditambahkan alkohol 70% dengan perbandingan 1 : 1

Sampel disaring menggunakan kertas saring, dan sisa padatan dicuci dengan alkohol hingga netral.

Filtrat dipanaskan pada penangas air 100°C selama 30 menit, lalu disaring

Dimasukkan 3 ml sampel ketabung reaksi dan 3 ml pereaksi DNS

Kemudian sampel dan pereaksi ditempatkan dalam penangas air mendidih selama 5 menit

(51)

4. Regenerasi Kultur

Khamir dalam bentuk ragi ini masih dalam keadaan tidak aktif. Oleh

karena itu perlu diaktifkan terlebih dahulu dengan dilakukan regenerasi kultur.

Gb 10. Diagram alir regenerasi kultur

diambil 5 gr ragi fermipan (Saccharomyces cerevisiae)

Ditambahkan 100 ml aquades dengan suhu 30°C difortex sampai larut dan homogen

Masukkan larutan ragi ke dalam agar miring PDA sebanyak 10 ml dengan cara ditebar dipermukaan media

dibiakkan dalam inkubator selama ± 48 jam dengan kondisi aerob pada suhu 30°C

inokulasikan biakan pada PDA sebanyak 5 jarum ose ke dalam PDB (Potato Dextrose Broth) sebanyak 200 ml

diinkubasi selama ± 48 jam dengan kondisi aerob pada suhu 30°C

(52)

5. Pembuatan media dan Fermentasi

Gb 11. Diagram alir pembuatan media dan fermentasi

6. Pengukuran Kadar Etanol

Kadar etanol hasil fermentasi di ukur secara kuantitatif menggunakan

metode Titrasi Iodometri. Kadar etanol fermentasi diukur secara kualitatif

dengan melihat adanya gelembung-gelembung pada gelas beker yang berisi air

saat proses fermentasi.

Larutan sampel sebanyak 100 ml ditambah 10 gr NPK dimasukkan kedalam fermentor

Disterilkan menggunakan waterbath dan didinginkan

10% media fermipan (Saccharomyces cerevisiae) dimasukkan ke dalam fermentor

ukur pH awal fermentasi, dan diatur pH menjadi 4–5

(53)

G. Teknik Pengumpulan Data

Untuk menentukan data yang diperlukan maka dibutuhkan teknik

pengumpulan data agar bukti-bukti dan fakta-fakta yang diperoleh berfungsi

sebagai data obyektif dan tidak terjadi penyimpangan dari keadaan yang

sebenarnya. Untuk menggali data dari sumber yang telah ditentukan, maka

diperlukan alat kerja untuk mengumpulkan data yang disebut dengan teknik atau

metode pengumpulan data. Adapun metode-metode yang diperlukan tersebut di

antaranya adalah:

1. Pengujian Glukosa

a. Pembuatan Kurva Baku Glukosa

Kurva baku glukosa menyatakan hubungan antara konsentrasi

glukosa dengan kerapatan optik (serapan pada panjang gelombang 540 nm).

Kurva ini dibuat untuk menentukan harga konsentrasi larutan glukosa

dengan pengukuran transmisi cahaya spektrofotometer. Pembuatan kurva

baku glukosa dimulai dengan menimbang glukosa murni dengan timbangan

analitik. Dibuat larutan glukosa standar dengan konsentrasi 5 ppm, 6 ppm, 7

ppm, 8 ppm, 9 ppm. Masing –masing larutan di ukur optical density (OD)

dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 540 nm. Setelah

mengetahui nilai OD dan konsentrasi gula maka dapat dibuat kurva standar

(54)

b. Pengujian Kadar Glukosa Pereduksi pada Sampel

Penentuan kadar gula pereduksi dilakukan seperti pada pembuatan

kurva standar glukosa dengan mengambil 2 ml sampel. Setelah kadar

glukosa diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 540 nm,

kemudian dikalibrasi dengan larutan gula murni. Kadar gula pereduksi

sampel didapatkan dengan menggunakan persamaan regresi linier pada

kurva tersebut.

2. Pengukuran Kadar Etanol

Pengukuran kadar etanol menggunakan metode Iodometri. Adapun caranya

sebagai berikut (Timotius, 1994):

1. Masukkan 10 ml sampel ke dalam erlemeyer, kemudian ditambahkan 10 ml

kalium bikromat (K2Cr2O7) 0,005787 M. Campurkan hingga homogen,

tambahkan 4 ml asam sulfat pekat dengan hati-hati, sambil di goyang.

2. Masukkan erlemeyer tersebut ke dalam penangas air selama 15 menit,

selanjutnya didinginkan.

3. Tambahkan indikator pati-KI dan aduk hingga homogen

4. Kemudian titrasi dengan larutan Na-thiosulfat 0,01 M. volume Na-thiosulfat

yang diperlukan dicatat dan digunakan untuk perhitungan dalam analisis

kadar etanol. Dengan rumus berikut :

(55)

Keterangan :

V1 = volume K2Cr2O7

M1 = molaritas K2Cr2O7

V2 = volume titer Na-thiosulfat

M2 = molaritas Na-thiosulfat

BM = berat molekul alkohol

Vs = volume sampel

Untuk cara pembuatan larutan (K2Cr2O7) 0,005787 M, Na-thiosulfat 0,01 M,

larutan pati dan larutan KI, dapat dilihat pada lampiran 4.

3. Pengujian pH

Analisis pH pada sampel menggunakan pH meter.

H. Cara Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil pengamatan, kemudian diolah dengan

(56)

39 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Data dan Analisis Hasil Penelitian

1. Uji Glukosa

Dari uji glukosa pada larutan standar dan larutan sampel melalui proses

hidrolisis asam dengan konsentrasi H2SO4 yang berbeda-beda dengan

menggunakan spektrofotometer didapatkan hasil sebagai berikut ini :

Table 4. Absorbansi pada Larutan Standar

Glukosa (ppm) Absorbansi

0 0

5 0,25

6 0,299

7 0,353

8 0,398

9 0,441

Hasil nilai absorbansi larutan standar di atas diolah dengan metode regresi linier

menggunakan SPSS 17.0 sehingga didapatkan persamaan Y = aX + b dan dibuat

grafik perbandingan konsentrasi glukosa dengan absorbansi. Dari perhitungan

regresi linier pada larutan glukosan standar, persamaan yang diperoleh adalah Y

(57)

Dari persamaan pada grafik yang didapat, kadar glukosa pada sampel diperoleh

dengan memasukkan nilai absorbansi yang diperoleh dari sampel ke dalam

persamaan Y = 0,049X + 0,002. Sehingga didapatkan hasil sebagai berikut : Gb 12. Kurva Standar Glukosa

(58)

Table 5. Kadar Glukosa pada Larutan Sampel

Dari hasil perbedaan konsentrasi H2SO4 dan perbedaan lama waktu hidrolisis

(59)

Grafik di atas menunjukkan bahwa kadar glukosa meningkat dengan

bertambahnya konsentrasi H2SO4, namun menurun pada konsentrasi H2SO4 0,5

M. Kadar glukosa tertinggi dicapai pada konsentrasi H2SO4 0,4 M yaitu

mencapai 7 ppm. Penurunan kadar glukosa pada konsentrasi H2SO4 0,5 M

dikarenakan meningkatnya konsentrasi asam pada proses hidrolisis

mengakibatkan glukosa dan senyawa glukosa lainnya akan lebih banyak

terdegradasi.

Gb 13. Grafik Pengaruh Perbedaan Konsentrasi H2SO4 terhadap Kadar Glukosa

Gb 14. Grafik Pengaruh Perbedaan Lama Waktu Hidrolisis terhadap Kadar Glukosa Konsentrasi H2SO4

(60)

Grafik di atas menunjukkan bahwa semakin lama waktu hidrolisis

semakin meningkat kadar glukosa. Kadar glukosa tertinggi diperoleh pada lama

waktu hidrolisis 120 menit. Semakin lama waktu hidrolisis, maka kesempatan

untuk merombak karbohidrat yang terkandung dalam rumput laut menjadi

glukosa akan semakin banyak.

2. Uji Kadar Etanol

Fermentasi dilakukan dengan variabel waktu 1 hari, 3 hari, 6 hari dan 8

hari. Media hasil fermentasi di uji kadar etanolnya dengan metode titrasi

iodometri. Di dapatkan hasil dengan kadar etanol pada sampel sebagai berikut

(perhitungan pada lampiran 2) :

Table 6. Kadar Etanol pada Sampel

Lama Fermentasi

Volume

Na-thiosulfat (ml)

Kadar Etanol

Hari ke – 1 34,45 0,31%

Hari ke – 3 32,88 2,11%

Hari ke – 6 29,88 5,56%

(61)

Gb 15. Grafik Pengaruh Lama Waktu Fermentasi terhadap Kadar Etanol

Grafik di atas menunjukkan bahwa semakin lama waktu fermentasi

maka semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan. Pada akhir fermentasi kadar

etanol menurun karena aktifitas Saccharomyces cerevisiae mulai berkurang,

nutrisi yang terkandung dalam media fermentasi mulai habis sehingga

Saccharomyces cerevisiae tidak mendapat makanan dan mulai mati.

B. Pembahasan

Umumnya fermentasi dapat menghasilkan hasil yang memuaskan bila

khamir yang digunakan berasal dari ragi roti. Dalam kenyataannya banyak proses

fermentasi langsung menggunakan ragi roti yang langsung dimasukkan ke

fermentor walaupun hal ini sebenarnya kurang baik. Tidak semua khamir dapat

menghasilkan alkohol secara stabil, oleh karena itu perlu dilakukan regenerasi

kultur dari khamir (Saccharomyces cerevisiae) agar didapatkan strain-strain khamir

yang baik. 0 1 2 3 4 5 6

1 3 6 8

(62)

1. Uji Kadar Glukosa

Dalam proses fermentasi yang perlu diperhatikan adalah

komponen-komponen pendukung kegiatan proses tersebut. Pada prinsipnya proses

fermentasi untuk menghasilkan etanol ditentukan secara tidak langsung dari

banyaknya kandungan pati dalam bahan baku. Karena kandungan pati tersebut

akan difermentasikan oleh khamir. Biasanya dalam proses fermentasi alkohol

digunakan khamir (Saccharomyces cerevisiae). Khamir ini dapat mengubah

glukosa menjadi alkohol dan CO2. Khamir tidak dapat langsung

memfermentasikan pati. Oleh karena itu tahap yang penting adalah proses

sakarifikasi, yaitu perubahan pati menjadi maltosa atau glukosa dengan

menggunakan enzim atau asam (Hidayat, dkk. 2006). Dalam penelitian ini

dilakukan hidrolisis asam pada sampel rumput laut dengan tujuan untuk

mengubah karbohidrat yang terkandung dalam rumput laut menjadi glukosa.

Asam yang digunakan dalam proses hidrolisis asam ini adalah asam sulfat

(H2SO4), merupakan asam yang sering digunakan sebagai katalis kimia, sangat

reaktif, dan harganya murah.

Dalam penelitian ini hidrolisis menggunakan H2SO4 dengan

konsentrasi rendah, karena asam sulfat dengan konsentrasi rendah efektif

menghasilkan gula tinggi dan sekaligus mampu menghidrolisis serat. Dibuat

berbagai macam variasi konsentrasi H2SO4 dan variasi waktu untuk hidrolisis,

(63)

optimum untuk menghasilkan glukosa paling tinggi. Hasil dari proses ini

digunakan sebagai acuan pada hidrolisis untuk proses fermentasi. Proses

hidrolisis dilakukan pada konsentrasi H2SO4 yaitu 0,2M; 0,3M; 0,4M; dan 0,5M

pada variasi waktu 30, 60 dan 120 menit. Kemudian larutan standar glukosa dan

sampel hasil hidrolisis diukur kadar glukosanya dengan spektrofotometer, dan

hasilnya dihitung menggunakan regresi linier sehingga didapatkan persamaan Y

= 0,049X + 0,002.

Uji pengaruh perbedaan konsentrasi H2SO4 terhadap kadar glukosa

pada sampel rumput laut Eucheuma sp. dapat dilihat pada Gambar 10. Grafik di

atas menjelaskan kadar glukosa meningkat dengan bertambahnya konsentrasi

H2SO4 dari 0,2M; 0,3M; dan 0,4 M, kemudian menurun pada konsentrasi 0,5M.

Meningkatnya kuantitas glukosa pada proses hidrolisis ini dapat dikatakan asam

dengan konsentrasi rendah dapat meningkatkan kuantitas glukosa karena asam

dengan konsentrasi rendah dapat memutuskan ikatan glikosida yang terdapat

pada selulosa, tapi selanjutnya turun pada konsentrasi 0,5M. Penurunan kadar

glukosa ini dikarenakan meningkatnya konsentrasi asam pada proses hidrolisis

mengakibatkan glukosa dan senyawa glukosa lainnya akan lebih banyak

terdegradasi. Sehingga konsentrasi asam sulfat yang optimal menghasilkan

banyak glukosa adalah asam sulfat dengan konsentrasi 0,4M.

Proses uji pengaruh perbedaan waktu hidrolisis dilakukan untuk

(64)

mendapatkan kuantitas glukosa terbaik. Hasil proses ini akan digunakan sebagai

acuan lama waktu proses hidrolisis selanjutnya. Proses ini dilakukan dengan

variabel waktu 30 menit, 60 menit, dan 120 menit. Dari Gambar.11 di atas

menjelaskan kadar glukosa terbaik pada waktu 120 menit. Hal ini dapat

dikatakan semakin lama waktu hidrolisis maka semakin tinggi kadar glukosa

yang diperoleh. Selain menggunakan hidrolisis asam, untuk mengubah

karbohidrat menjadi glukosa dapat juga secara enzimatis dengan enzim amylase.

Akan tetapi untuk sekala industri akan lebih murah dan lebih praktis secara

kimiawi dengan hidrolisis asam. Selain itu hidrolisis dengan asam diharapkan

dapat menghidrolisis polisakarida yang tidak mampu dipecah oleh enzim, tetapi

tidak merusak glukosa yang ada.

Dari hasil percobaan memperlihatkan bahwa konsentrasi H2SO4 dan

lama waktu hidrolisis mempengaruhi kadar glukosa yang dihasilkan oleh

sampel. Glukosa tersebut nantinya yang akan digunakan oleh Saccharomyces

cerevisiae untuk menghasilkan bioetanol. Kadar glukosa yang terkandung

dalam media fermentasi itu akan menentukan kadar bioetanol yang dihasilkan

nantinya. Kadar glukosa tertinggi yang diperoleh dari hasil hidrolisis sampel

digunakan sebagai media fermentasi.

2. Uji Kadar Etanol

Kadar etanol adalah parameter yang dapat menunjukkan kualitas dari

(65)

khamir yang digunakan, kadar gula, dan efisiensi fermentasi. Proses fermentasi

merupakan proses pembebasan energi tanpa adanya oksigen, sehingga sering

disebut respirasi anaerob. Pada fermentasi, beberapa mikroba peristiwa

pembebasan energi terlaksana karena asam piruvat diubah menjadi asam asetat

dan CO2 kemudian selanjutnya asam asetat diubah menjadi alkohol. Kadar

etanol sebagai hasil dari beberapa perlakuan waktu fermentasi dapat dilihat pada

Tabel 6.

Dari Gambar.12 dapat dijelaskan bahwa dari hari pertama sampai hari

ke-6 kadar etanol semakin meningkat, kemudian kadar etanol turun pada hari

ke-8. Pada lama waktu fermentasi 1 hari Saccharomyces cerevisiae berada pada

fase adaptasi, dimana mikroba tersebut menyesuaikan diri dengan substrat dan

kondisi lingkungan barunya sehingga masih belum banyak beraktivitas dan

menghasilkan etanol. Pada awal proses fermentasi, Saccharomyces cerevisiae

masih beradaptasi dengan lingkungannya dan memanfaatkan glukosa untuk

tumbuh dan memperbanyak diri. Kadar etanol yang rendah juga dihasilkan dari

fermentasi media dengan waktu fermentasi 3 hari. Hal ini diduga pada hari ke-3

Saccharomyces cerevisiae belum bekerja secara optimal karena masih dalam

tahap tumbuh dan memperbanyak diri sehingga kadar etanol yang terbentuk

masih sedikit.

Kadar etanol paling tinggi terdapat pada hasil fermentasi media dengan

Gambar

Tabel 3. Hasil Uji Laboratorium Kandungan Nutrisi Rumput Laut Kering …………..15
Tabel 1. Perkembangan Ekspor-Impor Rumput Laut Indonesia (dalam ton)
Tabel 3. Hasil Uji Laboratorium Kandungan Nutrisi Rumput Laut Kering
Table 4. Absorbansi pada Larutan Standar
+4

Referensi

Dokumen terkait

PERHATIAN: Pemilihan sarung tangan spesifik untuk aplikasi tertentu dan lama pemakaiannya di tempat kerja harus juga memperhitungkan seluruh faktor di tempat kerja, seperti

Uji kualitas susu dapat ditinjau dari uji alkohol, uji derajat asam, dan angka katalase yang merupakan pemeriksaan terhadap keadaan susu yang berguna untuk

Adanya efektivitas penerapan metode pembelajaran bermain peran dalam meningkatkan kemampuan ekspresif pada pelajaran bahasa Indonesia, maka hasil penelitian dapat

Hasil penelitian menyimpulkan (1) tidak semua pendidik mata pelajaran bahasa Indonesia di sekolah vokasi berlatar belakang keilmuan bahasa Indonesia (2) kreativitas

Penularan terhadap manusia terjadi akibat mengkonsumsi larva yang terkandung dalam makanan mentah atau yang setengah matang terutama pada moluska (siput air),

Dari penelitian di atas dapat diketahui bahwa budaya organisasi terbukti berpengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi kerja karyawan departemen

Sumber listrik bangunan terdiri atas 3 sumber, yaitu sumber primer berasal dari PLN, sumber sekunder dari panel surya dan sumber tersier dari genset. Medical center memiliki 1

Menurut Rivai (2004 : 455), motivasi adalah serangkaian sikap dan nilai – nilai yang mempengaruhi individu untuk mencapai hal yang spesifik sesuai dengan tujuan