• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS DAMPAK VOLATILITAS HARGA MINYAK BUMI DUNIA TERHADAP HARGA CPO INDONESIA INDRI MUTIA MAULANI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS DAMPAK VOLATILITAS HARGA MINYAK BUMI DUNIA TERHADAP HARGA CPO INDONESIA INDRI MUTIA MAULANI"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS DAMPAK VOLATILITAS HARGA MINYAK

BUMI DUNIA TERHADAP HARGA CPO INDONESIA

INDRI MUTIA MAULANI

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Analisis Dampak Volatilitas Minyak Bumi Dunia Terhadap Harga CPO Indonesia” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2013 Indri Mutia Maulani NIM H14090120

(4)

ABSTRAK

INDRI MUTIA MAULANI. Analisis Dampak Volatilitas Harga Minyak Bumi Dunia Terhadap Harga CPO Indonesia. Dibimbing oleh DEDI BUDIMAN HAKIM.

Minyak bumi merupakan salah satu sumber energi utama yang digunakan banyak negara sebagai input dari berbagai kegiatan perekonomiannya. Perubahan harga minyak dunia yang fluktuatif seringkali memengaruhi perekonomian dunia. Lonjakan harga yang tinggi ini mengakibatkan konsumen mencari bahan bakar alternatif yang relatif lebih murah. Indonesia sendiri tengah melakukan substitusi untuk pengganti sumber energi minyak bumi menjadi biodiesel berupa CPO. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis dampak volatilitas harga minyak dunia terhadap harga CPO di Indonesia. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah model ARCH-GARCH dan VAR/VECM. Data yang digunakan adalah data time series bulanan 2006:1 – 2013:1. Variabel yang digunakan adalah variabel harga minyak bumi dunia, harga CPO Indonesia, harga CPO Malaysia, dan harga CPO Rotterdam (merepresentasikan harga CPO dunia). Volatilitas harga minyak dunia yang diestimasi oleh model ARCH-GARCH terlihat bervariasi antarwaktu

(time varying) menunjukkan kecenderungan yang terus meningkat. Berdasarkan hasil estimasi VECM semua variabel signifikan pada jangka panjang. Harga CPO Indonesia tersebut memberikan respon yang cenderung negatif terhadap volatilitas dan harga CPO Malaysia. Sedangkan harga CPO Indonesia menunjukkan respon yang positif terhadap harga CPO dunia.

Kata Kunci: volatilitas harga minyak bumi dunia, harga CPO, model ARCH- GARCH, model VECM

ABSTRACT

INDRI MUTIA MAULANI. Analysis Impact Of The Volatility Oil World Prices On CPO Indonesia Price. Supervised of DEDI BUDIMAN HAKIM.

Petroleum is one of the main energy source used many countries as input from a variety of economic activities. Changes in world oil prices to high price hikes lead to consumers looking for alternative fuels are relatively cheaper. Indonesia's own central do substitution for substitute energy sources such as biodiesel oil CPO. This research was conducted to analyze the impact of the volatility of world oil prices on the prices of CPO in Indonesia. Methods of analysis used in this study was the ARCH-GARCH model and VAR/VECM. The Data used is the time series of monthly data 2006: 1-2013: 1. The variables used are variable in world petroleum prices, the price of CPO Indonesia and Malaysia, and the price of CPO in Rotterdam (represents the world's CPO price). The volatility of world oil prices which is being estimated by the ARCH-GARCH model looks vary time varying suggests a tendency that continues to increase. VECM estimation results based on all significant variables in the long run. The Indonesia CPO price are likely to respond negatively to volatility and CPO Malaysia price. While the Indonesia CPO price showed a positive response to the CPO price in world.

Keywords: volatility of world oil price, the price of CPO, ARCH-GARCH model, VECM model.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ilmu Ekonomi

ANALISIS DAMPAK VOLATILITAS HARGA MINYAK

BUMI DUNIA TERHADAP HARGA CPO INDONESIA

INDRI MUTIA MAULANI

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013

(6)
(7)

Judul Skripsi : Analisis Dampak Volatilitas Harga Minyak Bumi Dunia Terhadap Harga CPO Indonesia

Nama : Indri Mutia Maulani NIM : H14090120

Disetujui oleh

Dedi Budiman Hakim, PhD Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Dedi Budiman Hakim, PhD Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Dampak Volatilitas Harga Minyak Bumi Dunia Terhadap Harga CPO Indonesia”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis volatilitas harga minyak bumi dunia dan melihat hubungannya terhadap harga minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia, serta menganalisis hubungan antar harga CPO Malaysia dan harga CPO di pasar Rotterdam terhadap perubahan harga CPO Indonesia.

Penyelesaian penulisan skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan

ucapan terima kasih dan dan penghargaan kepada:

1. Orang tua saya yang tercinta H. Muchsin Basri (alm) dan Hj. E. Widaningsih, kakakku Wida Hapsari S.Pt dan suami, serta adik-adikku tercinta Linda Annisa Lisdiani dan Nahya Nazwa Naffisya yang telah memberikan dukungan moral maupun materi serta doa bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Dedi Budiman Hakim, PhD. selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu, dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

3. Dr. Muhammad Firdaus, SP, M.Si. selaku dosen penguji utama pada ujian sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.

4. Ir. Dewi Ulfah, M.Si selaku dosen penguji dari komisi akademik pada ujian sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.

5. Seluruh jajaran staf Departemen Ilmu Ekonomi atas segala bantuan dan kerjasamanya.

6. Yeni Astuti A, Ika Syahfitri, Rismayani N, Hapsari Adiningsih, dan Rizki Bagastari H sahabat-sahabat di Ilmu Ekonomi 46.

7. Ika Syahfitri, Rismayani Nursyah, Evanti A, dan M. Fauzi sebagai teman bimbingan atas dukungan dan kerjasamanya selama ini.

8. Desi Puspita N, Gigih Kridaning, dan Cutra Samil sahabat-sahabat di kosan Wisma Seroja.

9. Teman-teman seperjuangan Ilmu Ekonomi 46.

10.Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini namun tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Namun demikian, sangat disadari masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Untuk itu, penulis mengharapkan akan adanya penelitian lanjutan dari pembaca yang membangun ke arah penyempurnaan dengan tema ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2013 Indri Mutia Maulani

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 6 Tujuan Penelitian 7 Manfaat Penelitian 7 Ruang Lingkup Penelitian 8 TINJAUAN PUSTAKA 9 Landasan Teori 9 Penelitan Terdahulu 18 Kerangka Penelitian 20 Hipotesis Penelitian 21 METODE PENELITIAN 22

Jenis dan Sumber Data 22 Model Penelitian 22 HASIL DAN PEMBAHASAN 33

Analisis Perkembangan Harga Minyak Bumi 33 Spesifikasi Model ARCH-GARCH 33

Analisis Volatilitas 35

Hasil Uji Praestimasi Data 36

Hasil Harga CPO dan Volatilitas dengan Estimasi VECM 39

Hasil IRF 40

Hasil FEVD 42

KESIMPULAN DAN SARAN 44

Kesimpulan 44 Saran 44 DAFTAR PUSTAKA 46

LAMPIRAN 48

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 Volume ekspor dan impor minyak nabati dunia (2007-2011) 5

2 Hasil uji stasioner tiap variabel 36

3 Hasil uji kointegrasi 37

4 Hasil estimasi VECM 38

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1 Produksi minyak bumi dan konsumsi minyak Indonesia (2000-2010) 2 2 Perkembangan harga minyak bumi dunia (2000-2012) 3

3 Kurva Permintaan 11

4 Kurva Penawaran 12

5 Pembentukan harga internasional 16

6 Kerangka pemikiran operasional 21

7 Perkembangan harga minyak bumi dunia selama periode 2006:1-2013:1 32

8 Volatilitas harga minyak bumi dunia 35

9 Hasil impulse respone function (IRF) volatilitas 40 10 Hasil forecast error variance of decomposition (FEVD) 41

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

11 Estimasi model peramalan ARIMA (3,1,2) 47

12 Hasil pengujian efek ARCH 47

13 Estimasi pemilihan model ARCH-GARCH (1,3) 48

14 Hasil uji stasioneritas tiap variabel 49

15 Hasil uji optimum lag 53

16 Hasil uji stabilitas VAR 53

17 Hasil uji kointegrasi 54

18 Estimasi model VECM 55

19 Hasil Impulse Response Function 57

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sumber energi dewasa ini merupakan input yang saling terkait dengan pembangunan ekonomi, terutama dalam proses produksi. Pada aktivitas ekonomi baik dalam skala mikro maupun skala makro sangat dipengaruhi oleh permasalahan akan kebutuhan energi. Dukungan input yang baik dalam kegiatan ekonomi akan mampu menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang relatif baik, dibandingkan dengan aktifitas ekonomi yang tidak didukung oleh input yang baik. Sehingga dapat dikatakan dengan keberadaan input yang baik berupa sumber energi yang memadai dapat menunjang kegiatan ekonomi yang ada.

Setiap tahunnya, kebutuhan akan sumber energi mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan konsumsi dunia terhadap energi pun mengalami peningkatan. Energi total yang dikonsumsi dunia mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2000, konsumsi energi dunia tercatat sejumlah 9.382,4 ribu TOE (Tones of Oil Equivalent) dan terus meningkat dalam sebelas tahun terakhir hingga menembus jumlah 12.002,4 ribu TOE pada akhir tahun 2011. Munculnya negara-negara industri baru seperti China dan India diperkirakan akan menambah nilai tingkat konsumsi energi dunia.

Peningkatan konsumsi terhadap energi juga terjadi di Indonesia. Pada periode yang sama, konsumsi energi Indonesia mengalami peningkatan dari 98,4 ribu TOE ke 140 ribu TOE. Hal ini dapat menjadi salah satu indikator bahwa Indonesia saat ini masih sangat tergantung dengan ketersediaan energi. Aktivitas sehari-hari tidak dapat lepas dari penggunaan energi. Penggunaan energi diprediksi akan terus meningkat seiring dengan rencana pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Untuk itu diperlukan perhatian pemerintah agar mampu menjaga ketersediaan energi yang cukup untuk menopang rencana mereka. (British Petroleum,2010).

Kebutuhan energi dunia saat ini banyak disokong oleh minyak bumi atau minyak mentah (oil). Total konsumsi energi dunia hampir 34 persen pemenuhannya berasal dari minyak bumi (BP 2010). Sementara sisanya, dipenuhi dari gas alam, batu bara dan nuklir. Tidak dapat dipungkiri, salah satu faktor penggerak perekonomian dunia saat ini adalah minyak bumi. Kinerja dari harga minyak bumi dunia menjadi tolok ukur bagi perekonomian dunia karena perannya yang dianggap penting dalam fungsi produksi. Bahan bakar minyak (BBM) yang merupakan produk olahan dari minyak bumi masih menjadi sumber energi utama dalam proses produksi bagi sebagian besar negara-negara industri di dunia. Untuk kasus di Indonesia, total kebutuhan akan energi yang disokong oleh minyak bumi hingga 42,5 persen. Hal ini menunjukkan besarnya kebutuhan energi kita terhadap minyak bumi.

Cadangan minyak bumi Indonesia menunjukkan nilai yang semakin menurun setiap tahunnya. Data dari Ditjen MIGAS Indonesia tahun 2011 menyatakan produksi minyak bumi Indonesia pada tahun 2000 sebesar 1.456 ribu barel per hari terus mengalami penurunan menjadi 1.003 ribu barel tahun 2008, dan terus menurun hingga 986 ribu barel pada tahun 2010. Produksi minyak domestik sudah tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan dalam negeri dan puncaknya tahun 2003 menjadi negara net-importir minyak.

(12)

2

Sumber: Ditjen MIGAS Indonesia (diolah).

Gambar 1 Produksi minyak bumi dan konsumsi minyak Indonesia (2000-2010) Penurunan produksi dari tahun ke tahun yang dialami oleh Indonesia diikuti oleh peningkatan konsumsi minyak bumi, hal ini dapat dilihat pada Gambar 1. Konsumsi Indonesia sebesar 1.143 ribu barel per hari pada tahun 2000 terus mengalami peningkatan sampai tahun 2010 dengan konsumsi sebesar 1.304 ribu barel per hari. Peningkatan ini diprediksi akan terus terjadi karena beberapa faktor antara lain karena terus meningkatnya jumlah penduduk Indonesia (BP2010). Penurunan produksi Indonesia ini menyebabkan Indonesia harus keluar dari anggota OPEC (Organization of the Petroleum Exporting Countries) pada tahun 2009. Keanggotaan Indonesia dicabut karena sudah tidak mampu lagi mencukupi kebutuhan minyak bumi dalam negerinya sendiri. Sebagai negara net-importir membuat Indonesia harus membeli minyak dari pasar internasional yang harganya tidak bisa diintervensi.

Beberapa periode terakhir harga minyak bumi dunia mengalami perubahan yang cukup fluktuatif. Minyak bumi jenis West Texas Intermediete (WTI) maupun Brent menunjukkan fluktuatif yang sangat besar. WTI dikenal juga sebagai Texas light sweet, yang merupakan kelas minyak mentah yang digunakan sebagai patokan dalam penentuan harga minyak dunia. Komoditas ini mendasari kontrak berjangka minyak di Chicago Mercantile Exchange. Sedangkan jenis Brentbersumber dari Laut Utara. Brent Crude juga dikenal sebagai Brent Blend, London Brent dan minyak Brent. Brent adalah patokan harga terkemuka global untuk minyak mentah untuk daerah Atlantic. Perbedaan lainnya dari kedua jenis minyak bumi ini adalah kandungan sulfur dari WTI lebih rendah yaitu sebesar 0,24% dibanding jenis Brent yang mengandung sulfur sebesar 0,37% (Wikipedia 2013)

Berdasarkan data dari U.S Energy Information Administrattion menunjukkan harga WTI sebesar 31,52 US Dollar pada tahun 2000 dan 28,56 US Dollar untuk jenis brent pada waktu yang sama. Dalam kurun waktu dua belas tahun harganya melambung mencapai 94,11 US Dollar untuk jenis WTI dan 91,15 US Dollar untuk jenis Brent pada akhir Desember 2012. Kenaikan harga minyak

1456 1387 1289 1176 1130 1090 996 972 1003 990 986 1143 1160 1207 1232 1306 1295 1240 1270 1264 1289 1304 900 1000 1100 1200 1300 1400 1500 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 (r ib u an b ar e l p e r h ar i) (tahun) produksi konsumsi

(13)

3 bumi yang sangat signifikan inipun dirasakan pula oleh Indonesia sebagai salah satu konsumen minyak bumi terbesar di Asia Tenggara.

Sumber: U.S Energy Information Administrattion (diolah).

Gambar 2 Perkembangan Harga Minyak Bumi Dunia (2000-2012)

Minyak bumi yang merupakan salah satu faktor penggerak perekonomian dunia merupakan input yang penting untuk berbagai kegiatan industri. Bagi perekonomian dunia, kinerja dari harga minyak bumi dapat dijadikan sebagai tolak ukur dikarenakan perannya yang dianggap penting dalam fungsi produksi. Produk olahan dari minyak bumi yang berupa BBM merupakan sumber energi utama dalam proses produksi pada sebagian besar industri di negara-negara dunia, termasuk di Indonesia. Penggunaan energi dari minyak bumi di Indonesia sendiri pada tahun 2003 masih sekitar 54.4 persen, pada gas bumi sebesar 26.5 persen, batubara sebesar 14.1 persen, tenaga air sebesar 3.4 persen, panas bumi sebesar 1.4 persen sedangkan penggunaan energi lainnya termasuk bahan bakar nabati hanya sekitar 0.2persen (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian 2006).

Minyak bumi merupakan bahan bakar yang paling banyak digunakan oleh hampir seluruh negara dunia. Permintaan terhadap minyak yang tinggi ini menyebabkan peningkatan harga minyak bumi dunia. Lonjakan harga yang tinggi ini mengakibatkan konsumen mencari bahan bakar alternatif yang relatif lebih murah. Selain itu, adanya pembatasan produksi minyak bumi oleh OPEC dan beberapa negara produsen lainnya menyebabkan supply minyak bumi di pasar dunia menjadi menurun. Peningkatan harga dan pembatasan produksi minyak bumi ini membuat negara-negara konsumen minyak bumi mencari alternatif bahan bakar yang lebih murah selain minyak bumi.

Saat ini sebagian besar negara di dunia sedang menghadapi masalah energi yang semakin nyata dan parah, termasuk Indonesia. Masalah yang berkenaan dengan energi nasional diantaranya adalah adanya kecenderungan konsumsi energi fosil yang semakin besar, energi mix yang belum seimbang, harga minyak dunia yang tidak menentu serta persediaan energi fosil yang semakin terbatas.

0 20 40 60 80 100 120 2000 2004 2008 2012 (Dol lar s p e r B ar re l) (tahun) WTI Brent

(14)

4

Salah satu permasalahan yang sedang dialami oleh Indonesia adalah perubahan harga minyak bumi yang tidak menentu. Hal ini tidak lepas dari besarnya ketergantungan Indonesia terhadap sumber energi berupa minyak bumi.

Bioenergi merupakan salah satu alternatif bagi Indonesia yang memiliki sumber daya alam berlimpah. Hal ini selanjutnya digunakan untuk menyusun langkah – langkah strategis untuk mengatasi masalah energi nasional termasuk di dalamnya adalah pengembangan energi terbarukan. Selain sumber energi alternatif seperti angin, surya, gelombang dan lainnya, pengembangan energi terbarukan juga akan mengarah pada sumber alternatif lain seperti bahan bakar nabati khususnya yang berasal dari komoditas – komoditas pertanian dan perkebunan. Komoditas pertanian yang dibudidayakan masyarakat Indonesia dan potensial untuk sumber bahan bakar nabati antara lain kelapa sawit, kelapa, jarak pagar, tebu, sagu dan ubi kayu.

Minyak nabati adalah minyak alami yang diekstrak dari produk tumbuh-tumbuhan dan limbah biomassa. Jenis minyak yang termasuk dalam minyak nabati yang banyak diproduksi oleh Indonesia adalah minyak kelapa sawit atau Crude Palm Oil (CPO). CPO yang dihasilkan dari komoditi perkebunan kelapa sawit kini telah menjadi primadona dan komoditi ekspor andalan Indonesia. Hal ini diindikasikan dengan banyaknya perkebunan kelapa sawit yang dikembangkan di daerah luar pulau Jawa seperti Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan. Selain itu komoditi ini juga memiliki keunggulan komparatif dilihat dari segi budidaya, karena tanaman ini merupakan jenis tanaman tropik dan dari segi luas area total sampai tahun 2006, Indonesia mempunyai areal kelapa sawit terluas di dunia, yaitu 6,594 juta hektar. Dalam perekonomian Indonesia, kelapa sawit berperan sebagai penerimaan negara dari sektor non-migas yang cukup besar. Industri kelapa sawit di Indonesia juga menarik banyak perhatian mengingat kontribusinya yang sangat besar bagi perekonomian.

Konsumsi CPO dunia yang semakin meningkat merefleksikan terjadinya peningkatan permintaan dunia terhadap CPO. Konsumsi dari CPO umumnya digunakan untuk pembuatan margarin, minyak masak, dan lemak kompleks. Selain itu, beberapa turunan CPO dapat juga digunakan untuk industri, yaitu sebagai bahan pembuat sabun dan untuk bahan bakar biodiesel.Bila ditinjau terhadap kesiapan ketersediaan bahan baku, maka kelapasawit merupakan bahan yang paling potensial untuk dipergunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel di Indonesia. Hanya saja pemanfaatan CPO di Indonesia sebagai bahan baku untuk produksi biodiesel perlu dilaksanakan secara bijaksana dan hati-hati, karena fungsinya saat ini sebagian besar masih digunakan untuk bahan baku minyak goreng yang termasuk bahan makanan. Perkembangan CPO sebagai bahan alternatif sumber energi akan lebih besar terasa kontribusinya bila saja dapat dikembangkan lahan kelapa sawit yang dikhususkan untuk produksi biodiesel, terpisah dari lahan kelapa sawit saat ini yang diperuntukkan sebagai bahan baku minyak goreng, kosmetik dan ekspor.

Adanya isu tentang kelestarian lingkungan, membuat biodieselmenjadi bahan bakar alternatif utama yang banyak digunakan dunia. Peningkatan konsumsi biodieseldunia ini memiliki konsekuensi semakin tingginya permintaan terhadap CPO. Produksi biodieselyang berasal dari CPO saat ini terkonsentrasi di Malaysia dan Indonesia sebagai negara-negara produsen kelapa sawit terbesar di dunia dengan pangsa pasar 82,9 persen dari produksi dunia. Produksi CPO dari

(15)

5 negara Indonesia adalah sebesar 43,3 persen sedangkan Malaysia menyumbang 39,6 persen dari produksi CPO dunia. (Sumber: Malaysia Palm Oil Board, 2012).

Produksi minyak nabati dunia sampai tahun 2009 masih didominasi oleh minyak kelapa sawit dan minyak kedelai. Dalam perdagangan internasional, sebelum tahun 1990-an, perdagangan minyak nabati dunia didominasi oleh minyak kedelai yang banyak diproduksi di kawasan Amerika Utara dan Selatan. Setelah tahun 1990-an, adanya perubahan iklim global mengakibatkan terjadinya kekeringan di negara pemasok minyak kedelai terbesar dunia sehingga pasokan minyak kedelai di pasar dunia menjadi turun. Hal ini mengakibatkan perdagangan minyak nabati dunia beralih didominasi oleh CPO sebagai barang substitusi dari minyak kedelai yang banyak diproduksi di negara-negara kawasan Asia Tenggara, terutama Indonesia dan Malaysia.

Berdasarkan Tabel 1 dapat kita lihat bahwa minyak kelapa sawit (CPO) memegang peranan utama dalam perdagangan minyak nabati dunia. Hal ini terlihat dari volume ekspor dan impor minyak kelapa sawit yang memiliki nilaitertinggi yaitu pada sisi impor sebesar 26,45 juta ton pada tahun 2007 dan 34,54 juta ton pada tahun 2011. Berdasarkan Tabel 1 juga dapat dilihat bahwa dari sisi ekspor, minyak kelapa sawit memiliki nilai ekspor ke dunia sebesar 27,21 juta ton pada tahun 2007 dan 35,52 juta ton pada tahun 2011. Minyak yang memiliki volume ekspor dan impor tertinggi kedua ialah minyak kedelai dengan jumlah impor pada tahun 2007 dan 2011 masing-masing sebesar 9,09 dan 9,14 juta tondan ekspornya masing-masing pada tahun 2007 dan 2011 yaitu sebesar 9,84 dan 9,48 juta ton. Adapun minyak yang lain tidak memiliki peran dominan dalam perdagangan minyak nabati dunia.

Tabel 1 Volume ekspor dan impor minyak nabati dunia tahun 2007-2011 (dalam juta metrik ton)

Jenis Minyak Impor Ekspor

2007 2011 2007 2011

Minyak kelapa sawit 26.45 34.54 27.21 35.52

Minyak kanola 1.47 2.34 1.65 2.36

Minyak kedelai 9.09 9.14 9.84 9.48

Minyak bunga matahari 3.23 3.55 3.98 4.06

Sumber : Oilseed & Products: World Market & Trade, USDA (2012).

Hal ini menjadi penting untuk diteliti sebab fluktuasi harga minyak dunia yang merupakan sektor vital sebagai sumber energi dunia sangat berpengaruh terhadap perkembangan harga dari substitusinya, termasuk komoditas CPO. Penurunan persediaan minyak bumi dunia juga menyebabkan terjadinya peningkatan harga yang cukup signifikan terhadap komoditas ini. Harga minyak dunia yang terus berfluktuasi dan cenderung meningkat setiap tahunnya ini menyebabkan banyak negara mencari alternatif solusi untuk sumber energi dunia.

(16)

6

Minyak nabati terutama minyak dari kelapa sawit (CPO) digunakan oleh banyak negara sebagai alternatif pengganti sumber energi mereka disamping penggunaan minyak bumi. Akibat dari perubahan konsumsi minyak bumi menjadi minyak nabati ini menyebabkan terjadinya perubahan harga yang dirasakan juga oleh komoditas minyak nabati. Dalam penelitian ini minyak nabati yang menjadi topik utama yaitu CPO yang banyak diproduksi oleh Indonesia. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai integrasi antara volatilitas harga minyak bumi terhadap harga CPO Indonesia.

Volatilitas sendiri adalah pengukuran statistik untuk fluktuasi harga selama periode tertentu. Volatilitas harga dapat diukur dengan standar deviasi dan koefisien variasi harga dari komoditas yang bersangkutan. Manfaat dari volatilitas harga yaitu dapat menganalisis tingkat tingkat resiko harga. Dalam analisis volatilitas ukuran tersebut menunjukkan penurunan dan peningkatan harga dalam periode yang pendek dan tidak mengukur tingkat harga, namun dengan mengukur derajat variasi dari suatu periode ke periode berikutnya. Volatilitas yang tinggi mencerminkan karakteristik penawaran dan permintaan yang tidak biasa. Untuk itu berdasarkan dari keterangan volatilitas harga maka dalam penelitian ini mencoba menganalisis hubungan fluktuasi harga minyak bumi dengan harga CPO Indonesia dilihat dari volatilitasnya, tidak dengan tingkat harganya.

Perumusan Masalah

Minyak bumi dunia memiliki peran yang sangat vital dalam proses produksi barang-barang Indonesia. Kenaikan harga minyak dunia akan menyebabkan produksi Indonesia secara kesuluruhan menurun. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pengaruh harga minyak dunia terhadap negara yang merupakan net-eksportir minyak dan net-importir minyak. Negara yang mengekspor minyak tentunya mendapat rezeki yang besar dengan peningkatan harga minyak dunia karena pendapatan dari penjualan minyaknya akan meningkat. Sementara, negara pengimpor minyak tentunya harus merana karena uang yang mereka keluarkan untuk membeli minyak akan meningkat. Indonesia merupakan salah satu dari sedikit negara yang mengalami perubahan status dari negara net-eksportir menjadi negara net-importir. Untuk itu menarik untuk dibahas mengenai fluktuasi harga minyak bumi dengan melihatnya dari segi volatilitas harga minyak bumi dunia.

Untuk mengatasi permasalahan pemenuhan energi negara yang sebelumnya banyak menggunakan minyak bumi, Indonesia mencari alternatif sumber energi lain berupa energi berupa biodiesel yang berasal dari CPO. Pemahaman dan ketersediaan informasi yang lebih lengkap mengenai volatilitas harga sangat berguna untuk merumuskan tindakan antisipasi yang lebih efektif karena konsep volatilitas berkaitan erat dengan risiko dan ketidakpastian yang dihadapi dalam pengambilan keputusan. Hal ini menjadi penting untuk diteliti sebab penurunan persediaan minyak bumi dunia juga menyebabkan terjadinya fluktuasi harga minyak bumi dan juga peningkatan harga yang cukup signifikan terhadap komoditas CPO. Akibat dari perubahan konsumsi minyak bumi menjadi minyak nabati ini menyebabkan terjadinya perubahan harga yang dirasakan juga oleh komoditas minyak nabati. Perubahan harga ini sangat dirasakan terutama untuk komoditas CPO yang merupakan komoditas ekspor utama dari perdagangan minyak nabati Indonesia saat ini.

(17)

7 Selain dari pengaruh volatilitas harga minyak bumi, perkembangan hargaCPO Indonesia juga terjadi karena adanya pengaruh dari harga CPO Malaysia sebagai negara pesaing dan CPO Rotterdam yang merepresentasikan harga CPO dunia. Secara empiris harga yang terbentuk di pasar forward Rotterdam dan yang terbentuk di Malaysia digunakan sebagai salah satu bahan pertimbangan bagi penjual dan pembeli CPO untuk memberikan penawaran harga di pasar spot Indonesia. Berdasarkan informasi tersebut barulah kemudian harga di pasar Indonesia terbentuk. Karena adanya keterkaitan antara penetapan harga pada CPO Indonesia dengan harga CPO Malaysia dan harga CPO di pasar Rotterdam maka pada penelitian ini pula akan menjelaskan bagaimana hubungan antara harga CPO-CPO tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai “Analisis Dampak Volatilitas Harga Minyak Bumi Dunia Terhadap Harga CPO Indonesia”.

Berdasarkan uraian di atas maka masalah yang akan diangkat pada penelitian ini adalah:

1. Bagaimana analisis volatilitas harga minyak bumi dunia selama periode 2006:1-2013:1?

2. Bagaimana hubungan antara volatilitas harga minyak bumi terhadap perkembanganharga CPO Indonesia?

3. Bagaimana hubungan antara harga CPO lainnya terhadap perkembangan harga CPO Indonesia?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang dihadapi, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Menganalisis volatilitas harga minyak bumi dunia selama periode 2006:1-2013:1.

2. Menganalisis hubungan antara volatilitas harga minyak bumi terhadap harga CPO Indonesia.

3. Menganalisis hubungan antara harga CPO lainnya terhadap perkembangan harga CPO Indonesia.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi penulis sendiri juga bagi pihak-pihak lain, seperti :

1. Memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai hubungan antara volatilitas harga minyak bumi dan minyak kelapa sawit (CPO).

2. Bagi pemerintah, diharapkan dapat menjadi masukan dan referensi dalam menentukan kebijakan yang terkait dengan harga minyak bumi dunia dan harga CPO Indonesia.

3. Bagi penulis dapat meningkatkan pengetahuan, wawasan dan memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai dampak volatilitas harga minyak bumi dengan perkembangan harga minyak kelapa sawit (CPO).

(18)

8

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini hanya memfokuskan pada minyak bumi dan CPO tanpa memasukkan produk olahannya. Harga minyak bumi dunia yang akan digunakan di sini adalah harga minyak bumi jenis West Texas Intermediete yang merupakan acuan harga minyak bumi dunia. Penelitian ini tidak membedakan ketika terjadi kenaikan harga atau penurunan harga minyak dunia. Yang menjadi perhatian dalam penelian ini yaitu bagaimana volatilitas dari harga minyak bumi dunia. Sedangkan untuk variabel CPO, harga yang digunakan yaitu harga CPO Indonesia dan Malaysia sebagai produsen utama di dunia serta harga CPO Rotterdam yang menjadi acuan harga CPO dunia. Selain menganalisis hubungan dan pengaruh dari volatilitas harga minyak bumi terhadap perkembangan harga CPO Indonesia, penelitian ini juga mencoba menganalisis hubungan harga CPO lainnya terhadap harga CPO Indonesia.

Variabel yang diteliti adalah harga rata-rata bulanan komoditas tersebut di pasar domestik (untuk CPO Indonesia dan CPO Malaysia) dan pasar dunia (untuk minyak bumi dan CPO Rottedam) dari 2006:1 hingga 2013:1.

(19)

9

TINJAUAN PUSTAKA

Landasan Teori Teori Harga

Dalam perekonomian pasar, harga merupakan tanda atau sinyal yang mengarahkan keputusan ekonomi dalam melakukan alokasi terhadap sumber daya yang langka. Jadi, jika terjadi fluktuasi harga di suatu pasar dan dapat segera ditangkap oleh pasar lain maka perubahan tersebut dapat digunakan sebagai sinyal dalam pengambilan keputusan harga bagi produsen. Harga pasar mempunyai dua fungsi utama, yaitu sebagai:

1) Pemberi informasi tentang jumlah komoditas yang sebaiknya dipasok oleh produsen untuk memperoleh keuntungan maksimum dan

2) Penentu tingkat permintaan bagi konsumen yang menginginkan kepuasan maksimum (Nicholson, 2002).

Untuk setiap barang dalam perekonomian, harga barang memberikan jaminan bahwa penawaran dan permintaan berada dalam keseimbangan. Harga suatu komoditas di pasar ditentukan oleh kurva permintaan dan kurva penawaran komoditi tersebut yang saling berpotongan. Pada kondisi tersebut kuantitas barang yang diminta oleh pembeli sama dengan kuantitas yang ditawarkan oleh penjual sehingga tercapai kondisi keseimbangan harga pasar (equilibrium price). Sementara itu, jika terjadi kondisi dimana kuantitas barang yang diminta oleh pembeli tidak sama dengan kuantitas yang ditawarkan oleh penjual maka harga yang terjadi pada kondisi tersebut disebut dengan harga disekuilibrium. Adanya kelebihan permintaan atau penawaran yang terjadi di pasar akan menyebabkan keadaan disekuilibrium dan harga akan terus berubah sampai kembali ke titik ekuilibrium. Kondisi tersebut dapat terjadi karena adanya kelebihan permintaan yang mendorong harga untuk naik atau kelebihan penawaran yang menyebabkan harga menjadi turun.

Berkaitan dengan peningkatan harga minyak dunia selain karena faktor spesifik dari setiap komoditas, yaitu resiko geopolitik, kondisi iklim dan cuaca serta gagal panen, peningkatan harga suatu komoditas juga diakibatkan oleh faktor penawaran dan permintaan yang saling mempengaruhi. Faktor-faktor yang memberikan pengaruh pada peningkatan harga komoditas adalah sebagai berikut:

1) Pertumbuhan ekonomi telah mendorong permintaan akan berbagai komoditas,

2) Biofuel telah mendorong permintaan akan berbagai tanaman pangan yang dapat dikonversi menjadi biofuel, misalnya untuk CPO,

3) Respon penawaran yang lambat,

4) Keterkaitan di antara berbagai komoditas, dan

5) Tingkat suku bunga yang rendah dan depresiasi nilai US Dollar.

Teori Barang Substitusi

Apabila kedua barang memiliki fungsi yang sama dan dapat saling menggantikan, maka barang tersebut dikategorikan sebagai barang substitusi. Hubungan antara kedua barang tersebut bersifat negatif, yaitu: apabila konsumsi

(20)

10

barang yang satu meningkat, maka konsumsi barang lain akan menurun karena sifatnya yang saling menggantikan. Konsumen mengganti konsumsi barang yang satu dengan barang yang lain karena berbagai alasan, seperti karena harga yang naik atau kelangkaan barang tersebut. Contoh barang substitusi adalah minyak tanah dan gas elpiji. Karena harga gas elpiji semakin meningkat, maka konsumen beralih mengonsumsi minyak tanah.

Barang substitusi dapat dibedakan menjadi tiga kelompok berdasarkan derajat penggantiannya, yaitu:

a. Substitusi sempurna

Dua barang dikatakan memiliki substitusi sempurna apabila penggunaan barang tersebut dapat digantikan satu sama lainnya tanpa mengurangi kepuasan konsumen dalam menggunakannya contohnya, gula pasir. Konsumen tidak mempermasalahkan mengenai asal gula pasir tersebut, gula lokal atau gula impor, gula yang diproduksi di Jawa atau luar Jawa. Konsumen tidak dapat merasakan perbedaan dalam hal kepuasan dari mengonsumsi gula pasir tersebut.

b. Substitusi dekat

Apabila kedua barang dapat saling menggantikan, tetapi memberikan perbedaan kepuasan bagi konsumen, maka barang tersebut dikategorikan sebagai substitusi dekat. Contohnya, konsumsi terhadap daging sapi dan daging ayam. Konsumen memperoleh manfaat terpenuhinya kebutuhan protein hewani, tetapi konsumen tidak merasakan kepuasan yang sama antara mengonsumsi daging sapi dengan mengonsumsi daging ayam.

c. Substitusi jauh

Apabila dua barang dapat saling menggantikan hanya dalam kondisi terpaksa saja, maka kedua barang tersebut dikategorikan sebagai substitusi jauh. Konsumen tidak akan menggantikan konsumsi barang tersebut dengan barang lain dalam kondisi normal. Contohnya, konsumsi nasi dengan sagu. Walaupun sagu dapat menggantikan fungsi nasi, tetapi sebagian besar masyarakat Indonesia tidak akan mengonsumsi sagu apabila masih terdapat nasi.

 Pengaruh adanya barang substitusi pada mekanisme pasar

Jika dimisalkan y adalah barang pengganti (substitusi) dari x, maka ketika Px↑ akan menyebabkan Qx↓ dan Qy↑.

Analisis Permintaan dan Penawaran

Sugiarto et al. (2007) berpendapat bahwa analisis permintaan dan penawaran merupakan alat yang penting untuk:

1) Memahami respon harga dan kuantitas suatu komoditas terhadap perubahan variabel-variabel ekonomi seperti teknologi, selera konsumen, harga komoditas lain, dan harga faktor produksi,

2) Menganalisis interaksi yang kompetitif antara penjual dan pembeli dalam menghasilkan harga dan kuantitas suatu komoditas,

3) Menunjukkan kebebasan yang diberikan pasar kepada konsumen dan produsen,

4) Menganalisis efek berbagai intervensi kebijakan pemerintah di pasar, seperti pengendalian harga, kuota, pajak subsidi, dan lain-lain.

(21)

11

Teori Permintaan

Permintaan pasar untuk suatu komoditi adalah kuantitas total permintaan barang tersebut oleh seluruh pembeli potensial. Permintaan pasar atau permintaan agregat atas suatu komoditi menunjukkan jumlah alternatif dari komoditi yang diminta per periode waktu, pada berbagai harga alternatif, oleh semua individu di dalam pasar. Jadi, permintaan pasar untuk suatu komoditi tergantung pada semua faktor yang menentukan permintaan individu, dan selanjutnya pada jumlah pembeli komoditi tersebut di pasar.

Kurva permintaan melihat hubungan jumlah barang yang diminta hanya sebagai fungsi harganya dan menganggap variabel lainnya adalah tetap (ceteris paribus). Kurva permintaan mempunyai slop yang negatif dari kiri atas ke kanan bawah, dimana jika terjadi penurunan harga akan menambah jumlah komoditi yang diminta. Perubahan harga barang yang diminta terhadap jumlahnya digambarkan sebagai pergerakan sepanjang kurva permintaan. Sedangkan perubahan variabel lain seperti harga barang lain, pendapatan, dan selera digambarkan sebagai pergeseran kurva permintaan. Penawaran pasar komoditi tergantung pada semua faktor yang menentukan penawaran produsen secara individu dan, seterusnya, pada jumlah produsen dalam pasar. (Widyasari 2010)

Pergerakan kurva permintaan akibat Pergeseran kurva permintaan pengaruh harga pengaruh bukan harga

Sumber: Nicholson (2002).

Gambar 4 Kurva permintaan

Teori Penawaran

Penawaran adalah jumlah produk yang mampu dan bersedia untuk dijual oleh produsen dengan harga tertentu. Semakin tinggi harga maka semakin banyak produk yang bersedia ditawarkan oleh produsen. Penawaran pasar atau penawaran agregat dari suatu komoditi memberikan jumlah alternatif dari penawaran

Q1 Q2 Q3 Q P P1 P2 P3 D2 D D1 P

(22)

12

komoditi dalam periode waktu tertentu pada berbagai harga alternatif oleh semua produsen komoditi tersebut dalam pasar.

Menurut Djojodipuro (1991) kurva penawaran menunjukkan berbagai jumlah barang yang seorang penjual bersedia menawarkan dengan berbagai harga, ceteris paribus. Dalam keadaan ini, maka kurva tersebut naik dari kiri bawah ke kanan atas. Berdasarkan segi jumlah, kurva penawaran menunjukkan harga minimum yang mendorong penjual untuk menjual dalam berbagai jumlah. Penjual mau menerima harga yang lebih tinggi untuk jumlah tertentu tapi tidak lebih rendah.

Pergerakan kurva penawaran akibat Pergeseran kurva penawaran pengaruh harga

Sumber: Nicholson (2002).

Gambar 5 Kurva penawaran

Teori Integrasi Pasar

Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui efisiensi pasar yaitu adalah dengan melakukan analisis integrasi pasar. Melalui analisis integrasi pasar kita dapat mengetahui kecepatan respon pelaku pasar terhadap perubahan harga sehingga dapat dilakukan pengambilan keputusan yang tepat dan cepat. Pasar yang terintegrasi akan membentuk harga kesetimbangan yang berkaitan secara langsung (Aji, 2010).

Definisi dari integrasi pasar adalah kondisi yang dihasilkan akibat tindakan pelaku pemasaran serta lingkungan pemasaran yang mendukung terjadinya perdagangan meliputi infrastruktur pemasaran dan kebijakan pemerintah, sehingga menyebabkan harga di suatu pasar ditransformasikan ke pasar lainnya. Adanya informasi pasar yang mendukung menyebabkan perubahan yang terjadi di suatu pasar seperti adanya perubahan harga akan ditransmisikan ke pasar lain dengan perubahan harga. Hal ini dapat digunakan oleh produsen sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan.

P P1 P2 P3 S1 S2 S3 Q1 Q2 Q3 Q Q1 Q2 Q3 Q P P

(23)

13 Berdasarkan hubungan pasar yang dianalisis, integrasi pasar dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu integrasi pasar horizontal (spasial) dan integrasi vertikal. Integrasi horizontal (spasial) merupakan tingkat keterkaitan hubungan antara suatu pasar regional dan pasar regional lainnya. Integrasi pasar spasial memiliki konsep bahwa pasar-pasar yang terpisah secara geografis memiliki keterkaitan harga dimana harga yang terjadi merupakan pengaruh dari harga di pasar lain yang saling berinteraksi. Dua pasar dapat dikatakan terintegrasi secara

spasial jika diantara lokasi pasar terjadi perdagangan dan harga pada daerah importir sama dengan harga pada daerah eksportir ditambah dengan biaya transportasi dan biaya transfer lainnya.

Pasar dikatakan terintegrasi jika dihubungkan oleh sebuah proses arbitrase. Jika perbedaan harga antara dua pasar lebih rendah dari biaya transaksi, maka seorang produsen akan berfikir untuk menghentikan perdagangan. Integrasi pasar vertikal adalah tingkat keeratan hubungan antara pasar produsen dengan pasar pedagang atau ritel. Pasar produsen adalah pasar dimana penawaran produsen berinteraksi dengan permintaan dari pedagang. Sedangkan pasar ritel adalah pasar yang merupakan bertemunya permintaan konsumen akhir dengan penawaran dari pedagang. Suatu pasar dikatakan terintegrasi vertikal jika harga pada suatu lembaga pemasaran ditransformasikan ke lembaga pemasaran lain dalam satu rantai pemasaran.

Integrasi pasar vertikal menunjukkan perubahan harga di suatu pasar akan direfleksikan pada perubahan harga di pasar lain secara vertikal dalam produk yang sama (Suparmin, 2005). Pada pasar yang terintegrasi secara vertikal, intervensi pada suatu pasar akan berdampak nyata terhadap pasar lainnya, atau sebaliknya pada pasar yang tidak terintegrasi vertikal intervensi pada suatu pasar tidak akan berpengaruh nyata terhadap pasar lainnya.

Teori Perdagangan Internasional

Perdagangan internasional adalah transaksi dagang antar subyek ekonomi negara yang satu dengan subyek ekonomi negara lain yang mencakup barang maupun jasa. Adapun subyek yang dimaksud adalah penduduk, perusahaan ekspor dan impor, perusahaan industri, perusahaan negara ataupun departemen pemerintah yang dapat dilihat dari neraca perdagangan. Teori perdagangan internasional merupakan teori yang mencoba mempertanyakan mengapa sebuah negara menginginkan untuk melakukan kegiatan perdagangan dengan negara lain. Berikut ini disampaikan beberapa teori perdagangan internasional.

a. Teori Pra-Klasik Merkantilisme

Merkantilisme merupakan aliran ekonomi yang tumbuh dan berkembang pesat pada abad XVI sampai dengan XVIII di Eropa Barat. Merkantilisme merupakan ajaran yang berkeyakinan bahwa perekonomian suatu negara makin makmur bila mampu memaksimalkan surplus perdagangan. Konsekuensinya adalah memaksimalkan ekspor sekaligus meminimalkan impor, sehingga surplus perdagangan akan meningkat (Rahardja & Manurung 2008).

Kebijakan ini diadaptasi kembali oleh banyak negara dalam bentuk Neo Merkantilisme. Ciri utamanya yaitu pemeliharaan surplus perdagangan, bila perlu melakukan proteksi. Kebijakan proteksi dilakukan untuk melindungi dan mendorong ekonomi industri nasional dengan menggunakan kebijakan tarif

(24)

14

dan non tarif. Kebijakan ini dilakukan negara-negara Barat agar negara eksportir memperhatikan kelestarian alam dimana setiap produknya mempunyai green label ataupun pemerhatian terhadap hak asasi manusia. Hal ini merupakan salah satu cara yang dilakukan negara kapitalis untuk menghambat ekspor dari negara berkembang. Contoh konkret adalah isu perusakan lingkungan yang dilakukan oleh Indonesia yaitu memperluas perkebunan kelapa sawit dengan cara membuka hutan. Isu ini dilontarkan Amerika untuk melindungi perdagangan minyak jagungnya di pasaran dunia sehubungan dengan adanya peningkatan ekspor CPO ke beberapa negara. Kebijakan ini juga pernah diterapkan oleh Indonesia dalam bentuk larangan ekspor CPO dan penetapan harga patokan ekspor CPO untuk melindungi industri minyak goreng dalam negeri.

b. Teori Klasik

1). Teori Absolute Advantage

Teori keunggulan absolut dikemukakan oleh Adam Smith. Menurutnya perdagangan akan meningkatkan kemakmuran jika dilaksanakan melalui mekanisme perdagangan bebas Melalui mekanisme perdagangan bebas, para pelaku ekonomi diarahkan untuk melakukan spesialisasi dalam upaya peningkatan efisiensi. Setiap negara akan memperoleh manfaat perdagangan internasional karena melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang jika negara tersebut memiliki keunggulan mutlak, serta mengimpor barang jika negara tersebut memiliki ketidakunggulan mutlak (Hady 2001).

2). Teori Comparative Advantage

Teori keunggulan komparatif dikemukakan oleh David Ricardo yang dikenal dengan model Ricardian. Teori ini didasarkan pada nilai tenaga kerja, yaitu harga suatu produk ditentukan oleh jumlah waktu atau jam kerja yang diperlukan untuk memproduksinya (Hady 2001). Konsep penting dalam model Ricardian adalah perbedaan sumber daya dan teknologi yang dimiliki oleh tiap negara menciptakan keunggulan bagi negara tersebut (comparative advantage). Ricardo membuktikan bahwa bila dua wilayah yang saling berdagang masing-masing mengkonsentrasikan diri untuk mengekspor barang yang memiliki keunggulan komparatif, maka kedua wilayah tersebut akan mendapatkan keuntungan. Atas dasar keunggulan komparatif maka berkembang suatu fenomena yang kemudian disebut spesialisasi yaitu setiap negara memproduksi sesuatu yang paling dikuasainya. Suatu negara dikatakan mempunyai keunggulan komparatif dalam memproduksi suatu komoditi kalau biaya pengorbanannya (opportunity cost) dalam memproduksi barang tersebut (dalam satuan barang lain) lebih rendah daripada negara-negara lainnya (Krugman & Obstfeld 2000).

c. Teori Modern

Teori Heckscher-Ohlin menjelaskan bahwa dalam kenyataannya perdagangan tidak hanya menunjukkan perbedaan produktivitas tenaga kerja namun juga mencerminkan perbedaan sumber daya di tiap negara yaitu karena adanya perbedaan jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki masing-masing negara.

Dapat dikatakan bahwa suatu negara sebaiknya mengekspor barang yang menggunakan faktor produksi yang melimpah dan mengimpor barang

(25)

15 yang menggunakan faktor produksi yang langka di negaranya. Namun ekspor dan impor untuk komoditi tersebut hanya dapat dilakukan bila penggunaan faktor produksi telah dilakukan secara intensif (Krugman & Obstfeld 2000).

d. International Competitive of Nation Porter’s Diamond

Pada era global yang makin kompetitif diperlukan keunggulan dalam biaya produksi dan keunggulan kompetitif. Keunggulan kompetitif suatu bangsa bersumber pada beberapa keunggulan berikut:

1). Keunggulan karena faktor produksi (factor conditions)

Faktor produksi yang dimiliki oleh suatu negara yang memberikan kontribusi terhadap keunggulan kompetitif adalah SDM, SDA, iptek, permodalan dan prasarana.

2). Keunggulan karena faktor permintaan (demand conditions)

Skala dan tingkat pertumbuhan pasar domestik maupun internasional merupakan salah satu faktor penunjang peningkatan daya saing. Skala pasar yang makin membesar dapat menurunkan biaya produksi per unit.

3). Keunggulan karena jaringan kerja industri (related and supporting industry)

Untuk menjaga dan dan memelihara kelangsungan keunggulan daya saing maka perlu dijaga kontak dan koordinasi dengan supplier.

4). Keunggulan karena strategi perusahaan dan struktur persaingan pasar (firm strategy, structure and rivalry)

Strategi perusahaan, struktur organisasi dan kondisi persaingan antara perusahaan domestik yang sangat ketat dan tidak adanya proteksi pemerintah akan memaksa perusahaan memperbaiki kondisi internalnya. Hal ini mampu mendorong perusahaan bekerja efisien dan produktif sehingga dapat bersaing di pasar global.

Teori perdagangan internasional menunjukkan bahwa tiap negara memiliki perbedaan sumber daya dalam memproduksi suatu barang sehingga menciptakan keunggulan komparatif dan spesialisasi pada tiap negara yang berimplikasi pada perbedaan harga untuk komoditi yang sama. Perbedaan harga menjadi dasar terjadinya arus perdagangan antar negara.

Faktor-faktor yang memengaruhi ekspor diantaranya adalah berikut ini: 1) Harga Internasional

Makin besar selisih antar harga di pasar internasional dengan harga domestik akan menyebabkan jumlah komoditi yang akan diekspor menjadi bertambah banyak. Naik turunnya harga tersebut disebabkan oleh:

 Keadaan perekonomian negara pengekspor, dimana dengan tingginya inflasi di pasar domestik akan menyebabkan harga dipasar domestik menjadi naik. Jika ditinjau dari pasar internasional secara riil harga komoditi tersebut akan terlihat semakin menurun.

 Harga di pasar internasional semakin meningkat, dimana harga internasional merupakan keseimbangan antara penawaran ekspor dan permintaan impor suatu komoditas di pasar dunia meningkat. Jika harga komoditas di pasar domestik tersebut stabil, maka selisih harga internasional dan harga domestik semakin besar, akibatnya akan mendorong ekspor komoditi tersebut.

(26)

16

3) Kuota ekspor impor

4) Kebijakan tarif dan non tarif

Kebijakan tarif dan non tarif dimaksudkan untuk menjaga harga produk dalam negeri dalam tingkatan tertentu sehingga dengan harga tersebut dapat atau mampu mendorong pengembangan komoditi tersebut.

Teori Harga Internasional

Minyak bumi dunia saat ini telah menjadi salah satu input penting dalam kegiatan produksi ekonomi. Sebagian besar industri menggunakan minyak dalam mejalankan kegiatannya, sebagai contoh adalah industri pesawat terbang yang menggunakan avtur (produk turunan dari minyak bumi) sebagai bahan bakar utamanya. Bahkan, dalam kehidupan sehari-hari minyak bumi tidak lepas dari kegiatan kita, sebagai contoh adalah bensin yang digunakan untuk kebutuhan transportasi masyarakat sekarang. Konsumsi terhadap minyak ini tentunya akan mempengaruhi harga minyak yang berlaku. Dalam skala besar permintaan dari banyak negara untuk memenuhi kebutuhan minyak domestiknya akan menciptakan agregat permintaan yang akan mempengaruhi harga minyak dunia.

Selain pengaruh dari permintaan negara-negara pengonsumsi minyak, harga minyak juga dipengaruhi oleh ketersediaan pasokan yang ditawarkan oleh negara penghasil minyak. Minyak bumi dunia banyak dipasok dari negara-negara Timur Tengah, Amerika dan Rusia. Jadi, pasokan yang disediakan oleh negara-negara tersebut menjadi sangat vital dalam pemenuhan kebutuhan minyak dunia. Selain permintaan dan penawaran, harga minyak juga dipengaruhi oleh keadaan geopolitik negara-negara yang menjadi pemasok utama minyak dunia.

Harga minyak dunia ditentukan dari permintaan dan penawaran dari negara-negara eksportir (produsen) dan negara-negara importir (konsumen). Harga internasional yang terbentuk merupakan interaksi dari permintaan dan penawaran masing-masing negara.

Keseimbangan Keseimbangan Keseimbangan di negara X internasional di negara Y

(a) (b) (c)

Sumber: Salvatore (2007).

Gambar 6 Pembentukan harga internasional

Px/Py Px/Py Px/Py

P3 P2 P1 So Do X X X 𝑆𝐷 𝐷𝐷 𝐷𝑖 𝑆𝑖 M N E’ M’ N’

(27)

17 Pembentukan harga internasionel dapat dilihat pada Gambar 6. Pada Gambar 6 menunjukkan bagaimana keseimbangan internasional terjadi. Salvatore (1997) menjelaskan bahwa harga internasional terbentuk dari harga domestik negara pengekspor dan pengimpor komoditi (minyak). Kurva D

e dan Se

melambangkan kurva permintaan dan penawaran untuk minyak di negara 1 (eksportir). Sedangkan kurva D

i dan Si melambangkan kurva permintaan dan

penawaran untuk minyak di negara 2 (importir). Panel (a) menunjukkan bahwa dengan adanya perdagangan internasional, negara 1 akan mengadakan produksi dan konsumsi di titik C berdasarkan harga di P

1. Pada panel (c) memperlihatkan

bahwa negara 2 akan melakukan produksi dan konsumsinya di titik A berdasarkan harga relatif P

3.

Setelah hubungan perdagangan berlangsung diantara kedua negara tersebut, harga relatif minyak akan berkisar antara P

1 dan P3 seandainya kedua

negara tersebut memiliki kekuatan ekonomi yang cukup besar. Andaikata harga yang berlaku di atas P maka negara 1 akan memproduksi minyak lebih banyak daripada tingkat permintaan (konsumsi) domestik.

Kelebihan produksi itu selanjutnya akan diekspor ke negara 2. Di lain pihak, apabila harga yang berlaku lebih kecil dari P

3, maka negara 2 akan

mengalami kelebihan permintaan. Hal ini akan mendorong negara 2 untuk mengimpor kekurangannya akan minyak dari negara 1. Secara spesifik, panel (a) memperlihatkan bahwa berdasarkan harga relatif P

1, kuantitas barang yang

ditawarkan akan sama dengan kuantitas barang yang diterima di negara 1. Hal tersebut memunculkan titik c pada kurva S

D pada panel (b) (yang merupakan

kurva penawaran ekspor negara 1). Panel (a) juga menunjukkan bahwa berdasarkan harga relati P

2, maka akan terjadi kelebihan penawaran minyak bila

dibandingkan dengan permintaannya sebesar MN. Kelebihan sebesar MN tersebutlah yang akan diekspor oleh negara 1 pada harga P

2. Kuantitas MN sama

dengan BE* pada panel (b). Disitulah terletak E* yang berpotongan dengan kurva penawaran ekspor minyak dari negara 1 atau S

D.

Sementara itu, panel C memperlihatkan bahwa berdasarkan P

3, maka

penawaran dan permintaan pada negara 2 akan sama dan berada di titik A sehingga negara A tidak akan mengimpor minyak sama sekali. Titik A terletak pada kurva permintaan impor minyak yang berada di panel (b). Panel (c) juga menunjukkan bahwa pada saat harga berada pada P

2, maka akan terjadi kelebihan

permintaan sebesar M*N*. Kelebihan itu sama dengan kuantitas yang akan diimpor oleh negara 2 berdasarkan pada harga P

2. Lebih lanjut, jumlah itu sama

dengan BE* pada panel (b), yang menjadi kedudukan titik E*. 1 maka negara 1 akan memproduksi minyak lebih banyak daripada tingkat permintaan (konsumsi) domestik. Berdasarkan harga P

2 maka kuantitas impor yang diminta oleh negara 2

akan sama dengan kuantitas ekspor yang akan ditawarkan oleh negara 1. Hal itu ditunjukkan oleh perpotongan kurva S

(28)

18

diantara kedua negara. Dengan demikian, P

2 menjadi harga internasional atau

harga yang terjadi setelah perdagangan internasional.

Harga minyak bumi dunia diklasifikasikan berdasarkan kualitas minyak bumi yang dihasilkan di kilang minyak. Beberapa harga minyak bumi dunia tersebut adalah West Texas Intermediete (WTI) atau yang dikenal juga dengan light sweet, Brent Blend, Russian Export Blend, dan OPEC Basket Price. Dari keempat harga minyak tersebut minyak jenis light sweet WTI menjadi acuan harga minyak dunia (Abu 2011).

Volatilitas

Pengertian deskriptif dari volatilitas mengacu pada variasi dalam variabel ekonomi dari waktu ke waktu. Konsep volatilitas secara eksplisit berkaitan dengan variasi harga minyak bumi dunia dari waktu ke waktu. Tidak semua variasi dari harga bermasalah, seperti ketika harga bergerak dengan kecenderungan yang halus dan mapan serta mampu mencerminkan pasar fundamental atau ketika mereka memperlihatkan pola musiman yang khas dan terkenal. Tapi variasi harga menjadi bermasalah ketika terjadi variasi yang bergerak secara fluktuatif dan tidak dapat diantisipasi, sebagai hasilnya dapat menciptakan tingkat ketidakpastian yang meningkatkan tingkat risiko bagi produsen, pedagang, konsumen, dan pemerintah dan dapat menyebabkan keputusan yang sub-optimal. Variasi harga yang tidak mencerminkan fundamental pasar juga bermasalah karena dapat menimbulkan pengambil keputusan yang salah (the FAO and the OECD 2011).

Penelitian ini akan meneiliti tingkat volatilitas dari harga minyak dunia akan mempengaruhi perkembangan harga CPO Indonesia sebagai substitusinya.. Konsep volatilitas dalam penelitian ini diukur berdasarkan unsur standar deviasi atau varians. Atau dengan kata lain, definisi volatilitas berhubungan dengan bagaimana nilai-nilai data tersebut tersebar. Sebuah standar deviasi yang rendah menunjukkan bahwa nilai data-data cenderung sangat dekat dengan nilai rata-rata, sedangkan standar deviasi yang tinggi menunjukkan bahwa nilai data tersebar di berbagai macam nilai.

Penelitian Terdahulu

Hameed dan Arshad (2009) dalam penelitiannya meneliti hubungan jangka panjang antara harga minyak bumi dan beberapa minyak nabati. Ada kointegrasi antara masing-masing harga minyak nabati tersebut dengan harga minyak bumi. Pada jangka panjang harga minyak bumi mempengaruhi harga masing-masing minyak nabati, hal ini tidak berlaku sebaliknya.

Sedangkan pada penelitian Arianto (2009) yang melakukan penelitian untuk melihat korelasi pergerakan harga minyak bumi, harga TBS dan harga CPO. Hasil yang didapat pada penelitian ini menunjukkan Pada periode 1999-2007 terjadi konsistensi korelasi harga TBS dengan harga CPO, untuk harga CPO dengan harga minyak bumi dan harga TBS dengan harga minyak bumi tidak terjadi konsistensi korelasi. Harga TBS naik 2.5 kali lebih tinggi dibandingkan kenaikan harga CPO, sehingga nilai harga yang diterima petani TBS lebih tinggi dibandingkan nilai harga yang didapat produsen CPO (PT Smart).

Pada penelitian Hafizah (2009), mencoba menganalisis integrasi pasar di Indonesia, Malaysia dan kota Rotterdam serta merumuskan implikasi kebijakan

(29)

19 pembentukan harga CPO di Indonesia. Metode analisis yang digunakan adalah analisis Vector Autoregression (VAR) dan Vector Error Correction Model (VECM). Analisis VECM digunakan untuk melihat apakah terdapat kointegras diantara pasar Rotterdam, Indonesia dan Malaysia. Hasil dari analisis VECM diketahui pasar Rotterdam merupakan pasar acuan bagi pasar Indonesia dan Malaysia. Pembentukan harga CPO di Indonesia sangat dipengaruhi oleh pasar Rotterdam.

Aji (2010) dalam penelitiannya bertujuan untuk menganalisis integrasi harga harga minyak bumi, harga minyak kedelai, harga CPO Rotterdam, harga CPO Malaysia, harga ekspor CPO Indonesia, harga minyak goreng domestik dan harga TBS pembelian petani serta merumuskan kebijakan yang dapat dilakukan pemerintah sehubungan dengan hasil analisis.

Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Granger Causality, kointegrasi multivariat, kointegrasi bivariate, dan vector error correction model (VECM). Data yang digunakan adalah harga minyak bumi, harga minyak kedelai, harga CPO Rotterdam, harga CPO Malaysia, harga ekspor CPO Indonesia, harga minyak goreng domestik dan harga TBS pembelian petani. Penelitian ini menggunakan data bulanan dari Januari 2003–Desember 2008. Data penelitian diperoleh dari IFS, Oil World, Bappebti dan BPS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa diantara harga-harga tersebut terjadi hubungan kausalitas. Ditingkat dunia, harga minyak bumi, harga CPO Rotterdam dan harga CPO Malaysia terjadi hubungan kausalitas dua arah. Demikian pula antara harga domestik Indonesia yaitu berupa harga minyak goreng dan harga TBS terjadi hubungan kausalitas dua arah dengan harga dunia berupa harga minyak kedelai dan harga CPO Rotterdam. Demikian pula antara produsen utama CPO yaitu harga CPO Malaysia dengan harga minyak goreng domestik Indonesia dan harga TBS menunjukkan kausalitas dua arah. Pada sisi domestik Indonesia, harga ekspor CPO Indonesia dipengaruhi oleh harga minyak goreng dan harga TBS.

Diantara ketujuh variabel penelitian tersebut ditemukan adanya kesamaan pergerakan jangka panjang. Kondisi ini menunjukkan terjadinya integrasi harga. Integrasi harga diantara harga CPO Rotterdam, harga CPO Malaysia dan harga ekspor CPO Indonesia juga ditunjukkan dengan adanya kesamaan pergerakan jangka panjang diantara ketiganya. Dampak dari perubahan harga minyak bumi secara umum tidak besar. Dampak dari perubahan harga-harga tersebut adalah konsisten yaitu tidak kembali mendekati harga keseimbangan awal. Perubahan harga yang terjadi pada harga CPO Rotterdam lebih banyak dijelaskan oleh variabilitasnya sendiri dan harga minyak kedelai. Demikian pula perubahan pada harga ekspor CPO Indonesia, harga minyak goreng domestik dan harga TBS lebih banyak dijelaskan oleh variabilitasnya sendiri, harga CPO Rotterdam dan harga minyak kedelai.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah terjadi integrasi diantara harga minyak bumi, minyak kedelai, CPO, minyak goreng domestik dan TBS kelapa sawit. Pengaruh harga minyak bumi terhadap harga-harga tersebut tidak terlalu besar, hal ini menunjukkan bahwa konversi energi dari minyak bumi ke minyak nabati belum begitu besar. Besarnya permintaan negara-negara pengkonsumsi CPO masih lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan industri pangan.

Keterkaitan harga antara minyak kedelai dan CPO Rotterdam berpengaruh besar terhadap harga ekspor CPO Indonesia, harga minyak goreng domestik dan

(30)

20

harga TBS, karena minyak kedelai merupakan substitusi CPO sehingga ketika volume minyak kedelai di pasaran berkurang karena adanya penurunan produksi dunia maka harga CPO akan meningkat. Pengaruh harga ekspor CPO Indonesia,harga minyak goreng domestik dan harga TBS terhadap harga CPO Rotterdam belum besar, karena Indonesia masih mengacu kepada harga CPO Rotterdam. Besarnya pass-through harga ekspor CPO Indonesia terhadap harga CPO Malaysia dapat menunjukkan besarnya pengaruh perubahan harga CPO di Indonesia terhadap harga CPO Malaysia. Simulasi terhadap Cholesky Ordering menunjukkan bahwa perubahan harga minyak goreng domestik dan harga TBS kelapa sawit dapat mempengaruhi harga CPO Rotterdam dan harga minyak kedelai. Terbukanya kawasan Asia sebagai pasar utama CPO Indonesia dapat merupakan modal berharga bagi Indonesia untuk menjadikan harga CPO Indonesia sebagai salah satu harga referensi dunia.

Kerangka Penelitian

Tingginya permintaan terhadap minyak bumi dunia dan ditambah semakin menipisnya persediaan minyak bumi dunia membuat harga minyak bumi melonjak karena pasokannya yang lebih rendah dibandingkan dengan permintaan pasar yang tinggi. Peningkatan harga minyak bumi membuat permintaan minyak nabati sebagai sumber energi alternatif menjadi semakin meningkat. Peningkatan permintaan ini akan direspon oleh pasar dengan peningkatan harga-harga komoditas minyak nabati. Salah satu jenis minyak nabati yang paling banyak digunakan sebagai substitusi sumber energi dari minyak bumi adalah CPO. Ketersediaan CPO yang melimpah menyebabkan Indonesia sebagai salah satu produsen CPO dunia.

Akibat adanya perubahan pola konsumsi sumber energi dari minyak bumi ke CPO menyebabkan permintaan terhadap minyak nabati ini meningkat, sehingga menyebabkan peningkatan harga baik di tingkat domestik (negara produsen) maupun di tingkat dunia. Penelitian bertujuan untuk melihat apakah terdapat hubungan kointegrasi dan hubungan jangka panjang antara volatilitas harga minyak bumi dunia dengan beberapa harga CPO (baik secara domestik maupun internasional). Apabila terdapat kointegrasi dan terdapat hubungan jangka panjang antar harga minyak-minyak tersebut maka dapat dibuat suatu kebijakan bagi pemerintah untuk mengantisispasi fluktuasi harga minyak bumi maupun fluktuasi harga CPO.

(31)

21

Gambar 7 Kerangka pemikiran operasional

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan landasan teori dan penelitian terdahulu, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Variabel harga minyak dunia merupakan variabel ekonomi yang volatile. 2. Volatilitas variabel harga minyak dunia berdampak positif terhadap

variabel harga CPO.

3. Terdapat integrasi diantara volatilitas harga minyak bumi dengan harga CPO.

Harga Minyak Bumi Dunia Analisis Volatilitas Volatilitas P minyak bumi Harga CPO Malaysia Harga CPO Rotterdam Volatilitas P Minyak Bumi

Hubungan antar harga CPO Indonesia dengan volatilitas harga minyak bumi dan harga CPO lainnya

(32)

22

METODE PENELITIAN

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersifat kuantitatif. Untuk analisis volatilitas dengan analisis model ARCH-GARCH, data harga minyak bumi dunia (PETROLEUM) yang digunakan adalah harga nominal yang berlaku di pasar internasional dan merupakan data time series bulanan. Data harga minyak dunia yang digunakan adalah periode 2006:1-2013:1. Data tersebut bersumber dari U.S Energy Information Administrattion.

Sementara itu untuk melihat hubungan antara harga CPO Indonesia (CPO_INA)terhadap beberapa variabel dengan analisis model VECM digunakan data volatilitas harga minyak dunia (VOLATILITAS), CPO Malaysia (CPO_MALAY) selaku negara eksportir CPO pesaing utama Indonesia, dan harga CPO Rotterdam (CPO_WORLD) sebagai harga yang merepresentasikan harga CPO dunia. Karena penelitian ini ingin melihat pengaruh bulanan, maka data yang dikumpulin berupa data bulanannya dari harga-harga CPO tersebut. Periode waktu yang digunakan yaitu periode 2006:1-2013:1, bersumber dari Oil World dan Malaysia Palm Oil Board (MPOB). Penentuan keempat variabel tersebut didasarkan atas kepentingan analisis yang diharapkan dapat merepresentasikan perkembangan perubahan penggunaan sumber energi yang terjadi saat ini serta pertimbangan bahwa variabel harga minyak bumi merupakan variabel yang diduga cenderung volatil.

Model Penelitian Model ARCH-GARCH

Aplikasi model ARCH-GARCH dalam penelitian ini dimaksudkan untuk menghitung besaran volatilitas dari variabel harga minyak dunia. Volatilitas tercermin dalam varians residual yang tidak memenuhi asumsi homoskedastisitas (Firdaus 2011).

Secara sederhana dapat dikatakan bahwa volatilitas berdasarkan model ARCH(m) mengasumsikan bahwa varians data fluktuasi dipengaruhi oleh sejumlah m data fluktuasi sebelumnya. Model ARCH kemudian digeneralisasi menjadi model GARCH oleh Bollerslev (1986). Model GARCH(r,m) mengasumsikan bahwa varians data fluktuasi dipengaruhi sejumlah m data fluktuasi sebelumnya dan sejumlah r data volatilitas sebelumnya. Bentuk umum model GARCH(r,m) :

dimana :

ht = Variabel respon (terikat) pada waktu t/varians pada waktu ke-t

K = Varians yang konstan

= Suku ARCH/volatilitas pada periode sebelumnya = Koefisien orde m yang diestimasikan

= Koefisien orde r yang diestimasikan

(33)

23 Untuk melihat kecenderungan data variabel ekonomi yang dianalisis maka terlebih dahulu dilakukan analisis grafik dengan plot time series. Adapun tahapan yang dilakukan untuk menghitung volatilitas dalam model ARCH-GARCH adalah:

1) Tahap Identifikasi

Pada tahap ini dilakukan identifikasi apakah data mengandung heteroskedastisitas atau tidak. Pengujian keberadaan heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat keruncingan (kurtosis) data. Pengujian heteroskedastisitas yang lebih terkuantifikasi dilakukan dengan menggunakan uji ARCH-LM. Uji ARCH-LM didasarkan atas hipotesis nol tidak terdapat ARCH error. Apabila hasil pengujian menunjukan penerimaan terhadap hipotesis nol, maka data tidak mengandung ARCH error dan tidak perlu dimodelkan berdasarkan ARCH.

2) Tahap Pendugaan Parameter

Pada tahap ini dilakukan simulasi beberapa model ragam dengan menggunakan model rataan yang telah didapatkan. Lebih lanjut dilakukan estimasi terhadap nilai-nilai parameter model. Pendugaan parameter bertujuan untuk mencari koefisien model yang paling sesuai dengan data. Penentuan dugaan parameter ARCH-GARCH dilakukan dengan menggunakan metode kemungkinan maksimum secara literative dengan Algoritma Marquardt.

3) Tahap Pemilihan Model Terbaik

Pemilihan model terbaik dilakukan berdasarkan ukuran kebaikan model yang besar dan koefisien yang nyata. Dua bentuk pendekatan yang digunakan sebagai ukuran kebaikan model yaitu :

a. Akaike Information Criterion (AIC) AIC = ln (MSE) + 2*K/N b. Schwartz Criterion (SC) SC = ln (MSE) + [K*log(N)/N] dimana :

MSE = Mean Square Error

K = banyaknya parameter, yaitu (p+q+1) N = banyaknya data pengamatan

Akaike Information Criterion (AIC) dan Schwartz Criterion (SC) merupakan dua standar informasi yang menyediakan ukuran informasi yang dapat menyeimbangkan antara ukuran kebaikan model dan spesifikasi model. Model terbaik dipilih berdasarkan nilai AIC dan SC terkecil dengan melihat juga signifikansi koefisien model.

4) Tahap Perhitungan Nilai Volatilitas Variabel Ekonomi

Setelah memperoleh model yang memadai, model tersebut digunakan untuk memperkirakan nilai volatilitas masa datang ( ) dari suatu variabel

ekonomi, dimana = √h t. Peramalan ragam untuk periode mendatang diformulasikan sebagai berikut :

Gambar

Gambar 1  Produksi minyak bumi dan konsumsi minyak Indonesia (2000-2010)  Penurunan  produksi  dari  tahun  ke  tahun  yang  dialami  oleh  Indonesia  diikuti  oleh  peningkatan  konsumsi  minyak  bumi,  hal  ini  dapat  dilihat  pada  Gambar 1
Gambar 2 Perkembangan Harga Minyak Bumi  Dunia (2000-2012)
Tabel 1 Volume ekspor dan impor minyak nabati dunia tahun 2007-2011  (dalam juta metrik ton)
Gambar 4 Kurva permintaan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari pengoalahan dan perhitungan data didapatkan nilai critical forced draft fan 1,094 dan secondary fan 5,472 dengan interval waktu perawatan dan keandalan

Hubungan jenis kelamin dengan outcome penderita yang dirawat di perawatan intensif anak tidak berbeda bermakna dengan nilai p = 0,159 untuk kejadian perdarahan

Agus Sunarjanto, MM, selaku Anggota Tim Peneliti dan Dosen Pembimbing Pertama yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk ikut serta dalam penelitian yang

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan prematuritas dengan kejadian asfiksia neonatorum menit pertama pada bayi baru lahir di RSUD Wonosari tahun 2012.. Hal

Preferensi bila dilihat dari Axis saja, prioritas yang perlu ditekankan untuk ke depannya yaitu tarif sms yang selama ini bisa dikatakan masih belum murah, kualitas sinyal,

Berdasarkan naskah iklan radio, dapat disimpulkan bahwa iklan radio yang akan dipaparkan berisi ajakan untuk menggunakan Segar Wangi, pengharum ruangan yang bisa menghilangkan

If the properties of the material undergoing solidification and of the various parts of the system, such as the mold wall and the insulation, are given along with the

Jumlah penumpang kapal ferry yang berangkat dari Pelabuhan Bakauheni Lampung pada Oktober 2014 mencapai 105.194 orang, naik 48,05 persen dibandingkan September 2014