A. Remaja
1. Pengertian Remaja
Remaja atau adolescence adalah periode perkembangan selama di mana individu mengalami perubahan dari masa kanak – kanak menuju masa dewasa, biasanya antara usia 13 – 20 tahun. Menurut WHO (2012) dan Pinem (2009) remaja adalah seseorang yang berusia 10 – 19 tahun, sedangkan menurut Soetjiingsih (2004) remaja berusia 11 – 20 tahun yang dibagi menjadi 3 tahap remaja awal (11 – 13 tahun), remaja tengah (14 – 16 tahun), dan remaja akhir (17 - 20 tahun). Istilah adolescence biasanya menunjukkan maturasi psikologis individu, ketika pubertas menunjukkan titik di mana reproduksi mungkin dapat terjadi. Perubahan hormonal pubertas mengakibatkan perubahan penampilan pada orang muda, dan perkembangan mental mengakibatkan kemampuan untuk menghipotesis dan berhadapan dengan abstraksi (Potter & Perry, 2005).
2. Tahapan Remaja
Menurut Santrock (2003) masa remaja dibagi menjadi beberapa tahap yaitu:
masa ini tugas perkembangannya lebih dipengaruhi oleh perubahan fisik dan mental yang cepat, yaitu adaptasi dan penerimaan keadaan tubuh yang berubah.
b. Remaja pertengahan (middle adolescent) pada usia 15-18 tahun, biasanya duduk di bangku SMU. Pada masa ini remaja secara fisik menjadi percaya diri dan mendapatkan kebebasan secara psikologi dari orang tua, memperluas pergaulan dengan teman sebaya dan mulai mengembangkan persahabatan dan keterkaitan dengan lawan jenis. c. Remaja akhir (late adolescent) pada usia 18-22 tahun. Umumnya
terjadi pada akhir SMU dan universitas sampai individu mencapai kematangan fisik, emosi dan kesadaran akan keadaan sosialnya, memiliki identitas personal dalam relasinya dengan orang lain, mengetahui peran sosial, sistem nilai, dan tujuan dalam hidupnya. 3. Remaja Putri
Remaja merupakan periode yang penting pada pertumbuhan dan kematangan manusia. Pada periode ini banyak terjadi perubahan unik, serta banyak pula pemantapan pola-pola dewasa. Dekatnya masa remaja dengan kematangan biologi dan orang dewasa memberikan peluang untuk melaksanakan kegiatan tertentu yang dirancang untuk mencegah munculnya rnasalah-masalah kesehatan pada masa dewasa nanti.
berusia 16 tahun samapi 19 tahun (Riyadi, 2001). Menurut (Hall, 1991) masa remaja merupakan masa dimana dianggap sebagai masa topan badai danstress (Storm andStress). Karena mereka mereka telah memiliki keinginan bebas untuk menentukan nasib sendiri, kalau terarah dengan baik maka ia akan menjadi seorang individu yang memiliki rasa tanggung jawab, tetapi kalau tidak terbimbing maka bisa menjadi seorang yang tak memiliki masa depan dengan baik.
Menurut (Gunarsa dan Gunarsa, 1991) istilah asing yang sering digunakan untuk menunjukkan masa remaja antara lain :
a. Puberty (bahasa Inggris) berasal dari istilah latin pubertas yang berartikelaki-lakian, kedewasaan yang dilandasi oleh sifat dan tanda kelaki-lakian. Pubescence dari kata pubis (pubic hair) yang berarti rambut (bulu) pada daerah kemaluan (genetal) maka pubescence berarti perubahan yang dibarengi dengan tumbuhnya rambut pada daerah kemaluan.
antara 12sampai usia 23 tahun. Masa remaja adalah masa yang akan melalui krisis dimana remaja berusaha untuk mencari identitas diri (Dariyo, 2004).
4. Ciri Perkembangan Remaja Putri
Ciri-ciri perkembangan remaja putri menurut Hurlock (2001), antara lain :
a. Perubahan Tubuh Pada Masa Puber 1) Perubahan Ukuran Tubuh
2) Perubahan Proporsi Tubuh
Perubahan fisik pokok yang kedua adalah perubahan proporsi tubuh. Daerah-daerah tubuh tertentu yang tadinya terlampau kecil, sekarang menjadi terlampau besar karena kematangan tercapai lebih cepat dari daerah-daerah tubuh yang lain. Badan yang kurus dan panjang mulai melebar di bagian pinggul dan bahu, dan ukuran pinggang tampak tinggi karena kaki menjadi lebih panjang dari badan.
b. Akibat Perubahan Remaja Putri Pada Masa Puber 1) Akibat terhadap keadaan fisik
Pertumbuhan yang pesat dan perubahan-perubahan tubuh cenderung disertai kelelahan, kelesuan dan gejala-gejala buruk lainnya. Sering terjadi gangguan pencernaan dan nafsu makan kurang baik. Anak prapuber sering terganggu oleh perubahan- perubahan kelenjar, besarnya, dan posisi organ-organ internal. Perubahan-perubahan ini mengganggu fungsi pencernaan yang normal. Anemia sering terjadi pada masa ini, bukan karena adanya perubahan dalam kimiawi darah tetapi kebiasaan makan yang tidak menentu yang semakin menambah kelelahan dan kelesuan.
2) Akibat pada sikap dan perilaku
perempuan daripada anak laki-laki, sebagian disebabkan karena anak perempuan biasanya lebih cepat matang daripada anak laki-laki dan sebagian karena banyak hambatan-hambatan sosial mulai ditekankan pada perilaku anak perempuan justru pada saat anak perempuan mencoba untuk membebaskan diri dari berbagai pembatasan. Karena mencapai masa puber lebih dulu, anak perempuan lebih cepat menunjukkan tanda-tanda perilaku yang menganggu daripada anak laki-laki. Tetapi perilaku anak perempuan lebih cepat stabil daripada anak laki-laki, dan anak perempuan mulai berperilaku seperti sebelum masa puber.
B. Berat badan
1. Pengertian Berat Badan
Berat Badan adalah parameter antropometri yang sangat labil. Dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan baik dan keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin, berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur. Sebaliknya dalam keadaan yang abnormal, terdapat dua kemungkinan perkembangan berat badan, yaitu dapat berkembang cepat atau lebih lambat dari keadaan normal.
riwayat berat badan yang meliputi gaya hidup maupun status berat badan yang terakhir. Penentuan berat badan dilakukan dengan cara menimbang (Anggraeni, 2012).
2. Kenaikan berat badan
Kenaikan pada berat badan yaitu kenaikan yang terjadi pada berat badan yang bisa menyebabkan berat badan berlebih (overweight) dan gemuk (obesity) (Flier et al, 2007).
a. Berat badan berlebih (overweight)
Overweight adalah kelebihan berat badan dibandingkan dengan berat badan ideal yang dapat disebabkan oleh penimbunan jaringan lemak atau jaringan non-lemak (Rahmawati, 2006). Berat badan berlebih merupakan suatu keadaan terjadi penimbunan lemak secara berlebih, yang menyebabkan kenaikan berat badan. Seseorang yang mengalami kelebihan berat badan apabila berat 10-20% diatas berat badan ideal (wirakusumah, 2001). Metabolisme energi di dalam tubuh manusia diatur oleh berbagai faktor, baik yang menyebabkan meningkatnya penyimpanan energi, atau yang mendorong pemakaian energi (Meutia, 2005).
Overweight didefinisikan sebagai peningkatan berlebihan jaringan lemak pada otot dan jaringan skeletal Overweight dikatakan jika IMT ≥ 23. Secara ilmiah kelebihan berat badan (overweight)
dan pembakaran kalori ini belum dapat dijelaskan secara pasti. (Dorlan, 2002).
b. Obesitas
Obesitas adalah penumpukan lemak yang berlebihan ataupun abnormal yang dapat mengganggu kesehatan (WHO, 2011). Menurut Myers (2004), seseorang yang dikatakan obesitas apabila terjadi pertambahan atau pembesaran sel lemak tubuh mereka. Obesitas merupakan kondisi ketidaknormalan atau kelebihan akumulasi lemak pada jaringan adiposa. Obesitas tidak hanya berupa kondisi dengan jumlah simpanan kelebihan lemak, namun juga distribusi lemak di seluruh tubuh. Distribusi lemak dapat meningkatkan risiko yang berhubungan dengan berbagai macam penyakit degeneratif (WHO, 2000). Obesitas dianggap sebagai salah satu faktor yang dapat meningkatkan prevalensi hipertensi, intoleransi glukosa, dan penyakit jantung koroner aterosklerotik pada pasien-pasien yang obese (Alwi, 2009).
3. Faktor-faktor yang menyebabkan kenaikan berat badan
sosial-ekonomi, gaya hidup, iklim, obat-obatan merupakan faktor-faktor yang memengaruhi kenaikan berat badan secara tidak langsung.
Faktor-faktor risiko kegemukan antara lain faktor demografi, sosial-ekonomi, gaya hidup, dan kondisi mental emosional
a. Faktor genetik
Kegemukan cenderung diturunkan sehingga diduga memiliki penyebab genetic. Anggota keluarga tidak hanya berbagi gen tetapi juga makanan dan kebiasaan gaya hidup, yang bias mendorong terjadinya kegemukan. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa rata-rata faktor genetik memberikan pengaruh sebesar 33% terhadap berat badan seseorang (Mumpuni, 2010). Menurut penelitian Haines (2007) dalam Sartika (2011) jika ayah dan/atau ibu menderita overweight maka kemungkinan anaknya memiliki kelebihan berat badan sebesar 40-50 %.
Menurut D’Adamo (2009), seseorang yang mengalami kelebihan berat badan, kadar leptin dalam tubuhnya akan meningkat, tetapi fungsinya terhambat. Pada penderita obesitas kadar leptin meningkat seiring dengan meningkatnya kadar insulin, hal inilah yang membuat para peneliti percaya bahwa resistensi leptin merupakan pemicu resistensi insulin. Leptin merupakan hormon yang berhubungan denga gen obesitas. Leptin mempengaruhi kerja hipotalamus dalam mengatur jumlah lemak tubuh, kemampuan membakar lemak menjadi energi dan rasa kenyang (rasa setelah cukup makan).
b. Faktor lingkungan
pangan, sosial-budaya, aktivitas fisik atau olahraga, dan metabolik. Selanjutnya, perkembangan faktor lingkungan lain, seperti sosial-ekonomi dan teknologi, berperan penting dalam menggeser gaya hidup yang semula sehat menjadi tidak sehat, yang dapat memicu kejadian kegemukan. Pada faktor lingkungan sebagai penyebab kegemukan, konsumsi pangan (sayuran & buah, makanan berlemak) dan aktivitas fisik memainkan peran yang sangat penting (Soegih, 2004).
1) Sosial, ekonomi dan budaya
Kegiatan sosial, ekonomi, dan budaya suatu keluarga, suatu kelompok masyarakat, atau suatu bangsa, mempunyai pengaruh yang kuat dan kekal terhadap apa, kapan, dan bagaimana penduduk makan. Kebudayaan masyarakat dan kebiasaan pangan yang mengikutinya berkembang sekitar arti pangan dan penggunaan yang cocok. Pola kebudayaan ini memengaruhi orang dalam memilih pangan, jenis pangan yang harus diproduksi, pengolahan, penyaluran, penyiapan, dan penyajian (Baliwati et al 2004).
Mereka yang mapan secara ekonomis, lebih memiliki perhatian yang tinggi. Mereka mungkin akan merasa cemas jika berat badannya mengalami kenaikan secara cepat, oleh karena itu, mereka segera melakukan perawatan intensif dengan bantuan tenaga profesional (ahli gizi, dokter, fitness trainer) serta membeli bahan-bahan untuk merampingkan tubuhnya.
2) Gaya hidup
Gaya hidup merupakan kebiasaan hidup seseorang yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan di kehidupan masyarakat sehari-hari. Dari sudut pandang antropologi, gaya hidup merupakan hasil penyaringan dari serentetan interaksi sosial, budaya dan keadaan. Gaya hidup sedentary adalah gaya hidup di mana unsur gerak fisik sangat minimal, sedangkan beban kerja mental sangat maksimal (Kodyat, 1994).
c. Faktor Demografi
1) Umur
Faktor umur penting dalam penentuan status gizi. Kesalahan
penentuan umur akan menyebabkan interpretasi status gizi menjadi salah.
Hasil pengukuran tinggi badan dan berat badan yang akurat menjadi
tidak berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat
(Supariasa, 2001). Semakin bertambah usia seseorang, mereka cenderung
kehilangan massa otot dan mudah terjadi akumulasi lemak tubuh. Kadar
metabolisme juga akan menurun menyebabkan kebutuhan kalori yang
diperlukan lebih rendah (Galletta, 2005).
2) Jenis Kelamin
Jenis kelamin merupakan faktor internal yang menentukan
kebutuhan gizi sehingga terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan
status gizi (Apriadji, 1986). Secara rata-rata, lelaki mempunyai massa
otot yang lebih banyak dari wanita. Lelaki menggunakan kalori lebih
banyak dari wanita bahkan saat istirahat karena otot membakar kalori
lebih banyak berbanding tipe-tipe jaringan yang lain. Dengan demikian,
perempuan lebih mudah bertambah berat badan berbanding lelaki dengan
asupan kalori yang sama (Galletta, 2005).
3) Perkawinan
Menurut Sobal (1992), perkawinan menyebabkan peningkatan
berat badan karena terjadinya perubahan gaya hidup ke arah yang
cenderung sedentary, pengalokasian kegiatan aktivitas fisik serta
antara kegemukan dan status perkawinan pada laki-laki dewasa di mana
laki-laki yang sudah menikah lebih gemuk dan mengalami obesitas.
d. Faktor Psikologis
Tekanan hidup dapat menyebabkan kondisi mental emosional terganggu. Hal ini berdampak pada peningkatan kejadian kenaikan berat badan. Orang yang mengalami depresi dapat menyebabkan lingkar perutnya meningkat. Selain itu, seseorang yang depresi cenderung memiliki pola hidup yang tidak baik, seperti mengonsumsi minuman beralkohol secara berlebihan dan mengonsumsi makanan berlemak tinggi yang dapat meningkatkan terjadinya kenaikan berat badan (lee, 2005)
1) Stress
Semua peristiwa yang menimbulkan usaha-usaha perubahan pada
diri manusia yang bersangkutan, baik peristiwa yang menyusahkan
maupun menyenangkan, semua dianggap sebagai stres. Roemmich
(2007) menemukan bahwa reaktivitas stres mengawali penyakit
kardiovaskuler sebelum remaja oleh peningkatan total dan obesitas
sentral pada anak. Anak dengan peningkatan reaktivitas heart rate pada
waktu stres memilki peningkatan lemak tubuh, IMT, dan lemak pusat.
Ada dua pola makan abnormal yang bisa menjadi penyebab obesitas
yaitu makan dalam jumlah sangat banyak (binge) dan makan di malam
hari (sindroma makan pada malam hari).
Kedua pola makan ini biasanya dipicu oleh stres dan kekecewaan.
memuntahkan kembali apa yang telah dimakan. Sebagai akibatnya kalori
yang dikonsumsi sangat banyak. Pada sindroma makan pada malam hari,
adalah berkurangnya nafsu makan di pagi hari dan diikuti dengan makan
yang berlebihan, agitasi dan insomnia pada malam hari (Anonim, 2009).
2) Depresi
Rice (1999) menyatakan bahwa depresi adalah gangguan mood,
kondisi emosional berkepanjangan yang mewarnai seluruh proses mental
(berpikir, berperasaan dan berperilaku) seseorang. Gangguan mood dan
gangguan kondisi emosional secara kompleks disebut juga gangguan
mental emosional. Pada umumnya mood yang secara dominan muncul
adalah perasaan tidak berdaya dan kehilangan harapan. Depresi ditandai
dengan perasaan sedih yang psikopatologis, kehilangan minat dan
kegembiraan, berkurangnya energi yang menuju kepada meningkatnya
keadaan mudah lelah yang sangat nyata sesudah bekerja sedikit saja, dan
berkurangnya aktivitas.
Menurut Henry dan Stephens (1997), depresi merupakan reaksi
manusia secara fisik dan mental terhadap berbagai jenis stres. Depresi
berhubungan pada peningkatan jangka panjang BWV (Body Weight
Variability) dan tidak berhubungan dengan level IMT atau trend IMT.
Terdapat hubungan positif yang kuat antara jenis kelamin perempuan
dengan BWV. Hal ini menjelaskan hubungan nyata antara perempuan
dengan depresi (Hasler, 2005). Roberts (2003) menemukan bahwa
obesitas berhubungan dengan peningkatan depresi setelah 5 tahun.
Depresi dapat menyebabkan peningkatan IMT dan sekresi kortisol
4. Hubungan kenaikan berat badan pada remaja putri
Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah respon seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan. Ketika memasuki masa remaja, khususnya masa purbertas, remaja menjadi sangat concern atas pertambahan berat badan mereka. Terjadi perubahan fisiologis tubuh kadangkala mengganggu. Biasanya, hal ini lebih sering dialami remaja putri daripada remaja pria. Bagi remaja putri, mereka mengalami pertambahan jumlah jaringan lemak sehingga mereka akan mudah untuk gemuk apabila mengalami makanan yang berkalori tinggi (Raymond, 2007).
Penelitian dari Muwakhidah dan Diah (2008) Fakultas Ilmu
kesehehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta dengan metode penelitian observasional rancangan case control. Hasil prnrlitian menunujukan bahwa beberapa faktor risiko untuk kelebihan berat badan adalah genetik, kebiasaan makan, aktivitas, psikososial, dll. Banyak jenis makanan cepat saji mengandung kalori tinggi, lemak, gula, dan sodium (Na) tetapi rendah vitamin A, asam ascobrat, kalsium, dan serat. Penelitian ini bertujuan untuk memahami faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan kelebihan berat badan pada Adolescents.
overweigth, Jumlah Pocketmoney bukan faktor risiko kelebihan berat badan lebih sering mengkonsumsi makanan cepat saji tidak faktor risiko untuk kelebihan berat badan. Hal ini disebabkan oleh asupan harian dan remaja aktivitas sebagai faktor risiko langsung untuk overweight. Family Pendapatan, Riwayat Keluarga, Jumlah pocketmoney dan frekuensi mengkonsumsi makanan cepat saji yang tidak signifikan kelebihan berat badan.
C. Gaya Hidup
1. Pengertian gaya hidup
Gaya hidup merupakan kebiasaan hidup seseorang yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan di kehidupan masyarakat sehari-hari. Dari sudut pandang antropologi, gaya hidup merupakan hasil penyaringan dari serentetan interaksi sosial, budaya dan keadaan. Gaya hidup sedentary adalah gaya hidup di mana unsur gerak fisik sangat minimal, sedangkan beban kerja mental sangat maksimal (Kodyat, 1994).
manis, konsumsi jeroan, kegiatan waktu luang, aktivitas fisik (Wahlqvis, 2002).
2. Faktor-faktor Gaya hidup
a. Pola atau kebiasaan makan
Santosa dan Ranti (2004) mengungkapkan bahwa pola makan merupakan berbagai informasi yang memberi gambaran mengenai macam dan jumlah bahan makanan yang dimakan tiap hari oleh suatu orang dan merupakan ciri khas untuk suatu kelompok masyarakat tertentu.
Terjadinya obesitas merupakan dampak dari terjadinya kelebihan asupan energi (energy intake) dibandingkan dengan yang diperlukan (energy expenditure) oleh tubuh sehingga kelebihan asupan energi tersebut disimpan dalam bentuk lemak. Makanan merupakan sumber dari asupan energi. Di dalam makanan yang akan diubah menjadi energi adalah zat gizi penghasil energi yaitu karbohidrat, protein dan lemak (Gee, 2008).
Priyanto (2007) terbukti bahwa kelebihan frekuensi makan makanan utama dan kelebihan asupan energy merupakan faktor risiko kejadian kegemukan.
Menurut Purwati (2007) ada beberapa perilaku terhadap pola makan yang kurang tepat dapat menimbulkan kegemukan, seperti : a. Makan Berlebihan
Mempunyai nafsu makan yang berlebihan merupakan kebiasaan yang buruk, baik dilakukan di rumah, restoran, pertemuan-pertemuan, maupun pesta. Apabila sudah kenyang, jangan sekali-kali menambah porsi makanan meskipun makanan yang tersedia sangat lezat dan merupakan makanan favorit.
b. Makan terburu-buru
Kebiasaan makan secara terburu-buru (tergesa-gesa) akan menyebabkan efek kurang menguntungkan bagi pencernaan dan dapat mengakibatkan cepat merasa lapar kembali. Padahal jika makan dikunyah lebih lama selain kelezatan makanan dapat dinikmati, juga dapat membuat lama waktu makan. Dengan demikian tanpa disadari makanan yang masuk ke mulut relatif lebih sedikit, tetapi rasa kenyang dapat terpenuhi.
c. Menghindari Makan Pagi
Dengan kondisi ini, jika dihitung jumlah kalori yang masuk ke dalam tubuh lebih banyak jika dibandingkan kalau makan pagi. d. Waktu Makan Tidak Teratur
Jika jarak antara dua waktu makan terlalu panjang, ada kecenderungan untuk mengkonsumsi makanan secara ber lebihan. Jika keadaan tersebut berlangsung relatif lama maka akan mengakibatkan kegemukan.
e. Salah Memilih dan Mengolah Makanan
Ada berbagai sebab atau karena ketidaktahuan dimana seseorang salah memilih makanan. Sementara itu banyak juga orang memilih maka nan hanya karena prestise atau gengsi semata. Makanan cepat saji yang banyak ditawarkan sekarang banyak mengandung lemak, kalori, dan gula berlebih.
f. Kebiasaan Mengemil Makanan Ringan
darah sehingga menimbulkan rasa lapar dalam waktu cepat (Rimbawan dan Siagian 2004). Mengomsumsi makanan yang mengandung karbohidrat, seperti gula, fruktosa, soft drink, bir dan wine akan menyebabkan berat badan naik karena karbohidrat. Jenis ini lebih muda diserap oleh tubuh. Menurut Wirakusumah (1994), kebiasaan mengonsumsi camilan dapat berdampak baik dan buruk. Camilan yang sehat adalah camilan yang jika dikonsumsi dapat menyumbangkan sejumlah zat gizi yang signifikan tanpa menurunkan selera makan seperti cracker gandum, buah-buahan, dan lain-lain,. Namun apabila camilan yang dikonsumsi tinggi lemak, tinggi gula namum rendah zat gizi, maka akan berakibat buruk salah-satunya adalah risiko terjadinya kegemukan.
g. Kurangnya makan sayuran dan buah
diperlukan oleh tubuh (Pratiwi, 2010). Menurut Hui (1985), sayur dan buah dapat mencegah kejadian obesitas karena dapat mengurangi rasa lapar namun tidak menimbulkan kelebihan lemak, kolesterol, dan sebagainya. Sayur dan buah umumnya mengandung serat kasar yang dapat membantu melancarkan pencernaan dan mencegah konstipasi. Banyak orang yang kurang menyukai sayuran dalam menu makanan dengan alasan karena rasanya yang kurang enak. Pola makan keluarga tertentu yang tidak mengutamakan sayuran dan buah dalam menu makanan utama menambah parah kurangnya asupan sayuran. Menurut Nalle (2005), Kekurangan serat dapat menyebabkan berbagai gangguan penyakit, seperti penyakit jantung koroner (penyempitan arteri akibat penumpukan lemak), diabetes, kegemukan, dan aterosklerosis.
h. Makan makanan berlemak
disimpan sebagai glikogen dalam jumlah terbatas dan sisanya lemak, protein akan dibentuk sebagai protein tubuh dan sisanya lemak, sedangkan lemak akan disimpan sebagai lemak. Tubuh memiliki kemampuan menyimpan lemak yang tidak terbatas. makan jeroan adalah organ-organ selain otot dan tulang hewan ternak yang masih dapat dikonsumsi. Di berbagai daerah di Indonesia, hampir semua bagian jeroan dimasak untuk makanan manusia, sebut saja ayam. Jeroan ayam banyak yang bisa diambil manfaatnya, seperti hati, ampela, usus. Jeroan (usus, hati, babat, lidah, jantung, otak, dan paru) banyak mengandung asam lemak jenuh (saturated fatty acid/SFA).
Jeroan mengandung kolesterol 4-15 kali lebih tinggi dibandingkan dengan daging. Makanan berkalori tinggi, seperti jeroan dan sebagainya, dapat merangsang seseorang untuk mengonsumsi kalori dalam jumlah lebih dan lebih banyak lagi sehingga dapat memacu kegemukan (Wikipedia, 2009).
b. Status gizi
a. Indeks Massa Tubuh (IMT)
badan lebih akan meningkatkan resiko terhadap penyakit degeneratif. Oleh karena itu, mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup yang lebih panjang.
Penggunaan IMT sebagai baku pengukuran obesitas dapat digunakan untuk orang dewasa berumur di atas 18 tahun (Supariasa et al., 2002; Sugondo, 2006). Keuntungan IMT adalah tinggi dan berat badan mudah diukur oleh tenaga yang cukup dilatih sekadarnya dan handal pada berbagai keadaaan. Kelemahan IMT adalah tidak menunjukkan persentase lemak tubuh seseorang (Supariasa et al., 2002; Lisbet, 2004).
Untuk mengetahui nilai IMT, dapat dihitung dengan rumus berikut:
IMT = 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝐾𝑔)
𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖𝐵𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑚)𝑥𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖𝐵𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑚)
b. Klasifikasi berat badan
Tabel 2.1 Batas Ambang IMT Untuk Orang Dewasa Indonesia
Kategori IMT
Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat
Kekurangan berat badan tingkat ringan
<17,0 17,0 - 18,4
Normal Normal 18,5-25,0
Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan
Kelebihan berat badan tingkat berat
25,1-27,0 >27,0
(Depkes RI, 1994)
Jika seseorang termasuk kategori :
1. IMT < 17,0: keadaan orang tersebut disebut kurus dengan kekurangan berat badan tingkat berat atau Kurang Energi Kronis (KEK) berat.
2. IMT 17,0 – 18,4: keadaan orang tersebut disebut kurus dengan kekurangan berat badan tingkat ringan atau KEK ringan.
Penting untuk diingat bahwa meskipun IMT berkorelasi dengan jumlah lemak tubuh, IMT tidak secara langsung mengukur lemak tubuh. Pada beberapa orang, seperti atlet, mungkin memiliki IMT yang tergolong sebagai kelebihan berat badan meskipun mereka tidak memiliki tubuh yang kelebihan lemak. Klasikfikasi berat badan berdasarkan World Health Organization (WHO)
Indeks Massa Tubuh (IMT)
Kategori
<18,5 Berat badan kurang
18,5-24,9 Berat badan normal
25-29,9 Berat badan berlebih
30-34,9 Obesitas I
c. Hubungan Pola makan dengan kenaikan berat badan pada remaja
putri
Pengalaman dalam pemilihan makanan penting diperhatikan karena remaja sudah menginjak tahap independensi. Mereka bisa memilih makanan apa saja yang disukainya, bahkan tidak berselera lagi makan bersama keluarga di rumah. Aktivitas yang banyak dilakukan di luar rumah membuat seorang remaja sering dipengaruhi rekan sebayanya. Pemilihan makanan tidak lagi didasarkan pada kandungan gizi tetapi sekedar bersosialisasi, untuk kesenangan dan supaya tidak kehilangan status. Hal ini bisa menyebabkan remaja termasuk dalam nutritionally vulnerable group (Khomsan, 2003).
Penelitian Adityawarman observasional dengan pendekatan cross sectional. Berdasarkan dari data yang diperoleh ternyata ada hubungan antara pola makan dengan berat badan lebih pada remaja SMAN 4 Semarang, dimana diketahui tingkat signifikansi p = 0.005, artinya pola makan merupakan faktor resiko dari kejadian overweight, dimana anak yang mempunyai pola makan berlebih dan sangat berlebih mempunyai rasio prevalens 3.00 untuk mempunyai berat badan lebih dan secara statistik terdapat hubungan bermakna antara pola makan dan berat badan lebih.
tubuhnya dan 43 subyek (59,7%) merasa puas terhadap bentuk tubuhnya. Sebagian besar (56,9%) belum menjalankan perilaku makan yang baik dan 31 subyek (43,1%) sudah menjalankan perilaku yang baik. Terdapat hubungna yang bermakna antara body image dengan stus gizi (r = 0,482 p = 0,001) dan perilaku makan dengan satus gizi (r = 0,507 p = 0,001).
Penelitian ini menyimpulkan bahwa perilaku makan siswa obesitas adalah rata-rata tinggi kalori, tinggi lemak dan memiliki porsi makan yang tidak berimbang dengan energy yang dikeluarkan. Sehingga hal ini yang menjadi penyebab semakin meningkatnya berat badan siswa-siswi dan menambah timbunan lemak tubuh.
d. Aktivitas fisik
Aktivitas fisik merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan kebutuhan energi (energy expenditure), sehingga apabila aktivitas fisik rendah maka kemungkinan terjadinya obesitas akan meningkat. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa lamanya kebiasaan menonton televisi (inaktivitas) berhubungan dengan peningkatan prevalensi obesitas. Sedangkan aktivitas fisik yang sedang hingga tinggi akan mengurangi kemungkinan terjadinya obesitas (Gwartney, 2005).
akan menimbulkan kegemukan (Thomas, 2003). Kemudian Williamso (2005) dan Rissanen (1991) menyatakan bahwa rendahnya aktivitas fisik merupakan faktor yang paling bertanggung jawab terhadap terjadinya obesitas. Sebagai contoh, obesitas tidak terjadi pada para atlet yang aktif, sedangkan para atlet yang berhenti melakukan latihan olah raga lebih sering mengalami kenaikan berat badan dan kegemukan.
Kategori tingkat aktifitas Physical Activity Level (PAL) dibedakan menjadi tiga, yaitu aktifitas ringan, sedang dan berat. Aktifitas fisik ringan memiliki nilai PAL antara 1.40-1.69. Seseorang yang mempunyai aktifitas fisik yang ringan menggunakan kendaraan untuk transportasi, tidak berolahraga, dan cenderung meluangkan waktu hanya untuk kegiatan yang dilakukan dengan duduk dan berdiri, dengan sedikit gerakan tubuh.
Menurut Catursari (1990) dalam Sukadji (2000), jika ditinjau menurut kegiatan formal dan non-formal, waktu luang adalah waktu di luar jam kerja atau sekolah, di luar kewajiban-kewajiban yang diberikan oleh keluarga dan masyarakat, kegiatan makan, tidur atau istirahat dan pemenuhan kebutuhan fisiologis lainnya. Kegiatan waktu luang dapat berupa rekreasi, berkebun, berkumpul dengan keluarga, dan sebagainya.
Menurut Sukadji (2000) kegiatan waktu luang dapat dibagi menjadi 4 jenis yaitu :
1. Kegiatan relaksasi aktif, misalnya berkebun, membetulkan alat rumah tangga, memperbaiki sepeda motor. Kegiatan tersebut karena sifatnya produktif, cenderung meningkatkan keterampilan dan harga diri.
2. Kegiatan relaksasi pasif, contohnya menonton televisi, mendengarkan musik, dan membaca tulisan ringan. Namun, terlalu banyak kegiatan relaksasi pasif, bisa membuat kehilangan waktu untuk kegiatan yang lebih produktif.
3. Kegiatan rekreasi yang bisa Anda pilih antara lain: beristirahat, berolah raga, menggeluti hobi, membaca buku, hingga menjadi pendukung dari suatu tim sepakbola.
Kegiatan ini selain meningkatkan keterampilan, juga menimbulkan rasa sukses telah membuat sesuatu.
e. Hubungan aktivitas fisik dengan kenaikan berat badan pada
remaja putri
Aktifitas fisik menentukan kondisi kesehatan seseorang. Aktifitas fisik adalah gerakan yang dilakukan otot-otot tubuh dan sistem penunjangnya. Selama melakukan aktifitas fisik, otot membutuhkan energi untuk menghantarkan zat-zat gizi dan oksigen ke seluruh tubuh dan mengeluarkan sisa-sisa tubuh. Banyaknya energi yang dibutuhkan tergantung pada berapa banyak otot yang bergerak, berapa lama dan berapa berat pekerjaan yang dilakukan (Almatsier, 2002).
Penelitian Adityaarman (2011) hasil menunjukan berdasarkan dari data yang diperoleh ternyata ada hubungan antara aktivitas fisik dengan berat badan lebih pada remaja SMAN 4 Semarang, dimana diketahui tingkat signifikansi p = 0,000 artinya, aktivitas fisik merupakan faktor resiko dari kejadian overweight, dimana anak yang beraktivitas fisik ringan mempunyai rasio prevalens 4.125 untuk mempunyai berat badan lebih dan menurut statistik terdapat hubungan bermakna antara aktivitas fisik dan berat badan lebih.
beban psikologis, menambah tekanan darah, menambah hiperkolesterolemia, menambah kemungkinan diabetes, menambah resiko kanker, menambah resiko kematian, menambah resiko penyakit pembuluh jantung koroner. Aktivitas fisik (olahraga) sangat berpengaruh terhadap terpeliharanya kapasitas organ-organ faal tubuh. Terpeliharanya kapasitas organ-organ faal tubuh akan dapat memperlancar semua system yang terdapat didalam tubuh. Khusus berfungsinya secara baik organ-organ system pencernaan akan dapat memperlancar proses metabolisme sehingga penimbunan lemak maupun asam laktat yang berlebihan dapat dikurangi. Dengan penimbunan lemak dan asam laktat yang sedikit maka akan dapat mengurangi terjadinya obisitas.
3. Hubungan gaya hidup (pola makan dan aktivitas fisik) dengan
kenaikan berat badan pada remaja putri
Pola hidup sedentarian dan maraknya ketersediaan akses teknologi dan transportasi memiliki kaitan yang sangat erat terhadap kejadian obesitas sentral.
(komputer/laptop dan AC) diperoleh nilai p masing-masing 0,015 dan 0,000 serta adanya pembantu yang mengurus pekerjaan rumah tangga diperoleh nilai p=0,045.
D. Kerangka Teori Penelitian
Sumber : modifikasi kopelman, (2002) dan Wahlqvis, (2002)
Faktor Genetik
• Umur
• Jenis Kelamin
• perkawinan Faktor demografi
Kenaikan berat badan • stres
• depresi Faktor psikologis
• Faktor sosial, budaya & Ekonomi
• Gaya hidup
1.Pola atau kebiasaan makan (Konsumsi 2.Kebiasaan merokok 3.Kebiasaan minum
E. Kerangka konsep penelitian
Variabel independen Variabel dependen
F. Hipotesis Hubungan
H1 : Ada hubungan pola makan dengan kenaikan berat badan
H2 : Ada hubungan aktivitas fisik dengan kenaikan berat badan
H3 :Ada hubungan gaya hidup (pola makan dan aktivitas fisik) dengan kenaikan berat badan
• Gaya hidup
1. Pola atau kebiasaan makan (Konsumsi sayur
dan buah, Konsumsi
makanan berlemak, Konsumsi cemilan, Konsumsi makanan manis, Konsumsi jeroan) 2. Aktivitas fisik (Kegiatan
waktu luang dan kebiasaan tidur)