• Tidak ada hasil yang ditemukan

NILAI EKSTRIM FUNGSIONAL FUNGSI SATU VARIABEL BEBAS SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "NILAI EKSTRIM FUNGSIONAL FUNGSI SATU VARIABEL BEBAS SKRIPSI"

Copied!
151
0
0

Teks penuh

(1)

NILAI EKSTRIM FUNGSIONAL

FUNGSI SATU VARIABEL BEBAS

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh :

Felisitas Sekar Dayu Rinakit

NIM : 081414069

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

i

NILAI EKSTRIM FUNGSIONAL

FUNGSI SATU VARIABEL BEBAS

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh :

Felisitas Sekar Dayu Rinakit

NIM : 081414069

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

(6)
(7)

vi

ABSTRAK

Felisitas Sekar Dayu Rinakit, 2013. Nilai Ekstrim Fungsional Fungsi Satu Variabel Bebas. Skripsi. Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Skripsi ini membahas tentang pengertian fungsional, nilai ekstrim suatu fungsional, dan persamaan Euler. Selama ini telah banyak dibahas mengenai nilai ekstrim suatu fungsi baik itu fungsi satu variabel maupun fungsi beberapa variabel. Kali ini, dalam skripsi ini akan dibahas mengenai nilai ekstrim suatu fungsional.

Fungsional adalah salah satu jenis fungsi, di mana variabel bebasnya merupakan fungsi, dengan kata lain fungsional merupakan fungsi dari fungsi. Daerah asal suatu fungsional adalah ruang fungsi, dan daerah hasilnya adalah himpunan bilangan real. Nilai ekstrim relatif suatu fungsional dapat dibedakan menjadi dua, yaitu nilai ekstrim kuat dan nilai ekstrim lemah. Nilai ekstrim kuat pada fungsional adalah nilai ekstrim pada ruang yang lebih besar (luas). Nilai ekstrim lemah pada fungsional adalah nilai ekstrim pada ruang yang lebih kecil (sempit). Ruang yang lebih sempit itu adalah himpunan bagian sejati dari ruang yang lebih besar. Syarat perlu suatu fungsional mencapai nilai ekstrim di suatu titik tertentu yaitu diferensial dari fungsional di titik itu adalah 0.

Ada suatu teorema mengenai syarat perlu untuk suatu nilai ekstrim dari fungsional yang berbentuk 𝐽 𝑦 = 𝐹 𝑥𝑎𝑏 ,𝑦(𝑥),𝑦(𝑥) 𝑑𝑥, untuk daerah asal fungsional memenuhi suatu syarat batas; yakni nilai fungsi-fungsi dalam daerah asal tersebut adalah sama pada titik-titik ujung fungsi-fungsi itu. Syarat perlu itu adalah suatu persamaan diferensial, di mana fungsi yang membuat 𝐽[𝑦] memiliki nilai ekstrim, akan memenuhi persamaaan diferensial itu. Persamaan diferensial itu disebut persamaan Euler. Jika 𝑦 =𝑦 (𝑥) membuat 𝐽[𝑦] memiliki nilai ekstrim, maka persamaan Eulernya adalah 𝜕𝐹

𝜕𝑦 𝑥,𝑦 ,𝑦 − 𝑑 𝑑𝑥

𝜕𝐹

𝜕𝑦 𝑥,𝑦 ,𝑦 = 0.

Dalam skripsi ini, teorema mengenai syarat perlu suatu fungsional mencapai nilai ekstrim di suatu titik tertentu akan dibuktikan. Begitu pula dengan teorema tentang persamaan Euler.

(8)

vii

ABSTRACT

Felisitas Sekar Dayu Rinakit, 2013. Extreme Value of Functional for Function With One Independent Variable. Thesis. Mathematics Education Study Program, Mathematics and Science Education Department, Faculty of Teacher Training and Education, Sanata Dharma University, Yogyakarta.

This thesis discusses the definition of a functional, extreme value of a

functional, and Euler’s equation. All this time, there are many discussions about

extreme value of function both function of one variable and several variables. But, this thesis will discuss about extreme value of a functional.

Functional is a kind of function that its independent variable are functions. Or in the other word we can say that functional is a function of function. Domain of a functional is a function space and the range is a set of real number. The relative extreme value of a functional can be differed into two. They are strong extreme value and weak extreme value. The strong extreme value of a functional is an extreme value on a bigger space (broader). The weak extreme value of a functional is an extreme value on a smaller space (narrower). The smaller space is a proper subset of the bigger space. Necessary condition of a functional to get extreme value in a certain point is that its differential in that point is 0.

There is a theorem of necessary condition of extreme value from the functional 𝐽 𝑦 = 𝐹 𝑥𝑎𝑏 ,𝑦(𝑥),𝑦(𝑥) 𝑑𝑥. The domain of that functional should satisfy the boundary condition; i.e. the value of functions on its domain is same at its end points. The necessary condition is a differential equation in which the function that made 𝐽[𝑦] has extreme value, will satisfy the diferential equation. That differential equation is called Euler’s equation. If 𝑦 =𝑦 (𝑥) make 𝐽[𝑦] has extreme value then its Euler’s equation is 𝜕𝐹

𝜕𝑦 𝑥,𝑦 ,𝑦 − 𝑑 𝑑𝑥

𝜕𝐹

𝜕𝑦 𝑥,𝑦 ,𝑦 = 0. In this thesis, theorem of the necessary condition of a function to has extreme value in a certain point will be proved. And also the theorem of Euler’s equation.

(9)
(10)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penyusunan skripsi yang berjudul “Nilai Ekstrim Fungsional Fungsi Satu Variabel Bebas” dapat terselesaikan.

Banyak hambatan dan rintangan yang penulis hadapi dalam proses penyusunan skripsi ini. Namun atas berkat dan rahmat-Nya serta dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, penulis akhirnya dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :

1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.

2. Ketua Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sanata Dharma.

3. Bapak Dr. M. Andy Rudhito, S.Pd. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Sanata Dharma.

4. Ibu Ch. Enny Murwaningtyas, S.Si., M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan saran, bimbingan, dan dorongan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

(11)

x

6. Seluruh dosen Pendidikan Matematika yang telah memberikan banyak ilmu kepada penulis selama kuliah di Universitas Sanata Dharma.

7. Seluruh staf sekretariat JPMIPA.

8. Bapak, ibuk, adik, nenek, serta seluruh keluarga penulis yang selalu memberikan banyak dukungan, dan semangat kepada penulis.

9. Teman-teman P.Mat’08 Soso, Nia, Vika, Ray, Deka, Zeny, Niken, dan yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Terimakasih atas kebersamaannya selama kuliah di Universitas Sanata Dharma.

10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, sehingga penulis meminta saran dan kritik dari pembaca agar kedepannya dapat lebih baik lagi. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih dan semoga skripsi ini dapat berguna untuk pembaca.

Yogyakarta, Desember 2013 Penulis

(12)

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

ABSTRAK ... vi

ABTRACT ... vii

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 2

C. Tujuan Penulisan ... 2

D. Pembatasan Masalah ... 2

E. Manfaat Penulisan ... 3

F. Metode Penulisan ... 3

G. Sistematika Penulisan ... 4

BAB II LANDASAN TEORI ... 5

A. Fungsi ... 5

B. Limit ... 6

C. Kontinuitas ... 11

D. Turunan ... 14

E. Nilai Maksimum dan Minimum ... 20

F. Integral ... 27

G. Kalkulus Multivariabel... 35

H. Deret Tak Hingga ... 45

I. Persamaan Diferensial Biasa ... 54

(13)

xii

A. Ruang Fungsi ... 57

B. Fungsional ... 104

C. Nilai Ekstrim Fungsional Fungsi Satu Variabel Bebas ... 119

BAB IV PERSAMAAN EULER ... 124

BAB V PENUTUP ... 135

A. Kesimpulan ... 135

B. Saran ... 137

(14)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Permasalahan mengenai suatu nilai yang optimum sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya saja dalam mencari luas maksimum, biaya minimum, dan sebagainya.

Dalam kalkulus diferensial, dapat ditemukan 𝑥 sehingga 𝑓(𝑥) mencapai nilai ekstrim. Sedangkan dalam kalkulus peubah banyak, dapat ditemukan (𝑥1,𝑥2,…,𝑥𝑛) sehingga 𝑓(𝑥1,𝑥2,…,𝑥𝑛) mencapai nilai ekstrim. Nilai ekstrim adalah nilai maksimum dan minimum fungsi-fungsi tersebut.

Dalam analisis fungsional, salah satu konsep yang dipelajari adalah konsep tentang fungsional. Fungsional adalah salah satu jenis fungsi, di mana variabel bebasnya merupakan fungsi (atau kurva), dengan kata lain fungsional merupakan fungsi dari fungsi.

Selama ini telah dikenal rumus panjang kurva 𝑦= 𝑓(𝑥), 𝑎 ≤ 𝑥 ≤ 𝑏 yaitu 𝐿= 𝑏 1 + [𝑓′ 𝑥 ]2𝑑𝑥

𝑎 . Rumus tersebut merupakan suatu fungsional dengan variabel bebas fungsi 𝑓(𝑥). Dengan mencari 𝑦= 𝑓(𝑥) agar fungsional tersebut mencapai nilai minimum, itu berarti sama saja dengan mencari kurva yang terpendek.

(15)

nilai ekstrim dari fungsional yang berbentuk 𝐽 𝑦 = 𝐹 𝑥𝑎𝑏 ,𝑦(𝑥),𝑦(𝑥)′ 𝑑𝑥. Syarat perlu itu adalah suatu persamaan diferensial, dimana fungsi yang membuat 𝐽[𝑦] memiliki nilai ekstrim, akan memenuhi persamaaan diferensial itu. Persamaan diferensial itu disebut persamaan Euler. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis akan membahas tentang nilai ekstrim suatu fungsional dan persamaan Euler tersebut.

B. Rumusan Masalah

Pokok permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah : 1. Bagaimana pengertian nilai ekstrim suatu fungsional?

2. Apa yang dimaksud dengan persamaan Euler?

3. Bagaimana isi dan bukti teorema tentang persamaan Euler?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan skripsi ini adalah :

1. Mengetahui pengertian nilai ekstrim suatu fungsional. 2. Mengertahui apa yang dimaksud dengan persamaan Euler. 3. Mengetahui isi dan bukti teorema tentang persamaan Euler.

D. Pembatasan Masalah

(16)

fungsional yang akan dibahas adalah fungsi-fungsi dengan satu variabel bebas.

Penulis juga akan membahas tentang persamaan Euler untuk nilai ekstrim suatu fungsional, dimana daerah asal fungsional memenuhi suatu syarat batas. Syarat batas tersebut yaitu nilai fungsi-fungsi dalam daerah asal adalah sama pada titik-titik ujung fungsi-fungsi tersebut.

Kemudian penulis juga membatasi tentang contoh penerapan persamaan Euler. Contoh persamaan Euler yang akan dibahas hanya berupa persamaan diferensial biasa.

E. Manfaat Penulisan

Manfaat dari pembahasan ini adalah dapat memberikan kejelasan tentang nilai ekstrim suatu fungsional, dan dapat memberikan kejelasan tentang persamaan Euler.

F. Metode Penulisan

(17)

G. Sistematika Penulisan

Dalam bab I akan dibahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, pembatasan masalah, manfaat penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

Dalam bab II akan dibahas tentang teori-teori yang menjadi dasar pembahasan dalam bab III, diantaranya adalah fungsi, limit dan kontinuitas, turunan, nilai maksimum dan minimum fungsi satu variabel bebas, integral, fungsi peubah banyak, turunan parsial, nilai maksimum dan minimum fungsi peubah banyak, deret taylor, dan persamaan diferensial biasa.

Dalam bab III pertama-tama akan dibahas tentang ruang fungsi, di mana ruang-ruang tersebut penting untuk daerah asal suatu fungsional. Setelah itu akan dibahas tentang pengertian dan contoh-contoh fungsional, diferensial suatu fungsional, dan nilai ekstrim suatu fungsional.

Dalam bab IV akan dibahas teorema mengenai syarat perlu untuk suatu nilai ekstrim dari fungsional 𝐽 𝑦 = 𝐹 𝑥𝑎𝑏 ,𝑦(𝑥),𝑦(𝑥) 𝑑𝑥. Syarat perlu itu adalah suatu persamaan diferensial, dimana fungsi yang membuat 𝐽[𝑦] memiliki nilai ekstrim, akan memenuhi persamaaan diferensial itu. Persamaan diferensial itu disebut persamaan Euler.

(18)

5

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Fungsi

Fungsi merupakan alat untuk menyatakan hubungan antara dua buah variabel atau lebih. Andaikan fungsi sebagai suatu mesin, maka dia akan mengolah masukan menjadi keluaran atau disebut juga hasil menurut aturan fungsi tersebut. Masukan dan keluaran itu haruslah anggota dari himpunan, sehingga sebelum membahas tentang fungsi, akan dibahas himpunan terlebih dahulu. Himpunan adalah suatu kumpulan obyek-obyek yang dapat didefinisikan dengan tepat dan dapat dibedakan. Obyek-obyek ini disebut elemen atau anggota dari himpunan tersebut, dan dinotasikan dengan huruf kecil.

Definisi 2.1.1

Himpunan yang tidak mengandung elemen disebut himpunan kosong dan dinotasikan dengan ∅.

Definisi 2.1.2

Fungsi f adalah aturan yang memadankan setiap elemen x dalam himpunan A

(19)

Dalam hal ini, himpunan A dan himpunan B adalah himpunan tidak

kosong. Himpunan A disebut daerah asal (domain) fungsi. Bilangan f(x)

adalah nilai f pada x dan dibaca “f dari x”. Daerah hasil (range) f adalah

himpunan semua nilai f(x) di mana x berubah sepanjang daerah A. Lambang

yang menyatakan suatu bilangan sembarang di daerah asal fungsi f disebut

variabel bebas. Lambang yang menyatakan bilangan di daerah nilai f disebut

variabel tak bebas. Fungsi disebut juga pemetaan.

B. Limit

Dalam limit fungsi, akan dianalisis mengenai perubahan nilai fungsi

ketika masukan atau input fungsi itu bergerak mendekat semakain dekat tetapi

tidak pernah sampai kepada nilai tertentu.

Dituliskan f x L

a

x ( )

lim dan dikatakan “limit f(x) ketika x mendekati a

sama dengan L”, jika kita dapat membuat nilai f(x) sembarang yang dekat

dengan L (sedekat yang kita mau) dengan cara mengambil nilai x yang dekat

dengan a, tetapi tidak sama dengan a.

Limit ini bisa didefinisikan sebagai berikut :

Definisi 2.2.2

Jika f sebuah fungsi yang terdefinisi pada suatu selang terbuka tertentu yang memuat bilangan a, kecuali mungkin pada a itu sendiri, maka dikatakan bahwa limit f(x) untuk x mendekati a adalah L, dan dituliskan f x L

a

(20)

jika untuk setiap bilangan 𝜀 > 0 terdapat bilangan yang berpadanan 𝛿> 0 sedemikian rupa hingga 𝑓 𝑥 − 𝐿 <𝜀 bilamana 0 < 𝑥 − 𝑎 < 𝛿.

Cara lain untuk menuliskan baris terakhir definisi ini adalah : jika 0 < 𝑥 − 𝑎 < 𝛿 maka 𝑓 𝑥 − 𝐿 < 𝜀

Dituliskan f x L

a

xlim ( )

dan dikatakan bahwa limit-kiri f(x) ketika x

mendekati a [atau limit f(x) ketika x mendekati a dari sisi kiri] sama dengan L

jika dapat dibuat f(x) sembarang dekat ke L dengan cara mengambil x cukup

dekat ke a dan x lebih kecil daripada a.

Definisi 2.2.3 (Definisi Limit Sisi-Kiri) L

x f a

xlim ( )

jika untuk setiap bilangan 𝜀 > 0 terdapat bilangan yang

berpadanan 𝛿> 0 sedemikian rupa hingga 𝑓 𝑥 − 𝐿 <𝜀 bilamana 𝑎 − 𝛿< 𝑥< 𝑎.

Dituliskan f x L

a x

  ( )

lim dan dikatakan bahwa limit-kanan f(x) ketika x

mendekati a [atau limit f(x) ketika x mendekati a dari sisi kanan] sama dengan

L jika dapat dibuat f(x) sembarang dekat ke L dengan cara mengambil x cukup

(21)

Definisi 2.2.4 (Definisi Limit Sisi-Kanan)

(22)

8. x a

lim (menurut Hukum Pengurangan limit)

(23)

Ambil 𝜀= 𝐿 − 𝑀 (karena 𝐿> 𝑀 dari pernyataan awal), diperoleh 𝛿> 0 sedemikian sehingga

0 < 𝑥 − 𝑎 < 𝛿 → 𝑔 𝑥 − 𝑓(𝑥) −(𝑀 − 𝐿) < 𝐿 − 𝑀

Karena 𝑎 ≤ 𝑎 untuk setiap bilangan a maka diperoleh 0 < 𝑥 − 𝑎 < 𝛿 → 𝑔 𝑥 − 𝑓(𝑥) −(𝑀 − 𝐿) <𝐿 − 𝑀

0 < 𝑥 − 𝑎 < 𝛿 → 𝑔 𝑥 − 𝑓(𝑥) < 0

0 < 𝑥 − 𝑎 < 𝛿 → 𝑔 𝑥 < 𝑓(𝑥)

Didapat 𝑔 𝑥 < 𝑓(𝑥). Ini bertentangan dengan 𝑓(𝑥) ≤ 𝑔(𝑥). Oleh karena itu, ketidaksamaan 𝐿> 𝑀 adalah salah. Oleh karena itu 𝐿 ≤ 𝑀 yaitu

). ( lim ) (

lim f x g x a x a

x  

Teorema 2.2.2 (Teorema Apit)

Jika 𝑓(𝑥) ≤ 𝑔(𝑥) ≤ 𝑕(𝑥) pada waktu 𝑥 dekat 𝑎 (kecuali mungkin di 𝑎) dan L

x h x

f

a x a

x ( )lim ( )

lim maka limg(x) L. a

x 

Bukti :

𝑓(𝑥) ≤ 𝑔(𝑥) ≤ 𝑕(𝑥)

Misalkan 𝜀> 0 diberikan. Karena f x L

a

x ( )

lim , maka terdapat 𝛿1 > 0 sedemikian sehingga

(24)

0 < 𝑥 − 𝑎 < 𝛿1 → 𝐿 − 𝜀 <𝑓 𝑥 <𝐿+𝜀

Karena h x L a

x ( )

lim , maka terdapat 𝛿2 > 0 sedemikian sehingga

0 < 𝑥 − 𝑎 < 𝛿2 → 𝑕 𝑥 − 𝐿 < 𝜀

0 < 𝑥 − 𝑎 < 𝛿2 → 𝐿 − 𝜀< 𝑕 𝑥 <𝐿+𝜀

pilih 𝛿= min 𝛿1,𝛿2 .

Jika 0 < 𝑥 − 𝑎 <𝛿 maka 0 < 𝑥 − 𝑎 <𝛿1 dan 0 < 𝑥 − 𝑎 <𝛿2, sehingga 𝐿 − 𝜀< 𝑓(𝑥)≤ 𝑔(𝑥)≤ 𝑕 𝑥 < 𝐿+𝜀

𝐿 − 𝜀< 𝑔(𝑥) <𝐿+𝜀

𝑔(𝑥)− 𝐿 < 𝜀

Oleh karena itu, L x g a

x ( ) lim

C. Kontinuitas

Setelah dibahas mengenai fungsi, limit, dan turunan, selanjutnya akan dibahas mengenai kontinuitas suatu fungsi.

Definisi 2.3.1

Sebuah fungsi f kontinu pada sebuah bilangan a jika lim f(x) f(a). a

(25)

Definisi ini secara implisit mensyaratkan tiga hal, jika f kontinu di a : 1. f(a) terdefinisi (yaitu a berada di daerah asal f)

2. lim f(x) a

x ada (sehingga harus memenuhi syarat keberadaan limit)

3. lim f(x) f(a) a

x 

Dari ketiga hal tersebut f(x) haruslah terdefinisi pada suatu selang terbuka yang memuat a, f(x) mempunyai sifat bahwa perubahan kecil pada x

hanya menghasilkan perubahan kecil pada f(x), dan tidak ada celah pada

kurvanya.

Jika salah satu dari ketiga hal tersebut tidak dipenuhi, maka f(x)

dikatakan tidak kontinu di titik a. Jika f(x) tidak kontinu di titik a, maka f(x)

dikatakan diskontinu di a.

Defiinisi 2.3.2

Sebuah fungsi f kontinu dari kanan pada sebuah bilangan a jika )

( ) (

lim f x f a a

x

 dan f kontinu dari kiri pada a jika xlima f(x) f(a).

 

Definisi 2.3.3

(26)

Teorema 2.3.1

Jika 𝑓 kontinu pada 𝑏 dan g x b a

x ( )

lim , maka lim f(g(x)) f(b) a

x 

. Dengan

kata lain, lim f(g(x)) f

limg(x)

a x a

x   .

Bukti :

Fungsi 𝑓 kontinu pada 𝑏, sehingga didapat )

( ) (

lim f y f b b

y 

Ini berarti untuk setiap 𝜀 > 0, terdapat 𝛿1 > 0 sedemikian sehingga jika 0 yb 1 maka f(y) f(b) .

b x g a

x ( ) lim

Ini berarti untuk setiap 𝜀 > 0, terdapat 𝛿> 0 sedemikian sehingga jika 0 xa  maka g(x)b .

Karena 𝑦=𝑔(𝑥), maka didapat g(x)b 1.

Oleh karena itu, mengakibatkan f(g(x)) f(b) .

Oleh karena itu, untuk setiap 𝜀 > 0, terdapat 𝛿> 0 sedemikian sehingga Jika 0 xa  maka f(g(x)) f(b) .

Ini berarti lim f(g(x)) f(b). a

(27)

Teorema 2.3.2

Jika 𝑔 kontinu pada 𝑎, dan 𝑓 kontinu pada 𝑔(𝑎), maka fungsi komposit 𝑓 ∘ 𝑔 yang diberikan oleh 𝑓 ∘ 𝑔 𝑥 = 𝑓(𝑔 𝑥 ) kontinu pada 𝑎.

Bukti :

𝑔 kontinu pada 𝑎, sehingga didapat :

) ( ) (

limg x g a a

x 

Karena 𝑓 kontinu pada 𝑔(𝑎), maka dengan menerapkan teorema 2.3.1, akan diperoleh lim f(g(x)) f(g(a)).

a

x 

Ini berarti fungsi 𝑓(𝑔 𝑥 ) kontinu pada 𝑎.

Karena itu, 𝑓 ∘ 𝑔 𝑥 = 𝑓(𝑔 𝑥 ) kontinu pada 𝑎.

D. Turunan

Dalam kalkulus diferensial permasalahan yang dibahas adalah tentang bagaimana suatu besaran berubah dalam hubungannya terhadap besaran lain. Misalnya antara waktu dan jarak, waktu dan populasi, (dalam kedua hal tersebut perubahan yang dimaksud adalah laju), dan sebagainya.

Turunan adalah sebuah limit unik yang berkaitan dengan masalah bagaimana suatu besaran berubah dalam hubungannya terhadap besaran lain.

Limit unik tersebut adalah sebagai berikut : lim ( ) ( ).

0 h

x f h x f h

 

(28)

Suatu fungsi f(x) dikatakan terdifirensialkan pada titik 𝑥=𝑎 asalkan nilai limit unik pada titik tersebut ada (terdefinisi).

Definisi 2.4.1

asalkan limit ini ada.

Jika dituliskan 𝑥=𝑎+𝑕 , maka 𝑕= 𝑥 − 𝑎 , dan h mendekati 0 jika dan hanya jika x mendekati 𝑎. Karena itu, cara setara mendefinisikan turunan

adalah '( ) lim ( ) ( ).

Diberikan sembarang bilangan x yang bersifat bahwa

h dipandang sebagai suatu fungsi baru, disebut turunan dari f dan didefinisikan

sebagai berikut '( ) lim ( ) ( ).

(29)

Semua notasi ini mewakili ekspresi limit unik

disebut turunan, sehingga

h

' ada. (menurut definisi 2.4.1)

(30)

lim ( ) ( ).lim(x a)

 (menurut aturan hasil kali) = 𝑓′ 𝑎 . 0 = 0

 (menurut aturan penjumlahan)  f(a)0 f(a)

Berikut adalah kemungkinan-kemungkinan di mana fungsi 𝑓 𝑥 gagal memiliki turunan di 𝑥=𝑎 di dalam domainnya :

Pada umumnya jika grafik suatu fungsi f mempunyai “pojok” atau “patahan” di dalamnya, maka grafik fungsi f tidak dapat didiferensialkan pada kondisi tersebut. (saat menghitung f”(a), kita akan menemukan bahwa limit kiri dan limit kanan berlainan sehingga turunan pada titik itu tidak ada)

(31)

kemiringan garis singgung 𝑦= 𝑓(𝑥) di suatu titik adalah turunan 𝑓 di titik tersebut, sehingga turunannya juga tidak terdefinisi.

Pada sembarang ketidakkontinuan maka f gagal untuk dapat didiferensialkan. (menurut teorema 2.4.1)

Rumus-Rumus Turunan : 1. 𝑑

𝑑𝑥 𝑐 = 0 (Turunan Fungsi Konstanta)

2. Jika 𝑛 sembarang bilangan real, maka :

𝑑

𝑑𝑥 𝑥𝑛 =𝑛𝑥𝑛−

1 (Aturan Pangkat)

3. Jika c konstanta dan f fungsi yang dapat didiferensialkan, maka :

𝑑

𝑑𝑥[𝑐𝑓 𝑥 ] =𝑐 𝑑

𝑑𝑥𝑓(𝑥) (Aturan Perkalian Konstanta)

4. Jika 𝑓 dan 𝑔 keduanya dapat didiferensialkan, maka :

𝑑

𝑑𝑥 𝑓 𝑥 +𝑔 𝑥 = 𝑑

𝑑𝑥 𝑓 𝑥 +

𝑑

𝑑𝑥 𝑔(𝑥) (Aturan Jumlah)

5. Jika 𝑓 dan 𝑔 keduanya dapat didiferensialkan, maka :

𝑑

𝑑𝑥 𝑓 𝑥 − 𝑔 𝑥 = 𝑑

𝑑𝑥 𝑓 𝑥 − 𝑑

𝑑𝑥 𝑔(𝑥) (Aturan Selisih)

6. Jika 𝑓 dan 𝑔 keduanya dapat didiferensialkan, maka :

𝑑

𝑑𝑥 𝑓 𝑥 𝑔 𝑥 =𝑓(𝑥) 𝑑

𝑑𝑥[𝑔 𝑥 ] +𝑔(𝑥) 𝑑

𝑑𝑥[𝑓 𝑥 ] (Aturan Hasil Kali)

7. Jika 𝑓 dan 𝑔 keduanya dapat didiferensialkan, maka :

𝑑 𝑑𝑥

𝑓(𝑥)

𝑔(𝑥) =

𝑔 𝑥 𝑑𝑥𝑑[𝑓 𝑥 ]−𝑓 𝑥 𝑑

𝑑𝑥[𝑔 𝑥 ]

(32)

Sekarang akan dibahas tentang turunan yang lebih tinggi. Jika fungsi 𝑓 dapat diturunkan, maka turunannya yaitu 𝑓’ juga berupa fungsi, sehingga 𝑓’ bisa jadi mempunyai turunan tersendiri yang dinyatakan oleh 𝑓′ ′ =𝑓′′.

Fungsi 𝑓′′ yang baru ini disebut turunan kedua dari 𝑓 karena 𝑓’’ merupakan turunan dari turunan 𝑓.

Notasi-notasi dari turunan kedua dari 𝑦 =𝑓(𝑥) adalah sebagai berikut : 𝑑

𝑑𝑥 𝑑𝑦 𝑑𝑥 =

𝑑2𝑦

𝑑𝑥2 = 𝑓′′ 𝑥 =𝐷 2𝑓(𝑥)

Turunan ketiga 𝑓’’’ adalah turunan dari turunan kedua : 𝑓′′′ = (𝑓′′)′ . Notasi-notasi untuk turunan ketiga adalah :

𝑦′′′ =𝑓′′′ 𝑥 = 𝑑

𝑑𝑥 𝑑2𝑦 𝑑𝑥2 =

𝑑3𝑦

𝑑𝑥 =𝐷3𝑓(𝑥)

Umumnya turunan ke-𝑛 dari 𝑓dinyatakan oleh 𝑓(𝑛)dan diperoleh dari f

dengan cara menurunkan n kali. Jika 𝑦=𝑓(𝑥), maka dapat dituliskan :

𝑦(𝑛) = 𝑓(𝑛) 𝑥 =𝑑 (𝑛)𝑦

𝑑𝑥 = 𝐷(𝑛)𝑓(𝑥)

Kali ini akan dibahas tentang diferensial. Jika 𝑦 𝑥 =𝑓(𝑥), dengan 𝑓(𝑥) adalah suatu fungsi yang terdiferensialkan, maka diferensial 𝑑𝑥 adalah peubah bebas; yakni 𝑑𝑥 dapat diberi nilai sembarang bilangan real. Kemudian diferensial 𝑑𝑦 didefinisikan dalam bentuk 𝑑𝑥 oleh persamaaan

𝑑𝑦=𝑓′ 𝑥 𝑑𝑥

(33)

Besar dari ∆𝑦 dapat dituliskan sebagai berikut :

∆𝑦=∆(𝑓 𝑥 =𝑓 𝑥+∆𝑥 − 𝑓(𝑥)

Misalkan 𝑑𝑥 =∆𝑥, sehingga ∆𝑦 menyatakan besarnya kurva 𝑦 =𝑓(𝑥) (perubahan tinggi kurva) jika 𝑥 berubah sebesar ∆𝑥= 𝑑𝑥.

Kemiringan suatu garis singgung 𝑦 =𝑓(𝑥) di suatu titik adalah turunan 𝑓 ; yakni 𝑓′ di titik tersebut. Sehingga tinggi dari garis singgung adalah 𝑓′(𝑥)∆𝑥. Karena 𝑑𝑥 =∆𝑥, maka tinggi dari garis singgung adalah 𝑓(𝑥)𝑑𝑥.

Padahal 𝑑𝑦=𝑓′ 𝑥 𝑑𝑥, sehingga 𝑑𝑦 menyatakan besarnya garis singgung (tinggi garis singgung) jika 𝑥 berubah sebesar ∆𝑥 =𝑑𝑥.

E. Nilai Maksimum dan Minimum

Kali ini akan dibahas tentang salah satu penerapan turunan yaitu masalah pengoptimalan. Di sini akan dicari nilai yang optimum dari suatu fungsi. Pengoptimalan tersebut bisa jadi mencari nilai maksimum atau minimum suatu fungsi. Karena itu, akan dibahas terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan nilai maksimum dan minimum.

Definisi 2.5.1

(34)

nilai minimum f pada D. Nilai maksimum dan minimum f disebut nilai ekstrim f.

Definisi 2.5.2

Fungsi f mempunyai maksimum lokal (atau maksimum relatif) di c jika 𝑓(𝑐)≥ 𝑓(𝑥) bilamana x dekat c [ini berarti bahwa 𝑓(𝑐)≥ 𝑓(𝑥) untuk semua 𝑥 di dalam suatu selang terbuka yang mengandung 𝑐]. Secara serupa, f

mempunyai minimum lokal di c jika 𝑓(𝑐)≤ 𝑓(𝑥) bilamana x dekat c.

Teorema 2.5.1

Jika fungsi f kontinu pada selang tertutup 𝑎,𝑏 , maka f mencapai nilai maksimum mutlak f(c) dan minimum mutlak f(d) pada suatu bilangan c dan d

dalam 𝑎,𝑏 .

Bukti :

Fungsi f kontinu pada selang tertutup 𝑎,𝑏 sehingga menurut definisi 2.3.3 fungsi f kontinu pada 𝑎,𝑏 yaitu kontinu di setiap titik dalam 𝑎,𝑏 , kontinu kanan di a yaitu lim f(x) f(a)

a

x  

, dan kontinu kiri di b yaitulim f(x) f(b) b

x  

Di sini daerah asal fungsi f adalah 𝑎,𝑏 .

Karena f kontinu pada 𝑎,𝑏 sehingga untuk c di interval 𝑎,𝑏 didapat ).

( ) (

lim f x f c c

x 

(35)

bilangan real terdapat 𝑓(𝑐1) di mana 𝑓(𝑐1)≥ 𝑓(𝑐𝑛) untuk 𝑛 sepanjang interval 𝑎,𝑏 dan terdapat 𝑓(𝑐2) di mana 𝑓(𝑐2) ≤ 𝑓(𝑐𝑛) untuk 𝑛 sepanjang interval 𝑎,𝑏 .

Menurut definisi 2.5.1, f memiliki maksimum mutlak dan minimum mutlak di daerah asal f yaitu dalam selang tertutup 𝑎,𝑏 .

Dari teorema di atas dapat dikatakan bahwa jika fungsi itu tidak kontinu atau fungsi itu tidak berada pada selang tertutup 𝑎,𝑏 maka fungsi itu bisa jadi tidak mempunyai atau belum tentu mempunyai nilai ekstrim di 𝑎,𝑏 .

Teorema 2.5.2 (Teorema Fermat)

Jika 𝑓 mempunyai maksimum atau minimum lokal di 𝑐 dan jika 𝑓′(𝑐) ada maka 𝑓′ 𝑐 = 0.

Bukti :

Andaikan f mempunyai maksimum lokal di c, sehingga menurut definisi 2.5.2, 𝑓(𝑐)≥ 𝑓(𝑥) jika x cukup dekat ke c. Ini berarti jika ada h cukup dekat ke 0, dengan h positif atau negatif, maka

𝑓(𝑐) ≥ 𝑓(𝑐+𝑕)

oleh karena itu,

𝑓 𝑐+𝑕 − 𝑓(𝑐)≤ 0

(36)

Oleh karena itu, jika 𝑕> 0, dan 𝑕 cukup kecil, dapat diperoleh : 𝑓 𝑐+𝑕 − 𝑓(𝑐)

𝑕 ≤ 0

Dengan mengambil limit kanan (karena 𝑕> 0 ) kedua ruas ketidaksamaan ini, diperoleh :

(menurut teorema 2.3.1)

0

 ada. (menurut definisi 2.4.1) Oleh karena itu,

(menurut syarat keberadaan limit)

0 bilangan negatif sehingga arah ketidaksamaannya berbalik.

Oleh karena itu, jika 𝑕< 0, dan 𝑕 cukup kecil, dapat diperoleh : 𝑓 𝑐+𝑕 − 𝑓(𝑐)

(37)

Dengan mengambil limit kiri (karena 𝑕< 0 ) kedua ruas ketidaksamaan ini,

 ada. (menurut definisi 2.4.1) Oleh karena itu,

(menurut syarat keberadaan limit)

0

positif atau negatif, maka

𝑓(𝑐) ≤ 𝑓(𝑐+𝑕)

oleh karena itu,

(38)

Kedua ruas ketidaksamaan dapat dibagi dengan bilangan positif, sehingga arah ketidaksamaannya tetap.

Oleh karena itu, jika 𝑕> 0, dan 𝑕 cukup kecil, dapat diperoleh : 𝑓 𝑐+𝑕 − 𝑓(𝑐)

𝑕 ≥ 0

Dengan mengambil limit kanan (karena 𝑕> 0 ) kedua ruas ketidaksamaan ini, diperoleh :

 ada. (menurut definisi 2.4.1)

Oleh karena itu,

(menurut syarat keberadaan limit)

(39)

Oleh karena itu, jika 𝑕< 0, dan 𝑕 cukup kecil, dapat diperoleh :

 ada. (menurut definisi 2.4.1) Oleh karena itu,

(menurut syarat keberadaan limit)

0

Bilangan kritis dari suatu fungsi f adalah suatu bilangan c di dalam daerah asal

(40)

Dalam bentuk bilangan kritis, Teorema Fermat tadi dapat dinyatakan ulang sebagai berikut :

Jika f mempunyai maksimum atau minimum lokal di c, maka c adalah bilangan kritis f.

Berikut ini adalah metode untuk mencari nilai maksimum dan minimum mutlak, metode ini disebut Metode Selang Tertutup.

Untuk mencari nilai maksimum dan minimum mutlak suatu fungsi kontinu 𝑓 pada selang tertutup 𝑎,𝑏 langkah-langkahnya adalah sebagai berikut

1. Cari nilai f pada bilangan kritis f di dalam 𝑎,𝑏 2. Cari nilai f pada titik-titik ujung selang

3. Yang terbesar di antara nilai dari langkah 1 dan 2 adalah nilai maksimum mutlak ; yang terkecil di antara nilai-nilai ini adalah nilai minimum mutlak.

F. Integral

(41)

dari suatu fungsi f yang diketahui. Jika fungsi F itu ada, maka F disebut antiturunan dari f.

Definisi 2.6.1

Fungsi F disebut antiturunan dari f pada interval I jika 𝐹′ 𝑥 = 𝑓(𝑥).

Teorema 2.6.1

Jika F antiturunan dari f pada interval I, maka antiturunan dari f pada I yang paling umum adalah F(x)+C dengan C konstanta.

Bukti :

Andaikan F antiturunan dari f pada interval I sehingga : 𝐹′ 𝑥 = 𝑓(𝑥) (menurut definisi 2.6.1)

𝐹′(𝑥) + 0 =𝑓 𝑥

𝑑

𝑑𝑥 𝐹 𝑥 + 0 =𝑓 𝑥

𝑑

𝑑𝑥 𝐹 𝑥 + 𝑑

𝑑𝑥(𝐶) =𝑓 𝑥 , untuk C adalah konstanta. (menurut Turunan

Fungsi Konstanta)

𝑑

𝑑𝑥 𝐹 𝑥 +𝐶 =𝑓 𝑥 (menurut aturan penjumlahan )

Oleh karena itu, didapat 𝑑

𝑑𝑥 𝐹 𝑥 +𝐶 = 𝑑

𝑑𝑥 𝐹 𝑥 =𝑓 𝑥

Oleh karena itu,

(42)

Selanjutnya akan dibahas tentang integral tentu.

f( ) adalah sebuah bilangan, integral tentu tersebut tidak

tergantung kepada x. Dapat digunakan sembarang huruf di tempat x tanpa mengubah nilai integral.

Berikut ini adalah sifat-sifat integral tentu. Andaikan bahwa f dan g

adalah fungsi-fungsi kontinu, maka :

(43)

3. cf x dx c f xdx

Sekarang, akan dibahas tentang Teorema Dasar Kalkulus. Teorema Dasar Kalkulus ini mengaitkan antara kalkulus diferensial dan kalkulus integral, yaitu hubungan timbal balik antara keduannya.

Misalkan 𝑓 kontinu pada [𝑎,𝑏] dan didefinisikan fungsi baru 𝑔, yaitu :

mana 𝑥 adalah peubah batas atas dalam integral. Jika 𝑥 bilangan tetap, maka

(44)

dt t f

x

a

( ) juga akan berubah-ubah menurut 𝑥. Oleh karena itu, dapat

didefinisikan bahwa 𝑔(𝑥) adalah fungsi dari 𝑥.

Teorema 2.6.2 (Teorema Dasar Kalkulus Bagian 1)

Jika 𝑓 kontinu pada [𝑎,𝑏], maka fungsi 𝑔 yang didefinisikan oleh

𝑔 𝑥 = 𝑓 𝑡 𝑑𝑡 𝑎 ≤ 𝑥 ≤ 𝑏

𝑥

𝑎

adalah kontinu pada [𝑎,𝑏] dan terdiferensialkan pada (𝑎,𝑏) dan 𝑔′ 𝑥 =𝑓(𝑥).

Bukti :

Fungsi 𝑓 kontinu pada [𝑎,𝑏].

𝑔 𝑥 = 𝑓 𝑡 𝑑𝑡 𝑎 ≤ 𝑥 ≤ 𝑏

𝑥

𝑎

Jika 𝑥 dan (𝑥+𝑕) berada dalam (𝑎,𝑏) maka

𝑔 𝑥+𝑕 − 𝑔 𝑥 = 𝑓 𝑡

𝑥+𝑕

𝑎

𝑑𝑡 − 𝑓 𝑡

𝑥

𝑎

𝑑𝑡

= 𝑓 𝑡 𝑎𝑥 𝑑𝑡+ 𝑥𝑥+𝑕𝑓(𝑡)𝑑𝑡 − 𝑓 𝑡 𝑎𝑥 𝑑𝑡 (menurut sifat integral tentu; yakni sifat ke 5)

(45)

Oleh karena itu, untuk 𝑕 ≠0,

𝑔 𝑥+𝑕 −𝑔 𝑥

𝑕 =

1

𝑕 𝑓 𝑡 𝑥

𝑥 𝑑𝑡 (1)

Kali ini, anggap bahwa 𝑕 > 0. Karena 𝑓 kontinu pada [𝑥,𝑥+𝑕], menurut teorema 2.5.1, terdapat bilangan 𝑢 dan 𝑣 dalam [𝑥,𝑥+𝑕] sedemikian sehingga 𝑓 𝑢 =𝑚 dan 𝑓 𝑣 = 𝑀, dengan 𝑚 dan 𝑀 adalah nilai minimum dan maksimum mutlak 𝑓 pada [𝑥,𝑥+𝑕]. Menurut sifat integral; yakni sifat 8 didapat :

𝑚𝑕 ≤ 𝑓(𝑡)

𝑥+𝑕

𝑥

𝑑𝑡 ≤ 𝑀𝑕

𝑓(𝑢)𝑕 ≤ 𝑓 𝑡

𝑥+𝑕

𝑥

𝑑𝑡 ≤ 𝑓(𝑣)𝑕

Karena 𝑕> 0, ketaksamaan ini dapat dibagi dengan 𝑕 :

𝑓(𝑢) ≤ 1

𝑕 𝑓 𝑡

𝑥+𝑕

𝑥

𝑑𝑡 ≤ 𝑓(𝑣)

Gunakan persamaan 1 untuk menggantikan bagian tengah kesamaan ini : 𝑓(𝑢) ≤𝑔 𝑥+𝑕 −𝑔 𝑥

𝑕 ≤ 𝑓(𝑣) (2)

Ketaksamaan 2 dapat dibuktikan dalam cara serupa untuk kasus 𝑕 < 0.

Sekarang, biarkan 𝑕 →0. Maka 𝑢 → 𝑥 dan 𝑣 → 𝑥, Karena 𝑢 dan 𝑣 terletak di antara 𝑥 dan 𝑥+𝑡. Karena itu,

) ( ) ( lim ) ( lim

0 f u u x f u f x

(46)

karena 𝑓 kontinu di 𝑥. (definisi 2.3.1)

Dari persamaan 2 dan teorema 2.2.2 (teorema apit), maka didapat : 𝑔′ 𝑥 = lim

𝑕→0

𝑔(𝑥+𝑕)

𝑕 =𝑓(𝑥) (3)

𝑎 ≤ 𝑥 ≤ 𝑏

Jika 𝑥= 𝑎 atau 𝑥=𝑏 , maka persamaan 3 dapat ditafsirkan sebagai limit sepihak.

Menurut teorema 2.4.1, dan definisi 2.3.3, 𝑔(𝑥) kontinu pada [𝑎,𝑏]

Teorema 2.6.3 (Teorema Dasar Kalkulus Bagian 2)

Jika 𝑓 kontinu pada [𝑎,𝑏], maka

  b

a

a F b F dx x

f( ) ( ) ( )dengan 𝐹

antiturunan sembarang dari 𝑓, yakni suatu fungsi sedemikian sehingga 𝐹′ =𝑓

Bukti :

Misalkan 𝑔 𝑥 = 𝑓𝑎𝑥 (𝑡)𝑑𝑡. Dari Teorema Dasar Kalkulus Bagian 1 diketahui bahwa 𝑔′ 𝑥 = 𝑓(𝑥); yakni 𝑔 adalah sembarang antiturunan 𝑓. Jika 𝐹 adalah sembarang antiturunan yang lain dari 𝑓 pada [𝑎,𝑏] maka

𝐹 𝑥 =𝑔 𝑥 +𝐶 (6) untuk 𝑎< 𝑥<𝑏

(menurut teorema 2.6.1)

(47)

bahwa hal itu juga berlaku jika 𝑥= 𝑎 dan 𝑥= 𝑏. (definisi 2.3.1, definisi 2.3.3)

Jika diberikan 𝑥= 𝑎 dalam rumus untuk 𝑔(𝑥), maka diperoleh :

𝑔 𝑎 = 𝑓 𝑡 𝑑𝑡 = 0

𝑎

𝑎

Oleh karena itu, dengan menggunakan persamaan 6 dengan 𝑥= 𝑏 dan 𝑥= 𝑎, didapat :

𝐹 𝑏 − 𝐹 𝑎 = 𝑔 𝑎 +𝐶 − 𝑔 𝑏 +𝐶

= 𝑔 𝑏 − 𝑔 𝑎 = 𝑔 𝑏 = 𝑓 𝑡 𝑎𝑏 𝑑𝑡

Setelah dibahas tentang Teorema Dasar Kalkulus, yakni hubungan antara antiturunan dan integral, maka sekarang akan dibahas tentang antiturunan dalam Teorema Dasar Kalkulus tadi, yang disebut juga dengan integral tak tentu.

𝑓 𝑥 𝑑𝑥= 𝐹(𝑥) bermakna 𝐹′ 𝑥 = 𝑓(𝑥)

Sebagai contoh, 𝑥2𝑑𝑥= 𝑥3

3 +𝐶 , dengan 𝐶 konstan, ini karena

𝑑 𝑑𝑥

𝑥3

3 +𝐶 =𝑥 2.

Berikut ini, akan dibahas mengenai salah satu teknik pengintegralan yaitu integral parsial.

Pada turunan, terdapat aturan hasil kali yaitu 𝑑

𝑑𝑥 𝑓 𝑥 𝑔 𝑥 = 𝑓(𝑥) 𝑑

𝑑𝑥[𝑔 𝑥 ] +𝑔(𝑥) 𝑑

𝑑𝑥[𝑓 𝑥 ]

(48)

𝑓 𝑥 𝑔(𝑥) = [𝑓 𝑥 𝑔′(𝑥) +𝑔 𝑥 𝑓′ 𝑥 ]𝑑𝑥

Menurut sifat penjumalahan pada integral, akan didapat :

𝑓 𝑥 𝑔′(𝑥)𝑑𝑥+ 𝑔 𝑥 𝑓 𝑥 𝑑𝑥 =𝑓 𝑥 𝑔(𝑥)

Persamaan di atas dapat dituliskan menjadi

𝑔 𝑥 𝑓′ 𝑥 𝑑𝑥 =𝑓 𝑥 𝑔 𝑥 − 𝑓 𝑥 𝑔(𝑥)𝑑𝑥

Persamaan di atas disebut rumus pengintegralan parsial.

Jika 𝑢 =𝑓(𝑥) dan 𝑣 =𝑔(𝑥) maka 𝑑𝑢= 𝑓 𝑥 𝑑𝑥 dan 𝑑𝑣 =𝑔 𝑥 𝑑𝑥, rumus pengintegralan parsial dapat ditulis menjadi

𝑢𝑑𝑣 = 𝑢𝑣 − 𝑣𝑑𝑢

Setelah dibahas mengenai integral; yakni integral tentu dan tak tentu, kali ini akan dijelaskan mengenai salah satu penggunaan integral lebih lanjut yaitu tentang rumus panjang kurva.

Jika 𝑓 kontinu pada [𝑎,𝑏], maka panjang kurva 𝑦 =𝑓(𝑥), 𝑎 ≤ 𝑥 ≤ 𝑏

adalah 𝐿= 𝑏 1 + [𝑓′ 𝑥 ]2𝑑𝑥

𝑎 .

G. Kalkulus Multivariabel

(49)

Pertama-tama akan dibahas tentang fungsi 2 variabel bebas dan 3 variabel bebas.

Definisi 2.7.1

Suatu fungsi 𝑓 dari dua variabel adalah suatu aturan yang memberikan kepada masing-masing pasangan terurut bilangan real (𝑥,𝑦) di dalam sebuah himpunan 𝐷 sebuah bilangan real unik yang dinyatakan oleh 𝑓(𝑥,𝑦). Himpunan 𝐷 adalah daerah asal dari 𝑓 dan daerah nilainya adalah himpunan nilai yang digunakan 𝑓, atau dengan kata lain , {𝑓 𝑥,𝑦 |(𝑥,𝑦) ∈ 𝐷}.

Definisi 2.7.2

Jika 𝑓 adalah fungsi dua variabel dengan daerah asal 𝐷, maka grafik 𝑓 adalah himpunan semua titik (𝑥,𝑦,𝑧) di 𝑅3 sedemikian sehingga 𝑧=𝑓(𝑥,𝑦) dan (𝑥,𝑦) berada di 𝐷.

Sekarang akan dibahas tentang pengertian limit dan kontinuitas fungsi 2 variabel.

Definisi 2.7.3

Misalkan 𝑓 adalah fungsi dua variabel yang daerah asalnya 𝐷 mencakup titik-titik yang sengaja dipilih dekat dengan (𝑎,𝑏). Maka dikatakan bahwa limit dari 𝑓(𝑥,𝑦) seraya (𝑥,𝑦) mendekati (𝑎,𝑏) adalah 𝐿, dan ditulis

L y x f b a y

(50)

jika untuk setiap bilangan 𝜀 > 0 terdapat bilangan yang berpadanan 𝛿> 0 sedemikian sehingga 𝑓 𝑥,𝑦 − 𝐿 < 𝜀 bilamana (𝑥,𝑦)∈ 𝐷 dan 0≤

(𝑥 − 𝑎)2+ (𝑦 − 𝑏)2 < 𝛿.

Definisi 2.7.4

Fungsi dua variabel 𝑓 disebut kontinu di (𝑎,𝑏) jika )

, ( ) , ( lim

) , ( ) ,

(xyab f x yf a b

Dikatakan 𝑓 kontinu pada 𝐷 jika 𝑓 kontinu di setiap titik (𝑎,𝑏) dalam 𝐷.

Sekarang akan dibahas untuk fungsi tiga variabel atau lebih.

Definisi 2.7.5

Fungsi tiga variabel, 𝑓, adalah aturan yang memberikan kepada masing-masing rangkap tiga terurut (𝑥,𝑦,𝑧) di dalam daerah asal 𝐷 ⊂ 𝑅3 sebuah bilangan real unik yang dinyatakan oleh 𝑓(𝑥,𝑦,𝑧).

Definisi 2.7.6

Fungsi 𝑛 variabel adalah aturan yang memberikan sebuah bilangan 𝑧= 𝑓(𝑥1,𝑥2,…,𝑥𝑛) kepada rangkap 𝑛 bilangan real (𝑥1,𝑥2,…,𝑥𝑛).

(51)

Definisi 2.7.7

Andaikan 𝐚 adalah sembarang titik pada 𝑅𝑛, dan 𝐱 adalah variabel-variabel dari fungsi 𝑛 variabel. Jika 𝑓 didefinisikan pada himpunan bagian 𝐷 dari 𝑅𝑛, maka lim𝐱→𝐚𝑓(𝐱) =𝐿 bermakna bahwa untuk setiap bilangan 𝜀 > 0 terdapat sebuah bilangan terkait 𝛿 > 0 sedemikian sehingga 𝑓 𝐱 − 𝐿 <𝜀 bilamana 𝐱 ∈ 𝐷 dan 0 < 𝐱 − 𝐚 <𝛿.

Untuk 𝑛 = 3, maka 𝐱 = 𝑥,𝑦,𝑧 dan a= 𝑎,𝑏,𝑐 , sehingga definisi di atas menjadi definisi limit untuk fungsi 3 variabel ; yakni :

) , , ( ) , , ( lim

) , , ( ) , ,

(xyzabc f x y zf a b c

Yang berarti bahwa nilai 𝑓(𝑥,𝑦,𝑧) mendekati bilangan 𝐿 seraya titik (𝑥,𝑦,𝑧) mendekati titik (𝑎,𝑏,𝑐) di sepanjang daerah lintasan dalam daerah asal 𝑓. Definisi persisnya yaitu :

Untuk setiap bilangan 𝜀 > 0 terdapat sebuah bilangan terkait 𝛿> 0 sedemikian sehingga 𝑓 𝑥,𝑦,𝑧 − 𝐿 < 𝜀 bilamana 0≤ (𝑥 − 𝑎)2+ (𝑦 − 𝑏)2+ (𝑧 − 𝑐)2 < 𝛿 dan (𝑥,𝑦,𝑧) berada dalam daerah asal 𝑓.

Definisi 2.7.8

(52)

Teorema 2.7.1

Ini berarti untuk setiap 𝜀 > 0, terdapat 𝛿1 > 0 sedemikian sehingga

jika 2 2 2 1

Ini berarti untuk setiap 𝜀 > 0, terdapat 𝛿2 > 0 sedemikian sehingga jika 0 xa 2 maka g(x)k .

(53)

Ini berarti untuk setiap 𝜀 > 0, terdapat 𝛿4 > 0 sedemikian sehingga jika 0 zc 4 maka i(z)m .

0 < 𝑥 − 𝑎 + 𝑦 − 𝑏 + 𝑧 − 𝑐 <𝛿1+𝛿2+𝛿3

Karena 𝛿1,𝛿2,𝛿3 adalah bilangan positif yang sangat kecil, maka 𝛿1+𝛿2+𝛿3 juga masih merupakan bilangan positif yang sangat kecil, sehingga dapat dituliskan 𝛿1+𝛿2+𝛿3 =𝛿. merupakan bilangan positif yang sangat kecil.

Karena 𝑢 =𝑔 𝑥 ,𝑣 =𝑕 𝑦 ,𝑤 = 𝑖(𝑧) maka didapat

(54)
(55)

Definisi 2.7.9

Jika 𝑓 adalah fungsi dua variabel, turunan parsialnya adalah fungsi 𝑓𝑥 dan 𝑓𝑦 yang didefinisikan oleh

𝑓𝑥 𝑥,𝑦 = lim𝑕→0𝑓 𝑥+𝑕,𝑦 − 𝑓𝑕 (𝑥,𝑦)

𝑓𝑦 𝑥,𝑦 = lim𝑕→0𝑓 𝑥,𝑦+𝑕 − 𝑓 𝑥𝑕 ,𝑦

Berikut ini adalah notasi-notasi untuk turunan parsial. Jika 𝑧=𝑓(𝑥,𝑦), maka dituliskan

𝑓𝑥 𝑥,𝑦 = 𝑓𝑥 =𝜕𝑓𝜕𝑥 =𝜕𝑥 𝑓𝜕 𝑥,𝑦 =𝜕𝑥𝜕𝑧= 𝑓1 =𝐷1𝑓 =𝐷𝑥𝑓

𝑓𝑦 𝑥,𝑦 =𝑓𝑦 =𝜕𝑓𝜕𝑦 =𝜕𝑦 𝑓𝜕 𝑥,𝑦 = 𝜕𝑧𝜕𝑦=𝑓2 =𝐷2𝑓=𝐷𝑦𝑓

Kemudian, akan dibahas mengenai aturan untuk pencarian turunan parsial dari 𝑧= 𝑓(𝑥,𝑦).

1. Untuk mencari 𝑓𝑥, pandang 𝑦 sebagai konstanta dan diferensialkan 𝑓(𝑥,𝑦) terhadap 𝑥.

2. Untuk mencari 𝑓𝑦, pandang 𝑥 sebagai konstanta dan diferensialkan 𝑓(𝑥,𝑦) terhadap 𝑦.

(56)

𝑓𝑥 𝑥,𝑦,𝑧 = lim𝑕→0𝑓 𝑥 bahas pengertian mengenai turunan parsial ke dua dan ke tiga.

(57)

(𝑓𝑦)𝑦 =𝑓𝑦𝑦 =𝑓22 = 𝜕 𝜕𝑦

𝜕𝑓 𝜕𝑦 =

𝜕2𝑓 𝜕𝑦2 =

𝜕2𝑧 𝜕𝑦2

Jadi, notasi 𝑓𝑥𝑦 atau 𝜕 2𝑓

𝜕𝑦𝜕𝑥 bermakna bahwa pertama, diferensialkan

terhadap 𝑥 kemudian terhadap 𝑦 sedangkan dalam menghitung 𝑓𝑦𝑥 urutannya dibalik.

Turunan parsial orde 3 atau lebih tinggi dapat juga didiferensialkan. Misalnya,

𝑓𝑥𝑦𝑦 =𝜕𝑦 𝜕 𝜕

2𝑓

𝜕𝑦𝜕𝑥 = 𝜕3𝑓 𝜕𝑦2𝜕𝑥

dan seterusnya.

Untuk selanjutnya, akan dibahas tentang pengertian nilai maksimum dan nilai minimum lokal untuk fungsi beberapa variabel.

Definisi 2.7.9

Fungsi dua variabel mempunyai maksimum lokal di (𝑎,𝑏) jika 𝑓(𝑥,𝑦)≤ 𝑓(𝑎,𝑏) ketika (𝑥,𝑦) dekat (𝑎,𝑏). [Ini berarti bahwa 𝑓(𝑥,𝑦)≤ 𝑓(𝑎,𝑏) untuk

semua titik (𝑥,𝑦) dalam suatu cakram dengan pusat 𝑎,𝑏 .] Bilangan 𝑓(𝑎,𝑏) disebut nilai maksimum lokal. Jika 𝑓(𝑥,𝑦)≥ 𝑓(𝑎,𝑏) ketika (𝑥,𝑦) dekat (𝑎,𝑏), maka 𝑓(𝑎,𝑏) disebut nilai minimum lokal.

(58)

(𝑎1,𝑎2,…,𝑎𝑛). Bilangan 𝑓(𝑎1,𝑎2,…,𝑎𝑛) disebut nilai maksimum lokal. Jika

𝑓(𝑥1,𝑥2,…,𝑥𝑛)≥ 𝑓(𝑎1,𝑎2,…,𝑎𝑛) ketika (𝑥1,𝑥2,…,𝑥𝑛) dekat (𝑎1,𝑎2,…,𝑎𝑛), maka 𝑓(𝑎1,𝑎2,…,𝑎𝑛) disebut nilai minimum lokal.

H. Deret Tak Hingga

Pembahasan kali ini dimulai dengan pembahasan tentang pengertian suatu barisan. Sebuah barisan adalah suatu daftar bilangan yang dituliskan dalam suatu urutan tertentu :

𝑎1,𝑎2,𝑎3,𝑎4,…,𝑎𝑛,…

Barisan di atas adalah barisan tak hingga, yaitu barisan dengan suku tak hingga banyak.

Bila diperhatikan, untuk setiap bilangan bulat positif 𝑛 terdapat suatu bilangan 𝑎𝑛 yang terkait. Oleh karena itu, sebuah barisan dapat didefinisikan sebagai sebuah fungsi yang daerah asalnya adalah himpunan bilangan bulat positif.

Barisan 𝑎1,𝑎2,𝑎3,𝑎4,…,𝑎𝑛,… dinotasikan sebagai 𝑎𝑛 atau 𝑎𝑛 𝑛=1

Definisi 2.8.1

Barisan 𝑎𝑛 mempunyai limit 𝐿 dan dituliskan an L n 

lim atau 𝑎𝑛 → 𝐿

seraya 𝑛 → ∞ apabila untuk setiap 𝜀 > 0 terdapat sebuah bilangan bulat 𝑁 sedemikian sehingga 𝑎𝑛 − 𝐿 <𝜀 apabila 𝑛 >𝑁. Jika n

na

(59)

bahwa barisan tersebut konvergen. Jika tidak, dikatakan bahwa barisan tersebut divergen.

Sekarang, akan mulai dibahas tentang deret. Jika suku-suku dari suatu barisan tak hingga 𝑎𝑛 𝑛=1 dijumlahkan, maka akan didapatkan suatu ekspresi yang berbentuk

𝑎1+𝑎2+𝑎3+⋯+𝑎𝑛 +⋯

Ekspresi di atas disebut deret tak hingga, dan dinyatakan dengan lambang 𝑎𝑛

𝑛=1 atau 𝑎𝑛

Tinjau jumlah parsial pada deret di atas yaitu : 𝑠1 =𝑎1

𝑠2 = 𝑎1+𝑎2

𝑠3 =𝑎1+𝑎2+𝑎3

dan, secara umum,

𝑠𝑛 =𝑎1+𝑎2+𝑎3+⋯+𝑎𝑛 = 𝑎𝑖 𝑛

𝑖=1

Jumlah-jumlah parsial ini membentuk barisan baru 𝑠𝑛 .

Definisi 2.8.1

(60)

𝑠𝑛 = ∞𝑛=1𝑎𝑛 =𝑎1+𝑎2+⋯+𝑎𝑛. Jika barisan 𝑠𝑛 konvergen dan

s sn n 

lim hadir sebagai suatu bilangan real, maka deret 𝑎𝑛 dikatakan

konvergen dan kita tuliskan 𝑎1+𝑎2+⋯+𝑎𝑛 +⋯ =𝑠 atau 𝑎𝑛 = 𝑠

Bilangan 𝑠 disebut sebagai jumlah dari deret tersebut. Jika tidak, deret tersebut dikatakan divergen.

Definisi 2.8.2

Barisan 𝑎𝑛 adalah terbatas di atas apabila terdapat suatu bilangan 𝑀 sedemikian sehingga 𝑎𝑛 ≤ 𝑀 untuk semua 𝑛 ≥ 1.

Barisan 𝑎𝑛 adalah terbatas di bawah apabila terdapat suatu bilangan 𝑚 sedemikian sehingga 𝑚 ≤ 𝑎𝑛 untuk semua 𝑛 ≥1.

Jika 𝑎𝑛 adalah terbatas di atas dan di bawah, maka 𝑎𝑛 merupakan barisan terbatas.

Telah dibahas mengenai pengertian barisan dan deret tak hingga. Untuk selanjutnya, akan dibahas tentang deret pangkat.

Definisi 2.8.3

Deret pangkat adalah deret yang berbentuk

𝑐𝑛𝑥𝑛 = 𝑐0+𝑐1𝑥+𝑐2𝑥2+𝑐3𝑥3+⋯ ∞

𝑛=0

(61)

Jumlah deret tersebut merupakan suatu fungsi 𝑓(𝑥) =𝑐0+𝑐1𝑥+𝑐2𝑥2+…+𝑐𝑛𝑥𝑛 +⋯

yang daerah asalnya adalah himpunan semua 𝑥 sedemikian sehingga deret konvergen.

Secara lebih umum, deret yang berbentuk

𝑐𝑛(𝑥 − 𝑎)𝑛 =𝑐0+𝑐1(𝑥 − 𝑎) +𝑐2(𝑥 − 𝑎)2+⋯ ∞

𝑛=0

disebut deret pangkat dalam (𝑥 − 𝑎) atau deret pangkat yang berpusat di 𝑎 atau deret pangkat di sekitar 𝑎.

Jari-jari konvergensi deret pangkat adalah suatu bilangan positif 𝑅 sedemikian sehingga deret tersebut konvergen bila 𝑥 − 𝑎 < 𝑅 dan divergen bila 𝑥 − 𝑎 > 𝑅.

Jumlah suatu deret pangkat merupakan suatu fungsi

𝑓 𝑥 = 𝑐𝑛(𝑥 − 𝑎)𝑛

𝑛=0

(62)

Teorema 2.8.1

Jika deret pangkat 𝑐𝑛(𝑥 − 𝑎)𝑛 mempunyai jari-jari konvergensi 𝑅 > 0, maka fungsi 𝑓 yang didefinisikan oleh

𝑓 𝑥 =𝑐0+𝑐1 𝑥 − 𝑎 +𝑐2 𝑥 − 𝑎 2 +⋯= 𝑐𝑛(𝑥 − 𝑎)𝑛

𝑛=0

dapat diturunkan (dan karenanya kontinu) pada selang (𝑎 − 𝑅,𝑎+𝑅) 𝑓′ 𝑥 =𝑐1+ 2𝑐2 𝑥 − 𝑎 + 3𝑐3 𝑥 − 𝑎 2+ = 𝑛𝑐

𝑛(𝑥 − 𝑎)𝑛−1 ∞

𝑛=1

Jari-jari konvergensi deret pangkat pada persamaan di atas adalah 𝑅.

Bukti :

𝑓(𝑥) kontinu pada setiap 𝑥 anggota himpunan bilangan real, karena 𝑓(𝑥) berupa polinom. Sehingga 𝑓(𝑥) juga kontinnu pada selang (𝑎 − 𝑅,𝑎+𝑅). Setiap suku dari 𝑓(𝑥) juga kontinu pada setiap 𝑥 anggota himpunan bilangan real, karena dia berupa polinom. Sehingga mereka juga kontinnu pada selang (𝑎 − 𝑅,𝑎+𝑅).

Karena itu, menurut aturan penjumlahan dan aturan perkalian konstanta pada turunan akan didapat :

𝑓′ 𝑥 = 𝑑

𝑑𝑥(𝑐0) +𝑐1 𝑑

𝑑𝑥 𝑥 − 𝑎 +𝑐2 𝑑

𝑑𝑥 𝑥 − 𝑎 2+⋯

𝑓′ 𝑥 = 0 +𝑐1 + 2𝑐2 𝑑

𝑑𝑥 𝑥 − 𝑎 +⋯= 𝑛𝑐𝑛(𝑥 − 𝑎)𝑛−1

𝑛=1

Teorema 2.8.2

(63)

𝑓 𝑥 = ∞𝑛=0𝑐𝑛(𝑥 − 𝑎)𝑛 𝑥 − 𝑎 < 𝑅

maka koefisiennya diberikan oleh rumus 𝑐𝑛 =𝑓 𝑛

𝑛! (𝑥 − 𝑎)

𝑛.

Bukti :

𝑓(𝑥) dapat diuraikan dalam bentuk deret pangkat sehingga

𝑓 𝑥 =𝑐0+𝑐1 𝑥 − 𝑎 +𝑐2 𝑥 − 𝑎 2+𝑐3 𝑥 − 𝑎 3+𝑐4 𝑥 − 𝑎 4+⋯

(1) 𝑥 − 𝑎 <𝑅

Perhatikan bahwa jika 𝑥=𝑎 dimasukkan ke dalam persamaan (1) , maka akan didapat 𝑓 𝑎 =𝑐0

Menurut teorema 2.8.2 deret pada persamaan (1) dapat diturunkan suku demi suku, sehingga

𝑓′ 𝑥 =𝑐1 + 2𝑐2 𝑥 − 𝑎 + 3𝑐3 𝑥 − 𝑎 2+ 4𝑐4 𝑥 − 𝑎 3+ (2) 𝑥 − 𝑎 <𝑅.

Substitusi 𝑥=𝑎 ke persamaaan (2), sehingga didapat 𝑓 𝑎 =𝑐1.

Turunkan kedua ruas persamaan (2) dan didapat

𝑓′′ 𝑥 = 2𝑐2 + 23𝑐3 𝑥 − 𝑎 + 34𝑐3 𝑥 − 𝑎 2+ (3) 𝑥 − 𝑎 <𝑅.

Substitusi 𝑥=𝑎 ke persamaaan (3) sehingga didapat 𝑓 𝑎 = 2𝑐2.

(64)

𝑓′′′ 𝑥 = 23𝑐3+ 234𝑐4 𝑥 − 𝑎 + 345𝑐5 𝑥 − 𝑎 2 (4) 𝑥 − 𝑎 <𝑅

Substitusi 𝑥=𝑎 ke persamaaan (4) sehingga didapat 𝑓 𝑎 = 2∙3𝑐3 = 3!𝑐3.

Sekarang dapat dilihat polanya. Jika dilanjutkan penurunannya dan juga substitusi 𝑥 − 𝑎, maka dapat diperoleh

𝑓(𝑛) 𝑎 = 234∙∙∙∙ 𝑛𝑐

𝑛 =𝑛!𝑐𝑛

𝑓(𝑛) 𝑎 = 𝑛!𝑐

𝑛

Oleh karena itu didapat 𝑐𝑛 = 𝑓

(𝑛) 𝑎

𝑛!

Sekarang substitusikan rumus 𝑐𝑛 kembali ke dalam deret didapat

𝑓 𝑥 = 𝑓

𝑛

𝑛! (𝑥 − 𝑎)

𝑛(𝑥 − 𝑎)𝑛 ∞

𝑛=0

=𝑓 𝑎 +𝑓′ 𝑎

1! 𝑥 − 𝑎 +

𝑓′′ 𝑎

2! 𝑥 − 𝑎

2+𝑓′′′ 𝑎

3! 𝑥 − 𝑎 3+

Oleh karena itu, dapat dilihat bahwa jika 𝑓 dapat diturunkan sampai tak hingga kali pada 𝑥=𝑎, maka didapat polinomial Taylor sebagai berikut :

𝑓(𝑥) =𝑓 𝑎 +𝑓

𝑎

1! 𝑥 − 𝑎 + 𝑓′′ 𝑎

2! 𝑥 − 𝑎

2+𝑓′′′ 𝑎

3! 𝑥 − 𝑎 3+

Deret di atas disebut deret Taylor dari fungsi 𝑓 di 𝑎 (atau di sekitar 𝑎 atau yang berpusat di 𝑎).

(65)

𝑇𝑛 𝑥 = 𝑓

 (menurut hukum pengurangan limit)

f(x)0

f(x)

(66)

Dalam mencoba menunjukkan lim ( )0 

Rn x n

untuk fungsi 𝑓 tertentu, biasanya

digunakan fakta berikut :

Jika 𝑓 𝑛+1 (𝑥) ≤ 𝑀 untuk 𝑥 − 𝑎 ≤ 𝑑, maka suku sisa 𝑅𝑛 𝑥 dari deret

Taylor-nya memenuhi ketaksamaan 𝑅𝑛 𝑥 ≤ 𝑀

𝑛+1 ! 𝑥 − 𝑎

𝑛+1 untuk

𝑥 − 𝑎 ≤ 𝑑, dengan 𝑀 suatu konstanta dan 𝑑 adalah sembarang bilangan

positif.

Ketaksamaan di atas disebut ketaksamaan Taylor.

Sekarang untuk fungsi dengan 3 variabel bebas,

Deret Taylor dari fungsi 𝐹(𝑥,𝑦,𝑧) yang memiliki turunan parsial sampai tingkat berapapun di sekitar (𝑎,𝑏,𝑐), yaitu

𝐹 𝑥,𝑦,𝑧 =𝐹 𝑎,𝑏,𝑐

+ 𝑥 − 𝑎 𝜕

𝜕𝑥 𝐹 𝑎,𝑏,𝑐 + 𝑥 − 𝑏 𝜕

𝜕𝑦 𝐹 𝑎,𝑏,𝑐

+ 𝑧 − 𝑐 𝜕

𝜕𝑧 𝐹(𝑎,𝑏,𝑐)

+ 1

2! 𝑥 − 𝑎 𝜕

𝜕𝑥 𝐹 𝑎,𝑏,𝑐 + 𝑦 − 𝑏 𝜕

𝜕𝑦 𝐹 𝑎,𝑏,𝑐

+ 𝑧 − 𝑐 𝜕

𝜕𝑧 𝐹(𝑎,𝑏,𝑐) 2

(67)

(Untuk bagian turunan parsial, pangkat dua di sini berarti turunan parsial kedua dan seterusnya)

Andaikan 𝐱= 𝑥,𝑦,𝑧 dan𝐚= 𝑎,𝑏,𝑐 𝐡= 𝐱 − 𝐚

𝐡 = 𝑕1 + 𝑕2 + 𝑕3

Jika 𝑓(𝐱) adalah fungsi dengan 3 variabel yang memiliki turunan-turunan parsial hingga pangkat 𝑛+ 1, dan turunan-turunan parsial hingga pangkat 𝑛+ 1 –nya kurang dari atau sama dengan 𝑀 untuk 𝐱 di suatu persekitaran dari 𝐚 maka suku sisa 𝑅𝑛 𝑥 dari deret Taylor-nya memenuhi ketaksamaan

𝑅𝑛 𝐱 ≤ 𝑛𝑀+1 ! 𝐡 𝑛+1 .

Ketaksamaan di atas disebut ketaksamaan Taylor untuk fungsi 3 variabel.

I. Persamaan Diferensial Biasa

Di sini hanya akan dibahas tentang pengertian persamaan diferensial biasa, dan apa yang dimaksud solusi dari persamaan diferensial biasa.

Persamaan diferensial adalah persamaan yang melibatkan variabel-variabel tak bebas dan derivatif-derivatifnya (turunan-turunannya) terhadap variabel bebas.

Persamaan diferensial biasa adalah suatu persamaan diferensial yang melibatkan hanya satu variabel bebas.

(68)

Contoh 2.9.1

1. 𝑦′ + 2𝑦= 0 2. 𝑦′′ =𝑦 3. 𝑑𝑦

𝑑𝑥 =𝑒𝑥 + sin⁡(𝑥)

Persamaan diferensial parsial adalah suatu persamaan diferensial yang melibatkan dua atau lebih variabel bebas.

Beberapa contohnya sebagai berikut ini :

Contoh 2.9.2

1. 𝜕2𝑢

𝜕𝑥2+

𝜕2𝑢

𝜕𝑦2 = 0

2. 𝜕2𝑥

𝜕𝑡2 +

𝜕𝑦

𝜕𝑡 +𝑥𝑦= sin⁡(𝑡)

Sedangkan orde dari persamaan diferensial adalah tingkat tertinggi dari turunan yang muncul dalam persamaan.

Pada contoh 2.9.1, contoh nomor 1 berorde 1, contoh nomor 2 berorde 2, dan contoh nomor 3 berorde 1

Pada contoh 2.9.2, kedua contoh berorde 2

Definisi 2.9.1

(69)

Solusi dari persamaan diferensial tersebut pada interval 𝛼 <𝑡 <𝑏 adalah sebuah fungsi 𝜙 sedemikian sehingga 𝜙′(𝑡), 𝜙′′(𝑡),…, 𝜙𝑛(𝑡) ada dan memenuhi 𝜙(𝑡)(𝑛) =𝑓[𝑡,𝜙 𝑡 ′,𝜙′′ 𝑡 ,…,𝜙 𝑛−1 𝑡 ].

Untuk menyelesaikan persamaan diferensial, manipulasi seluruh persamaan tersebut sehingga seluruh turunannya hilang dan hanya menyisakan hubungan antara 𝑥 dan 𝑦.

Jika persamaan diferensial berbentuk 𝑦′ = 𝑓(𝑥), maka persamaan tersebut dapat diselesaikan dengan integrasi sederhana.

Contoh 2.9.1

Diberikan persamaan diferensial 𝑦′ = 3𝑥2+ 1.

Akan dicari bahwa 𝑦= 𝑥3 +𝑥+𝐶, dengan 𝐶 adalah konstan adalah solusinya persamaan diferensial di atas.

Diketahui 𝑦′ = 3𝑥2+ 1, sehingga dengan mengintegralkan kedua ruas akan didapat :

𝑦= 3𝑥2+ 1𝑑𝑥

Oleh karena itu, didapat :

(70)

57

BAB III

FUNGSIONAL FUNGSI SATU VARIABEL BEBAS

Sebelum memulai pembahasan tentang fungsional yang bergantung pada fungsi satu variabel, akan dibahas mengenai ruang fungsi terlebih dahulu.

A. Ruang Fungsi

Pertama-tama akan dibahas mengenai grup, ring, dan lapangan.

Definisi 3.1.1

Jika A dan B adalah himpunan-himpunan tidak kosong, maka produk Cartesian 𝐴×𝐵 dari A dan B adalah himpunan semua pasangan berurutan (𝑎,𝑏) dari 𝑎 ∈ 𝐴 dan 𝑏 ∈ 𝐵, yaitu :

𝐴×𝐵= 𝑎,𝑏 |𝑎 ∈ 𝐴,𝑏 ∈ 𝐵

Contoh 3.1.1

Jika 𝐴= 1,2,3 dan 𝐵= 2,6 , maka

𝐴×𝐵= 1,2 , 1,6 , 2,2 , 2,6 , 3,2 , 3,6

(71)

Definisi 3.1.2

Misalkan 𝑆 adalah himpunan tidak kosong, maka operasi biner ∗ pada 𝑆 adalah pemetaan ∗:𝑆×𝑆 → 𝑆 dimana untuk setiap (𝑎,𝑏) ∈ 𝑆×𝑆 terdapat tunggal 𝑐 ∈ 𝑆 sehingga ∗ 𝑎,𝑏 = 𝑐 , atau dapat ditulis 𝑎 ∗ 𝑏=𝑐 ∈ 𝑆.

Operasi biner mempunyai dua bagian dari definisi yaitu:

1. Terdefinisikan dengan baik (well-defined) yaitu untuk setiap pasangan berurutan (𝑎,𝑏)dalam 𝑆×𝑆 dikawankan dengan tepat satu nilai 𝑎 ∗ 𝑏.

2. 𝑆 tertutup di terhadap operasi ∗ , yaitu untuk setiap pasangan berurutan (𝑎,𝑏)dalam 𝑆×𝑆maka 𝑎 ∗ 𝑏masih dalam 𝑆.

Contoh 3.1.2

Diketahui 𝑍 himpunan semua bilangan bulat. Didefinisikan ∗ dengan aturan

(72)

Definisi 3.1.3

Suatu grup (𝐺,∗) terdiri dari himpunan tidak kosong G yang dilengkapi dengan operasi biner ∗ yang didefinisikan pada G dan memenuhi sifat-sifat berikut :

1. Operasi biner ∗ bersifat tertutup, yakni 𝑥 ∗ 𝑦 ∈ 𝐺.

2. Operasi biner ∗ bersifat asosiatif, yakni 𝑥 ∗ 𝑦 ∗ 𝑧 = 𝑥 ∗ 𝑦 ∗ 𝑧, untuk semua 𝑥,𝑦,𝑧 ∈ 𝐺.

3. Terdapat 𝑒 ∈ 𝐺 sedemikian sehingga 𝑥 ∗ 𝑒= 𝑒 ∗ 𝑥=𝑥, untuk semua

𝑥 ∈ 𝐺.

𝑒 disebut elemen identitas dari 𝐺.

4. Untuk setiap 𝑥 ∈ 𝐺, terdapat 𝑥−1 ∈ 𝐺 sedemikian sehingga 𝑥 ∗ 𝑥−1 =

𝑥−1∗ 𝑥 =𝑒.

𝑥−1 disebut invers dari 𝑥.

Contoh 3.1.3

1. (𝑅, +), dengan 𝑅 adalah himpunan semua bilangan real dan + didefinisikan sebagai operasi penjumlahan dengan rumus 𝑥+𝑦, merupakan suatu grup.

(73)

asosiatif, terdapat unsur identitas yaitu 0 sehingga 𝑥+ 0 = 0 +𝑥=𝑥 untuk semua 𝑥 ∈ 𝑅 , dan untuk setiap 𝑥 ∈ 𝑅 terdapat invers yaitu – 𝑥 sedemikian sehingga 𝑥+ −𝑥 = −𝑥 +𝑥= 0. Karena keempat sifat grup dipenuhi maka (𝑅, +) adalah grup.

2. (𝑅 − 0 ,∙) merupakan suatu grup, dengan 𝑅 −{0} adalah himpunan semua bilangan real tanpa bilangan 0, dan ∙ didefinisikan sebagai operasi perkalian dengan rumus 𝑥 ∙ 𝑦.

Operasi perkalian pada bilangan real bersifat tertutup, ini didapat dari sifat perkalian bilangan real. Rumus 𝑥 ∙ 𝑦 akan memberikan hasil tunggal untuk setiap (𝑥,𝑦) dalam 𝑅×𝑅. Dari sifat-sifat perkalian bilangan real didapat : operasi perkalian pada bilangan real bersifat asosiatif, terdapat unsur identitas yaitu 1 sehingga 𝑥 ∙1 = 1∙ 𝑥= 𝑥 untuk semua 𝑥 ∈ 𝑅 , dan untuk setiap 𝑥 ∈ 𝑅 kecuali 0 terdapat invers yaitu 1

𝑥 sedemikian sehingga

𝑥 ∙1𝑥 =1

𝑥∙ 𝑥= 1. Karena keempat sifat grup dipenuhi maka (𝑅 − 0 ,∙)

adalah grup.

Definisi 3.1.4

Gambar

Gambar 4.1 124

Referensi

Dokumen terkait

1 Kerapatan awal tegakan berdasarkan kelas diameter 7 2 Kerapatan awal tegakan berdasarkan kelompok jenis dan kelas diameter 9 3 Jumlah pohon rusak berdasarkan tipe-tipe kerusakan

Pemanfaatan bagian daun dan biji tumbuhan kacang babi (Tephrosia sp.) sebagai bahan rodentisida nabati untuk mengendalikan tikus sawah (Rattus argentiventer) dan tikus rumah (Rattus

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kekuatan geser pelekatan resin komposit packable dengan intermediate layer resin komposit flowable menggunakan

Tabel 4.15 Hasil Uji Homogenitas Varians Skor Postes Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa

Pada hari ini Jumat tanggal Lima Belas bulan Januari tahun dua ribu Enam Belas mulai pukul 09.00 WIB s/d 10.00 WIB, kami yang bertanda tangan dibawah ini Panitia Pengadaan

l'utilisation d'ordinateurs pour afficher et combiner du texte, images, son et vidéo dans un réseau. et des outils qui permettent aux utilisateurs de naviguer, d'interagir ,

[r]

Terbentuknya kerajaan Saudi Arabia, tidak terlepas dari peran dua tokoh utama yaitu Muhammad ibn Abd Wahhab dan Muhammad ibn Sa’ud, dari persekutuan antara