• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh penambahan polysorbate 40 dan sorbitan monolaurate sebagai emulsifying agent dalam lotion repelan minyak peppermint (Mentha piperita) terhadap sifat fisis dan stabilitas sediaan - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Pengaruh penambahan polysorbate 40 dan sorbitan monolaurate sebagai emulsifying agent dalam lotion repelan minyak peppermint (Mentha piperita) terhadap sifat fisis dan stabilitas sediaan - USD Repository"

Copied!
146
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENAMBAHANPOLYSORBATE 40 DAN SORBITAN MONOLAURATESEBAGAIEMULSIFYING AGENT DALAMLOTIONREPELAN MINYAKPEPPERMINT(Mentha piperita)

TERHADAP SIFAT FISIS DAN STABILITAS SEDIAAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Yessi Lusiana Dewi NIM : 088114030

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

i

PENGARUH PENAMBAHANPOLYSORBATE 40 DAN SORBITAN MONOLAURATESEBAGAIEMULSIFYING AGENT DALAMLOTIONREPELAN MINYAKPEPPERMINT(Mentha piperita)

TERHADAP SIFAT FISIS DAN STABILITAS SEDIAAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Yessi Lusiana Dewi NIM : 088114030

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)

“Segala perkara

memberi

(Filipi 4:13)

Rahasia untuk m

“Di atas mendung den

terdapat bintang deng

Di atas segalanya hargai

-Phytagoras-Seb

iv

perkara dapat kutanggung di dalam

memberi kekuatan kepadaku.”

“Rahasia untuk terus maju adalah seg

memulai adalah memecah tugasmu yang r

menjadi bagian-bagian kecil yang m

dan kemudian mulai mengerjakan y

dengan bayang-bayangnya

dengan cahayanya.

hargailah dirimu sendiri.”

“Doa kita seharusnya berupa berkat pa

Karena Tuhan tahu apa yang terba

Karya ini kupersembahkan

Ma

Sebagai ungkapan rasa hormat da

Teman–teman Farm

Alma

Dia yang

segera memulai.

g rumit dan sulit

(6)

v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan indikasi plagiarisme dalam naskah ini, maka saya bersedia menanggung segala sanksi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Yogyakarta, 13 Januari 2012 Penulis

(7)

vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama : Yessi Lusiana Dewi Nomor Mahasiswa : 088114030

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

Pengaruh Penambahan Polysorbate 40 dan Sorbitan Monolaurate sebagai Emulsifying Agent dalam Lotion Repelan Minyak Peppermint (Mentha piperita) terhadap Sifat Fisis dan Stabilitas Sediaan

Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pengkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 13 Januari 2012 Yang menyatakan

(8)

vii PRAKATA

Puji syukur dan terima kasih penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan penyertaan-Nya sehingga penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul “Pengaruh Penambahan Polysorbate 40 dan Sorbitan

Monolaurate sebagai Emulsifying Agent dalam Lotion Repelan Minyak

Peppermint (Mentha piperita) terhadap Sifat Fisis dan Stabilitas Sediaan” dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana Farmasi (S. Farm.) di Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Semenjak masa perkuliahan, penelitian, hingga penyusunan skripsi ini, penulis telah mendapat banyak bantuan dari berbagai pihak berupa doa, dorongan, semangat, kritik, dan saran yang membangun. Oleh karenanya, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Papi dan Mami yang selalu memberikan bantuan, doa, semangat, dan masukan-masukannya yang dapat membangkitkan motivasi Penulis.

2. Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Dewi Setyaningsih, M.Sc., Apt. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu untuk membimbing, mengarahkan, dan memberi kritik serta saran yang membangun kepada Penulis.

(9)

viii

5. Yohanes Dwiatmaka, M.Si. atas kesediaannya meluangkan waktu sebagai dosen penguji serta atas kritik, masukan, dan saran kepada Penulis.

6. dr. Tri Baskoro Tunggul Satoto, MD., M.Sc., PhD. dan Heru Sudibyo, S.Sos. dari Bagian Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada yang telah meluangkan waktu untuk membantu, memberikan bimbingan, masukan, kritik, dan saran selama penelitian di Laboratorium Entomologi Universitas Gadjah Mada.

7. Romo Sunu dan Pak Aris atas bantuan dalam pemahaman statistika.

8. Segenap dosen yang telah memberikan ilmu selama penulis menempuh pendidikan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. 9. Pak Musrifin, Pak Heru, Mas Parjiman, Mas Sigit, dan segenap staf laboran

yang telah banyak membantu kelancaran penulis dalam melakukan penelitian. 10. Sisca, Lala, Dea sebagai teman satu tim atas kerja sama, kebersamaan,

bantuan, dan suka duka selama proses penyusunan skripsi.

11. Diana Lilim atas persaudaraan, support, bantuan, motivasi, dan doanya kepada Penulis.

12. Dewi, Sisca, Whie-Whie, Dea, Elisa, Lia atas persahabatannya dan motivasi serta dukungan kepada Penulis.

13. Semua teman-teman skripsi lantai 1 atas kebersamaan, keceriaan, bantuan, dan suka duka yang dialami selama penyusunan skripsi.

14. Teman-teman FST 2008 atas kebersamaan dan keceriaannya selama ini. 15. Semua pihak dan teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu persatu dan

(10)

ix

Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam penyusunan skripsi ini karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis, sehingga segala kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat membantu dan bermanfaat bagi para pembaca.

(11)

x DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……….. i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……… ii

HALAMAN PENGESAHAN ……….... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ………. iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ……… v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ……… vi

PRAKATA ……….. vii

DAFTAR ISI ………... viii

DAFTAR TABEL ………... xi

DAFTAR GAMBAR ……….. xvi

DAFTAR PERSAMAAN ……… xvii

DAFTAR LAMPIRAN ……….. xix

INTISARI ……… xx

ABSTRACT……….. xxi

BAB I. PENGANTAR ………... 1

A. Latar Belakang ……….. 1

1. Permasalahan ………... 4

2. Keaslian Penelitian ………... 4

3. Manfaat Penelitian ………... 5

B. Tujuan Penelitian ……….. 5

(12)

xi

2. Tujuan khusus ……….. 6

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ……… 7

A. Emulsi ………... 7

1.Polysorbate40 (Tween 40®) ……… 11

2.Sorbitan monolaurate(Span 20) ……….. 12

B. Lotion……… 13

C. Repelan ………... 14

D. NyamukAedes aegypti………... 15

E. MinyakPeppermint……….. 19

F. Sistem HLB (Hydrophilic – Lipophilic Balance) ………... 22

G. Formulasi ……….. 23

1. Virgin coconut oil(VCO) ……… 23

2. Asam stearat ………. 24

3. Trietanolamin ………... 24

4. Setil alkohol ………. 25

5. Gliserin ………... 26

H. Menentukan Tipe Emulsi ……….. 27

I. Proses Emulsifikasi ………... 28

J. Karateristik Ukuran Droplet ………... 28

K. Sifat Fisis Lotion ……….. 30

1. Viskositas ………. 30

2. Daya sebar ……… 31

(13)

xii

1. Creamingatau sedimentasi ……….. 32

2. Flokulasi ………... 33

3. Koalesensi ……… 32

4. Crackingataubreaking……… 33

5. Inversi fase ………... 34

6. Ostwald ripening……….. 34

M. Uji Stabilitas Emulsi ………... 35

1. Uji makroskopik (indekscreaming) ……… 36

2. Analisis ukuran droplet ……… 36

3. Perubahan viskositas ……… 36

N. Metode Desain Faktorial ………... 36

O. Landasan Teori ………... 39

P. Hipotesis ………... 40

BAB III. METODE PENELITIAN ……… 41

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ………... 41

B. Variabel dan Definisi Operasional ………... 41

1. Klasifikasi variabel ………... 41

2. Definisi operasional ………. 42

C. Bahan Penelitian ………... 44

D. Alat Penelitian ……….. 44

E. Alur Penelitian ……….. 45

(14)

xiii

F. Tata Cara Penelitian ………... 47

1. Pembuatanlotionrepelan minyakpeppermint………... 47

2. Penentuan tipe emulsilotionrepelan ………... 49

3. Pengujian sifat fisis dan stabilitaslotion………... 49

4. Pengujian kemampuan proteksilotionrepelan minyakpeppermint… 51 G. Analisis Hasil ………... 52

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ……….. 55

A. MinyakPeppermint……….. 55

B. PembuatanLotionRepelan MinyakPeppermint………... 55

C. Pengujian Tipe Emulsi ………... 64

1. Metode pewarnaan ………... 64

2. Metode pengenceran ……… 65

D. Karateristik Sifat Fisis dan Stabilitas Sediaan Lotion Repelan Minyak Peppermint……… 67

1. Sifat fisislotionrepelan minyakpeppermint………... 67

2. Stabilitaslotionrepelan minyakpeppermint………... 70

E. PengaruhPolysorbate40 danSorbitan monolaurateterhadap Sifat Fisis dan StabilitasLotionRepelan MinyakPeppermint…………... 77

1. Respon daya sebar ……… 78

2. Respon viskositas ………. 81

F. Uji Kemampuan ProteksiLotionRepelan MinyakPeppermint………... 86

(15)

xiv

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ……… 90

A. Kesimpulan ………... 90

B. Saran ………. 90

DAFTAR PUSTAKA ……….. 91

LAMPIRAN ……….... 97

(16)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel I. Rancangan percobaan desain faktorial 22………... 38 Tabel II. Rancangan desain faktorial polysorbate 40 dan sorbitan

monolaurate……….. 48

Tabel III. Jumlah bahan yang digunakan pada tiap formula ………. 48 Tabel IV. Nilai HLB campuran emulsifying agent pada masing-masing

formula ……….. 62 Tabel V. Karateristik sifat fisis dan stabilitas lotion repelan minyak

peppermint……… 67

Tabel VI. Hasil uji normalitas dan signifikansi pergeseran viskositas

lotion repelan minyak peppermint setelah 48 jam pembuatan

dan 1 bulan penyimpanan ………. 71 Tabel VII. Rata-rata median droplet masing-masing formula lotion

repelan minyak peppermint setelah 48 jam pembuatan dan 1 bulan penyimpanan ………... 75 Tabel VIII. Pengaruhpolysorbate40,sorbitan monolaurate, dan interaksi

keduanya dalam mempengaruhi respon daya sebar ………….. 78 Tabel IX. Hasil uji multivariat ANOVA untuk respon daya sebar ……... 80 Tabel X. Pengaruhpolysorbate40,sorbitan monolaurate, dan interaksi

(17)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Berbagai macam proses yang terjadi selama pembentukan

emulsi ……… 8

Gambar 2. Struktur molekulpolysorbate40 ……….. 11

Gambar 3. Struktur molekulsorbitan monolaurate………... 12

Gambar 4. NyamukAedes aegyptibetina ……….. 16

Gambar 5. Struktur kandungan kimia dalam minyakpeppermint……….. 20

Gambar 6. Struktur molekul asam stearat ……….. 24

Gambar 7. Struktur molekul trietanolamin ………. 25

Gambar 8. Struktur molekul setil alkohol ……….. 26

Gambar 9. Struktur molekul gliserin ……….. 27

Gambar 10. Skema fenomena instabilitas emulsi ………. 35

Gambar 11. Skema alur penelitian keseluruhan ………... 46

Gambar 12. Skema uji kemampuan proteksi lotion repelan minyak peppermint……… 46

Gambar 13. Perkiraan interaksi molekul polysorbate 40 (tween 40®) dan sorbitan monolaurate(span 20) ……… 60

Gambar 14. Reaksi penyabunan antara TEA dengan asam stearat ……….. 62

Gambar 15. Skema representasi stabilisasi sistem emulsi M/A oleh cosurfactant……….. 63

(18)

xvii

Gambar 17. Hasil pengujian tipe lotion dengan metode pewarnaan secara mikroskopik ……….. 65 Gambar 18. Hasil pengujian tipe emulsi dengan metode pengenceran …… 66 Gambar 19. Hasil pengujian dengan R program terhadap respon daya

sebar ……….. 79

Gambar 20. Grafik hubungan efek (a). polysorbate 40 dan (b). sorbitan

monolaurateterhadap respon daya sebar ………. 81

Gambar 21. Hasil pengujian dengan R program terhadap respon viskositas 83 Gambar 22. Grafik hubungan efek (a). polysorbate 40 dan (b). sorbitan

(19)

xviii

DAFTAR PERSAMAAN

Persamaan (1) ……….. 37

Persamaan (2) ……….. 38

Persamaan (3) ……….. 38

Persamaan (4) ……….. 38

Persamaan (5) ……….. 50

(20)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Certificate of Analysisminyakpeppermint……….. 97 Lampiran 2. Persyaratan masing-masing bahan ……… 98 Lampiran 3. Perhitungan rHLB dan HLB campuran sistem emulsi ………. 98 Lampiran 4. Data uji sifat fisis dan stabilitas lotion repelan minyak

peppermint……….... 100

Lampiran 5. Hasil Analisis Respon Daya Sebar, Viskositas, dan Pergeseran Viskositas menggunakan R program dan

Microsoft Excel®2007 …………... 106 Lampiran 6. Analisis statistik pergeseran ukuran droplet ………. 112 Lampiran 7. Data uji kemampuan proteksi lotion repelan minyak

peppermint……… 117

(21)

xx INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang diprediksi dominan dalam menentukan sifat fisis lotion repelan minyak peppermint, mengetahui kestabilanlotion tersebut secara fisis, dan waktu proteksi paling lama yang diberikan oleh lotion repelan minyak peppermint terhadap nyamuk Aedes aegyptibetina.

Rancangan penelitian faktorial digunakan dalam penelitian eksperimental ini dengan subyek penelitian lotion repelan. Faktor dalam penelitian ini adalah

emulsifying agent yang berupapolysorbate 40 dan sorbitan monolaurate dengan

dua level yaitu level tinggi dan level rendah. Pengaruh penambahan emulsifying agent dilakukan terhadap parameter sifat fisis lotion (viskositas dan daya sebar) dan dilakukan juga pengukuran stabilitas sediaan secara makroskopik, mikroskopik, dan pergeseran viskositas lotion selama satu bulan penyimpanan. Analisis data dilakukan menggunakan R program dengan uji multivariat ANOVA pada taraf kepercayaan 95%. Data stabilitas makroskopik dilihat dari pengukuran indeks creaming sediaan, Data pergeseran viskositas dan stabilitas mikroskopik (median) diuji statistik dua sampel berpasangan. Pengujianlotion sebagai repelan dilakukan dengan menghitung waktu pertama kali nyamuk mulai menempel.

Hasil pengukuran menunjukkan bahwa sorbitan monolaurate yang diprediksi dominan dan berpengaruh signifikan (p <0,05) terhadap respon daya sebar dan viskositas. Lotion yang dihasilkan stabil secara fisis dan lotion formula (1) mampu memberikan proteksi terlama pada kulit terhadap nyamuk Aedes aegyptibetina.

(22)

xxi ABSTRACT

This research aim were to determine factors that predicted dominant in determining the physical properties of peppermint oil repellent lotion, knowing the physical stability of these lotions, and the longest time protection provided by repellent lotion peppermint oil against the femaleAedes aegyptimosquito.

Factorial study design used in this experimental study with study subjects repellent lotion. Factor in this study is the emulsifying agent in the form of polysorbate 40 and sorbitan monolaurate with two levels of high-level and low level. Effect of the addition of emulsifying agent made to the parameters of the physical properties of a lotion (viscosity and spreadability) and also performed measurements of the macroscopic stability of the preparation, microscopic, and viscosity changes lotion during one month of storage. Data analysis was performed using the R program with multivariate ANOVA test at 95% confidence level. Macroscopic stability data seen from the measurements of creaming index, the changes data of viscosity and stability of microscopic (median) paired two-sample test statistic. Testing lotion as repelan done by counting the first time the mosquitoes begin to land.

The measurement results show that the predicted dominant sorbitan monolaurate and significant effect (p <0.05) against the spread and viscosity response. The resulting lotion physically stable and lotion formulas (1) capable of providing the longest protection to the skin against female Aedes aegypti

mosquito.

(23)

1 BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang Masalah

Menurut Kumar, Wahab, and Warikoo (2011), salah satu cara untuk memproteksi dan menghindari gigitan nyamuk adalah dengan menggunakan anti nyamuk atau repelan. Repelan merupakan material yang digunakan untuk mencegah gigitan serangga dengan membuat serangga tidak tertarik (Borror and Delong, 1954), atau dengan mengurangi kontak antara manusia dengan vektor penyebab penyakit (Kumar,et al., 2011).

Saat ini di pasaran tersedia berbagai bentuk sediaan repelan. Menurut Rui, et al. (cit., Kardinan, 2007), cara menghindari nyamuk yang paling baik adalah dengan pemakaian anti nyamuk berbentuk lotion, krim, ataupun pakaian yang dapat melindungi tubuh dari gigitan nyamuk. Sekarang ini, kebanyakan

lotion repelan menggunakan zat aktif dari bahan-bahan kimia sehingga tergolong tidak ramah lingkungan. Penelitian saat ini dikembangkan pada ekstrak tanaman atau fitokimia sebagai sumber yang potensial sehingga dapat menghasilkan produk yang aman dan ramah lingkungan (Kumar,et al., 2011).

Minyak peppermint berasal dari tanaman mint (Mentha piperita) yang merupakan famili Lamiaceae, warnanya bervariasi dari hijau hingga ungu (D’Amelio, 1999). Minyak peppermint diperoleh dengan destilasi uap dari daun

peppermint dan telah lama diketahui kegunaannya untuk tujuan pengobatan

(24)

menton, mentil asetat, mentofuran, sineol, dan sebagian kecil seskuiterpen (D’Amelio, 1999).

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Kumar, et al. (2011), diketahui bahwa minyak peppermint memiliki aktivitas sebagai larvasida dan repelan terhadap nyamukAedes aegyptibetina dewasa. Mentol yang terdapat pada minyak peppermint termasuk dalam senyawa golongan terpenoid, yaitu jika berdasarkan jumlah atom karbonnya maka termasuk dalam golongan monoterpenoid (Anonim, 2010). Monoterpenoid berperan aktif dalam mekanisme pertahanan tumbuhan dan juga berfungsi sebagai repelan serangga (Robbers, Speedie, and Tyler, 1996; Anonim, 2010). Hasilnya, sebagai repelan, minyak

peppermint memiliki proteksi 100% terhadap nyamuk Aedes aegypti betina

dewasa hingga waktu 150 menit penelitian, dan setelah 30 menit kemudian hanya ada 1-2 gigitan dibandingkan pada kontrol yang berjumlah 8-9 gigitan (Kumaret al.,2011).

Pada penelitian ini, repelan minyak peppermint dibuat dalam sediaan

(25)

emulsifying agent, lotion juga memiliki viskositas yang cenderung rendah sehingga minyak peppermint dapat dengan mudah dilepaskan dari basis lotion

(Idson, cit. Ermenda, 2009) dan dapat memberikan proteksi pada kulit. Fungsi

dari lotionadalah untuk melembabkan kulit, melembutkan, mencegah kehilangan

air, dan mempertahankan bahan aktif (Setyaningsih, Hambali, dan Nasution, 2004). Lotion repelan ini dibuat dalam tipe minyak dalam air (M/A). Tipe emulsi ini adalah yang paling banyak dipilih karena tidak meninggalkan kesan lengket ketika diaplikasikan ke kulit karena kandungan airnya tinggi (Epstein and Simion, 1996). Formulalotion repelan ini menggunakanvirgin coconut oil(VCO) sebagai fase minyak untuk memberikan efekmoistdan akuades sebagai fase airnya.

Emulsifying agent yang digunakan dalam penelitian ini adalah

polysorbate 40 (tween 40®) dan sorbitan monolaurate (span 20). Keduanya

merupakan emulsifying agent nonionik dan telah lazim digunakan sebagai kombinasi dalam sediaan emulsi tipe M/A (Allen, 2002). Emulsifying agent

(26)

kombinasi polysorbate 40 dan sorbitan monolaurate berdasarkan variasi jumlah akan dilihat pengaruhnya terhadap sifat fisis lotion repelan minyak peppermint

dengan rancangan penelitian desain faktorial. Lotion repelan ini juga diuji waktu proteksinya untuk mengetahui seberapa lama lotion ini melindungi kulit terhadap nyamuk Aedes aegypti betina. Diharapkan dengan kombinasi emulsifying agent

ini mampu menghasilkan lotion repelan yang stabil dalam penyimpanan dan mampu memproteksi kulit terhadap nyamukAedes aegyptibetina.

1. Rumusan permasalahan

a. Manakah di antara polysorbate 40, sorbitan monolaurate, atau interaksi keduanya yang diprediksi dominan dalam menentukan sifat fisis lotion

repelan minyakpeppermint?

b. Apakahlotionrepelan minyak peppermintstabil secara fisis selama 1 bulan penyimpanan?

c. Berapa waktu proteksi paling lama yang diberikan olehlotion repelan minyakpeppermintterhadap nyamukAedes aegyptibetina?

2. Keaslian penelitian

Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan penulis, penelitian tentang minyak peppermint yang digunakan sebagai lotion repelan dengan menggunakan

polysorbate40 dansorbitan monolauratesebagaiemulsifying agentbelum pernah dilakukan. Adapun penelitian serupa pernah dilakukan oleh Hartanto (2007) dengan judul “Optimasi Komposisi Polysorbate 80 dan Gliserin sebagai

Emulsifying Agent dalam Lotion Virgin Coconut Oil dengan Aplikasi Desain

(27)

Virgin Coconut Oil dengan Kajian Penelitian Kecepatan Putar Mixer dan Waktu Pencampuran Menggunakan Metode Desain Faktorial”, serta penelitian Novitasari (2002) dengan judul “Pembuatan Lotion Repelan Minyak Kedelai : Tinjauan terhadap Sifat Fisis, Stabilitas, dan Aktivitas Repelan”. Penelitian ini mengacu pada penelitian dengan judul “Bioefficacy of Mentha piperita essential oil against

dengue fever mosquito Aedes aegypti L” yang dilakukan oleh Kumar et al.,

(2011).

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis. Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang bentuk sediaan lotion repelan yang berasal dari bahan alam dengan menggunakan emulsifying agentberupapolysorbate40 dansorbitan monolaurate.

b. Manfaat metodologis. Penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dalam badan kefarmasian mengenai penggunaan desain faktorial dan komposisiemulsifying agent.

c. Manfaat praktis. Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan sediaan berupa lotion dari minyak peppermint yang berkhasiat sebagai repelan dan stabil dalam penyimpanan serta dapat diterima masyarakat.

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

(28)

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui pengaruh polysorbate 40, sorbitan monolaurate, atau interaksi keduanya yang diprediksi dominan dalam menentukan sifat fisis lotion

repelan minyakpeppermint.

b. Mengetahui stabilitas lotion repelan minyak peppermint secara fisis selama 1 bulan penyimpanan.

c. Mengetahui waktu proteksi paling lama yang diberikan oleh lotion

(29)

7 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Emulsi

Emulsi merupakan sistem heterogen yang mengandung setidaknya satu cairan yang tidak bercampur atau terdispersi ke dalam cairan lainnya dalam bentuk droplet, atau globul, yang umumnya memiliki diameter melebihi 0,1 µm (Allen, 2002). Emulsi juga didefinisikan sebagai campuran yang tidak stabil secara termodinamika dari dua cairan yang tidak saling campur dan memerlukan

emulsifying agent untuk menyatukannya (Sinko, 2006). Menurut Epstein, et al., (1996), kebanyakan bentuk produk perawatan kulit adalah berupa emulsi.

Fase yang tidak saling campur merupakan hidrofil dan yang lain menunjukkan karakter lipofil. Fase hidrofil umumnya adalah air atau suatu cairan yang dapat bercampur dengan air, sedangkan sebagai fase lipofil bertindak suatu minyak mineral atau minyak tumbuhan atau lemak atau juga bahan pelarut lipofil (Voigt, 1994).

(30)

Untuk membuat emulsi, air, minyak, surfaktan, dan energi dibutuhkan (Walstra and Smulders, 1998). Menurut Friberg, Quencer, and Hilton (1996), suatu emulsi terbentuk ketika dua cairan yang tidak saling bercampur diberi agitasi secara mekanik. Selama agitasi, kedua cairan cenderung membentuk droplet, tetapi ketika agitasi dihentikan, droplet memisah menjadi dua fase. Ketika senyawa penstabil,emulsifier, ditambahkan ke dalam dua cairan yang tidak saling bercampur, satu fase akan menjadi fase kontinyu dan yang lainnya akan berada dalam bentuk droplet dalam waktu yang panjang. Droplet terbentuk oleh kedua fase selama agitasi dan fase kontinyu diperoleh karena droplet bersifat tidak stabil. Ketika air dan minyak diaduk secara bersamaan, droplet minyak di dalam air dan droplet air di dalam minyak terbentuk secara kontinyu, dan sebagai hasilnya adalah emulsi tipe M/A, ini diperoleh karena droplet air bergabung dengan droplet air lainnya lebih cepat dibandingkan droplet minyak. Ketika sejumlah besar droplet air bergabung dengan cukup, maka air akan menjadi fase kontinyu mengelilingi droplet minyak.

(31)

Gambar 1 menjelaskan berbagai macam proses yang terjadi selama pembentukan droplet pada emulsi. Tetesan-tetesan digambarkan dengan garis tipis sedangkan surfaktan digambarkan oleh garis yang lebih yang lebih tebal dan titik-titik (Walstra and Smulders, 1998).

Ada 2 tipe emulsi yang utama, yaitu minyak dalam air (M/A) dan air dalam minyak (A/M), tergantung apakah yang menjadi fase kontinyu minyak atau air (Aulton, 2002). Menurut Epstein et al., (1996), emulsi tipe M/A adalah yang paling banyak diformulasikan. Emulsi tipe ini cenderung tidak lengket dan harganya lebih rendah dibanding bentuk lain karena kandungan airnya yang lebih tinggi. Emulsi tipe M/A biasanya mengandung 10-35% fase minyak, dan emulsi dengan viskositas yang lebih rendah fase minyaknya dikurangi sekitar 5-15%. Air sebagai fase eksternal pada emulsi membantu hidrasi pada stratum korneum di kulit.

Menurut Barton (2002), pemberian agitasi pada campuran minyak dan air pada proporsi berapapun akan meningkatkan luas permukaan antara kedua fase, sehingga akan meningkatkan energi permukaan pada sistem. Dengan demikian, pada ketiadaan energi eksternal, sistem akan mengkonfigurasi dirinya pada tingkat energi terendah yaitu dengan meminimalisir jumlah kontak antara dua fase dan mengatur kembali dirinya menjadi dua lapisan terpisah. Solusinya adalah dengan menurunkan tegangan antarmuka antara dua lapisan dan dengan demikian akan menurunkan energi permukaan sistem.

Emulsifying agent merupakan surfaktan yang mereduksi tegangan

(32)

melewati formasi globul (Allen, 2002). Surfaktan memiliki banyak peran, salah satunya adalah dengan menurunkan tegangan antarmuka (Walstra and Smulders, 1998). Penurunan tegangan antarmuka oleh emulsifier merupakan hasil langsung dari adsorpsi pada antarmuka (Block, 1996). Menurut Voigt (1994), jika tegangan batas permukaan diturunkan maka tidak hanya memudahkan pembentukan emulsi, melainkan juga dihindari aliran bersama dari bola–bola fase terdispersi dan dengan demikian stabilitas sistem ditinggikan. Umumnya, digunakan kombinasi energi kimia dan mekanik untuk mencapai emulsi yang dapat mempertahankan stabilitasnya dalam jangka waktu yang dapat diterima. Sumber utama energi kimia adalah dariemulsifieratau surfaktan (Barton, 2002).

Pencampuran emulsifier sering dilakukan pada formulasi dibanding menggunakan emulsifier tunggal sehingga menghasilkan emulsi yang cenderung lebih stabil (Block, 1996; Kim, 2004). Pemilihan surfaktan antara lain harus memenuhi kriteria : 1) keamanan, yaitu efek samping dari surfaktan yang digunakan harus seminimal mungkin. 2) bau dan warna, bau harum atau warna yang sangat kuat pada surfaktan dapat berpengaruh pada estetika produk akhir sehingga sebaiknya dihindarkan. 3) kemurnian, apabila di dalam surfaktan ditemukan adanya ketidakmurnian maka surfaktan tersebut tidak dapat diterima untuk proses pembuatan (Rieger, 1997).

(33)

menghasilkan emulsi

1. Polysorbate40 (T

Gamb

Polysorbate

digunakan sebagai em

(Bester-Rogac, 2007). asam lemak dengan pol menggambarkan emul oleh panjang dari rant dinyatakan sebagai tw

ulsi yang relatif lebih halus dibanding menggun onik, lebih stabil terhadap perubahan pH dan kura

si garam, dan lebih mudah dikombinasikan seba on, 2002). Surfaktan nonionik tidak terpisah m

nnya adalah pada keberadaan gugus –OH, -O-, kul. Dilihat dari strukturnya, surfaktan noni njadi rantai polioksietilen yang memiliki gugus

iliki gugus hidroksil. Tipe surfaktan ini memil dan melarutkan yang sangat baik sehingga se pada krim danmilky lotion(Mitsui, 1998).

(Tween 40®)

mbar 2. Struktur molekulpolysorbate40 (Anonim, 20

40 merupakan surfaktan hidrofilik yang ku

emulsifier dan sering dikombinasikan denga

). Melalui pengesteran grup hidroksil bebas da n polietilenglikol berhasil untuk menghidrofilka ulgator dari jenis M/A, dimana hidrofilnya da rantai polioksietilen. Ester polioksietilensorbit

tween®(Voigt, 1994).

(34)

Polysorbate 40 memiliki rumus empirik C62H122O26, berat molekul 1284 g/mol dan nama kimia polioksietilen-(20)-sorbitanmonopalmitat. Nilai HLB-nya 15,6, memiliki bobot jenis 1,08 diukur pada suhu 25°C, dan viskositas sebesar 500 mPas (Rowe, Sheskey, and Quinn, 2009). Polysorbate 40 merupakan campuran ester parsial asam lemak, sebagian besar asam palmitat, dengan sorbitol dan anhidridanya dietoksilasi dengan kira–kira 20 mol etilen oksida per mol sorbitol dan anhidridanya (Anonim, 2005).

Menurut Rowe, et al., (2009), jikapolysorbate digunakan secara tunggal dalam suatu sistem emulsi M/A maka konsentrasinya antara 1–15%, sedangkan jika digunakan kombinasi dengan emulsifier hidrofilik, maka konsentrasi yang digunakan adalah 1–10%. Warnanya kuning hingga kuning tua, cairan hingga semi-gel pada suhu 25°C, dengan bau karateristik yang lemah. Polysorbate 40 larut dalam air, etanol, metanol, etil asetat, dan aseton, tidak larut dalam parafin cair dan minyak lemak (Anonim, 1973). Inkompatibilitasnya adalah dengan substansi seperti fenol, tannin, dan tar. Aktivitas antimikroba pengawet paraben menurun dengan keberadaanpolysorbate(Rowe,et al., 2009).

2. Sorbitan monolaurate(Span 20)

Gambar 3. Struktur molekulsorbitan monolaurate(Anonim, 2011g)

(35)

monolaurate merupakan campuran ester parsial sorbitol dan mono-, dianhidridanya dengan asam laurat (Anonim, 2000). Rumus empiriknya C18H34O6 dengan berat molekul 346 g/mol, nilai HLB-nya 8,6, kerapatannya 1,01 g/cm3, dan viskositas sebesar 3.900-4.900 mPas diukur pada suhu 25°C (Rowe, et al.,

2006). Tampilannya berupa cairan kuning kental yang berminyak dengan bau yang lemah (Anonim, 2000).

Sorbitan ester secara luas digunakan untuk kosmetik, produk makanan, dan formulasi farmasetik sebagai lipofilik nonionik surfaktan. Ketika digunakan secara tunggal, sorbitan ester menghasilkan emulsi A/M yang stabil dan mikroemulsi, namun seringkali digunakan untuk kombinasi dengan polysorbate

untuk menghasilkan emulsi A/M atau M/A atau krim dengan konsistensi yang bervariasi. Sorbitan ester secara umum larut atau terdispersi dalam minyak dan pelarut organik. Di dalam air, meskipun tidak larut namun secara umum dapat terdispersi (Rowe, et al., 2009). Menurut Anonim (2000), sorbitan monolaurate

terdispersi dalam air panas dan air dingin.

Menurut Rowe, et al., (2009), jika sorbitan ester digunakan secara tunggal dalam suatu sistem emulsi A/M maka konsentrasinya antara 1–15%, sedangkan jika digunakan kombinasi dengan emulsifier hidrofilik, maka konsentrasi yang digunakan adalah 1–10%.

B. Lotion

Lotion merupakan emulsi cair yang didesain untuk aplikasi eksternal,

(36)

digosokkan pada kulit (Allen, 2002). Lotion dapat diaplikasikan ke kulit untuk proteksi atau terapetik. Kemudahannya mengalir membuatnya cepat dan teraplikasi merata pada permukaan yang luas, serta meninggalkan lapisan tipis dari komponen obatnya pada permukaan kulit (Ansel, 1969). Salah satu contoh dari emulsi tipe M/A adalahlotion (Epstein,et al., 1996). Menurut Mitsui (1998), fungsi dasar darilotion adalah untuk menyediakan lembab dan sebagai humektan pada lapisan tanduk kulit.

Opaque lotion terdiri dari emulsi tipe M/A yang mengandung beberapa

persen minyak, dimana bobot jenis minyak dan fase air diatur sehingga tidak terjadi creaming atau sedimentasi di dalam cairan yang memiliki viskositas rendah. Milky lotion mempunyai karakter antara lotion dan krim. Lotion ini merupakan emulsi yang mengandung sedikit minyak dan memiliki fluiditas tinggi.

Milky lotion mempertahankan keseimbangan kelembaban kulit terutama dengan

menyediakan air, humektan, dan minyak untuk menjaga kulit tetap lembab (Mitsui, 1998).

C. Repelan

(37)

dengan permukaan yang ingin dihinggapinya (Robson, Doyle, and Marderosian, 1980). Kegunaan repelan secara nyata adalah sebagai alat yang praktis dan ekonomis untuk mencegah transmisi penyakit ke manusia (Tawatsin, Wratten, Scott, Thavara, and Techadamrongsin, 2001).

Repelan menguap lebih cepat dibandingkan kebanyakan insektisida. Insektisida bekerja dengan membunuh atau melumpuhkan serangga, sedangkan kebanyakan repelan bekerja dengan memberikan pencegahan kontak dengan serangga namun tidak melumpuhkan atau bahkan membunuhnya (WHO, 1997; Rutledge and Day, 2008). Durasi proteksi repelan pada kulit bervariasi antara 15 menit hingga 10 jam. Efektifitas dan durasi repelan tergantung pada tipe repelan (zat aktif dan formulasi), model aplikasi, kondisi lokal (temperatur, kelembaban, udara), ketertarikan nyamuk terhadap individu, dan sensitivitas nyamuk terhadap repelan (WHO, 1997). Pengujian telah dilakukan terhadap repelan yang berasal dari tanaman. Ketika diuji, kebanyakan minyak esensial cenderung memberikan proteksi yang tidak tahan lama, umumnya kurang dari 2 jam (Fradin, 1998).

D. NyamukAedes aegypti

(38)

penyakit lebih menyukai lingkungan yang lembab. Nyamuk Aedes aegypti

biasanya mencari tempat perkembangbiakan yang teduh dan terlindung dari sinar matahari. Di negara tropis seperti Indonesia, temperatur yang lebih rendah lebih disukai oleh vektor dari agen penyebab penyakit dibandingkan temperatur tinggi (Widoyono, 2008).

Ciri – ciri nyamukAedes aegyptiadalah :

 Sayap dan badannya belang – belang atau bergaris – garis putih,

 berkembang biak di air jernih yang tidak beralaskan tanah seperti bak mandi,

WC, tempayan, drum, dan barang-barang yang menampung air,  jarak terbang ± 100 m,

 nyamuk betina bersifat multiple biters (menggigit beberapa orang karena

sebelum nyamuk tersebut kenyang sudah berpindah tempat),  tahan dalam suhu panas dan kelembaban tinggi (Widoyono, 2008).

Gambar 4. NyamukAedes aegyptibetina (Ermayani, 2010)

(39)

Nyamuk yang menjadi vektor penyakit DBD adalah nyamuk yang menjadi terinfeksi saat menggigit manusia yang sedang sakit dan viremia (terdapat virus dalam darahnya). Virus dapat pula ditularkan secara transovarial dari nyamuk ke telur-telurnya. Virus berkembang dalam tubuh nyamuk selama 8-10 hari terutama dalam kelenjar air liurnya, dan jika menggigit orang lain maka virus dengue akan dipindahkan bersama air liur nyamuk. Virus dengue memperbanyak diri dalam tubuh manusia dan berada dalam darah selama satu minggu. Sekali terinfeksi, nyamuk menjadi infektif seumur hidupnya (Widoyono, 2008).

Faktor-faktor yang berkaitan dengan ketertarikan nyamuk terhadap suatu inang sangat kompleks dan tidak sepenuhnya diketahui. Nyamuk menggunakan visual, termal, dan stimuli penciumannya (olfaktori) untuk menemukan inang. Disini, olfaktorilah yang kemungkinan berperan penting. Stimuli visual penting digunakan untuk arah terbang nyamuk, terutama untuk terbang dalam jarak panjang, sedangkan stimuli olfaktori menjadi penting ketika nyamuk berada di dekat inang yang diincarnya (Fradin, 1998). Menurut Maibach et al., (cit. Wilkinson and Moore, 1982), ketertarikan relatif dari nyamuk Aedes aegypti

kepada kulit manusia tergantung dari keseimbangan antara ketertarikan elemen pada keringat dan repelensi pada lipid kulit. Novak (cit. Wilkinson and Moore, 1982), melaporkan bahwa berbagai macam atraktan untuk nyamuk antara lain warna, intensitas cahaya, kelembaban, temperatur, dan bau.

(40)

pernapasan manusia (Fradin, 1998). Kulit manusia juga terdapat bakteri, sehingga menghasilkan bau spesifik yang terdeteksi oleh olfactory binding protein pada nyamuk (Katz,et al.,2008). Karbon dioksida dan asam laktat adalah dua senyawa hasil metabolisme manusia yang diperkirakan menarik nyamuk. Karbon dioksida dilepaskan tidak hanya dari pernapasan, tetapi juga dari kulit. Karbon dioksida dilepaskan sangat cepat di udara dan dalam jarak jauh sehingga dapat dideteksi oleh nyamuk hingga jarak 36 meter. Asam laktat juga merupakan atraktan karena nyamuk mempunyai kemoreseptor pada antenanya yang distimulasi oleh asam laktat sehingga nyamuk mempunyai reseptor yang sama dengan manusia (Fradin, 1998). Asam laktat terdapat pada keringat dan bau tubuh. Menurut Geier (cit. Peterson and Coats, 2001), asam laktat penting sebagai atraktan terhadap nyamuk

Aedes aegypti, namun asam laktat sendiri sedikit atraktif. Hal ini bersinergi dengan komponen bau lain pada manusia yang tidak teridentifikasi. Kelakuan nyamuk mencari inang berhenti setelah mengkonsumsi darah, dan sensitifitasnya terhadap asam laktat juga berkurang sehingga kelakuan nyamuk mencari inang dapat diubah dengan mempengaruhi mekanisme reseptor asam laktat pada nyamuk (Davis, cit. Peterson and Coats, 2001).

(41)

Nyamuk Aedes aegypti lebih tertarik pada individu laki-laki dibanding perempuan (Carroll, 2005; Fradin, 1998). Selain itu menurut penelitian Bernier et

al., (cit. Carroll, 2005), subjek dengan temperatur kulit tertinggi lebih menarik nyamuk. Perempuan dengan produksi kelembaban kulit yang lebih tinggi juga lebih atraktif dibanding yang kelembaban kulitnya lebih sedikit, tetapi hal ini berkebalikan pada laki-laki. Manusia dewasa juga lebih disukai nyamuk dibanding anak-anak. Individu yang bertubuh lebih besar juga lebih menarik nyamuk, kemungkinan karena pengaruh panas tubuh dan kemampuan menghasilkan karbon dioksida yang lebih banyak (Fradin, 1998).

E. MinyakPeppermint

Minyak peppermint terjadi sebagai campuran dari keseluruhan dan bagian-bagian dari pucuk yang berbunga dengan menyobek daun. Warna daunnya bervariasi dari hijau hingga ungu. Peppermint (Mentha piperita) termasuk dalam famili Lamiaceae (D’Amelio, 1999). Peppermint digunakan secara luas pada makanan, kosmetik, dan pengobatan. Peppermint diakui aman oleh FDA dan keseluruhan herba peppermint mempunyai efek samping yang sedikit (Gardiner, 2000). Bahkan, menurut Anonim (2004), efek samping pada penggunaan jangka panjangnya belum diketahui.

Daun dan minyak peppermint digunakan untuk obat rakyat, sebagai perasa, kosmetik, dan produk–produk farmasetik di seluruh dunia. Minyak

(42)

atsiri. Uap minyak peppermint digunakan sebagai inhalan untuk pernapasan yang tersumbat (Gardiner, 2000).

Gambar 5. Struktur kandungan kimia dalam minyakpeppermint(Alankar, 2009)

(43)

keadaan segar, tetapi dalam jangka lama dapat teroksidasi dan menjadi damar, demikian pula warnanya akan berubah menjadi gelap (Tyler, Brady, and Robbers, 1988). Minyak atsiri peppermint mengandung 30–70% mentol bebas, mentol ester, dan 40 senyawa lainnya. Komponen–komponen yang utama dari minyak

peppermint adalah mentol (29%), menton (20-30%), dan mentil asetat (3–10%)

(Gardiner, 2000). Konstituen lebih lanjut terdapat tannin, triterpen, dan flavonoid (Anonim, 2004), mentofuran (1-9%), isomenton (1,5-10%), isopulegol (maksimal 2%), pulegon (maksimal 4%), dan karvon (maksimal 1%) (Alankar, 2009). Minyak peppermint diekstraksi dari daun Mentha piperita melalui destilasi uap (Kumar,et al., 2011).

Minyakpeppermintmengandung alkohol monosiklik berupa mentol yang merupakan turunan terpen (Tyler, et al., 1988). Mentol yang terdapat pada

peppermint termasuk dalam senyawa golongan terpenoid, yaitu jika berdasarkan

jumlah atom karbonnya maka termasuk dalam golongan monoterpenoid (C10) (Anonim, 2010). Monoterpen merupakan kandungan utama minyak atsiri yang banyak terdapat dalam tanaman dan berfungsi memberikan aroma (Heinrich, 2009) dan bau atau wangi yang khas (Harborne, 1987). Monoterpen berperan aktif dalam mekanisme pertahanan tumbuhan dan juga berfungsi sebagai repelan serangga (Robbers et al., 1996; Anonim, 2010). Menurut Harborne (1987), pada minyak atsiri yang bagian utamanya terpenoid, biasanya terpenoid terdapat pada fraksi atsiri yang tersuling uap.

(44)

25°C (Anonim, 2011c). Bobot jenisnya antara 0,896-0,908 diukur pada suhu 25°C dan antara 0,8990-0,9110 diukur pada suhu 20°C (Anonim, 2011d). Nilairequired

HLB minyak peppermint adalah 12,3 (Orafidiya and Oladimedji, 2002). Titik didihnya sebesar 21,5°C (Anonim, 2011e). Minyak peppermint sedikit larut atau tidak larut di dalam air dingin, larut di dalam kebanyakan minyak dan alkohol, tidak larut di dalam minyak mineral (Anonim, 2011d).

F. Sistem HLB (Hydrophilic – Lipophilic Balance)

Sistem HLB digunakan untuk menggambarkan karateristik suatu surfaktan.Jika nilai HLB rendah, jumlah angka hidrofilik dari surfaktan kecil, yang berarti dia lebih lipofilik (larut minyak) dibanding hidrofilik (larut air) (Allen, 2002). Pada suatu sistem, setiap surfaktan memiliki angka HLB spesifik yang digunakan untuk mengemulsikan fase minyak yang memiliki required HLB untuk menghasilkan emulsi yang stabil (Epstein, et al., 1996). Required HLB diartikan setiap nilai, yang harus menunjukkan sebuah emulgator (atau suatu campuran emulgator), dengan demikian fase lipofil yang berjumpa dengan air memberikan suatu emulsi dengan dispersitas dan stabilitas optimal (Voigt, 1994).

Pada sistem HLB terdapat skala hidrofilisitas surfaktan antara 0-20 yang dapat memudahkan pemilihan dan pencampuran emulsifier (Block, 1996).

(45)

G. Formulasi 1. Virgin coconut oil(VCO)

Virgin Coconut Oil atau VCO adalah minyak yang dihasilkan dari buah

kelapa segar tanpa penambahan bahan kimia atau pun proses yang melibatkan panas yang tinggi (Timoti, 2005) atau dengan pemanasan tidak lebih dari 60°C dan aman dikonsumsi manusia (Anonim, 2011a). Selain warna dan rasa yang berbeda, VCO mempunyai asam lemak yang tidak terhidrogenasi seperti asam lemak biasa. Hal ini disebabkan VCO banyak mengandung banyak asam lemak rantai menengah (Medium Chain Fatty Acid / MCFA) (Timoti, 2005). MCFA yang paling banyak terkandung dalam VCO adalah asam laurat dengan komposisi antara 45,1-53,2% (Anonim, 2011b).

Menurut Timoti (2005), banyaknya manfaat VCO disebabkan oleh tingginya kandungan asam lemak jenuh yang tinggi (±90%-w). Asam lemak yang bersifat jenuh ini mengakibatkan tidak mudahnya asam lemak ini untuk teroksidasi oleh radikal bebas. Asam lemak jenuh berantai rendah dan medium memiliki sifat antimikrobial dan menunjang sistem kekebalan tubuh sehingga dapat menjaga tubuh kita dari virus, jamur, dan bakteri patogen lainnya.

Sifat kimia-fisik VCO antara lain tidak berwarna hingga berwarna kuning kecoklatan, memiliki indeks bias antara 1,448-1,449 dikur pada suhu 40°C, dan viskositasnya sebesar 24 cP diukur pada suhu 50°C (Timoti, 2005). Required

(46)

yang sedikit dan dapat digunakan baik secara internal maupun eksternal sebagai pembawa untuk bahan-bahan lainnya (Aulton, 2002).

2. Asam stearat

Asam stearat secara luas digunakan pada formulasi farmasetik sediaan oral dan topikal. Pada formulasi topikal, kegunaannya adalah sebagaiemulsifyingatau

solubilizing agent. Ketika dinetralisasi secara parsial dengan alkali atau

trietanolamin, asam stearat digunakan dalam preparasi krim. Penggunaannya untuk krim adalah pada konsentrasi 1-20% (Roweet al.,2009).

Gambar 6. Struktur molekul asam stearat (Roweet al.,2009)

Asam stearat memiliki rumus empirik C18H36O2 dan berat molekul 284,47 g/mol. Asam stearat sangat larut dalam dalam benzena, karbon tetraklorida, kloroform, dan eter; larut dalam etanol (95%), heksan, dan propilen glikol; praktis tidak larut dalam air. Asam stearat memiliki titik leleh 54°C (Rowe

et al., 2009). Menurut Allen (2002), dalam sistem emulsi M/A, asam stearat

memilikirequiredHLB 15. 3. Trietanolamin

(47)

Gambar 7. Struktur molekul trietanolamin (Roweet al., 2009)

Trietanolamin memiliki rumus empirik C6H15NO3 dengan berat molekul 149,19 g/mol. Warnanya jernih, tidak berwarna hingga kuning pucat, berupa cairan kental, dan memiliki sedikit bau amoniak. Sifatnya sangat higroskopik dan memiliki titik leleh antara 20-21°C (Rowe et al., 2009). Menurut Anonim (2011a), trietanolamin dapat bercampur dengan air, aseton, etanol, dan metanol; larut dalam kloroform; sedikit larut dalam benzena, dietil eter, dan lignin.

4. Setil alkohol

Setil alkohol atau cetanol (CH3(CH2)15OH) merupakan padatan putih berasal dari lilin dengan gugus hidroksil sehingga tidak memiliki kemampuan mengemulsi jika secara tunggal, tetapi setil alkohol dapat digunakan sebagai penstabil sistem emulsi, sepertilotion(Mitsui, 1998).

(48)

Gambar 8. Struktur molekul setil alkohol (Roweet al.,2009)

Setil alkohol memiliki berat molekul 242,44 g/mol, titik leleh antara 45-52°C, sangat larut dalam etanol (95%) dan eter, kelarutan bertambah dengan meningkatnya temperatur, praktis tidak larut dalam air, dapat bercampur ketika dilelehkan bersama lemak, paraffin padat dan cair, dan isopropil miristat (Roweet

al., 2009). Setil alkohol memiliki nilai required HLB dalam sistem emulsi M/A sebesar 15 (Allen, 2002). Jumlah setil alkohol yang biasa digunakan dalam lotion

adalah antara 0,5-10% (Young, 1972).

5. Gliserin

Gliserin (C3H8O3) digunakan secara luas pada formulasi farmasetik. Pada formulasi kosmetik dan farmasetik topikal, gliserin digunakan terutama karena sifatnya sebagai emolien dan humektan. Gliserin digunakan sebagai solven dan kosolven pada krim dan emulsi. Untuk penggunaan sebagai emolien dan humektan, gliserin digunakan pada konsentrasi ≤30%, sedangkan jika digunakan sebagai pengawet antimikroba maka konsentrasi yang digunakan adalah <20% (Roweet al.,2009).

(49)

itu sendiri. Pada penambahan, humektan juga mempunyai aktivitas bakteriostatik (Mitsui, 1998). Humektan dapat memperbaiki sifat penyebaran krim dan mempertahankan konsistensinya (Young, 1972).

Gambar 9. Struktur molekul gliserin (Roweet al.,2009)

Gliserin memiliki berat molekul 92,09 g/mol, tampilannya bening, tidak berwarna, tidak berbau, kental, bersifat higroskopis, dan titik lelehnya 17,8°C (Roweet al.,2009).

H. Menentukan Tipe Emulsi

Beberapa metode sederhana tersedia untuk membedakan tipe antara emulsi tipe M/A dan A/M, yang paling sering digunakan menurut Aulton (2002) dan Wilkinson and Moore (1982) antara lain :

 Uji kelarutan dengan minyak atau air : Emulsi hanya akan terlarut dalam

cairan dimana dia terlarut dengan fase kontinyunya.

 Pengukuran konduktivitas : Sistem dengan fase kontinyu cairan akan

menghantarkan arus listrik, sedangkan sistem dengan fase kontinyu minyak tidak bisa. Apabila sedikit menghantarkan arus listrik, ini mengindikasikan adanya dual emulsi atau terjadinya inversi sedikit demi sedikit.

 Uji pewarnaan : Digunakan pewarna larut air dan larut minyak. Dilihat dimana

(50)

I. Proses Emulsifikasi

Emulgator memiliki struktur yang sering terbentuk rantai panjang, misalnya sabun. Jika emulgator diberikan dalam air, maka molekul – molekulnya berkumpul pada permukaan cairan, di mana mereka menunjukkan efek orientasinya sehingga bagian hidrofil di dalam cairan, sebaliknya hidrofob terbalik dari fase perbatasan. Adsorpsi molekul emulgator pada permukaan cairan menimbulkan penurunan tegangan permukaan (Voigt, 1994).

Pada teori film antarmuka yang merupakan perluasan dari teori tegangan antarmuka, surfaktan yang teradsorpsi pada antarmuka melingkupi droplet fase terdispersi membentuk lapisan tipis film monolayer yang saling berlekatan. Adanya jarak pada antar droplet dapat mencegah terjadinya koalesensi. Stabilitas emulsi tergantung karateristik film monolayer yang terbentuk pada antarmuka. Contohnya campuran Tween 40 dan Span 80 pada emulsi tipe M/A. Rantai hidrokarbon pada Tween 40 akan memposisikan diri di antara Span 80, menghasilkan interaksi van der Waals antara rantai hidrokarbon. Rantai polioksietilen dari Tween 40 terhidrasi dan meruah, demikian pula dengan cincin sorbitan pada Span sehingga menyebabkan halangan sterik antara droplet dan dapat menstabilkan emulsi (Kim, 2004).

J. Karateristik Ukuran Droplet

(51)

Ukuran droplet dinyatakan dalam garis tengahnya (diameter droplet) dan distribusi ukuran droplet, sedangkan bentuk droplet memberikan gambaran tentang luas permukaan spesifik droplet dan teksturnya (Martin, Swarbrick, and Cammarata, 1993).

Batas daerah penggunaan mikroskop elektron terletak kira-kira antara 0,001-10 µm. Untuk analisis ukuran partikel dibuat sebuah gambar fotografis, yang tergantung ukuran partikelnya masih dapat diperbesar lagi (Voigt, 1994). Menurut Martin, et al., (1993), pengukuran ukuran droplet yang berkisar dari 0,2 μm sampai kira-kira 100μm dapat dilakukan menggunakan mikroskop.

Di bawah mikroskop, pada tempat di mana droplet terlihat, diletakkan mikrometer untuk memperlihatkan ukuran droplet tersebut. Kerugian metode mikroskopik adalah bahwa garis tengah yang diperoleh hanya dua dimensi dari droplet tesebut, yaitu dimensi panjang dan lebar sehingga tidak bisa memperkirakan ketebalan droplet. Selain itu, jumlah droplet yang harus dihitung sekitar 300-500 droplet agar mendapat suatu perkiraan distribusi yang baik, sehingga metode ini membutuhkan waktu dan ketelitian. Namun, pengujian mikroskopik suatu sampel harus tetap dilakukan, bahkan jika digunakan metode analisis ukuran droplet lainnya, karena adanya gumpalan dan droplet-droplet lebih dari satu komponen seringkali bisa dideteksi dengan metode ini (Martin et al., 1993).

(52)

empat kali lipat. Jika ukuran droplet direduksi sebanyak 1 µm atau 1/5 kali ukuran semula, maka kecepatan creaming akan menurun sebanyak 0,014 cm/hari atau 5 cm/tahun (Martinet al.,1993).

Menurut Eccleston (2007), ukuran droplet yang lebih besar akan cenderung mengalami koalesens dan ukuran droplet akan menjadi lebih besar lagi sehingga emulsi terpisah. Droplet dengan ukuran yang lebih kecil memberikan stabilitas emulsi yang lebih baik. Distribusi ukuran droplet dipengaruhi oleh karateristik emulsifier dan metode pembuatan. Distribusi ukuran droplet yang lebih sempit menghasilkan emulsi yang lebih stabil (Mollet and Grubenmann, 2001). Umumnya, semakin kecil ukuran partikel, stabilitas akan semakin meningkat, sehingga energi mekanik sangat berkontribusi pada stabilitas emulsi dan estetika secara keseluruhan (Barton, 2002).

K. Sifat FisisLotion 1. Viskositas

(53)

menurunkan daya sebar. Konsistensi pada formulasi memainkan peranan penting pada karateristik produk akhir (Garg, Aggarwal, Garg, and Singla, 2002).

Pengurangan ukuran droplet akan menaikkan viskositas. Semakin luas distribusi ukuran droplet (polydisperse), maka viskositas akan semakin rendah jika dibandingkan dengan sistem yang memiliki ukuran droplet rata-rata serupa (monodisperse), tetapi dengan distribusi ukuran droplet yang lebih sempit. Tipe zat pengemulsi mempengaruhi flokulasi dan daya tarik-menarik droplet sehingga mempengaruhi viskositas emulsi (Martinet al.,1993). Pada emulsi tipe M/A fase minyak sebagai fase internal tidak cukup banyak untuk menggambarkan kontribusi yang signifikan terhadap viskositas (Forster and Rybinski,1998).

Menurut Korhonen (2003), viskositas mempengaruhi ukuran droplet dan stabilitas emulsi dengan cara memperlambat difusi droplet ke dalam fase luar dan memperlambat gerakan Brownian droplet akibatnya droplet-droplet tidak dapat bergerak bebas.

2. Daya sebar

Daya sebar pada prinsipnya berhubungan dengan sudut kontak antara droplet preparasi semisolid dengan tempat aplikasinya dan ini mengukur kelicinan

(lubricity), yang berhubungan langsung dengan koefisien gesekan (S). Untuk

(54)

kecepatan peningkatan viskositas sebagai hasil dari penguapan (Garg, et al., 2002).

L. Stabilitas Emulsi

Stabilitas sebuah emulsi adalah sifat emulsi untuk mempertahankan distribusi halus dan teratur dari fase terdispersi yang terjadi dalam jangka waktu yang panjang. Pada emulsi yang stabil, tidak ada perubahan angka, distribusi ukuran, dan susunan ruang droplet selama waktu penelitian (Binks, 1998).

Instabilitas emulsi melibatkan sejumlah proses yang terjadi secara simultan atau terjadi dengan teratur, tergantung kondisi (Binks, 1998). Fenomena instabilitas fisik emulsi antara lain dapat berupa :

1. Creamingatau sedimentasi

Istilah creaming digunakan untuk menggambarkan agregasi globul dari fase terdispersi di bagian atas atau bawah emulsi, mirip seperti krim pada susu. Proses ini bersifat reversible dan dengan penggojogan ringan droplet dapat terredistribusi ke dalam fase kontinyu (Winfield and Richards, 2004). Menurut Aulton (2002), creaming merupakan pemisahan emulsi menjadi dua bagian dimana salah satu bagian memiliki fase terdispersi yang lebih banyak dibanding bagian lain. Peningkatan creaming memungkinkan terjadinya koalesensi dari droplet. Emulsi yang mengalamicreamingterlihat tidak elegan.

2. Flokulasi

(55)

dulu dibandingkan koalesensi. Koalesensi dapat meningkatkan kecepatan terjadinya creaming. Apabila terjadi flokulasi, redispersi dapat dicapai dengan mudah lewat penggojogan (Aulton, 2002). Flokulasi biasanya menjai prekursor terjadinya koalesens (Eccleston, 2007) sehingga pada peristiwa ini lapisan droplet belum rusak (Mollet and Grubenmann, 2001).

3. Koalesensi

Koalesensi yaitu penggabungan droplet-droplet menjadi ukuran yang lebih besar (Eccleston, 2007) sehingga menyebabkan pemisahan fase terdispersi membentuk suatu lapisan yang sifatnya irreversible. Koalesensi dari globul minyak pada emulsi tipe M/A dapat ditahan dengan keberadaan lapisan emulsifier yang teradsorpsi kuat secara mekanik disekeliling tiap globul. Dua globul yang saling berdekatan satu sama lain akan menyebabkan permukaan yang berdekatan tersebut menjadi rata. Perubahan dari bentuk bulat menjadi bentuk lain dapat meningkatkan luas area permukaan dan karenanya meningkatkan energi bebas permukaan total, penyimpangan bentuk globul ini akan tertahan dan pengeringan film fase kontinyu antara dua globul akan tertunda (Aulton, 2002).

4. Crackingataubreaking

Cracking adalah koalesensi dari globul terdispersi dan pemisahan dari fase terdispersi menjadi lapisan yang terpisah. Peristiwa ini terjadi secara

(56)

5. Inversi fase

Inversi fase merupakan perubahan tipe emulsi dari A/M menjadi M/A atau sebaliknya (Martin, et al., 1993). Inversi fase terjadi secara spontan dan oleh karena itu disertai dengan penurunan energi total sistem (Wilkinson and Moore, 1982). Konsentrasi fase terdispersi yang paling stabil adalah antara 30-60%. Jika jumlah fase terdispersi mendekati atau melebihi maksimum secara teoritis, yaitu 74% dari total volume, maka inversi fase dapat terjadi. Penambahan substansi dimana mengubah kelarutan dariemulsifying agentdapat menyebabkan terjadinya inversi fase. Proses ini terjadi secarairreversible(Winfield and Richards, 2004).

Menurut Wilkinson and Moore (1982), mekanisme terjadinya inversi dari emulsi tipe M/A menjadi A/M dikarenakan ketika sejumlah fase minyak ditambahkan (terjadi peningkatan jumlah fase minyak), terjadi aglomerasi dari droplet minyak, memasukkan sejumlah kecil air diantaranya. Secara cepat, pada titik inversi, film antarmuka pada titik kontak droplet-droplet yang beraglomerasi terorientasi kembali untuk membentuk droplet air dengan bentuk yang tidak beraturan dimana akhirnya dapat terapung.

6. Ostwald ripening

Ostwald ripening cenderung terjadi pada emulsi yang bersifat

(57)

Ostwald ripening melibatkan pertumbuhan partikel-partikel kecil menjadi partikel besar karena adanya kelarutan yang lebih besar pada partikel dan penambahan konsentrasi komponen di dalam medium pendispersi. Stabilisasi dapat dicapai dengan penambahan titik didih yang tinggi atau molekul yang berbobot molekul besar ke dalam fase internal untuk menurunkan energi bebas dari komponen yang terdifusi. Selain itu kestabilan juga dapat dicapai dengan membuat emulsi yang memiliki partikelmonodisperse(Block, 1996).

Gambar 10. Skema fenomena instabilitas emulsi (Eccleston, 2007)

M. Uji Stabilitas Emulsi

(58)

1. Uji makroskopik (indekscreaming)

Stabilitas fisik dari suatu emulsi dapat ditaksir dari pemeriksaan derajat

creamingatau koalesensi yang terjadi dalam periode waktu tertentu. Ini dilakukan dengan menghitung rasio volume bagian yang terpisah dari emulsi dibagi volume totalnya.

2. Analisis ukuran droplet

Jika ukuran rata-rata droplet bertambah seiring dengan penambahan waktu (bersamaan dengan penurunan jumlah droplet), maka dapat diasumsikan bahwa koalesensilah penyebabnya. Oleh karena itu sangat mungkin untuk membandingkan kecepatan terjadi koalesensi dari bermacam-macam formulasi emulsi dengan metode ini.

3. Perubahan viskositas

Ada banyak faktor yang mempengaruhi viskositas dari emulsi. Variasi dari jumlah atau ukuran droplet, atau pada orientasi atau perpindahan bahan pengemulsi yang berlebihan dalam periode waktu tertentu, dapat dideteksi dari perubahan viskositas yang terlihat jelas supaya perbandingan stabilitas relatif dan produknya hampir sama sehubungan dengan kecepatan pembentukancreaming.

N. Metode Desain Faktorial

(59)

Desain faktorial dapat digunakan untuk mendesain percobaan dengan lebih efisien yang mengevaluasi efek dari dua atau lebih faktor pada waktu yang bersamaan. Pada desain ini, tiap level dari satu faktor dikombinasikan dengan tiap level dari faktor lain atau variabel bebas (De Muth, 1999).

Penelitian desain faktorial dimulai dengan menentukan faktor dan level yang diteliti. Penelitian desain faktorial yang paling sederhana adalah penelitian dengan 2 faktor dan 2 level (Armstrong and James, 1996). Jumlah percobaan untuk penelitian dengan 2 level dan 2 faktor adalah 22= 4 (Bolton, 1990).

Level merupakan nilai atau tetapan untuk faktor. Efek merupakan perubahan pada respon yang disebabkan variasi level pada faktor. Efek dominan merupakan efek faktor rata-rata semua level dari faktor-faktor lain. Interaksi dapat dideskripsikan sebagai perbedaan antara efek pada dua level. Respon merupakan sifat atau hasil percobaan yang diamati. Respon yang terukur harus dikuantitatifkan (Bolton, 1990).

Persamaan umum desain faktorial adalah sebagai berikut :

Y = b0+ b1X1+ b2X2+ b12X1X2……… (1) Keterangan : y = respon hasil atau sifat yang diamati

X1, X2 = level bagian A dan B

b0 = rata-rata dari semua percobaan

(60)

Tabel I. Rancangan percobaan desain faktorial 22

Formula Faktor A Faktor B AB (interaksi)

(1) - - +

a + -

-b - +

-ab - - +

(Bolton, 1990). Ketika kedua faktor berada pada level rendah, maka kombinasi tersebut disebut percobaan (1). Ketika faktor A berada pada level tinggi dan faktor B berada pada level rendah, kombinasinya disebut percobaan a. Percobaan b berarti hanya faktor B yang berada pada level tinggi, dan percobaan ab berarti kedua faktor baik A maupun B berada pada level tinggi (Armstrong and James, 1996).

Konsep perhitungan efek menurut Bolton (1990) :

Efek A = ( ) ( )………. (2)

Efek B = ( ) ( )………. (3)

Efek interaksi A dan B =( ) (( ) )………... (4)

(61)

berasal dari level bervariasi dan faktor lain, kesimpulan yang digunakan adalah yang berdasarkan kondisi yang terbanyak (Bolton, 1990).

O. Landasan Teori

Salah satu cara untuk memproteksi dan menghindari gigitan nyamuk adalah dengan menggunakan anti nyamuk atau repelan. Repelan merupakan material yang dapat mencegah gigitan serangga dengan membuat serangga menjadi tidak tertarik dan umumnya jenis sediaan yang ideal adalah berupalotion. Minyakpeppermintadalah minyak yang diperoleh dari destilasi uap daun

peppermint. Komponen-komponen utamanya adalah mentol, menton, dan mentil

asetat. Mentol yang terdapat pada peppermint termasuk dalam senyawa golongan terpenoid, yaitu berupa monoterpenoid yang dapat berfungsi sebagai repelan serangga. Minyak peppermint termasuk minyak atsiri sehingga memiliki stabilitas buruk karena mudah menguap pada suhu ruangan.

Lotion merupakan sediaan emulsi cair yang ditujukan untuk penggunaan

(62)

melepaskan minyak peppermint dari basis lotion sehingga dapat memberikan proteksi pada kulit dari gigitan nyamuk.

Untuk membuat lotion, prinsipnya sama seperti pembuatan emulsi, yaitu diperlukan fase air, fase minyak, dan fase ketiga berupa emulsifying agent untuk menyatukan fase air dan fase minyak. Emulsifying agent yang digunakan adalah kombinasi polysorbate 40 dan sorbitan monolaurate yang keduanya merupakan jenis emulsifying agent nonionik sehingga dapat dihasilkan emulsi yang relatif lebih halus dibanding menggunakan emulsifying agent anionik dan kationik. Pemilihan kombinasi ini didasarkan pada tingkat kestabilannya terkait dengan kecepatan terjadinya koalesensi. Kombinasi kedua emulsifying agent ini berdasarkan variasi jumlah akan dilihat pengaruhnya terhadap sifat fisis lotion

repelan minyak peppermint terbatas pada level yang diteliti dengan rancangan penelitian desain faktorial. Dilihat juga apakah lotion repelan minyakpeppermint

stabil secara fisis selama 1 bulan penyimpanan.

P. Hipotesis

a. Diduga ada faktor yang diprediksi dominan antara polysorbate 40,

sorbitan monolaurate, atau interaksi keduanya dalam menentukan sifat fisislotion

repelan minyakpeppermint.

b. Lotion repelan minyak peppermint yang dihasilkan stabil secara fisis selama 1 bulan penyimpanan.

c. Lotion repelan minyak peppermint memberikan waktu proteksi

(63)

41 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan termasuk dalam jenis penelitian eksperimental dengan rancangan penelitian faktorial menggunakan dua faktor dan dua level yang bersifat eksploratif, yaitu mencari pengaruh efek dari penambahan

emulsifying agent antara polysorbate 40, sorbitan monolaurate, atau interaksi keduanya terhadap respon dan menghasilkan lotion repelan minyak peppermint

(Mentha piperita) dengan sifat fisis dan stabilitas yang dikehendaki.

B. Variabel dan Definisi Operasional 1. Klasifikasi variabel

a. Variabel bebas. Polysorbate40 (level rendah 1 gram dan level tinggi 4 gram) dansorbitan monolaurate(level rendah 5 gram dan level tinggi 8 gram).

b. Variabel tergantung. Sifat fisik lotion yang meliputi daya sebar, viskositas, pergeseran viskositas, stabilitas makroskopik, dan stabilitas mikroskopiklotionsetelah penyimpanan.

c. Variabel pengacau terkendali. Alat percobaan, kecepatan dan lama pengadukan, wadah penyimpanan, letak lotion saat pengukuran daya sebar, dan tinggi letak viskometer.

(64)

2. Definisi operasional

a. Lotion merupakan sediaan emulsi cair yang ditujukan untuk

pemakaian luar pada kulit dan mudah mengalir.

b. Repelan merupakan material yang digunakan untuk mencegah gigitan serangga atau mengurangi kontak dengan membuat serangga tidak tertarik.

c. Minyakpeppermintadalah minyak yang berasal dari tanamanMentha piperitadan diduga memiliki aktivitas sebagai repelan alami.

d. Emulsifying agent merupakan suatu senyawa yang dapat menurunkan

tegangan permukaan dari dua fase yang tidak saling campur sehingga salah satu fase dapat terdispersi dalam fase yang lainnya.

e. Sifat fisis lotion merupakan parameter yang digunakan untuk mengetahui kualitas fisislotionyang meliputi daya sebar dan viskositas.

f. Daya sebar diukur dengan cara mengukur diameter penyebaranlotion

pada alat ujihorizontal double plateselama 1 menit dan diberi beban 125 gram. g. Viskositas yang diinginkan adalah viskositas yang memudahkan

lotionuntuk mengalir, diisikan ke dalam wadah, dikeluarkan dari wadah saat akan digunakan, dan memiliki daya sebar yang baik saat diaplikasikan ke kulit.

h. Stabilitas lotion adalah parameter yang digunakan untuk mengetahui kestabilan lotion, dalam penelitian ini meliputi pergeseran viskositas, stabilitas makroskopik, dan stabilitas mikroskopiklotion.

(65)

j. Stabilitas makroskopik lotion adalah seberapa stabil lotion selama penyimpanan yang diukur dari ada tidaknya pemisahan fase selama penyimpanan. Parameter yang diamati adalah profil indeks creaming sediaan selama 1 bulan penyimpanan.

k. Stabilitas mikroskopik lotion adalah seberapa stabil lotion selama penyimpanan yang diukur dari besarnya droplet yang terbentuk. Besarnya ukuran droplet diamati dengan mikroskop. Stabilitas mikroskopik diukur dengan melihat pergeseran ukuran droplet yang terjadi setelah 48 jam pembuatan dan setelah 1 bulan penyimpanan.

l. Median adalah parameter yang diamati pada distribusi ukuran droplet. Median merupakan nilai tengah pada suatu distribusi yang membagi distribusi menjadi dua bagian yang sama.

m. Uji waktu proteksi lotion dilakukan dengan mengoleskan 0,5 gram

lotion mulai dari pergelangan tangan hingga ujung jari tangan manusia dan

diamati waktu ketika nyamuk pertama kali menggigit.

n. Desain faktorial adalah desain penelitian yang dapat digunakan untuk mengevaluasi efek dari dua faktor secara simultan.

o. Respon dalam penelitian ini terdiri dari perubahan sifat fisis lotion

yang meliputi daya sebar dan viskositas.

(66)

q. Level dalam penelitian ini menggunakan dua level, yaitu level rendah (1 gram untuk polysorbate40 dan 5 gram untuk sorbitan monolaurate) dan level tinggi (4 gram untukpolysorbate40 dan 8 gram untuksorbitan monolaurate).

r. Efek adalah pengaruh perubahan faktor terhadap respon karena adanya variasi level. Efek dapat dihitung secara matematis berdasarkan rumus desain faktorial dengan menghitung selisih rata-rata respon level tinggi dikurangi respon level rendah.

C. Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Virgin Coconut Oil

(VCO), polysorbate 40 kualitas farmasetis, sorbitan monolaurate kualitas farmasetis, asam stearat kualitas farmasetis, gliserin kualitas farmasetis, trietanolamin kualitas farmasetis, setil alkohol kualitas farmasetis, minyak

peppermintkualitas farmasetis (PT Brataco Chemica), akuades, reagenmethylene blue, nyamuk Aedes aegypti betina (Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran UGM).

D. Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah glassware (PYREX-GERMANY), waterbath, termometer, neraca, hand mixer Miyako Tipe HM-620,

horizontal double plate, Viscometer seri VT-04 (RION JAPAN), mikrometer,

Gambar

Gambar 17.Hasil pengujian tipe lotion dengan metode pewarnaan secara
Gambar 1. Berbagai macam proses yang terjadi selama pembentukan emulsi (Walstra andSmulders, 1998)
Gambar 1 menjelaskan berbagai macam proses yang terjadi selama
Gambar 3. Struktur molekul sorbitan monolaurate (Anonim, 2011g)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jika posisi RUU Ormas ini memayungi semua badan hukum termasuk yayasan dan dikembalikan lagi pada konsistensi Pasal 13 serta dengan alasan bahwa UU Yayasan belum mengatur

Pada Jurnal Penelitian ini, penulis membuat sebuah sistem informasi antrian yang memiliki sebuah metode integrasi bizkit CMS .Dalam penelitian ini, teknik Bizkit CMS yang

sosial apabila tidak ditangani secara maksimal. d) Tuntutan penerapan teknologi pengeboran. e) Distribusi minyak mentah yang unggul (Tepat waktu, tepat mutu, tepat

CV Virge Pratama Komputer mengalami kendala dalam hal mendapatkan pelanggan baru dan juga untuk mempertahankan pelanggan lama yang loyal terhadap perusahaan, kendala-kendala

Berdasarkan temuan penelitian, dikemukakan saran sebagai berikut (a) perlu meningkatkan fasilitas dan memperlebar ruangan agar lebih nyaman; (b)

Rumah Dinas Jabatan Peningkatan Jalan 1 Belanja Modal Konstruksi 2.206.759.000 1 Paket Kab Tulang Bawang Barat APBD Oktober October Oktober Desember 4 1.03.01.01 Dinas

:,--::Jnsan banyaknya biaya yang diperlukan untuk material, upai :::j: kerja dan penggunaan peralatan serta biaya-biaya lain yang -i'-,:Jrgan dengan pelaksanaan bangunan

[r]