• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh waktu pemaparan terhadap kadar timbal dalam buah pepaya (Carica papaya L.) yang dijual di beberapa pinggir jalan di Yogyakarta - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Pengaruh waktu pemaparan terhadap kadar timbal dalam buah pepaya (Carica papaya L.) yang dijual di beberapa pinggir jalan di Yogyakarta - USD Repository"

Copied!
0
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH WAKTU PEMAPARAN TERHADAP KADAR TIMBAL DALAM BUAH PEPAYA (Carica papayaL.)

YANG DIJUAL DI BEBERAPA PINGGIR JALAN DI YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

Vivi Elvira

NIM : 078114060

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

i

PENGARUH WAKTU PEMAPARAN TERHADAP KADAR TIMBAL DALAM BUAH PEPAYA (Carica papayaL.)

YANG DIJUAL DI BEBERAPA PINGGIR JALAN DI YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

Vivi Elvira

NIM : 078114060

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)

iv

Andai aku dapat memohon pada-Nya

agar hidupku sempurna,

kemungkinan ini

sangat menggiurkan,

tapi aku akan merasa hampa,

karena hidup

tak lagi mengajariku apapun..

Kupersembahkan untuk yang tersayang,,,

Seluruh Keluargaku, yang selalu menyayangi

dan memberikan dukungan,,,

(6)
(7)
(8)

vii

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Bapa di Surga atas berkat, kasih,

kekuatan, dan penyertaan-Nya maka skripsi berjudul “Pengaruh Waktu

Pemaparan Terhadap Kadar Timbal dalam Buah Pepaya (Carica papaya L.) yang

Dijual di Beberapa Pinggir Jalan di Yogyakarta” dapat terselesaikan dengan baik

oleh penulis. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh

gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta.

Selama penyusunan skripsi ini, banyak pihak yang telah membantu

penulis dalam mengatasi berbagai permasalahan dan kesulitan. Oleh karena itu,

penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Unversitas

Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Dra. M.M. Yetty Tjandrawati, M.Si. selaku pembimbing utama yang telah

membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Terima kasih atas waktu, kritik,

saran dan bantuan yang telah diberikan selama penyusunan skripsi.

3. Prof. Dr. Sudibyo Martono, M. S., Apt. selaku pembimbing pendamping yang

telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Terima kasih atas waktu,

kritik, saran dan bantuan yang telah diberikan selama penyusunan skripsi.

4. Christine Patramurti, M.Si., Apt. selaku dosen penguji yang telah memberikan

(9)

viii

5. Yohanes Dwiatmaka, M.Si. selaku dosen penguji yang telah memberikan

saran dan kritik untuk skripsi ini.

6. Rini Dwiastuti, M.Sc., Apt. yang telah memberikan ijin melakukan penelitian

di laboratorium.

7. Liana Wulan B. sebagai teman seperjuangan dalam skripsi ini, atas

kebersamaan selama penelitian, serta saran dan kritik untuk penulis sehingga

skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

8. Papa dan Om Indra Boentoro (Papa dari Liana) yang telah membantu selama

survei lokasi perkebunan pepaya dan distribusi buah pepaya dari Magelang ke

Yogyakarta.

9. Mas Bimo, Pak Parlan, Mas Kunto dan Mas Otok yang telah membantu

penulis sejak awal kegiatan penelitian di laboratorium hingga selesai.

10. Mas Narto, Pak Mukminin, dan Mas Dwi atas bantuannya.

11. Teman-teman Kost Dewi I: Eliz, Sasa, Frissa, Venny dan Helen atas

kebersamaan, dukungan, semangat dan doanya.

12. Hadi Setiawan (alm.) atas segala dukungan dan bantuan yang telah diberikan

selama penulis menyelesaikan studi di Fakultas Farmasi USD.

13. Teman-teman di kelas FST 2007 atas kebersamaan dan saat-saat yang

membahagiakan dan tak terlupakan.

14. Pihak Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT) Universitas

Gadjah Mada Yogyakarta yang telah memberikan ijin untuk melakukan

(10)

ix

15. Bu Astuti dan Mbak Pipit sebagai teknisi di LPPT UGM atas bantuan dan

saran selama melakukan penelitian di sana.

16. Semua teman-teman dan pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu per

satu oleh penulis, terima kasih atas bantuan dan dukungannya selama ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan

mengingat keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis. Oleh karena itu,

penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Akhir

kata, semoga skripsi ini berguna bagi kemajuan ilmu pengetahuan.

(11)

x

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

INTISARI ... xviii

ABSTRACT... xix

BAB I PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

1. Permasalahan ... 4

2. Keaslian penelitian ... 4

3. Manfaat penelitian ... 5

B. Tujuan Penelitian ... 5

(12)

xi

A. Timbal ... 6

1. Sifat fisika kimia timbal ... 6

2. Pencemaran udara oleh timbal ... 6

3. Metabolisme dan toksisitas timbal ... 7

4. Penelitian timbal dalam buah dan sayur ... 8

B. Pepaya ... 9

1. Morfologi ... 9

2. Kandungan kimia ... 10

3. Manfaat pepaya ... 12

C. Spektrofotometri Serapan Atom ... 13

1. Instrumentasi spektrofotometri serapan atom ... 16

2. Gangguan-gangguan pada spektrofotometri serapan atom ... 18

3. Analisis kuantitatif ... 20

D. Validitas Metode Analisis ... 20

1. Linearitas ... 22

2. Akurasi ... 22

3. Presisi ... 24

4. Spesifisitas ... 24

5. LOD (limit of detection) dan LOQ (limit of quantitation) ... 25

E. Landasan Teori ... 26

F. Hipotesis ... 28

BAB III METODE PENELITIAN ... 29

(13)

xii

B. Variabel Penelitian ……….. 29

1. Variabel bebas ………. 29

2. Variabel tergantung ………. 29

3. Variabel terkendali ……….. 29

C. Definisi Operasional ……… 31

D. Bahan Penelitian ……….. 31

E. Alat Penelitian ……….. 31

F. Tata Cara Penelitian ………. 32

1. Teknik pengambilan sampel ……… 32

2. Preparasi sampel ………. 33

3. Pembuatan kurva baku timbal ………... 34

4. Penetapan akurasi dan presisi ……….. 34

5. Penetapan linearitas ... 35

6. Penentuandetection limit... 35

7. Penentuanquantitation limit... 36

8. Analisis sampel secara kuantitatif ………... 36

G. Analisis Hasil ……….. 36

1. Akurasi ……….. ………. 36

2. Presisi ……….. 37

3. Linearitas ………. 37

4.Detection limit….……… 37

5.Quantitation limit….………... 38

(14)

xiii

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ………... 39

A. Pembuatan Larutan Baku Timbal ……… 39

B. Penetapan Kurva Baku ……… 40

C. Parameter Validitas Metode ……… 42

1.Limit of detection(LOD) danlimit of quantitation(LOQ) .. 42

2. Akurasi ……… 44

3. Presisi ……….. 47

4. Linearitas ………. 48

5. Spesifisitas ... 49

D. Penetapan Kadar Timbal dalam Buah Pepaya ... 49

1. Pengambilan dan perlakuan buah pepaya ... 49

2. Preparasi buah pepaya ……… 50

3. Analisis kadar timbal dalam pepaya ... 52

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN……… 60

A. Kesimpulan ……….. 60

B. Saran ……… 60

DAFTAR PUSTAKA ……….. 61

LAMPIRAN ………. 65

(15)

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel I Komponen Kimia dalamCarica papayaL. ... 11

Tabel II Kandungan Nutrisi dalam 100 g Buah Pepaya ... 11

Tabel III Parameter analisis yang harus dipenuhi untuk syarat validasi metode ... 21

Tabel IV Kriteria rata-ratarecoveryyang diijinkan ... 22

Tabel V Kriteria nilai presisi yang diijinkan ... 24

Tabel VI Data Replikasi Seri Kurva Baku Timbal ... 40

Tabel VII Data Replikasi Seri Kurva Baku Timbal dengan Penyesuaian Satuan Kadar Timbal ... 41

Tabel VIII Hasil Pengukuran Absorbansi Blanko (Asam nitrat pH 2), LOD, dan LOQ ... 43

Tabel IX DataRecoveryBaku Timbal ... 44

Tabel X DataRecoveryKadar Timbal dengan Metode Standar Adisi ... 46 Tabel XI Data Nilai KV Baku Timbal ... 47

Tabel XII Hasil KV Kadar Timbal dengan Metode Standar Adisi ... 48

Tabel XIII Hasil Penetapan Kadar Timbal dalam Buah Pepaya

Kontrol ...

53

Tabel XIV Hasil Penetapan Kadar Timbal dalam Buah Pepaya

yang Dititipkan pada Pedagang I selama 4 hari ...

(16)

xv

Tabel XV Hasil Penetapan Kadar Timbal dalam Buah Pepaya

yang Dititipkan pada Pedagang I selama 8 hari ...

54

Tabel XVI Hasil Penetapan Kadar Timbal dalam Buah Pepaya

yang Dititipkan pada Pedagang II selama 4 hari ... 55

Tabel XVII Hasil Penetapan Kadar Timbal dalam Buah Pepaya

yang Dititipkan pada Pedagang II selama 8 hari ... 55

Tabel XVIII Hasil Penetapan Kadar Timbal dalam Buah Pepaya

yang Dititipkan pada Pedagang III selama 4 hari ... 56

Tabel XIX Hasil Penetapan Kadar Timbal dalam Buah Pepaya

(17)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Buah Pepaya ... 10

Gambar 2. Instrumen Spektrofotometer Serapan Atom ... 13

Gambar 3. Bagian-bagian Instrumen Spektrofotometer Serapan

Atom ... 15

Gambar 4. Instrumentasi Spektrofotometer Serapan Atom ... 16

Gambar 5. Absorbansi Logam Pb versus Kadar Timbal (Replikasi

(18)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Data Penimbangan Bahan ... 66

Lampiran 2. Contoh Perhitungan Kadar Seri Larutan Baku Timbal ... 68

Lampiran 3. Persamaan Kurva Baku dan Gambar Kurva Baku Timbal ... 71

Lampiran 4. Perhitungan Penetapan Nilai LOD dan LOQ ... 72

Lampiran 5. Contoh Perhitungan Nilai %RecoveryBaku Timbal 74 Lampiran 6. Contoh Perhitungan Nilai KV ... 78

Lampiran 7. Contoh Perhitungan Penetapan Kadar Timbal dalam Sampel ... 79

Lampiran 8. Data Statistik Kelompok Pedagang I ... 81

Lampiran 9. Data Statistik Kelompok Pedagang II ... 83

Lampiran 10. Data Statistik Kelompok Pedagang III ... 85

Lampiran 11. Gambar Proses Pengambilan Sampel Pepaya ... 87

(19)

xviii

INTISARI

Asap kendaraan bermotor yang mengandung timbal dapat mengontaminasi buah yang dijual di pinggir jalan, seperti pepaya. Konsumsi buah yang mengandung timbal dapat mengakibatkan toksisitas kronis. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh lama waktu pemaparan udara yang terkontaminasi timbal terhadap kadar timbal dalam buah pepaya (Carica papaya

L.) serta mengetahui apakah metode yang digunakan telah memenuhi parameter validitas: LOD, LOQ, akurasi, presisi, spesifisitas dan linearitas.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Sampel diperoleh dengan mengambil daging buah pepaya kemudian didestruksi dan ditetapkan kadar timbalnya dengan spektrofotometer serapan atom.

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh nilai r sebesar 0,9998. Recovery

dan KV baku pada kadar 0,25; 1,5; dan 3,0 ppm adalah 91,66-95,06% dan 1,86%; 100,78-102,38% dan 0,80%; 102,28-105,92% dan 1,76%. Recovery dan KV standar adisi sebesar 97,89-100,95% dan 1,65%. Rata-rata kadar timbal dalam buah pepaya kontrol adalah 0,15187 mg/kg; dalam buah pepaya yang dititipkan di pinggir Jalan Colombo, Jalan A.M. Sangaji dan Jalan Gedong Kuning selama 4 hari adalah 0,15267 mg/kg; 0,15440 mg/kg; 0,15645 mg/kg; dan selama 8 hari adalah 0,15650 mg/kg; 0,14972 mg/kg; 0,15908 mg/kg.

Hasil statistik menunjukkan bahwa perbedaan kadar timbal antara kelompok buah pepaya kontrol, 4 hari dan 8 hari di Jalan Colombo, Jalan A.M Sangaji dan Jalan Gedong Kuning tidak signifikan.

(20)

xix

ABSTRACT

Motor vehicle fumes that contain lead can contaminate fruit sold on the roadside, such as papaya. Consumption of fruits that contain lead cause chronic toxicity. The purpose of this study was to determine the effect of exposure duration of lead-contaminated air to the lead content in papaya fruit and determine if the methods used in, compliance with the validity parameters: LOD, LOQ, accuracy, precision, specificity and linearity.

This study is an experimental studies. Samples obtained by taking the papaya fruit flesh, then it’s digested. Lead content determined by atomic absorption spectrophotometer

Based on research results, r value are 0.9998; recovery and CV value at levels 0.25; 1.5; and 3.0 ppm are 91.66-95.06% and 1.86%; 100.78-102.38% and 0.80%; 102.28-105.92% and 1.76%. Recovery and CV value of standard adition are 97.89-100.95% and 1.65%. The lead levels in control group are 0.15187 mg/kg; in papaya fruits which were sold on the Colombo, A.M. Sangaji and Gedong Kuning Roadside for 4 days are 0.15267 mg/kg; 0.15440 mg/kg; 0.15645 mg/kg, and for 8 days are 0.15650 mg/kg; 0.14972 mg/kg; 0.15908 mg/kg.

Statistically, there’s no significant difference in lead levels between controls, 4 days and 8 days groups in Colombo , A.M. Sangaji and Gedong Kuning Street.

(21)

BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang tingkat kependudukannya tinggi

dengan berbagai aktivitas kehidupan yang pasti menghasilkan suatu limbah. Salah

satu limbah yang tergolong sangat beracun bagi organisme hidup adalah

senyawa-senyawa kimia yang mempunyai bahan aktif logam-logam berat (Palar, 1994).

Timbal, kadmium, tembaga, dan seng merupakan polutan logam yang utama di

lingkungan pinggir jalan (Akbar, Hale, Headley, dan Athar, 2006).

Beberapa logam berat, seperti kadmium, timbal, dan merkuri merupakan

kontaminan utama dalam makanan dan merupakan masalah utama terhadap

lingkungan (Zaidi, Asrar, Mansoor, dan Farooqui, 2005). Kontaminasi logam

berat dalam sayuran dan buah disebabkan oleh kontaminasi pada tanah dan

atmosfer yang dapat mengancam kesehatan manusia (Turkdogan, Kilicel, Kara,

dan Tuncer, 2003).

Namun, menurut Yusuf dan Oluwole (2009), selama proses transportasi

dan penjualan, sayur dan buah yang telah dipanen masih terancam oleh polusi

udara yang dapat menyebabkan peningkatan kadar logam berat dalam sayur dan

buah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Farista (2010), waktu

pemaparan berpengaruh terhadap kadar timbal pada buah jambu biji yang dijual di

pinggir jalan. Semakin lama buah dijajakan secara terbuka di kios di tepi jalan,

kadar cemaran timbalnya akan semakin tinggi (Kristiono, 1999). Oleh karena itu,

(22)

perlu dilakukan pemeriksaan kadar timbal dalam buah yang dijual di pinggir jalan

di Yogyakarta, terutama kios-kios buah di pinggir jalan raya dengan kepadatan

lalu lintas tinggi. Pada penelitian ini, kios buah yang dipilih adalah kios buah di

pinggir Jalan Colombo, Jalan Gedong Kuning, dan Jalan A. M. Sangaji,

Yogyakarta.

Buah yang dipilih adalah buah pepaya berusia 2-3 bulan yang diperoleh

langsung dari perkebunan pepaya di Jalan Mayor Unus KM 6, Gentan, Wayuan,

Kabupaten Magelang. Perlakuan yang diberikan adalah lama waktu pemaparan

buah pepaya, yaitu empat hari dan delapan hari setelah dititipkan pada kios-kios

buah. Kontrol yang digunakan adalah pepaya yang baru dipetik sebagai hari ke-0.

Pada penelitian dipilih buah pepaya karena buah pepaya merupakan salah

satu buah yang sering dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia karena manfaatnya

yang banyak. Secara ekonomis, pepaya adalah spesies yang penting dalam famili

Caricaceaedan telah dibudidayakan secara luas untuk tujuan konsumsi. Di Asia,

buah pepaya mentah yang diserut sering digunakan sebagai salad. Selain itu, buah

pepaya mentah yang telah dikupas dan dimasak digunakan dalam berbagai menu

makanan di Asia. Di Asia Tenggara, konsumsi pepaya menempati urutan kedua

setelah pisang (Australian Government, 2008). Selama tahun 2008, produksi buah

pepaya di dunia mencapai 9732158 ton dari 20 negara. Indonesia merupakan

negara keempat terbesar produksi pepaya di dunia (FAO, 2011).

Kulit pepaya harus dikupas terlebih dahulu sebelum dikonsumsi. Oleh

karena itu, peneliti ingin memeriksa apakah daging buah pepaya yang dikonsumsi

(23)

Pencemaran tersebut dapat ditentukan berdasarkan penambahan kadar timbal

dalam daging buah pepaya.

Penetapan kadar timbal (Pb) dalam buah pepaya ini menggunakan

metode spektrofotometri serapan atom. Menurut Bakkali, Martos, Souhail, dan

Ballesteros (2009), flame atomic absorption spectrometry banyak digunakan

karena selektivitasnya, kecepatannya, dan biaya operasionalnya yang murah.

Selain itu, menurut Khopkar (1990), kelebihan metode spektrofotometri serapan

atom adalah dapat menganalisis logam dalam konsentrasi rendah serta metode

serapan sangat spesifik, dalam hal ini setiap logam yang diukur mempunyai

panjang gelombang tertentu, sehingga serapan yang dihasilkan berasal dari

serapan logam tersebut tanpa ada serapan logam lain.

Validasi adalah proses yang digunakan untuk membuktikan bahwa suatu

metode analisis tertentu dapat digunakan untuk mengukur suatu analit tertentu dan

dapat memberikan hasil pengukuran sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan

(Tanase, Popescu, dan Pana, 2006). Validasi metode perlu dilakukan agar metode

ini valid dan dapat dipertanggungjawabkan. Suatu metode dinyatakan valid

apabila telah memenuhi syarat akurasi, presisi, linearitas serta spesifisitas yang

(24)

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat disusun permasalahan

sebagai berikut:

a. Apakah metode spektrofotometri serapan atom yang digunakan memiliki nilai

LOD, LOQ, akurasi, presisi, linearitas, dan spesifisitas yang baik untuk

menetapkan kadar timbal dalam buah pepaya?

b. Apakah ada pengaruh antara waktu pemaparan terhadap kadar logam timbal

dalam buah pepaya yang dijual di tepi Jalan Colombo, Jalan A.M. Sangaji,

dan Jalan Gedong Kuning, Yogyakarta?

c. Apakah kadar timbal dalam buah pepaya yang telah mengalami perlakuan

melebihi batas aman kadar timbal dalam buah menurut SNI 7387:2009 yaitu

0,5 mg/kg?

2. Keaslian penelitian

Sepengetahuan penulis, penelitian dengan judul Pengaruh Waktu

Pemaparan terhadap Kadar Timbal dalam Buah Pepaya (Carica papaya L.) yang

Dijual di Beberapa Pinggir Jalan di Yogyakarta belum pernah dilakukan.

Beberapa penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya antara lain

Penetapan Kadar Timbal (Pb) dalam Buah Salak, Alpukat, dan Melon dengan

Metode Spektrofotometri Serapan Atom (Kamal, Prayogo, dan Suroso, 2008).

Pengaruh Ketebalan Kulit, Waktu serta Lokasi Penjualan Terhadap Kadar Pb

dalam Buah Jambu Air, Belimbing, Jeruk, dan Pisang (Guntarti dan Kamal,

(25)

pada Buah Jambu Biji (Psidium guajava L.) yang Dijual di Pinggir Jalan (Farista,

2010). Kadar Cemaran Pb pada Anggur di Kios Buah : Studi Kasus di Jl. Inspeksi

Saluran Kali Malang, Jakarta Timur (Kristiono,1999).

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat metodologis. Hasil penelitian ini diharapkan dapat

memberikan informasi validitas metode spektrofotometri serapan atom pada

penetapan kadar logam timbal (Pb) dalam sampel buah pepaya.

b. Manfaat praktis. Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah

ilmu kefarmasian.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui apakah metode spektrofotometri serapan atom yang

digunakan memiliki nilai LOD, LOQ, akurasi, presisi, linearitas, dan

spesifisitas yang baik untuk menetapkan kadar timbal dalam buah pepaya.

2. Untuk mengetahui pengaruh antara waktu pemaparan terhadap kadar logam

timbal dalam buah pepaya yang dijual di tepi Jalan Colombo, Jalan A.M.

Sangaji, dan Jalan Gedong Kuning, Yogyakarta.

3. Untuk mengetahui apakah kadar timbal dalam buah pepaya yang telah

mengalami perlakuan melebihi batas aman kadar timbal dalam buah menurut

(26)

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Timbal 1. Sifat fisika kimia timbal

Timbal (plumbum/Pb) atau timah hitam adalah suatu unsur logam berat

yang lebih tersebar luas dibanding kebanyakan logam toksik lainnya. Timbal

dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan, ataupun saluran

pencernaan (Darmono, 1995).

Timbal termasuk ke dalam kelompok logam-logam golongan IVA pada

tabel periodik unsur kimia. Logam ini mempunyai nomor atom (NA) 82 dan

bobot atom (BA) 207,2. Timbal merupakan logam berat berwarna kelabu kebiruan

dan lunak dengan titik leleh 327 °C dan titik didih 1620 °C. Pada suhu 550-600

°C Pb menguap dan bereaksi dengan oksigen di udara membentuk timbal oksida.

Walaupun bersifat lunak dan lentur, Pb sangat rapuh dan mengkerut pada

pendinginan, sulit larut dalam air dingin, air panas dan air asam nitrit, asam asetat

dan asam sulfat pekat (Denny, 2005).

2. Pencemaran udara oleh timbal

Selama beberapa dekade terakhir, bensin yang mengandung timbal

(tetraethyllead) merupakan bahan bakar yang banyak digunakan pada kendaraan

bermotor. Partikulat timbal halida diemisikan dalam jumlah yang sangat besar.

Hal ini terjadi karena adanya dikloroetan dan dibromoetan yang ditambahkan

(27)

sebagai halogenated scavengers untuk mencegah akumulasi timbal oksida di

dalam mesin. Proses pembentukan timbal halida dapat dilihat pada persamaan 1 di

bawah ini:

Pb(C2H5)4+ O2+halogenated scavengers

CO2+ H2O + PbCl2+ PbClBr + PbBr2(tidak seimbang) (1)

Selama puncak penggunaan bensin yang mengandung timbal mulai awal tahun

1970, sekitar 200000 ton timbal mencemari atmosfer setiap tahun melalui rute ini

(Manahan, 2005).

3. Metabolisme dan toksisitas timbal

Absorpsi timbal di dalam tubuh sangat lambat, sehingga terjadi

akumulasi dan menjadi dasar keracunan yang progresif. Keracunan timbal ini

menyebabkan kadar timbal yang tinggi dalam aorta, hati, ginjal, pankreas, paru,

tulang, limpa, testis, jantung, dan otak (Supriyanto, Samin, dan Kamal, 2007).

Timbal merupakan neurotoksin dan dapat menyebabkan tingkah laku abnormal,

keterbelakangan intelegensi dan mental. Timbal juga dapat mengganggu

metabolisme kalsium dan vitamin D serta mempengaruhi formasi Hb dan

mengakibatkan anemia (Soceanu, 2009).

Sel-sel darah merah merupakan suatu bentuk kompleks khelat yang

dibentuk oleh ion Fe2+dengan gugus haemo dan globin. Efek hematotoksisitas ion

Pb2+ adalah menghambat sebagian besar enzim yang berperan dalam biosintesis

heme. Diantara enzim yang terlibat dalam sintesis heme, enzim δ-aminolevulinic

(28)

rentan terhadap efek penghambatan ion Pb2+. Selain itu, toksisitas ion Pb2+ juga

dapat menyebabkan anemia hemolitik akibat destruksi eritrosit. Anemia hemolitik

disebabkan masa hidup eritrosit yang terlalu singkat (Denny, 2005).

4. Penelitian timbal dalam buah dan sayur

Penelitian yang dilakukan Yusuf dan Oluwole (2009) mengenai

Kontaminasi Logam Berat (Cu, Zn, Pb) pada Sayuran di Kota Urban : Studi

Kasus di Lagos menunjukkan bahwa konsentrasi logam berat dalam sayuran dapat

dipengaruhi oleh konsentrasi logam berat dalam tanah, udara, serta air irigasi pada

lokasi penanaman. Selain itu, kadar logam berat tersebut juga dapat bertambah

akibat absorpsi logam berat yang berasal dari deposisi udara pada sayuran selama

proses transportasi dan penjualan.

Penelitian yang dilakukan oleh Kamal dkk. (2008) mengenai Penetapan

Kadar Timbal (Pb) dalam Buah Salak, Alpukat, dan Melon dengan Metode

Spektrofotometri Serapan Atom, menunjukkan bahwa terjadi penyerapan logam

Pb yang ada di udara oleh buah yang dijual di pinggir jalan. Buah alpukat

menunjukkan penyerapan logam Pb yang paling besar. Sebuah penelitian

mengenai Pengaruh Ketebalan Kulit, Waktu serta Lokasi Penjualan Terhadap

Kadar Pb dalam Buah Jambu Air, Belimbing, Jeruk, dan Pisang yang dilakukan

oleh Guntarti dan Kamal (2008), menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan

nyata pada kadar timbal berdasarkan lama hari diletakkannya sampel di lokasi

(29)

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Farista (2010) tentang Pengaruh

Waktu Pemaparan dan Pencucian terhadap Kadar Logam Pb pada Buah Jambu

Biji (Psidium guajava L.) yang Dijual di Pinggir Jalan dan Kristiono (1999)

mengenai Kadar Cemaran Pb pada Anggur di Kios Buah : Studi Kasus di Jl.

Inspeksi Saluran Kali Malang, Jakarta Timur diketahui bahwa terdapat pengaruh

semakin meningkatnya lama waktu buah dipaparkan pada udara yang tercemar

asap kendaraan bermotor terhadap peningkatan kadar timbal dalam buah.

Menurut SNI 7387:2009, batas maksimum kadar timbal dalam buah

adalah 0,5 mg/kg. SNI 7387:2009 ini merupakan daftar batas maksimum cemaran

logam berat dalam pangan.

B. Pepaya 1. Morfologi

Pepaya (Carica papaya L.). Pohon berbatang basah, tumbuh tegak,

silindris bercabang atau tidak, dalam rongga seperti sepon dan berongga, luar

dengan bekas-bekas daun. Susunan daun rapat, dengan rumus 3/8 pada

ujung-ujung batang atau cabang, tangkai bulat, berongga 25-100 cm panjang, helaian

daun bulat, berbagi atau bercangap menjadi, pangkal bangun jantung atau

berlekuk, ujung runcing, diameter 25-75 cm. Taju-taju bercangap menyirip tak

beraturan. Bunga berkelamin tunggal berumah dua. Bunga jantan dan beberapa

bunga betina seringkali dalam tandan yang bertangkai panjang. Kelopak kecil,

mahkota bangun terompet, putih kekuning-kuningan dengan tepi bertaju lima dan

(30)

Bunga betina kebanyakan terpisah dengan mahkota yang bebas atau hampir

bebas. Bakal buah beruang satu atau dengan sekat-sekat semu nampaknya

beruang lima. Kepala putik lima tak bertangkai putik. Biji banyak diselubungi

oleh selaput, tetapi sebelah dalam selaput kasar seperti duri. Buahnya buah buni

bentuk macam-macam, berdaging lunak berair-air, warna kuning-jingga

(Tjitrosoepomo, 1994). Gambar buah pepaya yang digunakan pada penelitian ini

dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Buah Pepaya

2. Kandungan kimia

Secara biologi, masing-masing bagian dari tanaman pepaya memiliki

komponen kimia dan kandungan nutrisi yang berbeda-beda dan dapat dilihat pada

(31)

Tabel I. Komponen Kimia dalamCarica papayaL. (Duke, 2007)

Senyawa Kimia Bagian Tanaman Kadar (ppm)

Alkaloid Daun 1300 – 1500

Carpaine Daun 150 – 4000

Dehydrocarpaines Daun 1000

Flavonol Daun 0 – 2000

Tanin Daun 5000 – 6000

Nikotin Daun 102,8

Benzylglucosinolate Lateks 116000

Caoutchouc Lateks 45000

Asam malat Lateks 4400

Papain Lateks 51000 – 135000

Asam butanoat Buah 1,2

Carpaine Buah 200

Cis-dantrans-oksida Buah 250 – 2238

Silikon Buah 1,2 – 10

Benzyl-isothiocyanate Biji 2000 – 5000

Carpasamine Biji 3500

Asam linoleat Biji 5389

Asam oleat Biji 193545 – 202400

Asam palmitat Biji 28791 – 30107

Tabel II. Kandungan Nutrisi dalam 100 g Buah Pepaya (USDA, 2010)

Nutrisi Jumlah

Air 88,06 g

Energi 179 kJ/43 kcal

Protein 0,47 g

Lemak total 0,26 g

Karbohidrat 10,82 g

Karbohidrat (gula) 7,82 g

Glukosa (dekstrosa) 4,09 g

Fruktosa 3,73 g

Beta-karoten 274μg

Thiamin 0,023 mg

Riboflavin 0,027 mg

Niacin 0,357 mg

Vitamin C (total asam askorbat) 60,9 mg

Vitamin A 950 IU

Likopen 1828μg

Vitamin E (alfa-tokoferol) 0,30 mg

(32)

3. Manfaat pepaya

Secara ekonomis, pepaya merupakan salah satu spesies terpenting

diantara famili Caricaceae dan telah dibudidayakan secara luas untuk tujuan

konsumsi sebagai buah segar dan diolah menjadi minuman, selai, jeli, es krim dan

dikeringkan (Morton, 1987). Kandungan nutrisi di dalam buah pepaya yang telah

matang menyebabkan pepaya menjadi sumber kalsium, vitamin A dan C yang

sangat baik. Buah pepaya yang belum matang memiliki kandungan lateks yang

tinggi sehingga kurang sesuai untuk dikonsumsi secara langsung. Namun, buah

pepaya mentah yang diserut sering digunakan sebagai salad di Asia. Selain itu,

buah pepaya mentah yang telah dikupas dan dimasak digunakan dalam berbagai

menu makanan di Asia (Australian Government, 2008).

Secara biokimiawi, daun dan buah pepaya memiliki kandungan kompleks

yang memproduksi beberapa protein dan alkaloid untuk kepentingan industri dan

farmasetika. Selain itu, lateks yang dihasilkan oleh seluruh bagian tanaman

pepaya, terutama dalam buah pepaya yang belum matang, memiliki kandungan

kimia berupa papain yang memiliki berbagai manfaat (Australian Government,

2008).

Secara komersial, papain memiliki berbagai kegunaan. Dalam industri

farmasetika atau kosmetik, papain dapat digunakan sebagai komponen sabun,

sampo, lotion, produk-produk perawatan kulit dan pasta gigi. Papain juga banyak

diaplikasikan dalam bidang medis dan kedokteran hewan sebagai sediaan obat

(33)

ternak, untuk pengobatan luka yang membusuk, serta untuk mengurangi

pembengkakan, demam dan adesi setelah pembedahan (Morton, 1987).

C. Spektrofotometri Serapan Atom

Spektrofotometri serapan atom digunakan untuk penetapan kadar sekitar

70 elemen secara kualitatif dan kuantitatif. Tingkat sensitivitas metode ini dapat

mencapai satuan ppm dan ppb. Kelebihan lain dari metode ini antara lain cepat,

mudah, memiliki selektivitas yang tinggi, serta biaya yang relatif murah (Skoog,

West and Holler, 1994). Kekurangan dari dari metode ini adalah dibutuhkan

sumber radiasi yang berbeda untuk masing-masing elemen (Christian, 2004).

Spektrofotometer serapan atom yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat

pada gambar 2.

Gambar 2. Instrumen Spektrofotometer Serapan Atom

Prinsip spektrofotometri serapan atom adalah larutan sampel mencapai

(34)

nyala tersebut terkandung atom-atom yang diteliti. Beberapa dari atom-atom ini

berada pada excitation state, tetapi sebagian besar berada pada ground state.

Atom-atom pada ground state dapat mengabsorpsi radiasi dari panjang

gelombang tertentu yang dihasilkan oleh sumber tertentu (hollow cathode lamp).

Panjang gelombang radiasi dari sumber yang tidak terserap oleh atom-atom pada

ground stateproporsional dengan jumlah atom-atom yang berada di dalam nyala.

Absorbansi secara langsung proporsional terhadap konsentrasi atom-atom dalam

bentuk gas yang terdapat dalam nyala yang juga proporsional terhadap konsentrasi

analit dalam larutan (Christian, 2004).

Proses pembentukan atom-atom logam dalam bentuk gas di dalam nyala

dapat diringkas sebagai berikut. Bila suatu larutan yang mengandung senyawa

yang cocok dari logam yang akan dianalisis itu dihembus ke dalam nyala,

terjadilah peristiwa berikut secara berurutan dengan cepat:

1. Penguapan pelarut yang meninggalkan residu padat;

2. Penguapan zat padat dengan disosiasi menjadi atom-atom penyusunnya, yang

mula-mula akan berada dalam keadaan dasar;

3. Beberapa atom dapat tereksitasi oleh energi termal (dari) nyala ke

tingkatan-tingkatan energi yang lebih tinggi, dan mencapai kondisi di mana atom-atom

tersebut akan memancarkan energi

(Basset, Martos, Souhail, and Ballesteros, 1991).

Hubungan antara populasi keadaan dasar dan keadaan eksitasi diberikan

(35)

N1/N0= (g1/g0) e- ΔE/kT (2)

keterangan : N1 = banyaknya atom dalam keadaan eksitasi N0 = banyaknya atom dalam keadaan dasar

(g1/g0) = angka banding bobot-bobot statistik untuk keadaan dasar dan keadaan eksitasi

ΔE = energi eksitasi = hv k = tetapan Boltzman

T = temperatur Kelvin (Bassetet al., 1991).

Pada gambar 3 dapat dilihat skema instrumen spektrofotometer serapan

atom yang terdiri dari sumber radiasi, nyala, monokromator, detektor, dan

readout.

Gambar 3. Bagian-bagian Instrumen Spektrofotometer Serapan Atom (Harris, 1987)

Penetapan kadar menggunakan metode spektrofotometri serapan atom

terjadi pada medium gas di mana atom-atom logam berada dalam bentuk

bebasnya. Oleh karena itu, tahap pertama dari seluruh tahapan dalam

spektrofotometri serapan atom adalah atomisasi, yaitu suatu proses di mana

sampel diuapkan dan didekomposisi untuk membentuk atom-atom dalam bentuk

(36)

presisi dan akurasi metode sehingga dapat dikatakan bahwa atomisasi merupakan

tahap kritis dari metode spektrofotometri serapan atom (Skooget al., 1994).

1. Instrumentasi Spektrofotometri Serapan Atom

Instrumentasi Spektrofotometri Serapan Atom dapat dilihat pada gambar

4.

Gambar 4. Instrumentasi Spektrofotometer Serapan Atom (Anonim, 2006)

Sistem instrumen spektrofotometer serapan atom terdiri dari beberapa

bagian yaitu sebagai berikut:

a. Sumber radiasi yang baik digunakan untuk spektrofotometri serapan atom

adalah hollow-cathode lamp yang terdiri dari sebuah anoda tungsten dan

katoda silindris yang terdapat di dalam tabung kaca yang mengandung gas

(37)

dilewatkan melalui elektroda, menyebabkan atom-atom dalam bentuk gas

terionisasi pada anoda. Ion-ion positif terakselerasi menuju katoda negatif.

Ketika ion-ion tersebut menyerang katoda, ion-ion tersebut akan

menyebabkan logam dalam sampel bergetar lalu menguap. Logam yang telah

menguap akan tereksitasi menuju tingkat energi yang lebih tinggi melalui

tabrakan terus-menerus dengan ion-ion gas berenergi tinggi. Ketika elektron

kembali ke ground state, spektrum karakteristik dari logam yang diteliti akan

diemisikan (Christian, 2004).

b. Pengabut berfungsi untuk menghasilkan kabut atau aerosol larutan uji. Larutan

yang akan dikabutkan ditarik ke dalam pipa kapiler oleh kerja Venturi dari

semprotan udara yang bertiup melintasi ujung kapiler; diperlukan aliran gas

bertekanan tinggi untuk menghasilkan aerosol yang halus (Bassetet al., 1991).

c. Nyala berfungsi untuk mengubah logam yang terdapat di dalam sampel yang

berupa padatan atau cairan menjadi bentuk atomnya. Sumber nyala yang

paling banyak digunakan adalah campuran asetilen sebagai bahan pembakar

dan udara sebagai pengoksidasi yang dapat menghasilkan temperatur sekitar

2200oC (Rohman, 2007).

d. Monokromator befungsi untuk memilih pita panjang gelombang yang sempit

dari sumber spektra. Monokromator terdiri dari lensa atau cermin untuk

memfokuskan radiasi, katup masuk dan keluar untuk mengurangi radiasi yang

tidak diinginkan, serta kontrol untuk membantu pemurnian spektral dari

radiasi yang diemisikan (Christian, 2004). Dalam kebanyakan instrumen

(38)

lebih seragam daripada yang dihasilkan oleh prisma, dan akibatnya instrumen

kisi dapat memelihara daya pisah yang lebih tinggi (Basset et al., 1991). Kisi

difraksi baik digunakan untuk menghasilkan lebar garis puncak serapan atom

yang sangat lebar (> 0,002-0,005 nm) dan kisi difraksi dapat menghalangi

radiasi nyala menuju detektor. Monokromator diletakkan diantara nyala dan

detektor (Mulja dan Suharman, 1995).

e. Detektor berfungsi untuk mengubah intensitas radiasi yang datang menjadi

arus listrik (Mulja dan Suharman, 1995). Pada spektrofotometer serapan atom,

digunakan photomultiplier (Basset et al., 1991). Tabung photomultiplier

terdiri dari katoda photoemissive, di mana terjadi serangan foton, serta

seperangkat elektroda (Christian, 2004).

f. Readout berupa sistem pencatat hasil yang menggunakan suatu alat yang telah

terkalibrasi untuk pembacaan suatu transmisi atau serapan (Rohman, 2007).

2. Gangguan-gangguan pada spektrofotometri serapan atom

Gangguan-gangguan (interferences) pada SSA adalah peristiwa-peristiwa

yang menyebabkan pembacaan serapan unsur yang dianalisis menjadi lebih kecil

atau lebih besar dari kadar yang sebenarnya dalam sampel (Rohman, 2007).

Gangguan-gangguan yang dapat terjadi dalam SSA antara lain:

a. Gangguan Spektral

Pada analisis emisi, baik ketika garis emisi atau pita emisi molekuler dekat

dengan garis emisi elemen yang diuji serta tidak dapat dipisahkan oleh

(39)

Gangguan spektral yang disebabkan oleh produk matriks tidak terjadi secara

luas pada atomisasi nyala dan biasanya dapat dihindari dengan variasi

beberapa parameter seperti temperatur dan perbandingan bahan bakar terhadap

senyawa oksidan (Skooget al., 1994).

b. Gangguan Ionisasi

Elemen seperti alkali dan alkali tanah serta beberapa elemen lain dapat

terionisasi dalam nyala pada temperatur yang sangat tinggi. Sinyal emisi

maupun absorpsi dapat menurun karena atom yang diukur adalah

atom-atom yang tidak terionisasi. Selain itu, adanya elemen-elemen yang mudah

terionisasi dalam sampel akan menambah jumlah elektron bebas pada nyala

sehingga menahan ionisasi elemen yang diuji (Christian, 2004).

c. Gangguan Kimia

Pemilihan kondisi operasi yang sesuai dapat meminimalkan gangguan kimia.

Umumnya, gangguan ini disebabkan oleh anion yang dapat membentuk

komponen dengan analit sehingga tingkat volatilitas menurun. Hal ini dapat

menurunkan jumlah analit yang menguap sehingga diperoleh kadar analit

yang rendah (Skooget al., 1994).

d. Gangguan Fisik

Parameter-parameter seperti jumlah sampel pada burner serta efisiensi

atomisasi merupakan gangguan-gangguan fisik. Penyebabnya antara lain,

variasi kecepatan alir gas pembakar, variasi viskositas sampel yang

disebabkan oleh temperatur dan variasi pelarut, kandungan zat padat yang

(40)

3. Analisis kuantitatif

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam analisis kuantitatif antara

lain:

a. Larutan sampel diusahakan seencer mungkin, kadar unsur yang dianalisis

tidak lebih dari 5% dalam pelarut yang sesuai. Larutan yang dianalisis lebih

baik diasamkan atau kalau dilebur dengan alkali tanah, tahap terakhir harus

diasamkan lagi.

b. Hindari pemakaian pelarut aromatik atau halogen. Pelarut organik yang umum

digunakan adalah keton, ester, dan etil asetat. Hendaklah menggunakan

pelarut-pelarut untuk analisis dengan derajat pro-analisis.

c. Dilakukan perhitungan atau kalibrasi dengan zat standar, sama seperti pada

pelaksanaan spektrofotometri UV-Vis (Mulja dan Suharman, 1995).

D. Validitas Metode Analisis

Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap

parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan

bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita,

2004). Validasi metode analisis diartikan sebagai suatu prosedur yang digunakan

untuk membuktikan bahwa metode analisis tersebut dapat memberikan hasil

seperti yang diharapkan dengan kecermatan dan ketelitian yang memadai. Metode

analisis instrumen merupakan metode yang terpilih dan memadai untuk

(41)

dianalisis dan kompleksnya matriks sampel yang dianalisis (Mulja dan Suharman,

1995).

Menurut The United States Pharmacopeia 30 The National Formulary

25 tahun 2007, suatu metode atau prosedur analisis dibagi menjadi empat

kategori, yaitu:

1. Kategori I mencakup prosedur analisis kuantitatif, untuk menetapkan kadar

komponen utama bahan obat atau zat aktif dalam sediaan farmasi.

2. Kategori II mencakup prosedur analisis kualitatif dan kuantitatif yang

digunakan untuk menganalisis impurities ataupun degradation compounds

dalam sediaan farmasi.

3. Kategori III mencakup prosedur analisis yang digunakan untuk menentukan

karakteristik penampilan suatu sediaan farmasi, misalnya disolusi atau

pelepasan obat.

4. Kategori IV merupakan tes identifikasi.

Parameter-parameter yang harus dipenuhi dari masing-masing kategori

tersebut dapat dilihat pada tabel III di bawah ini:

Tabel III. Parameter analisis yang harus dipenuhi untuk syarat validasi metode (Anonim, 2007)

Kategori 2 Parameter

analisis Kategori 1 Kuantitatif Uji batas Kategori 3 Kategori 4

Akurasi Ya Ya * * Tidak

Presisi Ya Ya Tidak Ya Tidak

Spesifisitas Ya Ya Ya * Ya

LOD Tidak Tidak Ya * Tidak

LOQ Tidak Ya Tidak * Tidak

Linearitas Ya Ya Tidak * Tidak

Range Ya Ya * * Tidak

(42)

Oleh karena itu, diperlukan suatu pedoman mengenai kesahihan metode

analisis yang didukung oleh parameter-parameter di bawah ini:

1. Linearitas

Linearitas merupakan kemampuan suatu metode (pada rentang tertentu)

untuk mendapatkan hasil uji yang secara langsung proporsional dengan

konsentrasi (jumlah) analit di dalam sampel. Rentang adalah jarak antara level

terbawah dan teratas konsentrasi analit yang telah diuji untuk mendapatkan

presisi, linearitas, dan akurasi yang bisa diterima (Anonim, 2007). Koefisien

korelasi akan mengindikasikan linearitas apabila nilai r > 0,999 (Yuwono dan

Indrayanto, 2005).

2. Akurasi

Akurasi atau kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat

kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Akurasi dinyatakan

sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan (Harmita,

2004). Menurut Yuwono dan Indrayanto (2005), rentang kesalahan yang diijinkan

pada setiap konsentrasi analit pada matriks dapat dilihat pada tabel IV.

Tabel IV. Kriteria rata-ratarecoveryyang diijinkan (Yuwono dan Indrayanto, 2005)

Konsentrasi analit (%) Unit Rata-rataRecovery(%)

100 100% 98-102

≥10 10% 98-102

≥1 1% 97-103

≥0,1 0,1% 95-105

0,01 100 ppm 90-107

0,001 10 ppm 80-110

0,0001 1 ppm 80-110

0,00001 100 ppb 80-110

0,000001 10 ppb 60-115

(43)

Menurut Snyder, Kirkland dan Glajch (1997), umumnya akurasi

ditentukan melalui penetapan recovery, tetapi ada tiga cara untuk menentukan

akurasi, yaitu:

a. Perbandingan dengan Standar

Penentuan recovery melalui perbandingan langsung terhadap standar (bahan

standar referensi) adalah pilihan teknik yang utama untuk analit dalam matriks

sampel yang tidak kompleks.

b. RecoveryAnalit

Jika analit yang digunakan berada dalam matriks sampel yang kompleks,

dapat digunakan metode spike recovery. Standar referensi analit ditambahkan

dalam matriks kosong (placebo). Misalnya, dalam analisis formulasi obat,

matriks kosong yang digunakan termasuk seluruh komposisi formulasi,

kecuali analit yang diukur.

c. Metode Standar Adisi

Pada metode standar adisi, standar yang telah diketahui jumlahnya

ditambahkan ke dalam matriks sampel yang diketahui telah mengandung

sejumlah analit yang belum diketahui kadarnya. Konsentrasi yang diperoleh

dari larutan tersebut merupakan konsentrasi analit dan standar yang

ditambahkan. Hasil konsentrasi analit dan standar tersebut dibandingkan

dengan konsentrasi analit dalam larutan yang tidak ditambah standar. Hasil

perbandingan tersebut merupakan recovery standar yang ditambahkan.

Metode ini digunakan ketika matriks kosong tanpa analit tidak memungkinkan

(44)

3. Presisi

Presisi atau keseksamaan adalah ukuran yang menunjukkan derajat

kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual

dari rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang

diambil dari campuran yang homogen (Harmita, 2004).

Menurut Harmita (2004), presisi dinyatakan dalam koefisien variasi

(KV). Ketentuan nilai KV yang dapat diterima dapat dilihat pada tabel V.

Tabel V. Kriteria nilai presisi yang diijinkan (Yuwono dan Indrayanto, 2005)

Konsentrasi analit (%) Unit Presisi (RSD %)

100 100% 1,3

0,00001 100 ppb 15

0,000001 10 ppb 21

0,0000001 1 ppb 30

4. Spesifisitas

Spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang hanya mengukur

zat tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang

mungkin ada dalam matriks sampel. Selektivitas metode ditentukan dengan

membandingkan hasil analisis sampel yang mengandung cemaran, hasil urai,

senyawa sejenis, senyawa asing lainnya atau pembawa plasebo dengan hasil

analisis sampel tanpa penambahan bahan-bahan tadi. Penyimpangan hasil

(45)

5. LOD (limit of detection) dan LOQ (limit of quantitation)

LOD adalah kuantitas terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi

dan masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blanko. LOQ

merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi

kriteria akurasi dan presisi. LOD dan LOQ dapat dihitung secara statistik melalui

garis regresi linier dari kurva kalibrasi (Harmita, 2004).

Detection limit dan quantitation limit dapat didefinisikan sebagai rasio

signal-to-noise, dengan nilai 2:1 atau 3:1 untuk detection limit dan nilai 10:1

(46)

E. Landasan Teori

Timbal merupakan logam yang terdapat dalam asap kendaraan bermotor.

Walaupun saat ini timbal sebagai bahan aditif bensin tidak digunakan lagi, tetapi

cemaran timbal di atmosfer sudah cukup tinggi. Manusia dapat terpapar oleh

timbal melalui berbagai sumber, diantaranya adalah melalui makanan yang

dikonsumsi. Absorpsi timbal yang berlebih dalam jangka waktu yang lama dapat

mengakibatkan akumulasi timbal di tubuh yang dapat menyebabkan keracunan.

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah pepaya karena

memiliki banyak manfaat karena banyak mengandung kalsium, vitamin A dan C,

serta kandungan nutrisi yang lain. Selain itu, pepaya merupakan buah yang

banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia. Batas kadar timbal dalam buah

menurut SNI 7387:2009 adalah 0,5 mg/kg.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Kristiono (1999) diketahui

bahwa terdapat pengaruh semakin meningkatnya lama waktu buah dipaparkan

pada udara yang tercemar asap kendaraan bermotor terhadap peningkatan kadar

timbal dalam buah. Perlakuan berupa perbedaan lama waktu pemaparan terhadap

udara yang tercemar asap kendaraan bermotor dapat menyebabkan peningkatan

kadar timbal dalam buah pepaya.

Spektrofotometer serapan atom merupakan instrumen yang digunakan

untuk mengukur kadar logam dalam suatu analit. Prinsip metode spektrofotometri

serapan atom adalah atomisasi logam pada temperatur yang sangat tinggi. Logam

akan menjadi atom-atom bebas yang akan mengabsorpsi cahaya dari lampu yang

(47)

absorbansi ini proporsional dengan kadar analit logam dalam sampel. Timbal

merupakan logam pada golongan transisi sehingga kadar timbal dalam buah

pepaya akan dapat ditetapkan kadarnya menggunakan spektrofotometri serapan

atom.

Validasi metode analisis untuk membuktikan bahwa metode tersebut

memenuhi persyaratan untuk digunakan serta dapat memberikan hasil seperti

yang diharapkan dengan kecermatan dan ketelitian yang memadai. Parameter

validitas yang akan diukur adalah LOD, LOQ, akurasi, presisi, linearitas, dan

(48)

F. Hipotesis

1. Metode spektrofotometri serapan atom pada penetapan kadar timbal (Pb)

dalam buah pepaya memenuhi persyaratan validasi: akurasi, presisi dan

linearitas, LOD, LOQ serta memiliki spesifisitas yang baik.

2. Ho = rata-rata kadar timbal dalam buah pepaya kelompok kontrol, 4 hari, dan

8 hari pada masing-masing pedagang berbeda tidak signifikan.

H1 = rata-rata kadar timbal dalam buah pepaya kelompok kontrol, 4 hari, dan

8 hari pada masing-masing pedagang berbeda signifikan.

3. Rata-rata kadar timbal dalam buah pepaya yang telah mengalami perlakuan

(49)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental karena adanya

perlakuan berupa perbedaan lama waktu pemaparan di pinggir jalan terhadap

subyek uji, yaitu buah pepaya.

B. Variabel Penelitian 1. Variabel bebas

Variabel bebas adalah variabel yang menyebabkan perubahan pada

variabel tergantung. Variabel bebas pada penelitian ini adalah lama waktu

penitipan buah pepaya pada pedagang di pinggir jalan.

2. Variabel tergantung

Variabel tergantung adalah variabel yang dapat berubah karena

dipengaruhi oleh variabel bebas. Variabel tergantung pada penelitian ini adalah

kadar timbal (Pb) dalam buah pepaya pada tiap kelompok.

3. Variabel terkendali

Variabel terkendali adalah variabel yang keberadaannya tidak diteliti

tetapi dapat menyebabkan perubahan pada variabel tergantung dan dapat

dikendalikan. Variabel terkendali dalam penelitian ini yaitu:

a.

(50)

a. Usia buah pepaya

Untuk mengatasinya dilakukan pemilihan usia buah pepaya yang hampir

sama yaitu berkisar 2-3 bulan.

b. Usia pohon pepaya

Untuk mengatasinya, pohon pepaya yang digunakan usianya hampir sama,

yaitu 8 bulan karena ditanam pada waktu yang hampir bersamaan.

c. Instrumen spektrofotometer serapan atom

Untuk mengatasinya, instrumen yang digunakan pada kondisi tinggi burner

dan kecepatan alir yang optimum serta menggunakan panjang gelombang

maksimum.

d. Temperatur

Untuk mengatasinya, digunakan temperatur yang sama pada saat proses

destruksi.

e. Ukuran buah pepaya.

Untuk mengatasinya, buah pepaya yang digunakan ukurannya hampir sama.

f. Perlakuan homogenisasi

Untuk mengatasinya, sampel pada tiap kelompok diberi perlakuan yang

sama yaitu dengan mengelupas kulit buah, memotongnya kecil-kecil

(51)

C. Definisi Operasional

1. Metode SSA berprinsip pada absorbansi cahaya oleh atom bebas. Penyerapan

cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat setiap

unsur. Panjang gelombang penyerapan logam Pb adalah 217 nm.

2. Parameter validasi metode analisis yang digunakan adalah LOD, LOQ,

akurasi, presisi, dan linearitas.

3. Kadar timbal dalam buah pepaya dengan satuan ppm (mg/kg).

D. Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah: larutan standar timbal

1000 ppm (certiPUR®,Merck), HNO3pekatp.a (E. Merck), HClO4 pekatp.a (E.

Merck), larutan asam pengencer (HNO3) dengan pH 2 dan aquabidest (LPPT

UGM), milipore (ukuran 0,45 μm; tipe DURAPORE, MA 01730; Milipore

Corporation, Bedford), bahan bakar untuk spektrofotometer serapan atom berupa

C2H2/udara (Air Product Semarang).

E. Alat penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah spektofotometer serapan

atom (merk Analytik Jena; tipe contrAA; nomor seri 300; tahun 2007; teknik

flame; panjang gelombang 217 nm; kecepatan alir bahan bakar 65 L/h; tipeburner

100 mm; tinggi burner 6 mm) dengan hollow cathode lamp untuk timbal, hot

(52)

LTD.), alat-alat gelas, dan neraca analitik (OHAUS PAJ 1003; max = 1050 ct;

readability= 0,001 ct; Corp. Pine Brook, NJ, USA).

Pengukuran kadar timbal dengan spektrofotometer serapan atom

dilakukan di LPPT Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

F. Tata Cara Penelitian 1. Teknik pengambilan sampel

Pengambilan sampel buah pepaya dilakukan di perkebunan pepaya

pinggir Jalan Raya Mayor Unus KM 6 Gentan, Wayuhan, Kabupaten Magelang.

Pengambilan sampel dilakukan pada bagian tengah kebun untuk mengurangi

kemungkinan pencemaran timbal yang disebabkan oleh asap kendaraan yang

melintas di sekitar perkebunan. Sampel buah pepaya dengan usia buah yang

hampir sama (2-3 bulan) diambil secara acak sebanyak 35 buah yang dibagi

menjadi beberapa kelompok sesuai dengan tempat penitipan buah sebagai berikut:

a. Kontrol sebanyak 5 buah.

b. Pedagang di Jalan Colombo (I) sebanyak 10 buah.

c. Pedagang di Jalan A.M. Sangaji (II) sebanyak 10 buah.

d. Pedagang di Jalan Gedong Kuning (III) sebanyak 10 buah.

Selanjutnya, perlakuan yang diberikan pada buah pepaya adalah

perbedaan lama waktu penitipan di tiap pedagang. Lama waktu penitipan adalah 4

(53)

2. Preparasi sampel

Setelah waktu perlakuan selesai, buah pepaya dipreparasi perkelompok

berdasarkan lokasi penitipan. Buah pepaya dikupas kulitnya, kemudian dipotong

kecil-kecil seukuran dadu. Buah pepaya yang sudah dipotong-potong tersebut

dicuplik untuk dihomogenkan dengan blender sehingga buah pepaya menjadi

halus (seperti bubur).

Pepaya yang sudah dihaluskan lebih kurang 15,0 g ditimbang seksama,

dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250 mL. Kemudian ditambahkan 15 mL HNO3

pekat p.a dan dipanaskan di atas hot plate pada temperatur ± 70-90 oC dengan

keadaan ditutup corong gelas. Proses destruksi dengan HNO3pekat p.adilakukan

hingga larutan tidak mengeluarkan asap coklat lagi dan larutan menjadi jernih

dengan volume < 10 mL. Larutan diturunkan dari hot plate dan ditunggu hingga

dingin. Setelah larutan dingin, ditambahkan HClO4 pekat p.a sebanyak 3 mL

secara hati-hati dan pemanasan dilanjutkan kembali dengan keadaan Erlenmeyer

tidak bertutup hingga volume < 5 mL. Larutan didinginkan pada temperatur

ruangan dan setelah itu dimasukkan dalam labu ukur 5 mL dan ditambah larutan

asam pengencer (larutan HNO3 pH 2) hingga garis batas. Apabila larutan tidak

jernih (ada endapan) maka dilakukan penyaringan denganmilipore.

Proses terakhir larutan sampel diukur absorbansinya dengan

(54)

3. Pembuatan kurva baku timbal

Larutan intermediet I dibuat dari larutan baku timbal dengan konsentrasi

1000 ppm yang diencerkan menjadi 100 ppm dalam labu 10 mL. Kemudian dari

larutan intermediet I dibuat larutan intermediet II dengan konsentrasi 50 ppm.

Larutan standar timbal dengan kadar 0,25; 0,5; 1,0; 1,5; 2,0; 2,5; dan 3,0 ppm

diperoleh dengan cara mengencerkan larutan intermediet II. Absorbansi

masing-masing seri kurva baku diukur dengan instrumen spektrofotometer serapan atom

pada panjang gelombang 217 nm.

4. Penetapan akurasi dan presisi

a. Akurasi dan presisi baku. Larutan timbal dibuat dalam tiga konsentrasi

yang berbeda, yaitu konsentrasi tinggi (3,0 ppm), tengah (1,5 ppm) dan rendah

(0,25 ppm). Replikasi dilakukan sebanyak 3 kali dan ripitasi masing-masing

konsentrasi sebanyak 3 kali. Kemudian larutan tersebut diukur absorbansinya

dengan spektrofotometer serapan atom. Kadar`timbal terukur ditentukan dengan

memasukkan nilai absorbansi yang diperoleh dalam persamaan kurva baku lalu

ditentukan nilairecoverydan KV baku timbal.

b. Akurasi dan presisi dengan metode standar adisi. Sampel dipreparasi

dengan destruksi (dengan perlakuan yang sama dengan preparasi sampel yang

akan ditentukan kadarnya). Sampel hasil destruksi diencerkan dengan larutan

asam pengencer hingga volume 5 mL. Replikasi tiga kali dengan ripitasi tiga kali.

Ukur serapan menggunakan instrumen spektrofotometer serapan atom panjang

(55)

destruksi (dengan perlakuan yang sama dengan preparasi sampel yang akan

ditentukan kadarnya). Namun, sebelum sampel hasil destruksi diencerkan dengan

larutan asam pengencer pH 2 hingga volume 5 mL, terlebih dahulu ditambahkan

larutan baku timbal dengan konsentrasi 1 ppm. Replikasi tiga kali dengan ripitasi

tiga kali. Ukur serapan menggunakan instrumen spektrofotometer serapan atom

dengan panjang gelombang 217 nm. Presisi baku timbal dengan metode standar

adisi menggunakan data yang diperoleh dari hasil penetapan akurasi dengan

metode standar adisi sebelumnya. Nilai KV diperoleh dengan membagi nilai

standar deviasi (SD) dengan rata-ratarecoverybaku timbal metode standar adisi.

5. Penetapan linearitas

Penetapan linearitas didapat dengan membuat larutan seri kurva baku

dengan konsentrasi 0,25; 0,5; 1,0; 1,5; 2,0; 2,5; dan 3,0 ppm yang masing-masing

direplikasi 3 kali. Mengukur absorbansinya dengan instrumen spektrofotometer

serapan atom pada panjang gelombang 217 nm.

6. Penentuandetection limit

Penentuandetection limit dengan mengukur absorbansi blanko sebanyak

3 kali. Blanko yang digunakan adalah larutan asam pengencer (larutan HNO3pH

2). Berdasarkan data absorbansi blanko yang diperoleh, dapat ditentukan batas

(56)

7. Penentuanquantitation limit

Penentuan quantitation limit dengan mengukur absorbansi blanko

sebanyak 3 kali. Blanko yang digunakan adalah larutan asam pengencer (larutan

HNO3 pH 2). Berdasarkan data absorbansi blanko yang diperoleh, dapat

ditentukan batas kuantifikasi yaitu 10 kali rata-rata absorbansi blanko.

8. Analisis sampel secara kuantitatif

Pengukuran secara kuantitatif dilakukan dengan membuat kurva kalibrasi

antara absorbansi dengan konsentrasi larutan standar. Absorbansi sampel yang

dihasilkan diinterpolasikan pada kurva kalibrasi sehingga konsentrasi unsur timbal

dalam larutan sampel dapat ditentukan.

G. Analisis Hasil 1. Akurasi

Berdasarkan persamaan linear kurva baku (y = Bx + A), dapat ditentukan

kadar baku timbal terukur (x) dengan memasukkan nilai absorbansi yang

dihasilkan (y). Perbandingan antara kadar baku timbal terukur (Pb) dengan kadar

baku timbal (Pb) secara teoritis yang diketahui merupakan nilai recovery baku,

yang dapat dihitung dengan cara berikut:

(3)

Syarat akurasi untuk baku timbal menggunakan syarat akurasi untuk

(57)

adisi menggunakan syarat untuk konsentrasi analit 1 ppm, yaitu 80-110%

(Yuwono dan Indrayanto, 2005).

2. Presisi

Presisi metode analisis dinyatakan dengan nilai KV (koefisien variansi),

yang dapat dihitung dengan cara berikut :

(4)

Syarat presisi untuk baku timbal menggunakan syarat presisi untuk

konsentrasi analit 100%, yaitu 1,3%. Syarat akurasi dengan metode standar adisi

menggunakan syarat untuk konsentrasi analit 1 ppm, yaitu 11% (Yuwono dan

Indrayanto, 2005).

3. Linearitas

Linearitas dinyatakan dengan nilai koefisien korelasi (r) pada analisis

regresi linear (y = Bx + A). Koefisien korelasi akan mengindikasikan linearitas

apabila nilai r > 0,999 (Yuwono dan Indrayanto, 2005).

4. Detection limit

Detection limit dalam suatu metode analisis dapat ditentukan dengan

(58)

5. Quantitation limit

Quantitation limit dalam suatu metode analisis dapat ditentukan dengan

rasiosignal to noisebernilai 10:1 (Yuwono dan Indrayanto, 2005).

6. Penentuan kadar sampel

Berdasarkan hasil pengukuran kadar sampel ditentukan besarnya (x)

dengan memasukkan nilai absorbansi yang dihasilkan (y) pada persamaan linier

kurva baku (y = B x + A) yang dipilih. Satuan kadar dalam (mg/mL) x 10-3

(59)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pembuatan Larutan Baku Timbal

Larutan baku timbal yang digunakan merupakan larutan stok standar

timbal p.a. yang menggunakan pelarut asam nitrat. Larutan baku timbal ini

kemudian dibuat menjadi beberapa konsentrasi menggunakan pelarut asam nitrat

dengan pH 2. Asam nitrat yang digunakan dalam pembuatan pelarut adalah asam

nitrat p.a.. Penggunaan pelarut asam nitrat pH 2 ini mengacu pada metode SNI

6989.8:2009 yang bertujuan agar ion timbal (Pb2+) dalam larutan menjadi lebih

stabil.

Larutan stok standar timbal p.a. tersedia dalam konsentrasi 1000 ppm.

Kemudian dibuat larutan intermediet 1 dengan kadar 100 ppm dan larutan

intermediet 2 dengan kadar 50 ppm. Selanjutnya dibuat larutan seri baku timbal

dengan tujuh konsentrasi yang berbeda yaitu, 0,25; 0,5; 1; 1,5; 2; 2,5; dan 3 ppm.

Pembuatan kurva baku timbal ini disesuaikan dengan hasil orientasi kadar timbal

dalam sampel yang akan digunakan serta hasil penentuan LOD dan LOQ yang

diperoleh. Selain itu, disesuaikan dengan batas maksimal timbal dalam

buah-buahan menurut SNI 7387:2009 sebesar 0,5 mg/kg. Oleh karena itu, pemilihan

seri konsentrasi kurva baku ini bertujuan agar kadar yang terdapat dalam sampel

dapat diinterpolasikan dalam persamaan kurva baku sehingga persamaan kurva

baku yang diperoleh dapat digunakan untuk menentukan kadar timbal dalam

sampel.

(60)

B. Penetapan Kurva Baku

Pembuatan kurva baku timbal untuk penetapan kadar dilakukan replikasi

tiga kali. Hasil pengukuran absorbansi masing-masing konsentrasi kurva baku

timbal diperoleh data yang dapat dilihat pada tabel VI berikut:

Tabel VI. Data Replikasi Seri Kurva Baku Timbal

Absorbansi Timbal Kadar

Timbal

(ppm) Replikasi I Replikasi II Replikasi III

0,25 0,00725 0,00730 0,00705

0,5 0,01251 0,01264 0,01213

1,0 0,02245 0,02221 0,02146

1,5 0,03330 0,03342 0,03102

2,0 0,04389 0,04268 0,03871

2,5 0,05229 0,05245 0,04792

3,0 0,06400 0,06245 0,05971

a = 0,00224

Ketiga persamaan tersebut memiliki nilai derajat kemiringan garis kurva

(α) yang kurang baik. Oleh karena itu, diperlukan penyesuaian satuan kadar

timbal agar diperoleh derajat kemiringan garis kurva (α) mendekati 45o. Hasil

(61)

Tabel VII. Data Replikasi Seri Kurva Baku Timbal dengan Penyesuaian Satuan Kadar Timbal

Absorbansi Timbal Kadar Timbal

(mg/20 mL) x 10-3 Replikasi I Replikasi II Replikasi III

5 0,00725 0,00730 0,00705

10 0,01251 0,01264 0,01213

20 0,02245 0,02221 0,02146

30 0,03330 0,03342 0,03102

40 0,04389 0,04268 0,03871

50 0,05229 0,05245 0,04792

60 0,06400 0,06245 0,05971

a = 0,00224

Kurva baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah kurva baku yang

dapat memberikan linearitas yang baik. Linearitas merupakan kemampuan suatu

metode (pada rentang tertentu) untuk mendapatkan hasil uji yang secara langsung

proporsional dengan konsentrasi (jumlah) analit di dalam sampel (Anonim, 2007).

Menurut Yuwono dan Indrayanto (2005), linearitas ditunjukkan dengan nilai

koefisien korelasi (r) > 0,999.

Pada penelitian ini, kurva baku yang dipilih adalah kurva baku replikasi

kedua karena memiliki nilai r yang paling baik. Persamaan kurva baku yang

digunakan adalah y = 1,00156 x + 0,00254 dengan nilai r sebesar 0,9998.

Hubungan korelasi antara kadar timbal dan absorbansi yang diperoleh dapat

(62)

Kurva Baku Timbal

Gambar 5. Absorbansi Logam Pb versus Kadar Timbal (Replikasi 2)

Berdasarkan gambar 5 di atas, dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan

absorbansi seiring dengan meningkatnya kadar timbal dalam larutan sehingga

diperoleh linearitas yang baik.

C. Parameter Validitas Metode

Tujuan validasi metode penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah

metode SSA yang digunakan untuk menentukan kadar timbal dalam pepaya

memiliki validitas yang baik. Hal ini dapat dilihat dari beberapa parameter yaitu

limit of detection (LOD), limit of quantitation (LOQ), akurasi, presisi, dan

linearitas.

1. Limit of detection(LOD) danlimit of quantitation(LOQ)

Penelitian ini termasuk metode analisis kategori II yang mencakup

prosedur analisis kuantifikasi impurities. Oleh karena itu, dilakukan penentuan

(63)

Detection limit merupakan kadar analit terkecil masih dapat terdeteksi

dan memberikan respon yang signifikan dibandingkan dengan respon blanko,

tetapi tidak perlu kuantitatif. Quantitation limit merupakan kuantitas terkecil

analit yang masih dapat memenuhi kriteria akurasi dan presisi. Rasio

signal-to-noise untuk detection limit adalah 2:1 atau 3:1 dan rasio signal-to-noise untuk

quantitation limitadalah 10:1 (Yuwono dan Indrayanto, 2005).

Pada penelitian ini penentuan LOD dan LOQ didasarkan pada

perhitungan absorbansi blanko berupa asam nitrat pH 2 yang digunakan sebagai

larutan asam pengencer. Hasil penetapan LOD dan LOQ yang diperoleh dapat

dilihat pada tabel VIII berikut dan perhitungannya dapat dilihat pada lampiran 4.

Tabel VIII. Hasil Pengukuran Absorbansi Blanko (Asam nitrat pH 2), LOD, dan LOQ

Replikasi Absorbansi Rata-rata

Absorbansi LOD LOQ

1 0,00059

2 0,00054

3 0,00056

0,00056 0,00168 0,00560

Berdasarkan tabel VIII, dapat diketahui nilai detection limit sebesar

0,00168 atau tiga kali absorbansi blanko dan quantitation limit sebesar 0,00560

atau 10 kali absorbansi blanko. Nilai terendah kurva baku ditentukan berdasarkan

quantitation limit yang diperoleh. Berdasarkan data pada tabel VI, dapat dilihat

bahwa absorbansi larutan timbal pada kadar 0,25 ppm lebih besar dari

quantitation limit sehingga hasil penetapan kadar timbal akan memiliki akurasi

(64)

2. Akurasi

Akurasi menunjukkan seberapa dekat hasil analisis yang akan diperoleh

dengan kadar analit yang sebenarnya. Menurut Snyder et al. (1997), ada tiga cara

untuk menetapkan recovery, yaitu: pembandingan standar, recoverypenambahan

analit ke dalam matriks kosong, atau adisi standar pada analit. Pada penelitian ini

metode yang digunakan untuk penetapanrecoveryadalah dengan melakukan adisi

standar pada analit dan penetapanrecoverybaku timbal.

Pada penetapan recovery baku timbal, digunakan tiga larutan dengan

konsentrasi yang berbeda, yaitu 0,25; 1,5; dan 3,0 ppm yang masing-masing

direplikasi tiga kali. Kadar timbal terukur diperoleh dengan cara memasukkan

nilai absorbansi ke persamaan y = 1,00156 x + 0,00254. Perhitungan penentuan

kadar timbal terukur serta recovery baku timbal dapat dilihat pada lampiran 5.

Hasil penetapanrecoverybaku timbal dapat dilihat pada tabel IX.

Tabel IX. DataRecoveryBaku Timbal

Kadar Timbal

Teoritis (ppm) Replikasi Absorbansi

Kadar Timbal Terukur (ppm)

% Recovery

1 0,00725 0,23515 94,06%

2 0,00730 0,23764 95,06%

0,25

3 0,00713 0,22916 91,66%

1 0,03330 1,53570 102,38%

2 0,03282 1,51173 100,78%

1,5

3 0,03314 1,52771 101,85%

1 0,06400 3,06840 102,28%

2 0,06490 3,11333 103,78%

3,0

3 0,06619 3,17773 105,92%

Hasil recovery baku timbal pada kadar 0,25 ppm adalah 91,66-95,06%,

pada kadar 1,5 ppm adalah 100,78-102,38%, dan pada kadar 3,0 ppm adalah

(65)

analit 100%, rata-rata recovery yang baik adalah 98-102%. Berdasarkan hasil

yang diperoleh, maka dapat dikatakan bahwa recovery pada penelitian ini baik

pada kadar 1,5 ppm karena memenuhi syaratrecoveryyang baik.

Pada metode standar adisi, analit yang digunakan terdapat dua kelompok,

yaitu kelompok yang belum diadisi dan sampel yang telah diadisi, masing-masing

direplikasi tiga kali. Larutan standar timbal yang ditambahkan pada analit adalah

1 μg/mL. Kedua kelompok ini kemudian dibandingkan untuk diketahui recovery

standar timbal yang ditambahkan. Kadar timbal diperoleh dengan cara

memasukkan nilai absorbansi ke persamaan y = 1,00156 x + 0,00254 sebagai nilai

y. Perhitungan penentuan kadar timbal serta recovery baku timbal dapat dilihat

pada lampiran 5. Hasil recovery dengan metode standar adisi dapat dilihat pada

(66)

Tabel X. HasilRecoveryKadar Timbal dengan Metode Standar Adisi

Sampel Sampel + Baku

Replikasi Absorbansi Rata-rata Absorbansi

Kadar Timbal

(μg/5 mL) Replikasi Absorbansi

Gambar

Tabel XV Hasil Penetapan Kadar Timbal dalam Buah Pepaya yang Dititipkan pada Pedagang I selama 8 hari ..........
Gambar 1. Buah Pepaya
Tabel I. Komponen Kimia dalam Carica papaya L. (Duke, 2007)
Gambar 2. Instrumen Spektrofotometer Serapan Atom
+7

Referensi

Dokumen terkait

Rasio volume penggunaan mortar dan kawat yang digunakan terhadap volume silinder terdiri dari empat variasi yaitu 0%, 0,1%, 0,2%, 0,3% dengan dibuat tiga benda

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk melakukan pengujian kuat tekan beton untuk penambahan 0%, 7%, 12%, 17%, dan 25% pyrophyllite,mengamati beton

Kecemasan ibu pada saat persalinan merupakan hal yang sangat penting dan harus diperhatikan oleh perawat, karena apabila kecemasan berlangsung terus-menerus

2.12.6Yield/Scrap Losses (Kerugian pada Awal Waktu Produksi Hingga Mencapai Kondisi Produksi yang Stabil). Reduced yieled losses adalah kerugian waktu dan material

Analisis univariat dilakukan untuk mendeskripsikan setiap variabel penelitian meliputi nilai minimum dan maksimum, nilai rata-rata, dan standar deviasi dengan tabel

Akibat banyaknya dampak yang ditimbulkan oleh COVID-19, Pemerintah segera mengambil kebijakan dan langkah-langkah luar biasa dalam rangka penyelamatan perekonomian

; n- Izir\ Trayek adalah pemberian izin untuk mengangkut orang dengan mobil bus dan atau mobli penumpang umum pada jaringan trayek dalam wilayah daerah yang selanjutnya

Batam - Jambi Survey Sub-Bottom Profiling (Seismic) - Support Personel &amp; alat, untuk rencana pembangunan pipa bawah laut