i
KONSEP ETOS KERJA ISLAMI
DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Islam
Oleh:
RIF’AH MUNAWAROH
NIM 11111047
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
vi
MOTTO
Bekerja Itu Ibadah, Berprestasi Itu Indah
(Tasmara, 2002:73)
“Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan
sungguh-sungguh menuju Tuhanmu, maka pasti kamu
vii
PERSEMBAHAN
Atas rahmat dan ridho Allah Swt, skripsi ini penulis persembahkan untuk:
1. Bapakku, Sutarna, dan ibuku, Durotul Basaroh, dengan segala perjuangan,
do‟a, keringat pengorbanan, kesabaran dan cinta kasih yang membentuk diriku
menjadi seorang perempuan yang tegar dalam mengarungi kehidupan yang
penuh liku. Semoga Allah Swt memberikan umur panjang, kesehatan, dan
kesakinahan dalam hubungan bapak dan ibu, serta semoga Allah Swt
memasukkan mereka ke dalam golongan penghuni surga.
2. Adikku, Riza Gunawan, yang selalu memberikan dukungan, perhatian, dan
pengertian, utamanya dalam proses pembuatan skripsi ini. Semoga Allah Swt
memberi kelancaran agar dapat menyelesaikan pendidikan dengan baik,
tercapai apa yang dicita-citakan, dan yang terpenting semoga Allah Swt
menjadikanmu anak saleh yang dapat meninggikan derajat keluarga.
3. Kekasihku, Slamet Setiawan, yang tak pernah henti memberikan motivasi,
semangat dan dukungan dalam mengarungi masa-masa sulit dalam hidupku,
serta tak pernah lelah menasehatiku agar menjadi seorang perempuan yang
lebih dewasa dan bijaksana. Semoga Allah Swt senantiasa menjagamu dan
viii
KATA PENGANTAR
Terucap syukur kepada Allah Swt Yang Maha Sempurna beserta Asmaul
HusnaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu
persyaratan wajib untuk dapat memperoleh gelar Sarjana Srata Satu Pendidikan
Islam (S.Pd.I) Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Tak lupa sholawat serta
salam semoga tercurahkan kepada Baginda Rasulullah saw.
Dalam penulisan skripsi ini penulis banyak menemui hambatan, tetapi
dengan rahmat-Nya dan perjuangan penulis serta bantuan berbagai pihak sehingga
skripsi ini terselesaikan. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan banyak
terima kasih atas segala nasehat, bimbingan, dukungan, dan bantuannya kepada:
1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
IAIN Salatiga.
3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku Kajur PAI IAIN Salatiga.
4. Ibu Maslikhah, S.Ag., M.Si. selaku pembimbing skripsi yang telah
memberikan bimbingan, pengarahan, dan sumbangan pemikiran terbaiknya
dalam masa bimbingan hingga selesainya penulisan skripsi ini.
5. Bapak M. Gufron, M.Ag., selaku dosen pembimbing akademik yang selalu
ix
6. Segenap dosen Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Salatiga yang
telah banyak memberikan hikmah dan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis
selama di bangku perkuliahan.
7. Bapak dan Ibuku tercinta, yang selalu memberikan dukungan baik moril
maupun materi serta dengan tulus dan ikhlas mengetuk pintu langit berdoa
untuk kelancaran dalam menyelesaikan perkuliahan dan skripsi ini.
8. Keluarga Besar Biro Konsultasi Psikologi Tazkia khususnya Tim Majelis
Do‟a Mawar Allah yeng telah memberikan banyak pengalaman dan pelajaran
berharga bagi penulis.
9. Ibu Dr. Muna Erawati, M.Si., yang telah memotivasi penulis untuk selalu
optimis dalam meraih kesuksesan.
10.Para pustakawan di IAIN Salatiga, yang telah memberikan pelayanan dalam
menggali wacana selama proses perkuliahan, khususnya Mbak Fera dan
Mbak Devi yang telah mendukung kelancaran pencarian bahan pustaka
selama pembuatan skripsi penulis.
11.Saudara-saudaraku seperjuangan di KOPMA “FATAWA” IAIN Salatiga,
yang telah memberikan pengalaman dalam berorganisasi.
12.Sahabat-sahabatku, Evi Triyani, Rini Riftiyani, Nur Anisah, Ratih Siti Nur
Jannah, Yuli Hastuti, Ika Khusnul Fadhilah, Al Milatul Mizza yang telah
memberikan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.
13.Rekan-rekanku di kelas PAI B angkatan tahun 2011, kelompok KKL, kelompok
PPL, kelompok KKN yang telah memberikan banyak pengalaman berharga selama
xi
ABSTRAK
Munawaroh, Rif‟ah. 2015. Konsep Etos Kerja Islami dalam Perspektif Pendidikan Islam. Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Maslikhah, S.Ag., M.Si.
Kata Kunci: Etos Kerja Islami, Pendidikan Islam, Guru dan Siswa
Etos kerja Islami merupakan karakter berkenaan dengan kerja yang bukan hanya berorientasi pada materi tetapi lebih jauh bekerja merupakan ibadah. Etos kerja Islami sebagai karakter kerja memiliki pandangan utuh tentang dunia dan akhirat, materi dan non materi, serta jasmani dan rohani. Peneliti tertarik untuk mengkaji tentang etos kerja Islami dalam perspektif pendidikan Islam. Peneliti secara khusus mencari implikasi etos kerja Islami pada pendidikan Islam. Berdasarkan pada latar belakang tersebut, maka pertanyaan utama yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah: (1) Bagaimana konsep etos kerja Islami?, (2) Bagaimana konsep etos kerja Islami dalam perspektif pendidikan Islam?, (3) Bagaimana implikasi etos kerja Islami terhadap guru dan siswa dalam pendidikan Islam?.
Penelitian ini merupakan penelitian kajian pustaka (library research), yaitu meneliti tentang Konsep Etos Kerja Islami dan Konsep Pendidikan Islam dari berbagai literatur. Sumber data dalam penelitian ini berasal dari sumber data primer yaitu data utama berupa buku-buku tentang etos kerja Islami dan pendidikan Islam dan sumber data sekunder yaitu data pendukung dari data primer yang berhubungan secara tidak langsung dengan permasalahan penelitian. Pengumpulan data menggunakan metode dokumentasi. Metode analisis data dengan analisis deduktif, induktif, dan sintesis. Analisis deduktif memaparkan teori-teori secara umum kemudian ditarik sesuai permasalahan penelitian. Analisis induktif dengan membuat kesimpulan hasil penelitian berdasarkan temuan-temuan dari pembahasan terhadap permasalahan dalam penelitian. Analisis sintesis dengan menggabungkan antarkonsep untuk ditemukan hubungan antarkomponen.
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN BERLOGO ... ii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iii
NOTA PEMBIMBING ... iv
HALAMAN PENGESAHAN ... v
MOTTO ... vi
PERSEMBAHAN ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
ABSTRAK ... xi
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB I PENDAHULUAN ... . 1
A.Latar Belakang Masalah ... 1
B. Fokus Masalah ... 8
C.Tujuan Penelitian ... 8
D.Kegunaan Penelitian ... 9
E. Metode Penelitian ... 10
F. Penegasan Istilah ... 13
xiii
BAB II KONSEP ETOS KERJA ISLAMI ... 17
A.Etos Kerja ... 17
1. Pengertian Etos Kerja ... 17
2. Sumber Etos Kerja ... 19
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Etos Kerja ... 24
4. Ciri-ciri Etos Kerja Tinggi ... 29
5. Ciri-ciri Etos Kerja Rendah ... 33
B. Etos Kerja Islami ... 34
1. Pengertian Etos Kerja Islami ... 34
2. Sumber Etos Kerja Islami ... 38
3. Prinsip-prinsip Etos Kerja Islami ... 44
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Etos Kerja Islami .... 56
5. Pedoman Sikap Pekerja Beretos Kerja Islami ... 61
6. Karakteristik Etos Kerja Islami ... 65
BAB III KONSEP PENDIDIKAN ISLAM ... 78
A.Pengertian Pendidikan Islam ... 78
B. Dasar Pendidikan Islam ... 84
1. Dasar Pandangan Terhadap Manusia ... 88
2. Dasar Pandangan Terhadap Masyarakat ... 89
3. Dasar Pandangan Terhadap Alam Semesta ... 89
4. Dasar Pandangan Terhadap Ilmu Pengetahuan ... 90
5. Dasar Pandangan Terhadap Akhlak ... 92
xiv
D.Karakteristik Pendidikan Islam ... 95
1. Karakteristik Filosofis ... 95
2. Karakteristik Substansi ... 97
3. Karakteristik Aplikatif ... 102
E. Domain Pendidikan Islam ... 105
1. Guru ... 105
2. Siswa ... 119
3. Materi Pendidikan Islam ... 124
4. Metode Pendidikan Islam ... 128
5. Alat dan Media Pedidikan Islam ... 135
6. Lembaga Pendidikan Islam ... ` 137
BAB IV PEMBAHASAN ... 141
A.Konsep Etos Kerja Islami ... 141
1. Perpaduan Berbagai Konsep dalam Etos Kerja Islami ... 141
2. Etos Kerja Islami Melahirkan Kerja yang Religius ... 149
B.Konsep Etos Kerja Islami dalam Perspektif Pendidikan Islam ... 154
1. Etos Kerja Islami dalam Diri Insan Kamil ... 155
2. Etos Kerja Islami dalam Karakteristik Pendidikan Islam 160 3. Etos Kerja Islami dalam Diri Guru ... 166
xv
C.Implikasi Etos Kerja Islami dalam Pendidikan Islam ... 175
1. Etos Kerja Islami dalam Membentuk Guru Profesional dan Religius ... 176
2. Etos Kerja Islami dalam Membentuk Karakter Insan Kamil pada Siswa ... 181
BAB V PENUTUP ... 191
A.Kesimpulan ... 191
B. Saran ... 192
DAFTAR PUSTAKA ... 194
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup ... 198
Lampiran 2 Nota Penunjukan Pembimbing ... 199
Lampiran 3 Jurnal Konsultasi Skripsi ... 200
1
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Bekerja merupakan kewajiban bagi manusia dalam mengarungi
kehidupan di dunia. Setiap orang memiliki pandangan, sikap, kebiasaan yang
berbeda dalam bekerja. Pandangan, sikap, kebiasaan seseorang terhadap kerja
inilah yang dinamakan etos kerja (Buchori, 1994:6). Terbentuknya etos kerja
didorong atau dimotivasi oleh berbagai faktor. Dorongan kebutuhan dan
aktualisasi diri, nilai-nilai yang dianut, keyakinan atau ajaran agama tertentu
dapat berperan dalam proses terbentuknya etos kerja (Asifudin, 2004:30). Etos
kerja yang dimotivasi oleh ajaran agama, lebih khusus yaitu oleh nilai-nilai
ajaran Islam disebut sebagai etos kerja Islami.
Etos kerja Islami merupakan sebuah spirit yang harus mendarah daging
dalam diri pribadi muslim. Allah Swt tidak akan mengubah keadaan seseorang
atau suatu kaum apabila ia tidak berusaha mengubahnya sendiri, yaitu dengan
bekerja. Sebagaimana penjelasan firman Allah Swt dalam Surah Ar-Ra‟du ayat
11 berikut ini:
2
Etos kerja Islami berbeda dengan etos kerja secara umum. Etos kerja
secara umum melahirkan semangat kerja yang berorientasi untuk memperoleh
kepuasan duniawi, sedangkan etos kerja Islami bukan sekadar melahirkan
semangat kerja yang berorientasi pada materi atau kepuasan duniawi,
melainkan lebih jauh kerja sebagai ibadah yang tujuannya untuk memperoleh
ridho Allah Swt.
Tasmara (2002) mengemukakan bahwa etos kerja Islami dimotivasi
oleh semangat jihad dan tauhid. Semangat jihad mendorong seorang muslim
untuk bekerja dengan kesungguhan yang luar biasa. Sedangkan tauhid dalam
etos kerja seorang muslim menjadi daya pendorong agar terus berkreasi tanpa
merasa takut terhadap apapun kecuali Allah Swt. Iman yang menghujam dalam
dirinya tampak pada amal shalih yang memberikan rahmat bagi alam
sekitarnya (Tasmara, 2002:39). Etos kerja seorang muslim idealnya digerakkan
oleh dorongan iman dan semangat jihadnya, kemudian diolah dengan daya
nalar yang tajam (Tasmara, 2002:58).
Seorang yang beretos kerja Islami selalu kecanduan untuk beramal
shalih, suatu perbuatan disebut sebagai amal shalih apabila perbuatan itu
dilakukan dengan niat ibadah kepada Allah Swt (Sastrahidayat, 2009:12). Oleh
karena itu, Tasmara (2002:73-135) mengemukakan 25 ciri seorang yang
kecanduan beramal sholih sebagai karakteristik etos kerja Islami. Karakteristik
etos kerja Islami tersebut tampak pada perilakunya sehari-hari, seperti:
menghargai waktu, jujur, istiqomah, bertanggungjawab, memiliki semangat
3
produktivitas, senang bersilaturahmi, dan lain-lain. Luth (2001:39-40)
selanjutnya menjelaskan karakteristik seorang yang memiliki etos kerja Islami
yaitu ia bekerja semata-mata karena Allah Swt, bekerja keras, dan memiliki
cita-cita tinggi.
Etos kerja Islami menurut Asifudin (2004:96) merupakan salah satu
wujud pemahaman Islam kaffah, di antaranya yaitu menyeluruh dan seimbang
dalam mengerjakan ibadah mahdhah maupun ibadah dalam arti luas seperti
bekerja. Etos kerja Islami memberikan dorongan amat kuat agar kerja sebagai
ibadah disikapi dan diperlakukan sebagaimana ibadah-ibadah lainnya (ibadah
mahdhah) (Asifudin, 2004:57). Pemahaman tersebut membawa akibat
dipraktekkannya etos kerja Islami dalam seluruh dimensi aktivitas kehidupan,
baik aktivitas ubudiyah maupun keduniaan; baik aktivitas berkenaan dengan
hablumminallah maupun hablumminannas (Asifudin, 2004:52-53). Etos kerja
Islami yang melahirkan keyakinan bahwa bekerja sebagai ibadah, merupakan
penjabaran dari tujuan hidup manusia. Tujuan hidup manusia ialah
semata-mata untuk mengabdi kepada Allah Swt., sebagaimana dijelaskan dalam firman
Allah Swt Surah Adz-Dzariyat ayat 56 yang berbunyi:
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. (QS. Adz-Dzariyat:56).
Pendidikan Islam merupakan pendidikan yang selaras dengan tujuan
hidup manusia, yaitu menjadikan hamba Allah Swt yang paling taqwa
4
yang akan didapatkan oleh seorang muslim yang senantiasa beribadah kepada
Allah Swt. Ibadah yang dimaksud yaitu mengabdikan diri kepada Allah Swt
dalam berbagai aspek kehidupan agar memperoleh ridho-Nya (Faridi,
1982:79). Beribadah kepada Allah Swt dalam berbagai aspek kehidupan atau
disebut ibadah dalam arti luas merupakan tujuan tertinggi yang ingin dicapai
pendidikan Islam, sebab pendidikan Islam menuntut keseimbangan dalam
aspek duniawi ukhrawi; jasmani rohani; individu dan kemaslahatan
masyarakat; ilmu agama dan ilmu duniawi, serta teori dan praktik (Hafidz dan
Kastolani, 2009:58-67). Ibadah harus dipahami secara komprehensif; tidak
hanya terbatas pada melakukan ritual-ritual agama secara pasif saja, melainkan
juga meliputi segala aspek kegiatan: iman, berfikir, merasa dan bekerja
(Achmadi, 1987:90).
Ibadah dalam arti luas merupakan sarana untuk melaksanakan misi
khalifatullah fil ardhi. Manusia sebagai khalifatullah fil ardhi dibekali dengan
potensi-potensi atau fitrah. Fitrah pada manusia tidak lain adalah sifat-sifat
Allah Swt yang ditiupkannya kepada manusia sebelum lahir (Langgulung,
2004:50). Sifat-sifat Allah itu disebut dalam Al-Qur‟an sebagai nama-nama
yang indah atau Asmaul Husna. Pengembangan sifat-sifat Allah
setinggi-tingginya sesuai kemampuan manusia merupakan cara untuk mengantarkan
manusia pada keberhasilan melaksanakan misi khalifatullah fil ardhi yang
mampu memakmurkan alam dan membawa rahmah bagi alam sekitarnya.
Tujuan tertinggi pendidikan Islam dari berbagai uraian di atas
5
manusia yang utuh jasmani, akal, dan rohani, berguna bagi dirinya dan
masyarakat serta gemar mengamalkan ajaran Islam dalam hubungannya
dengan Allah Swt dan sesama manusia serta dapat mengambil manfaat dari
alam untuk kepentingan hidup di dunia dan akhirat (Daradjat, 2011:29).
Konsep etos kerja Islami memiliki keselarasan dengan pendidikan
Islam. Keselarasan tersebut di antaranya dapat dilihat dari pandangan keduanya
yang komprehensif. Etos kerja Islami memandang kerja bukan sekadar untuk
memperoleh kepuasan duniawi, melainkan lebih jauh ialah untuk mendapatkan
ridho Allah Swt. Sejalan dengan pandangan tersebut, pendidikan Islam
memiliki pandangan yang menyeluruh dalam aspek duniawi ukhrawi; jasmani
rohani; individu dan kemaslahatan masyarakat; ilmu agama dan ilmu duniawi,
serta teori dan praktik.
Pandangan yang menyeluruh dalam pendidikan Islam dapat pula dilihat
dari substansi pendidikan Islam yang utuh, yaitu meliputi pendidikan
keimanan, pendidikan amal, pendidikan ilmiah, pendidikan akhlak, dan
pendidikan sosial. Substansi tersebut marupakan satu kesatuan yang tidak
terpisahkan dan membentuk pola hubungan sebagai berikut: iman adalah
pondasi akhlak yang mulia, akhlak yang mulia menjadi pondasi ilmu yang
benar, ilmu yang benar menjadi pondasi amal yang shalih (Aly dan Munzier,
2003:72-73). Pola hubungan yang demikian juga terdapat dalam konsep etos
kerja Islami. Etos kerja Islami bersumber dari keimanan kepada Allah Swt
sehingga berbuah pada keyakinan bahwa kerja adalah ibadah. Keyakinan
6
kesungguhan, semangat yang luar biasa, dan hasil yang optimal. Performa
kerja yang penuh kesungguhan ini dilandasi dengan etika yang mulia; sikap
yang berlandaskan nilai-nilai yang dikehendaki oleh Allah Swt, sebab
kesadaran bahwa bekerja merupakan wujud pengabdian kepada Allah Swt dan
merasa selalu dalam pengawasan-Nya. Seorang yang beretos kerja Islami
dalam bekerja juga berlandaskan pada ilmu, oleh karena itu membuahkan kerja
yang profesional.
Insan kamil sebagai manusia yang ingin diupayakan atau dihasilkan
oleh pendidikan Islam, merupakan sosok manusia yang memiliki karakteristik
etos kerja Islami. Insan kamil yaitu manusia yang utuh secara jasmani, akal,
dan rohani. Etos kerja Islami apabila dilihat dari karakteristiknya mampu
mengembangkan ketiga dimensi tersebut secara utuh. Dari segi jasmani, etos
kerja Islami melahirkan karakter manusia yang memperhatikan kesehatan,
karena dengan jasmani yang sehat maka akan membuahkan kerja yang optimal.
Selanjutnya, dari segi akal akan menumbuhkan karakter manusia yang rasional,
ilmiah, proaktif, kreatif, menguasai iptek, menggunakan perencanaan yang
baik, disiplin, dan profesional. Etos kerja Islami dari segi rohani akan
membentuk manusia yang bekerja dengan kejujuran dan akhlak yang mulia
atas dasar keyakinan bahwa kerja merupakan wujud pengabdian dirinya kepada
Allah Swt, kerja merupakan amanat dari Allah Swt yang dipikulkan padanya
serta ia selalu merasa dalam pengawasan Allah Swt.
Etos kerja Islami diperlukan dalam proses pendidikan Islam, hal ini di
7
Islam misalnya, di antaranya disyaratkan mempunyai kepribadian yang mulia,
seperti mandiri dan dewasa. Kepribadian yang mandiri dan dewasa tentunya
dimiliki oleh seorang yang menghayati etos kerja Islami dalam melaksanakan
setiap aktivitasnya. Seorang guru selanjutnya memiliki tugas selain mengajar
dan mendidik siswa, juga bertugas sebagai fasilitator, motivator, dan manager
atau pemimpin. Guru dalam melaksanakan tugas-tugasnya tersebut hendaknya
didasarkan pada niat ikhlas karena Allah Swt, memiliki jiwa melayani, serta
memiliki karakter yang patut untuk diteladani siswa, seperti sabar, jujur,
disiplin, bertanggungjawab, percaya diri, konsisten, senang memperkaya
wawasan keilmuan, pandai mengelola waktu dan akhlak mulia yang lainnya.
Karakter seorang guru dalam perspektif pendidikan Islam seperti
dijelaskan di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam melaksanakan tugasnya
selain harus profesional, juga harus berlandaskan keikhlasan semata-mata
untuk mengabdi kepada Allah Swt. Guru dengan karakter demikian tentu tidak
akan terlahir jika hanya mempraktikkan etos kerja secara umum yang
berorientasi materi saja, melainkan harus dengan mempraktikkan etos kerja
Islami.
Etos kerja Islami hendaknya juga dimiliki oleh siswa, sebab ia adalah
manusia yang akan diupayakan oleh pendidikan Islam agar menjadi insan
kamil. Etos kerja Islami seperti telah diuraikan di atas memiliki karakteristik
insan kamil, yaitu karakter yang utuh jasmani, akal, dan rohani. Etos kerja
Islami memiliki prinsip bahwa bekerja adalah ibadah, oleh karenanya dalam
8
ibadah. Apabila siswa mampu menempatkan belajar sebagai ibadah, maka ia
akan terdorong untuk menciptakan prestasi yang setinggi-tingginya. Belajar
yang diinsyafi sebagai ibadah bukan hanya akan membuahkan prestasi pada
siswa, tetapi lebih dari itu akan tumbuh karakter insan kamil dalam dirinya.
Siswa dengan karakter insan kamil tentunya membutuhkan peran guru yang
memiliki pandangan utuh dalam bekerja, yaitu guru yang mempraktikkan etos
kerja Islami.
Berdasarkan pada permasalahan tersebut, maka penulis berkeinginan
untuk menggali lebih dalam konsep etos kerja Islami kaitannya dengan
pendidikan Islam, sehingga judul yang penulis ambil dalam penelitian ini yaitu
“Konsep Etos Kerja Islami dalam Perspektif Pendidikan Islam”.
B.Fokus Masalah
Fokus masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Konsep Etos
Kerja Islami dalam Perspektif Pendidikan Islam”. Fokus masalah tersebut
dapat dirinci dalam sejumlah pertanyaan berikut:
1. Bagaimana konsep etos kerja Islami?
2. Bagaimana konsep etos kerja Islami dalam perspektif pendidikan Islam?
3. Bagaimana implikasi etos kerja Islami terhadap guru dan siswa dalam
pendidikan Islam?
C.Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
9
2. Untuk mengetahui konsep etos kerja Islami dalam perspektif pendidikan
Islam.
3. Untuk mengetahui implikasi etos kerja Islami terhadap guru dan siswa
dalam pendidikan Islam.
D.Kegunaan Penelitian
Kegunaan atau manfaat dari hasil penelitian yang penulis harapkan
adalah:
1. Teoretik
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pemikiran bagi khasanah keilmuan pendidikan Islam, antara lain berupa
temuan keselarasan antara konsep etos kerja Islami dengan tujuan
pendidikan Islam yaitu untuk membentuk insan kamil.
2. Praktis
a. Bagi guru, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai motivasi untuk
melaksanakan tugas secara profesional karena tumbuh kesadaran dalam
dirinya bahwa tugas yang dipikulnya merupakan amanat dari Allah Swt.
b. Bagi siswa, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai motivasi untuk
belajar dengan giat, dan lebih jauh lagi timbul dalam dirinya sebuah
semangat untuk berprestasi karena semata-mata untuk beribadah kepada
Allah Swt.
c. Bagi sekolah, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai penambah
wawasan untuk mengupayakan timbulnya etos kerja khususnya terhadap
10
d. Bagi peneliti sendiri, hasil penelitian ini selain dapat mengembangkan
wawasan keilmuan juga sebagai motivasi agar lebih bersemangat dalam
beramal di dunia, utamanya dalam rangka membagi ilmu pengetahuan
kepada orang lain atas dasar ibadah kepada Allah Swt.
E.Metode Penelitian
Metode penelitian dalam penelitian ini didasari oleh beberapa hal pokok
agar dapat digunakan untuk menemukan jawaban dari rumusan masalah yang
ada dalam penelitian ini, antara lain: jenis penelitian, sumber data, metode
pengumpulan data, dan metode analisis data.
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kajian pustaka (library
research), yaitu menghimpun data dari berbagai literatur, tidak terbatas pada
buku-buku tetapi dapat juga berupa bahan-bahan dokumentasi,
majalah-majalah, koran-koran, dan lain-lain. Literatur-literatur tersebut di dalamnya
dapat ditemukan berbagai teori, hukum, dalil, prinsip-prinsip, pendapat,
gagasan, dan lain sebagainya yang dapat dipergunakan untuk menganalisis
dan memecahkan masalah yang diselidiki (Nawawi, 1995:30). Dalam
penelitian ini penulis menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Meneliti literatur-literatur tentang etos kerja Islami dan pendidikan Islam
sebagai objek kajian utama penelitian.
b. Mengidentifikasi permasalahan-permasalahan berkaitan dengan ”Konsep
11
“Konsep Pendidikan Islam” dalam literatur-literatur tentang pendidikan
Islam.
c. Memaparkan berbagai teori tentang “Konsep Etos Kerja Islami” dan
“Konsep Pendidikan Islam”, kemudian ditarik kesimpulan dari beberapa
teori yang sesuai dengan pokok permasalahan dalam penelitian.
d. Menganalisis pokok permasalahan dengan cara menguraikan “Konsep
Etos Kerja Islami”, kemudian mencari perspektif “Pendidikan Islam”
terhadap “Konsep Etos Kerja Islami”, dan implikasi “Etos Kerja Islami
dalam Pendidikan Islam”, khususnya ditinjau dari domain guru dan
siswa.
e. Menyimpulkan hasil penelitian berdasarkan fokus masalah dalam
penelitian.
2. Sumber Data
Data-data yang terkait dengan penelitian ini dikumpulkan melalui
studi pustaka. Penulis dalam penelitian ini menggunakan 2 sumber data
yaitu sebagai berikut:
a. Sumber Data Primer
Sumber data primer adalah sumber data utama yang akan dikaji
sebagai bahan rujukan dalam penelitian. Data primer dalam penelitian ini
adalah buku-buku yang membahas etos kerja Islami dan pendidikan
12 b. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder adalah data pendukung dari data primer.
Data sekunder diambil dari sumber-sumber yang lain, yaitu dengan cara
mengumpulkan data dari buku, internet, dan informasi lainya yang
berhubungan secara tidak langsung dengan permasalahan dalam
penelitian ini.
3. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan metode
dokumentasi. Metode dokumentasi dilakukan dengan menyelidiki
benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan,
notulen rapat, catatan harian, dan sebagainya (Arikunto, 2010:201). Penulis
dalam penelitian ini menggunakan benda-benda tertulis yaitu buku-buku
etos kerja Islami, pendidikan Islam dan buku-buku lainnya yang relevan
dengan permasalahan yang dibahas.
4. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan penulis dalam penelitian ini
adalah:
a. Deduktif
Metode deduktif adalah metode berfikir yang berangkat dari
pengetahuan yang sifatnya umum, dan bertitik tolak dari yang umum itu
kita hendak menilai suatu kejadian yang khusus (Hadi, 1981:42). Metode
deduktif dalam penelitian ini digunakan untuk menjelaskan berbagai teori
13
ditarik kesimpulan dari beberapa teori yang sesuai dengan pokok
permasalahan dalam penelitian.
b. Induktif
Metode induktif adalah metode berfikir yang berangkat dari
fakta-fakta yang khusus, peristiwa-peristiwa yang konkret, kemudian ditarik
generalisasi-generalisasi yang bersifat umum (Hadi, 1981:42). Metode ini
digunakan untuk membuat kesimpulan hasil penelitian berdasarkan
temuan-temuan dari pembahasan terhadap fokus masalah dalam
penelitian ini.
c. Sintesis
Sintesis yaitu metode untuk mencari kaitan antara satu kategori
dengan kategori lainnya, kemudian kaitan satu kategori dengan kategori
lainnya diberi nama/ label lagi (Moleong, 2009:289). Metode ini
digunakan untuk menganalisis mengenai konsep etos kerja Islami,
perspektif pendidikan Islam terhadap konsep etos kerja Islami, dan
implikasi etos kerja Islami terhadap guru dan siswa dalam pendidikan
Islam.
F. Penegasan Istilah
Untuk menghindari kesalahan dalam memahami judul penelitian, maka
penulis memberikan pengertian dan batasan penelitian ini, yaitu:
1. Etos Kerja Islami
Etos kerja adalah sikap terhadap kerja, pandangan terhadap kerja,
14
bekerja yang dimiliki seseorang, suatu kelompok atau suatu bangsa
(Buchori, 1994:6). Etos kerja menurut Asifudin (2004:27) adalah karakter
dan kebiasaan berkenaan dengan kerja yang terpancar dari sikap hidup
manusia yang mendasar terhadapnya. Etos kerja menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia adalah semangat kerja yang menjadi ciri khas dan
keyakinan seseorang atau suatu kelompok (Tim Penyusun Kamus Pusat
Bahasa, 2007:309-310).
Etos kerja Islami dapat didefinisikan sebagai sikap kepribadian yang
melahirkan keyakinan sangat mendalam bahwa bekerja itu bukan saja untuk
memuliakan dirinya, menampakkan kemanusiaannya, melainkan juga
sebagai manivestasi dari amal sholih dan oleh karenanya mempunyai nilai
ibadah yang sangat luhur (Tasmara, 2002:27). Asifudin (2004:234)
menjabarkan etos kerja Islami sebagai karakter dan kebiasaan manusia
berkenaan dengan kerja, terpancar dari sistem keimanan atau aqidah Islam
yang merupakan sikap hidup mendasar terhadapnya. Etos kerja Islami
menurut Anoraga (2009:29) adalah suatu pandangan dan sikap bahwa kerja
bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan materi dan kepuasan lahiriah saja,
tetapi yang lebih hakiki kerja merupakan perintah Allah Swt sehingga di
sinilah sumber motivasi yang bisa membimbing dan memberi arahan
semangat pengabdian.
Etos kerja Islami menurut penulis dalam penelitian ini adalah
karakter dan kebiasaan berkaitan dengan kerja yang terpancar dari
15
lahiriah atau duniawi, tetapi yang lebih hakiki bekerja sebagai ibadah dalam
rangka memperoleh ridho Allah Swt.
2. Pendidikan Islam
Pendidikan Islam adalah segala usaha untuk mengembangkan fitrah
manusia dan sumber daya insani menuju terbentuknya insan kamil sesuai
dengan norma Islam (Achmadi, 1987:9). Pendidikan Islam menurut
Marimba (1989:23) adalah bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan
hukum-hukum agama Islam menuju terbentuknya kepribadian muslim.
Tafsir (2008:32) menyimpulkan bahwa pendidikan Islam adalah bimbingan
terhadap seseorang agar ia menjadi muslim semaksimal mungkin dalam
segala aspeknya.
Berdasarkan pada definisi di atas, maka pengertian pendidikan Islam
menurut penulis dalam penelitian ini adalah bimbingan untuk
mengembangkan fitrah manusia berdasarkan nilai-nilai ajaran Islam menuju
terbentuknya kepribadian muslim dalam hubungannya dengan Allah Swt,
dengan sesama manusia, serta dengan alam sekitar.
G.Sistematika Penulisan
Penelitian ini berisi lima bab untuk membahas Konsep Etos Kerja Islami
dalam Perspektif Pendidikan Islam, sebagaimana dijelaskan di bawah ini:
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini memuat tentang latar belakang masalah, fokus
masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, metode
16
BAB II KONSEP ETOS KERJA ISLAMI
Pada bab ini membahas tentang etos kerja dan etos kerja Islami.
Pembahasan mengenai etos kerja meliputi pengertian, sumber,
faktor-faktor yang mempengaruhi etos kerja, ciri-ciri etos kerja
tinggi dan etos kerja rendah. Selanjutnya pembahasan mengenai
etos kerja Islami meliputi pengertian, sumber, prinsip-prinsip etos
kerja Islami, faktor-faktor yang mempengaruhi etos kerja Islami,
pedoman sikap pekerja beretos kerja Islami, dan karakteristik etos
kerja Islami.
BAB III KONSEP PENDIDIKAN ISLAM
Pada bab ini berisi tentang pengertian pendidikan Islam, dasar
pendidikan Islam, tujuan pendidikan Islam, karakteristik
pendidikan Islam, dan domain pendidikan Islam.
BAB IV PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan membahas tentang konsep etos kerja
Islami, konsep etos kerja Islami dalam perspektif pendidikan
Islam, dan implikasi etos kerja Islami terhadap guru dan siswa
dalam pendidikan Islam.
BAB V PENUTUP
Bab ini merupakan bab terakhir yang berisi beberapa kesimpulan
17
BAB II
KONSEP ETOS KERJA ISLAMI
A.Etos Kerja
1. Pengertian Etos Kerja
a. Pengertian Bahasa
Etos kerja secara etimologi berasal dari kata etos dan kerja. Kata
etos berasal dari kata dalam bahasa Yunani ethos yang artinya ialah ciri,
sifat, atau kebiasaan, adat istiadat atau juga kecenderungan moral,
pandangan hidup yang dimiliki seseorang, suatu kelompok atau suatu
bangsa (Buchori, 1994:6). Kata etos dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia adalah pandangan hidup yang khas dari suatu golongan sosial
(Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2007:309). Etos dalam kamus
sosiologi memiliki arti nilai-nilai dan ide-ide dari suatu kebudayaan atau
karakter umum suatu kebudayaan (Soekanto, 1983:106). Arti kata etos
dalam Ensiklopedi Nasional Indonesia adalah watak dasar suatu
masyarakat, sedangkan perwujudan luarnya adalah struktur dan norma
sosial (Wiradi, 2004:218).
Kata kerja dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya kegiatan
melakukan sesuatu; yang dilakukan atau sesuatu yang dilakukan untuk
mencari nafkah; mata pencaharian (Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa,
18
dilakukan manusia, baik dalam hal materi atau non materi, intelektual
atau fisik, maupun hal-hal yang berkaitan dengan masalah keduniaan
atau keakhiratan (Sofyan, 2010:76). Asifudin (2004:58) mengemukakan
arti kerja kepada tiga hal: Pertama, kerja merupakan aktivitas bertujuan
maka dengan sendirinya dilakukan secara sengaja; Kedua, pengertian
kerja dalam konteks ekonomi adalah penyelenggaraan proses produksi
maka merupakan upaya memperoleh hasil. Pengertian kerja di sini
mencakup pula konteks keagamaan, oleh karenanya pengertian hasil
dapat bersifat transenden dan non materil, di samping bersifat materil;
dan Ketiga, kerja itu mencakup kerja bersifat fisik dan non fisik atau
kerja batin. Kesimpulannya, kerja menurut Asifudin (2004:59) berarti
aktivitas bertujuan memperoleh hasil, mencakup kerja lahir dan batin.
Penjelasan mengenai kerja lahir dan batin ini secara lebih rinci adalah
sebagai berikut:
Kerja lahir merupakan aktivitas fisik, anggota badan, termasuk panca indera seperti melayani pembeli di toko, mencangkul di kebun, mengajar di sekolah, menjalankan sholat, dan mengawasi anak buah bekerja. Kerja batin, ada dua macam: pertama, kerja otak, seperti belajar, berpikir kreatif, memecahkan masalah, menganalisis, dan mengambil kesimpulan, kedua kerja qalb, seperti berusaha menguatkan kehendak mencapai cita-cita, berusaha mencintai pekerjaan dan ilmu pengetahuan, sabar dan tawakal dalam rangka menghasilkan sesuatu (Asifudin, 2004:59).
As‟ad (2003:47) sejalan dengan pengertian kerja menurut Asifudin
(2004) tersebut, mengemukakan bahwa kerja merupakan aktivitas
manusia baik fisik maupun mental yang pada dasarnya merupakan
19
b. Pengertian Istilah
Pengertian etos kerja secara terminologi dapat dilihat dari
beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli. Etos kerja menurut
Buchori (1994:6) adalah sikap terhadap kerja, pandangan terhadap kerja,
kebiasaan kerja, ciri-ciri tentang cara bekerja atau sifat-sifat mengenai
cara bekerja yang dimiliki seseorang, suatu kelompok atau suatu bangsa.
Buchori (1994:7) selanjutnya menjelaskan bahwa: “Etos kerja adalah
bagian dari tata nilai (value system)”. Etos kerja menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia adalah semangat kerja yang menjadi ciri khas dan
keyakinan seseorang atau suatu kelompok (Tim Penyusun Kamus Pusat
Bahasa, 2007:309-310). Asifudin (2004:27) mengemukakan bahwa etos
kerja merupakan karakter dan kebiasaan berkenaan dengan kerja yang
terpancar dari sikap hidup manusia yang mendasar terhadapnya. Sikap
hidup mendasar ini terbentuk dari dorongan kebutuhan dan aktualisasi
diri, nilai-nilai yang dianut, serta keyakinan atau ajaran agama (Asifudin,
2004:30).
Etos kerja berdasarkan uraian di atas menurut penulis dapat
disimpulkan sebagai sikap, pandangan, karakter, kebiasaan berkenaan
dengan kerja, atau dapat juga diartikan sebagai semangat yang menjadi ciri
khas dan keyakinan seseorang atau suatu kelompok dalam bekerja.
2. Sumber Etos Kerja
Sumber etos kerja menurut kesimpulan Siswanto (2012) berdasarkan
nilai-20
nilai religius, nilai-nilai budaya, serta ideologi masyarakat. Penjelasan
mengenai sumber-sumber tersebut adalah sebagai berikut:
a. Nilai-Nilai Religius
Sebagian analisis menguraikan bahwa sumber utama bagi etos
kerja yang baik adalah keyakinan religius, dan agaknya memang terdapat
hubungan yang signifikan antara ajaran-ajaran agama dengan etos kerja
suatu masyarakat. Tesis Weber mengungkapkan adanya pengaruh ajaran
agama, dalam hal ini sekte Protestant Calvinist di Eropa terhadap
kegiatan ekonomi para penganutnya, masalah perkembangan suatu
masyarakat dengan sikap mereka terhadap makna kerja. Doktrin-doktrin
dalam agama Protestant Calvinist menekankan kerja keras adalah suatu
keharusan bagi setiap manusia untuk mencapai kesejahteraan; pekerjaan
sebagai suatu panggilan jiwa bagi manusia, sehingga kerja merupakan
kewajiban hidup yang sakral. Paradigma penting Weber adalah bahwa
masalah development dan underdevelopment dari suatu etnis atau suatu
bangsa adalah masalah dimiliki atau tidaknya etos kerja yang sesuai
dengan pembangunan. Semakin tinggi etos kerja yang dimanifestasikan
dalam kemampuan mereka untuk bekerja keras serta hidup hemat dan
sederhana, semakin besar kemungkinan mereka berhasil dalam
usaha-usaha pembangunan. Jika etnis atau bangsa memiliki etos kerja yang
rendah maka sebaliknya yang akan terjadi (Siswanto, 2012:228).
Penemuan Weber tersebut banyak mempengaruhi ahli-ahli ilmu
21
Bellah dalam penelitiannya tentang agama Tokugawa memperlihatkan
bagaimana dua jenis kegiatan religius (Budhisme dan Konfusianisme)
telah menguatkan nilai-nilai dasar tentang prestasi dan partikularisme.
Keduanya menjadikan hubungan-hubungan partikularistik dengan
bersifat sakral dan menitikberatkan pentingnya prestasi yang tinggi
dalam melaksanakan kewajiban sebagai syarat penyelamatan religius
(Siswanto, 2012:229).
Budhisme Zen, menurut Bellah sangat menghargai kegiatan
produktif. “Hari tanpa kerja berarti hari tanpa makan” merupakan aturan
pertama dalam kehidupan kuil Zen. Kerja adalah sesuatu yang suci
karena dipandang paling tidak sebagai sebagian dari upaya membalas
rahmat yang diterima. Hal yang paling utama di dalam hidup seseorang
adalah ketekunan dan loyalitas pada pekerjaan. Di samping itu terdapat
pula nilai-nilai sakral yang sangat dipegang dan dihormati oleh bangsa
Jepang yang terkandung dalam konsep girl (kewajiban), bungen (status),
na (kehormatan), dan jisel (semangat tentang waktu). Akar-akar budaya
ini telah membantu tercapainya sukses Jepang. Kini Jepang merupakan
bangsa non Barat yang telah mentransformasikan dirinya menjadi satu
bangsa industri modern. Sedangkan inti ajaran Konfusianisme yang berisi
keutamaan loyalitas, nasionalisme, kolektivisme sosial, dan kepentingan
akan teknologi, menjadi dasar hidup masyarakat di negara Hongkong,
22
dikenal sebagai The Four Small Dragon of Asia (Siswanto,
2012:229-230).
Ajaran yang merupakan dasar etos kerja bagi agama Hindu,
terkandung dalam dharma. Masyarakat Hindu punya kewajiban untuk
menaati hukum karmayoga, suatu norma yang menyatakan bahwa
bekerja sesuai dengan swadharma masing-masing merupakan inti dari
yadnya (ibadah) (Siswanto, 2012:231).
Agama Islam juga memiliki konsep-konsep yang merupakan
acuan bagi etos kerja. Agama Islam menggariskan syariah (hukum
sakral) sebagai sumber aturan dalam berperilaku beserta sumber panutan
yang mengajarkan kesetiaan dan ketekunan. Hal ini dipertegas oleh
penelitian dan tulisan yang disampaikan, antara lain oleh: Sobari dalam
Siswanto (2012:230) yang berkesimpulan bahwa keshalihan merupakan
sumber energi, pendorong gairah kerja. Ia bukan sekadar lahan subur
bagi tumbuhnya etos kerja, melainkan etos kerja itu sendiri. Muahimin
dalam Siswanto (2012:230) menyatakan bahwa norma dalam Islam
merupakan bagian dari sistem nilai yang mewajibkan manusia untuk
bekerja keras.
b. Nilai-Nilai Budaya
Etos kerja di samping berasal dari nilai-nilai religius, juga
bersumber dari nilai-nilai budaya. Koentjaraningrat dalam Siswanto
(2012:231) mengatakan, bahwa sistem nilai budaya atau cultural value
23
berpikir tertentu pada warga suatu masyarakat dan sebaliknya pola-pola
cara berpikir ini yang mempengaruhi tindakan-tindakan dan kelakuan
mereka, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam hal membuat
keputusan-keputusan yang penting dalam hidup. Artinya, sistem nilai
budaya dan sikap yang dimiliki mempengaruhi terhadap etos kerja setiap
individu sebagai anggota masyarakat maupun terhadap suatu masyarakat
sebagai suatu lembaga (Siswanto, 2012:231).
c. Ideologi Masyarakat
Etos kerja di samping berasal dari nilai religius dan nilai-nilai
budaya, juga bersumber dari ideologi yang dimiliki masyarakat.
Masyarakat Barat berhasil mengembangkan industri dengan sains sebagai
dasar utamanya karena cara berpikir mereka yang cenderung
merasionalisasikan persoalan. Masyarakat Jepang demikian pula, mereka
tidak ragu-ragu untuk belajar dan meniru dari orang lain sepanjang itu
bermanfaat dan tidak merugikan mereka.
Bangsa Indonesia juga sesungguhnya telah memiliki pijakan yang
kuat untuk membina etos kerja yang menunjang kemajuan. Bangsa
Indonesia di samping memiliki sikap hidup yang religius, juga
mempunyai Pancasila sebagai dasar-dasar nilai luhur yang tak pernah
kering. Pancasila sebagai etos kebudayaan nasional menegaskan, bahwa
nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dapat meresapi serta menjiwai
kehidupan manusia Indonesia baik dalam bidang kelembagaannya
24
dalam Pancasila yaitu budi pekerti, gotong royong, dan keadilan
merupakan dasar etos kerja yang seharusnya dimiliki bangsa Indonesia.
Kini tinggal bagaimana bangsa Indonesia memanfaatkan
gagasan-gagasan etos kerja yang dilandasi nilai luhur dalam Pancasila tersebut ke
dalam gagasan-gagasan pembangunan. Pentingnya etos kerja yang tinggi
bagi keberhasilan pembangunan nasional tidak lagi dapat disangkal
(Siswanto, 2012:231-232).
Uraian di atas dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai religius yang
bersumber dari agama, nilai-nilai kebudayaan, serta ideologi suatu bangsa
atau masyarakat mampu menjiwai karakter kerja dari suatu kelompok
masyarakat, bangsa maupun perseorangan, sehingga ketiganya menjadi
sumber bagi terbentuknya etos kerja.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Etos Kerja
Manusia adalah makhluk biologis, sosial, intelektual, dan spiritual
yang berjiwa dinamis. Oleh karena itu, manusia dalam hidupnya termasuk
dalam kehidupan kerjanya sering mengalami kesukaran untuk
membebaskan diri dari pengaruh faktor-faktor tertentu, baik yang bersifat
internal maupun eksternal. Faktor yang bersifat internal timbul dari faktor
psikis, misalnya: dorongan kebutuhan, frustasi, suka atau tidak suka,
persepsi, emosi, kemalasan, dan sebagainya. Sedangkan faktor yang bersifat
eksternal datangnya dari luar, seperti: faktor fisik, lingkungan alam,
25
ekonomi, imbalan kerja, serta janji dan ancaman yang bersumber dari ajaran
agama (Asifudin, 2004:33).
Anoraga (2005) mengemukakan ketenangan dan kegairahan bekerja
seorang karyawan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
a. Faktor kepribadian dan kehidupan emosional sendiri, termasuk dalam
faktor ini adalah kesesuaian tugas yang dipegangnya dengan kemampuan
dan minatnya;
b. Faktor luar, yang terdiri dari faktor job security, kemungkinan untuk
mendapat kemajuan, lingkungan kerja, relasi dengan teman sekerja, relasi
dengan pimpinan, dan gaji.
1) Job security, maksudnya pekerjaan yang dipegang merupakan
pekerjaan yang tetap, jadi bukan pekerjaan yang mudah
digeser-geser, diungkit, diganti, dan lain sebagainya. Adanya kemungkinan
akan dirumahkan, diberhentikan, digeser, merupakan faktor pertama
yang mengurangi ketenangan dan kegairahan kerja seorang
karyawan. Artinya karyawan tersebut dalam situasi yang demikian
akan hanya bekerja secara rutin saja, sekadar melakukan tugas
sehari-hari, sedangkan produktivitas, kreativitas, inisiatif sangat kurang
optimal, karena konsentrasi terbagi secara naluriah;
2) Kemungkinan/kesempatan untuk mendapat kemajuan;
3) Kondisi kerja yang menyenangkan. Suasana lingkungan kerja yang
harmonis, tidak tegang merupakan syarat bagi timbulnya gairah. Juga
26
4) Good working companion atau rekan sekerja yang baik. Hubungan
sosial yang ada di antara karyawan merupakan faktor yang cukup
penting untuk dapat menimbulkan kegairahan kerja. Adanya
ketegangan yang muncul dalam hubungan ini mudah sekali
menimbulkan akibat yang kurang baik bagi gairah kerja. Dalam hal
ini faktor kepribadian seringkali menonjol, yang merupakan faktor
yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi harmoni
dalam hubungan sosial antarkaryawan, demikian juga latar belakang
kebudayaan dan adat kebiasaan karyawan;
5) Hubungan dengan pimpinan atau faktor pimpinan yang baik.
Pimpinan yang baik ini akan menimbulkan rasa hormat dan
menghargai dari karyawan kepadanya. Dalam hal ini faktor
kepemimpinan merupakan faktor yang secara langsung maupun tidak
langsung mempengaruhi hubungan baik antara pimpinan dengan
karyawan atau bawahan;
6) Kompensasi, gaji atau imbalan. Faktor ini walaupun pada umumnya
tidak menempati urutan-urutan paling atas, tetapi masih merupakan
faktor yang mudah mempengaruhi ketenangan dan kegairahan kerja
karyawan. Tingginya gaji atau imbalan merupakan sesuatu yang
relatif. Bagi seorang karyawan yang baru akan memasuki suatu
perusahaan, maka imbalan yang akan diterima pada umumnya
diperbandingkan dengan imbalan yang mungkin diterima dari
27
menggoyahkan gairah, tetapi menurut penelitian umumnya masih
bisa dipatahkan oleh faktor kemungkinan maju (Anoraga, 2005:85).
Lebih lanjut As‟ad (2003) menjelaskan faktor-faktor yang
mempengaruhi kepuasan kerja adalah faktor psikologis, sosial, fisik, dan
finansial, yaitu sebagai berikut:
a. Faktor psikologis, merupakan faktor yang berhubungan dengan kejiwaan
karyawan yang meliputi minat, ketentraman dalam kerja, sikap terhadap
kerja, bakat, dan keterampilan;
b. Faktor sosial, merupakan faktor yang berhubungan dengan interaksi
sosial baik antara sesama karyawan, dengan atasannya, maupun
karyawan yang berbeda jenis pekerjaan;
c. Faktor fisik, merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik
lingkungan kerja dan kondisi fisik karyawan, meliputi jenis pekerjaan,
pengaturan waktu kerja dan waktu istirahat, perlengkapan kerja, keadaan
ruangan, suhu, penerangan, pertukaran udara, kondisi kesehatan
karyawan, umur, dan sebagainya;
d. Faktor finansial, merupakan faktor yang berhubungan dengan jaminan
serta kesejahteraan karyawan, yang meliputi sistem dan besarnya gaji,
jaminan sosial, macam-macam tunjangan, fasilitas yang diberikan,
promosi dan sebagainya (As‟ad, 2003:115-116).
Faktor-faktor yang mempengaruhi etos kerja berdasarkan uraian di
atas menurut penulis dapat dibagi menjadi dua, yaitu faktor-faktor yang
28
Faktor-faktor yang mendorong maupun menghambat etos kerja dapat dibagi
menjadi faktor yang berasal dari dalam diri yang disebut faktor internal dan
faktor yang berasal dari luar yang disebut faktor eksternal.
a. Faktor yang mendorong etos kerja, yaitu hal-hal atau suatu kondisi yang
dapat mendorong semangat kerja seseorang atau suatu kelompok.
1) Faktor internal pendorong etos kerja, seperti: kondisi kesehatan yang
baik; usia produktif; memiliki kepribadian produktif; kesesuaian
antara tugas atau pekerjaan yang dihadapi dengan kemampuan atau
keterampilannya; terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan khususnya
kebutuhan akan rasa aman, afiliasi dan cinta, pengakuan dan
penghargaan, serta aktualisasi diri; kondisi emosi tertentu seperti
ketika sedang bahagia.
2) Faktor eksternal pendorong etos kerja, seperti: pemimpin yang mampu
memberi inspirasi dan menggugah semangat bawahannya; hubungan
dengan atasan dan dengan sesama teman kerja yang baik; adanya
kesempatan untuk maju atau mendapat promosi; gaji, tunjangan,
jaminan sosial yang sesuai; kondisi fisik lingkungan yang baik, seperti
perlengkapan kerja, pencahayaan, sirkulasi udara.
b. Faktor yang menghambat etos kerja, yaitu hal-hal atau kondisi yang
menghambat semangat kerja seseorang atau suatu kelompok.
1) Faktor internal penghambat etos kerja, seperti: kondisi kesehatan yang
buruk; memiliki kepribadian vested interest yaitu sikap penuh
29
rasa aman, afiliasi dan cinta, penghargaan dan pengakuan serta
aktualisasi diri yang tidak terpenuhi; kejenuhan dan kelelahan yang
dipaksakan.
2) Faktor eksternal penghambat etos kerja, seperti: pemimpin yang tidak
dapat mengorganisir sistem kerja dengan baik dan tidak mampu
menjadi teladan bagi bawahannya; hubungan dengan atasan dan
dengan sesama rekan kerja yang buruk; tidak ada kesempatan untuk
maju atau mendapat promosi; gaji, tunjangan, jaminan sosial yang
tidak sesuai dengan pekerjaan yang dilakukan; kondisi lingkungan
fisik, seperti penerangan dan sirkulasi udara yang buruk, fasilitas yang
tidak memadai, penataan ruang kerja yang buruk atau tidak tepat, dan
sebagainya.
4. Ciri-Ciri Etos Kerja Tinggi
Ciri-ciri orang yang beretos kerja tinggi menurut Asifudin (2004:38)
pada umumnya memiliki sifat-sifat berikut ini: (1) aktif dan suka bekerja
keras; (2) bersemangat dan hemat; (3) tekun dan profesional; (4) efisien dan
kreatif; (5) jujur, disiplin, dan bertanggungjawab; (6) mandiri; (7) rasional
serta mempunyai visi yang jauh ke depan; (8) percaya diri namun mampu
bekerjasama dengan orang lain; (9) sederhana, tabah dan ulet; (10) sehat
jasmani dan rohani.
Shalih (2009) menjelaskan bahwa karakter orang yang berhasil
30
a. Jujur, yaitu sikap menyampaikan apa adanya tanpa kepentingan untuk
menambah atau mengurangi, lurus hati, bersikap tidak curang, serta
menjauhkan diri dari segala bentuk kebohongan;
b. Berpandangan jauh ke depan, yaitu berpikir ke masa depan; mampu
memprediksi serta mampu merencanakan pencapaian masa depan;
c. Dapat memberi inspirasi, artinya ia mampu mendorong dan menjadi
sumber motivasi bagi munculnya sebuah pemikiran baru pada pihak lain;
d. Kompeten, yaitu kemampuan dan kecakapan diri yang unggul. Artinya ia
memiliki keinginan kuat untuk melakukan hal-hal yang dapat
meningkatkan kemampuan diri, bertekad untuk menguasainya, dan
bersedia mengembangkan segala kemampuan;
e. Adil, yaitu kemampuan seseorang untuk menempatkan sesuatu sesuai
dengan tempatnya, mampu bertindak secara profesional, serta mampu
memperlakukan seseorang sesuai dengan kapasitas dan kemampuan yang
dimilikinya;
f. Mendukung, yaitu sikap suka mendorong, memotivasi, dan membantu
pencapaian ambisi, keinginan, dan tujuan orang lain dengan penuh itikad
baik dan membangun persahabatan demi kesuksesan bersama;
g. Berpandangan luas, yaitu kemampuan untuk berpikir, melihat, serta
menilai sesuatu secara menyeluruh dan utuh. Kemampuan tersebut
didukung dengan pertimbangan segala aspek dari berbagai sudut
pandang; baik buruk, benar salah, manfaat mudarat, halal haram, dan
31
h. Cerdas, artinya mampu berpikir dan bersikap strategis, jeli, visioner, serta
memiliki semangat tinggi dalam mewujudkan tujuan dan keberhasilan;
i. Terus terang, yaitu sikap terbuka dalam mengungkapkan pikiran dan
emosi. Tidak ada keraguan dalam mengungkapkan sikap yang dia yakini
benar, walaupun terasa pahit. Menjauhkan diri dari sikap menggerutu,
menilai sesuatu secara sembunyi-sembunyi, dan dari konflik dalam
bekerjasama dengan orang lain;
j. Berani, yaitu tidak takut terhadap resiko, berani bertanggungjawab, dan
bersedia menerima resiko;
k. Dapat diandalkan, yaitu konsistensi dalam mengapresiasikan kerja dan
kesetiaan dalam mengabdikan diri pada pekerjaan sehingga tumbuhlah
sikap kepercayaan orang lain terhadap dirinya;
l. Dapat bekerjasama, yaitu melakukan pekerjaan dalam sebuah
kebersamaan dengan orang lain secara sinergis, saling membantu, saling
menghormati, penuh kesadaran dan semangat demi kesuksesan bersama;
m.Kreatif, artinya dalam sepak terjangnya memiliki beragam variasi
sehingga tidak membosankan dan selalu memunculkan hal-hal baru;
n. Peduli pada orang lain, yaitu sikap perhatian kepada orang lain dan
memperlakukan mereka dengan rasa segan, hormat, serta menghargai;
o. Tegas, yaitu sikap seseorang yang dibangun atas dasar keyakinan dan
prinsip yang kuat sehingga tidak ragu-ragu dan tidak mudah goyah oleh
32
p. Matang, yaitu sikap dewasa, bijaksana, serta tenang dalam mengambil
keputusan dan menyikapi setiap permasalahan;
q. Berambisi, yaitu berkeinginan keras untuk mencapai sesuatu dengan
penuh semangat dan antusiasme. Orang yang berambisi memiliki rasa
percaya diri tinggi, dinamis, mau mengambil resiko, spontan, bersedia
untuk mengarahkan, mandiri, mempunyai lebih banyak ide
duibandingkan dengan jam kerjanya sendiri;
r. Loyal, yaitu sikap setia kepada seseorang, gagasan, atau pekerjaan. Sikap
ini terkadang disertai sikap berani berkorban untuk organisasi atau
kelompok di mana dia menjadi bagian di dalamnya. Seorang yang loyal
berkomitmen untuk memberikan yang terbaik;
s. Mampu mengendalikan diri, yaitu mampu mengelola emosinya dengan
baik dan dapat menahan untuk tidak menunjukkan emosinya secara
berlebihan;
t. Independen, yaitu sikap mandiri, bebas dari segala pengaruh, tidak
tergantung pada orang lain, dan penuh percaya diri (Shalih,
2009:165-178).
Ciri-ciri orang yang memiliki etos kerja tinggi berdasarkan uraian di
atas dapat disimpulkan yaitu: aktif dan suka bekerja keras; bersemangat dan
hemat; tekun dan profesional; mandiri dan independen; efisien dan kreatif;
jujur, disiplin, dan bertanggungjawab; loyal; rasional serta mempunyai visi
33
resiko; dapat bekerjasama dan peduli dengan orang lain, dapat memberi
inspirasi; adil; sederhana; tabah dan ulet; serta sehat jasmani dan rohani.
5. Ciri-Ciri Etos Kerja Rendah
Individu atau kelompok masyarakat yang memiliki etos kerja yang
rendah atau negatif, maka akan menunjukkan ciri-ciri sebagai berikut:
a. Kerja dirasakan sebagai suatu hal yang membebani diri;
b. Kurang dan bahkan tidak menghargai hasil kerja manusia;
c. Kerja dipandang sebagai suatu penghambat dalam memperoleh
kesenangan;
d. Kerja dilakukan sebagai bentuk keterpaksaan;
e. Kerja dihayati hanya sebagai bentuk rutinitas hidup (Mutaqin, 2010:15).
Etos kerja yang dimiliki oleh seseorang atau kelompok masyarakat,
akan menjadi sumber motivasi bagi perbuatannya. Apabila dikaitkan dengan
situasi kehidupan manusia yang sedang “membangun”, maka etos kerja
yang tinggi akan dijadikan sebagai prasyarat yang mutlak, yang harus
ditumbuhkan dalam kehidupan itu. Karena hal itu akan membuka
pandangan dan sikap kepada manusia untuk menilai tinggi terhadap kerja
keras dan sungguh-sungguh, sehingga dapat mengikis sikap kerja yang
asal-asalan, tidak berorientasi terhadap mutu atau kualitas yang semestinya.
Nitisemito dalam Mutaqin (2010:15) mengatakan bahwa indikasi turun atau
rendahnya semangat dan kegairahan kerja antara lain:
a. Turun atau rendahnya produktivitas;
34 c. Tingkat perputaran buruh yang tinggi;
d. Tingkat kerusuhan yang naik;
e. Kegelisahan dimana-mana;
f. Tuntutan yang sering terjadi; dan
g. Pemogokan.
Berdasarkan pada uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa
ciri-ciri etos kerja yang rendah yaitu berupa pandangan-pandangan yang negatif
terhadap kerja, seperti: kerja dipandang sebagai beban, kerja merupakan
penghambat kesenangan, kerja dilakukan dengan terpaksa dan dihayati
hanya sebagai bentuk rutinitas. Etos kerja rendah juga dapat dilihat dari
indikasi-indikasi praktek di lapangan, seperti: rendahnya produktivitas,
kemangkiran naik, terjadi kerusuhanan dan kegelisahan dimana-mana,
tuntutan yang sering terjadi, dan pemogokan.
B.Etos Kerja Islami
1. Pengertian Etos Kerja Islami
a. Pengertian Etos Kerja dalam Bahasa Al-Qur’an
Etos kerja Islami dalam bahasa Al-Qur‟an termuat dalam istilah
amal shalih. Kata amal (
لوع
) biasa diterjemahkan “pekerjaan”. Kata inidigunakan oleh Al-Qur‟an untuk menggambarkan perbuatan yang
dilakukan dengan sadar oleh manusia dan jin (Shihab, 1997:479).
Kemudian kata shalih (
حلاص
) terambil dari akar kata shaluha (حلص
)35
sebagai antonim kata fasid (
دساف
), yang berarti “rusak”. Dengandemikian, kata shalih diartikan sebagai “tiadanya/terhentinya kerusakan
(Shihab, 1997:479).
Shalih juga diartikan sebagai “bermanfaat dan sesuai”. Amal
shalih adalah pekerjaan yang apabila dilakukan, maka suatu kerusakan
akan terhenti atau menjadi tiada; atau dapat juga diartikan sebagai suatu
pekerjaan yang dengan melakukannya diperoleh manfaat dan kesesuaian.
Seorang yang shalih adalah yang aktivitasnya mengakibatkan
terhindarnya mudarat, atau yang pekerjaannya memberikan manfaat
kepada pihak-pihak lain, dan atau pekerjaannya sesuai dengan
petunjuk-petunjuk Ilahi, akal sehat, dan adat istiadat yang baik (Shihab, 1997:480).
Kesimpulannya, etos kerja Islami yang secara bahasa Al-Qur‟an yaitu
amal shalih, merupakan karakter berkaitan dengan kerja dimana
pekerjaan itu harus dilakukan dengan mengikuti petunjuk-petunjuk Ilahi,
akal sehat, dan adat istiadat yang baik, serta menghindari segala bentuk
kemudaratan.
Etos kerja Islami menurut Asifudin (2004) digali dan dirumuskan
berdasarkan konsep iman, ilmu dan amal shalih. Suatu kerja atau
perbuatan meskipun memberikan manfaat keduniaan bagi orang lain,
namun tanpa disertai iman pada pelakunya, kerja itu tidak akan
membuahkan pahala di akhirat. Allah Swt bila menyebut perkataan
ييذلا
36
Demi masa, sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran. (Q.S. Al-„Asr: 1-3).
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal shalih, mereka diberi petunjuk oleh Tuhan mereka karena keimanannya, di bawah mereka mengalir sungai- sungai di dalam syurga yang penuh kenikmatan. (Q.S. Yunus: 9).
Ayat-ayat tersebut mengisyaratkan bahwa iman dan amal shalih
merupakan satu rangkaian yang berkaitan erat dan tidak terpisahkan.
Tidak ada amal shalih tanpa iman, dan iman akan menjadi mandul bila
tidak melahirkan amal shalih. Ilmu ternyata menjadi landasan sekaligus
jembatan yang harus ada bagi iman dan amal shalih. Ilmu adalah bagian
dari kewajiban yang bersifat keagamaan karena diwajibkan bagi setiap
muslim untuk mencarinya. Maka dengan kalimat yang lain, menurut
37
akhlak yang mulia menjadi pondasi ilmu yang benar, ilmu yang benar
menjadi pondasi amal yang shalih.
b. Pengertian Istilah
Etos kerja Islami dapat didefinisikan sebagai sikap kepribadian
yang melahirkan keyakinan sangat mendalam bahwa bekerja itu bukan
saja untuk memuliakan dirinya, menampakkan kemanusiaannya,
melainkan juga sebagai manifestasi dari amal shalih dan oleh karenanya
mempunyai nilai ibadah yang sangat luhur (Tasmara, 2002:27). Asifudin
(2004:234) menjabarkan etos kerja Islami sebagai karakter dan kebiasaan
manusia berkenaan dengan kerja, terpancar dari sistem keimanan atau
aqidah Islam yang merupakan sikap hidup mendasar terhadapnya. Etos
kerja Islami menurut Anoraga (2009:29) adalah suatu pandangan dan
sikap bahwa kerja bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan materi dan
kepuasan lahiriah saja, tetapi yang lebih hakiki kerja merupakan perintah
Allah Swt sehingga di sinilah sumber motivasi yang bisa membimbing
dan memberi arahan semangat pengabdian.
Etos kerja Islami berdasarkan uraian mengenai pengertian secara
bahasa dan istilah di atas dapat disimpulkan sebagai karakter dan kebiasaan
berkaitan dengan kerja yang terpancar dari keyakinan bahwa bekerja itu
bukan sekadar untuk memperoleh kepuasan lahiriah atau duniawi, tetapi
yang lebih hakiki bekerja sebagai ibadah dalam rangka memperoleh ridho
38
2. Sumber Etos Kerja Islami
Etos kerja Islami merupakan karakter berkenaan dengan kerja yang
berorientasi bukan hanya sekadar pada hasil materi tetapi lebih dalam dari
itu bekerja merupakan ibadah dalam rangka meraih ridho Allah Swt. Ridho
Allah Swt merupakan tujuan tertinggi bagi seorang yang beretos kerja
Islami. Oleh karena itu, munculnya etos kerja Islami pada diri seseorang
bersumber dari keimanan kepada Allah Swt. Manusia yang beriman maka
akan meyakini dengan sepenuh hati dan melaksanakan apa yang
diperintahkan oleh Allah Swt dan Rasul-Nya. Perintah-perintah untuk
beramal atau bekerja beserta keutamaan-keutamaannya banyak dimuat
dalam Al-Qur‟an dan hadits. Ayat-ayat Al-Qur‟an yang memuat tentang
perintah dan keutamaan bekerja di antaranya akan diuraikan di bawah ini:
Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. (Q.S. Ar-Ra‟du: 11).
Ayat tersebut menjelaskan bahwa nasib atau keadaan manusia tidak
akan berubah menjadi lebih baik apabila mereka tidak mengubahnya dengan
tangan mereka sendiri, yaitu dengan bekerja untuk memperbaiki
kehidupannya sendiri, orang-orang di sekitarnya, maupun untuk
lingkungannya. Apa yang telah diusahakannya, maka itulah yang akan
didapatkannya. Sebagaimana firman Allah Swt dalam Surah An-Najm ayat