• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "V. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil

Perlindungan hutan merupakan bagian dari kegiatan pengelolaan hutan (PP No. 45 tahun 2004). Perlindungan hutan dari kebakaran hutan adalah untuk menghindari kerusakan hutan yang disebabkan oleh perbuatan manusia seperti melakukan pembakaran hutan tanpa izin dan membuang benda-benda yang dapat menyebabkan kebakaran; dan daya-daya alam seperti gunung berapi, akibat-akibat petir, reaksi sumber daya alam, dan gempa. Terkait dengan sistem pengelolaan hutan berbasiskan masyarakat yang saat ini diterapkan maka upaya pengendalian kebakaran hutan dengan meningkatkan peran masyarakat pun telah dirancang dan diaplikasikan di RPH Oro Oro Ombo sejak tahun 2004. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa peningkatan peran masyarakat dalam kegiatan pencegahan kebakaran hutan yang dilakukan oleh RPH Oro Oro Ombo antara lain melalui kegiatan pencegahan dengan metode pendidikan (Gambar 3), kegiatan pencegahan dengan metode kesadaran hukum (Gambar 4), dan kegiatan pencegahan dengan metode pendekatan secara teknis (Gambar 5). Kegiatan-kegiatan pencegahan kebakaran hutan tersebut dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Kegiatan pencegahan kebakaran hutan di RPH Oro Oro Ombo

Kegiatan Pencegahan Kebakaran Hutan Jumlah Responden (orang) Prosentase (%)

1. Metode pendidikan

a. Penyuluhan 11 36,67

b. Sosialisasi 3 10

c. Himbauan 2 6,67

d. Tidak tahu 14 46,66

2. Metode kesadaran hukum

a. Papan peringatan 15 50

b. Peraturan tertulis 1 3,33

c. Himbauan/larangan langsung 2 6,67

d. Tidak tahu 12 40

3. Metode pendekatan secara teknis

a. Sekat bakar hijau 21 70

(2)

Gambar 3 Persentase bentuk kegiatan pencegahan dengan metode pendidikan

Pada grafik di atas terlihat bahwa pada kegiatan pencegahan kebakaran hutan dengan metode pendidikan diketahui sebesar 36,67 % masyarakat menerima pendidikan dalam bentuk kegiatan penyuluhan; 10 % masyarakat menerima pendidikan dalam bentuk kegiatan sosialisasi; 6,67 % masyarakat menerima pendidikan dalam bentuk kegiatan himbauan; dan 46,66 % masyarakat tidak mendapat pendidikan dalam pencegahan kebakaran hutan. Tujuan dari kegiatan-kegiatan pendidikan tersebut tidak lain untuk mengurangi frekuensi terjadinya kebakaran hutan. Kegiatan penyuluhan dalam pencegahan kebakaran hutan bertujuan untuk merubah pola perilaku masyarakat agar kepedulian masyarakat terhadap kebakaran hutan lebih meningkat dan masyarakat mau mendukung juga membantu upaya pencegahan kebakaran hutan bersama pihak RPH Oro Oro Ombo. Kegiatan sosialisasi yang diberikan oleh pihak RPH Oro Oro Ombo memiliki tujuan untuk meningkatkan persepsi masyarakat akan hutan agar masyarakat dapat berperan dalam pencegahan kebakaran hutan. Himbauan yang diberikan oleh pihak RPH Oro Oro Ombo kepada masyarakat ditujukan untuk mengajak masyarakat agar mencegah terjadinya kebakaran hutan. Dilihat pada grafik di atas, persentase masyarakat yang tidak mendapat pendidikan pencegahan kebakaran hutan cukup besar, hal ini dikarenakan kegiatan pendidikan yang diadakan oleh pihak RPH Oro Oro Ombo ini bersifat informal baik dari segi waktu maupun tempat pelaksanaannya sehingga penyebarluasan informasi mengenai kegiatan-kegiatan tersebut kurang optimal.

36.67 10 6.67 46.66 0 10 20 30 40 50 Prosentase (%)

Penyuluhan Sosialisasi Himbauan Tidak tahu

(3)

Gambar 4 Persentase bentuk kegiatan pencegahan dengan metode kesadaran hukum

Dari grafik di atas terlihat bahwa pada kegiatan pencegahan kebakaran hutan dengan metode kesadaran hukum diketahui sebesar 50 % masyarakat mengetahui pencegahan berupa papan peringatan; 3,33 % masyarakat mengetahui pencegahan berupa peraturan tertulis; 6,67 % masyarakat mengetahui pencegahan berupa himbauan atau larangan langsung; dan 40 % masyarakat tidak mengetahui adanya pencegahan kebakaran hutan melalui metode kesadaran hukum. Peraturan dan Undang-undang yang dibuat oleh pihak RPH Oro Oro Ombo dipasang di tempat-tempat rawan kebakaran dengan tujuan agar masyarakat lebih berhati-hati dan bijaksana dalam menggunakan api sehingga dapat mencegah terjadinya kebakaran hutan. Dari hasil penelitian, diketahui bahwa 40 % masyarakat yang tidak mengetahui adanya pencegahan kebakaran hutan melalui metode kesadaran hukum dikarenakan masyarakat tersebut tidak mengetahui adanya papan peringatan maupun peraturan tertulis yang dibuat oleh pihak RPH Oro Oro Ombo. Hal ini dikarenakan kondisi dari papan-papan peringatan yang memprihatinkan karena tidak dirawat dengan baik bahkan hilang. Selain itu juga dikarenakan kurang optimalnya pemberitahuan atas peraturan dan Undang-undang yang berlaku kepada masyarakat.

50 3.33 6.67 40 0 10 20 30 40 50 Prosentase (%)

Papan peringatan Peraturan tertulis Larangan langsung Tidak tahu

(4)

Gambar 5 Persentase bentuk kegiatan pencegahan dengan metode pendekatan secara teknis

Dari grafik di atas terlihat bahwa pada kegiatan pencegahan dengan metode pendekatan secara teknis diketahui sebesar 70 % masyarakat melakukan kegiatan pembuatan sekat bakar hijau bersama pihak RPH Oro Oro Ombo menggunakan vegetasi seperti tanaman Pisang, Singkong, Multi Purpose Trees Species (MPTS), dan Hijauan Makanan Ternak; dan 30 % masyarakat tidak mengetahui adanya metode pendekatan secara teknis dalam pencegahan kebakaran hutan. Pembuatan sekat bakar hijau ini merupakan suatu bentuk kerja sama antara pihak RPH Oro Oro Ombo dengan masyarakat, karena selain dapat mencegah terjadinya kebakaran hutan, juga dapat menambah penghasilan masyarakat dan mencegah penggembalaan liar di dalam kawasan hutan. Adapun masyarakat yang tidak mengetahui adanya upaya pencegahan kebakaran hutan dengan metode pendekatan secara teknis dikarenakan tidak optimalnya kegiatan pencegahan dengan metode pendekatan secara teknis, baik dari segi penyebaran informasi maupun pelaksanaannya.

Selain peningkatan peran masyarakat dalam kegiatan pencegahan kebakaran hutan, pihak RPH Oro Oro Ombo juga melakukan peningkatan peran masyarakat dalam kegiatan pemadaman kebakaran hutan. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa kegiatan pemadaman kebakaran hutan yang dilakukan pihak RPH Oro Oro Ombo dengan meningkatkan peran masyarakat, antara lain 30 % masyarakat melakukan pemadaman dengan metode jalur menggunakan ilaran; 16,67 % masyarakat melakukan pemadaman dengan metode pemadaman api secara langsung menggunakan tanah; 36,66 % masyarakat melakukan pemadaman dengan metode pemadaman api secara langsung

70 30 0 20 40 60 80 Prosentase responden (%)

Sekat bakar hijau Tidak tahu

(5)

menggunakan kepyok; dan 16,67 % masyarakat belum pernah memadamkan kebakaran. Kegiatan pemadaman kebakaran hutan tersebut dapat dilihat pada Tabel 7 dan Gambar 6.

Tabel 7 Kegiatan pemadaman kebakaran hutan di RPH Oro Oro Ombo

Kegiatan Pemadaman Kebakaran Hutan Jumlah Responden (orang) Persentase (%)

1. Metode Jalur

a. Ilaran 9 30

2. Metode Pemadaman Langsung

a. Dengan tanah 5 16,67

b. Dengan kepyok* 11 36,66

3. Metode Pembakaran Balik - -

4. Belum pernah memadamkan 5 16,67

Keterangan : * = alat pemukul api (bahasa daerah setempat)

Gambar 6 Persentase bentuk kegiatan pemadaman kebakaran hutan

5.2. Pembahasan

5.2.1. Kegiatan Pencegahan Kebakaran Hutan 5.2.1.1. Pencegahan dengan Metode Pendidikan

Pencegahan kebakaran hutan dengan metode pendidikan memiliki sasaran yaitu masyarakat, dengan harapan masyarakat dapat berpartisipasi dalam mencegah kebakaran. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pencegahan dengan metode pendidikan yang diberikan oleh pihak RPH Oro Oro Ombo kepada masyarakat adalah dalam bentuk kegiatan penyuluhan, sosialisasi, dan himbauan. Berdasarkan hasil penelitian tersebut terlihat sebanyak 36,67 % masyarakat menerima pendidikan dalam bentuk kegiatan

30 16.67 36.66 16.67 0 10 20 30 40 Prosentase (%)

Ilaran Dengan tanah Dengan kepyok Belum pernah

(6)

penyuluhan; 10 % masyarakat menerima pendidikan dalam bentuk kegiatan sosialisasi; 6,67 % masyarakat menerima pendidikan dalam bentuk kegiatan himbauan; dan 46,66 % masyarakat tidak mengetahui adanya pendidikan yang diberikan oleh pihak RPH Oro Oro Ombo, dengan kata lain masyarakat tersebut tidak mendapat pendidikan pencegahan kebakaran hutan. Dalam kegiatan penyuluhan, sosialisasi, maupun himbauan, materi yang diberikan antara lain mengenai bahaya dari kebakaran hutan; pengendalian kebakaran hutan; tindakan-tindakan yang dapat mencegah terjadinya kebakaran hutan; pencegahan teknis di lapangan berupa manajemen bahan bakar dengan menanam hijauan; bahkan simulasi teknik mencegah kebakaran. Selain itu diberikan pula tata cara memadamkan api dan cara tolong menolong jika terjadi kebakaran hutan. Kegiatan pencegahan dengan metode pendidikan tersebut umumnya diberikan oleh pihak RPH Oro Oro Ombo secara informal, baik dari segi waktu maupun tempat penyampaian pendidikan tersebut. Kegiatan pencegahan dengan metode pendidikan ini diberikan kepada masyarakat saat menjelang dan/atau saat musim kemarau. Pendidikan tersebut diberikan di balai desa bertepatan dengan rapat desa (biasanya tiga sampai enam bulan sekali) sehingga hanya diberikan kepada warga yang berada di balai desa saja yang kemudian akan menyampaikan ke warga lainnya; di rumah mandor dalam jangka waktu satu sampai dua bulan sekali; di kumpul-kumpul warga seperti jemaah ta‟lim, pengajian, dan lain-lain, yang tidak tentu waktunya; di pos jaga maupun di hutan langsung saat masyarakat sedang bekerja.

Masyarakat yang tidak mendapat pendidikan pencegahan kebakaran hutan merasa bahwa mereka (masyarakat) tidak pernah diberikan penyuluhan, sosialisasi, dan himbauan oleh pihak RPH Oro Oro Ombo. Kebanyakan dari masyarakat yang tidak

mendapat pendidikan pencegahan kebakaran hutan ini tidak mengetahui kegiatan-kegiatan untuk mencegah kebakaran hutan lainnya seperti kegiatan pencegahan

dengan metode kesadaran hukum dan kegiatan pencegahan dengan metode pendekatan secara teknis. Hal ini menunjukkan masih kurang optimalnya pendidikan pencegahan kebakaran hutan yang diberikan oleh pihak RPH Oro Oro Ombo kepada masyarakat. Untuk itu diperlukan adanya kegiatan pendidikan yang bersifat formal dan intensif guna meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat. Hal ini dikarenakan untuk mengubah pola perilaku masyarakat diperlukan waktu yang tidak sedikit dan bertahap.

(7)

Walaupun demikian dengan adanya metode pendidikan yang meningkatkan peran masyarakat dalam pencegahan kebakaran hutan, frekuensi kebakaran hutan di RPH Oro Oro Ombo menurun.

5.2.1.2. Pencegahan dengan Metode Kesadaran Hukum

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebanyak 50 % masyarakat mengetahui pencegahan dengan metode kesadaran hukum berupa papan peringatan yang diletakkan di dalam kawasan hutan; 3,33 % masyarakat mengetahui pencegahan dengan metode kesadaran hukum berupa peraturan tertulis yaitu Undang-undang (Gambar 7); 6,67 % masyarakat mengetahui pencegahan dengan metode kesadaran hukum berupa himbauan atau larangan langsung secara lisan seperti ”dilarang membawa api”, ”dilarang membuat api di hutan”, ”dilarang membakar rumput”, ”dilarang membuang puntung rorok”, dan ”penyiapan lahan tanpa api” saat masyarakat akan memasuki hutan; dan 40 % masyarakat tidak mengetahui adanya metode kesadaran hukum yang dilakukan oleh pihak RPH Oro Oro Ombo dalam rangka pencegahan kebakaran hutan.

Gambar 7 Pencegahan dengan metode kesadaran hukum berupa peraturan tertulis yang dipasang di jalan masuk menuju Gunung Panderman

Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa kegiatan pencegahan dengan metode kesadaran hukum dalam bentuk papan peringatan merupakan kegiatan yang paling banyak diketahui oleh masyarakat. Papan-papan peringatan yang dibuat oleh pihak RPH

(8)

Oro Oro Ombo berfungsi untuk memperingati masyarakat yang hendak memasuki hutan dan atau berada di dalam hutan agar berhati-hati terhadap penggunaan api. Namun saat ini kondisi dari papan-papan peringatan tersebut memprihatinkan karena tidak dirawat dengan baik bahkan di beberapa lokasi papan peringatannya sudah hilang. Sehingga diperlukan usaha dalam menjaga dan memelihara keberadaan papan-papan peringatan tersebut. Pencegahan dengan metode kesadaran hukum berupa papan peringatan dapat dilihat pada Gambar 8 berikut.

(a) (b)

Gambar 8 (a) Pencegahan dengan metode kesadaran hukum berupa papan peringatan; dan (b) papan peringatan dipasang di tiap jalan masuk hutan

Metode kesadaran hukum yang digunakan oleh pihak RPH Oro Oro Ombo berpengaruh dalam mencegah terjadinya kebakaran hutan. Kegiatan pencegahan kebakaran hutan dengan metode kesadaran hukum telah mengurangi frekuensi kebakaran hutan yang terjadi di RPH Oro Oro Ombo. Segala peraturan dan Undang-undang yang ditetapkan oleh pihak RPH Oro Oro Ombo dipatuhi oleh masyarakat guna mencegah terjadinya kebakaran hutan. Masyarakat mengetahui adanya sanksi jika melanggar peraturan dan Undang-undang tersebut. Adapun sanksi yang diketahui masyarakat antara lain sanksi sesuai ketentuan yang berlaku, maupun sanksi hukum adat berupa denda satu pohon yang rusak diganti oleh 200 pohon dan membantu keamanan hutan.

(9)

5.2.1.3. Pencegahan dengan Metode Pendekatan secara Teknis

Bentuk kegiatan dari pencegahan kebakaran hutan dengan metode pendekatan secara teknis yang dilakukan oleh pihak RPH Oro Oro Ombo bersama masyarakat antara lain manajemen bahan bakar berupa kegiatan pembuatan sekat bakar hijau. Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa sebanyak 70 % masyarakat melakukan kegiatan pembuatan sekat bakar hijau bersama pihak RPH Oro Oro Ombo dalam rangka pencegahan dengan metode pendekatan secara teknis; dan 30 % masyarakat tidak mengetahui adanya metode pendekatan secara teknis yang dilakukan oleh pihak RPH Oro Oro Ombo dalam mencegah terjadinya kebakaran hutan. Masyarakat yang tidak mengetahui adanya kegiatan pencegahan dengan metode pendekatan secara teknis, pada kenyataannya tidak melakukan kegiatan teknis di lapangan bersama pihak RPH Oro Oro Ombo dalam mencegah terjadinya kebakaran hutan. Hal ini dikarenakan tidak optimalnya kegiatan pencegahan dengan metode pendekatan secara teknis, baik dari segi penyebaran informasi maupun pelaksanaannya. Walaupun demikian, kegiatan pencegahan kebakaran hutan dengan metode pendekatan secara teknis yang sudah dilakukan berpengaruh terhadap frekuensi kebakaran hutan yang terjadi di RPH Oro Oro Ombo.

Pembuatan sekat bakar hijau pada umumnya dilakukan di beberapa tempat, antara lain di setiap alur yang merupakan batas antar petak; di lokasi rawan kebakaran seperti petak 232 Blok Gunung Seruk, Blok Gunung Panderman dan di lembah-lembah gunung; dan di dalam kawasan hutan dengan memanfaatkan ruang kosong, baik di antara maupun di bawah tegakan yang ada. Vegetasi yang digunakan adalah vegetasi yang memiliki ketahanan terhadap api seperti Kaktus, Kirinyuh, Kaliandra, Pisang, dan Hijauan Makanan Ternak. Selain vegetasi yang memiliki ketahanan terhadap api tersebut, digunakan pula vegetasi yang dapat memberikan hasil panen kepada masyarakat seperti tanaman Singkong, dan Multi Purpose Trees Species (MPTS) seperti Alpukat dan Nangka. Di lapangan saat ini sudah tidak terdapat sekat bakar hijau yang menggunakan Kaktus, Kirinyuh, dan Kaliandra. Saat ini pihak RPH Oro Oro Ombo lebih memfokuskan penanaman sekat bakar hijau di dalam kawasan hutan dengan menggunakan vegetasi seperti tanaman Pisang, Singkong, Multi Purpose Trees Species (MPTS), dan Hijauan Makanan Ternak, karena selain dapat mencegah terjadinya kebakaran hutan, juga dapat menambah penghasilan masyarakat dan mencegah penggembalaan liar di dalam kawasan

(10)

hutan. Pada Gambar 9 dapat dilihat sekat bakar hijau yang menggunakan tanaman Singkong, Pisang, dan Hijauan Makanan Ternak, yang ditanam di antara tegakan.

Hijauan Makanan Ternak yang paling banyak digunakan adalah Rumput Gajah (Gambar 10). Rumput gajah tersebut ditanam di bawah tegakan dan dalam dua sampai tiga bulan berikutnya sudah dapat dipangkas untuk dijadikan pakan ternak. Dalam kerjasama ini, areal hutan yang digunakan oleh masyarakat untuk menanam Hijauan Makanan Ternak dikenakan pajak lahan sebesar Rp. 35.000 per patok Rumput Gajah yang ditanam dan masyarakat yang menanam Rumput Gajah diminta untuk ikut menangangi kebakaran saat terjadi kebakaran hutan. Selain itu, masyarakat pun membabat rumput yang berada di bawah tegakan yang pelaksanaannya bersamaan dengan waktu pemanenan Hijauan Makanan Ternak. Hal tersebut membantu dalam mengurangi jumlah bahan bakar di lantai hutan.

(11)

Gambar 10 Sekat bakar hijau berupa Rumput Gajah yang ditanam di bawah tegakan Pinus

5.2.2. Kegiatan Pemadaman Kebakaran Hutan

Pemadaman kebakaran hutan di RPH Oro Oro Ombo dilakukan bersama-sama oleh petugas RPH Oro Oro Ombo dan masyarakat, baik masyarakat yang menduduki tanah Perhutani maupun masyarakat yang tidak menduduki tanah Perhutani. Masyarakat merupakan subyek yang paling sering berinteraksi dengan hutan sehingga masyarakat dapat berperan dalam deteksi dan pemadaman dini kebakaran hutan yang terjadi. Masyarakat yang ikut dalam memadamkan kebakaran hutan bisa mencapai 10 hingga 60 orang. Saat terjadi kebakaran hutan, sebagian masyarakat akan melapor dan menunggu perintah dari mandor, dan sebagian masyarakat lainnya akan langsung mendatangi lokasi kejadian kebakaran hutan. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa 30 % masyarakat melakukan pemadaman dengan metode jalur menggunakan ilaran; 16,67 % masyarakat melakukan pemadaman dengan metode pemadaman api secara langsung menggunakan tanah; 36,66 % masyarakat melakukan pemadaman dengan metode pemadaman api secara langsung menggunakan kepyok; dan 16,67 % masyarakat belum pernah memadamkan kebakaran bersama RPH Oro Oro Ombo. Belum ada kegiatan pra-pemadaman seperti pelatihan pra-pemadaman kebakaran hutan untuk masyarakat, sehingga masyarakat mengetahui dan belajar cara memadamkan kebakaran hutan secara langsung sewaktu ada kebakaran hutan. Sebelum memadamkan kebakaran tersebut, Petugas RPH

(12)

Oro Oro Ombo melakukan simulasi (pencotohan) langsung di hutan tentang cara memadamkan api. Untuk itu diperlukan adanya kegiatan pra-pemadaman untuk mengantisipasi kejadian kebakaran hutan, dimana di dalamnya diberitahukan cara memadamkan kebakaran hutan yang pelaksanaannya sesuai dengan Departemen Kehutanan.

Upaya pertama yang dilakukan masyarakat dalam memadamkan kebakaran hutan yaitu membuat ilaran dengan lebar lima hingga sepuluh meter guna mencegah meluasnya areal yang terbakar. Upaya selanjutnya yaitu memadamkan api. Dalam memadamkan api masyarakat cenderung melakukannya dengan metode pemadaman api secara langsung, antara lain menggunakan tanah dan kepyok (bahasa daerah setempat). Pemadaman api secara langsung dengan menimbun api menggunakan tanah dirasakan lebih mudah dibandingkan memadamkan api menggunakan kepyok. Kepyok merupakan alat pemukul api. Kepyok biasanya digunakan untuk memadamkan kebakaran dengan api berskala kecil. Kepyok yang digunakan bukanlah alat yang terbuat dari kayu atau bambu berkepala karung goni, melainkan ranting-ranting yang masih basah dengan panjang sekitar 1,5 - 2 meter yang berasal dari pohon berdaun lebar sekitar areal kebakaran, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 11 berikut.

(a) (b)

Gambar 11 (a) Kepyok yang digunakan dalam memadamkan api; dan (b) contoh ranting yang digunakan merupakan ranting yang masih segar

Untuk mempermudah dalam memadamkan kebakaran hutan, diperlukan alat dan fasilitas yang memadai baik dari segi jenis maupun jumlahnya. Adapun alat penunjang yang biasa digunakan masyarakat dalam pemadaman kebakaran hutan antara lain cangkul

(13)

yang digunakan untuk membuat ilaran dan menggali tanah (Gambar 12a); golok dan sabit yang juga digunakan untuk membuat ilaran (Gambar 12b); sepatu boots; dan alat komunikasi berupa handphone bagi yang memiliki. Kesemua alat tersebut merupakan milik pribadi masyarakat. Sejauh ini pihak RPH Oro Oro Ombo tidak menyediakan alat penunjang dalam memadamkan kebakaran hutan, namun pihak RPH Oro Oro Ombo menyediakan konsumsi bagi masyarakat sewaktu terjadi kebakaran hutan. Selain itu, saat terjadi kebakaran hutan KRPH Oro Oro Ombo biasanya menggantikan uang rumput harian milik masyarakat yang ikut memadamkan kebakaran hutan dengan menggunakan uang pribadi KRPH Oro Oro Ombo sendiri.

(a) (b)

Gambar 12 Alat penunjang dalam pemadaman kebakaran hutan, yaitu (a) cangkul; (b) golok dan sabit

5.2.3. Analisa Keefektifan Peningkatan Peran Masyarakat

Berdasarkan hasil wawancara dengan personil RPH Oro Oro Ombo, diketahui bahwa bentuk-bentuk kegiatan yang dilakukan oleh pihak RPH Oro Oro Ombo dengan meningkatkan peran masyarakat dalam upaya pengendalian kebakaran hutan, baik dalam mencegah maupun memadamkan kebakaran hutan, meliputi :

1. Pencegahan melalui pendidikan

Kegiatan pendidikan yang diberikan berupa penyuluhan untuk menambah wawasan, himbauan secara lisan, dan bimbingan secara langsung, yang penyampaiannya dilakukan secara informal. Sasaran dari kegiatan pendidikan itu adalah masyarakat dengan tujuan agar lebih mengena dan angka kebakaran hutan dapat menurun. Tidak ada lokasi dan

(14)

waktu rutin dalam pelaksanaannya, biasanya kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan bertepatan dengan acara warga seperti jemaah ta‟lim, rapat desa, dan acara kumpul lainnya sehingga waktu kegiatan ini tidak menentu dan lokasinya pun informal. Lokasi yang biasanya digunakan adalah rumah warga, rumah petugas RPH Oro Oro Ombo, pos jaga, maupun langsung di hutan. Kegiatan pendidikan ini bersifat conditional sehingga biasanya diberikan kepada masyarakat pada musim kemarau atau bulan Juli – September. Selain itu, terdapat sosialisasi dalam mencegah kebakaran hutan melalui penempelan stiker-stiker di rumah petugas RPH Oro Oro Ombo (Gambar 13).

(a) (b)

Gambar 13 Sosialisasi mengenai kebakaran hutan melalui stiker yang ditempel di rumah petugas RPH Oro Oro Ombo

2. Pencegahan melalui kesadaran hukum

Pencegahan melalui kesadaran hukum dibuat berdasarkan peraturan tertulis yang tertera di buku panduan dari KPH dan Undang-undang yang berlaku. Hukum yang ditetapkan antara lain dalam bentuk himbauan (pembinaan conditional) langsung kepada masyarakat yang berada di dalam hutan; larangan lisan secara langsung kepada masyarakat yang hendak masuk hutan; dan peringatan seperti ”dilarang meninggalkan api”, ”dilarang membuat api di musim kemarau”, dan ”dilarang masuk hutan dengan membawa api”, yang tertulis di papan peringatan yang diletakan di tiap batas hutan. Namun saat ini tidak semua papan peringatan terawat dengan baik bahkan di beberapa lokasi pun papan peringatan tersebut sudah hilang.

(15)

Penyebab dari kebakaran hutan biasanya adalah api unggun dari peserta camping yang sudah ditinggalkan walaupun belum padam benar, dan pembakaran tidak terkontrol yang dilakukan masyarakat untuk produksi rumput. Sejauh ini kendala yang ada yaitu sulit untuk mengetahui modus pembakaran dan menangkap pelaku pembakaran. Sanksi dari pelanggaran peraturan tersebut adalah tindak pidana dari kepolisian seperti hukuman penjara sesuai Undang-undang yang berlaku.

3. Pencegahan dengan metode pendekatan secara teknis

Kegiatan pencegahan dengan metode pendekatan secara teknis dilakukan dengan mengikutsertakan masyarakat. Bentuk metode pendekatan secara teknis yang dilakukan yaitu manajemen bahan bakar berupa pembuatan sekat bakar hijau dengan lebar mencapai dua hingga lima meter menggunakan tanaman tahan api, seperti Kaktus, Pandan, Pisang, Multi Purpose Trees Species (MPTS), dan khususnya Hijauan Makanan Ternak seperti Rumput Gajah, yang cenderung lebih dibutuhkan oleh masyarakat sehingga selain untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan juga dapat mensejahterakan masyarakat dengan hasil panennya. Dalam kegiatan pencegahan dengan metode pendekatan secara teknis lebih ditekankan pada upaya-upaya pensejahteraan masyarakat, karena hal ini mempermudah pihak RPH Oro Oro Ombo dalam bekerja sama dengan masyarakat guna mencegah terjadinya kebakaran hutan.

Tidak ada waktu rutin dalam pelaksanaan pembuatan sekat bakar hijau, biasanya bersamaan dengan waktu penanaman tanaman tersebut. Lokasi kegiatan tersebut antara lain di lokasi rawan kebakaran hutan seperti petak 227 Gunung Panderman dan di lereng-lereng hutan lindung. Gunung Panderman merupakan hutan lindung yang juga dijadikan sebagai objek wisata di daerah RPH Oro Oro Ombo. Hal ini mempengaruhi Gunung Panderman sehingga rawan kebakaran hutan. Dikarenakan Gunung Panderman merupakan objek wisata maka besar kemungkinan terjadi kebakaran yang disebabkan oleh oknum yang lalai dan tidak bertanggung jawab. Selain itu karena sulit dijangkaunya lokasi kegiatan yang berada di Gunung Panderman maka jarang dilakukan pemeliharaan terhadap sekat bakar hijau di lokasi itu, sehingga bahan bakar di lantai hutannya akan menumpuk.

(16)

Selain kegiatan di atas, RPH Oro Oro Ombo pun melakukan kegiatan patroli hutan yang dilaksanakan oleh petugas RPH Oro Oro Ombo bersama Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) yang bersangkutan sebanyak satu sampai dua kali tiap minggu terutama di bulan-bulan rawan kebakaran hutan; pembangunan pos jaga untuk mempermudah pemantauan keamanan hutan; dan koordinasi dengan pihak terkait seperti PMK, Satpol PP, Mustika, LSM, Karang Taruna, Linmas, dan masyarakat itu sendiri.

4. Pemadaman kebakaran hutan

Saat mengetahui adanya asap yang berasal dari kawasan hutan, petugas RPH Oro Oro Ombo segera menghubungi Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) dan pihak terkait seperti PMK, Satpol PP, Mustika, LSM, Karang Taruna, dan Linmas, untuk ikut memadamkan bersama kebakaran tersebut. Sebelum tahun 2008, terdapat Satuan Petugas Pemadam Kebakaran (SATGAS DAMKAR) yang terdiri dari dua orang petugas RPH Oro Oro Ombo dan masyarakat sekitar hutan mencapai 30 orang. Satuan Petugas Pemadam Kebakaran (SATGAS DAMKAR) ini berguna untuk mengkoordinir masyarakat dalam upaya pengendalian kebakaran hutan khususnya pemadaman kebakaran hutan. Satuan Petugas Pemadam Kebakaran ini dibentuk berdasarkan surat keputusan administratur KPH Malang nomor 115/KPTS/MLG/II/2002 tanggal 15 januari 2002, yaitu tentang pembentukan Satuan Petugas Pemadam Kebakaran (SATGAS DAMKAR) yang memiliki tujuan-tujuan menangulangi kemungkinan terjadinya kebakaran hutan pada musim kemarau. Unit pelaksanaan ini hanya aktif sampai dengan tahun 2007 karena terbentur masalah dana operasional.

(17)

Metode pemadaman kebakaran hutan yang diterapkan antara lain : a. Metode jalur

Metode jalur yang digunakan adalah ilaran dengan lebar mencapai lima meter, sepuluh meter, dan 20 meter untuk lokasi berkelerengan ≥ 5 %. Pembuatan ilaran dilakukan jika api kebakaran berskala besar dan terdapat angin kencang.

b. Metode pemadaman api secara langsung

Pemadaman api secara langsung digunakan apabila skala api kecil. Metode pemadaman yang digunakan yaitu dengan menimbun api menggunakan tanah dan dengan menggunakan kepyok. Kepyok merupakan alat yang digunakan untuk memukul api hingga padam yang biasanya digunakan untuk memadamkan kebakaran di hutan produksi. Dalam prakteknya, tidak digunakan air dan alat yang lebih canggih dalam pemadaman api secara langsung. Hal ini dikarenakan lokasi terjadinya kebakaran tidak berdekatan dengan sumber air dan juga tidak memungkinkan bagi masyarakat untuk membawa air maupun alat yang lebih canggih, seperti selang dan gas, dengan kondisi lapang yang ada (terjal).

Pihak RPH Oro Oro Ombo belum pernah mengadakan pelatihan untuk masyarakat namun pelatihan untuk petugas RPH Oro Oro Ombo sudah pernah dilakukan. Pelatihan tersebut tidak ditujukan untuk semua petugas RPH Oro Oro Ombo melainkan hanya untuk beberapa petugas yang dipilih oleh KBKPH Pujon. Informasi yang diterima oleh petugas dalam pelatihan tersebut kemudian akan disampaikan ke teman-teman seprofesi lainnya. Dalam pelatihan tersebut diberikan petunjuk dan cara-cara pemadaman kebakaran hutan yang benar. Selain itu sampai dengan tahun 2006 di RPH Oro Oro Ombo pernah dibentuk tim pelatihan pemadaman kebakaran yang mendapat pelatihan tiga bulan sekali yang didalamnya terdapat materi pendidikan dan praktek langsung pemadaman kebakaran hutan.

Dari seluruh pemadaman kebakaran hutan yang pernah dilakukan oleh RPH Oro Oro Ombo, diketahui bahwa faktor kegagalan dalam memadamkan api antara lain lokasi dari Gunung Panderman yang sulit untuk dijangkau sedangkan Gunung Panderman merupakan salah satu lokasi rawan kebakaran di RPH Oro Oro Ombo; luas areal terbakar dalam suatu kejadian kebakaran hutan; dan bahan bakar permukaan dalam jumlah banyak

(18)

sehingga membutuhkan waktu lebih lama untuk dipadamkan. Dalam waktu 1 x 24 jam setelah adanya kejadian kebakaran hutan, pihak RPH Oro Oro Ombo akan membuat laporan tertulis mengenai kejadian tersebut dimana di dalam laporan tersebut akan dicantumkan uraian singkat kejadian kebakaran hutan beserta lampiran keterangan-keterangan lainnya, seperti yang dapat dilihat pada Lampiran 4.

Sejauh ini masyarakat, baik masyarakat yang menduduki tanah Perhutani maupun masyarakat yang tidak menduduki tanah Perhutani, turut berperan aktif dalam pemadaman kebakaran hutan. Tanpa diperintah masyarakat akan langsung mendatangi lokasi kejadian kebakaran hutan tersebut. Hal tersebut menunjukan kepedulian masyarakat akan hutan sudah meningkat. Keterlibatan masyarakat dalam pemadaman kebakaran hutan tercantum dalam laporan kejadian kebakaran hutan (Lampiran 5).

Hasil dan manfaat yang telah dicapai dari upaya pengendalian kebakaran hutan bersama masyarakat ini antara lain hutan menjadi lebih terjaga, baik dari segi keamanan seperti lebih kecil kemungkinan terjadinya kebakaran dan gangguan hutan lainnya; maupun dari segi ekologisnya seperti banjir dan longsor berkurang dan pasokan air terpenuhi; juga fungsi hutan sebagai sumber ekonomi bagi masyarakat sekitar hutan pun lebih terjamin. Hal itu berkat adanya kerja sama dan tolong menolong antara pihak RPH Oro Oro Ombo dengan masyarakat. Sebelum adanya kerjasama dengan masyarakat, pihak RPH Oro Oro Ombo menangani gangguan-gangguan hutan seperti ilegal logging, penjarahan, dan kebakaran hutan sendirian. Setelah adanya kerjasama tersebut maka penanganan gangguan hutan tidak hanya dilakukan oleh RPH Oro Oro Ombo saja melainkan dibantu dan didukung oleh masyarakat. Kerja sama antara pihak RPH Oro Oro Ombo dengan masyarakat dapat dikatakan berjalan dengan baik dalam menangani kebakaran hutan.

Adapun usaha yang dilakukan pihak RPH Oro Oro Ombo agar upaya pengendalian kebakaran hutan, baik dalam kegiatan pencegahan maupun pemadaman, bersama masyarakat ini dapat berhasil adalah pendekatan terhadap masyarakat dengan pengembangan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH). Semenjak adanya peningkatan peran masyarakat dalam upaya pengendalian kebakaran hutan di RPH Oro Oro Ombo, frekuensi kebakaran hutan di RPH Oro Oro Ombo sudah berkurang, begitu juga dengan luas areal yang terbakar (Lampiran 6). Wadah LMDH ini dapat digunakan

(19)

untuk merangkul masyarakat sehingga masyarakat mau berpartisipasi, baik dalam mencegah maupun memadamkan kebakaran hutan. LMDH mulai berkembang bersamaan dengan pengelolaan hutan berbasiskan masyarakat yang biasa disebut dengan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). PHBM dibentuk pada tahun 2001 dan mulai disahkan pada tahun 2004. Dengan adanya program PHBM, pihak RPH Oro Oro Ombo dan masyarakat dapat lebih terbuka dalam mengutarakan pendapat, dapat bekerja sama dan berperan secara aktif dalam menjaga keamanan hutan dan mengelola hutan secara lestari.

Gambar

Tabel 6  Kegiatan pencegahan kebakaran hutan di RPH Oro Oro Ombo
Gambar 3  Persentase bentuk kegiatan pencegahan dengan metode pendidikan
Gambar 4  Persentase bentuk kegiatan pencegahan dengan metode kesadaran hukum
Gambar  5    Persentase  bentuk  kegiatan  pencegahan  dengan  metode  pendekatan  secara  teknis
+6

Referensi

Dokumen terkait

Kemudian pada penentuan kadar abu didapatkan 12,03%, dalam percobaan kali ini terjadi kesalahan karena data yang di dapatkan tidak sesuai dengan Standar Nasional

a) Fungsi informatif, yaitu organisasi dipandang sebagai suatu sistem proses informasi. Bermakna seluruh anggota dalam suatu organisasi berharap dapat memperoleh informasi yang

DESKRIPSI UNIT : Unit kompetensi ini berhubungan dengan pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang dibutuhkan dalam mengembangkan strategi komunikasi pada

a) Kontrak kuliah dilakukan di awal kuliah, dengan cara kesediaan mengikuti aturan perkuliahan di FIB, sekaligus dosen yang bersangkutan mendapatkan jadwal kuliah yang

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 75 Tahun 2014 tentang puskesmas, puskesmasadalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya

Hasil analisis validasi media buku saku yang dilakukan oleh tujuh orang validator menyatakan bahwa buku saku hasil inventarisasi tumbuhan berpotensi tanaman hias

Membantu manajer personalia dan umum merencanakan, mengatur, mengkoordinasikan, melaksanakan tugas dan tanggung jawab dalam bidang personalia ke arah kinerja terbaik

Apabila dikaitkan antara proyeksi pendapatan daerah dengan proyeksi belanja daerah Kabupaten Barru, maka jumlah pendapatan yang ada tidak mencukupi untuk mendanai