3.1. Tinjauan Teoritis
Upaya dalam melakukan penghematan pajak secara legal dapat dilakukan melalui perencanaan pajak. Dalam praktek bisnis umumnya pengusaha mengidentikkan pembayaran pajak sebagai beban, sehingga akan berusaha meminimalkan beban untuk mengoptimalkan laba. Dalam rangka meningkatkan efesiensi dan daya saing maka manager wajib menekankan biaya seoptimal mungkin, demikian pula dengan kewajiban membayar pajak. Biaya dan laba berbanding terbalik, semakin tinggi biaya maka laba yang diperoleh akan semakin rendah demikian sebaliknya semakin rendah biaya yang dikeluarkan secara efesien maka laba yang diperoleh juga semakin tinggi.
Perencanaan pajak pada umumnya selalu dimulai dengan meyakinkan apakah suatu transaksi tersebut terkena pajak. Bila transaksi tersebut terkena pajak apakah dapat diupayakan untuk dikecualikan atau dikurangi jumlah pajaknya. Dalam perencanaan pajak terdapat aspek formal dan aspek administrasi serta material yang harus diperhatikan untuk mengkategorikan biaya-biaya tersebut sebagai pengurang laba atau dikecualikan sebagai biaya.
berhubungan dengan sanksi, baik admistrasi maupun sanksi pidana. Sanksi administrasi maupun pidana merupakan pemborosan sumber daya sehingga perlu dieliminasi melalui suatu perencanaan pajak yang baik. Untuk dapat menyusun perencanaan pemenuhan kewajiban perpajakan yang baik diperlukan pemahaman terhadap peraturan perpajakan. Sedangkan aspek materiil adalah tindakan melibatkan efesiensi pengeluaran kas atas biaya-biaya operasional yang terjadi di perusahaan.
3.1.1. Pengertian Pajak
Ada beberapa pengertian atau defenisi pajak yang dikemukakan oleh para ahli. Suandy (2011:8) dalam bukunya Hukum Pajak mengemukakan definisi pajak menurut para ahli antara lain:
dalam buku Soemitro yang berjudul Pajak dan Pembangunan, 1974, definisi tersebut diubah menjadi: “Pajak adalah peralihan
kekayaan dari pihak rakyat kepada kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan “surplus”-nya digunakan
untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.”
2. Dr. Soeparman Soemahamidjaja: pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.
3. Prof. PJA. Adriani menyatakan bahwa pajak adalah iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
Dari keempat definisi pajak di atas yang dikemukakan para ahli, menunjukkan bahawa pajak yang dipungut pada prinsipnya sama yakni rakyat diminta menyerahkan sebagian hartanya sebagai kontribusi untuk membiayai keperluan bersama yang pada dasarnya dapat dipaksakan.
3.1.2. Pajak Penghasilan
Mengacu pada Undang-undang No. 36 Tahun 2008 Pajak Penghasilan merupakan pajak yang dikenakan atas penghasilan, baik penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh orang pribadi atau perorangan maupun badan yang berasa didalam negeri dan/ atau diluar negeri, yang terhutang selama tahun pajak.
Undang-undang Pajak Penghasilan (PPh) mengatur pengenaan Pajak Penghasilan terhadap subyek pajak dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak. Subyek pajak tersebut dikenai pajak apabila menerima atau memperoleh pengahasilan.
perpajakan dan pajak ini dikenakan atas penghasilan kena pajak perusahaan.
3.1.3. Tarif Pajak Badan
Tarif pajak untuk Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap (BUT) sebesar 28% (dua puluh delapan persen). Tarif PPh tersebut menjadi 25% (dua puluh lima persen) mulai berlaku tahun pajak 2010. Wajib Pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan dibursa efek di Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya dapat memperoleh tarif sebesar 5% (lima persen) lebih rendah dari pada tarif sebagaimana di maksud pada ayat (1) huruf b dan ayat (2) huruf a yang di atur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah
Tarif yang dikenakan atas penghasilan berupa dividen yang dibagikan kepada Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri adalah paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen) dan bersifat final.
3.1.4. Perencanaan Pajak
3.1.4.1.Perencanaan dan Manajemen Strategis
Perencanaan merupakan suatu keputusan spesifik yang dibuat oleh manajer perusahaan, pemanfaatannya dirancang untuk digunakan di masa akan datang, di dalamnya terdapat strategi, taktik dan operasi yang akan digunakan untuk mencapai tujuan perusahaan. Salah satu hasil yang paling penting dari proses perencanaan adalah “strategi perusahaan”, kemudian berlanjut menjadi suatu
perencanaan khusus yang disebut “manajemen strategis”, yaitu
proses manajemen yang mencakup pernyataan perusahaan dalam membuat rencana strategis dan kemudian bertindak berdasarkan rencana tersebut. Fungsi-fungsi spesifik manajemen yang digunakan dalam mengelola perusahaan menurut Batheman (2008) adalah:
1. Planning, adalah proses menetapkan sasaran dan tindakan
yang perlu untuk mencapai sasaran tersebut, yang berarti bahwa manajer harus terlebih dahulu memikirkan dengan matang sasaran dan tindakan yang akan dilakukan perusahaan dengan didasarkan pada metode, rencana atau logika dan bukan berdasarkan perasaan.
2. Organizing, adalah proses mempekerjakan dua orang atau
proses mengatur dan mengalokasikan pekerjaan, wewenang dan sumber daya di antara organisasi.
3. Leading, adalah proses mengarahkan dan mempengaruhi
aktivitas yang berkaitan dengan pekerjaan dari anggota kelompok atau seluruh organisasi yang terdiri dari mengarahkan, mempengaruhi dan memotivasi karyawan untuk melaksanakan tugas yang penting.
4. Controlling, adalah proses untuk memastikan bahwa aktivitas
sebenarnya sesuai dengan aktivitas yang direncanakan.
Zain (2008) menjelaskan manajemen pajak sebagai sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar tetapi jumlah pajak yang dibayar dapat ditekan serendah mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan. Secara teoritis, tax
planning merupakan bagian dari fungsi-fungsi manajemen pajak
yang terdiri dari: planning, implementation dan control.
Apabila dihubungkan dengan fungsi-fungsi spesifik manajemen, perencanaan memenuhi kewajiban perpajakan (tax
planning) termasuk ke dalam salah satu fungsi-fungsi spesifik
kewajiban perpajakan perusahaan secara lengkap, benar dan tepat waktu.
Apabila perencanaan pajak (tax planning) perusahaan tidak baik atau memiliki kelemahan-kelemahan, maka sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan tidak dapat dimanfaatkan secara optimal. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya pemborosan yang sebenarnya dapat dicegah. Apabila pemborosan tersebut terjadi terus-menerus, maka penghasilan perusahaan lama kelamaan akan semakin menurun yang pada akhirnya tidak dapat bersaing dengan kompetitornya, sehingga kelangsungan hidup perusahaan menjadi terancam.
4.1.4.2.Pengertian Tax Planning
Menurut Crumbley, Fredman dan Susan (1994:300) dalam Eni Ramayanti (2010), “Tax Planning is the systematic analysis of
difering tax options aimed at the minimization of taxliability in
current and future tax periods” (Perencanaan pajak adalah sistem
analisa dalam meminimalkan kewajiban perpajakan dalam waktu berjalan dan pada periode yang akan datang).
Menurut Zain (2003:67) “Tax planning atau perencanaan
pajak adalah merupakan tindakan penstrukturan yang terkait dengan konsekuensi potensi pajaknya, yang tekanannya kepada pengendalian setiap transaksi yang ada konsekuensi pajaknya”.
mengefesienkan jumlah pajak yang akan ditransfer ke pemerintah, melalui apa yang disebut sebagai penghindaran pajak (tax
avoidance) yang merupakan perbuatan legal yang masih dalam
ruang lingkup peraturan perundang-undangan perpajakan, dan bukan penyingkiran pajak (tax evasion).
Lumbantoruan (1996:354) menyatakan “Manajemen pajak
adalah sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar tetapi jumlah pajak yang dibayar dapat ditekankan serendah mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan”.
Menurut Suandy (2003:7) “Perencanaan pajak adalah tahap
awal dalam penghematan pajak. Strategi penghematan pajak disusun pada saat perencanaan, perencanaan pajak merupakan upaya legal yang bisa dilakukan oleh wajib pajak”. Tindakan tersebut legal
karena penghematan pajak hanya dilakukan dengan memanfaatkan hal-hal yang tidak diatur (loopholes).
Perencanaan pajak (tax planning) dapat dilakukan dengan cara mematuhi peraturan perpajakan (lawful) yaitu tax avoidance, maupun melanggar peraturan perpajakan (unlawfull) yaitu tax
evasion. Istilah manajemen pajak ini sering disamakan dengan
Manajemen pajak sebagai suatu strategi penghematan pajak dan strategi penghematan (tax saving) lainnya adalah perencanaan pajak (tax planning), penghindaran pajak (tax avoidance). Manajemen pajak adalah sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar tetapi jumlah pajak yang dibayar dapat ditekan serendah mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan. Sedangkan perencanaan pajak adalah langkah awal dalam manajemen pajak.
4.1.4.3.Manfaat Perencanaan Pajak
Tax planning merupakan bagian dari manajemen memiliki
beberapa manfaat yang berguna bagi perusahaan yang melaksanakan kegiatan usaha dalam mencapai laba maksimum. Ada 4 hal yang penting diambil sebagai keuntungan dalam perencanaan pajak yaitu: 1. Penghematan kas keluar, pajak dianggap sebagai unsur biaya
yang dapat diefisienkan.
2. Mengatur aliran kas, karena dengan perencanaan pajak yang dikelola secara tepat perusahaan dapat menyusun anggaran kas lebih akurat mengestimasi kebutuhan kas terhadap pajak. 3. Menentukan waktu pembayaran, sehingga tidak terlalu awal
atau terlambat yang mengakibatkan dikenakannya denda atau sanksi.
Untuk menghemat pajak dapat dilakukan prinsip-prinsip sebagai berikut :
1. Memanfaatkan secara optimal ketentuan-ketentuan perpajakan yang berlaku.
2. Mengambil keuntungan dari pemilihan bentuk- bentuk usaha yang tepat.
4.1.4.4.Jenis-jenis Tax Planning
Tax planning dibagi menjadi dua:
1) Tax planning domestic nasional (national tax planning)
National tax planning hanya memperhatikan Undang-Undang
Domestik, pemilihan atas dilaksanakan atau tidak suatu transaksi dalam national tax planning bergantung pada transaksi tersebut, artinya untuk menghindari/mengurangi pajak, wajib pajak dapat memilih jenis transaksi apa yang harus dilaksanakan sesuai dengan hukum pajak yang ada, misalnya akan terkena tarif pajak khusus final atau tidak?
2) International tax planning
International tax planning selain memperhatikan
4.1.4.5.Strategi Umum Perencanaan Pajak
Cara yang yang dapat dilakukan untuk meminimalkan kewajiban pajak tetapi masih memenuhi ketentuan perpajakan (law full) maupun yang melanggar peraturan perpajakan (unlawful). Cara yang digunakan dalam mengukur kepatuhan perpajakan wajib pajak, adalah :
a. Tax saving, yaitu upaya wajib pajak mengelakkan hutang
pajaknya dengan jalan menahan diri untuk tidak membeli produk-produk yang ada pajak pertambahan nilainya atau dengan sengaja mengurangi jam kerja atau pekerjaan yang dapat dilakukannya sehingga penghasilannya menjadi kecil dan dengan demikian terhindar dari pengenaan pajak penghasilan yang besar.
b. Tax Avoidance, yaitu upaya wajib pajak untuk tidak
melakukan perbuatan yang dikenakan pajak atau upaya-upaya yang masih dalam kerangka ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan untuk memperkecil jumlah pajak yang terhutang.
c. Tax Evasion, yaitu upaya wajib pajak dengan penghindaran
Apabila implementasi tax planning pada perusahaan dilakukan secara baik dan benar, hal tersebut akan memberikan beberapa manfaat bagi perusahaan yang diantaranya, adalah :
a. Penghematan kas keluar, pajak dianggap unsur biaya yang
dapat diminimalisasi dalam proses operasional perusahaan b. Mengatur aliaran kas, dengan tax planning yang dikelola
secara cermat, perusahaan dapat menyusun anggaran kas secara lebih akurat, mengestimasi kebutuhan kas terhadap pajak dan menentukan waktu pembayarannya, sehingga tidak terlalu awal atau terlambat yang mengakibatkan denda atau sanksi
4.1.4.6.Laporan Keuangan Komersial dan Koreksi Fiskal
a. Laba/Rugi Komersial, menghasilkan laba sebelum pajak (pre
tax financial income), yaitu laba yang diperoleh dari hasil
perbandingan antara pendapatan dengan beban pada Laporan Keuangan sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK). b. Laba/Rugi Fiskal, menghasilkan informasi laba kena pajak
(taxable income), yaitu jumlah yang digunakan sebagai dasar
perhitungan Pajak Penghasilan terutang.
Latar belakang yang menjadikan laba dalam Laporan Keuangan Komersial dan Laporan Keuangan Fiskal berbeda, secara umum dapat dikelompokkan menjadi:
a. Perbedaan tujuan atau sasaran perusahaan, mengakibatkan tidak terdapatnya complete agreement antara laba akuntansi dengan laba kena pajak. Hal tersebut terjadi karena disatu sisi, tujuan keuangan suatu perusahaan adalah memaksimalkan
return on assets, shareholders ataupun stakeholders wealth
dan net income, sedangkan tujuan pajak adalah meminimalkan
pembayaran pajak sesuai dengan peraturan pajak yang berlaku. b. Perbedaan ekonomis, manajemen harus mempertimbangkan
revenue, cost dan time value of money ketika akan mengambil
keputusan dalam investasi, pendanaan, memperhatikan biaya modal setelah pajak dan dividen.
kena pajak (menurut perpajakan) adalah perbedaan waktu dan perbedaan permanen.
Area Perbedaan Waktu (sementara) timbul karena adanya perbedaan saat pengakuan, pelaporan penghasilan dan atau biaya antara laporan keuangan komersial dan laporan keuangan fiskal dalam satu tahun pajak. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perbedaan waktu adalah :
a. Depresiasi aktiva berwujud, amortisasi aktiva sumber alam dan aktiva tak berwujud;
b. Penilaian persediaan;
c. Penghapusan piutang. Selain ketiga faktor tersebut, masih terdapat beberapa faktor yang dapat membuat terjadinya perbedaan waktu lainnya, namun secara tegas belum diatur dalam ketentuan perpajakan, sedangkan dalam akuntansi telah mengaturnya, yaitu: (1) pengakuan pendapatan dari penjualan angsuran; (2) biaya dibayar dimuka; (3) beban jaminan gratis;
(4) foreign currency translation; (5) leasing; (6) biaya sebelum
dalam laporan keuangan komersial, sedangkan menurut peraturan perpajakan suatu penerimaan tersebut tidak pernah diakui sebagai penghasilan dan atau suatu pengeluaran tersebut tidak pernah diakui sebagai biaya atau kerugian yang boleh dikurangkan dari penghasilan dalam laporan keuangan fiskal.
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perbedaan permanen, adalah:
b. Adanya ketentuan perpajakan tentang penghasilan yang bukan merupakan objek pajak dan biaya yang bukan merupakan pengurang penghasilan, sedangkan menurut perpajakan bukan sebagai penghasilan. Penyesuaian terhadap Laporan Keuangan Komersial, adalah: (1) laba sebelum pajak dalam Laporan Laba/Rugi Komersial dikurangi dengan sejumlah penghasilan yang bukan merupakan objek pajak utuk menghitung laba kena pajak dalam menyusun Laporan Laba/Rugi Fiskal; (2) aktiva (hutang) dalam Neraca Komersial dikurangi (ditambah) dengan sejumlah penghasilan yang bukan objek pajak untuk menyusun Neraca Fiskal.
4.1.4.7.Biaya Yang Diijinkan Undang-Undang Sebagai Pengurang Penghasilan (Biaya Deduktibel/ Deductible Cost)
Dasar Hukum:
1. UU Pajak Penghasilan No 36 th 2008
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 93 Tahun 2010 3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 02/PMK.03/2010 4. Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-220/PJ./2002
tidak lebih dari 1 (satu) tahun dan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun.
Beban yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari 1 (satu) tahun merupakan biaya pada tahun yang bersangkutan, misalnya gaji, biaya administrasi dan bunga, biaya rutin pengolahan limbah dan sebagainya, sedangkan pengeluaran yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, pembebanannya dilakukan melalui penyusutan atau melalui amortisasi. Di samping itu, apabila dalam suatu tahun pajak didapat kerugian karena penjualan harta atau karena selisih kurs, kerugian-kerugian tersebut dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
Biaya-biaya yang diijinkan Undang-Undang untuk dikurangkan terhadap Penghasilan (biaya deduktibel/ deductible cost) adalah sebagai berikut:
 Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan
dengan kegiatan usaha, antara lain: 1. biaya pembelian bahan;
2. biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang;
3. bunga, sewa, dan royalti; 4. biaya perjalanan;
6. premi asuransi;
7. biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
8. biaya administrasi; dan
9. pajak kecuali Pajak Penghasilan;
Biaya-biaya yang dimaksud lazim disebut biaya sehari-hari yang boleh dibebankan pada tahun pengeluaran. Untuk dapat dibebankan sebagai biaya, pengeluaran-pengeluaran tersebut harus mempunyai hubungan langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak.
Dengan demikian, pengeluaran-pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang bukan merupakan objek pajak tidak boleh dibebankan sebagai biaya. Demikian pula bunga atas pinjaman yang dipergunakan untuk membeli saham tidak dapat dibebankan sebagai biaya sepanjang dividen yang diterimanya tidak merupakan objek pajak bunga pinjaman yang tidak boleh dibiayakan tersebut dapat dikapitalisasi sebagai penambah harga perolehan saham.
dipergunakan untuk keperluan pribadi peminjam serta pembayaran premi asuransi untuk kepentingan pribadi, tidak boleh dibebankan sebagai biaya.
Pembayaran premi asuransi oleh pemberi kerja untuk kepentingan pegawainya boleh dibebankan sebagai biaya perusahaan, tetapi bagi pegawai yang bersangkutan premi tersebut merupakan penghasilan.
Pengeluaran-pengeluaran sehubungan dengan pekerjaan yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto harus dilakukan dalam bentuk uang. Pengeluaran yang dilakukan dalam bentuk natura atau kenikmatan, misalnya fasilitas menempati rumah dengan cuma-cuma, tidak boleh dibebankan sebagai biaya, dan bagi pihak yang menerima atau menikmati bukan merupakan penghasilan. Namun, pengeluaran dalam bentuk natura atau kenikmatan tertentu boleh dibebankan sebagai biaya dan bagi pihak yang menerima atau menikmati bukan merupakan penghasilan.
yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto pemberi kerja. Dalam peraturan tersebut menyatakan bahwa:
 Pemberian natura dan kenikmatan yang dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto pemberi kerja dan bukan merupakan penghasilan bagi Pegawai yang menerimanya adalah:
a. Pemberian atau penyediaan makanan dan/atau minuman bagi seluruh Pegawai yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan.
b. Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan yang diberikan berkenaan dengan pelaksanaan pekerjaan di daerah tertentu dalam rangka menunjang kebijakan pemerintah untuk mendorong pembangunan di daerah tersebut.
c. Pemberian natura dan kenikmatan yang merupakan keharusan dalam pelaksanaan pekerjaan sebagai sarana keselamatan kerja atau karena sifat pekerjaan tersebut mengharuskannya.
 Pengeluaran untuk penyediaan makanan dan/atau minuman bagi
Pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a meliputi:
b. pemberian kupon makanan dan/atau minuman bagi Pegawai yang karena sifat pekerjaannya tidak dapat memanfaatkan pemberian sebagaimana dimaksud pada huruf a, meliputi Pegawai bagian pemasaran, bagian transportasi, dan dinas luar lainnya.
 Penggantian atau imbalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
huruf b adalah sarana dan fasilitas di lokasi kerja untuk:
a. tempat tinggal, termasuk perumahan bagi Pegawai dan
keluarganya;
b. pelayanan kesehatan;
c. pendidikan bagi Pegawai dan keluarganya; d. peribadatan;
e. pengangkutan bagi Pegawai dan keluarganya; f. olahraga bagi Pegawai dan keluarganya tidak termasuk golf,
power boating, pacuan kuda, dan terbang layang, sepanjang sarana dan fasilitas tersebut tidak tersedia, sehingga pemberi kerja harus menyediakannya sendiri
 Daerah tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b
mengubah potensi ekonomi yang tersedia menjadi kekuatan ekonomi yang nyata, penanam modal menanggung risiko yang cukup tinggi dan masa pengembalian yang relatif panjang, termasuk daerah perairan laut yang mempunyai kedalaman lebih dari 50 (lima puluh) meter yang dasar lautnya memiliki cadangan mineral.
 Pengeluaran untuk pembangunan sarana dan fasilitas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun disusutkan sesuai dengan ketentuan Pasal 11 Undang-Undang Pajak Penghasilan.
 Pemberian natura dan kenikmatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 huruf c meliputi pakaian dan peralatan untuk keselamatan kerja, pakaian seragam petugas keamanan (satpam), sarana antar jemput Pegawai, serta penginapan untuk awak kapal, dan yang sejenisnya.
 Ketentuan mengenai pedoman teknis tata cara pemberian dan
penetapan besaran kupon makanan dan/atau minuman bagi Pegawai, kriteria dan tata cara penetapan daerah tertentu, dan batasan mengenai sarana dan fasilitas di lokasi kerja, diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
 Pengeluaran-pengeluaran yang dapat dikurangkan dari
demikian, apabila pengeluaran yang melampaui batas kewajaran tersebut dipengaruhi oleh hubungan istimewa, jumlah yang melampaui batas kewajaran tersebut tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto.
 Pajak-pajak yang menjadi beban perusahaan dalam rangka
usahanya selain Pajak Penghasilan, misalnya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Meterai (BM), Pajak Hotel, dan Pajak Restoran, dapat dibebankan sebagai biaya.
Pengeluaran untuk promosi perlu dibedakan antara biaya yang benar-benar dikeluarkan untuk promosi dan biaya yang pada hakikatnya merupakan sumbangan. Biaya yang benar-benar dikeluarkan untuk promosi boleh dikurangkan dari penghasilan bruto. Besarnya biaya promosi dan penjualan yang diperkenankan sebagai pengurang penghasilan bruto diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 02/PMK.03/2010 yang mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2009 menyatakan bahwa:
 Yang dimaksud dengan Biaya Promosi adalah bagian dari biaya
 Besarnya Biaya Promosi yang dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto merupakan akumulasi dari jumlah:
1. biaya periklanan di media elektronik media cetak, dan/atau media lainnya;
2. biaya pameran produk;
3. biaya pengenalan produk baru; dan/ atau
4. biaya sponsorship yang berkaitan dengan promosi produk.
 Tidak termasuk Biaya Promosi adalah:
1. pemberian imbalan berupa uang dan/atau fasilitas, dengan
nama dan dalam bentuk apapun, kepada pihak lain yang tidak berkaitan langsung dengan penyelenggaraan kegiatan promosi.
2. Biaya Promosi untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang bukan merupakan objek pajak dan yang telah dikenai pajak bersifat final.
 Dalam hal promosi dilakukan dalam bentuk pemberian sampel
produk, besarnya biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah sebesar harga pokok sampel produk yang diberikan, sepanjang belum dibebankan dalam perhitungan harga pokok penjualan.
 Biaya Promosi yang dikeluarkan kepada pihak lain dan
dilakukan pemotongan pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
 Wajib Pajak wajib membuat daftar nominatif atas pengeluaran
Biaya Promosi yang dikeluarkan kepada pihak lain.
 Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud
dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun ;
Pengeluaran-pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan harta tak berwujud serta pengeluaran lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, pembebanannya dilakukan melalui penyusutan atau amortisasi.. Pengeluaran yang menurut sifatnya merupakan pembayaran di muka, misalnya sewa untuk beberapa tahun yang dibayar sekaligus, pembebanannya dapat dilakukan melalui alokasi.
 Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan
oleh Menteri Keuangan;
 Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki
dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan;
Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang menurut tujuan semula tidak dimaksudkan untuk dijual atau dialihkan yang dimiliki dan dipergunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki tetapi tidak digunakan dalam perusahaan, atau yang dimiliki tetapi tidak digunakan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan, tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto.
 Kerugian selisih kurs mata uang asing;
Kerugian karena fluktuasi kurs mata uang asing diakui berdasarkan sistem pembukuan yang dianut dan dilakukan secara taat asas sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia.
 Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan
di Indonesia;
teknologi atau sistem baru bagi pengembangan perusahaan boleh dibebankan sebagai biaya perusahaan.
 Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan;
Biaya yang dikeluarkan untuk keperluan beasiswa, magang, dan pelatihan dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan dengan memperhatikan kewajaran, termasuk beasiswa yang dapat dibebankan sebagai biaya adalah beasiswa yang diberikan kepada pelajar, mahasiswa, dan pihak lain.
 Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat:
1. Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
2. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan
4. Syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dapat dibebankan sebagai biaya sepanjang Wajib Pajak telah mengakuinya sebagai biaya dalam laporan laba-rugi komersial dan telah melakukan upaya-upaya penagihan yang maksimal atau terakhir.
Yang dimaksud dengan penerbitan tidak hanya berarti penerbitan berskala nasional, melainkan juga penerbitan internal asosiasi dan sejenisnya.
 Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana
o Sumbangan dan/atau biaya yang dapat dikurangkan sampai
jumlah tertentu dari penghasilan bruto dalam rangka penghitungan penghasilan kena pajak bagi wajib pajak terdiri atas:
1. Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional, yang merupakan sumbangan untuk korban bencana nasional yang disampaikan secara langsung melalui, badan penanggulangan bencana atau disampaikan secara tidak langsung melalui lembaga atau pihak yang telah mendapat izin dari instansi/lembaga yang berwenang untuk pengumpulan dana penanggulangan bencana;
2. Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan, yang merupakan sumbangan untuk penelitian dan pengembangan yang dilakukan di wilayah Republik Indonesia yang disampaikan melalui lembaga penelitian dan pengembangan;
3. Sumbangan fasilitas pendidikan, yang merupakan sumbangan berupa fasilitas pendidikan yang disampaikan melalui lembaga pendidikan;
cabang/jenis olahraga prestasi yang disampaikan melalui lembaga pembinaan olah raga; dan
5. Biaya pembangunan infrastruktur sosial merupakan biaya yang dikeluarkan untuk keperluan membangun sarana dan prasarana untuk kepentingan umum dan bersifat nirlaba.
o Sumbangan dan/atau biaya dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto dengan syarat:
1. Wajib Pajak mempunyai penghasilan neto fiskal berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak sebelumnya;
2. pemberian sumbangan dan/atau biaya tidak menyebabkan rugi pada Tahun Pajak sumbangan diberikan;
3. didukung oleh bukti yang sah; dan
4. lembaga yang menerima sumbangan dan/ atau biaya memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, kecuali badan yang dikecualikan sebagai subjek pajak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Pajak Penghasilan. o Besarnya nilai sumbangan dan/atau biaya pembangunan
o Sumbangan dan/atau biaya tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto bagi pihak pemberi apabila sumbangan dan/atau biaya diberikan kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagaimana dimaksud Undang-Undang tentang Pajak Penghasilan.
o Sumbangan dapat diberikan dalam bentuk uang dan/atau barang.
o Biaya pembangunan infrastruktur sosial iberikan hanya dalam bentuk sarana dan/atau prasarana.
o Nilai sumbangan dalam bentuk barang ditentukan berdasarkan:
1. nilai perolehan, apabila barang yang disumbangkan belum disusutkan;
2. nilai buku fiskal, apabila barang yang disumbangkan
sudah disusutkan; atau
3. harga pokok penjualan, apabila barang yang disumbangkan merupakan barang produksi sendiri.
o Nilai biaya pembangunan infrastruktur sosial sebagaimana
o Sumbangan dan/atau biaya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 wajib dicatat sesuai dengan peruntukannya oleh pemberi sumbangan.
o Badan penanggulangan bencana dan lembaga atau pihak yang
menerima sumbangan harus menyampaikan laporan penerimaan dan penyaluran sumbangan kepada Direktur Jenderal Pajak untuk setiap triwulan.
o Lembaga penerima sumbangan dan/atau biaya sebagaimana
dimaksud wajib menyampaikan laporan penerimaan sumbangan kepada Direktur Jenderal Pajak paling lambat pada akhir Tahun Pajak diterimanya sumbangan danj atau biaya.
o Lembaga penerima sumbangan dan/atau biaya yang
mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak melaporkan sumbangan dan/atau biaya sebagai lampiran laporan keuangan pada Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak diterimanya sumbangan.
o Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pencatatan dan
pelaporan sumbangan dan/atau biaya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
 Biaya Telepone seluler dan pemeliharaan kendaraan. Keputusan
penghasilan atas biaya pemakaian telepon seluler dan kendaraan perusahaan
1. Atas biaya perolehan atau pembelian telepon seluler yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya, dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah biaya perolehan atau pembelian melalui penyusutan aktiva tetap kelompok I sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 520/KMK.04/2000 Lampiran I butir 1 huruf c sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 138/KMK.03/2002.
2. Atas biaya berlangganan atau pengisian ulang pulsa dan perbaikan telepon seluler yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya, dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah biaya berlangganan atau pengisian ulang pulsa dan perbaikan dalam tahun pajak yang bersangkutan.
melalui penyusutan aktiva tetap kelompok II sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri keuangan Nomor 520/KMK.04/2000 Lampiran II butir 1 huruf b sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 138/KMK.03/2002.
4. Atas biaya pemeliharaan atau perbaikan rutin kendaraan bus, minibus, atau yang sejenis yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk antar jemput para pegawai, dapat dibebankan seluruhnya sebagai biaya perusahaan dalam tahun pajak yang bersangkutan.
5. Atas biaya perolehan atau pembelian atau perbaikan besar kendaraan sedan atau yang sejenis yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya, dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah biaya perolehan atau pembelian atau perbaikan besar melalui penyusutan aktiva tetap kelompok II sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 520/KMK.04/2000 Lampiran II butir 1 huruf b sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 138/KMK.03/2002.
dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah biaya pemeliharaan atau perbaikan rutin dalam tahun pajak yang bersangkutan.
7. Apabila atas penghasilan Wajib Pajak yang dapat dibebani biaya-biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, Pasal 2 dan Pasal 3 dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final atau berdasarkan norma penghitungan khusus, maka pembebanan biaya-biaya tersebut telah termasuk dalam penghitungan Pajak Penghasilan yang bersifat final atau berdasarkan norma penghitungan khusus.
8. Atas biaya-biaya yang dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, Pasal 2 dan Pasal 3, tidak merupakan penghasilan bagi para pegawai perusahaan yang bersangkutan.
 Apabila penghasilan bruto setelah pengurangan didapat
kerugian, kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 (lima) tahun.
fiskal selama 5 (lima) tahun berturut-turut dimulai sejak tahun berikutnya sesudah tahun didapatnya kerugian tersebut.
4.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Tax Planning: Sebuah Pengantar sebagai Alternatif Meminimalkan
Pajak, menemukan beberapa strategi yang bisa dilakukan dalam meminimalkan jumlah pajak yang harus dibayar yaitu penggeseran
(shifting), kapitalisasi, transformasi, penghindaran (avoidance) dan
penyelundupan (evasion). Semua strategi di atas merupakan bagian dari Tax
Planning. Tax Planning memberikan suatu formula umum yang bisa
digunakan untuk mengatur secara sistematis jumlah pajak yang harus dibayar. Di dalam formula umum ini, ada item-item yang nantinya harus menjadi pusat perhatian dari wajib pajak atau apabila menggunakan konsultan adalah tax planner. (Mangoting, 1999)
Saputra (2005) dalam penelitiannya yang berjudul: Analisis Perencanaan Pajak melalui Revaluasi Aktiva Tetap dan Penghitungan Besarnya Pajak Terhutang Wajib Pajak Badan, menemukan bahwa penerapan pajak melalui kebijakan revaluasi aktiva tetap memberikan penghematan pajak yang signifikan, dan penerapan revaluasi aktiva tetap akan menurunkan biaya penyusutan atas selisih revaluasi.
Ismarita (2007) dalam penelitiannya: Pengaruh Penerapan Tax
Planning Biaya Pegawai Terhadap Beban Pajak Terhutang Wajib Pajak
kesehatan dan keselamatan dan biaya entertaint berpengaruh terhadap beban pajak badan sebesar 8,21%. Dengan perencanaan pajak, maka PPh yang terhutang menjadi lebih kecil sehingga perusahaan mempunyai lebih banyak dana unuk mengembangkan dana.
Silvianti (2010) dalam Andi (2011) dengan penelitiannya: Tinjauan Atas Pelaksanaan Perencanaan Pajak Penghasilan Pasal 21 Atas Karyawan di PT. Dirgantara Indonesia (Persero), menemukan Perencanaan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Karyawan yang dilakukan oleh PT. Dirgantara Indonesia dengan cara memberi tunjangan pajak kepada seluruh karyawan tidak tepat karena mengakibatkan penghasilan karyawan meningkat, sehingga biaya gaji juga meningkat dan mengakibatkan penurunan laba. Maka PT. Dirgantara indonesia melakukan alternatif yang lain yaitu perencanaan PPh pasal 21 dengan menggunakan metode Gross-up dan perhitungan ini tepat bagi perusahaan yang menanggung seluruh pajak penghasilan bagi karyawan. Langkah-langkah dalam perencanaan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas karyawan yang dilakukan oleh PT. Dirgantara Indonesia mengakibatkan penghematan pajak yang dilakukan kurang maksimal akibat perencanaan menggunakan pemberian tunjangan pajak bukan perencanaan yang tepat bagi perusahaan.
biaya-biaya fiskal melalui penggantian kelompok aktiva perusahaan dan memberikan tunjangan-tunjangan pada karyawan.
Pusparini (2013) meneliti Implementasi Tax Planning dalam upaya penghematan pajak penghasilan badan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui implementasi Tax Planning yang dapat dilakukan perusahaan dalam upaya meminimalkan beban pajak penghasilan yang terutang dan untuk mengetahui dampak dilaksanakan Tax Planning pada penghematan pajak penghasilan bagi perusahaan. Dalam penelitiannya menunjukkan bahwa kondisi perpajakan perusahaan masih kurang efisien karena masih terdapat komponen biaya yang seharusnya dapat digunakan perusahaan untuk menghemat pajak namun tidak dimanfaatkan oleh perusahaan.
Sumampouw (2012) dalam penelitiannya, analisis Penerapan Tax
Planning atas pajak penghasilan karyawan pada PT. PLN (PERSERO)
Tax Planning untuk meminimalkan beban pajak yang harus dibayar perusahaan. Perbedaannya, terletak pada objek penelitiannya.
4.3. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran yang dapat dijabarkan sebagai tuntutan untuk memecahkan masalah penelitian dalam skripsi ini, diwakili oleh bagan alur. Dasar penelitian ini dalam melakukan Tax Planning adalah melalui laporan keuangan dari beberapa perusahaan industri yang diteliti yaitu laporan laba-rugi. Laporan Laba rugi akan dianalisa dan hasilnya dibandingkan antara laporan keuangan laba rugi yang dilakukan tax planning berdasarkan ketentuan undang-undang perpajakan yang berlaku, dalam hal ini digunakan undang-undang pajak No. 36 tahun 2008 yang didalam nya mengatur tentang pajak penghasilan. Perencanaan pajak sangat penting dan memberi keuntungan bagi perusahaan dilakukan agar terhindar dari segala yang menyebabkan peningkatan pajak penghasilan.
Apabila perusahaan industri pengolahan kayu dapat menerapkan
Tax Planning pada laporan keuangannya dengan baik maka akan lebih
sedikit atau lebih menghemat jumlah pajak yang dibayarkan kepada kas negara nantinya, tanpa melanggar peraturan perundang-undangan perpajakan. Dari analisa dan perbandingan yang pada akhirnya akan diketahui apakah ada perbedaan atas pajak penghasilan yang akan dibayarkan oleh perusahaan industri pengolahan kayu setelah adanya Tax
Gambar 2.1 Hubungan antara variabel
Laporan Keuangan
Efisiensi
Pajak Penghasilan Dengan Tax Planning
Pajak Penghasilan Tanpa Tax Planning
Dengan Tax Planning (Undang-undang PPh No. 36 Tahun 2008) Tanpa
Tax Planning