• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - SUCI PUJIATI BAB I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - SUCI PUJIATI BAB I"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak pernah lepas dari hubungan hukum sebagai subyek hukum baik berupa orang maupun badan hukum. Pembagian hukum dibagi menjadi hukum publik dan hukum privat. Prasetyo, (2016: 1) mengatakan bahwa didalam pembagian hukum konvensional, hukum pidana termasuk bidang hukum publik. Artinya hukum pidana mengatur hubungan antara warga dengan negara dan menitikberatkan kepada kepentingan umum atau kepentingan publik.

Dalam melindungi hak warga negara dan menciptakan proses hukum yang adil mencakup sekurang-kurangnya:

1. Perlindungan dari tindakan sewenang-wenang dari pejabat negara. 2. Pengadilan yang berhak menentukan salah tidaknya

tersangka/terdakwa.

3. Sidang pengadilan harus terbuka untuk umum (tidak boleh bersifat rahasia).

4. Tersangka dan terdakwa harus diberikan jaminan-jaminan untuk dapat membela diri sepenuhnya (Rukmini, 2003: 32).

(2)

dilakukan atas dasar dan kaidah yang tercantum dalam bab V KUHAP tentang penangkapan, penahanan, penggeledahan badan, pemasukkan rumah, penyitaan dan pemeriksaan surat.

Polisi sebagai penegak hukum dalam melaksanakan tugas dalam proses penyelidikan, penyidikan maupun penangkapan haruslah sesuai kaidah dan aturan yang telah ditetapkan oleh Negara dan dengan diterbitkannya Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana, menambah ketat pengaturan terhadap proses terhadap pelaku tindak pidana. Oleh karena itu, dalam penangkapan seseorang yang diduga melakukan tindak pidana harus diletakkan atas dasar dan syarat yang ditentukan Undang-undangtermasuk didalamnya penangkapan dalam hal tertangkap tangan. Tersangka sebagi pelaku tindak pidana masih merupakan manusia utuh yang mempunyai hak dan kewajiban, dalam KUHAP telah dijelasakan bahwa tersangka tidak dapat diperlakukan semena-mena karena sebagimana asas praduga tak bersalah (presumption of innocent) yang dianut dalam proses peradilan pidana di Indonesia yang tercantum dalam Pasal 8 huruf a UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman:

“Setiap orang yang ditahan, disangka, ditangkap, dituntut, dan/atau

(3)

Di dalam hukum acara pidana Amerika terdapat Miranda Rule. Seorang tersangka yang ketika ditangkap tidak disebutkan hak-haknya oleh penyidik dapat mengakibatkan tersangka tersebut dibebaskan. Hal ini dikenal dengan istilah miranda warning atau “the fourth miranda warnings” yang berbuyi:

“you have the right to remain silent. Anything you say can be used

against you in a court of law. You have the right to speak to an attorney,

and to have an attorney present during any questioning. If you cannot

afford a lawyer, one will be provide for you at goverment expense”

(Anda mempunyai hak untuk diam. Segala sesuatu yang anda katakan dapat digunakan untuk melawan anda di pengadilan. Anda berhak berkonsultasi dengan pengacara; dan menapatkan pendampingan pada saat pemeriksaan. Jika anda tidak punya pengacara, akan disediakan oleh negara) (Hiariej, 2012: 31-32).

Miranda rule diartikan sebagai suatu aturan yang mewajibkan

polisi untuk memberikan hak-hak seseorang sebelum diperiksa oleh penyidik, yang terdiri dari: hak untuk diam, karena segala sesuatu yang dkatakan tersangka dapat digunakan untuk melawannya/memberatkannya di pengadilan, hak untuk mendapatkan/menghubungi penasehat hukum/advokat, dan jika tidak mampu berhak untuk disediakan penasihat hukum/advokat (Lubis, 2008:11).

(4)

pidana Amerika dengan prinsip Miranda Warning. Dalam proses penyidikan terdapat “upaya paksa” sebagaimana tercantum dalam Pasal 15 huruf c KUHAP meliputi: pemanggilan, penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan dan pemeriksaan surat. Yang keseluruhannya diakukan oleh penyidik Kepolisian Republik Indonesia dan penyidik pembantu.

Polisi sebagai penjaga keamanan dan ketertiban dapat dikatakan sebagai ujung tombak penegakan hukum di Indonesia karena berhubungan langsung dalam penanganan perkara pidana. Tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia yang tercantum dalam Pasal 16 ayat (1) Undang-undang No. 2 Tahun 2012 tentang Kepolisian Republik Indonesia (Polri) adalah:

a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; b. Menegakkan hukum; dan

c. Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

(5)

Dalam catatan Kontras (komisi untuk orang hilang dan korban kekerasan), selama 2014-2015 terdapat 554 rangkaian kekerasan dan pelangaran HAM yang dilakukan aparat Polri. Adapun tindak dominan adalah penembakan sewenang-wenang berjumlah 272 peristiwa korbannya 299 orang meninggal disusul penyiksaan 84 kasus (Beritagar.id.Polisi harus hentikan kekerasan dalam penyidikan. Tersedia di https://beritagar.id/artikel/editorial/polisi-harus-hentikan-kekerasan-dalam-penyidikan. Diakses pada 03/11/2017).

Pada tahun 2017 sangat marak kasus tembak di tempat oleh aparat kepolisian yang menyebabkan ratusan nyawa tersangka yang melayang. Data pemantauan KontraS periode Januari-Maret 2017 mencatat 124 operasi penanggulangan kriminal dengan mekanisme penembakan oleh polisi di seluruh Indonesia. Mayoritas penembakan terjadi di Sumatra dan Sulawesi. Penembakan-penembakan tersebut menimbulkan jatuhnya korban sebanyak 176 orang yeng terdiri dari 97 korban luka dan 79 orang tewas. Angka tersebut diatas terus bertambah dengan banyaknya kasus yang terungkap (Detik.com. Kasus Salah Tembak, Polri Didorong Evaluasi Penggunaan Senpi. Tersedia di https://news.detik.com/berita/d-3487795/kasus-salah-tembak-polri-didorong-evaluasi-penggunaansenpi?_ ga=2.219685598.67809873.1510983185-1228190775.1510983185. Diakses pada 03/11/2017).

(6)

sewenang-wenang dalam melakukan penembakan dan penganiayaan dalam proses penangkapan. Belum lagi terhadap salah tembak yang sering terjadi. Salah satu kasus salah tembak yang terjadi tahun 2017 terdapat di Palopo Sulawesi Selatan. Mardin (25) tewas ditembak oknum angota Polsek Sajoangin, Aiptu M Djuanda pada 31 mei 2017 karena tertangkap tangan diduga melakukan pencurian motor. Namun, ternyata Motor yang diduga hasil curian adalah milik Mardin sendiri (tribunPalopo.com. Anaknya Jadi Korban Salah Tembak Oknum Polisi Wajo, Warga Palopo

Ini Jual Rumah dan Motor. Tersedia

dihttp://makassar.tribunnews.com/2017/09/24/anaknya-jadi-korban-salah-tembak-oknum-polisi-wajo-warga-palopo-ini-jual-rumah-dan-motor. Diakses pada 03/11/2017).

(7)

luka yakni: Novian (perempuan); usia 30 tahun, Gentar Wicaksono; usia 3 tahun, Dewi Alina (perempuan); usia 39 tahun, Indra; usia 35 tahun, Gatot Sundari; usia 29 tahun (Detiknews. Tak Berhenti saat Razia dan Hampir Tabrak Polisi, Mobil Ditembak. Selasa 18 April 2017, 18:29 WIB. Raja

Adil Siregar. Tersedia di: https://news.detik.com/berita/d-3477894/tak-berhenti-saat-razia-dan-hampir-tabrak-polisi-mobilditembak?_ga= 2.181 405159.1348959022.1515037041-1730407415.1513032541. Diakses rabu, 03 januari 2018 pukul 19.41 wib).

(8)

Tiga kasus di atas hanyalah sebagian dari gunug es kasus kekerasan yang dilakukan oleh kepolisian dalam proses penangkapan tersangka terutama kasus yang tertangkap tangan. Dalam melakukan upaya paksa oleh kepolisian sudah diatur dalam berbagai peraturan yang telah dibuat dari UU sampai Peraturan Kapolri. Namun dalam praktiknya kekerasan masih kerap dilakukan oleh pihak kepolisian dalam penangkapan dengan berpedoman pada hak diskresi yang disalahartikan. Padahal hak diskresi hanya dapat dilakukan dalam keadaan yang sangat perlu dengan memperhatikan peraturan perundag-undangan, serta Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Polri memang dibenarkan melakukan “upaya paksa” untuk mengamanka tersangka, akan tetapi dengan syarat yang sangat ketat misal jika tersangka membawa senjata api dan membahayakan petugas maka penembakan dan kekerasan dibolehkan dalam kondisi ini. Namun banyak kasus yang terjadi adalah tersangka yang sudah tidak berdaya tetapi tetap dianiaya bahkan ditembak di tempat seperti contoh kasus di atas, sehingga mengakibatkan kematian seseorang yang diakibatkan oleh kecerobohan pihak Polri.

(9)

Tersangka yang tertangkap tangan lebih rawan terhadap kekerasan karena tersangka tertangkap bersamaan dengan alat bukti atau dalam kata lain"tertangkap basah" melakukan tindak pidana. Di Indonesia aksi anarkisme masyarakat maupun Polri terhadap tersangka yang tertangkap tangan sangat tinggi dengan banyaknya kasus pemukulan, penembakan, pembunuhan, bahkan pembakaran hidup-hidup yang dilakukan kepada tersangka yang tertangkap tangan. Anarkisme yang dilakukan masyarakat dimungkinkan karena kurangnya pengetahuan dan pemahaman hukum positif yang berlaku. Namun, jika anarkisme tersebut dilakukan oleh Polri yang merupakan penegak hukum yang mempunyai tugas pokok menjaga dan memelihara ketertiban masyarakat, hal ini menjadi sesuatu yang tidak seharusnya dimaklumi lagi.

(10)

Hal-hal terebut di atas yang menggugah penulis untuk menjadikannya sebagai latar belakang pembuatan skripsi yang berjudul “Bentuk Perlindungan Hukum Terhadap Tersangka yang Tertangkap

Tangan oleh Kepolisian Republik Indonesia (Polri)”.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah prosedur penangkapan tersangka oleh Kepolisian Republik Indonesia (Polri)?

2. Bagaimanakah bentuk perlindungan hukum terhadap tersangka yang tertangkap tangan oleh Kepolisian Republik Indonesia (Polri)?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan persoalan yang dibahas, maka tujuan penulisan ini adalah :

a. Mengetahui dan menganalisis prosedur penangkapan tersangka oleh Kepolisian Republik Indonesia (Polri).

b. Mengetahui dan menganalisis bentuk perlindungan hukum terhadap tersangka yang tertangkap tanganoleh Kepolisian Republik Indonesia (Polri).

2. Manfaat Penelitian a. Manfaat teoritis

(11)

tentang prosedur dan bentuk perlindungan hukum terhadap tersangka yang tertangkap tangan oleh Kepolisian Republik Indonesia (Polri).

b. Manfaat praktis

Memberikan gambaran secara detail kepada masyarakat mengenai bentuk perlidungan hukum terhadap tersangka yang tertangkap tangan oleh Kepolisian Republik Indonesia (Polri).

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Tujuan dari skripsi ini adalah untuk mengetahui korelasi antara susut yang terjadi pada jaringan distribusi dengan variasi bentuk kurva beban dan variasi besar

Tujuan dari isi paper ini adalah untuk menganalisa unjuk kerja sistem kompresi citra grayscale asli, apakah informasi data citra hasil rekonstruksi benar-benar dapat

Posted at the Zurich Open Repository and Archive, University of Zurich. Horunā, anbēru, soshite sonogo jinruigakuteki shiten ni okeru Suisu jin no Nihon zō. Nihon to Suisu no kōryū

Hasil penelitian yang diperoleh adalah kasus spondilitis tuberkulosis yang ditemukan pada tahun 2014 sebanyak 44 pasien.. Penyakit ini dapat menyerang segala jenis kelamin dan

Sehingga dapat dilihat hasil penilaian rata – rata yang dicapai nilai dari kegiatan kondisi awal 64,77 dan pada silkus pertama nilai rata – rata yang dicapai 65,45

[r]

- SAHAM SEBAGAIMANA DIMAKSUD HARUS DIMILIKI OLEH PALING SEDIKIT 300 PIHAK & MASING2 PIHAK HANYA BOLEH MEMILIKI SAHAM KURANG DARI 5% DARI SAHAM DISETOR SERTA HARUS DIPENUHI