• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sejarah Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit (Elaies guineesis JACQ) merupakan tumbuhan tropis golongan palma yang termasuk tanaman tahunan dan habitat aslinya adalah daerah semak belukar. Kelapa sawit yang sudah di budidayakan terdiri dari dua jenis yaitu: E. Guineensis dan E. Oleifera. Jenis pertama adalah yang pertama kali di budidayakan sebagai tanaman komersial. Sementara E. Oleifera belakangan ini mulai dibudidayakan untuk menambah keanekaragaman sumber daya genetik.

Kelapa sawit bukan tanaman asli Indonesia, namun kenyataannya mampu hadir berkiprah di Indonesia tumbuh dan berkembang dengan baik (perkebunandapat ditemukan antara lain di Sumatera Utara dan D.I. Aceh). Dan produk olahannyaminyak sawitmenjadi salah satu komoditas perkebunan yang handal. Tentang minyak sawit ini mereka yang berkompeten dan tahu persis ikhwal minyak sawit Indonesia, punya jawaban yang kiranya dapat dipercaya: pangsa pasarnya didalam negeri besar dan pasaran ekspornya senantiasa terbuka. Konsumsi minyak sawit dunia yang amat besar tidak mungkin terpenuhi oleh Malaysia, Nigeria, dan Pantai Gading – sebagai produsen utama.

Awal mulanya, di Indonesia kelapa sawit sekedar berperan sebagai tanaman hias langka di Kebun Raya Bogor, dan sebagai tanaman penghias jalanan atau pekarangan. Itu terjadi mulai tahun 1848 hingga beberapa tahun sesudahnya. Ketika itu Pemerintahan Kolonial Belanda mendatangkan empat batang bibit

(2)

kelapa sawit dari Mauritius dan Amsterdam (masing-masing mengirimkan dua batang) yang kemudian di tanam di Kebun Raya Bogor. Selanjutnya hasil anakannya dipindahkan ke Deli, Sumatera Utara. Di tempat ini, beberapa puluh tahun lalu, kelapa sawit yang telah berkembang biak hanya berperan sebagai tanaman hias di sepanjang jalan Deli sehingga potensi yang sesungguhnya belum kelihatan.

Mulai tahun 1911, barulah kelapa sawit dibudidayakan secara komersial. Orang yang merintis usaha ini adalah Adrien Hallet, seorang Belgia yang telah belajar banyak tentang kelapa sawit di Afrika. Ia mengusahakan perkebunanan kelapa sawitnya di sungai Liput (Aceh) dan di Pulu Radja (Asahan). Rintisan Hallet ini kemudian diikuti oleh K. Schadt, seorang Jerman, yang mengushakan perkebunannya di daerah Tanah Itan Ulu di Deli.

Kemudian bibit kelapa sawit yang digunakan adalah Kelapa Sawit Deli, jenis yang waktu itu menghiasi jalanan Deli (asumsi ini timbul karena perkebunan milik K. Schadt di selenggarakan Deli). Perihal kelapa sawit Deli ini, Hallet punya pendapat menarik: kelapa sawit Deli ternyata lebih produktif, komposisi buahnya juga lebih baik dibandingkan dengan kelapa sawit dari Pantai Barat Afrika. Budidaya kelapa sawit yang diusahakan secara komersial oleh A. Hallet, kemudian diikuti oleh K. Schadt, menandai lahirnya perkebunan kelapa sawit di Indonesia.

(3)

2.2. TanamanKelapaSawit

Tanaman yang di kembangkansekarangadalahhibridaTenera ( Dura x Psifera). Buahnyamengandung 80% dagingbuahdan 20% biji yang batokataucangkangnya tipis menghasilkanminyak 34-40% terhadapbuah. Buahduralebih tipis dagingbuahnya,

tetapilebihbesarintinya.Psiferatidakdikembangkankarenajarangmenghasilkanbuah.

Tabel 2.1. Beda TebalTempurung Dari BerbagaiTipeKelapaSawit

Tipe Tebal tempurung (mm)

Macrocarya Tebal sekali : 5

Dura Tebal : 3-5

Tenera Sedang : 2-3

Psifera Tipis

Sumber: ketaren 1996

2.3. Minyak Kelapa Sawit

Kelapa sawit mengandung lebih kurang 80 peren perikarp dan 20 persen buah yang dilapisi kulit yang tipis: kadar minyak dalam perikarp sekitar 34-40 persen. Minyak kelapa sawit adalah lemak semi padat yang mempunyai komposisi yang tetap seperti Tabel 2.2

(4)

Tabel 2.2. Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit dan Minyak Inti Kelapa Sawit

Asam lemak Minyak Kelapa Sawit

( persen )

Minyak Inti Sawit ( persen) Asam Kaprilat - 3 – 4 Asam Kaproat - 3 – 7 Asam Laurat - 46 – 52 Asam Miristat 1,1 - 2,5 14 – 17 Asam Palmitat 40 – 46 6,5 – 9 Asam Stearat 3,6 – 4,7 1 – 2,5 Asam Oleat 39 – 45 13 – 19 Asam Linoleat 7 – 11 0,5 – 2 Sumber : Ketaren 1996

Minyak dan lemak tediri dari trigliserida campuran, yang merupakan ester dari gliserol dan asam lemak rantai panjang. Lemak tersebut jika dihidrolisis yang berlangsung pada suhu tinggi dan tekanan yang tinggi akan menghasilkantiga molekul asam lemak rantai panjang dan satu molekul gliserol.

2.4. Sifat Fisiko-Kimia Minyak Kelapa Sawit

Sifatfisiko-kimiaminyakkelapasawitmeliputiwarna, baudanflavor, kelarutan, titikcairdan, titik didih (boiling point), titikpelunakan, slipping point, shoot melting point, bobotjenis, indeks bias, titikkekeruhan (turbidity point), titikasap, titiknyala, dantitikapi.

(5)

Tabel 2.3.NilaiSifatFisiko-Kimia MinyakSawitdanMinyakIntiSawit

Sifat MinyakSawit MinyakIntiSawit

Bobotjenispadasuhukamar 0,900 0,900 – 0,913 Indeks bias D 40 0C 1,4565 – 1,4585 1,495 – 1,415

BilanganIod 48 – 56 14 – 20

BilanganPenyabunan 196 – 205 244 - 254

Sumber: Krischenbauer (1960)

Warnaminyakditentukanolehadanyapigmen yang masihtersisasetelah proses pemucatan, karenaasam-asamlemakdantrigliseridatidakberwarna. Warna Orange ataukuningdisebabkanadanyapigmenkarotene yang larutdalamminyak.

Bau dan flavor dalamminyakterdapatsecaraalami, jugaterjadiakibatadanyaasam-asamlemakberantaipendekakibatkerusakanminyak. Sedangkanbaukhasminyakkelapasawitditimbulkanolehbetaionone.

Titikcairminyaksawitberadadalamnilaikisaransuhukarenaminyakkelapasaw itmengandungasamlemak yang mempunyaiasamlemak yang berbeda-beda.

(6)

Minyak sawit yang keluar dari tempat pemerasan atau pengepresanmasih berupa minyak kasar karena mengandung kotoran berupa kotoran berupa partikel – partikel dari tempurung, serabut, dan air.

Agar diproleh minyak sawit yang bermutu baik, minyak sawit kasar tersebut mengalami pengolahan lebih lanjut. Minyak sawit yang masih kasar kemudian dialirkan kedalam tangki minuak kasar ( Crude Oil Tank ) dan setelah melalui pemurnian atau klasifikasi yang bertahap, maka akan menghasilkan minyak sawit mentah CPO ( Crude Palm Oil ) .

Tujuan utama dari proses pemurnian ini adalah untuk menghilangkan rasa dan bau yang tidak enak, warna yang tidak menarik dan memperpanjang masa simpan minyak sebelum dikonsumsi atau diigunakan sebagai bahan mentah dalam industri.

Pada umumnya minyak untuk tujuan pangan dimurnikan melalui tahap proses diantaranya, Pemisahan bahan berupa suspensi dan dispersi koloid dengan cara penguapan, degumming dan pencucian dengan asam, Pemisahan asam lemak bebas dengan cara netralisasi, Dekolorisasi dengan proses pemucatan, Deodorisasi. Disamping itu kadang juga dilakukan penambahan flavour dan zat warna sehingga didapatkan minyak dengan rasa serta bau yang enak dan menarik.

Proses pemurnian yang tepat sangat penting dilakukan dalam rangka untuk memproduksi produk akhir yang berkualitas tinggi dalam rentang spesifikasi yang telah di tentukan dan sesuai keinginan pelanggan. Ada dua tipe dasar teknologi pemurnian yang tersedia untuk minyak, yaitu pemurnian secara kimia dan pemurnian secara fisik.

(7)

Perbedaan diantara kedua tipe tersebut didasarkan pada jenis bahan kimia yang digunakan, dan cara penghilangan asam lemak bebas. Pemurnian secara fisik tampaknya pada prakteknya menggantikan penggunaan teknik pemurnian menggunakan bahan kimia alkali, karena tingginya asam lemak bebas yang dimurnikan dengan secara kimia.

2.5.1. Pemisahan Gum (De-Gumming)

Pemisahan gum merupakan suatu proses pemisahan getah atau lendir – lendir yang terdiri dari fosfatida, protein, residu, karbohidrat, air, dan resin, tanpa menguragi jumlah asam lemak bebas dalam minyak.

Biasanya proses ini dilakukan dengan cara dehidrasi gum atau kotoran lain agar bahan tersebut lebih mudah terpisah dari minyak, kemudian disusul dengan proses pemusingan ( sentrifugasi ). Caranya ialah dengan melakukan uap air panas kedalam minyak disusul dengan pengaliran air dan selanjutnya disentrifusi sehingga bagian lendir terpisah dari air.

Tujuan utama dari degumming ini adalah untuk menghilangkan getah yang tidak diinginkan, yang akan mengganggu stabilitas produk minyak di tahap selanjutnya. Tujuan yang ingin dicapai ialah memperlakukan minyak kelapa sawit mentah (CPO) dengan jumlah makanan tertentu. Komponen utama yang terkandung dalam getah harus di hilangkan adalah fosfat. Sangat penting untuk menghapus fosfat dalam minyak sawit mentah karena adanya komponen ini akan memberikan rasa dan warna yang tidak diinginkan dan mempercepat kerusakan minyak (Leong, 1992).

(8)

2.5.2. Netralisasi

Netralisasi ialah suatu proses untuk memisahkan asam lemak bebas dari minya atau lemak, dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan absa atau pereaksi lainnya sehingga membentuk sabun (Soap Stock). Pemisahan Asam Lemak Bebas dapat juga dilakukan dengan cara penyulingan yang dikenal dengan istilah de-asidifikasi.

Netralisasi dengan Kaustik Soda (NaOH)

Netralisasi dengan kaustik soda banyak dilakukan dalam skala industri, karena lebih efisisen dan lebih murah dibandingkan dengan cara netralisasi lainnya. Selain itu penggunaan kaustik soda, membantu dalam mengurangi zat warna dan kotoran yang berupa getah dan lendir dalam minyak.

Sabun yang terbentuk dapat membantu pemisahan zat warna dan kotoran seperti fosfatida dan protein, dengan cara membentuk emulsi. Sabun atau emulsi yang terbentuk dapat dipisahkan dari minyak dengan cara sentrifusi. Dengan cara hidrasi dan dibantu dengan proses pemisahan sabun secara mekanis, maka netralisasi dapat menggunakan kaustik soda dapat menghilangkan fosfatida, protein, resin, dan suspensi dalam minyak yang tidak dapat dihilangkan denga cara pemisahan gum

(9)

2.5.3. Pemucatan (Bleaching)

Pemucatan ialah suatu tahap proses pemurnian untuk menghilangkan zat – zat warna yang tidak diinginkan dalam minyak. Pemucatan ini dilakukan dengan mencampurkan minyak dengan sejumlah kecil adsorben, seperti tanah serap (fuller earth), lempung aktif (activated clay) dan arang aktif atau dapat juga menggunakan bahan kimia.

Pemucatan Minyak dengan Adsorben

Adsorben yang digunakan untuk memucatkan minyak terdiri dari, tanah pemucat (bleaching earth) dan arang (bleaching carbon). Zat warna dalam minyak akan diserap oleh permukaan adsorben dan juga menyerap supensi koloid (gum dan resin) serta hasil degradasi minyak, misalnya peroksida.

Pemucatan minyak menggunakan adsorben umumnya dilakukan dalam ketel yang di lengkapi dalam pipa uap. Minyak akan dipucatkan dipanaskan pada suhu sekitar 1050 C, selama 1 jam. Penambahn adsorben dilakukan pada saat minyak mencapai suhu 70 – 80 0C, dan jumlah adsoben kurang lebih sebanyak 1,0 –1,5 persen dari berat minyak. Selanjutnya minyak dipisahkan dari adsorben dengan cara penyaringan menggunakan kain tebal atau dengan cara pengepresan dengan filter press. Minyak yang hilang karena proses tersebut kurang lebih 0,2-0,5 persen dariberat minyak yang dihasilkan setelah proses pemucatan.

(10)

2.5.4. Deodorisasi

Deodorisasi adalah suatu tahap proses pemurnian minyak yang bertujuan untuk menghilangkan bau dan rasa (flavour) yang tidak enak dalam minyak. Prinsip proses deodorisasi yaitu penyulingan dengan uap panas dalam tekanan atmosfer atau keadaan vakum.

Proses deodorisasi perlu dilakukan terhadap minyak yang digunakan untuk bahan pangan. Beberapa jenis minyak yang baru di ekstrak mengandung flavour yang baik untuk tujuan bahan pangan, sehingga tidak memerlukan bahan pangan, sehingga tidak memerlukan proses deodorisasi: misalnya lemak susu, lemak babi, lemak cokelat, dan minyak olive.

2.6. Penimbunan Minyak Kelapa Sawit

Sejalan dengan meningkatnya luas area perkebunan kelapa sawit, produksi minyak sawit di Indonesia semakin lama semakin meningkat pesat. Penyimpanan dan penanganan selama proses transportasi minyak sawit kurang baik dapat mengakibatkan terjadinya kontaminasi baik oleh logam maupun bahan lain sehingga akan menurunkan kualitas minyak sawit. Pengawasan mutu minyak sawitnselama penyimpanan, transportasi, dan penimbunan perli dilakukan dengan ketat untuk mencegah terjadinya penurunan mutu minyak sawit.

Pengawasan mutu minyak sawit selama penyimpanan, transportasi, dan penimbunan perlu dilakukan dengan ketat untuk mencegah terjadinya penurunan mutu minyak sawit. Salah satu cara yang dapat di tempuh adalah dengan membuat standarisasi prosedur penyimpanan, transportasi darat, dan penimbunan minyak

(11)

sawit. Standarisasi ini bertujuan untuk mencegah kontaminasi dan penurunan kualitas minyak sawit.

Minyak produksi sebelum diangkat ketempa konsumen ditimbun dalam tangki timbun. Minyak yang masuk kedalam tangki timbun suhunya 40 – 50 0C. Titik leleh minyak sawit ± 40 0

Tangki penimbunan minyak dipakai sebagai penampungan atau penimbunan minyak produksi dan pengukuran minyak produksi harian. Alat ini terdiri dari tangki berbentuk silinder yang didalamnya di lengkapi dengan pipa pemanas berbentuk spiral, dan pada bagian atas terdapat lubang untuk pengukuran dan lubang penguapan air. Tangki penimbunan kelapa sawit memiliki kapasitas antara 500 – 3000 ton. Selama penimbunan ini dapat terjadi perusakan mutu, baik peningkatan ALB maupun peningkatan oksidasi.

C, sehingga untuk mempermudah pengeluaran minyak dari tangki maka untuk maksud tersebut dipertahankan agar suhu minyak bertahan diatas titik leleh. Selama penyimpanan terjadi peningkatan kadar asam lemak bebas (ALB) yang disebabkan terjadinya proses autokatalik yang dipercepat oleh panas (Naibaho, 1998).

Persyaratan penimbunan yang baik adalah:

1. Kebersihan tangki dijaga, khususnya terhadap kotoran dan air

2. Membersihkan tangki dan memeriksa pipa – pipa uap pemanas, tutup tangki, dan alat – alat pengukur.

3. Memelihara suhu sekitar 40 0

4. Pipa pemasukan minyak harus terbenam ujungnya dibawah permukaan minyak.

(12)

5. Melapisi dinding tangki dengan damar epoksi ( hanya untuk minyak sawit bermutu tinggi) (Mangoensoekarjo,2003).

2.7. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Mutu Minyak Kelapa Sawit

Rendahnya mutu minyak kelapa sawit sangat di tentukan oleh banyak faktor. Fakor – faktor tersebut tersebut dapat berlangsung dari sifat pohon induknya penanganan paska panen, atau kesalahan selama pemrosesan dan pengangkutannya.

Berikut ini dikemukakan beberapa hal yang secara langsung berkaitan dengan penurunan mutu sawit yaitu:

2.7.1. Asam Lemak Bebas

Asam lemak bebas dalam konsentrasi tinggi yang terikut dalam minyak sawit sangat merugikan. Tingginya asam lemak bebas ini mengakibatkan rendemen minyak turun. Untuk itulah perlu dilakukan usaha pencegahan terbentuknya asam lemak bebas dalam minyak sawit.

Kenaikan kadar ALB ditentukan mulai dari saat tandan dipanen sampai diolah di pabrik. Kenaikan ALB ini desebabkan adanya reaksi hidrolisa pada minyak. Hasil reaksi hidrolisa minyak sawit adalah gliserol dan ALB. Reaksi ini akan dipercepat dengan adanya faktor – faktor panas, air, keasaman, dan katalis (enzim). Semakin lama reaksi ini berlangsung, maka semakin banyak kadar ALB yang terbentuk.

(13)

O ⃦ CH2 – O – C – R CH2 – OH O O ⃦ panas air ⃦ CH – O – C – R CH – OH + R – C - OH Keasaman, enzim O ⃦ CH2 – O – C – R CH2 – OH

Minyak Sawit GliserolALB

Beberapa faktor yang menyebabkan peningkatan kadar ALB yang relatif tinggi dalam minyak sawit antara lain:

1. Pemanenan buah sawit yang tidah tepat waktu

2. Keterlambatan dalam pengumpulan dan pengangkutan buah.

3. Adanya mikroorganisme (jamur dan bakteri tertentu) yang dapat hidup pada suhu dibawah 50 0

4. Terjadinya reaksi oksidasi, akibat terjadinya kontak langsung antara minyak dengan udara.

C

5. Penumpukan buah yang terlalu lama

6. Proses hidrolisa selama pemrosesan di pabrik

Setelah mengetahui faktor–faktor penyebabnya, maka tindakan pencegahan dan pemucatannya lebih mudah dilakukan. Pemanenan pada waktu yang tepat merupakan salah satu usaha untuk menekan kadar ALB sekaligus

(14)

Peningkatan kadar asam lemak bebas juga dapat terjadi pada proses hidrolisa di pabrik. Pada proses tersebut terjadi penguraian kimiawi yang dibantu oleh air dan berlangsung pada kondisi suhu tertentu. Air panas dan uap air pada suhu tertentu merupakan bahan pembantu dalam proses pengolahan. Akan tetapi, proses pengolahan yang kuramh cermat mengakibatkan efek samping yang tidak diinginkan, mutu minyak menurun sebab air pada kondisi suhu tertentu bukan membantu proses pengolahan tetapi malah menurunkan mutu minyak.

Untuk itu setelah akhir proses pengolahan minyak sawit dilakukan pengeringan dengan bejana hampa pada suhu 90 0C. Sebagai ukuran standar mutu dalam perdagangan internasional untuk ALB ditetapkan sebesar 5%

Tabel 2.4. Hubungan antara Kematangan Panen dengan Rendemen Minyak dan ALB

Kematangan Panen Rendemen Minyak (%) Kadar ALB (%) Buah Mentah 14 – 18 1,6 – 2,8 Agak Matang 19 – 25 1,7 – 3,3 Buah Matang 24 – 30 1,8 – 4,9

Buah Lewat Matang 28 – 31 3,8 – 6,1

(Pusat Penelitian Kelapa Sawit, 1998)

Asam lemak bebas dapat berkembang akibat kegiatan enzim yang menghidrolisa minyak. Enzim–enzim dan ko-enzim yang terdapat didalam buah akan terus aktif sebelum enzim–enzim itu diberhentikan kegiatannya. Enzim yang paling mengganggu pada buah sawit yaitu: enzim lipase dan oksidase. Enzim ini terikat pada buah karena buah luka atau terikut oleh peralatan panen.

(15)

Kegiatan enzim dapat berhenti dengan perebusan hingga temperature 50 0

Peningkatan ALB yang mencapai sekitar 20 kali ini terjadi karena kerusakan buah selama proses panen sampai tiba di ketel perebusan. Kemungkinan penyebab utama kerusakan terjadi pada saat pengisian buah ke alat transport pembawa buah ke pabrik, penurunan buah di loading ramp dan pengisan buah ke lori.

C. Namun, jika ditinjau dari proses pengolahan selanjutnya, perebusan harus dilakukan dengan temperatur yang lebih tinggi.

Pembentukan lemak dalam buah sawit berlangsung beberapa minggu sebelum matang. Oleh karena itu penentuan saat panen adalah pada saat buah akan memberondol (melepas dari tandannya). Karena itu kematangan tandan biasanya dinyatakan dengan jumlah buahnya membrondol.

Pembentukan asam lemak bebas dari mikroorganisme (jamur dan bakteri) juga dapat terjadi bila suasananya sesuai, yaitu pada suhu rendah dibawah 50 0C dan dalam keadaan lembab dan kotor. Oleh karena itu, minyak sawit harus segera dimurnikan setelah pengutipannya. Pemanasan sampai suhu diatas 90 0C seperti pada pemisahan dan pemurniannya akan menghancurkan semua mikroorganisme dan menonaktifkanenzimnya. Pada kadar air berkurang dari 0,8% mikroorganisme juga tidak dapat berkembang. Jika lebih tinggi sebaliknya minyak ditimbun dalam keadaan panas sekitar 50–60 0C (Mangoensoekarjo,2003).

(16)

2.7.2. Kadar air dan zat yang menguap

Penentuan kadar air dapat dilakukan dengan berbagai cara, tergantung pada sifat bahannya. Pada umunya penentuan kadar air dilakukan dengan mengeringkan bahan dalam oven pada suhu 105 0C – 110 0C selama 3 jam atau didapat berat yang konstan. Pada penimbangan harus dilakukan dengan cepat, agar bahan makanan yang telah dikeringan tidak mengisap uap air dari udara. Jika penimbangan dilakukan lambat, maka berat sampel kering secara berangsur-angsur akan semakin bertambah. Pada bahan makanan yang tidak tahan panas 105

0

Pada prinsipnya menguapkan air yang ada dalam bahan dengan jalan pemanasan. Kemudian menimbang bahan sampai berat konstan yang berarti semua air yang diuapkan. Cara ini relatif mudah dan murah.

C, maka pemanasan dilakukan pada suhu yang rendah (Sediaoetama,2004).

Kelemahan cara ini adalah :

1. Bahan lain disamping air juga ikut menguap dan ikut hilang bersama dengan uap air, misalnya alkohol, asam asetat dan lain – lain.

2. Dapat terjadi reaksi selama pemanasan yang menghasilkan air atau zat mudah menguap lain. Misalnya lemak mengalami oksidasi dan sebagainya.

3. Bahan yang mengandung bahan yang dapat mengikat air secara kuat sulit melepaskan airnya meskipun sudah dipanaskan.

Untuk mempercepat penguapan air serta menghindari terjadinya reaksi yang menyebabkan terbentuknya air ataupun reaksi yang lain karena pemanasan maka dapat dilakukan pemanasan dengan suhu rendah dan tekanan vakum.

(17)

Dengan demikian akan diperoleh hasil yang lebih mencerminkan kadar air yang sebenarnya, (Sudarmaji,1989).

Pada sterilisasi buah dapat menyebabkan penurunan kadar air buah dan inti, yaitu dengan cara penguapan baik pada saat perebusan. Penurunan kandungan air buah penyebabkan penyusutan buah sehingga terbentuk rongga–rongga kosong pada perikarp yang mempermudah proses pengempaan. Kadar air dan zat mudah menguap dapat didefenisikan sebaga massa zat yang hilang dari zat yang dianalisa pada pemanasan 105 0

Air dalam minyak kelapa sawit hanya dalam sejumlah kecil, hal ini terjadi karena proses alami sewaktu pembuahan dan akibat perlakuan di pabrik serta pengaruh penimbunan. Jika air yang terbentuk pada proses hidrolisa besar maka akan menyebabkan kenaikan asam lemak bebas pada minyak sawit. Kadar asam lemak bebas dan air yang tinggi akan menyebabkan kerusakan minyak yang berupa bau tengik pada minyak tersebut. Agar minyak yang dihasilkan memiliki mutu yang baik maka kadar air dan asam lemak bebas pada minyak harus seminimal mungkin (Naibaho,1996)

C dibawah kondisis operasi tersebut. Kadar air yang tinggi dapat menurunkan nilai mutu minyak sawit.

2.7.3. Kadar Logam

Beberapa jenis logam yang terikut dalam minyak sawit antara lain besi, tembaga, dan kuningan. Logam–logam tersebut biasanya berasal dari alat-alat olahan yang digunakan.Tindakan preventif pertama yang dilakukan untuk menghindari terikutnya kotoran yang berasal dari pengelupasan alat–alat dari pipa–pipa adalah mengusahakan alat–alat dari stainless stell (Ketaren, 1986)

(18)

2.8. Standar Mutu

Minyak sawit memgang peranan penting dalam perdegangan dunia. Oleh karena itu, syarat mutu harus menjadi perhatian utama dalam perdagangannya. Istilah mutu minyak sawit dapat dibedakan menjadi dua arti. Pertama, benar – benar murni dan tidak bercampur dengan minyak nabati lain. Mutu minyak sawit tersebut dapat ditentukan dengan menilai sifat–sifat fisiknya, yaitu dengan mengukur nilai titik lebur angka penyabunan dan bilangan iodium. Kedua, pengertian mutu minyak sawit bedasarkan ukuran. Dalam hal ini syarat mutu diukur berdasarkan spesifikasi standar mutu Internasional yang meliputi kadar ALB, kadar air, kadar kotoran, logam besi, logam tembaga, peroksida dan ukuran pemucatan (Fauzi,2008)

Tabel 2.5. Standar Mutu Minyak Sawit, Minyak Inti Sawit, dan Inti Sawit

Karakteristik Minyak sawit Inti sawit

Minyak inti sawit

Keterangan

Asam Lemak Bebas 5% 3,5% 3,5% Maksimal

Kadar Kotoran 0,5% 0,02% 0,02% Maksimal

Kadar Zat Menguap 0,5% 7,5 % 0,2% Maksimal

Bilangan Peroksida 6 meq - 2,2 meq Maksimal

Bilangan Iodin 44–58mg/gr - 10,5-18,5 mg/gr

-

Kadar Logam ( Fe, Cu) 10 ppm - - -

Lovibond 3 – 4 R - - -

Kadar Minyak - 47% - Maksimal

Kontaminasi - 6% - Maksimal

Kadar pecah - 15% - Maksimal

(19)

Tabel 2.6 Spesifikasi RBDPO (Refenery Bleaching Deodorized Palm Oil) Berdasarkan Standart PORAM (Palm Oil Refiners AssosiationOf Malaysia)

No Refined, Bleached, & Deodorized (RBD) Palm Oil Standar maksimum 1 FFA 0,1 % maks 2 M & I 0,1% maks 3 IV (Wijs) 50-55 4 + M Pt degree C (AOCS Ce 3-25) 35 - 39

Tabel 2.7 SpesifikasiRBDPOL (Refenery Bleaching Deodorized Palm Olein) Berdasarkan Standart PORAM (Palm Oil Refiners AssosiationOf Malaysia)

No Refined, Bleached, & Deodorized (RBD) Palm Oil

Standar maksimum

1 FFA 0,1 % maks

2 M & I 0,1% maks

3 IV (Wijs) 56 min

4 + M Pt degree C (AOCS Ce 3-25) 24 max

Gambar

Tabel 2.1. Beda TebalTempurung Dari BerbagaiTipeKelapaSawit
Tabel 2.2. Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit dan Minyak Inti  Kelapa Sawit
Tabel 2.3.NilaiSifatFisiko-Kimia MinyakSawitdanMinyakIntiSawit
Tabel  2.4. Hubungan antara Kematangan Panen dengan Rendemen Minyak  dan ALB
+2

Referensi

Dokumen terkait

analisis “ “ baru baru ” ” hasil hasil pengembangan pengembangan , , atau atau metode yang di modifikasi(. metode yang di modifikasi terhadap suatu terhadap suatu

MUDA 32 PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS)

lakukan pada enam keluarga yang telah di pilih menjadi informan tentang penerimaan keluarga dan masyarakat terhadap mantan pasien rumah sakit jiwa berdasarkan hasil wawancara

Berdasarkan hasil uji t dan hasil uji regresi lnear berganda dapat diketahui Bahwa semakin tinggi nilai EPS yang diperoleh perusahaan maka harga saham juga

Dambaran klinis krisis hipertensi umumnya adalah gejala organ target yang terganggu, diantaranya nyeri dada dan sesak na4as pada gangguan jantung dan diseksi aortaE mata

Mengaplikasikan Kemudian penelitian ini bermanfaat untuk memperkaya wawasan pengetahuan dalam mengembangkan teori-teori yang berkaitan dengan manajemen dakwah yang

85 RS HERMINA TANGERANG JL. RAYA PLP CURUG KM. LIO BARU NO. RAYA SERPONG KM. MH THAMRIN KAV. PRABU SILIWANGI NO. RAYA KUTABUMI RT. GATOT SUBROTO KM. MOH TOHA KM 1 PARUNG PANJANG

Diagnosis obstruksi usus dibuat secara klinis dan ditegakkan dengan foto polos. Foto terlentang, tegak, dan dekubitus abdomen biasanya diperlukan. Penyebab tersering obstruksi