• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Minyak Kelapa Sawit

Kelapa sawit merupakan komoditas perkebunan unggulan dan utama indomesia. Tanaman yang produk utamanya terdiri dari minyak sawit (CPO) dan minyak inti (PKO) ini memiliki nilai ekonomis tinggi dan menjadi satu penyumbang devisa Negara yang terbesar dibandingkan komoditas perkebunan lainnya. Hingga saat ini kelapa sawit telah diusahakan dalam bentuk perkebunan dan pabrik

pengolahan kelapa sawit hingga menjadi minyak dan produk turunannya. Tanaman Kelapa sawit (Elaieis quinensis jacq) merupakan tumbuhan tropis golongan plasma yang termasuk tanaman tahunan. Kelapa sawit yang dikenal ialah jenis dura, Psifera dan Tenera. Ketiga jenis ini dapat dibedakan berdasarkan irisan buah.Tanaman kelapa sawit mulai menghasilkan pada umur 24-30 bulan. Buah yang pertama keluar masih dinyatakan dengan buah pasir, artinya belum dapat diolah dalam pabrik.

Minyak kelapa sawit juga menghasilkan berbagai produk turunan yang kaya manfaat sehingga dapat dimanfatkan di berbagai industri. Mulai dari industri makanan, farmasi, sampai industri kosmetik. Bahkan, limbahnya pun masih dapat dimanfaatkan untuk indsustri mebel, oleokimia, hingga pakan ternak. Dengan demikian kelapa sawit memiliki arti penting bagi perekonomian di Indonesia.

2.2 Minyak Limbah Cair Kelapa Sawit

Dalam kegiatan operasional di Pabrik Kelapa Sawit, disamping akan dihasilkan produk utama (Main Product) berupa CPO dan PKO, juga akan dihasilkan produk sampingan (By-Product), baik berupa limbah padat maupun limbah cair dan juga polutan ke udara bebas (khusus bagi PKS yang menggunakan incinerator). Apabila diperhatikan dari jenis dan komposisi limbah di atas diketahui bahwa limbah cair memiliki kontribusi yang besar, yaitu antara 55% sampai 67% dari total TBS diolah.( Siregar,dkk.2001)

Limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) adalah salah satu produk samping dari pabrik minyak kelapa sawit yang berasal dari kondensat dari proses sterilisasi, air dari proses klarifikasi, air hydrocyclone (claybath), dan air pencucian pabrik. LCPKS juga mengandung berbagai senyawa terlarut termasuk, serat-serat pendek, hemiselulosa dan turunannya, protein, asam organik bebas dan campuran mineral-mineral.

Tabel 2.1 Karakteristik Limbah Cair Kelapa Sawit

(2)

pH 4,7 Kalium 2270

Minyak 4000 Magnesiun 615

BOD 25000 Kalsium 439

COD 50000 Besi 46,5

Total Solid 40500 Tembaga 0,89

Total Votatile Solid

34000

(3)

Semua dalam mg/l kecuali pH Sumber: Ditjen PPHP,2006.

Minyak sawit yang dihasilkan akan mengeluarkan limbah cair sebanyak 2,5 m3 (Ahmad, A., T. Setiadi,dkk. 2000). Pada limbah cair pabrik kelapa sawit banyak terdapat senyawa organik yang sulit untuk didegradasi secara alamiah, misalnya minyak lemak. Saat ini pencemaran lingkungan yang diakibatkan limbah cair pabrik kelapa sawit dikategorikan sebagai pencemar lingkungan yang sangat serius, karena karakteristik limbah cair tersebut mengandung minyak lemak yang cukup tinggi berkisar 190-14.720 mg/L (Ditjen PPHP.2006). Sementara itu baku mutu yang ditetapkan oleh pemerintah RI melalui Keputusan Mentri Lingkungan Hidup No. 51 tahun 1995 pada lampiran B adalah nilai minyak lemak sebesar 25 mg/L.

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini yaitu minyak limbah cair dari sisa limbah industri kelapa sawit yang terdapa pada kolam 1 (Deoling Pond), Karena pada Kolam Deoling

pond masih terdapat minyak sebanyak 5000-20.000 ppm dan di kolam tersebut masih mengutip

minyak hingga kadar minyak 0,4 % (Naibaho, 2003).

2.2.1 Dampak Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit

Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit juga mengandung karbohidrat sebesar 2.000 mg/L. Jika limbah cair tersebut langsung dibuang ke perairan akan mengganggu ekosistem perairan karena karbohidrat adalah senyawa organik kompleks yang tidak dapat dimanfaatkan secara langsung oleh bakteri, membran sel bakteri hanya dapat dilewati oleh senyawa organik sederhana yaitu glukosa (Ahmad,dkk. 2004).

Tingginya konsentrasi COD dan lemak minyak dibanding dengan baku mutu yang berlaku untuk air limbah industri minyak kelapa sawit sesuai dengan Kepmen LH No. 51 Tahun

(4)

1995 mendorong upaya untuk mengolah limbah cair pabrik kelapa sawit sebelum dibuang ke badan air atau perairan.

Sesuai dengan undang-undang lingkungan hidup, cara mengatasi masalah limbah cair yang mampu mengatasi timbulnya dampak buruk terhadap lingkungan tersebut, khususnya pada sungai-sungai tempat limbah tersebut dibuang.

Tabel 2.2 Produksi rata-rata (2000-2005) pertahun Kelapa Sawit dan Limbah

Sumber data : Anonim,2004.

2.2.2 Pengendalian Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit

Limbah cair yang dihasilkan dari proses pengolahan tandan buah segar kelapa sawit menjadi Crude Palm Oil (CPO) dan Palm Kernel Oil (PKO) langsung dialirkan ke tempat pengolahan limbah. Pengolahan limbah dapat dilakukan dengan menggunakan kolam-kolam pengolahan.

1. Sistem Kolam

- Pendinginan

Pendinginan dilakukan dengan dua cara yaitu menara pendingin dan kolam pendingin. Pendinginan menggunakan menara pendingin yaitu pendinginan air limbah dengan menggunakan menara yang kemudian dibantu dengan bak pendingin.

Jenis Limbah Rata-rata ton/ tahun Konversi Limbah (%) Total Limbah (ton/tahun) Emisi CH4/ Tahun Emisi CO2 ton/ Tahun Produksi kelapa sawit 9.816.39 3 - - - - Tandan Kosong (ton/tahun) - 23 2.257.770 27.093,24 568.958,14 Cangkang (ton/tahun) - 8 785.331 9.423,74 197.898,48 Serat (ton/tahun) - 12 1.177.967 14.135,61 296.837,27 LCPKS (m³/ton FFB) - 0,66 6.478.819 1.285.721.70 6 27.000.155.83 5

(5)

Sedangkan pendinginan dengan kolam pendingin yaitu pendinginan limbah dengan kolam pendinginan yang dikombinasikan dengan pengutipan minyak dan

pendinginan di dalam kolam selama 48 jam. - Deoling pond

Fungsi kolam ini yaitu untuk mengutip minyak hingga kadar minyak 0,4%. Instalasi kolam ini merupakan instalasi tambahan untuk membantu sistem fat pit dalam mengutip minyak. Adanya deoling pond ini memaksimalkan jumlah minyak yang dapat diambil kembali. Kolam ini memiliki kedalaman 1.5 m dan masa penahanan minyak pada kolam ini selama 2 jam.

- Netralisasi

Limbah yang masih asam tidak sesuai untuk pertumbuhan mikroba, oleh sebab itu perlu penambahan bahan kimia atau cairan alkali. Pemakaian bahan penetral didasarkan pada keasaman limbah dan kadar minyak yang terkandung. Netralisasi dapat dibantu dengan perlakuan sirkulasi yaitu memakai sludge yang berasal dari kolam fakultatif yang telah mempunyai Ph netral.

- Kolam pembiakan bakteri

Kolam pembiakan bakteri dibuat untuk membiakkan bakteri pada awal

pengoperasian pengendalian limbah. Kolam pembiakan bakteri memiliki kondisi yang disesuaikan agar bakteri dapat tumbuh dengan baik. Kondisi yang optimum untuk kolam ini adalah Ph 7.0, suhu 30-400C untuk bakteri mesophyl, kedalaman kolam 5–6 m, dan ukuran kolam diupayakan dapat menampung air limbah 2 hari olah atau setara 400 m3 untuk PKS kapasitas 30 ton TBS/jam.

- Kolam anaerobik

Limbah yang telah netral dialirkan ke dalam kolam anaerobik untuk diproses. Proses perombakan limbah dapat berjalan lancar jika kontak antara limbah dengan bakteri yang berasal dari kolam pembiakan lebih baik. Waktu tinggal limbah pada kolam ini selama 60 hari.

- Kolam Fakultatif

Kolam ini adalah kolam peralihan dari kolam anaerobik menjadi aerobik. Pada kolam ini proses perombakan anaerobik masih tetap berjalan. Karakteristik limbah pada kolam fakultatif yaitu pH 7.6-7.8, BOD 600-800 ppm, COD 1250-1750 ppm. Waktu tinggal limbah pada kolam ini selama 15 hari.

- Kolam aerasi

Kolam aerasi dibuat untuk pemberian oksigen yang dilakukan secara difusi dengan tujuan agar dapat berlangsung reaksi oksidasi dengan baik. Kolam ini dibuat dengan kedalaman 3 meter, dan ditempatkan alat yang dapat meningkatkan jumlah oksigen agar terlarut dalam air serta dilengkapi dengan dua unit alat aerator.

(6)

- Kolam aerobik

Limbah yang masuk ke kolam mengandung oksigen terlarut. Penahanan limbah dalam kolam ini selama 15 hari dan dapat menurunkan beban pencemar limbah dari BOD 600-800 ppm menjadi 75-125 ppm. Kolam ini adalah kolam terakhir dan air limbah telah dapat dialirkan ke sungai.

Sumber : Nainggolan dan Susilawati, 2011

Gambar 2.1 Alur Proses Pengolahan Limbah Cair Kelapa Sawit

2.3 Sabun

Sabun merupakan hasil hidrolisa asam lemak dan basa. Peristiwa ini dikenal dengan peristiwa saponifikasi. Saponifikasi adalah proses penyabunan yang mereaksikan suatu lemak atau gliserida dengan basa.

Lemak dan sabun dari asam lemak jenuh dan rantai jenuh panjang (C16-C18) menghasilkan sabun keras dan minyak dari asam lemak tak jenuh dengan rantai pendek (C12-C14)

menghasilkan sabun yang lebih lunak dan lebih mudah larut (Fessenden,1997). Sabun yang dibuat dari natrium hidroksida lebih sukar larut dibandingkan dengan sabun yang dibuat dari kalium hidroksida. sekarang dicampur untuk mendapatkan sifat-sifat yang diinginkan. Sabun mandi megandung minyak wangi, zat warna, dan bahan obat.

Dipabrik-pabrik, gliserida (lemak) dididihkan dalam larutan NaOH. Setelah sabun terbentuk, NaCl ditambahkan ke dalam campuran agar sabun mengendap dan dapat dipisahkan dengan cara penyaringan. Adapun gliserol dipindahkan dengan cara destilasi. Kemudian sabun yang kotor dimurnikan dengan cara mengendapakan beberapa kali (represipitasi). Akhirnya ditambahkan parfum supaya sabun memiliki bau yang dikehendaki.

Cooling Pond Deoling Pond Kolam Netralisasi Kolam Pembiakan bakteri

Kolam Anaerob Kolam Fakultatif

Kolam Aerobik Sungai

(7)

Sabun adalah satu macam surfaktan (bahan surface active), senyawa yang menurunkan tegangan permukaan air. Sifat ini menyebabkan larutan sabun dapat memasuki serat, Menghilangkan dan mengusir kotoran dan minyak. Setelah kotoran dan minyak dari permukaan serat, sabun

menolong mencucinya karena struktur kimianya. Bagian akhir dari rantai (ionnya) yang bersifat hidrofil (senang air) sedangkan rantai karbonnya bersifat hidrofobik (benci air). Rantai

hidrokarbon larut dalam partikel minyak yang tidak larut dalam air. Ionnya terdispersi atau teremulsi dalam air sehingga dapat dicuci.

Muatan Negatif dan ion sabun juga menyebabkan tetes minyak sabun untuk menolak satu sama lain sehingga minyak yang teremulsi tidak dapat mengendap. Salah satu yang tidak

menguntungkan dari sabun sebagai bahan pembersih adalah sabun mengendap dengan ion kalsium dan magnesium, yang merupakan kation yang umum terdapat dalam air sadah. Sabun yang sudah mengendap tidak dapat menghilangkan kotoran, bahkan membentuk buih logam (cincin baik mandi). Salah satu jalan untuk mencegah pembentukan buih logam adalah dengan menggunakan air lunak alami atau air lunak larutan yang tidak mengandung ion kalsium atau magnesium.

Sabun adalah surfaktan yang digunakan dengan air untuk mencuci dan membersihkan. Sabun biasanya berbentuk padatan tercetak yang disebut batang karena sejarah dan bentuk umumnya. Penggunaan sabun cair juga telah telah meluas, terutama pada sarana-sarana publik. Jika diterapkan pada suatu permukaan, air bersabun secara efektif mengikat partikel dalam suspensi mudah dibawa oleh air bersih. Di negara berkembang, deterjen sintetik telah menggantikan sabun sebagai alat bantu mencuci atau membersihkan.

2.3.1 Sifat-Sifat Sabun

Sifat – sifat sabun yaitu :

1. Sabun bersifat basa. Sabun adalah garam alkali dari asam lemak suku tinggi sehingga akan dihidrolisis parsial oleh air. Karena itu larutan sabun dalam air bersifat basa.

CH3(CH2)16COONa + H2O → CH3(CH2)16COOH + NaOH

2. Sabun menghasilkan buih atau busa. Jika larutan sabun dalam air diaduk maka akan menghasilkan buih, peristiwa ini tidak akan terjadi pada air sadah. Dalam hal ini sabun dapat menghasilkan buih setelah garamgaram Mg atau Ca dalam air mengendap.

(8)

3. Sabun mempunyai sifat membersihkan. Sifat ini disebabkan proses kimia koloid, sabun (garam natrium dari asam lemak) digunakan untuk mencuci kotoran yang bersifat polar maupun non polar, karena sabun mempunyai gugus polar dan non polar. Molekul sabun mempunyai rantai hidrogen CH3(CH2)16 yang bertindak sebagai ekor yang bersifat

hidrofobik (tidak suka air) dan larut dalam zat organic sedangkan COONa+ sebagai kepala yang bersifat hidrofilik (suka air) dan larut dalam air (Phatalina,Naomi.2013). Sabun merupakan salah satu jenis pembersih yang dapat dibuat dengan reaksi kimia antara basa natrium dengan kalium natrium dengan minyak nabati atau lemak hewani. Surfaktan mempunyai struktur bipolar, bagian kepala bersifat hidrofilik dan bagian ekor bersifat hidrofobik. Karena sifat itulah sabun mampu mengangkat kotoran (biasanya lemak) dari badan atau pakaian. Selain itu, sabun juga merupakan pembersih yang dapat dibuat dengan reaksi kimia antara kalium atau natrium dengan asam lemak dari minyak nabatai atau lemak hewani. Sabun dibuat dengan cara yaitu proses saponifikasi dan proses proses netralisasi minyak proses saponifikasi minyak akan memperoleh produk sampingan yaitu gliserol. Proses saponifikasi terjadi karena reaksi antara trigliserida dengan alkali,

sedangkan proses netralisasi terjadi karena reaksi asam lemak bebas dengan akali.

Proses esterifikasi merupakan proses yang cenderung digunakan dalam produksi ester dari asam lemak spesifik laju reaksi esterifikasi sangat dipengaruhi oleh struktur molekul reaktan dan radikal yang terbentuk dalam senyawa antara. Data tentang laju reaksi serta mekanismenya disusun berdasarkan karakter kinetiknya, sedangkan data tentang

perkembangan reaksi dinyatakan sebagai konstanta kesetimbangan.

Karakteristik sabun bukan hanya ditentukan oleh pemilihan asam lemaknya saja, tetapi juga ditentukan oleh kadar dari bahan baku lainnya seperti NaOH. NaOH berfungsi sebagai pengubah minyak nabati dan lemak hewan menjadi sabun. NaOH memiliki efek korosif yang tinggi pada kulit, sehingga dapat menyebabkan luka pada kulit, sehingga kadar NaOH pada pembuatan sabun perlu ditangani dan diperhatikan sebab penambahan alkali yang berlebihan pada proses penyabunan menyebabkan meningkatnya alkali bebas. Alkali bebas yang berlebihan tidak diinginkan ada dalam sabun, sebab alkali bersifat keras dan dapat menyebabakan iritasi pada kulit, tetapi jika sabun kekurangan NaOH maka akan menyebabkan berlebihnya asam lemak bebas yang tidak dapat tersabunkan sehingga akan mengurangi daya ikat sabun terhadap kotoran.

Tabel 2.3 Kebutuhan Caustic Soda tiap 100gr Minyak

(9)

0-0,5% 4-4,5% 7,5-8% Sweet Almond 13,7 g 13,2 g 12,7 g Apricot Kernel 13,5 g 13 g 12,5 g Avocado Oil 13,3g 12,8 g 12,3 g Borage 13,5 g 13 g 12,5 g Camellia 13,6 g 13,1 g 12,6 g Canola 13,6 g 13,1 g 12,6 g Castor Oil 12,8 g 12,3 g 11,8 g Coconut Oil 18,3 g 17,6 g 16,9 g Corn Oil 13,5 g 13 g 12,5 g Cotton Seed 13,8 g 13,3 g 12,7 g Evening Primrose 13,5 g 13 g 12,6 g Hazelnut Oil 13,7 g 13,2 g 12,7g Hempseed 13,7 g 13 g 12,6 g Jojoa Oil 6,5 g 6,3 g 6,1 g

Kukui Nut Oil 13,7 g 13,1 g 12,5 g

Macadamia Nut 13,9 g 13,3 g 12,7 g

Olive 13,5 g 13 g 12,5 g

Palm Oil 14,1 g 13,6 g 13,1 g

Palm Kernel Oil 15,6 g 15 g 14,4 g

Sumber:Widodo,2009.

Sabun pada umumnya dikenal dalam dua wujud, sabun cair dan sabun padat. Perbedaan utama dari kedua wujud sabun ini adalah alkali yang digunakan dalam reaksi pembuatan sabun. Sabun yang dibuat dengan NaOH dikenal dengan sabun keras (hard soap),

sedangkan sabun yang dibuat dengan KOH dikenal dengan sabun lunak (soft soap), sabun keras (hard soap) dibuat dari lemak netral yang padat atau dari minyak nabati, sabun ini dalam bentuk batangan dan bersifat sukar larut dalam air. sabun lunak (soft soap) dibuat dari minyak kelapa, minyak kelapa sawit atau minyak tumbuhan yang tidak jernih, sabun ini dalam bentuk pasta maupun cair bersifat mudah larut dalam air.

Asam lemak akan memberikan sifat yang berbeda pada sabun yang terbentuk. Asam laurat pada sabun dapat menyebabkan sabun menjadi keras dan menghasilkan busa yang lembut, sama seperti asam miristat, asam palmitat, selain dapat mengeraskan juga dapat

menyebabkan busa menjadi stabil. Berbeda dengan asam oleat dan linoleat, mereka berperan dalam melembabkan sabun pada saat sabun digunakan. Alkali yang digunakan pada percobaan ini adalah larutan Naoh yang dapat membuat sabun menjadi padat, sedangkan alkali yang digunakan untuk membuat sabun cair digunakan larutan KOH (Ketaren,1986).

Tabel 2.4 Syarat Mutu Sabun Mandi

Uraian Tipe I

(Sabun Padat)

Tipe II (Sabun Lunak)

Kadar Air (%) Maks 15 >15

(10)

Alkali Bebas (%) 1. NaOH 2. KOH 1. Maks 0,1 2. 0,14 1. Maks 0,1 2. Maks 0,14

Asam Lemak Bebas (%) <2,5 <2,5

Bilangan Penyabunan (%) 196-206 196-206

Sumber: SNI 06 - 3532 – 1994

2.3.2 Kinetika Reaksi Kimia Saponifikasi

Saponifikasi merupakan proses hidrolisis basa terhadap lemak dan minyak, dan reaksi

saponifikasi bukan merupakan reaksi kesetimbangan. Hasil mula-mula dari penyabunan adalah karboksilat karena campurannya bersifat basa. Setelah campuran diasamkan, karboksilat berubah menjadi asam karboksilat.

Produknya, sabun yang terdiri dari garam asam-asam lemak. Fungsi sabun dalam keanekaragaman cara adalah sebagai bahan pembersih. Sabun menurunkan tegangan permukaan air, sehingga memungkinkan air untuk membasahi bahan yang dicuci dengan lebih efektif. Sabun bertindak sebagai suatu zat pengemulsi untuk mendispersikan minyak dan sabun teradsorpsi pada butiran kotoran.

Pada penelitian ini, dilakukan pencampuran NaOH harus disamakan suhunya terlebih dahulu, karena suhu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi laju reaksi. Jika suhu dinaikkan maka laju reaksi semakin besar karena kalor yang diberikan akan menambah energi kinetik partikel pereaksi, akibatnya jumlah dari energi tumbukan bertambah besar, begitu pun sebaliknya. Larutan yang telah sama suhunya kemudian dicampurkan. Pencampuran pada suhu yang sama agar laju reaksi yang dihasilkan tidak mengalami perubahan besar. Untuk menentukan laju dari reaksi kimia yang diberikan, harus

ditentukan seberapa cepat perubahan konsentrasi yang terjadi pada reaktan atau produknya. Secara umum, apabila terjadi reaksi A→B, maka mula-mula zat yang A dan zat B sama sekali belum ada. Setelah beberapa waktu, konsentrasi B akan meningkat sementara konsentrasi zat A akan menurun.

(11)

Hukum laju dapat ditentukan dengan melakukan serangkain eksperimen secara sistematik pada reaksi A + B → C, untuk menentukan orde reaksi terhadap A maka konsentrasi A dibuat tetap sementara konsentrasi B divariasi kemudian ditentukan laju reaksinya pada variasi konsentrasi tersebut. Sedangkan untuk menentukan orde reaksi B, maka konsentrasi B dibuat tetap sementara itu konsentrasi A divariasi kemudian diukur laju reaksinya pada variasi konsentrasi tersebut.

Orde dari suatu reaksi menggambarkan bentuk matematika dimana hasil perubahan dapat ditunjukkan. Orde reaksi hanya dapat dihitung secara eksperimen dan hanya dapat

diramalkan jika suatu mekanisme reaksi diketahui seluruh orde reaksi yang dapat

ditentukan sebagai jumlah dari eksponen untuk masing-masing reaktan, sedangkan hanya eksponen untuk masing-masing reaktan dikenal sebagai orde reaksi untuk B komponen itu. Orde reaksi adalah jumlah pangkat faktor konsentrasi dalam hukum laju bentuk diferensial. Pada umumnya orde reaksi terhadap suatu zat tertentu tidak sama dengan koefisien dalam persamaan stoikiometri reaksi (Hiskia, 2001).

2.4 Teknik Penyaringan Minyak Limbah Cair Kelapa Sawit ( Adsorbsi)

Adsorbsi dapat digolongkan dalam dua jenis, yaitu adsorbsi secara kimia dan secara fisika.

Adsorbsi secara kimia (kemisorbsi) adalah adsorbsi yang terjadi karena adanya gaya-gaya kimia dan diikuti oleh reaksi kimia. Adsorbsi jenis ini mengakibatkan terbentuknya ikatan secara kimia, sehingga diikuti dengan reaksi berupa senyawa baru. Pada kemisorbsi permukaan padatan sangat kuat mengikat molekul gas atau cairan sehingga sukar untuk dilepas kembali, sehingga proses kemisorbsi sangat sedikit.

Adsorbsi fisika (fisiosorbsi) adalah adsorbsi yang terjadi karena adanya gaya-gaya fisika. Adsorbsi ini dicirikan adanya kalor adsorbs yang kecil (10 kkal/mol). Molekul-molekul yang diadsorbsi secara fisik tidak terikat secara kuat pada permukaan dan biasanya terjadi pada proses reversible yang cepat, sehingga mudah diganti dengan molekul lain.

Pemurnian/Adsorbsi merupakan tahap pertama dari proses pemanfaatan minyak limbah cair kelapa sawit, yang hasilnya dapat digunakan sebagai sebagai bahan baku produk untuk pembuatan sabun.

a. Penyaringan

Pada proses pemurnian terdapat bahan-bahan sebagai media penyaringan, yaitu sebagai berikut:

- Serabut Ijuk - Saringan Mesh - Karbon aktif - Kain

(12)

Merupakan senyawa amorf yang dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon atau arang yang diperlakukan secara khusus untuk mendapatkan daya adsorpi yang tinggi. Karbon aktif dapat mengadsorpsi gas dan senyawa–senyawa kimia tertentu atau sifat adsorpisinya selektif, tergantung pada besar atau volume pori-pori dan luas permukaan. Daya serap karbon aktif sangat besar, yaitu 25-100% terhadap berat karbon aktif.

Karbon aktif dapat dibagi dua tipe, yaitu: 1. Karbon Aktif sebagai pemucat

Biasanya berbentuk powder yang halus dengan diameter pori 1000 A0, digunakan dalam fase cair dan berfungsi untuk memindahkan zat-zat pengganggu.

2. Karbon aktif sebagai penyerap uap

Biasanya berbetuk ranular atau pellet yang sangat keras,diameter porinya 10-200A0. Umumnya digunakan pada fase gas yang berfungsi untuk pengembalian pelarut, katalis dan pemurnian gas.

2.5 Teknik Pembuatan Sabun

Minyak limbah yang sudah melalui tahap penyaringan akan dicampurkan dengan Caustic Soda (NaOh) beserta dengan pengaruh dari berbagai faktor yaitu suhu, waktu pengadukan, dan kadar atau jumlah basa. Setelah larutan sabun tercampur secara homogen maka akan ditambahkan zat-zat pelengkap seperti pewarna,pewangi dan pengawet. Sabun dibentuk melalui cetakan-cetakan yang sudah di sesuaikan dan siap untuk dianalisa uji.

2.6 Penentuan Karakteristik atau Mutu Sabun Mandi Padat

Pada hasil akhir pembuatan sabun, maka sabun akan diuji hasil nya sebelum di gunakan. Berikut beberapa karakteristik mutu sabun, walaupun peneliti tidak bertujuan untuk membuat sabun mandi untuk dikulit sesuai kriteria pada karakterisitik sabun mandi sesuai SNI, Penentuan dilakukan terbagi dua yaitu penentuan pada minyak dan pada saat sesudah menjadi sabun : Tabel 2.5 Analisa Uji Mutu Sabun

Uraian Tipe Sabun I

Padat

Tipe Sabun II Cair

Kadar Air (%) Maks 15 <15

Asam Lemak Bebas (%) <2.5 <2.5

Bilangan Penyabunan (%) 196-206 196-206

(13)

1. Penentuan Kadar Air

Kadar Air merupakan jumlah kadar air yang terkandung dalam suatu bahan (Masri,2009). Kandungan pada sabun detergen yang mempunyai kadar air tinggi dan sabun batang kadar air rendah yang sangat menentukan kualitas sabun, maka uji kadar air sangat diperlukan.

𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑖𝑟 =

𝐵.𝐶𝑜𝑛𝑡𝑜 ℎ 𝑆𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑂𝑣𝑒𝑛 − 𝐵.𝐶𝑜𝑛𝑡𝑜 ℎ 𝑠𝑒𝑠𝑢𝑑𝑎 ℎ 𝑂𝑣𝑒𝑛

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐶𝑜𝑛𝑡𝑜 ℎ 𝑆𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑂𝑣𝑒𝑛 … (1)

2. Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas

Asam lemak bebas adalah bilangan yang menunjukkan banyaknya NaOH yang diperlukan untuk menetralkan asam lemak bebas didalam sabun. Maksudnya untuk menentukan kadar asam lemak bebas yang tidak bereaksi dengan alkali menjadi sabun. Penetapannya dilakukan dengan cara titrasi alkalimetri dengan larutan alkohol KOH sebagai penitarnya karena asam lemak dicari jumlahnya dimana jumlahnya ekuivalen dengan asam dititar dengan alkali. .Asam lemak bebas berhubungan dengan bau sabun, apabila asam lemak bebas melebihi standar menyebabkan sabun berbau tengik dan menghambat proses pembersihan permukaan kulit oleh sabun(Hika,2009).

𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐹𝐹𝐴 =

𝑚𝑙 𝐾𝑂𝐻 𝑥 𝐾𝑂𝐻 𝑁 𝑥 25,6 𝑥 100%

𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜 ℎ 𝑥 100% … (2)

3. Penentuan Bilangan Penyabunan

Bilangan penyabunan adalah jumlah miligram NaOH yang di perlukan untuk menyabunkan satu gram lemak atau minyak. Apabila sejumlah sampel minyak atau lemak disabunkan dengan larutan NaOH berlebih dalam alkohol, maka NaOH akan bereaksi dengan trigliserida, yaitu tiga molekul NaOH bereaksi dengan satu molekul minyak atau lemak (Ketaren, 1986 dan PT.Agro, 2007).

𝐵𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑃𝑒𝑛𝑦𝑎𝑏𝑢𝑛𝑎𝑛 (𝑆𝑉)

𝑉 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 −𝑉 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 ) 𝑥 𝑁 𝐻𝐶𝐿 𝑥 56,1

𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔) … (3)

4. Pemeriksaan Uji Banyak Busa

Tujuan proses penentuan jumlah busa pada sabun mandi padat untuk mengetahui seberapa banyal busa yang dihasilkan dari larutan sabun yang beberapa menit. Analisa ini dilakukan untuk sabun dibuat dari proses penyabunan yang dikocok dengan alat shaker. Larutan sabun yang dibuat dari proses penyabunan dimasukkan kedalam gelass ukur ditutup dengan plastic dan karet, lalu dikocok dengan alat shaker untuk menghasilkan busa dari larutan sabun yang ibuta dari proses penyabunan ( Raskita,2008 )

VB= VS / VO ………..… (4) Dimana:

VB = Volume Busa

VS = Volume busa pada detik ke 60

Gambar

Tabel 2.2  Produksi rata-rata (2000-2005) pertahun Kelapa Sawit dan   Limbah
Gambar 2.1 Alur Proses Pengolahan Limbah Cair Kelapa Sawit
Tabel 2.4 Syarat Mutu Sabun Mandi

Referensi

Dokumen terkait

Meskipun jahe sudah sangat dikenal oleh masyarakat, tetapi tidak semua orang menyukai jahe dan juga belum banyak diminati oleh semua usia hal ini dikarenakan rasa pedas dan baunya

Terdapat hubungan yang sangat signifikan antara pengaruh orang lain yang dianggap penting dengan sikap petani terhadap pengembangan Agrowisata Jambu Merah,

Instansiasi dengan object mahasiswa1 yang berparameter nama, nim, ipk Memanggil sisipDipKepala dengan data1 yang berparameter mahasiswa1 Pengondisian jika pilih sama dengan 2.

Menurut Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013 tantang Standar Proses, Rencana pelaksanaan pembelajaran adalah rencana yang kegiatan pembelajaran tatap muka untuk

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif.. 3) Membandingkan hasil wawancara antara guru pondok dengan santri- santri di pondok terkait dengan pembelajaran berbasis

Dari sifat fisik dan mekanis serat, proses perlakuan permukaan pada serat batang melinjo tidak hanya terlihat pada topografi permukaan serat tapi juga pada distribusi

(1) Setiap orang yang memiliki dan/atau mengoperasikan kapal penangkap ikan berbendera Indonesia yang digunakan untuk melakukan penangkapan ikan di wilayah pengelolaan

Partisipasi Dewan Direksi pada Pegadaian sudah berjalan dengan baik. Partisipasi Dewan Direksi memang tidak secara langsung terjadi di Pegadaian