• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Hakikat Pembelajaran IPA SD

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) menurut Jujun Suriasumantri (dalam Trianto, 2014: 136) merupakan bagian dari ilmu pengetahuan atau sains yang berasal dari bahasa Inggris science. Kata science sendiri berasal dari bahasa Latin yaitu scientia yang berarti saya tahu. Science terdiri dari dua yaitu social science (Ilmu Pengetahuan Sosial ) dan natural science (Ilmu Pengetahuan Alam). Namun dalam perkembangannya, science sering diterjemahkan sebagai sains yang berarti Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) saja.

Ahmad Susanto (2013: 167) menyatakan bahwa IPA adalah usaha manusia dalam memahami alam semesta melalui pengamatan yang tepat pada sasaran, serta menggunakan prosedur, dan dijelaskan dengan penalaran sehingga mendapatkan suatu kesimpulan. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) mempelajari alam semesta, benda-benda yang ada dipermukaan bumi, di dalam perut bumi dan di luar angkasa, baik yang dapat diamati indera maupun yang tidak dapat diamati dengan indera. H.W Fowler (dalam Trianto, 2014: 136) menyatakan IPA adalah pengetahuan yang sistematis dan dirumuskan yang berhubungan dengan gejala-gejala kebendaan dan didasarkan terutama atas pengamatan dan dedukasi. Sedangkan Kardi dan Nur (dalam Trianto, 2014: 136) mengatakan bahwa IPA atau ilmu kealaman adalah ilmu tentang dunia zat, baik makhluk hidup maupun benda mati yang diamati. Adapun menurut Wahana (dalam Trianto, 2014: 136), IPA adalah suatu kumpulan pengetahuaan yang tersusun secara sistematis dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam.

(2)

Berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa IPA adalah suatu kumpulan teori yang sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur dan sebagainya (Trianto, 2014: 136).

Mata Pelajaran IPA di SD menurut KTSP Standar Isi 2006 bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.

1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.

2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat.

4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan.

5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam.

6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.

Ruang lingkup bahan kajian IPA di SD secara umum meliputi beberapa aspek diantaranya yaitu kerja ilmiah dan pemahaman konsep. Lingkup kerja ilmiah meliputi kegiatan penyelidikan, berkomunikasi ilmiah, pengembangan kreativitas, pemecahan masalah, sikap, dan nilai ilmiah

Keberhasilan siswa dalam belajar tergantung pula pada model penyajian materi. Model penyajian materi yang menyenangkan, tidak membosankan, menarik, dan mudah dimengerti oleh para siswa tentunya berpengaruh secara positifterhadap keberhasilan belajar (Ahmad Susanto, 2013: 17). Berdasarkan hal

(3)

tersebut maka diutuhkan model pembelajaran yang dapat mewujudkan hal tersebut.

Model yang dianggap peneliti paling potensial ada dua model yaitu model pembelajaran Make A Match dan Examples Non Examples. Dalam model pembelajaran make a match siswa dituntut untuk berpartisipasi aktif dalam mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana aktif dan menyenenangkan. Suyatno (2009 : 72) mengungkapkan bahwa model make and match adalah model pembelajaran dimana guru menyiapkan kartu yang berisi soal atau permasalahan dan menyiapkan kartu jawaban kemudian siswa mencari pasangan kartunya. Sedangkan pada model pembelajaran example non example siswa terlibat dalam satu proses discovery (penemuan), yang mendorong mereka untuk membangun konsep secara progresif melalui pengalaman dari exmple dan non example. Kedua model ini memiliki kesamaan yaitu dapan dilakukan menggunakan media gambar

2.1.1 Model Pembelajaran

Trianto (2014: 53) menyatakan bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran dan para guru dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran.

Pendekatan adalah konsep dasar yang mewadahi, menginspirasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Metode pembelajaran adalah prosedur, urutan, langkah-langkah, dan cara yang digunakan guru dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Dapat dikatakan bahwa metode pembelajaran merupakan jabaran dari pendekatan. Satu pendekatan dapat dijabarkan ke dalamberbagai metode pembelajaran. Dapat pula dikatakan bahwa metode adalah prosedur pembelajaran yang difokuskan ke pencapaian tujuan. Dari metode, teknik pembelajaran diturunkan secara aplikatif, nyata, dan praktis di kelas saat pembelajaran berlangsung.

(4)

Teknik adalah cara kongkret yang dipakai saat proses pembelajaran berlangsung. Guru dapat berganti-ganti teknik meskipun dalam koridor metode yang sama. Satu metode dapat diaplikasikan melalui berbagai teknik pembelajaran. Bungkus dari penerapan pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran tersebut dinamakan model pembelajaran.

Soekamto (dalam Aris Shoimin, 2014: 23) mengatakan bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar. Hal ini berarti model pembelajaran memberikan kerangka dan arah bagi guru untuk mengajar.

2.1.2 Model Pembelajaran Make A Match

2.1.2.1 Pengertian Model Pembelajaran Make A Match

Model pembelajaran Make A Match merupakan model pembelajaran kelompok yang memliki dua orang anggota. Masing – masing anggota kelompok tidak diketahui sebelumnya tetapi dicari berdasarkan kesamaan pasangan, misalnya pasangan soal dan jawaban. Guru membuat dua kotak undian, kotak pertama berisi soal dan kotak kedua berisi jawaban. Peserta didik yang mendapat soal mencari peserta didik yang mendapat jawaban yang cocok, demkian pula sebaliknya. Model ini dapat digunakan untuk membangkitkan aktivitas peserta didik belajar dan cocok digunakan dalam bentuk permainan.

Suyatno (2009 : 72) mengungkapkan bahwa model make a match adalah model pembelajaran dimana guru menyiapkan kartu yang berisi soal atau permasalahan dan menyiapkan kartu jawaban kemudian siswa mencari pasangan kartunya. Model pembelajaran make a match merupakan model pembelajaran yang dikembangkan oleh Loma Curren. Model make a match bisa digunakan dalam semua mata pelajaran (Aris Shoimin, 2014: 98).

Jadi dapat disimpulkan bahwa pembelajaran model Make A Match adalah pembelajaran yang dilakukan secara berpasangan dimana satu orang memiliki

(5)

kartu yang berisi soal dan orang yang kedua memiliki kartu yang berisi jawaban. Pembelajaran ini dapat meningkatkan keaktifan siswa pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung. Model pembelajaran Make A Match juga termasuk tipe model pembelajaran kooperatif (cooperative learning) karena siswa belajar dengan cara bekerja sama dengan teman untuk mencari pasangan dari kartu yang siswa dapat dengan kartu siswa lainnya yang merupakan pasangan dari kartu tersebut.

2.1.2.2 Ciri – Ciri Pembelajaran Make A Match

Ciri utama model make a match adalah siswa diminta mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban atau pertanyaan materi tertentu dalam pembelajaran (Aris Shoimin, 2014: 98).

2.1.2.3 Sintak/Langkah-Langkah Model Pembelajaran Make A Match

Langkah-langkah penerapan teknik pembelajaran make a match sebagai berikut: (Miftahul Huda, 2013: 135)

1. Guru menyiapkan beberapa kartu sejumlah siswa. Pada langkah ini guru menyiapkan beberapa kartu sejumlah siswa. Kemudian separuh dari jumlah kartu dibuat sebagai pertanyaan dan separuh lagi untuk jawaban dari pertanyaan. Soal disesuaikan dengan konsep yang diajarkan.

2. Setiap siswa mendapatkan sebuah kartu yang berisikan soal/jawaban Tugas guru adalah membagikan kartu-kartu tersebut. Baik kartu soal maupun kartu jawaban. Kartu tersebut dibuka bersama-sama.

3. Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang Guru memberikan batas waktu untuk siswa memikirkan jawaban atau hal lain yang berkaitan dengan kartu yang sedang dibawa siswa.

4. Setiap siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartunya. Siswa diberi kesempatan untuk bertanya-tanya dengan temannya kartu apa yang sedang mereka bawa.

5. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin atau penghargaan.

(6)

6. Jika siswa tidak dapat mencocokkan kartunya dengan kartu temannya (tidak dapat menemukan kartu soal atau kartu jawaban) akan mendapatkan hukuman, yang telah disepakati bersama.

7. Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya.

8. Siswa juga bisa bergabung dengan 2 atau 3 siswa lainnya yang memegang kartu yang cocok.

9. Guru bersama dengan siswa membuat kesimpulan terhadap materi pelajaran.

2.1.2.4 Kelebihan dan kekurangan model pembelajaran Make A Match

Aris Shoimin (2014: 99) menyatakan kelebihan dan kekurangan model make a match adalah sebagai berikut :

1. Kelebihan model make a match adalah

a. Suasana gembira akan tumbuh dalam proses pembelajaran. b. Kerja sama antar sesama siswa terwujud dengan dinamis.

c. Munculnya dinamika gotong-royong yang merata di seluruh siswa.

2. Kekurangan model make a match adalah

a. Perlu bimbingan dari guru untuk melakukan pembelajaran.

b. Suasana kelas menjadi gaduh sehingga dapat mengganggu kelas lain. c. Guru perlu persiapan bahan dan alat yang memadai.

2.1.2.5 Komponen Model Pembelajaran Make A Match 1. Sintakmatik

Joyce dan Weil (dalam Miftahul Huda, 2013: 75) mengatakan bahwa sintagmatik adalah deskripsi implementasi model di lapangan.

Langkah – langkah model pembelajaran Make A Match menurut Lorna Curran (dalam Aris Shoimin, 2014: 23) adalah sebagai berikut :

a. Tahap pertama adalah Guru mempersiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban.

(7)

b. Tahap kedua adalah pengamatan siswa pada sebuah kartu yang diberikan guru yang bertuliskan soal/jawaban. Siswa dengan teliti mengamati isi dari kartu tersebut.

c. Tahap ketiga adalah setiap siswa meneka-neka jawaban/soal dari kartu yang dipegang. Jika seorang siswa memiliki kartu yang berisi jawaban, maka ia akan memikirkan jawaban dari soal itu. Sebaliknya jika seorang siswa mendapatkan kartu yan berisi jawaban maka ia akan menebak apa pertanyaan dari jawaban yang dipegangnya.

d. Tahap keempat yaitu siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartunya. Misalnya: pemegang kartu yang bertuliskan nama tumbuhan dalam bahasa Indonesia akan berpasangan dengan nama tumbuhan dalam bahasa latin (ilmiah).

e. Tahap kelima adalah pengolahan data yang didapatkan dari pertanyaan dan jawaban yang ada dalam kartu yang didapat oleh siswa. Siswa tetap bekerja dalam kelompok untuk mencocokan kartunya. Apakah pertanyaan/jawaban yang telah dicocokan sesuai atau tidak.

2. Prinsip Reaksi

Kemampuan guru dalam memberikan instruksi kepada siswa sangat diperlukan. Siswa akan melakukan percobaan sendiri, jika instruksi yang diberikan guru tidak jelas atau malah salah maka percobaan yang dilakukan siswa bisa jadi tidak akan berhasil. Selama siswa melakukan percobaan, guru tetap mengamati dan membimbing siswa untuk dapat melakukan percobaan dengan benar untuk menghindari kesalahan siswa.

Peran guru lainnya adalah sebagai pemberi stimulus atau rangsangan untuk memunculkan rasa ingin tahu siswa dan untuk merangsang siswa mengembangkan pemikirannya. Rangsangan ini akan berguna untuk memunculkan dugaan dari siswa mengenai bagaimana suatu fenomena dapat terjadi.

Guru juga berperan sebagai fasilitator. Guru menyediakan fasilitas untuk memberikan pengalaman belajar langsung kepada siswa melalui percobaan.

(8)

Peralatan yang diperlukan untuk melakukan pembelajaran Make A Match akan disediakan oleh guru. Guru memfasilitasi segala kegiatan siswa.

3. Sistem sosial

Pembelajaran dengan model Make A Match ini dilakukan secara berpasangan. Siswa akan melakukan percobaan secara berpasangan, mengolah data hasil dari percobaan secara kelompok, dan membuat kesimpilan secara kelompok juga. Jadi sistem sosial yang terdapat dari pembelajaran melalui model pembelajaran Make A Match ini adalah sikap bekerjasama, menghargai pendapat orang lain, dan sikap lapang dada jika pendapatnya tidak dipakai. Selama pembelajaran siswa banyak melakukan diskusi dengan kelompoknya, jadi kemampuan siswa untuk bekerja bersama orang lain akan terasah melalui pembelajaran Make A Match.

4. Daya dukung

Daya dukung yang dapat digunakan dalam pembelajaran Make A Match ini sebaiknya adalah gambar-gambar yang menyangkut pada materi pembelajaran. Guru dan siswa harus bisa menghimpun apa saja yang dibutuhkan saat mereka membutuhkannya.

5. Dampak instruksional dan dampak pengiring

Dampak instruksional yaitu berupa hasil belajar siswa setelah pembelajaran sesuai tujuan yang hendak dicapai dengan pengarahan oleh guru. Secara khusus dampak instruksional yang terdapat pada pembelajaran IPA materi sifat-sifat benda dan perubahannya melalui model Make A Match adalah kemampuan menyebutkan benda, kemampuan mengidentifikasi sifat-sifat benda yang terdapat pada kejadian sehari-hari, dan dapat memberi contoh kegunaan sifat-sifat cahaya yang terdapat pada suatu alat.

Dampak pengiring yang secara khusus akan didapatkan siswa dalam pembelajaran IPA dengan materi jenis-jenis tanah melalui model Make A Match adalah demokratis, kerja sama, mandiri, tanggung jawab, komunikatif dan disiplin. Dampak pengiring hanya mungkin terbentuk jika kesempatan untuk mencapai/menghayati berbagai kemampuan tersebut memang benar-benar disediakan secara memadai.

(9)

Dampak instruksional dan dampak pengiring dalam model Make A Match digambarkan dalam bagan berikut.

Bagan 2.1

Dampak Pengiring dan Instruksional Model Pembelajaran Make A Match

Tanggung Jawab Teliti Kerja sama Disiplin Model Make A Match Kemampuan menjelaskan pengertian cuaca Kemampuan menyebutkan cuaca yang sering dialami di lingkungan. Kemampuan menjelaskan proses terjadinya hujan. Kemampuan membedakan bentuk – bentuk awan. = Dampak Intuksional = Dampak Pengiring

(10)

Tabel 2.1 Prosedur Pelaksanaan Pembelajaran IPA dengan model Make A Match

Kegiatan Guru Tahapan

Pelaksanaan Kegiatan Siswa 1. Guru menyiapkan beberapa kartu sejumlah siswa 1. Merangsang pemikiran siswa

1. Siswa mengamati kartu yang diberikan

2. Guru membimbing siswa mencocokkan kartu yang di dapat siswa 2. Pendugaan hasil pemasangan kartu jawaban dan soal 2. Siswa berkelompok mencocokan kartu yang di dapat 3. Guru memberikan kesempatan siswa bertanya 3. Memberi kesempatan melakukan tanya jawab

3. Siswa berdiskusi dan

menanyakan hal yang belum jelas kepada guru

4. Siswa secara berkelompok mencoba melakukan sendiri demonstrasi. 4. Guru membimbing siswa berdiskusi kelompok. 4. Pengolahan data dan perumusan kesimpulan

5. Siswa berdiskusi kelompok mengolah data yang di dapat dari pembelajaran yang dilakukan

2.1.3 Model Pembelajaran Examples Non Examples

2.1.3.1 Pengertian Model Pembelajaran Examples Non Examples

Miftahul Huda (2013: 234) menjelaskan bahwa examples non examples merupakan strategi pembelajaran yang menggunakan gambar sebagai media untuk menyampaikan materi pelajaran. Strategi ini bertujuan mendorong siswa untuk belajar berpikir kritis dengan memecahkan permasalahan-permasalahan yang termuat dalam contoh-contoh gambar yang disajikan.

Examples non examples adalah model pembelajaran yang membelajarkan murid terhadap permasalahan yang ada di sekitarnya melalui analisis contoh-contoh berupa gambar-gambar, foto, dan kasus yang bermuatan masalah (Aris Shoimin, 2014: 73)

Jadi examples non examples adalah model pembelajaran yang menggunakan contoh-contoh bisa melaui media, contohnya menggunakan gambar

(11)

atau juga bisa menggunakan non media sebagai contoh. Model pembelajaran examples non examples juga bisa masuk dalam tipe pembelajaran kooperatif (cooperative learning) tergantung pelaksanaannya. Model pembelajaran examples non examples masuk dalam tipe pembelajaran kooperatif jika pembelajaran yang dilakukan, siswa belajar dengan bekerja sama dengan teman secara berpasangan maupun dengan kelompok yang beranggotakan siswa yang lebih banyak.

2.1.3.2 Sintak / Langkah-Langkah Model Pembelajaran Examples Non Examples

Menurut Miftahul Huda (2013: 235) menjelaskan langkah – langkah model pembelajaran examples non examples diantaranya :

1. Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran 2. Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan melalui LCD atau OHP,

jika ada dapat pula menggunakan proyektor. Pada tahapan ini guru juga dapat meminta bantuan siswa untuk mempersiapkan gambar yang telah dibuat dan sekaligus pembentukan kelompok siswa.

3. Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan pada peserta didik untuk memperhatikan/menganalisis gambar. Biarkan siswa melihat dan menelaah gambar yang disajikan secara seksama, agar detil gambar dapat dipahami oleh siswa. Selain itu, guru juga memberikan deskripsi jelas tentang gambar yang sedang diamati siswa.

4. Melalui diskusi kelompok 2-3 orang peserta didik, hasil diskusi dari analisis gambar tersebut dicatat pada kertas. Kertas yang digunakan akan lebih baik jika disediakan oleh guru.

5. Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya. Siswa dilatih untuk menjelaskan hasil diskusi mereka melalui perwakilan kelompok masing-masing.

6. Mulai dari komentar/hasil diskusi peserta didik, guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan yang ingin dicapai. Setelah memahami hasil dari analisa yang dilakukan siswa, maka guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.

(12)

7. Guru dan peserta didik menyimpulkan materi sesuai dengan tujuan pembelajaran

2.1.3.3 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Examples Non Examples

1. Kelebihan

Miftahul Huda (2013: 236) mengemukakan keuntungan metode Example Non Example antara lain:

a. Siswa lebih kritis dalam menganalisis gambar

b. Siswa mengetahui aplikasi dari materi berupa contoh gambar c. Siswa diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya 2. Kekurangan

Ada dua kelemahan atau kekurangan dalam model pembelajaran Examples Non Examples

a. Tidak semua materi dapat disajikan dalam bentuk gambar. b. Memakan waktu yang banyak

2.1.3.4 Komponen-Komponen Model Pembelajaran Examples Non Examples Joyce and Weil (dalam Miftahul Huda, 2013: 75) berpendapat bahwa model kreatif produktif seperti halnya model-model pembelajaran yang lain memiliki 5 komponen yang terdiri atas sintagmatik, prinsip reaksi, sistem sosial, daya dukung, dampak intruksional dan pengiring. Komponen-komponen tersebut akan dijelaskan pada uraian berikut:

1. Sintagmatik

Joyce dan Weil (dalam Miftahul Huda, 2013: 75), sintagmatik adalah deskripsi implementasi model di lapangan.

a. Tahap pertama, pemberian contoh oleh guru melalui media maupun non media kepada siswa.

b. Tahap kedua, siswa mengamati dan mengumpulkan informasi dari contoh yang telah diberikan oleh guru.

c. Tahap ketiga, siswa mendiskusikan hasil pengamatannya dengan anggota kelompok dan saling bertukar pikiran antar anggota kelompok.

(13)

d. Tahap keempat, mengkomunikasikan hasil dari diskusi masing-masing kelompok.

e. Tahap kelima, menyimpulkan materi pembelajaran yang telah diberikan guru. 2. Prinsip Reaksi

Guru berperan sebagai pembimbing, pendamping, fasilitator, serta pengarah pada saat siswa sedang menjalankan setiap langkah dalam tahapan model pembelajaran. Dalam penerapan model Examples Non Examples guru berperan sebagai motivator dan memberikan instruksi di dalam pembelajaran.

Peran guru lainnya adalah sebagai pemberi stimulus atau rangsangan kepada siswa yang bertujuan untuk memunculkan rasa ingin tahu dan untuk merangsang siswa mengembangkan pemikirannya. Rangsangan ini akan berguna untuk memunculkan dugaan dari siswa mengenai bagaimana suatu fenomena dapat terjadi.

3. Sistem sosial

Sistem sosial dalam model pembelajaran ini adalah sikap saling menghargai antar siswa dan juga kerja sama. Kerja sama diperlukan oleh siswa pada saat berkelompok melakukan demonstrasi dan menyusun kesimpulan. Sikap saling menghargai dan kerjasama antar siswa ini akan meminimalisir munculnya sikap individualistis siswa.

4. Daya dukung

Siswa dan guru harus mampu memanfaatkan benda-benda yang ada di sekitar untuk digunakan dalam pembelajaran dengan model ini. Banyak benda-denda maupun lingkungan sekitar yang memang berkaitan dengan materi wujud benda dan perubahannya sehingga pemahaman siswa dalam menangkap materi pelajaran dukung yang dibutuhkan tidak hanya benda asli, tetapi juga bisa berupa tiruan.

(14)

5. Dampak instruksional dan dampak pengiring

Dampak instruksional yaitu berupa hasil belajar siswa setelah pembelajaran sesuai tujuan yang hendak dicapai dengan pengarahan oleh guru. Secara khusus dampak instruksional yang terdapat pada pembelajaran IPA materi sifat-sifat wujud benda dan perubahannya melalui model examples non examples adalah kemampuan mengidentifikasi sifat masing-masing wujud benda dan kemampuan dapat mengelompokan benda berdasarkan wujudnya serta dapat mengidentifikasi perubahan wujud benda.

Dampak pengiring adalah kemampuan yang didapat siswa sebagai akibat dari terciptanya suasana belajar dalam model tertentu yang mana ini tidak diajarkan oleh guru selama pembelajaran. Secara khusus dampak pengiring yang terdapat pada pembelajaran IPA materi wujud benda dan perubahannya melalui model examples non examples adalah sikap kritis, kerja sama, tanggung jawab, teliti terhadap instruksi guru dan saling menghargai.

(15)

Bagan 2.2

Dampak Pengiring dan Instruksional Model Pembelajaran

Examples Non Examples

Kerja sama Model Examples Non Examples Kemampuan menyebutkan cuaca yang sering dialami di lingkungan. Kemampuan menjelaskan proses terjadinya hujan. Kemampuan Membedakan bentuk – bentuk awan. Tanggung jawab Disiplin Teliti Saling menghargai Dampak Instruksional Dampak Pengiring Kemampuan menjelaskan pengertian cuaca.

(16)

Penerapan Model Examples Non Examples dalam Pembelajaran IPA SD

Tabel 2.2 Prosedur Pelaksanaan Pembelajaran IPA dengan model

Examples Non Examples

Kegiatan Guru Tahapan Pelaksanaan Kegiatan Siswa

1. Guru menampilkn gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran. 1. Merangsang pemikiran siswa 1. Siswa mengamati gambar yang diberikan

2. Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan kepada siswa untuk menganalisa atau memperhatikan gambar tentang cuaca

2.mengumpulkan informasi

2. Siswa dengan seksama memperhatikan gambar

3. Guru memberikan kesempatan berdiskusi dengan kelompok antara 2 sampai 3 orang

3. berdiskusi 3. Siswa berdiskusi dan menanyakan hal yang belum jelas kepada guru

4. memberi kesempatan siswa mempresentasikan hasil diskusi 4.mengkomunikasikan 4. siswa mempresentasikan hasil diskusi

5. Guru membimbing siswa menyimpulkan

5. Pengolahan data dan perumusan kesimpulan

5. Siswa berdiskusi kelompok mengolah data yang di dapat dari

pembelajaran yang dilakukan

2.1.4 Hasil Belajar

Ahmad Susanto (2013: 5) menyatakan bahwa hasil belajar adalah perubahan-perubahan yang terjadi kepada diri siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor sebagai hasil dari kegiatan belajar.Secara sederhana yang dimaksud dengan hasil belajar siswa adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Karena belajar itu sendiri

(17)

merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap. Dalam kegiatan pembelajaran atau kegiatan intruksional, biasanya guru menetapkan tujuan pembelajaran.

Hasil belajar siswa merupakan hasil dari suatu proses yang di dalamnya terlibat sejumlah faktor yang saling mempengaruhinya. Tinggi rendahnya hasil belajar seseorang dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut. Rusefffendi (dalam Ahmad Susanto, 2013: 14) mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dalam sepuluh macam, yaitu: kecerdasan, kesiapan anak, bakat anak, kemauan belajar, minat anak, model penyajian materi, pribadi dan sikap guru, suasana belajar, kompetensi guru dan kondisi masyarakat.

Fokus dalam penelitian ini adalah tentang hasil belajar siswa yang berupa nilai pengetahuan dan menjadi acuan efektif atau tidaknya kedua model pembelajaran yang diuji dalam meningkatkan hasil belajar siswa, tetapi tidak tertutup kemungkinan adanya hasil belajar selain pengetahuan yang menjadi pendukung dalam penelitian.

2.2 Kajian Penelitian yang Relevan

Beberapa penelitian terdahulu berhasil membuktikan bahwa model pembelajaran Make A Match efektif digunakan dalam meningkatkan hasil belajar dibandingkan model pembelajaran konvensional. Nofiyanto ( 2013 ) dalam skripsi berjudul “Pengaruh penggunaan model pembelajaran make a macth terhadap hasil belajar IPA pada siswa kelas V SD Negeri 1 Babadan di kecamatan Pagentan Kabupaten Banjarnegara semester II tahun ajaran 2012/2013” Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dengan dianalisis serta pembahasan yang telah dilakukan pada Bab 4, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Bahwa penggunaan metode pembelajaran make a match dalam pembelajaran IPA berpengaruh positif dan signifikan terhadap hasil belajar IPA pada siswa kelas 5 semester 2 di SD Negeri 2 Babadan dibandingkan denganmetode ceramah dalam pembelajaran IPA pada siswa kelas 5 di SD Negeri 1 Babadan. Dan terdapat perbedaan hasil belajar IPA pada siswa di kedua SD tersebut. Pada kelas eksperimen yang pembelajarannya menggunakan metode pembelajaran make a

(18)

match diperoleh rata-rata nilai sebesar (79,79), sedangkan pada kelas kontrol yang menggunakan metode ceramah diperoleh rata-rata nilai sebesar (60,24). Jadi terdapat pengaruh yang signifikan, penggunaan metode pembelajaran make a match terhadap hasil belajar IPA pada siswa kelas 5 SD.

Esti Parwanti (2012) dalam skripsi berjudul “ Pengaruh penggunaan model pembelajaran Make A Match dengan media gambar terhadap hasil belajar IPA”. Bahwa dengan penggunaan Make A Match menggunakan media gambar dalam pembelajaran IPA pada materi sumber daya alam dapat berpengaruh positif dan signifikan terhadap hasil belajar siswa kelas IV semester II SD Negeri Kertosari Kecamatan Jumo, Kabupaten Temanggung?” Terdapat perbedaan hasil belajar IPA pada materi Sumber Daya Alam ditinjau dari perbedaan penggunaan pendekatan pembelajaran. Pada kelas eksperimen yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran Make A Match dengan media gambar diperoleh rata-rata nilai sebesar (65,38), sedangkan pada kelas kontrol yang menggunakan model pembelajaran secara konvensional (ceramah) diperoleh rata-rata nilai sebesar (55,28) sehingga hasil belajar siswa kelas IV SD Negeri 2 Kertosari meningkat.

Beberapa penelitian terdahulu berhasil membuktikan bahwa model pembelajaran Examples Non Examples digunakan dalam meningkatkan hasil belajar dibandingkan model pembelajaran konvensional. Defri Haryono (2012) dalam skripsi yang berjudul “Pengaruh model pembelajaran examples non examples terhadap hasil belajar IPA kelas IV SDN Mangunsari 04 Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga Semester II Tahun Ajaran 2011 / 2012”. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang telah dibahas pada bab IV dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan pengaruh model pembelajaran examples non examples dengan pembelajaran konvensional terhadap hasil belajar IPA siswa kelas IV SDN Mangunsari 04 Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga Semester II Tahun Ajaran 2011/2012. Berdasarkan hasil rata-rata (mean) menunjukan bahwa hasil belajar siswa kelas eksperimen sebesar 19,4848, sedangkan nilai rata-rata siswa kelas kontrol sebesar 8,2500. Hal tersebut menunjukan pengaruh pada kelas

(19)

yang menggunakan model pembelajaran examples non examples (kelas eksperimen). Artinya bahwa rata-rata nilai kelas eksperimen lebih tinggi dari pada kelas kontrol. Dan hasil dari uji t-tes diketahui nilai signifikansi pada uji F adalah 0,242 lebih besar dari 0,05, maka Ho diterima, jadi dapat disimpulkan bahwa kedua varian sama (varian kelompok kelas eksperimen dan kontrol adalah sama). Dengan ini penggunaan uji t menggunakan equal variances assumed (diasumsikan kedua varian sama) untuk itu dibandingkan t hitung dengan t tabel dan probabilitas. Oleh karena t hitung > t tabel (4,759 > 1,996) dan signifikansi (0,000 < 0,05), maka Ho ditolak, artinya bahwa ada perbedaan antara rata-rata nilai kelas eksperimen dengan rata-rata nilai kelas kontrol. Nilai t hitung positif, berarti rata-rata kelas eksperimen lebih tinggi dari pada kelas kontrol. Sedangkan perbedaan rata-rata (mean diference) sebesar 1.23485 (19,4848 8,2500) dan perbedaan berkisar antara 6,52277 sampai 15,94693.

Pada penelitian yang dilakukan peneliti dengan menggunakan model pembelajaran Make A Match masih sama tanpa ada perbedaan yang signifikan dengan penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya begitu juga dengan model Examples Non Example juga masih sama dengan penelitian terdahulu yang pernah dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kedua model, manakah yang lebih efektif dalam meningkatkan hasil belajar siswa.

2.3 Kerangka Pikir

Model pembelajaran make a match (mencari pasangan) merupakan salah satu metode pengajaran yang berbasis cooperative learning yang menarik dan menyenangkan sehingga siswa dengan mudah memahami pelajaran yang diberikan khususnya pembelajaran kosa kata dalam mata pelajaran bahasa Inggris. Pengajaran dengan penggunaan metode make a match (mencari pasangan), siswa dapat mengilustrasikan apa yang mereka dapatkan sehingga muncul motivasi terhadap mata pelajaran yang disajikan terutama dalam pembelajaran kosa kata yang menurut mereka sulit. Oleh karena itu, perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk mengetahui sejauh mana pemahaman siswa tentang kosa kata dengan menggunakan metode make a match (mencari pasangan).

(20)

Model Pembelajaran examples non examples yaitu, guru menjelaskan materi sebagai pengantar, kemudian guru membagi siswa kedalam beberapa kelompok untuk mendiskusikan materi yang diberikan. Kemudian setiap kelompok diminta untuk melakukan presentasi secara suka rela. Dan kelompok mengirimkan anggota mereka untuk membagikan hasil diskusi kelompok mereka. Kemudian kembali pada keadaan semula dan materi diakhiri dengan membuat kesimpulan yang dipandu oleh guru.

Berikut adalah bagan kerangka pikir penggunaan model make a match pada pembelajaran IPA.

Bagan 2.3

Kerangka pikir penggunaan model make a match

Berikut adalah bagan kerangka pikir penggunaan model examples non examples pada pembelajaran IPA.

Teliti

Rasa ingin tahu tinggi Kerja sama Tanggung jawab Disiplin Kemampuan menyebutkan cuaca yang sering dialami di lingkungan.

Kemampuan menjelaskan proses terjadinya hujan.

Kemampuan membedakan

bentuk – bentuk awan.

Kemampuan menjelaskan pengertian cuaca. Pengamatan meneka-neka jawaban/soal Berdiskusi Pengolahan data Hasil Belajar Minat siswa muncul

(21)

Bagan 2.4

Kerangka pikir penggunaan model examples non examples

Kemampuan menjelaskan pengertian cuaca.

Kemampuan menyebutkan cuaca yang sering dialami di lingkungan.

Kemampuan menjelaskan proses terjadinya hujan. Kritis Tanggung jawab Kerja sama Pengamatan Mengumpulkan informasi berdiskusi Pengolahan data Minat siswa muncul Disiplin

Teliti Membedakan bentuk – bentuk awan.

Hasil belajar

(22)

2.4 Hipotesis

Berdasarkan kerangka pikir di atas maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut.

H0 : Tidak ada perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA siswa kelas

III SD dalam pembelajaran menggunakan model make a match dan model examples non examples

Ha : Ada perbedaan yang signifikan hasil belajar siswa kelas III SD

dalam pembelajaran IPA menggunakan model make a match dan examples non examples

Gambar

Tabel 2.1 Prosedur Pelaksanaan Pembelajaran IPA dengan model
Tabel 2.2 Prosedur Pelaksanaan Pembelajaran IPA dengan model

Referensi

Dokumen terkait

Penentuan kadar air dilakukan dengan cara menimbang 1-2 gram serbuk cabe jawa pada.. botol timbang yang bertutup yang telah diketahui

Hasil penelitian peningkatan kreativitas anak dengan menggunakan bahan sisa di Taman Kanak-kanak Aisyiyah 2 Duri, diperlukan pembahasan guna menjelaskan dan

Ekstrak metanol umbi bit tidak memiliki aktivitas sitotoksik terhadap cell line T47D yang ditandai dengan nilai % kehidupan sel pada berbagai seri konsentrasi

Definisi menurut Tata Sutabri pada buku Analisis Sistem Informasi (2012:117) , Data Flow Diagram adalah sebagai berikut : “Data Flow Diagram ini adalah

konservatif berusaha melestarikan status quo, sementara yang lainnya berusaha kembali kepada nilai-nilai dari zaman yang lampau, Orang-orang konservatif memusatkan konsentrasi

The sustainability of cocoa production in Tanggamus faced some weaknesses i.e: (1) low availability of high yielding planting materials and that resistant to pest and

Untuk mendeskripsikan relevansi nilai-nilai materi pendidikan agama Islam yang terkandung pada novel Cinta dalam 99 Nama-Mu karya Asma Nadia dengan

average-based fuzzy time series models , hasil yang di dapat dari penelitian tersebut adalah dilihat dari nilai AFER menunjukkan bahwa metode ini mendekati nilai