1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Logam emas telah dimanfaatkan secara luas sebagai salah satu komponen dalam peralatan listrik maupun elektronik seperti telepon selular, komputer, radio dan televisi disebabkan stabilitas kimia, konduktivitas dan ketahanan korosi yang tinggi serta mudah untuk dijadikan campuran logam. Hal ini mengakibatkan tingkat konsumsi emas pun bertambah dari waktu ke waktu sehingga jumlahnya di alam semakin menipis. Kelimpahan relatif emas di dalam kerak bumi diperkirakan sebesar 0,004 g ton-1, termasuk sekitar 0,001 g ton-1
terdapat di dalam perairan laut. Permintaan yang semakin meningkat namun ketersediaan di alam terbatas menyebabkan logam emas memiliki nilai ekonomis yang tinggi (Rusdiarso, 2007 dan Gurung dkk., 2013).
Seiring pesatnya kemajuan dan inovasi teknologi elektronika seperti sekarang ini, ditambah dengan meningkatnya kondisi kemakmuran masyarakat dan strategi pemasaran produk yang memikat mendorong orang untuk membeli model terbaru sebelum perangkat elektronik yang lama mengalami kerusakan. Hal ini menjadikan tingkat masa pakai barang-barang elektronika semakin pendek sehingga memicu peningkatan jumlah limbah listrik dan elektronik (e-waste) yang dihasilkan (Tay dkk., 2013). Pada tahun 2009 United Nations Environmental Program (UNEP) mengestimasikan sebanyak 40 juta ton e-waste dihasilkan per tahun.
Secara umum limbah peralatan elektronik dan listrik mengandung 40% logam, di antaranya logam-logam berat seperti tembaga (20%), timah (4%), nikel (22%), timbal (2%), perak (0,02%) dan logam mulia seperti emas (0,1%) (Gramatyka dkk., 2007). Walaupun kadar emas dalam satu set peralatan elektronik lebih rendah dibandingkan logam-logam penyusun lainnya ternyata jumlah tersebut secara signifikan lebih tinggi daripada kandungan emas dalam
bijihnya (Parajuli dkk., 2008). Apabila dilakukan perbandingan yang lebih rinci, dalam satu ton limbah elektronik terdapat logam Au sebesar 10-10000 g (Cui dan Zhang, 2008; Pham dan Thing, 2009) sedangkan isolasi emas langsung dari satu ton bijihnya hanya dapat diperoleh 0,5-13,5 g Au (Korte dkk., 2000). Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan recovery emas dari e-waste sebagai sumber sekunder mengingat besarnya keuntungan secara ekonomi yang dihasilkan dan salah satu usaha untuk mengurangi bahaya limbah bagi lingkungan.
Salah satu limbah elektronik yang dapat dijadikan sebagai sumber sekunder ialah PCB (Printed Circuit Board) yang mengandung 30% logam (tembaga dalam Circuit, timah, besi, timbal dalam solder dan lead frames, emas, perak dan palladium dalam IC dengan kadar sebesar 0,1%), 40% material organik serta 30% material gelas sebagai penguat fiber (Takanori dkk., 2009). Upaya memperoleh kembali logam emas dari limbah PCB tersebut dapat dilakukan dengan berbagai metode, salah satunya hidrometalurgi yang melibatkan reagen atau pereaksi kimia untuk melarutkan logamnya. Reagen yang dapat dimanfaatkan untuk proses pelarutan tersebut di antaranya sianida, akua regia, tiourea, tiosulfat maupun tiosianat. Menurut Park dan Fray (2009) akuaregia dapat melarutkan logam Au yang terkandung dalam PCB menghasilkan kompleks [AuCl4]ꟷ yang stabil. Dalam proses tersebut probabilitas logam yang dapat
terlarut tidak hanya Au tetapi juga logam-logam lain yang tidak diharapkan sehingga perlu disertai tahapan lanjutan guna memisahkan emas dari campuran logam lainnya.
Beberapa metode telah dilakukan sebagai usaha pemisahan emas di antaranya ekstraksi pelarut dan adsorpsi yang banyak diaplikasikan sebab kemudahan dan efektivitasnya (Gurung, 2011). Metode ekstraksi pelarut menggunakan sianida dan merkuri (amalgamasi) sebagai ekstraktannya merupakan metode isolasi emas yang sampai sekarang masih banyak digunakan untuk keperluan eksploitasi emas pada skala industri (Hiskey, 1985 dan Lee, 1994). Natrium sianida sebagai prekursor pengekstrak emas telah digunakan
selama lebih dari 100 tahun karena pertimbangan keberhasilan dalam mengekstraksi emas dan harganya yang murah (Watling, 2007). Namun demikian, penggunaan kedua metode ini memiliki dampak yang berbahaya baik bagi lingkungan maupun kelangsungan makhluk hidup yang ada di dalamnya sehingga perlu dikembangkan suatu metode alternatif lain yang lebih efektif, efisien serta ramah lingkungan untuk mengekstraksi emas dari sumber sekunder. Metode lain yang dapat digunakan untuk mengekstraksi emas dari sumber sekunder ialah adsorpsi yang memiliki beberapa keunggulan yaitu proses yang mudah, harga relatif murah, kapasitas yang besar serta dapat dilakukan pada konsentrasi rendah (Thomas dan Crittenden, 1998). Salah satu metode adsorpsi emas yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti ialah menggunakan adsorben berupa material hidrotalsit (HT). Material HT merupakan clay anionik yang terdiri dari hidroksida lapis ganda dan mempunyai lapisan bermuatan positif akibat adanya pergantian kation logam Mg2+ oleh Al3+ sehingga mampu
mengadsorpsi senyawa anionik (Cavani dkk., 1991). Iksan (2011) telah berhasil mensintesis Mg/Al HT dengan anion antar lapis NO3ꟷ untuk mengadsorpsi ion
logam Au(III) dalam bentuk larutan [AuCl4]ꟷ namun Au(III) yang teradsorpsi
belum mampu tereduksi menjadi Au(0). Berdasarkan penelitian tersebut, perlu dilakukan modifikasi adsorben HT agar dapat terjadi adsorpsi sekaligus reduksi Au(III) menjadi Au(0).
Modifikasi yang dilakukan biasanya dengan senyawa organik yang memiliki potensial reduksi yang bernilai negatif sehingga berpotensi sebagai reduktor bagi spesi kimia lain yang lebih elektropositif. Rovita (2013) menggunakan salah satu senyawa organik turunan fenol seperti asam salisilat yang memiliki satu gugus hidroksi (ꟷOH) untuk modifikasi HT yang mana HT yang termodifikasi asam salisilat mampu mengadsorpsi [AuCl4]ꟷ sekaligus
mereduksinya menjadi Au(0). Kemampuan asam salisilat sebagai reduktor didasarkan pada gugus hidroksi yang terikat langsung pada cincin aromatis kaya akan elektron yang mampu beresonansi sehingga memudahkan transfer elektron
ke ion logam yang akan tereduksi. Namun demikian metode adsorpsi-reduksi ini memiliki kekurangan yaitu Au(0) hasil adsorpsi-reduksi [AuCl4]ꟷ pada material
Mg/Al HT-AS tersebut masih terjerap baik di permukaan adsorben dan belum mampu terlepas. Oleh karena itu perlu adanya keterlibatan suatu capping agent untuk melepaskan keterikatan emas dari permukaan material Mg/Al HT-AS sehingga recovery logam emas dapat terjadi.
Khrisnamurthy dan Yun (2012) melakukan perbandingan ekstraksi nanopartikel emas (AuNP) yang terjerap dalam biomassa mikroba bakteri Jeotgalibacillus sp. menggunakan asam organik seperti cetyltrimethylammonium bromide (CTAB), sodium dodecyl sulfate (SDS) dan natrium sitrat sebagai reduktor sekaligus capping agent AuNP. Berdasarkan penelitian tersebut diketahui bahwa natrium sitrat dan SDS mampu mengekstraksi sampai 75% AuNP yang terjerap sementara CTAB menunjukkan hasil yang berbeda dengan rendahnya jumlah AuNP yang terekstrasi dari bakteri sehingga kurang efektif digunakan.
Andreani (2015) menggunakan SDS dan natrium sitrat sebagai capping agent untuk recovery Au(0) hasil reduksi [AuCl4]ꟷ pada material Mg/Al HT
terimobilisasi reduktor asam askorbat dengan hasil akhir diketahui bahwa natrium sitrat terbukti lebih baik daripada SDS dalam mendesorpsi AuNP dengan ukuran diameter rata-rata sebesar 32 nm. Berdasarkan hasil tersebut maka penelitian ini menggunakan capping agent natrium sitrat untuk mendesorpsi Au(0) hasil adsorpsi-reduksi [AuCl4]ꟷ yang masih terikat pada permukaan
adsorben Mg/Al HT terimobilisasi asam salisilat sehingga dapat diperoleh AuNP terstabilkan sitrat yang selanjutnya disentrifugasi dengan kecepatan tinggi untuk menghasilkan endapan emas murni. Hal yang terkait dengan pengaruh parameter variasi pH dan konsentrasi natrium sitrat serta waktu sonikasi dalam proses sintesis AuNP serta usaha recovery emas dari AuNP hasil desorpsinya menjadi fokus bahasan utama dalam penelitian ini.
I.2 Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:
1. Melakukan adsorpsi-reduksi [AuCl4]ꟷ menggunakan Mg/Al HT terimobilisasi
asam salisilat (Mg/Al HT-AS) dan karakterisasinya.
2. Mengetahui pengaruh keasaman, konsentrasi serta waktu sonikasi pada proses desorpsi Mg/Al HT-AS-Au menggunakan capping agent natrium sitrat dalam mensintesis AuNP.
3. Melakukan recovery logam emas murni dari AuNP hasil desorpsi.
I.3 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Memberikan informasi ilmiah mengenai metode alternatif recovery emas menggunakan natrium sitrat dari Au hasil adsorpsi-reduksi [AuCl4]ꟷ pada
Mg/Al HT-AS dan kajian pembentukan AuNP hasil desorpsinya.
2. Memberikan informasi bahwa recovery emas dari sumber sekunder dapat dilakukan dengan material ramah lingkungan yaitu Mg/Al HT-AS.