• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROBLEMATIKA MENGHAFAL AL-QUR’AN DI PONDOK PESANTREN AL-MUNTAHA CEBONGAN ARGOMULYO SALATIGA TAHUN 20172018 SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PROBLEMATIKA MENGHAFAL AL-QUR’AN DI PONDOK PESANTREN AL-MUNTAHA CEBONGAN ARGOMULYO SALATIGA TAHUN 20172018 SKRIPSI"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

PROBLEMATIKA MENGHAFAL AL-

QUR’AN

DI PONDOK PESANTREN AL-MUNTAHA CEBONGAN

ARGOMULYO SALATIGA TAHUN 2017/2018

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh:

FARICHATUL CHUSNA NIM 11114286

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

(2)
(3)

PROBLEMATIKA MENGHAFAL AL-

QUR’AN

DI PONDOK PESANTREN AL-MUNTAHA CEBONGAN

ARGOMULYO SALATIGA TAHUN 2017/2018

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh:

FARICHATUL CHUSNA NIM 11114286

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

(4)
(5)
(6)
(7)
(8)

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

َعَت ْهَمْ مُكُرْيَخ

ُهَمَّلَعَو َنآْرُقْلاَ مَّل

Orang yang paling baik diantara kalian adalah seseorang

yang belajar al-

Qur’an dan mengajarkannya “. (HR.Bukhori)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan kepada:

1. Ibu Tapsiyah dan Bapak Ahmad Ihsan sebagai wujud baktiku padanya, yang senantiasa mencurahkan kasih sayang dan doanya untukku.

2. Saudara-saudara (kang Sobarun, kang Basori, yu Umi, dan kang Najib) yang selalu mendukung dan memberikan semangat.

3. Ibu Nyai Hj. Siti Zulaecho selaku pengasuh PPTQ Al-Muntaha yang selalu mendoakanku.

4. Sahabat-sahabatku (Ryda, Nunung, Mb Apip, Mira, Eka, Vera, Hima, Rizkiana, Okta, Hana, Laela, Zubaid) yang selalu menemaniku dan memberiku semangat. 5. Keluarga besar PPTQ Al-Muntaha yang saya sayangi.

(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan banyak rahmat dan hidayah-Nya, sehingga bisa menikmati indahnya Islam di dunia ini. Sholawat serta salam selalu tercurahkan pada junjungan Nabi Agung Muhammad SAW yang telah membimbing manusia dari zaman kegelapan hingga zaman yang terang benderang dan yang selalu dinantikan syafaatnya di hari kiamat kelak. Segala syukur penulis panjatkan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi dengan judul “Problematika Menghafal al-Qur‟an Di Pondok Pesantren Al-Muntaha Cebongan Argomulyo Salatiga Tahun 2017/2018”

Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar S1 Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Jurusan Pendidikan Agama Islam Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Dalam penyusunan skripsi ini penulis menyadari bahwa masih banyak sekali kekurangan di dalamnya. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak penulis tidak akan bisa menyelesaikan skripsi ini dengan lancar.

Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. H. Rahmat Haryadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga

(10)

4. Bapak Muh. Hafidz, M.Ag. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah mencurahkan pikiran, tenaga, dan pengorbanan waktunya dalam upaya membimbing penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak Yedi Efriadi, M.Ag. selaku pembimbing akademik.

6. Seluruh dosen dan karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak membantu selama kuliah hingga menyelesaikan skripsi ini.

7. Pengasuh, ustadzah, dan santri PPTQ al-Muntaha Salatiga yang telah memberikan ijin serta membantu penulis dalam melakukan penelitian di pondok pesantren tersebut.

8. Bapak, ibu, keluarga, dan seluruh pihak yang selalu mendorong dan memberikan motivasi dalam menyelesaikan kuliah di IAIN Salatiga.

9. PAI H, Keluarga PPL SMPN 1 Tengaran, dan kelompok KKN posko 126 Padas yang telah memberikanku pengalaman hidup yang luar biasa.

Atas semua bantuan yang telah diberikan, penulis hanya dapat berdoa semoga amal mereka mendapat balasan yang lebih baik dan mendapat kesuksesan dunia akhirat, amin.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, masih banyak kekurangan baik isi maupun metodologi. Untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat diperlukan dalam kesempurnaan skripsi ini.

(11)

ABSTRAK

Chusna, Farichatul. 2018. Problematika Menghafal al-Qur’an Di Pondok Pesantren

al-Muntaha Cebongan Argomulyo Salatiga Tahun 2017/2018. Skripsi.

IAIN Salatiga. Pembimbing: Muh. Hafidz, M.Ag.

Kata Kunci: Problematika Menghafal al-Qur’an, Pondok Pesantren

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui problematika menghafal al-Qur‟an di Pondok Pesantren al-Muntaha Cebongan Argomulyo Salatiga. Pertanyaan yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah: 1) apa saja problematika santri dalam menghafal al-Qur‟an di Pondok Pesantren al-Muntaha. 2) Solusi apa saja yang dilakukan oleh Pondok Pesantren al-Muntaha dalam mengatasi problematika dalam menghafal al-Qur‟an.

Penelitian ini menggunakan pendekatan lapangan (field research) dengan metode kualitatif. Teknik pengumpulan datanya adalah dengan wawancara, melalui pengasuh, ustadz, pengurus dan santriwati, observasi, yaitu terkait dengan proses pembelajaran santri maupun kegiatan santri dalam menghafal al-Qur‟an dan dokumentasi.

Temuan peneliti ini menunjukkan bahwa: 1) Dalam proses menghafal

al-Qur‟an di Pondok Pesantren al-Muntaha banyak sekali ditemukan problem/masalah. Problem tersebut diantaranya, pertama rasa malas, kedua kurang dapat membagi waktu, ketiga pengaruh teknologi atau hp, keempat tidak menguasai makhorijul huruf dan tadwid, dan kelima adalah teman yang buruk akhlaknya. Dari pihak pengasuh maupun ustadz juga berpendapat bahwa problematika santri dalam menghafal

al-Qur‟an yaitu rasa malas, selain itu dengan adanya teknologi atau hp, mereka

(12)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN BERLOGO ... ii

JUDUL ... iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

PENGESAHAN KELULUSAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... vi

DEKLARASI ... vii

MOTO DAN PERSEMBAHAN... viii

KATA PENGANTAR ... ix

ABSTRAK ... xi

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Fokus Penelitian ... 4

C. Tujuan Penelitian... 5

D. Kegunaan Penelitian ... 5

E. Kajian Peneliti Terdahulu... 6

(13)

BAB II LANDASAN TEORI ... 9

A. Menghafal al-Qur‟an ... 9

1. Pengertian Menghafal al-Qur‟an ... 9

2. Syarat-syarat Menghafal al-Qur‟an ... 11

3. Adab Menghafal al-Qur‟an ... 13

4. Metode Menghafal al-Qur‟an ... 14

5. Keutamaan Menghafal al-Qur‟an ... 17

6. Problematika Menghafal al-Qur‟an... 19

7. Kiat-kiat Menghafal al-Qur‟an ... 23

8. Hukum Menghafal al-Qur‟an ... 25

B. Pondok Pesantren ... 28

1. Pengertian Pondok Pesantren ... 28

2. Macam-macam Pesantren ... 29

3. Elemen-elemen Pondok Pesantren ... .30

4. Metode Pengajaran Dalam Pondok Pesantren ... 32

5. Fungsi Pondok Pesantren ... 34

BAB III METODE PENELITIAN ... 35

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian... 35

B. Lokasi Penelitian ... 36

(14)

E. Analisis Data ... 39

F. Pengecekan Keabsahan Data... 39

G. Tahap-tahap Penelitian ... 40

BAB IV PAPARAN DATA DAN ANALISIS ... 43

A. Paparan Data ... 43

1. Gambaran Umum Lokasi dan Subyek Penelitian ... 43

2. Temuan Penelitian ... 58

B. Analisis Data... 64

BAB V PENUTUP ... 69

A. Kesimpulan... 69

B. Saran ... 70

(15)

DAFTAR TABEL

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Daftar SKK

2. Daftar Riwayat Hidup 3. Nota Pembimbing Skripsi

4. Surat Permohonan Izin Melakukan Penelitian 5. Lembar Konsultasi

6. Instrumen Pengumpulan Data 7. Kode Penelitian

(17)

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Menghafal al-Qur‟an merupakan suatu perbuatan yang sangat terpuji dan mulia. Hukum menghafal al-Qur‟an adalah fardu kifayah. Apabila sebagian orang melakukannya, maka gugurlah dosa dari yang lain (Badwilan, 2009: 23). Dalam ajaran Islam, menghafal al-Qur‟an merupakan sebuah perintah dari Allah. Hal ini ditunjukkan dengan firman Allah yang pertama turun yaitu surat Al-Alaq yang dimulai dengan kata iqra’ atau perintah membaca merupakan kata pertama dan alangkah pentingnya jika diulang dua kali. Kata iqra’ yang terambil dari kata dasar qara’a pada mulanya berarti

„menghimpun‟. Arti kata ini menunjukkan bahwa iqra’ yang diterjemahkan

dengan „bacalah‟ tidak mengharuskan adanya suatu teks tertulis yang dibaca,

tidak pula harus diucapkan sehingga terdengar oleh orang lain (Syarifuddin, 2004: 20).

Adapun keutamaan membaca dan menghafal al-Qur‟an adalah individu yang mengamalkan akan menjadi sebaik-baik orang, dinaikkan derajadnya oleh Allah. Al-Qur‟an memberikan syafaat kepada orang yang membacanya. Bahkan Allah menjanjikan akan memberi orang tua bagi anaknya yang menghafal al-Qur‟an sebuah mahkota yang bersinar (pahala

(18)

dari siksaan, hatinya menjadi tenang dan tentram, serta dijauhkan dari penyakit menua yaitu kepikunan.

Seseorang yang ingin menghafalkan al-Qur‟an hendaknya membaca dengan benar terlebih dahulu. Dan dianjurkan agar sang penghafal untuk lebih dahulu lancar dalam membaca al-Qur‟an. Sebab kelancaran saat membaca niscaya akan cepat dalam menghafalkannya. Seseorang yang sudah lancar membaca al-Qur‟an pasti sudah tidak asing lagi dengan keberadaan ayat-ayat al-Qur‟an, sehingga tidak membutuhkan pengenalan ayat dan tidak membaca terlalu lama sebelum dihafal. Bacaan bukan hanya lancar saja, melainkan harus baik, benar, fasih, serta benar-benar menguasai dan memahami ilmu tajwid. Hal ini sangat diperlukan agar tidak terjadi kesalahan terhadap materi yang dihafalkannya. Jika bacaan salah maka hasil yang dihafalkan pun akan salah, sehingga untuk memperbaikinya dibutuhkan ketelitian waktu relatif lama. Kesalahan dari kebanyakan mereka yang bertekad dan berencana untuk menghafal yaitu keliru dalam pengucapannya. Sehingga sebelum menghafal seseorang harus mampu memperbaiki ucapan dan bacaan al-Qur‟an dengan benar.

(19)

menghafalkan al-Qur‟an. Sekian banyak santri yang mukim di pondok tersebut, terdapat dua kelompok yaitu santri yang hanya mondok untuk menghafal al-Qur‟an dan santri mondok untuk menghafalkan al-Qur‟an sambil sekolah (MTS, MA, Kuliah).

Dilihat dari kondisi santri penghafal al-Qur‟an yang ada di pondok pesantren al-Muntaha Cebongan Argomulyo Salatiga itu mayoritas santrinya kuliah di IAIN Salatiga yang berbasis agama Islam, maka tidak menutup kemungkinan santri tersebut dulunya ketika SMP/MTS atau SMA/MA sudah mondok, baik di pondok salafiyah maupun pondok modern pasti telah mengenyam banyak ilmu tentang al-Qur‟an.

Diantara santri memiliki hafalan yang berbeda-beda, secara garis besar hafalan al-Qur‟an pada santri dikategorikan baik dan kurang baik. Hafalan yang baik dapat dilihat dari ketepatan bacaan al-Qur‟annya (sesuai dengan

tajwid, serta kelancaran dalam mengucapkan hafalan). Sedangkan hafalan yang kurang baik adalah ketika membaca belum sesuai dengan tajwid, kadang masih terjadi kekeliruan dan kurang lancar pada hafalannya dikarenakan kurangnya muraja’ah (pengulangan).

(20)

al-generasi ke al-generasi dengan cara membentuk lembaga khusus (pondok pesantren) untuk menghafal, menjaga dan memelihara al-Qur‟an. Hal ini dimaksudkan ketika ada problematika dalam menghafal al-Qur‟an, seorang penghafal al-Qur‟an ataupun seorang pengampu pondok pesantren (kyai

maupun ustadz/ustadzah) mampu memilih solusi yang tepat untuk mengatasinya dan mampu meningkatkan mutu hafalan pada santrinya dengan kaidah yang benar, yaitu dengan tadwid dan kefasihannya. Atas dasar fenomena tersebut, mendorong peneliti untuk mengadakan penelitian yang berjudul: “PROBLEMATIKA MENGHAFAL AL-QUR’AN DI PONDOK PESANTREN AL-MUNTAHA CEBONGAN ARGOMULYO SALATIGA

TAHUN 2017/2018.

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti mengajukan masalah sebagai berikut:

1. Apa problem yang dialami santri dalam menghafal al-Qur‟an di Pondok Pesantren al-Muntaha Cebongan Argomulyo Salatiga?

(21)

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui problem yang dialami santri dalam menghafal

al-Qur‟an di Pondok Pesantren al-Muntaha Cebongan Argomulyo Salatiga. 2. Untuk mengetahui solusi pada santri dalam mengatasi problem menghafal

al-Qur‟an di Pondok Pesantren al-Muntaha Cebongan Argomulyo Salatiga.

D. Kegunaan Penelitian

Berdasarkan masalah dan tujuan di atas, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat, baik secara teoritis maupun secara praktis, diantaranya: 1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini dapat menambah khasanah keilmuan terkait dengan materi serta mengetahui dan menemukan metode dalam menghafal al-Qur‟an.

2. Manfaat Praktis

Penelitian dapat menambah wawasan tentang bagaimana proses santri-santri dalam menghafal al-Qur‟an.

a. Penunjang dalam pengembang pengetahuan peneliti yang berkaitan dengan problematika santri dalam menghafalkan al-Qur‟an di pondok tersebut.

(22)

c. Lebih memperluas dan memperdalam khazanah keilmuan yang dimiliki peneliti khususnya dalam bidang keagamaan.

E. Kajian Peneliti Terdahulu

Pertama, skripsi atas nama Khoirul Huda (Universitas

Muhammadiyah Surakarta, 2010) dalam skripsinya “Problematika Pembelajaran Tahfidzul Qur‟an pada siswa kelas V di SDIT Muhammadiyah

al-Kausar Gumpang Kartasura Tahun ajaran 2009/2010”, menyimpulkan

bahwa kendala dan problem dalam pembelajaran Tahfidzul Qur‟an di SDIT

Muhammadiyah al-Kausar, yaitu:

1. Factor waktu: waktunya kurang lama. 2. Kurang melakukan pengulangan.

3. Kurang menggunakan media dan sumber belajar.

4. Factor peserta didik: belum mengetahui cara menghafal, tidak bisa mengatur waktu, malas.

5. Factor tenaga pendidik: kurang tenaga pengajar.

6. Factor lingkungan: tempat menghafal hanya di dalam kelas.

Kedua, Maksur (UMS, 2008) dalam skripsinya “Problematika Pembelajaran Tahfidzul Qur‟an pada siswa kelas II MTs Al Irsyad Tengaran

Semarang tahun 2007/2008”, menyimpulkan bahwa masalah yang dihadapi

terdiri dari beberapa factor, yaitu:

(23)

3. Metode pembelajaran: metode yang digunakan kurang variatif. 4. Materi pembelajaran: tidak ada materi tajwid.

5. Alokasi waktu: kurangnya waktu.

6. Media pembelajaran: belum maksimal dalam menggunakannya.

Ketiga, Subandi (UMS, 2012) dalam skripsinya “Problematika

Pembelajran Tahfidzul Qur‟an di Lingkungan Masyarakat Kota (studi kasus

pada siswa kelas VIII MTs al-I‟tisham Wonosari Gunung Kidul Tahun

Pelajaran 2011/2012)” menyimpulkan bahwa masalah yang dihadapi terdiri

dari beberapa factor, yaitu:

1. Permasalahan siswa yang berkaitan dengan diri siswa sendiri. a. Sikap malas dari siswa.

b. Bacaan siswa sering terbolak-balik. c. Kurang menguasai ilmu tajwid.

d. Siswa enggan mengulang-ulang bacaan yang telah dihafal. e. Waktu menghafal siswa kurang tepat yaitu setelah subuh. 2. Permasalaha siswa yang berkaitan dengan lingkungan.

a. Terdengarnya lagu dan music di sekitar MTs al-I‟tisham, baik dari rumah warga ataupun dari pusat kota Wonosari.

b. Terbukanya aurat wanita di sekitar MTs al-I‟tisham, baik dari tetangga ataupun pengguna jalan.

(24)

Dari penelusuran terhadap peneliti terdahulu, bahwa tidak ada satu penelitianpun, yang meneliti tentang Problematika Menghafal al-Qur‟an Di Pesantren al-Muntaha Cebongan Argomulyo Salatiga Tahun 2017/2018 bisa dinilai layak untuk dikaji lebih lanjut untuk dijadikan sebagai objek penelitian.

F. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan ini, penulis menyusun ke dalam 5 (lima) bab yang rinciannya sebagai berikut:

Bab I, Pendahuluan, berisi latar belakang masalah, focus penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kajian peneliti terdahulu, dan sistematika penulisan.

Bab II, Landasan Teori, berisi tentang landasan teori yang berkaitan dengan objek penelitian.

Bab III, Metode Penelitian, berisi tentang pendekatan dan jenis penelitian, lokasi penelitian, sumber data, prosedur pengumpulan data, analisis data, pengecekan keabsahan data, dan tahap-tahap penelitian.

Bab IV, Paparan Data dan Analisis, meliputi paparan data, dan analisis data.

(25)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Menghafal al-Qur’an

1. Pengertian Menghafal al-Qur‟an

Menghafal menurut kamus besar Bahasa Indoesia, bahwa menghafal berasal dari kata dasar hafal yang artinya telah masuk ingatan dapat mengucapkan diluar kepala tanpa melihat buku (Pusat Bahasa, 2007: 381).

Senada dengan kamus bahasa Indonesia, menghafal dalam Bahasa arab berasal dari kata hafizho-yahfazhu-hifzhon yang berarti menjaga, menyamankan, dan memelihara (Junus, 2001: 105). Selanjutnya orang yang hafal disebut penjaga, pengawal, pemelihara, penghafal/diluar kepala (Soleh, 1999: 724).

(26)

Al-Qur‟an menurut Bahasa adalah bentuk masdar dari qoro’a yang berarti bacaan, berbicara tentang apa yang tertulis padanya melihat dan menelaah. Secara istilah al-Qur‟an adalah kalam Allah SWT yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai mukjizat dan membacanya adalah ibadah (Syarifuddin, 1997, 46).

Al-Qur‟an adalah wahyu atau firman Allah SWT untuk menjadi pedoman

dan petunjuk bagi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT, tidak ada satu kitab pun didunia ini yang lengkap dan sempurna seperti halnya kitab al-Qur‟an (Mardiyo, 1999: 23).

Menghafal al-Qur‟an ialah suatu proses menjaga dan melestarikan kemurnian kitab suci yang diturunkan kepada Rasulullah di luar kepala agar tidak terjadi perubahan dan pemalsuan serta dapat menjaga dari kelupaan, baik secara keseluruhan maupun sebagiannya (Munjahid, 2007: 74).

(27)

dasarnya telah terpelihara dari kemusnahan dengan dua cara utama: pertama, menimpannya ke dalam dada manusia atau menghafalkannya, dan kedua, mencatatnya secara tertulis di berbagai jenis bahan yang bisa ditulis, semacam kulit binatang, pelepah kurma, dan tulang belulang.

2. Syarat-Syarat Menghafal al-Qur‟an

Menghafal al-Qur‟an bukan merupakan suatu ketentuan hukum yang harus dilakukan oleh orang yang memeluk agama Islam. Oleh karena itu menghafal al-Qur‟an tidak mempunyai syarat-syarat yang mengikat sebagai ketentuan hukum. Syarat-syarat yang harus ada dimiliki oleh serang calon penghafal al-Qur‟an adalah syarat-syarat yang berhubungan dengan naluri insaniyah semata. Syarat-syarat tersebut ialah:

a. Niat Yang Ikhlas

Niat yang ikhlas dan matang bagi calon penghafal

al-Qur‟an sangat diperlukan, sebab apabila sudah ada niat yang

matang dari calon penghafal berarti hasrat dan kemauan sudah tertanam dilubuk hati tentu kesulitan apapun yang menghalanginya akan ditanggulangi.

(28)

disisi Allah SWT. Menghafal al-Qur‟an termasuk perbuatan yang baik dan merupakan ibadah yang paling mulia, maka harus diserati niat yang ikhlas mencari ridho Allah SWT dan kebahagiaan

akhirat (Qori‟, 1998: 14).

b. Menjauhi Sifat Madzmumah

Sifat madzmumah adalah suatu sifat tercela yang harus dijauhi oleh setiap orang muslim, terutama di dalam menghafal

al-Qur‟an. Sifat madzmumah ini sangat besar pengaruhnya terhadap

orang-orang menghafal al-Qur‟an. Karena al-Qur‟an adalah kitab suci bagi umat islam yang tidak boleh dinodai oleh siapapun dan dengan bentuk apapun (Rouf, 1996:75).

Diantara sifat-sifat tercela tersebut adalah: khianat, bakhil, pemarah, membicarakan aib orang, iri hati, memutuskan silaturrahmi, cinta dunia, berlebih-lebihan, sombong, dusta,

ingkar, pengumpat, riya‟, banyak cakap, banyak makan, angkuh,

meremehkan orang lain, penakut, takabbur, dan sebagainya. Sifat-sifat tercela tersebut mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkembangan jiwa dan mengusik ketenangan hati orang yang sedang dalam proses menghafal al-Qur‟an.

c. Izin Orang Tua, Wali atau Suami

(29)

menciptkan saling pengertian antara kedua belah pihak, yakni antara orang tua dengan anak, antara suami dengan istri, atau antara wali dengan orang yang berada di bawah perwaliannya (Hafidz, 2000: 54).

3. Adab Menghafal Al-Qur‟an

Segala sifat dan karakter hendaklah selalu baik, dan menjaga diri jangan sampai ada larangan al-Qur‟an yang dilakukannya. Hal itu dilakukan demi mengagungkan dan menghormati al-Qur‟an Al-Karim. Diharapkan tidak melakukan usaha yang bertentangan dengan seruan al-Qur‟an. Kemudian selain itu, harus menjaga kemuliaan diri dari pribadinya. Berhadapan dengan orang-orang sombong (yang tidak tunduk kepada al-Qur‟an) tidak boleh tunduk dan berlemah lembut, dan jangan sampai terlihat hina dihadapan orang-orang yang justru menentang al-Qur‟an. Sebaiknya perlu bertawadhu‟terhadap orang -orang saleh, -orang baik dan dermawan, serta terhadap -orang miskin

dan fakir. Diharapkan sekali selalu tampil serius dan khusyu‟, penuh

karisma dan kalem (Nawawi, 1996: 65).

Sedangkan menurut Ahsin (1994: 65) etika orang yang hafal al-Qur‟an ialah:

a. harus bertingkah laku terpuji dan mulia, yakni berakhlak

(30)

b. Melepaskan jiwanya dari segala yang merendahkan dirinya terhadap orang-orang ahli keduniaan.

c. Khusyu‟, sakinah dan waqar. d. Memperbanyak sholat malam.

e. Memperbanyak membaca al-Qur‟an pada malam hari, sebagaimana banyak dilakukan oleh para sahabat Rasulullah. Dari beberapa adab yang telah dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa adab-adab penghafal al-Qur‟an meliputi harus bertingkah laku terpuji dan mulia, diharapkan sekali selalu tampil serius dan khusyu‟.

4. Metode Menghafal al-Qur‟an

Banyak sekali metode-metode yang mungkin bisa dikembangkan dalam rangka mencari alternatif terbaik untuk menghafal al-Qur‟an. Dan diharapkan bisa memberi bantuan kepada para penghafal al-Qur‟an, metode-metode tersebut adalah:

a. Metode Wahdah

(31)

seterusnya hingga mencapai satu muka. Setelah ayat-ayat dalam satu muka telah dihafalnya, maka giliran menghafal urutan-urutan ayat dalam satu muka.

b. Metode Kithobah

Kithobah artinya menulis. Pada metode ini penghafal terlebih dahulu menulis ayat-ayat yang akan dihafalnya pada secarik kertas yang telah disediakan. Kemudian ayat tersebut dibacanya sehingga lancar dan benar bacaannya, lalu dihafalnya. Menghafalnya bisa dengan metode wahdah atau dengan metode yang berkali-kali menuliskannya sehingga ia dapat sambil mengafalnya dalam hati.

c. Metode Sima‟i

Sima‟i artinya mendengar, yaitu mendengarkan sesuatu bacaan untuk dihafalnya. Metode ini sangat efektif bagi penghafal yang mempunyai daya ingat ekstra. Terutama bagi penghafal tunanetra atau anak-anak yang masih kecil dibawah umur yang belum mengenal tulis baca al-Qur‟an. Metode ini dilakukan dengan dua alternatif:

(32)

2) Merekam terlebih dahulu ayat-ayat yang akan dihafalnya kedalam pita kaset sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.

d. Metode Gabungan

Metode ini adalah gabungan antara metode wahdah dan metode kithabah yakni penghafal menghafalkan ayat-ayat sampai hafal betul. Setelah selesai menghafalkan ayat-ayat sampai hafal betul. Kemudian setelah selesai, penghafal mencoba menulis ayat tersebut yang sudah dihafalnya diatas kertas. Jika ia mampu memproduksi kembali ayat-ayat yang dihafal, dibaca secara kolektif atau bersama-sama dipimpin oleh seorang instruktur membacakan satu ayat atau beberapa ayat dan santri bisa menirukan secara bersama-sama.

e. Metode Jama‟

(33)

Pada prinsinya semua metode di atas baik sekali untuk dijadikan pedoman menghafal Al-Qur‟an, salah satu diantaranya atau dipakai semua orang sebagai alternative atau selingan dari mengerjakan suatu pekerjaan yang berkesan monoton, sehingga dengan demikian akan menghilangkan kejenuhan dalam proses menghafal al-Qur‟an.

5. Keutamaan dan Keistimewaan Para Penghafal Al-Qur‟an

Ada beberapa manfaat dan keutamaan menghafal al-Qur‟an. Menurut Imam Nawawi dalam kitabnya At-Tibyan Fi Adabi Hamalati al-Qur‟an yang dikutip oleh (Wahid, 222: 145-149), manfaat dan keutamaan tersebut ialah sebagai berikut:

a. al-Qur‟an adalah pemberi syafaat pada hari kiamat bagi umat manusia yang membaca, memahami dan mengamalkannya.

b. Para penghafal al-Qur‟an telah dijanjikan derajat yang tinggi dissisi Allah SWT, pahala yang besar, serta penghormatan diantara sesama manusia.

c. al-Qur‟an menjadi hujjah atau pembela bagi pembacanya serta sebagai pelindung dari siksaan api neraka.

d. Para penghafal al-Qur‟an akan mendapatkan fasilitas khusus dari Allah SWT, yaitu berupa terkabulnya segala harapan, serta

(34)

e. Para penghafal al-Qur‟an berpotensi untuk mendapatkan pahala yang banyak karena sering membaca (taqrir) dan mengkaji

Al-Qur‟an.

f. Para penghafal al-Qur‟an diprioritaskan untuk menjadi imam dalam shalat.

g. Para penghafal al-Qur‟an menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mempelajari dan mengajarkan sesuatu yang bermanfaat dan bernilai ibadah.

h. Para penghafal al-Qur‟an itu adalah para ilmuan. i. Para penghafal al-Qur‟an adalah keluarga Allah SWT.

j. Para penghafal al-Qur‟an adalah orang-orang yang mulia dari umat Rasulullah SAW.

k. Para penghafal al-Qur‟an kedudukannya hampir sama dengan Rasulullah SAW.

l. Menghafal al-Qur‟an adalah salah satu kenikmatan paling besar yang telah diberikan oleh Allah SWT kepada orang yang menghafalkan al-Qur‟an.

m. Mencintai para penghafal al-Qur‟an sama halnya dengan mencintai Allah SWT.

(35)

memberikan petunjuk kepada seluruh umat manusia agar berada di jalan yang lurus dan keluar dari kegelapan menuju cahaya terang, dan tidak ada keburukan sedikitpun didalamnya. Oleh karena itu, sebaik-baik manusia adalah mereka yang mempelajari al-Qur‟an dan mengajarkannya.

6. Problematika Menghafal Al-Qur‟an

Dalam kehidupan yang kita jalani, tidaklah ditemukan sebuah raihan prestasi tanpa ujian dan cobaan. Dalam ujian dan cobaan tersebut akan ditemukan dan ditentukan siapa yang menang dan siapa yang kalah.

(36)

Berikut ini adalah problematika factor internal dan factor eksternal yang sering muncul, yang dialami oleh para penghafal

al-Qur‟an diantaranya adalah:

a. Faktor Internal

1) Malas Melakukan Simaan

Salah satu metode agar hafalan tidak mudah lupa adalah dengan melakukan simaan dengan sesama teman, senior, atau kepada guru dari ayat-ayat yang telah dihafalkan. Namun, jika malah atau tidak mengikuti simaan, hal tersebut akan dapat menyebabkan hafalan mudah hilang. Selain itu jika tidak suka melakukan simaan, ketika ada kesalahan ayat hal itu tidak akan terdeteksi. Sebab tidak ada teman yang mendengarkan hafalan tersebut.

Oleh karena itu, perbanyaklah melakukan simaan. Sebab dengan banyak melakukan simaan, sama halnya mengulang hafalan yang terdahulu ataupun yang baru (tidak istiqomah).

2) Bersikap Sombong

(37)

sombong selalu disibukkan untuk memikirkan hal lain, selain hafalan.

Sesungguhnya orang yang sombong akan cepat diturunkan derajatnya oleh Allah swt, bagaikan debu yang terbang terlalu tinggi lalu dihempas oleh angin dan jatuh ke bawah lagi. Oleh karena itu, hendaknya para penghafal

al-Qur‟an benar-benar menjauhi sifat sombong agar hafalannya

terpelihara dan terjaga dengan baik, serta tidak disibukkan dengan hal-hal yang tidak ada manfaatnya (Alawiyah, 2015: 126-130).

3) Tidak Mengulang Hafalan Secara Rutin

(38)

Dengan demikian, ketidak konsistenan dalam mengulang hafalan juga akan mempercepat hilangnya hafalan.

4) Terlalu Berambisi Menambah Banyak Hafalan Baru

Salah satu factor cepat lupa atau hilang adalah karena tergesa-gesa dalam menghafal, keinginan untuk selalu menambah dalam waktu yang singkat dan ingin segera pindah ke hafalan yang lain, padahal hafalan yang lama belum kokoh. Jika hafalan belum lancar, jangan sesekali berpindah ke hafalan yang baru. Sebab, apabila hafalan sebelumnya belum lancar, usaha hafalan yang sudah dilakukan akan menjadi sia-sia saja. Oleh sebab itu, supaya hafalan tidak mudah hilang buatlah target hafalan dalam setiap harinya, dan terus mengulang-ulang hafalan sampai kuat dan lancar (Alawiyah, 2015: 126-127).

5) Tidak Sungguh-Sungguh

(39)

Dari beberapa problematika menghafal al-Qur‟an factor internal di atas dapat disimpulkan bahwa kebanyakan dari

mereka malas melakukan sima‟an, bersikap sombong, tidak

mengulang hafalan secara rutin, terlalu berambisi menambah hafalan baru, dan tidak bersungguh-sungguh.

b. Factor Eksternal

Selain muncul dari dalam diri penghafal, problem dalam menghafal al-Qur‟an juga banyak disebabkan dari luar darinya sendiri. Hal-hal diantaranya yaitu:

1) Tidak mampu mengatur waktu dengan efektif

2) Adanya kemiripan ayat-ayat yang satu dengan yang lainnya, sehingga menjebak, membingungkan, dan membuat ragu. 3) Tidak sering mengulang-ulang ayat yang sedang atau yang

sudah dihafal.

4) Tidak adanya pembimbing atau guru ketika menghafal

al-Qur‟an (Wahid, 2014: 124).

7. Kiat-Kiat Memelihara Hafalan Al-Qur‟an

(40)

a. Materi yang sudah hafal hendaknya diperdengarkan (disima’) kepada orang lain yang ahli, jangan mempercayai diri sendiri karena kerap kali sering salah.

b. Untuk memperkokoh hafalan yang telah ada perlu diulang-ulang pada waktu shalat sendirian, menjadi imam dalam shalat

berjama‟ah, atau bersama penghafal lainnya setara darusan

(mudarosah) yang menjadikan kita aktif dalam membaca.

c. Melakukan proses menghafal secara continue (istiqomah) tanpa ada masa jeda kecuali pada saat-saat istirahat.

d. Lakukan menghafal maupun mengulang hafalan al-Qur‟an pada saat kondisi badan sedang fit, fresh (segar) dan tidak lapar agar tidak mengantuk.

e. Usahakan tidak melakukan hal-hal yang dilarang oleh agama, karena akan mengganggu pikiran sehingga konsentrasi terhadap hafalan menjadi hilang.

f. Lakukan kegiatan mengulang hafalan dengan konsentrasi penuh pada bidang hafalan, karena kalau tidak dengan konsentrasi maka akan memakan waktu lama.

g. Mendengarkan hafalan al-Qur‟an dari kaset-kaset, atau mempelajari terjemah, hal ini akan membantu melekatkan hafalan. Bagi yang hafal al-Qur‟an perlu waktu luang untuk

(41)

khataman al-Qur‟an, seperti seminggu sekali harus khatam (Sugianto, 2004: 104-106).

8. Hukum menghafal Al-Qur`an

Al-Qur`an adalah kitab suci bagi pemeluk agama islam, sebagai pedoman hidup dan sumber-sumber hukum, tidak semua kitab suci al-Qur`an dan hamba-hamba yang terpilih yang sanggup menghafalnya (Zen, 1985: 35). Hal ini telah dibuktikan dalam firman Allah SWT:

Artinya: “Kemudian Kitab itu kami wariskan kepada orang-orang yang kami pilih di antara hamba-hamba kami, lalu di antara mereka

ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada

yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu

berbuat kebaikan dengan izin Allah. yang demikian itu adalah karunia

yang amat besar.” (Fathir: 32) (Depag RI, 1987: 700).

(42)

melalui tulisan melainkan dengan lisan (hafalan) (Zen, 1985: 35). Hal ini telah dibuktikan dengan firman Allah SWT:

(Muhammad) Maka kamu tidak akan lupa” (Q.S. Al-A‟la:6).

Artinya: “Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca)

al-Quran Karena hendak cepat-cepat (menguasai) nya” (Q.S.

Al-janganlah kamu tergesa-gesa membaca al-Qur'an sebelum

disempurnakan mewahyukannya kepadamu, dan Katakanlah: "Ya

Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan." (Depag RI, 1987: 488-489).

Ayat-ayat diatas menunjukkan bahwa al-Qur`an diturunkan dengan hafalan (lisan) bukan dengan tulisan, setelah Nabi Muhammad SAW menerima bacaan dari Jibril AS Nabi dilarang mendahuluinya agar supaya nabi lebih mantap hafalannya. Oleh karena itu sebagai dasar bagi orang-orang yang menghafal al-Qur`an adalah:

(43)

b. Mengikuti Nabi Muhammad SAW

c. Melaksanakan Anjuran Nabi Muhammad SAW

Atas dasar inilah para ulama dan Abdul Abas Ahmad bin Muhammad Ajjurjani, berkata dalam kitab Assyafi`i bahwa hokum menghafal mengikuti Nabi Muhammad SAW adalah fardhu kifayah (Zen, 1985: 37). Dalam arti bahwa umat Islam harus ada (bahkan harus banyak) yang hafal mengikuti nabi Muhammad SAW untuk menjaga nilai mutawatir. Apabila hal ini tidak dilakukan maka seluruh umat Islam ikut menanggung dosa, dan ketetapan hukum seperti itu tidak berlaku pada kitab-kitab samawi yang lain (Ar-Rumi, 1997: 100).

(44)

B. Pondok Pesantren

1. Pengertian Pondok Pesantren

Istilah pondok pesantren berasal dari kata funduk, (bahasa arab) yang berarti rumah penginapan, sedangkan pondok pesantren adalah lembaga keagamaan yang memberikan pendidikan dan pengajaran serta mengembangkan dan menyebarkan agama Islam (Nasir, 2005: 80). Pendapat lain tentang pesantren adalah suatu lembaga pendidikan Islam indonesia yang bersifat “tradisional” untuk mendalami ilmu tentang agama islam dan mengamalkannya sebagai pedoman hidup keseharian (Dauly, 2004: 27).

Pondok pesantren adalah suatu lembaga pendidikan agama Islam yang tumbuh serta diakui masyarakat sekitarnya, dengan sistem asrama (pemondokan di dalam komplek) dimana santri menerima pendidikan agama melalui sistem pengajian atau madrasah yang sepenuhnya di bawah kedaulatan kepemimpinan seorang atau beberapa orang kyai (Farida, 2007: 8).

Pesantren adalah lembaga pendidikan tradisional Islam untuk mempelajari, memahami, mendalami, menghayati, dan mengamalkan ajaran islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman prilaku sehari-hari (Rofiq, 2005: 1).

(45)

yang memberikan ciri-ciri pondok pesantren, pada zaman dahulu Pondok adalah tempat pendidikan tradisional yang di kelola oleh kyai, bunyai dan ada muridnya melakukan kegiatan pembelajaran untuk mendalami ilmu agama Islam dan ilmu yang lainnya, sampai sekarang pondok pesantren ini berkembang luas mempunyai pengertian yang luas sesuai dengan kebutuhan di era sekarang ini.

2. Macam-macam pesantren

Seiring dengan perkembangan di masa sekarang, pondok pesantren baik tempat, sistem pengajaran, sistem pengorganisasian yang telah mengalami perubahan. Pesantren di zaman sekarang ada yang sudah tidak memakai kebiasaan-kebaisaan tradisional pada zaman dahulu, akan tetapi pesantren ini mengalami perubahan sesuai dengan berkembangnya zaman dimasa sekarang.

a. Pondok Pesantren Tradisional

Pesantren yang tetap mempertahankan pelajarannya dengan kitab-kitab klasik dan tanpa di berikan pengetahuan umum, model pengajarannyapun lazim diterapkan dalam pesantren salafi yaitu dengan metode sorogan dan wetonan (Ghazali, 2003: 14).

b. Pondok pesantren Modern

(46)

serta juga memberikan pendidikan keterampilan (Ghazali, 2003: 14).

c. Pondok Pesantren Campuran/kombinasi

Berbagai macam pondok pesantren yang berkembang pada masa sekarang, pasti mempunyai kelebihan sendiri-sendiri untuk mencetak manusia sebagai khalifah di bumi (khalifatu filard), untuk menghidupkan agama Allah dengan berbagai cara menurut ajaran agama islam.

3. Elemen-elemen pondok pesantren

Pondok pesantren bukan hanya terbatas dengan kegiatan-kegiatan pendidikan keagamaan melainkan mengembangkan diri menjadi suatu lembaga pengembangan masyarakat, oleh karena itu pondok pesantren sejak semula merupakan ajang mempersiapkan kader masa depan dengan perangkat-perangkat sebagai berikut (Ghazali, 2003: 18).

a. Masjid

(47)

b. Pondok

Pondok adalah asrama bagi para santri yaitu sebuah asrama pendidikan Islam tradisional dimana para siswa tinggal bersama dan belajar dibawah bimbingan seorang atau lebih guru yang di kenal dengan sebutan kyai (Ghofur, 2009: 9).

c. Kyai/Nyai

Ciri yang paling memasyarakat di pondok pesantren adalah kyai. Kyai pada hakikatnya adalah gelar yang diberikan kepada seseorang yang mempunyai ilmu dibidang agama dalam hal ini agama Islam (Ghazali, 2003: 22).

d. Santri

Istilah santri hanya ada di pesantren sebagai pengejawantahan adanya peserta didik yang haus akan ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh seorang kyai yang memimpin sebuah pesantren, oleh karena itu santri pada dasarnya berkaitan erat dengan keberadaan kyai dan pesantren (Ghozali, 2003: 24).

Santri terbagi menjadi dua:

1) Santri Mukim

(48)

2) Santri Kalong

Adalah santri yang berasal dari wilayah sekitar pesantren sehingga mereka tidak memerlukan untuk tinggal dan menetap di pondok pesantren mereka bolak balik dari rumahnya masing-masing (Maksum, 2003:15).

e. Pengkajian kitab-kitab kuning

Secara lughowi (bahasa) kitab kuning diartikan sebagai kitab yang berwarna kuning, kerena kertas-kertas yang dipergunakan berwarna kuning atau karena terlalu lamanya kitab tersebut tersimpan sehingga berwarna kuning (Ghofur, 2009: 28).

Kitab-kitab klasik biasanya dikenal dengan istilah kuning yang terpengaruh oleh warna kertas. Kitab-kitab itu ditulis oleh ulama-ulama zaman dahulu yang berisikan tentang ilmu keislaman seperti: fiqih, hadist, tafsir, maupun tentang akhlaq. 4. Metode Pengajaran Dalam Pondok Pesantren

Di bawah ini disebutkan metode pembelajaran di pondok pesantren sebagai berikut:

a. Sorogan

(49)

perseorangan (individu) di bawah bimbingan seorang ustadz atau kyai (Departemen Agama RI, 2003: 74).

b. Bandongan

Metode ini juga disebut dengan metode wetonan, pada metode ini berbeda dengan metode sorogan. Metode bandongan dilakukan oleh seorang kyai atau ustadz terhadap sekelompok peserta didik, atau santri untuk mendengarkan atau menyimak apa yang dibacanya dari sebuah kitab (Departemen Agama RI, 2003: 86).

c. Metode Musyawarah (Bahtsul Masail)

Metode musyawarah atau dalam istilah lain biasa disebut dengan bahtsul masail merupakan metode pembelajaran yang lebih mirip dengan metode diskusi atau seminar (Departemen Agama RI, 2003: 92).

d. Metode Hafalan Muhafadzoh

Kegiatan belajar santri dengan cara menghafal suatu teks tertentu dibawah bimbingan dan pengawasan seorang ustadz/kyai, santri diberi tugas untuk menghafal bacaan-bacaan dalam jangka waktu tertentu (Departemen Agama RI, 2003:100).

(50)

yang di tentukan, juga melatih kecerdasan otak santri untuk mengingat-ingat materi pembelajaran, biasanya metode ini di tekankan pada pelajaran alatnya (nahwunya) seperti, jurumiyah, tasrif, imriti dan alfiyah ibnu malik, tetapi ada juga pelajaran lain di pondok pesantren yang mengguakan metode hafalan ini.

5. Fungsi Pondok Pesantren

Fungsi pondok pesantren sebagai berikut: a. Pesantren sebagai lembaga pendidikan b. Pondok pesantren sebagai lembaga dakwah c. Pondok pesantren sebagai lembaga sosial

(51)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pada penelitian skripsi ini, penulis menggunakan pendekatan kualitatif karena penelitian ini merupakan suatu bentuk penelitian yang bersifat deskriptif kualitatif. Dikatakan deskriptif kualitatif karena penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan hasil pengolahan data yang berupa kata-kata, gambaran umum yang terjadi di lapangan

Menurut Moleong (2008:6) penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain, secara holistik dengan cara deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.

(52)

Penelitian lapangan (field research) dapat juga dianggap sebagai pendekatan luas dalam penelitian kualitatif atau sebagai metode untuk mengumpulkan data kualitatif. Ide pentingnya adalah bahwa peneliti

berangkat ke „lapangan‟ untuk mengadakan pengamatan tentang suatu

fenomena dalam suatu keadaan alamiah atau „in situ’ (Moloeng, 2011:

26).

Jadi penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian. Penelitian yang pengumpulan datanya dilakukan di lapangan. Lapangan dalam hal ini diartikan sebagai lokasi penelitian, yaitu di Pondok Pesantren al-Muntaha Cebongan Argomulyo Salatiga.

B.Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah tempat dimana penelitian akan dilakukan. Dalam penelitian ini peneliti mengambil lokasi di Pondok Pesantren al-Muntaha, jalan Soekarno-Hatta, Cebongan Argomulyo Salatiga.

C. Sumber Data

1. Data Primer

Sumber data primer adalah data dalam bentuk verbal atau kata-kata yang diucapkan secara lisan, gerak-gerik atau perilaku yang dilakukan oleh subjek yang dapat dipercaya (Arikunto, 2010:22).

(53)

Sedangkan untuk memperoleh data, penulis menggunakan teknik wawancara terpimpin.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumen-dokumen grafis ( tabel, catatan, notulen rapat, SMS, dan lain-lain), foto-foto, film, rekaman video, dan benda-benda yang dapat memperkaya data primer (Arikunto, 2010: 20). Peneliti menggunakan data sekunder ini untuk memperkuat dan melengkapi informasi yang telah dikumpulkan melalui wawancara.

Adapun untuk data sekunder penulis melakukan pengumpulan data dengan cara observasi dan dokumentasi pondok pesantren.

D.Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui prosedur pengumpulan, maka penulis tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan. Dalam penelitian ini ada beberapa metode yang digunakan dalam pengumpulan data, yaitu:

1. Wawancara

(54)

2004: 180). Wawancara dapat diartikan sebagai metode yang digunakan untuk interview dengan subyek penelitian dalam rangka penyimpulan data. Sumber wawancara ini diajukan kepada santriwati Pondok Pesantren al-Muntaha.

2. Observasi

Observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Dalam penelitian ini peneliti terlibat langsung dengan kegiatan dan mengamati subjek sebagai sumber data penelitian. Peneliti menggunakan observasi partisipatif, maka data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam, dan sampai mengetahui pada tingkat mana perilaku yang Nampak. Metode ini juga digunakan untuk mengamati obyek penelitian yaitu problematika santri dalam menghafal al-Qur‟an.

3. Dokumentasi

Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data dengan mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, legger, agenda dan sebagainya (Arikunto, 1998: 236).

(55)

guru dan santri yang mengikuti pembelajaran al-Qur‟an, sarana dan prasarana yang mendukung serta dokumen lainnya yang mendukung penelitian serta untuk mengetahui problematika santri dalam menghafal

al-Qur‟an.

E. Analisis Data

Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. Data yang terkumpul berupa catatan lapangan, komentar peneliti, dokumen berupa laporan-laporan yang berkaitan dengan subyek yang diteliti, foto-foto, dan biografi responden. Setelah data terkumpul, maka penulis akan membaca, menganalisis data secara cermat sehingga penulis data dapat mengobservasi, wawancara, dan dokumentasi dari penelitian.

F. Pengecekan Keabsahan Data

Agar data yang disajikan dalam penelitian ini dapat dikatakan valid, maka untuk menguji validasi data tersebut penulis menggunakan teknik triangulasi.

Triangulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data untuk keperluan pengukuran kevalidan data, atau sebagai pembanding terhadap data tersebut (Moleong, 2011: 330).

(56)

a. Triangulasi Sumber

Triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. Triangulasi sumber yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: hasil wawancara pengasuh, ustadz, santriwati dan pengurus pondo

b. Triangulasi Teknik

Triangulasi teknik pengumpulan data digunakan untuk menguji kredibilitas data yang digunakan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda.

Dalam penelitian ini dimana peneliti menggunakan teknik wawancara, pada seorang sumber dengan data permasalahan yang sama. Sumber yang dimaksud yaitu santriwati Pondok Pesantren al-Muntaha. c. Triangulasi Waktu

Pengujian kredibilitas data dapat dilakukan dengan cara melakukan pengecekan dengan wawancara dalam waktu yang berbeda (sekarang dan sudah berlangsung).

G. Tahap-Tahap Penelitian

Pelaksanna penelitian terdiri dari empat tahap yaitu: tahap sebelum ke lapangan, tahap pekerjaan lapangan, tahap analisis data, dan tahap penulisan laporan yang ditempuh sebagai berikut:

(57)

Tahap ini meliputi kegiatan penentuan focus penelitian, penyusunan paradigm teori, penjajakan alat peneliti, permohonan izin kepada subjek yang diteliti dan konsultasi focus penelitian.

2. Tahap Pekerja Lapangan

Tahap ini meliputi pengumpulan bahan-bahan yang berkaitan dengan kegiatan menghafal al-Qur‟an di Pondok Pesantren al-Muntaha. Data ini diperoleh dengan wawancara, observasi, dan dokumentasi. 3. Tahap Analisis Data

Menurut Miles and huberman yang dikutip oleh Sugiyono (2007: 337) analisis data kualitatif terdiri atas tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu: mereduksi data, penyajian data, dan penarika kesimpulan atau verifikasi.

a. Mereduksi atau merangkum data, memiliki hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal penting, dicari tema serta polanya serta membuang yang tidak perlu.

b. Penyajian data dalam uraian singkat bagan, hubungan antar kategori dan sejenisnya.

(58)

4. Tahapan Penulisan Laporan

(59)

BAB IV

PAPARAN DAN ANALISIS DATA

A.Paparan Data

1. Gambaran Umum Lokasi dan Subyek Penelitian

Berdasarkan hasil observasi di Pondok Pesantren al-Muntaha, maka penulis menyajikan data sebagai berikut:

a. Profil Pondok Pesantren al-Muntaha

Nama Pondok Pesantren : Pondok Pesantren Tahfidz al-Muntaha No. Statistik : 510033730016

NPWP : 31.539.851.1-505.00

Alamat : kel. Cebongan, kec. Argomulyo, kota Salatiga

Jalan : Soekarno-Hatta no. 39 Kelurahan : Cebongan

Kecamatan : Argomulyo Kota/kabupaten : Kota Salatiga Provinsi : Jawa Tengah

Badan Penyelenggara : Yayasan al-Muntaha Salatiga Nama Pengasuh : Hj. Siti Zulaecho, AH

(60)

Akta Notaris : Yayasan al-Muntaha Salatiga, no. 44 tgl 30 Mei 2012 MUHAMMAD FAUZAN, SH

(Dokumen di Pondok Pesantren al-Muntaha). b. Sejarah Singkat Pondok Pesantren

Pondok pesantren al-Muntaha yang awalnya bernama al-Azhar yang didirikan oleh Drs. KH Muntaha Azhari dan Ny. Hj. Siti Zulaecho pada tahun 1993. Yang berada di wilayah Jl. Soekarno-Hatta no.39 Sidoharjo, kel. Cebongan, kec. Argomulyo, kota Salatiga 50731.

Sebelum pondok al-Azhar berdiri, sudah ada 4 santri putri yang ikut dengan Ibu Nyai untuk menghafal al-Qur‟an. Santri masih bertempat tinggal satu rumah dengan ibu Nyai dikarenakan belum mempunyai bangunan khusus untuk santri, sesuai dengan rencana awal pendiriannya yakni membangun pondok pesantren putri khusus untuk menghafal al-Qur‟an.

(61)

Pada tahun 2013, Pondok Pesantren al-Muntaha mendapatkan uang pembangunan yang bersumber dari Swadaya dari wali santri, masyarakat, dan donatur dari luar.

Pondok Pesantren al-Muntaha dalam hubungan eksternal dengan masyarakat yaitu berupa Syiar agama dan lembaga kemasyarakatan. Pada tahun 2005 pengasuh pondok pesantren al-Muntaha ikut serta dalam mendirikan JQH Salatiga, dan pada tahun 2014 turut mendirikan rutinan tadarus Muslimat kota Salatiga.

c. Letak Geografis

Pondok Pesantren Al-Muntaha terletak di Jl. Soekarno-Hatta no. 39 Sidoharjo, kelurahan Cebongan, kecamatan Argomulyo, kota Salatiga. Pondok Pesantren al-Muntaha menempati area tanah 3.300 m2 yang digunakan untuk pembangunan pondok pesantren putri, lingkungan koperasi pondok pesantren, aula sebagai pusat kegiatan di Pondok Pesantren al-Muntaha.

1) Barat : Eks Pabrik Mega Rager 2) Timur : Perumahan Tingkin Indah 3) Utara : Pinus Shofenir dan Persewaan

(62)

d. Visi dan Misi Pondok Pesantren Al-Muntaha 1) Visi

Membentuk generasi pecinta al-Qur‟an, berakhlak mulia, berkepribadian sholihah, berwawasan luas & kreatif

2) Misi

a) Menyelenggarakan ta‟lim al-Qur‟an yang komprehensif. b) Membimbing santri menjadi muslimah yang berkarakter. e. Tata Tertib Pondok Pesantren Al-Muntaha

1) Pasal 1 (Tingkah Laku/Adab)

a) Santri wajib menjaga nama baik pondok pesantren dimanapun dan kapanpun.

b) Santri wajib menggunakan pakaian yang tertutup dan sopan, terutama ketika di luar pondok.

c) Santri dilarang membawa atau memakai celana jeans dan celana yang ketat, kecuali hanya untuk dalaman rok.

d) Dilarang keluar dari kamar mandi mengguakan handuk. e) Mengambil makan menggunakan baju panjang atau baju

yang tertutup.

(63)

g) Santri tidak boleh tidur di atas jam 10.00 malam selain tadarus dan belajar, tidak boleh menerima telfon kecuali dalam keadaan penting.

2) Pasal 2 (Mengaji)

a) Santri wajib mengikuti sorogan 3x yaitu ba‟da subuh, dzuhur dan magrib ketika di pondok.

b) Santri wajib mengikuti sorogan 2x 1 hari, yaitu ba‟da magrib dan dzuhur ketika udzur dan di pondok.

c) Santri wajib mengikuti mudarasah sesuai jadwal yang telah ditentukan, bagi santri yang suci di makam sampai jam setengah sepuluh.

3) Pasal 3 (Pendidikan)

a) Santri wajib mengikuti jamaah sholat magrib, isya‟ dan subuh, jika tidak jamaah dikenakan denda Rp. 5.000,00 serta mengaji di ndalem.

b) Santri wajib qiyamul lail setiap malam jum‟at, kecuali yang

udzur, jika tidak dilaksanakan maka takziran mencuci karpet.

c) Santri wajib mengikuti kegiatan malam jum‟at dan minggu. d) Mengikuti simaan ahad legi tanpa terkecuali.

(64)

tersebut, maka sebagai takziran ia harus menulis kalimah istighfar sebanyak 10 x

f) Dilarang membawa/menggunakan HP pada jam 17.30-22.00 WIB.

g) Mengenakan baju muslim atau jas ketika mengaji kitab. Dan dilarang menggunakan kaos atau jaket.

4) Pasal 4 (Keamanan)

a) Santri diperbolehkan pulang apabila sudah muqim minimal 2 bulan, dan santri diizinkan maxsimal 5 hari 4 malam di rumah. Jika ada yang melanggar batas waktu ijin perpulangan, maka didenda Rp 5.000, per hari, dan takzir melaksanakan tugas kebersihan sesuai yang telah ditentukan. b) Santri diperbolehkan di luar pondok pesantren hingga batas waktu sholat magrib, apabila melebihi batas waktu, yang bersangkutan menemui sie. Keamanan dan pengasuh.

c) Tamu yang menginap harus izin pengurus dan pengasuh seta mengikuti kegiatan yang berlaku di pondok.

d) Santri yang sudah kembali setelah pulang, diwajibkan sesegera mungkin untuk sowan ke ndalem dan tidak boleh bermalam di pondok jika belum sowan.

(65)

menyimpan ponografi atau pornoaksi, dan menggunakana narkoba atau mengedarkannya.

f) Santri dilarang merusak atau menghilangkan inventaris pondok pesantren dan fasilitasnya.

g) Seluruh handphone dikumpulkan ke pengurus sie keamanan/pendidikan mulai pukul 17.30-22.00 WIB.

h) Santri hanya diperbolehkan keluar pondok pada hari ahad 1x per bulan.

5) Pasal 5 (Kebersihan)

a) Santri wajib melaksanakan piket harian, ro‟an mingguan, ataupun piket tahunan hari raya.

b) Bagi santri yang pulang hendaknya mencari pengganti piket/segera lapor ke sie. Kebersihan.

c) Santri wajib menjaga kebersihan pondok pesantren.

d) Meninggalkan piket dengan sengaja maka dikenakan denda Rp. 10.000 seketika.

e) Mengembalikan peralatan sesuai dengan tempatnya jika seusai melaksanakan piket.

f. System Pendidikan dan Pengajaran

(66)

1) Sorogan

System pengajaran dengan pola sorogan dilaksankan dengan jalan santri yang biasanya menyorogkan sebuah kitab kepada ibu Nyai atau ustadzah untuk dibaca sendiri dihadapannya. Apabila ada salahnya, kesalahan itu langsung dibenarkan seketika itu juga oleh ibu Nyai atau ustadzah tersebut.

2) Bandongan

System pengajaran yang serangkaian dengan system sorogan dan wetonan adalah bandongan yang dilakukan dengan saling kait-mengait dengan yang sebelumnya. Dalam system bandongan, seorang santri tidak harus mengerti bahwa ia mengerti pelajaran yang dihadapi karena santri cukup menyimak apa yang dijelaskan oleh kiyai atau guru.

Adapun kegiatan belajar mengajar di Pondok Pesantren al-Muntaha meliputi:

a) Pendidikan Madrasah Diniyah

Pendidikan dan pengajaran di Pondok Pesantren

al-Muntaha dilaksanakan setiap ba‟da isya yang diikuti oleh

(67)

b) Kegiatan Umum Harian

Pendidikan dan pengajaran ini dilaksanakan setiap hari yang diikuti oleh semua santri di luar pembelajaran madrasah diniyah, kegiatan ini meliputi:

(1) Sorogan al-Qur‟an

Dilaksanakan dengan cara santri membaca al-Qur‟an dan disimak langsung oleh ibu Nyai.

(2) Setoran al-Qur‟an

Bagi santri yang menghafal al-Qur‟an, maka dia menyetorkan hafalannya kepada ibu Nyai. Apabila santri dalam menghafal al-Qur‟an ada kesalahan dalam mahroj, tajwid dan harakatnya langsung dibenarkan oleh ibu Nyai atau ustadzah.

(3) Kegiatan Mingguan

Kegiatan-kegiatan yang dilaksankan setiap minggu

sekali, diantaranya: sima‟an al-Qur‟an 30 juz, yasinan,

tahlil dan mujahadah, khitobah, tilawah, sholawat dan

rebana, muraja‟ah tahfidz bit tartil, bandongan kitab

fiqh, tajwid teori an praktik. c) Kegiatan Bulanan

(68)

d) Kegiatan Tahunan

Kegiatan ini meliputi: pesantren kilat, khatmul Qur‟an &

haul, ziyarah, musabaqah.

g. Keadaan Fisik Pondok Pesantren al-Muntaha

Bangunan-bangunan yang ada di Pondok Pesantren al-Muntaha secara fisik dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa tipe, yaitu: 1) Aula

Di Pondok Pesantren al-Muntaha terhadap sebuah aula yang berfungsi sebagai tempat beribadah dan kegiatan belajar mengajar. Aula tersebut berada di depan pondok. Selain berfungsi sebagai sarana pelaksanaan ibadah oleh para santri juga sebagai tempat ziarah oleh masyarakat, karena di aula ada maqam bapak kiyai Al-Muntaha Azhari, yaitu beliau selaku pendiri Pondok Pesantren al-Muntaha.

2) Kamar

(69)

h. Bangunan Pondok

Bangunan pondok terletak di belakang ndalem pengasuh, ada tiga bangunan pondok. Tempat untuk santri khusus bil-ghaib di belakang dapur ndalem dan masih satu atap dengan ndalem. Kemudian dibelakang ndalem ada dua bangunan yang berhadapan sebelah selatan ndalem khusus untuk santri bin-nadhor dan sebelah utara ndalem ditempati santri bin-nadhor dan bil-ghoib.

i. Susunan Organisasi Pondok Pesantren al-Muntaha

Adapun susunan pengurus Pondok Pesantren al-Muntaha sebagaimana dalam uraian berikut ini.

Susunan Personalia Pengurus Tahun 2017 sd 2018 Pengasuh : Ibu Nyai Hj Siti Zulaecho : Nasif Ubadah

Ketua : Siti Zubaidah Wakil Ketua : Siti Sofiyanti Sekretaris : Ela Izzatul Laila

(70)

: Diah Puji Lestari Sie. Keamanan : Nurul Lailatul Hidayah

: Dewi Muniroh : Farichatul Chusna : Dahlia Dwi Kusuma Sie. Kebersihan : Siti Himatul Uliyah

: Hurun‟in : Durrotun Nisa Sie. Kesehatan : Eka Yuniyanti

: Yusi Damayanti : Dzakiyyatuzzahroh Sie. PHBI : Tri Oktaviani

: Mariya Rosyidah Sie. Koperasi : Ryda Kusuma Wardani

: Nur Ika Kumalasari : Maghfirotul Mafakhir j. Keadaan Guru/Ustadz

(71)

pendidikan akan tercapai. Apalagi dalam hal al-Qur‟an. Sebagian kecil ustadz yang mengajar khususnya bidang tahfidz adalah orang orang yang sudah hafidz dan sebagian besar masih dalam proses

hafidz. Ada 3 ustadz yang mengajar di Pondok Pesantren al-Muntaha. Namun, terkadang jika ustadz tidak bisa mengajar maka diganti santri yang memang sudah ditunjuk bu nya’i yang mengajar khusus bidang

tahfidz.

k. Keadaan Santri

Dari hasil wawancara dengan NU pada 03 Maret 2018 diperoleh data bahwa Pondok Pesantren al-Muntaha memiliki 60 santri, semuanya santri putri. Santri bil-ghoib ada 45 dan santri bin-nadzor ada 15. Rata-rata santri berusia 12-24 tahun. Mereka juga rata rata berasal dari sekitar salatiga. Namun ada juga yang berasal dari luar daerah ataupun provinsi, seperti Riau, Purwodadi, Demak dan lain sebagainya. Untuk tingkat ekonomi pondok ini terbuka untuk berbagai kalangan maka dari 60 santri, rata-rata orang tua santri bekerja sebagai pekerja swasta dan petani.

l. Kegiatan Pembelajaran

Dalam melaksanakan program pembelajaran tahfidzul Qur‟an di

(72)

Tabel. 3.1

Jadwal Kegiatan Harian Santri

No Waktu Jenis Kegiatan

1. 03.00-03.30 Jamaah Sholat Qiyamul Lail (Wajib setiap malam jum‟at)

2. 04.30-04.45 Jamaah sholat subuh

3. 05.00-06.00 Makan pagi dan mandi

4. 06.00-07.30 Kegiatan mengaji al-Qur‟an

(Setiap hari minggu simaan bersama)

5. ISTIRAHAT

6. 14.00-15.00 Kegiatan mengaji al-Qur‟an (bagi yang di pondok)

7. 15.30-16.30 Mengaji kitab (setiap kamis dan sabtu)

8 17.00-17.30 Makan sore

9. 17.55-18.15 Jamaah sholat magrib dan tadarusan

(73)

11. 18.50-20.00 Jamaah sholat isya‟

12. 20.00-21.30 Tahfidz (setoran murajaah hafalan)

13 ISTIRAHAT

(Dokumen PP Tahfidzul Qur‟an al-Muntaha)

Para santri pondok pesantren tahfidzul Qur‟an al-muntaha juga diharuskan

melakukan kesunahan-kesunahan antara lain:

a. Qiyamullail, karena pada 1/3 malam adalah salah satu waktu

mustajabah.

b. Setoran hafalan sehabis sholat subuh. Mereka memilih waktu habis subuh untuk setoran hafalan yang baru karena pikiran pada waktu subuh masih jernih, sehingga anak akan lebih mudah untuk menghafal dan membentuk hafalan.

c. Kegiatan muroja’ah dilakukan sendiri oleh masing-masing santri d. Tahfidz sehabis isya‟ adalah kegiatan setoran pengulangan hafalan

yang telah dihafal sebanyak ¼ juz atau lebih.

e. Setiap hari minggu santri tahfidz melakukan kegiatan simaan bersama

bu nya‟i dengan tujuan untuk menguji sampai mana kemampuan

(74)

Tabel 3.2

Jadwal Kegiatan Ekstrakurikuler Santri

No Hari Waktu Jenis Kegiatan

1. Minggu 14.00-15.00 Pelatihan Tilawatil Qur‟an 2. Minggu 08.00-09.00 Pelatihan Tartil Qur‟an

3. Jum‟at 16.00-17.00 Seni rebana 4. Minggu 10.00-11.00 Merias, Menjahid 5. Jum‟at 20.30-21.30 Khitobah

(Dokumen PP Tahfidzul Qur‟an al-Muntaha)

2. Temuan Penelitian

a. Problematika santri dalam menghafal al-Qur‟an.

Berdasarkan hasil wawancara melalui pengasuh, ustadz, pengurus dan santriwati maka peneliti mengetahuiproblematika santri dalam mengafal al-Qur‟an, diantaranya:

1) Rasa Malas

(75)

SZ selaku pengelola pondok pesantren menjelaskan:

“Kalau masalah problematika menghafal al-Qur‟an yaitu para santri terkadang terkena penyakit malas sehigga ada yang sadar akan pentingnya menjaga hafalan al-Qur‟an dan kurang sadar

bahkan ada sama sekali tidak sadar”(SZ/P/3-03-18/14.10). NU sebagai ustadz pondok mengungkapkan:

“Berkenaan dengan problematika yang dihadapi para santri

yaitu, rasa malas yang berkepanjangan”(NU/U/3-03-18/15.00). Pernyataan tersebut juga didukung oleh TO, ia berpendapat:

“Salah satu penyakit yang paling sulit dihadapi dalam

menghafal al-Qur‟an yaitu rasa malas”(TO/M/02-03-18/17.30). Dapat disimpulkan bahwa problematika santri dalam menghafal al-Qur‟an yaitu rasa malas.

2) Kurang dapat membagi waktu

Hal yang sangat penting dalam proses menghafal al-Qur‟an ialah mampu membagi waktu. Tetapi kebanyakan dari santri belum bisa membagi waktu dengan baik, dikarenkan banyak tugas kampus maupun banyaknya kegiatan di Pondok tersebut. Seperti yang di paparkan oleh SZ, bahwa:

“Tidak bisa membagi waktu dengan baik, karena banyaknya tugas yang selalu membebani, selain itu masih banyak kegiatan

di pondok mulai bangun pagi sampai malam”(SZ/P/2 -02-18/17.15).

Pernyataan tersebut juga diperkuat oleh EY, bahwa:

(76)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut, bahwa problematika santri dalam menghafal al-Qur‟an yaitu belum bisa membagi waktu dengan baik.

3) Pengaruh teknologi atau HP

Teknologi adalah sesuatu yang sangat penting bagi kehidupan manuasia di zaman modern ini. Ada banyak sekali manfaat yang dapat di ambil dari teknologi tersebut. Akan tetapi ada juga sisi negative yang dapat menghambat santri dalam menghafal

al-Qur‟an, misalnya game, chatingan. Sebagaimana diungkapkan oleh

MS, bahwa:

“Penghambat terberat dalam proses menghafal yaitu ketika sudah bermain hp bisa lupa waktu apalagi ketika menonton film waktu muraja’ah hampir tidak ada. Dampaknya ketika mengaji sudah dimulai hanya mengaji beberapa ayat saja dan itupun tidak lancar” (MS/M/02-02-18/17.40).

EY juga mengungkapkan:

“Dengan adanya teknologi seperti laptop, sehingga membuat

saya lebih memilih nonton film daripada menghafal

al-Qur‟an”(EK/M/02-03-18/21.30).

Dari pernyataan responden bahwa adanya teknologi menjadi penghambat utama dalam menghafal al-Qur‟an.

4) Tidak Menguasai Makhorijul Huruf dan Tajwid

(77)

kelancaran membacanya, untuk menguasai al-Qur‟an dengan benar. Orang yang tidak menguasai makhorijul huruf dan tajwid, maka kesulitan dalam menghafal akan benar-benar terasa, dan masa menghafal juga akan semakin lama.

Sebagaimana yang dipaparkan oleh VZN bahwa:

“Salah satu dasar kendala dalam menghafal yaitu belum

memahami ilmu tadwid dengan baik, sehingga kesulitan

dalam menghafal yang selalu saya rasakan” (VZN/M/04 -03-18/14.00).

Dapat simpulkan bahwa kendala yang dirasakan santri dalam menghafal al-Qur‟an yaitu tidak menguasai makhorijul huruf dan tajwid

5) Teman yang buruk akhlaknya

Teman adalah salah satu yang paling berpengaruh terhadap diri seorang, teman yang buruk akhlaknya akan membawa kita pada keburukan pula, begitu juga sebaliknya, teman yang rajin dalam menghafal al-Qur‟an secara tidak langsung akan menjadi motivator untuk ikut rajin dalam menghafal al-Qur‟an juga. Seperti yang diungkapkan oleh VZN bahwa:

“Problematika dalam menghafal adalah dari teman yang buruk

akhlanya, karena pergaulan atau teman yang tidak mendukung

(78)

Jadi, teman juga merupakan salah satu problem yang menyebabkan santri terpengaruh ke sisi positif maupun negative, dan semua itu kembali ke pendirian idividu.

b. Upaya mengatasi problematika dalam menghafal al-Qur‟an

Setiap permasalahan pasti ada solusi tersendiri dalam mengatasinya. Termasuk upaya dalam mengatasi problematika santri dalam menghafal al-Qur‟an. Seperti diadakannya program dari pengurus dan program dari pengasuh.

1) Program dari pengurus

Untuk mengurangi problem yang dapat menghambat santri dalam menghafal al-Qur‟an, maka pengurus membuat peraturan yang nantinya bisa membuat kemaslahatan bersama, seperti:

a) Seluruh santri wajib mengumpulkan hp mulai dari jam 17.30- 22.00.

Yang yang diungkapkan oleh SZ,

“Seluruh santriwati wajib mengumpulkan hp mulai dari jam

17.30-22.00, supaya santri hanya fokus dengan kegiatan yang

Gambar

Tabel. 3.1
Tabel 3.2

Referensi

Dokumen terkait

23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yang berbunyi “ Setiap orang yang mengetahui dan sengaja membiarkan anak dalam situasi darurat sebagaimana dimaksud dalam pasal 60,

Adapun implikasinya adalah 1)Agar pemerintahan kabupaten Sinjai mensosialisasikan kembali mengenai peran penting Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan

Anggaran biaya tenaga kerja langsung adalah rencana besarnya biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk membayar biaya tenaga kerja yang terlibat secara langsung di

perusahaan maupun bagi karyawan, dimana perusahaan dapat meningkatkan produktivitas kerja karyawan yang berkontribusi positif pula pada pencapaian tujuan

Pada prinsipnya, perbedaan tekanan pada sisi upstream dan downstream dari core plug akan menyebabkan fluida dapat mengalir, namun hal yang patut diperhatikan adalah dalam

Penjelasan awal dimulai saat pertama kali memilih selector switch sebagai suatu perintah kerja, apabila selector switch dipilih manual dengan kondisi normal maka begitu

Peneliti memilih tipe kesurupan patologis karena kesurupan patologis merupakan kesurupan yang tidak dikehendaki oleh orang-orang yang mengalami kesurupan, selain itu juga

Dengan tidak adanya penjelasan terhadap frasa “pekerjaan lain yang dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas, wewenang, dan hak sebagai anggota DPD sesuai