• Tidak ada hasil yang ditemukan

OPINI MASYARAKAT NAGARI LIMA KAUM JORONG KUBURAJO TENTANG AKHLAK MAHASISWA IAIN BATUSANGKAR. Skripsi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "OPINI MASYARAKAT NAGARI LIMA KAUM JORONG KUBURAJO TENTANG AKHLAK MAHASISWA IAIN BATUSANGKAR. Skripsi"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Ditulis Sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.sos) Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam

Oleh:

RIZA HENDRAYANI Nim : 14 209 040

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BATUSANGKAR

(2)
(3)
(4)
(5)

i ABSTRAK

Nama Riza Hendrayani, NIM 14 209 040 (2019). Judul: OPINI MASYARAKAT NAGARI LIMO KAUM JORONG KUBU RAJO TENTANG AKHLAK MAHASISWA IAIN BATUSANGKAR. Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah, Institut Agama Islam Negeri Batusangkar.

Permasalahan dalam skrips ini adalah bagaimana opini masyarakat Jorong Kubu Rajo tentang akhlak mahasiswa dalam pergaulan, opini masyarakat Jorong Kubu Rajo tentang akhlak mahasiswa dalam berkomunikasi dan opini masyarakat Jorong Kubu Rajo tentang akhlak mahasiswa dalam berpakaian. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif yaitu, penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya, perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiyah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiyah. Penelitian ini adalah Penelitian dengan menggunakan teknik pengumpulan data dengan wawancara dan dokumentasi. Analisis data menggunakan analisis Miles & Huberman. Dari penelitian ini ditemukan bahwa citra mahasiswa IAIN Batusangkar khususnya pendatang dari luar Tanah Datar memiliki citra yang negatif menurut opini/pendapat masyarakat Jorong Kubu Rajo baik dari segi pergaulan, komunikasi, adab berpakaian.

(6)

ii DAFTAR ISI

Hal. HALAMAN COVER

LEMBARAN PERSETUJUAN PEMBIMBING LEMBARAN PENGESAHAN TIM PENGUJI LEMBARAN PERNYATAAN KEASLIAN BIODATA PERSEMBAHAN ABSTRAK ... i KATA PENGANTAR ... ii LAMPIRAN ... iv DAFTAR ISI ... v DAFTAR LAMPIRAN ... vi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Fokus Penelitian ... 7

C. Rumusan Masalah... 7

D. Tujuan Penelitian ... 7

E. Mamfaat dan Luaran Penelitian ... 7

F. Definisi Istilah ... 8

BAB II LANDASAN TEORI... ... 9

A. Opini Masyarakat ... 9 1. Opini ... 9 a) Pengertian Opini ... 9 b) Unsur-unsur Opini ... 12 c) Jenis-jenis Opini ... 13 2. Opini Publik... ... 14

a) Pengertian Opini Publik... 14

b) Faktor Pembentuk Opini Publik ... 16

c) Ciri-ciri Opini Publik ... 17

B. Akhlak ... 18

1. Pengertian Akhlak ... 18

2. Pembagian Akhlak ... 21

a) Akhlak dalam Pergaulan ... 22

b) Akhlak dalam Berkomunikasi ... 24

c) Akhlak dalam Berpakaian ... 27

3. Prinsip Keutamaan Akhlak ... 33

C. Mahasiswa ... 34

(7)

iii

E. Penelitian Relevan ... 37

F. Karangka Berfikir ... 39

BAB III METODE PENELITIAN... ... 41

A. Pertanyaan Penelitian ... 41

B. Lataran dan Waktu dan Penelitian ... 41

C. Instrumen Penelitian ... 42

D. Sumber Data ... 42

E. Teknik Pengumpulan Data ... 42

F. Teknik Analisis Data ... 45

G. Teknik Penjamin Keabsahan Data ... 45

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... .... 48

A. Temuan Penelitian ... 48

1. Opini Masyarakat Jorong Kubu Rajo tentang Akhlak Mahasiswa dalam pergaulan ... 50

2. Opini Masyarakat Jorong Kubu Rajo tentang Akhlak Mahasiswa dalam Berkomunikasi ... 55

3. Opini Masyarakat Jorong Kubu Rajo tentang Akhlak Mahasiswa dalam Berpakaian ... 58

4. Faktor Pembeentuk Akhlak Masyarakat Jorong Kubu Rajo terhadap Akhlak Mahasiawa IAIN Batusangkar ... 64

B. Pembahasan ... 69

1. Opini Masyarakat Jorong Kubu Rajo tentang Akhlak Mahasiswa dalam pergaulan ... 69

2. Opini Masyarakat Jorong Kubu Rajo tentang Akhlak Mahasiswa dalam Berkomunikasi ... 71

3. Opini Masyarakat Jorong Kubu Rajo tentang Akhlak Mahasiswa dalam Berpakaian ... 72

BAB V HASIL PENUTUP... ... 78

A. Kesimpulan ... 78

B. Saran ... 79

DAFTAR PUSTAKA... ... 80 LAMPIRAN

(8)

iv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Kisi-kisi wawancara

Lampiran 2 : Pedoman wawancara Lampiran 3 : Daftar hadir wawancara

Lampiran 4 : Surat keterangan wawancara

Lampiran 5 : Script wawancara

Lampiran 6 : Surat rekomendasi penelitian dari LPPM IAIN Batusangkar

Lampiran 7 : Surat keterangan/rekomendasi dari Kesbangpol Kabupaten Tanah Datar

Lampiran 8 : Surat keterangan telah melakukan penelitian dari Wali Nagari Limo Kaum Kabupaten Tanah Datar

(9)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kehidupan manusia tidak akan lepas dari orang lain, karena manusia merupakan makhluk sosial yang senantiasa ingin berhubungan dengan manusia yang lainnya. Tanpa adanya peran dan bantuan dari orang lain, maka keberlangsungan hidup akan terganggu. Proses berhubungan dengan orang lain inilah yang membentuk kehidupan bermasyarakat. Dalam bermasyarakat, banyak hal-hal yang perlu diketahui oleh setiap individu. Manusia yang jumlahnya lebih dari seorang, tentu harus mempunyai aturan-aturan yang dapat memisahkan hak dan kewajiban masing-masing orang yang dapat membentuk hubungan sosial antara seseorang dengan orang lain tersebut tetap berjalan dengan kondusif.

Opini adalah tanggapan aktif terhadap rangsangan, tanggapan yang disusun melalui interpretasi personal yang diturunkan dan turut membentuk citra, setiap opini merefleksi organisasi yang kompleks yang terdiri atas tiga komponen yaitu kepercayaan, nilai, dan pengharapan.

Sedangkan menurut R. P. Abelson, opini seseorang mempunyai kaitan yang erat dengan 4 komponen, yaitu:

1. Kepercayaan mengenai sesuatu (belief)

2. Apa yang sebenarnya dirasakan atau menjadi sikapnya (attitude)

3. Persepsi (perseption), yaitu suatu proses memberikan makna, yang berakar dari berbagai faktor, yakni :

a. Latar belakang budaya, kebiasaan dan adat istiadat yang dianut seseorang atau masyarakat.

b. Pegalaman masa lalu seseorang/kelompok tertentu menjadi landasan atas pendapat atau pandangannya.

c. Nilai-nilai yang dianut (moral, etika dan keagamaan yang dianut atau nilai-nilai yang berlaku dimasyarakat).

(10)

d. Berita-berita dan pendapat-pendapat yang berkembang yang kemudian mempunyai pengaruh terhadap pandangan seseorang. Bisa diartikan berita-berita yang dipublikasikan itu dapat sebagai pembentuk opini masyarakat (Karra Sugianto, 2017: 4).

Menurut Helene Olii dalam M. Rizky Public Opinion dalam bahasa Indonesia sering diterjemahkan dengan “pendapat umum“, dengan demikian public diterjemahkan dengan “umum“ sedangkan opinion dialih bahasakan dengan “pendapat“. Dalam Ilmu Komunikasi terdapat istilah lain yaitu public relations yang umumnya diterjemahkan dengan “hubungan masyarakat“, dalam hal ini public diterjemahkan dengan “masyarakat“, sedangkan relations diterjemahkan dengan “hubungan“(2016: 2).

Menururt H. Pangarep dalam M. Rizky Opini publik adalah bagian dari kajian komunikasi, yaitu sebagai hasil suatu proses komunikasi yang merupakan tanggapan/opini terhadap suatu masalah yang sifatnya kontroversial. Proses komunikasi adalah kegiatan penyampaian pesan yang dilakukan komunikator kepada komunikan baik melalui media maupun media-media lainnya. Unsur-unsur yang paling minimal dalam kegiatan komunikasi adalah adanya komunikator, pesan, dan komunikan.

Opini publik berasal dari bahasa inggris Public Opinion. Menurut Djoenasih S. Soenarjo, opini publik dalam bahasa Indonesia sering diterjemahkan dengan “pendapat umum”, dengan demikian Public diterjemahkan sebagai umum, sedangkan opinion dialihbahasakan menjadi “pendapat” (dalam Rina Hardi, 2005: 103). Opini publik terdiri dari dua komponen kata yaitu publik dan opini, batasan dari publik adalah suatu kelompok yang memiliki kepentingan yang sama dalam masalah tertentu.

Marian D. Irish dan James W. Prothro menyebutkan bahwa opini publik adalah ekspresi sikap mengenai persoalan masyarakat. Defenisi tersebut mencakup tiga aspek : (1) Ekspresi, sikap yang tidak diekspresikan bukanlah opini publik, sebab sikap adalah predisposisi internal yang tidak bisa diobservasi secara langsung. (2) Persoalan/isu, yang dimaksud dengan persoalan atau isu disini adalah yang mengandung pro dan kontra, setuju atau

(11)

tidak setuju. (3) Kemasyarakatan, opini publik lebih banyak bersangkutan dengan kemasyarakatan (dalam Rina Hardi, 2002 : 56).

Publik adalah umum, seperti yang kita ketahui bahwa kata publik tersebut pada dasarnya biasa digunakan untuk hal yang bersifat umum, ataupun dinikmati oleh orang banyak dan juga bisa dikatakan bahwa publik tersebut adalah menyangkut hal-hal yang bersifat universal atau menyeluruh. Perkataan publik melukiskan kelompok manusia yang berkumpul secara spontan (2016: 3).

Opini adalah pendapat, ide ataupun hasil pikiran manusia untuk menjelaskan kecenderungan atau preferensi tertentu terhadap perspektif dan ideologi akan tetapi bersifat tidak objektif karena belum mendapatkan pemastian atau pengujian, dapat pula merupakan sebuah pernyataan tentang sesuatu yang berlaku pada masa depan dan kebenaran atau kesalahannya serta tidak dapat langsung ditentukan misalnya menurut pembuktian melalui induksi.

Masyarakat merupakan manusia yang senantiasa berhubungan (berinteraksi) dengan manusia lain dalam suatu kelompok (Setiadi dalam Bambang Tejokusumo, 2014: 38). Kehidupan masyarakat yang selalu berubah (dinamis) merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari. Manusia sebagai mahluk sosial selalu membutuhkan manusia lainnya untuk memenuhi kebutuhannya, sebuah keniscayaan manusia bisa hidup secara individual dalam lingkungannya.

Para ilmuwan di bidang sosial sepakat tidak ada definisi tunggal tentang masyarakat dikarenakan sifat manusia selalu berubah dari waktu ke waktu. Pada akhirnya, pada ilmuwan tersebut memberikan definisi yang berbeda-beda antara satu dengan yang lain. Berikut ini beberapa definisi masyarakat menurut pakar sosiologi (Setiadi, dalam Bambang Tejokusumo, 2014: 38):

1. Selo Soemardjan mengartikan masyarakat sebagai orang-orang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan.

(12)

2. Max Weber mengartikan masyarakat sebagai struktur atau aksi yang pada pokoknya ditentukan oleh harapan dan nilainilai yang dominan pada warganya.

Emile Durkheim dalam Bambang Tejokusumo mendefinisikan masyarakat sebagai kenyataan objektif individu-individu yang merupakan anggota-anggotanya. Kehidupan sebuah masyarakat merupakan sebuah sistem sosial di mana bagian-bagian yang ada di dalamnya saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya dan menjadikan bagian-bagian tersebut menjadi suatu kesatuan yang terpadu. Manusia akan bertemu dengan manusia lainnya dalam sebuah masyarakat dengan peran yang berbeda-beda, sebagai contoh ketika seseorang melakukan perjalanan wisata, pasti kita akan bertemu dengan sebuah sistem wisata antara lain biro wisata, pengelola wisata, pendamping perjalanan wisata, rumah makan, penginapan dan lain-lain (2014: 39).

Fenomena yang terjadi dilapangan opini masyarakat secara umum dapat terbentuk dari berbagai faktor antara lain latar belakang budaya (kebiasaan dan adat istiadat yang dianut seseorang atau masyarakat), pengalaman masa lalu, nilai-nilai yang dianut (moral,etika dan keagamaan yang dianut atau nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat).

Mahasiswa adalah peserta didik pada jenjang Perguruan Tinggi. Pengertian mahasiswa dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mahasiswa adalah siswa yang belajar pada Perguruan Tinggi (Depdiknas, 2012). Mahasiswa mempunyai peranan penting dalam mewujudkan cita-cita pembangunan nasional, sementara itu Perguruan Tinggi merupakan lembaga pendidikan yang secara formal diserahi tugas dan tanggung jawab mempersiapkan mahasiswa sesuai dengan tujuan pendidikan tinggi. Tujuan pendidikan tinggi dapat tercapai apabila Tridharma Perguruan Tinggi dapat terlaksana, yaitu mampu menyelenggarakan pendidikan, melakukan penelitian dan melakukan pengabdian pada masyarakat, (UU RI Nomor 12 tahun 2012).

(13)

Menurut Siswoyo dalam Jeanete Ophilia Papilaya mahasiswa dapat didefinisikan sebagai individu yang sedang menuntut ilmu ditingkat perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta atau lembaga lain yang setingkat dengan perguruan tinggi. Mahasiswa dinilai memiliki tingkat intelektualitas yang tinggi, kecerdasan dalam berpikir dan kerencanaan dalam bertindak. Berpikir kritis dan bertindak dengan cepat dan tepat merupakan sifat yang cenderung melekat pada diri setiap mahasiswa, yang merupakan prinsip saling melengkapi. Setiap mahasiswa memiliki keunikan pribadi yang berbeda dengan mahasiswa yang lainnya. Setiap mahasiswa berbeda dalam tingkat kinerja, kecepatan belajar, dan gaya belajar. Perbedaan cara belajar ini menunjukkan cara termudah mahasiswa untuk menyerap informasi selama belajar. Cara termudah dan tercepat seseorang dalam belajar dikenal sebagai gaya belajar (2016: 57).

Akhlak merupakan suatu yang penting selain itu akhlak juga termasuk dalam faktor pembentukan opini. Akhlak adalah suatu sikap mental atau keadaan jiwa yang mendorongnya untuk berbuat tampa berfikir dan pertimbangan. Sementara tingkahlaku manusia terbagi menjadi dua unsur, yakni unsur watak naluriah dan unsur kebiasaan dan latihan (ibnu Maskawih dalam Reni Susanti, 2015:2). Sedangkan menurut Reni Susanti akhlak adalah suatu yang sudah mendarah daging dalam diri seseorang, yang merupakan dorongan dari dalam jiwa seseorang. Artinya akhlak itu adalah sikap atau perilaku seseorang baik itu merupakan perbuatan baik atau perbuatan buruk. Dengan kata lain akhlak adalah keadaan jiwa yang mendorong timbulnya perbuatan-perbuatan secara spontan. Sikap jiwa atau keadaan jiwa seperti ini terbagi menjadi dua bagian: ada yang berasal dari watak (bawaan) atau fitrah sejak kecil dan ada pula yang berasal dari kebiasaan latihan. Dengan demikian manusia dapat berusaha mengubah watak kejiwaan pembawaan fitrahnya dari yang tidak baik menjadi baik (2015: 6).

Menurut Imam Al-Ghazali dalam Reni Susanti mendefinisikan akhlak dalam kitabnya Ihya‟ „Ulumuddin adalah suatu perangai (watak, tabiat) yang menetap kuat dalam jiwa seseorang dan merupakan sumber timbulnya

(14)

perbuatan-perbuatan tertentu dari dirinya, secara mudah dan ringan, tampa perlu dipikirkan atau direncanakan sebelumnya. Apabila tabiat tersebut menimbulkan perbuatanyang bagus menurut akal dan syarak maka hal hal tersebut dinamakan akhlak baik, dan apabila akhlak tersebut menimbulkan perbuatan yang jelek maka disebut akhlak yang jelek (2015: 7-8).

Berdasarkan obvservasi awal yang telah peneliti lakukan kepada ibuk Yelni yang tinggal di Lima Kaum tepatnya di Jorong kubu Rajo beliau mengatakan bahwa akhlak mahasiswa yang tinggal di jorong kubu rajo sangat mengecewakan karena mahasiswa yang diharapkan dapat menjadi panutan bagi masyarakat banyak malah mencerminkan perilaku yang tidak baik dan tidak layak untuk dijadikan figur. Seperti halnya, tidak mengucapkan salam ketika bertamu maupun ketika berpapasan, sering mengucapkan kata-kata kotor, sering melakukan perbuan ghibah dan mengadu domba antar sesama, begitu juga gaya berpakaian bagi kaum wanita yang tidak mencerminkan sebagai seorang mahasiswi islami, bagi kaum laki-laki masih saja ngumpul-ngumpul pada saat waktu sholat sudah masuk dan bermain koa (kartu kuning).

Dalam berakhlak mahasiswa IAIN Batusangkar sebaiknya mencerminkan akhlak yang baik, akan tetapi itu tidak sesuai dengan yang diharapkan. Karena akhlak mahasiswa IAIN Batusangkar masih menyimpang dari norma-norma agama seperti: menghalalkan segala cara untuk meraih sesuatu yang menjadi keinginannya, tidak peduli dengan aturan yang ada baik agama, pemerintah maupun masyarakat, mudah mengabaikan amalan ibadah, selalu mengajak berbuat kearah yang negatif kepada siapapun, tidak memperhatikan kepentingan orang lain, mudah mengucapakan kata-kata yang tidak baik dan tidak merasa malu melakukan perbuatan yang tidak seharusnya dilakukan.

Berdasarkan permasalahan diatas, penulis ingin mengangkat permasalahan akhlak mahasiswa IAIN Batusangkar yang akan penulis salurkan menjadi karya ilmiah dengan judul “Opini Masyarakat Nagari

(15)

Lima Kaum Jorong Kubu Rajo tentang Akhlak Mahasiswa IAIN Batusangkar”.

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis memfokuskan penelitian ini yaitu: Opini Masyarakat Nagari Lima Kaum Jorong Kubu Rajo tentang Akhlak Mahasiswa IAIN Batusangkar.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan fokus penelitian yang dirumuskan di atas, maka yang menjadi sub fokus pada penelitian ini yaitu:

1. Bagaimana Opini masyarakat Jorong Kubu Rajo tentang akhlak mahasiswa dalam pergaulan?

2. Bagaimana Opini Masyarakat Jorong Kubu Rajo tentang akhlak mahasiswa dalam berkomunikasi?

3. Bagaimana Opini Masyarakat Jorong Kubu Rajo tentang akhlak mahasiswa dalam berpakaian?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian yang hendak dicapai adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana Opini masyarakat Jorong Kubu Rajo tentang akhlak mahasiswa dalam pergaulan.

2. Untuk mengetahui bagaimana Opini Masyarakat jorong Kubu Karajo tentang akhlak mahasiswa dalam berkomunikasi.

3. Untuk mengetahui bagaimana Opini Masyarakat jorong Kubu Karajo tentang akhlak mahasiswa dalam berpakaian.

E. Manfaat dan Luaran Penelitian 1. Manfaat Teoritik

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi terkait dengan akhlak yang baik dalam islam.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan bagi mahasiswa IAIN Batusangkar.

(16)

c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sumbangan penelitiaan bagi IAIN Batusangkar tempat penulis menimba ilmu. 2. Manfaat Praktik

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam pergaulan mahasiswa sehari-hari.

Sedangkan luaran penelitian adalah untuk diterbitkan di jurnal ilmiah oleh mahasiswa Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam di Institut Agama Islam Negeri Batusangkar.

F. Definisi Istilah

Untuk menghindari adanya kesalahan dalam pemahaman mengenai judul proposal ini maka perlu dijelaskan istilah-istilah berikut:

Opini adalah pendapat, ide ataupun hasil pikiran manusia untuk menjelaskan kecenderungan atau preferensi tertentu terhadap perspektif dan ideologi akan tetapi bersifat tidak objektif karena belum mendapatkan pemastian atau pengujian, dapat pula merupakan sebuah pernyataan tentang sesuatu yang berlaku pada masa depan dan kebenaran atau kesalahannya serta tidak dapat langsung ditentukan misalnya menurut pembuktian melalui induksi. Opini yang penulis maksud disini adalah bagaimana pendapat masyarakat Jorong Kubu Rajo tentang akhlak dalam pergaulan, akhlak dalam berkomunikasi dan akhlak dalam berpakaian mahasiswa IAIN Bausangkar serta bagaimana faktor pembentuk opini masyarakat Jorong Kubu Rajo tentang akhlak mahasiswa IAIN Batusangkar.

Akhlak menurut kamus besar bahasa Indonesia mengandung artian sebagai budi pekerti atau kelakuan. Jika diurai secara bahasa akhlak berasal dari rangkaian huruf kha-la-qa yang berarti menciptakan. Secara bahasa Arab Akhlak, (akhlāq) berarti bentuk kejadian, dalam hal ini tentu bentuk batin se seorang (Murni Jamal dalam Mustopa 2014: 265). Kata (akhlāq) merupakan bentuk jama' dari kata khuluq. Dalam Kamus alMunjid, kata khuluq berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabiat. Akhlak yang penulis masuk adalah akhlak dalam bergaul, akhlak dalam berkomunikasi, akhlak dalam berpakaian.

(17)

9 BAB II LANDASAN TEORI A. Opini Masyarakat 1. Opini a. Pengertian Opini

Istilah opinion yang diterjemahkan menjadi “opini” didefinisikan oleh Cutlip dan Center diartikan sebagai pengekspresian suatu sikap mengenai persoalan yang mengandung pertentangan. Opini juga diartikan sebagai pendapat atau pandangan tentang suatu persoalan. Ketika seseorang beropini terhadap suatu permasalahan yang sama akan menimbulkan penilaian yang berbeda, hal itu dikarenakan opini memiliki sifat subyektif yang artinya menurut pandangan sendiri-sendiri (Hardi, 2001:14).

Opini merupakan kata yang berarti tanggapan atau jawaban terhadap sesuatu persoalan yang dinyatakan berdasarkan kata-kata, bisa juga berupa perilaku, sikap, tindakan, pandangan, dan tanggapan. Sedangkan pendapat lain mengatakan opini adalah ekspresi sikap dengan melalui jawaban positif untuk informan yang mendukung, jawaban netral dan negatif untuk jawaban yang tidak mendukung, artinya apabila sesorang beropini positif tandanya orang tersebut mendukung, dan apabila seseorang beropini negatif artinya orang tersebut menolak (Hardi, 2001: 14).

Opini adalah tanggapan aktif terhadap rangsangan, tanggapan yang disusun melalui innterpretasi personal yang diturunkan dan turut membentuk citra. Setiap opini merefleksi organisasi yang kompleks yang terdiri atas tiga komponen yaitu kepercayaan, nilai, dan pengharapan.

Dalam ilmu psikologi, opini adalah ekspresi sikap. Dengan demikian opini itu adalah sebuah aktualisasi. Jadi sikap masih berada dalam diri orang dan belum dimunculkan, sedangkan opini sudah

(18)

lebih dari itu, dimunculkan dan jika dibuktikan akan bisa diindera oleh manusia (ekspresi). Seseorang yang sedang mengeluarkan sebuah opini bisa dilihat dari komunikasi verbal dan komunikasi non verbalnya. Lain dengan sikap, tetapi diam tidak bisa diindera secara utuh dan masih ada dalam diri seseorang (Nurudin dalam Rina Hardi, 2014: 3).

Menurut Kamaruddin Hasan dalam Sastropotroe Jika diartikan secara ringkas, opini berarti pendapat. Dalam ilmu psikologi, opini adalah ekspresi sikap. Dengan demikian opini itu sebuah aktualisasi. Cutlip dan Center pernah mengatakan bahwa opini adalah kecenderungan untuk memberikan respon terhadap sesuatu masalah atau situasi tertentu (2011: 1).

Opini adalah pendapat, ide ataupun hasil pikiran manusia untuk menjelaskan kecenderungan atau preferensi tertentu terhadap perspektif dan ideologi akan tetapi bersifat tidak objektif karena belum mendapatkan pemastian atau pengujian, dapat pula merupakan sebuah pernyataan tentang sesuatu yang berlaku pada masa depan dan kebenaran atau kesalahannya serta tidak dapat langsung ditentukan misalnya menurut pembuktian melalui induksi.

Menurut William Albig dalam bukunya Modern Public Opinion, opini itu adalah suatu pernyataan mengenai sesuatu yang sifatnya bertentangan atau sedikitnya terdapat pandangan yang berlainan mengenai suatu hal. Menurut Sunarjo opini merupakan jawaban terbuka (overt) terhadap suatu persoalan atau issue ataupun jawaban yang diajukan secara tertulis maupun lisan. Opini juga dianggap sebagai jawaban lisan pada individu yang memberi respon atau tanggapan kepada rangsangan di mana suatu situasi atau keadaan yang pada umumnya diajukan suatu pertanyaan.

Berdasarkan definisi diatas, opini adalah pendapat atau pernyataan seseorang yang dinyatakan baik melalui kata-kata,

(19)

tulisan, tindakan, atau cara-cara lain yang mengandung arti (dalam Karra Sugianto, 2017: 3).

Menurut William dan Cleve dalam Karra Sugianto setiap opini memiliki tiga komponen yaitu:

1) Kepercayaan, Kepercayaan mengacu pada sesuatu yang diterima khalayak, benar atau tidak berdasarkan pengalaman masa lalu, pengetahuan dan informasi sekarang dan persepsi yang berkesinambungan.

2) Nilai Nilai melibatkan kesukaan-ketidaksukaan, cinta dan kebencian, hasrat dan ketakutan, bagaimana orang menilai sesuatu dan intensitas penilaiannya apakah kuat, lemah, netral. 3) Pengharapan Mengandung citra seseorang tentang apa

keadaannya setelah tindakan. Pengharapan, ditentukan dari pertimbangan terhadap sesuatu yang terjadi pada masa lalu, keadaan sekarang, dan sesuatu yang kira-kira akan terjadi jika dilakukan perbuatan tertentu (Kara Sugianto, 2017: 3).

Sedangkan menurut R. P. Abelson, opini seseorang mempunyai kaitan yang erat dengan 4 komponen, yaitu:

1) Kepercayaan mengenai sesuatu (belief).

2) Apa yang sebenarnya dirasakan atau menjadi sikapnya (attitude). 3) Persepsi (perseption), yaitu suatu proses memberikan makna,

yang berakar dari berbagai faktor, yakni :

a) Latar belakang budaya, kebiasaan dan adat istiadat yang dianut seseorang atau masyarakat.

b) Pegalaman masa lalu seseorang/kelompok tertentu menjadi landasan atas pendapat atau pandangannya.

c) Nilai-nilai yang dianut (moral, etika dan keagamaan yang dianut atau nilai-nilai yang berlaku dimasyarakat).

d) Berita-berita dan pendapat-pendapat yang berkembang yang kemudian mempunyai pengaruh terhadap pandangan seseorang. Bisa diartikan berita-berita yang dipublikasikan itu

(20)

dapat sebagai pembentuk opini masyarakat (Karra Sugianto, 2017: 4).

Opini itu sendiri tidak mempunyai tingkatan ataupun strata, namun mempunyai arah, yaitu (Effendy dalam Karra Sugianto, 2017: 5).

1) Positif Jika opini yang ditampilkan secara eksplisit dan implisit mendukung objek opini (individu memberikan pernyataan setuju). 2) Netral Apabila opini yang ditampilkan tidak memihak atau jika

individu memberikan pernyataan ragu-ragu.

3) Negatif Jika opini yang ditampilkan secara eksplisit dan implisit menolak atau mencela objek opini (individu memberikan pernyataan tidak setuju).

b. Unsur-unsur Opini

Opini mempunyai unsur sebagai molekul opini, yaitu (Sunarjo, 1997:89).

1) Kepercayaan tentang sesuatu

Kepercayaan adalah sistem penyimpanan yang berisi pengalaman kita dimasa lalu, meliputi pikiran, ingatan, dan interpretasi terhadap sesuatu.

2) Apa sebenarnya dirasakan seseorang Suatu prediposisi (keadaan yang mudah terpengaruh) terhadap seseorang, ide atau obyek yang berisi komponen-komponen pengertian, perasaan atau emosi, dan perilaku, dimana komponen ini juga merupakan komponen dari sikap.

3) Persepsi Persepsi adalah proses internal yang memungkinkan untuk memilih, mengorganisasikan dan menafsirkan rangsangan dari lingkungan kita dan proses tersebut mempengaruhi perilaku kita (Mulyana, 2003:167).

(21)

c. Jenis-jenis Opini a. Opini Individual

Sesuai dengan makna dari istilah yang dikandungnya, opini individual adalah pendapat seseorang secara perorangan mengenai sesuatu yang terjadi di masyarakat. Pendapat itu bisa setuju bisa juga tidak setuju. Baru diketahui bahwa orang-orang lain yang sependapat dan ada yang tidak sependapat dengan dia, setelah ia memperbincangkannya dengan orang lain. Maka sesuatu yang terjadi kini menjadi objek opini publik, jadi opini publik itu perpaduan dari opini-opini individual. Pendapat menjadi opini karena sesuatu yang terjadi dalam masyarakat tadi menimbulkan pertentangan yang ada pro dan kontra.

b. Opini Pribadi

Opini pribadi adalah pendapat asli seseorang mengenai suatu masalah sosial. Opini pribadi timbul apabila seseorang tanpa dipengaruhi orang lain menyetujui atau tidak suatu masalah sosial, kemudian berdasarkan nalarnya ia sampai kepada suatu kesimpulan sebagai tanggapan masalah sosial itu tadi, dan apabila dikomunikasikan kepada orang lain dalam suatu obrolan maka ia telah menyampaikan opini pribadinya. c. Opini Kelompok

Opini kelompok adalah pendapat sekelompok mengenai suatu masalah sosial yang menyangkut kepentingan orang banyak.

d. Opini mayoritas

Opini mayoritas adalah pendapat orang-orang terbanyak dari mereka yang berkaitan dengan suatu masalah yang pro dan kontra. Biasanya opini mayoritas itu dibawa kepada suatu forum terbuka dalam bentuk lembaga misalnya parlemen.

(22)

e. Opini minoritas

Merupakan kebalikan dari opini mayoritas. Opini minoritas adalah pendapat orang-orang yang relatif jumlahnya sedikit dibandingkan dengan jumlah yang lainnya yang terkait dengan suatu masalah sosial.

f. Opini massa

Merupakan kelanjutan dari opini publik. Opini massa adalah pendapat seluruh masyarakat sebagai hasil perkembangan pendapat yang berbeda mengenai masalah yang menyangkut kepentingan umum.

g. Opini umum

Opini umum adalah pendapat yang sama dari semua orang dalam suatu masyarakat mengenai masalah yang menyangkut kepentingan umum. Dari definisi tersebut jelas terdapat persamaan dengan opini massa yaitu bahwa kedua-duanya semua orang mempunyai pendapat yang sama. Perbedaannya ialah jika pada opini massa pendapat yang sama ini merupakan hasil perkembangan dari opini publik, pada opini umum tidak. (Effendy, 1992:89-90).

2. Opini Publik

a. Pengertian Opini Publik

Publik menurut Grunig dan Hunt (dalam Butterrick, 2012: 29) adalah sekelompok orang yang memiliki kesamaan kepentingan atas isu tertentu dan mau untuk bergabung secara kolektif untuk menyelesaikan isu-isu tersebut. Butterick (2012:28) menambahkan bahwa kata “publik” digunakan ketika PR ingin mendeskripsikan orang-orang yang dipengaruhi oleh suatu isu (dalam Ester Fredina, 2012: 7).

Definisi opini publik oleh Leonard W. Doob dipaparkan sebagai sikap individu-individu yang tergabung dalam kelompok

(23)

masyarakat yang sama mengenai sebuah persoalan tertentu (dalam Djoenaesih, 1984: 26). Pendapat lain dikemukan oleh William Albiq yang dikutip oleh Sastropoetro, opini publik merupakan suatu jumlah dari individu-individu yang diperoleh melalui perdebatan dan opini publik merupakan hasil interaksi antar individu dalam suatu publik (dalam Helene Olii, 2007: 13)

Sedangkan Walter Lippmann secara spesifik menggambarkan opini publik sebagai Opini Umum dengan huruf besar yaitu gambar-gambar yang digerakkan oleh sekelompok orang atau oleh pribadi yang bertindak atas nama kelompok. Di mana gambaran-gambaran dunia di luar diri kita itu berhubungan dengan tingkah laku sesama, sejauh tingkah laku mereka itu menyangkut diri kita, tergantung pada kita, atau menarik perhatian kita, disebut sebagai urusan masyarakat umum (1998: 26).

Menurut Helene Olii dalam M. Rizky Public Opinion dalam bahasa Indonesia sering diterjemahkan dengan “pendapat umum“, dengan demikian public diterjemahkan dengan “umum“ sedangkan opinion dialih bahasakan dengan “pendapat“. Dalam Ilmu Komunikasi terdapat istilah lain yaitu public relations yang umumnya diterjemahkan dengan “hubungan masyarakat“, dalam hal ini public diterjemahkan dengan “masyarakat“, sedangkan relations diterjemahkan dengan “hubungan“ (2016: 2).

Menururt H. Pangarep dalam M. Rizky Opini publik adalah bagian dari kajian komunikasi, yaitu sebagai hasil suatu proses komunikasi yang merupakan tanggapan/opini terhadap suatu masalah yang sifatnya kontroversial. Proses komunikasi adalah kegiatan penyampaian pesan yang dilakukan komunikator kepada komunikan baik melalui media bahwa maupun media-media lainnya.Unsur-unsur yang paling minimal dalam kegiatan komunikasi adalah adanya komunikator, pesan, dan komunikan.

(24)

Opini publik berasal dari bahasa inggris Public Opinion. Menurut Djoenasih S. Soenarjo, opini publik dalam bahasa Indonesia sering diterjemahkan dengan “pendapat umum”, dengan demikian Public diterjemahkan sebagai umum, sedangkan opinion dialihbahasakan menjadi “pendapat” (dalam Rina Hardi, 2014: 3).

Marian D. Irish dan James W. Prothro menyebutkan bahwa opini publik adalah ekspresi sikap mengenai persoalan masyarakat. Defenisi tersebut mencakup tiga aspek :

1) Ekspresi, sikap yang tidak diekspresikan bukanlah opini publik, sebab sikap adalah predisposisi internal yang tidak bisa diobservasi secara langsung.

2) Persoalan/isu, yang dimaksud dengan persoalan atau isu disini adalah yang mengandung pro dan kontra, setuju atau tidak setuju. 3) Kemasyarakatan, opini publik lebih banyak bersangkutan dengan

kemasyarakatan (dalam Rina Hardi, 2014 : 3).

Publik adalah umum, seperti yang kita ketahui bahwa kata publik tersebut pada dasarnya biasa digunakan untuk hal yang bersifat umum, ataupun dinikmati oleh orang bnyak dan juga bisa dikatakan bahwa publik tersebut adalah menyangkut hal-hal yang bersifat universal atau menyeluruh. Perkataan publik melukiskan kelompok manusia yang berkumpul secara spontan(2016: 3).

b. Faktor Pembentukan Opini Publik

Faktor-faktor yang dapat membentuk pendapat umum menurut D.W. Rajeki (Ruslan, 1999) mempunyai tiga komponen yang dikenal dengan istilah ABC of Attitude, yang penjelasannya sebagai berikut:

1) Affect (perasaan atau emosi).

Komponen ini berkaitan dengan rasa senang, suka, sayang, takut, benci dan lain sebagainya. Kemudian komponen afektif tersebut merupakan evaluasi berdasarkan perasaan seseorang

(25)

yang secara emotif (aspek emosional) untuk menghasilkan penilaian yaitu baik atau buruk.

2) Behaviour (tingkah laku).

Komponen ini lebih menampilkan tingkah laku atau perilaku seseorang, misalnya bereaksi untuk memukul, menghancurkan, menerima, menolak dan sebagainya. Jadi merupakan onen untuk menggerakkan seseorang secara aktif untuk melakukan tindakan atau berprilaku atas suatu reaksi yang sedang dialaminya.

3) Cognition (pengertian atau nalar).

Komponen kognisi berkaitan dengan penalaran seseorang untuk menilai suatu informasi, pesan, fakta dan pengertian yang berkaitan dengan pendiriannya. Komponen ini menghasilkan penilaian atau pengertian dari seseorang berdasarkan penilaian atau rasio atau kemampuan nalarnya. Artinya kognitif tersebut merupakan aspek kemampuan intelektualitas seseorang yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan.

c. Ciri-ciri Opini Publik

Nimmo (2001:25) berpendapat opini publik mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

1) Terdapat isi, arah, dan intensitas mengenai opini publik. Ciri-cirinya menyangkut opini publik tentang tokoh politik (biasanya pemerintahan dan kandidat pejabat, tetapi juga jenis lain pemimpin politik, terutama pemimpin simbolik menjadi subjek opini publik) partai peristiwa, dan segala jenis isu.

2) Kontroversi menandai adanya opini publik artinya sesuatu yang tidak dipercayai oleh rakyat.

3) Opini Publik mempunyai volume berdasarkan kenyataan bahwa kontroversi itu menyentuh semua orang yang merasakan

(26)

konsekuensi langsung dan tidak lansung meskipun mereka bukan pihak pada pertikaian semula.

4) Opini publik itu relatif tetap. Kita tidak dapat mengatakannya beberapa lama tetapi opini publik yang menghasilkan kontroversi sering bertahan agak lama.Penyebaran opini minoritas dan mayoritas sering berubah seperti pandangan individual, tetapi opini publik bertahan. Akan tetapi meskipun opini publik itu sebagai proses yang terus berlangsung pernyataan mengenai opini publik tentang suatu masalah harus spesifik bagi waktu dan tempat tertentu.

Menurut Sunarjo (1984:31), opini, sikap, perilaku, tidak dapat untuk dipisahkan. Opini dianggap sebagai jawaban lisan pada individu yang memberi respon (tanggapan) kepada stimulus dimana dalam situasi/keadaan yang pada umumnya diajukan suatu pertanyaan.

B. Akhlak

1. Pengertian Akhlak

Istilah akhlak menurut kamus besar bahasa Indonesia mengandung artian sebagai budi pekerti atau kelakuan. Jika diurai secara bahasa akhlak berasal dari rangkaian huruf kha-la-qa yang berarti menciptakan. Dalam islam, pengertian akhlak adalah suatu perilaku yang menghubungkan antara Allah SWT dan makhluknya, akhlak menyangkut kondisi internal, suasana batin seseorang sebagai individu.

Secara bahasa Arab Akhlak, (akhlāq) berarti bentuk kejadian, dalam hal ini tentu bentuk batin se seorang (Murni Jamal dalam Mustopa 2014: 265). Kata (akhlāq) merupakan bentuk jama' dari kata khuluq. Dalam Kamus alMunjid, kata khuluq berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabiat (Luis Ma‟luf dalam Mustopa 2014: 265). Begitu pula, dalam bahasa Yunani, pengertian khuluq ini disamakan dengan kata ethicos, yang berarti adab kebiasaan, perasaan

(27)

batin, kecenderungan hati untuk melakukan perbuatan. Ethicos kemudian berubah menjadi etika (Yatimin Abdullah dalam Mustopa 2014 :266). Kata akhlak yang berasal dari bahasa Arab akhlaq (yang berarti tabiat, perangai, dan kebiasaan) banyak ditemukan dalam hadits Nabi Saw. Dalam salah satu haditsnya Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya aku hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”. (HR. Ahmad). Sedangkan dalam al-Quran hanya ditemukan bentuk tunggal dari akhlaq yaitu khuluq. Allah menegaskan dalam al-Qur'an Surat al-Qalam/68 ayat 4:

    

Artinya: dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.

Firman Allah tersebut menunjukkan bahwa kata khuluq merupakan perilaku Rasulullah Saw. yang telah menjadi kebiasaan. Menurut Quraish Shihab, kata khuluq dalam ayat tersebut jika tidak dibarengi dengan objektifnya, maka berarti budi pekerti yang luhur, tingkah laku dan watak terpuji (Shihab dalam Mustopa 2014: 266).

Menurut Imam Al-Ghazali akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa (manusia), yang dapat melahirkan suatu perbuatan yang gampang dilakukan, tanpa melalui maksud untuk memikirkan (lebih lama). Maka jika sifat tersebut melahirkan suatu tindakan yang terpuji menurut ketentuan akal dan norma agama (dalam Mahjuddin 2016: 5).

Ibrahim Anis akhlaq adalah sifat tertanam dalam jiwa, yang dengannya lahirlah macam-macam perbuatan, baik atau buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan. Menurut Ahmad Amin akhlak ialah kebiasaan kehendak. Ini berarti bahwa kehendak itu bila dibiasakan akan timbul sesuatu maka kebiasaannya itu disebut akhlak. contohnya, bila kehendak itu dibiasakan memberi, maka kebiasaan itu ialah akhlak dermawan (Miftakhul Jannah, 2018: 4).

(28)

Dari beberapa definisi di atas jika diperhatikan secara seksama, tampak bahwa ada persamaan dan bahkan saling melengkapi, yaitu sifat yang melekat pada diri manusia, sudah menjadi kebiasaan dan dilakukan dengan sengaja maupun tidak sengaja, tanpa melakukan pertimbangan untuk melakukan sesuatu. Oleh karena itu lahirlah perbuatan yang baik disebut akhlakul karimah, sedangkan perbuatan yang buruk disebut akhlakul madzmumah.

Menurut Mahjuddin akhlak adalah perbuatan manusia yang bersumber dari dorongan jiwanya. Maka gerakan refleks, denyut jantung dan kedipan mata tidak dapat disebut akhlak, karena gerakan tersebut tidak diperintah oleh unsur kejiwaan. Dorongan jiwa yang melahirkan perbuatan manusia, pada dasarnya bersumber dari kekuatan batin yang dimiliki oleh setiap manusia yaitu:

a) Tabiat (pembawaan); yaitu suatu dorongan jiwa yang tidak dipengaruhi oleh lingkungan manusia, tetapi disebabkan oleh naluri (gharizah) dan faktor warisan sifat-sifat dari orang tuanya. Dorongan ini disebut oleh Mansur Ali Rajab dengan istilah “Al-Khalqul Fitriyah”.

b) Akal-pikiran; yaitu dorangan jiwa yang dipengaruhi oleh lingkungan manusia seteleh melihat sesuatu, mendengarkannya, merasakan serta merabanya. Alat kejiwaan ini hanya dapat melalui suatu yang lahir (nyata). Dorongan ini disebutnya sebagai istilah “Al-„Aqlu”.

c) Hati Nurani; yaitu dorongan jiwa yang hanya terpengaruh oleh faktor intuitif (wijdan). Alat kejiwaan dapat menilai hal-hal yang abstak (batin). Dorongan ini disebut “Al-Basirah” (mahjuddin 2016: 5-6).

Menurut Ibnu Maskawih akhlak adalah suatu sikap mental atau keadaan jiwa yang mendorong untuk berbuat tanpa berpikir dan pertimbangan. Menurut Muhammad Ali Asy-Syarif Al Jurjani akhlak adalah suatu sifat baik atau buruk yang tertanam kuat dalam diri yang darinya terlahir perbuatan-perbuatan dengan mudah dan ringan tampa perlu berfikir dan merenung. Sedangkan menurut Ahmad Bin

(29)

Mushthafa akhlak adalah ilmu yang darinya dapat diketahui jenis-jenis keutamaan dan keutamaan itu adalah terwujudnya keseimbangan antara tiga kekuatan, kekuatan berfikir, kekuatan marah dan kekuatan syahwat (Reni Susanti 2015: 1-3).

2. Pembagian Akhlak

a. Akhlak kepada Allah Swt

Akhlak yang baik kepada Allah berucap dan bertingkah laku yang terpuji terhadap Allah Swt. baik melalui ibadah langsung kepada Allah, seperti shalat, puasa dan sebagainya, maupun melalui perilaku-perilaku tertentu yang mencerminkan hubungan atau komunikasi dengan Allah diluar ibadah itu. Allah Swt telah mengatur hidup manusia dengan adanya hukum perintah dan larangan. Hukum ini, tidak lain adalah untuk menegakkan keteraturan dan kelancaran hidup manusia itu sendiri. Dalam setiap pelaksanaan hukum tersebut terkandung nilai-nilai akhlak terhadap Allah Swt(Syarifah Habibah, 2015: 81).

b. Akhlak kepada Alam

Akhlak kepada alam atau lingkungan disini adalah segala sesuatu yang disekitar manusia baik itu binatang, tumbuh-tumbuhan maupun benda-benda yang tak bernyawa. Pada dasarnya akhlak yang diajarkan Al-Qur‟an terhadap lingkungan bersumber dari fungsi manusia sebagai khilafah. Kekhilafan menurut adanya interaksi antara manusia dengan sesamanya dan manusia terhadap alam. Kekhilafahan disini mengandung arti pengayoman, serta bimbingan agar setiap makhluk mencapai tujuan penciptanya (Titik Maisaroh, 2017: 29).

(30)

c. Akhlak terhadap orang lain 1) Akhlak dalam pergaulan

a) Memilih teman

Setiap muslim pasti memiliki teman, dalam memilih teman sebaiknya memilih teman yang memiliki akhlak mulia dan berbudi pekerti. Seorang muslim sejati tidak akan berteman kecuali dengan orang yang tingkah laku dan perkataannya selalu mengingatkannya kepada allah, sebab berteman dengan orang yang rusak dan berprilaku maksiat hanya akan menyebabkan kerugian di dunia dan akhirat.

Salah satu sikap baik kepada teman adalah selalu menepati janji dan selalu membantu teman dengan ikhlas pada saat dibutuhkan. Pergaulan yang baik dengan teman adalah selalu menjaga ketulusan hati teman saat bersamanya sampai akhir hayat(Erwin Rahmawati, 2017: 63-64).

b) Bermanis muka (wajah berseri-seri)

Ketika bertemu dengan seorang sahabat teman hal pertama yang kita lakukan adalah bersikap lemah lembut dan bermanis muka. Karena salah satu tanda baiknya muamalah antara muslim yang satu dengan lainnya yaitu ketika bertemu berseri-seri wajahnya dan saling memberi kabar gembira. Dalam amalan ini terdapat pahala yang besar disisi Allah.

c) Saling berjabat tangan

Seorang muslim ketika bertemu dengan saudaranya semestinya saling mengulurkan tangan karena keduanya untuk berjabat tangan. Perbuatan ini bisa menimbulkan kelembutan, kasih sayang, kecintaan dan pahala yang besar. Rasulullah SAW mengajarkan kalau menjabat tangan seorang harus dengan penuh perhatian, keramahan dan

(31)

muka yang manis. Pandanglah muka orang yang disalami, jangan bersalaman sambil memandang objek yang lain, karena sikap yang demikian akan menimbulkan perasaan tidak dihargai. Anjuran berjabat tangan tidak berlaku antara laki-laki dan perempuan kecuali suami istri atau antara seseorang dengan mahramnya.

d) Tolong menolong

Islam menganjurkan setiap orang islam agar menjadikan tolong menolong sebagai ciri dan sifat dalam muamalah sesama mereka. Sebagian kelompok membantu sebagian kelompok lain dalam berbagai sektor kehidupan yang diperbolehkan oleh syari‟at islam. Islam memotivasi pemeluknya untuk meningkatkan kerja sama dalam segala amal kebaikan yang bermanfaat bagi pemeluknya didunia dan akhirat.                                                           

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-i, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keredhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, Maka bolehlah berburu. dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat

(32)

aniaya (kepada mereka). dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya. e) Mengucap salam

Salah satu penyebab Allah memuliakan umatnya adalah saling menebar salamdiantara muslim satu dengan muslim lainnya ketika bertemu. Maka sudah semestinya bagi setiap muslim untuk menjaga karunia Allah dengan menebarkan salam kepada seorang yang dikenal maupun tidak dikenal.

Menurut syar‟i mengucap salam yaitu seseorang yang memulai salam mengucapkan, “Assalamu „alaikum warahmatullahi wabarakatuh”. Kalau seorang muslim hanya mengucapkan “Assalamu „alaikum” saja, maka sudah cukup baginya, hanya saja dia telah menyia-nyiakan pahala yang banyak bagi dirinya. Karena kalau mengucapkan salam kepada saudaranya hanya dengan “Assalamu „alaikum” baginya sepuluh kebaikan, jika ditambah dengan “warahmatullahi” baginya dua puluh kebaikan, dan jika ditambah lagi dengan “wabarakatuh”, maka baginya tiga puluh kebaikan.

2) Akhlak dalam berkomunikasi a) Berkata yang baik atau diam

Adab Nabawi dalam berbicara adalah berhati-hati dan memikirkan terlebih dahulu sebelum berkata-kata. Setelah direnungkan bahwa kata-kata itu baik, maka hendaknya ia mengatakannya. Sebaliknya, bila kata-kata yang ingin diucapkannya jelek, maka hendaknya ia menahan diri dan lebih baik diam. Point ini menjelaskan kepada siswa, bahwa ketika berbicara baik yang memulai kita dahulu atau kita menjawab pertanyaan dari orang lain, kita harus berpikir terlebih dahulu sebelum berbicara atau menjawab

(33)

pertanyaan, dan dalam berucap kita harus menggunakan kata-kata yang sopan, jika berbicara dengan yang lebih tua tidak boleh menggunakan kata lu atau gue.

Kata lu dan gue ini pantas diucapkan hanya kepada orang yang umurnya sama atau lebih kecil dar kita. Kalau diucapkan kepada orang lain yang lebih tua, kepada guru atau orang tua, itu tidak sopan. Dari sini dapat diketahui bahwa ternyata beberapa diantara mereka suka menggunakan kata lu dan gue pada saat berbicara dengan orang yang lebih tua(Ernawati,2017:100).

b) Dilarang Membicarakan Setiap yang Didengar.

Disini dijelaskan, bahwa jika kita secara tidak sengaja mendengar apa yang dibicarakan oleh dua orang seperti pembicaraan antara ayah dan ibunya, maka pembicaraan yang didengar tersebut tidak boleh untuk disapaikan kepada orang lain, karena pembicaraan antara ayah dan ibu di dalam rumah adalah rahasia(Ernawati,2017:100).

c) Jangan Mengutuk dan Berbicara Kotor.

Mengutuk dan sumpah serapah dalam kehidupan modern yang serba materiallistis sekarang ini seperti menjadi hal yang dianggap biasa. Seorang yang sempurna akhlaknya adalah orang yang paling jauh dari kata-kata kotor, kutukan, sumpah serapah dan kata-kata keji lainnya. Maka kita menghindari sikap mengejek, memperolok-olok dan memandang rendah orang yang berbicara.

Sifat orang beriman pula tidaklah mengumpat dengan perkataan dan tingkah laku. Ancaman bagi mereka yang mencela seperti itu jelas sekali dalam ayat berikut:

    

Artinya: kecelakaanlah bagi Setiap pengumpat lagi pencela.

(34)

Dosa mengumpat adalah dosa yang tidak akan diampuni oleh Allah meskipun pelakunya telah bertaubat, dia akan diampuni jika orang yang diumpat memberikan maaf. Namun apabila orang yang diumpat tidak memberi maaf, maka orang yang mengumpat tersebut masih berdosa dan akan dihukum nantinya diakhirat.

d) Jangan Senang Berdebat Meski Benar.

Saat ini, di alam yang katanya demokrasi, perdebatan menjadi hal yang biasa bahkan digalakkan. Ada debat calon presiden, debat calon gubernur dan seterusnya. Pada kasus kasus tertentu, menjelaskan argumentasi untuk menerangkan kebenaran yang berdasarkan ilmu dan keyakinan memang diperlukan dan berguna. Tetapi, berdebat yang didasari ketidak tahuan, ramalan, masalah ghaib atau dalam hal yang tidak berguna hanya membuang-buang waktu dan berpengaruh pada retaknya persaudaraan dan menimbulkan permusuhan (Ernawati, 2017:100). e) Menghindari perbuatan menggunjing (ghibah) dan mengadu

domba.

Paling banyak yang dilakukan oleh para mahasiswa dan mahasiswi selain berkata kasar dan jorok, juga suka membicarakan keburukan temantemannya. Hal ini diketahui karena para siswa tersebut saling menunjuk temannya, bahwa mereka suka ngomongin orang lain. Disinilah penulis memberikan pemahaman bahwa membicarakan tentang keburukan orang lain baik itu benar atau salah merupakan perbuatan yang tercela, karena hal tyersebut sangat dimurkai oleh Allah. Beberapa contoh ghibah adalah sebagai berikut:

(35)

Berikut ini adalah contoh perilaku yang termasuk ghibah:

a) Membicarakan keburukan orang lain melalui lisan b) Membicarakan keburukan orang lain melalui bahasa

isyarat

c) Membicarakan keburukan orang lain melalui gerakan tubuh dengan maksud mengolok-olok.

d) Membicarakan keburukan orang lain melalui media massa tanpa ada maksud untuk kebaikan.

Hukuman orang yang melakukan ghibah adalah:

a) Orang yang melakukan ghibah akan mengalami kerugian, karena pahala amal kebaikannya dia berikan kepada orang yang menjadi sasaran ghibahnya.

b) Mengakibatkan putusnya ukhuwah, rusaknya kasih sayang, timbulnya permusuhan, tersebarnya aib, lahirnya kehinaan dan timbulnya keinginan untuk menyebarkan post keburukan orang lain tersebut. c) Mendapat azab Allah swt yang sangat pedih(Ernawati,

2017:100-101). 3) Akhlak dalam berpakaian

Menurut bahasa, dalam bahasa Arab pakaian disebut dengan kata “Libaasuntsiyaabun” dan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pakaian diartikan sebagai “barang apa yang biasa dipakai oleh seorang baik berupa jaket, celana, sarung, selendang, kerudung, baju, jubah, serban dan lain-lain sebagainya”.

Menurut isltilah, pakaian adalah “segala sesuatu yang dikenakan seseorang dalam berbagai ukuran dan modenya berupa baju, celana, sarung, jubah, ataupun yang lain, sesuaikan dengan kebutuhan pemakainya untuk suatu tujuan

(36)

yang bersifat khusus ataupun umum. Adapun tujuan berpakaian:

Tujuan khusus, yaitu : “pakaian yang lebih berorientasi kepada nilai keindahan, sesuai dengan situasi dan kondisi pemakaian”2.Tujuan umum, yaitu : “pakaian yang lebih berorientasi kepada keperluan menutup atau melindungi bagian tubuh yang perlu ditutup atau dilindungi, baik menurut kepatutan agama ataupun adat”(Syarifah Habibah, 2014: 66).

Menurut kepatutan agama lebih mengarah kepada keperluan menutup aurat, sesuai dengan ketentuan syara‟ dengan tujuan beribadah. Sedangkan menurut kepatutan adat adalah pakaian yang sesuai dengan mode atau batasan ukuran berpakaian yang berlaku dalam suatu wilayah hukum adat. Bentuk akhlak berpakaian dalam pandangan Islam, pakaian terbagi menjadi dua bentuk :

1) Pakaian untuk menutupi aurat

Aurat lelaki menurut ahli hukum ialah dari pusat hingga ke lutut. Aurat wanita ialah seluruh anggota badan, kecuali wajah, telapak tangan dan telapak kaki. Rasulullah Saw. bersabda yang artinya : "Paha itu adalah aurat." (HR.Bukhari) Terdapat dalam surat An Nuur ayat 31 Allah berfirman:                                                            

(37)

                      

Artinya: Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah Menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera-putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.

2) Tidak tembus pandang dan tidak ketat.

Pakaian yang tembus pandang dan ketat tidak memenuhi syarat menutup aurat. Rasulullah Saw. bersabda yang artinya : "Dua golongan ahli neraka yang belum pernah aku lihat ialah, satu golongan memegang cemeti seperti ekor lembu yang digunakan untuk memukul manusia dan satu golongan lagi wanita yang memakai pakaian tetapi telanjang dan meliuk liukkan badan juga kepalanya seperti bonggol unta yang tunduk. Mereka tidak masuk syurga dan tidak dapat mencium baunya walaupun

(38)

bau syurga itu dapat dicium dari jarak yang jauh." (HR.Muslim).

Hal ini dikuatkan firman Allah dalam surat Al-Ahzab ayat 33:                            

Artinya: Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, Hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.

3) Tidak menumbuh sifat riya

Rasulullah Saw. bersabda yang artinya : "Barang siapa yang mengenakan pakaiannya karena perasaan sombong, Allah Swt. tidak akan memandangnya pada hari kiamat." Dalam hadis lain, Rasulullah Saw. bersabda yang artinya : "Barang siapa yang memakai pakaian yang berlebih-lebihan, maka Allah akan memberikan pakaian kehinaan pada hari akhirat nanti." (HR.Ahmad, Abu Daud, an-Nasa'iy dan Ibnu Majah).

4) Wanita tidak menyerupai laki-laki dan laki-laki tidak menyerupai perempuan.

Maksudnya pakaian yang khusus untuk lelaki tidak boleh dipakai oleh wanita, begitu juga sebaliknya. Rasulullah Saw mengingatkan hal ini dengan tegas dalam sabdanya : "Allah mengutuk wanita yang meniru pakaian dan sikap lelaki, dan lelaki yang meniru pakaian dan sikap

(39)

perempuan." (HR. Bukhari dan Muslim). Dalam hadits lain Baginda Nabi Saw. juga bersabda : "Allah melaknat lelaki berpakaian wanita dan wanita berpakaian lelaki." (HR. Abu Daud dan Al-Hakim) (Syarifah Habibah, 2014: 70).

5) menutup tubuh bagian atas dengan tudung kepala

Contohnya seperti tudung yang seharusnya dipakai sesuai kehendak syarak yaitu untuk menutupi kepala dan rambut, tengkuk atau leher dan juga dada. Allah berfirman:                        

Artinya: Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Jilbab ialah sejenis baju kurung yang lapang yang dapat menutup kepala, muka dan dada.

6) Tidak menyerupai pakaian khas orang kafir atau orang fasik.

Syariat Islam telah menetapkan bahwa kaum muslimin (laki-laki maupun perempuan) tidak boleh bertasyabuh (menyerupai) kepada orang-orang kafir, baik dalam ibadah, ikut merayakan hari raya, dan berpakaian khas mereka. Dalilnya adalah firman Allah surat Al-Hadid ayat 16:

(40)

                             

Artinya: Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.

Beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka) dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al-Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik(Syarifah Habibah, 2014: 7071).

Akhlak terhadap masyarakat antara lain : a) Memuliakan tamu.

b) Menghormati nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat.

c) Saling menolong dalam melakukan kebajikan takwa. d) Menganjurkan anggota masyarakat berbuat baik dan

mencegah perbuatan jahat. e) Memberi makan fakir miskin.

f) Bermusyawarah dalam segala urusan kepentingan bersama.

(41)

g) Menunaikan amanah yang telah diberikan oleh masyarakat kepada kita.

h) Menepati janji Syarifah Habibah, 2014: 7071).

3. Prinsip Keutamaan Akhlak

Prinsip atau dasar dari keutamaan akhlak pada dasarnya banyak jenisnya, namun Al-Ghazali mengklasifikasikan jenis tersebut dengan empat prinsip yang dianggap sebagai dasar yang dapat mencakup segala aspek, yaitu:

a. al-Hikmah (Kebijaksanaan). b. as-Syaja‟ah (Keberanian).

c. al-Iffah (Menjaga Kehormatan Diri). d. al-Adl (Keadilan).

Menurut Al-Ghazali, jika ke empat dasar ini bisa dimunculkan, maka akan lahirlah akhlak yang baik dari semua lapisannya.

a. Al-Hikmah (Bijaksana)

Menurut Al-Ghazali, yang dimaksud dengan hikamh di dalam karyanya Ihya Ulum al-Din adalah suatu keadaan jiwa yang dapat dipergunakan untuk mengatur sikap marah, dan mengendalikan nafsu syahwat, serta mendorongnya menurut kehendak hikmah. Sedangkan pemakaian dan pengendaliannya dapat diatur juga sesuai dengan kehendak hikmah.

Dengan kata lain, kebijaksanaan adalah kondisi jiwa yang memahami yang benar dari yang salah pada semua prilaku yang bersifat ikhtiar/pilihan. Selanjutnya ia juga menyebutkan bahwa hikmah atau kebijaksanaan merupakan salah satu keutamaan jiwa rasional (al-Aqliyah) yang dapat memelihara jiwa serta memungkinkan seseorang dapat membedakan yang benar dari yang salah dalam semua perbuatan yang disengaja (Syamsul Rizal, 2018: 75).

(42)

b. As-Syaja‟ah (Keberanian)

Akhlak yag bertalian dengan sikap keberanian, maka akan dapat menimbulkan sifat pemurah, tegas, keinginan pada hal-hal yang mengharuskan atas perbaikan diri kedepan, mengekang hawa nafsu, menanggung penderitaan, penyantun, berpendirian teguh, menahan sikap kasar, berhati yang tenang dan mulia, bercinta kasih, dan lain sebagainya. Dan rangkaian itu semua merupakan akhlak yang terpuji.

Keberanian itu menurut Al-Ghazali tidak boleh berlebihan, dan jika berlebihan dinamakan tahawwur yakni berani tanpa perhitungan dan pemikiran yang matang, semberono atau nekat. Hal itu, akan menimbulkan sifat-sifat seperti sombong, cepat marah, takabur dan ujub. Keberanian atau as-Syaja‟ah menurut Al-Ghazali juga merupakan suatu keutamaan bagi kekuatan marah, karena memang kekuatan marah itu nyata adanya, namun bersama kekuatan semangatnya, ia harus tunduk kepada akal yang mendapat didikan dengan pendidikan agama dalam tindakan maju dan mundurnya.

Dengan demikian, keberanian juga merupakan tindakan pertengahan antara kedua kehinaan yang meliputinya yaitu melampui batas dan pengecut, karena sifat pengecut adalah tindakan yang berada pada tingkatan kekurangan, yaitu suatu tindakan yang membawa kurangnya nafsu marah sesuai ukuran yang mesti, sehingga akan menyimpangkan tindakan untuk maju, padahal keadaannya harus maju (Syamsul Rizal, 2018: 76-77).

C. Mahasiswa

Mahasiswa adalah peserta didik pada jenjang Perguruan Tinggi. Pengertian mahasiswa dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mahasiswa adalah siswa yang belajar pada Perguruan Tinggi (Depdiknas, 2012). Mahasiswa mempunyai peranan penting dalam mewujudkan

(43)

cita-cita pembangunan nasional, sementara itu Perguruan Tinggi merupakan lembaga pendidikan yang secara formal diserahi tugas dan tanggung jawab mempersiapkan mahasiswa sesuai dengan tujuan pendidikan tinggi. Tujuan pendidikan tinggi dapat tercapai apabila Tridharma Perguruan Tinggi dapat terlaksana, yaitu mampu menyelenggarakan pendidikan, melakukan penelitian dan melakukan pengabdian pada masyarakat, (UU RI Nomor 12 tahun 2012).

Menurut Siswoyo dalam Jeanete Ophilia Papilaya mahasiswa dapat didefinisikan sebagai individu yang sedang menuntut ilmu ditingkat perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta atau lembaga lain yang setingkat dengan perguruan tinggi. Mahasiswa dinilai memiliki tingkat intelektualitas yang tinggi, kecerdasan dalam berpikir dan kerencanaan dalam bertindak. Berpikir kritis dan bertindak dengan cepat dan tepat merupakan sifat yang cenderung melekat pada diri setiap mahasiswa, yang merupakan prinsip saling melengkapi. Setiap mahasiswa memiliki keunikan pribadi yang berbeda dengan mahasiswa yang lainnya. Setiap mahasiswa berbeda dalam tingkat kinerja, kecepatan belajar, dan gaya belajar. Perbedaan cara belajar ini menunjukkan cara termudah mahasiswa untuk menyerap informasi selama belajar. Cara termudah dan tercepat seseorang dalam belajar dikenal sebagai gaya belajar (2016: 57).

Prashign mengatakan bahwa kunci menuju keberhasilan dalam belajar dan bekerja adalah mengetahui gaya belajar atau bekerja yang unik dari setiap orang, menerima kekuatan sekaligus kelemahan diri sendiri dan sebanyak mungkin menyesuaikan preferensi pribadi dalam setiap situasi pembelajaran, pengkajian maupun pekerjaan. Dengan demikian, gaya belajar merupakan kunci keberhasilan siswa dalam belajar (dalam Jeanete Ophilia Papilaya, 2016: 57).

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan tabel di atas, diketahui hasil respon dari 44 orang mahasiswa semester 4 Jurusan Tadris Biologi IAIN Batusangkar terhadap Website Edukatif yang

tercela menurut syariat; kedua, dibolehkan membelanjakan harta dalam aspek­aspek hal terpuji menurut syari’at; dan ketiga, mem­ be lanjakan hal­hal yang bersifat mubah, maka hal

4.9 Mengajukan gagasan Mengajukan gagasan penyelesaian masalah penyelesaian masalah gerak dalam ke gerak dalam kehidupan sehari-hari dengan hidupan sehari-hari dengan

Berdasarkan hasil pengujian yang keempat mendapatkan hasil bahwa variabel due professional care tidak berpengaruh secara statistik signifikan terhadap kualitas audit,

Sjarifuddin ditunjuk sebagai Perdana Menteri dan golongan Islam pada saat itu diwakili oleh PSII yang berarti PSII telah menyatakan diri keluar dari keanggotaan

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimana metode pembelajaran Student Facilitator and Explaining dalam keterampilan eksplorasi pada mata pelajaran

orang guru. Setiap guru memiliki tugas masing-masing sesuai dengan keahlian dan kesepakatan. Kelebihan sistem ini antara lain adalah: a) pencapaian KD pada setiap

Simons memberikan pendapatnya mengenai delict yaitu, delik merupakan suatu tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak sengaja oleh