• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERBASIS MASYARAKAT DI DESA KALIWLINGI KABUPATEN BREBES

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERBASIS MASYARAKAT DI DESA KALIWLINGI KABUPATEN BREBES"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

9 PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERBASIS MASYARAKAT DI DESA

KALIWLINGI KABUPATEN BREBES

Kiki Luqmanul Hakim1*, Bakti Setiawan2, Gunung Radjiman3

1Mahasiswa Program Magister Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik UGM Email : kluqmanulhakim@gmail.com

2Dosen Program Magister Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik UGM 3Dosen Program Magister Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik UGM

Received date: 06/09/2018, Revised date: 17/09/2018, Accepted date: 26/12/2018

ABSTRACT

The benefits of mangrove forest ecosystem (economical and ecological) are very important for the survival of the community (especially coastal communities), whereas on the other hand mangrove forest ecosystem is fragile to disturbance and quite difficult to rehabilitate the damage (Mahmud (2002) in Harahab (2010)). However, efforts to rehabilitate the destruction of mangrove forest ecosystem in Kaliwlingi Village, Brebes Regency, ended with success. The success of mangrove forest management in Kaliwlingi Village of Brebes Regency is indicated by indicator of increasing area and density of mangrove forest and increasing awareness and public participation in mangrove forest management. This study aims to determine the condition and development of mangrove forest, to know the community participation in mangrove forest management, to identify factors influencing community participation in mangrove forest management, and to study the sustainability of mangrove forest management in Kaliwlingi Village, Brebes Regency.

The approach used in this research is deductive with qualitative method. Data collection is done by collecting primary data and secondary data. Primary data obtained from direct interviews with respondents who directly act as actors in utilizing the mangrove area as a livelihood, respondents conducted by purposive sampling. While the analytical technique used is, qualitative descriptive analysis.

The results show that the condition of mangrove forest in Kaliwlingi village has increased threefold from before the rehabilitation effort from the society with high density. Level of community participation in mangrove forest management in Kaliwlingi village in the high category (citizen power), full control by the community at every stage of mangrove forest management (planning, implementation, utilization, monitoring / evaluation). The types of participation that society contributes in the form of mind, energy, expertise, goods and money. Factors influencing community participation in mangrove forest management in Kaliwlingi Village are divided into three factors, namely individual internal factors, internal factors of the group, and external factors. Individual internal factors consist of work, knowledge / experience, and benefits gained; the internal factors of the group consist of solidarity between group members and leadership of the group leader; as well as external factors consisting of government programs and good communication between stakeholders.

Keywords : Community participation, forest management, mangrove

ABSTRAK

Manfaat ekosistem hutan mangrove (ekonomis dan ekologis) sangat penting bagi kelangsungan kehidupan masyarakat (khsusunya masyarakat pesisir), sedangkan di pihak lain ekosistem hutan mangrove bersifat rentan (fragile) terhadap gangguan dan cukup sulit untuk merehabilitasi kerusakannya (Mahmud (2002) dalam Harahab (2010)). Namun, upaya rehabilitasi kerusakan ekosistem hutan mangrove di Desa Kaliwlingi Kabupaten Brebes berakhir dengan keberhasilan. Keberhasilan pengelolaan hutan mangrove di Desa Kaliwlingi Kabupaten Brebes ditunjukan dengan indikator

(2)

10 meningkatnya luas dan kerapatan hutan mangrove serta meningkatnya kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi dan perkembangan hutan mangrove, mengetahui partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove, mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove dan mengkaji keberlanjutan pengelolaan hutan mangrove di Desa Kaliwlingi Kabupaten Brebes.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah deduktif dengan metode kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan pengumpulan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan responden yang secara langsung berperan sebagai pelaku dalam memanfaatkan kawasan mangrove sebagai mata pencahariannya, responden dilakukan secara purposive

sampling. Sedangkan teknik analisis yang digunakan yaitu, analisis deskriptif kualitatif.

Hasil penelitian menunjukan bahwa kondisi hutan mangrove di Desa Kaliwlingi mengalami peningkatan luas sebanyak tiga kali lipat dari sebelum adanya upaya rehabilitasi dari masyarakat dengan kerapatan tinggi. Tingkatan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove di Desa Kaliwlingi pada kategori tinggi (citizen power), yaitu kontrol penuh oleh masyarakat di setiap tahapan pengelolaan hutan mangrove (perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan, pemantauan/evaluasi). Jenis partisipasi yang disumbangkan masyarakat dalam bentuk pikiran, tenaga, keahlian, barang dan uang. Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyrakat dalam pengelolaan hutan mangrove di Desa Kaliwlingi terbagi menjadi tiga faktor, yaitu faktor internal individu, faktor internal kelompok dan faktor eksternal. Faktor internal individu terdiri dari pekerjaan, pengetahuan/pengalaman dan manfaat yang diperoleh; faktor internal kelompok terdiri dari solidaritas antar anggota kelompok dan kepemimpinan ketua kelompok; serta faktor eksternal terdiri dari program pemerintah dan komunikasi yang baik antar

stakeholder.

Kata kunci : Mangrove, partisipasi masyarakat, pengelolaan hutan PENDAHULUAN

Alih fungsi hutan mangrove menjadi tambak secara masif terjadi di Kabupaten Brebes sejak tahun 1980-an seiring dengan peningkatan harga udang windu yang tinggi dan komoditas udang windu yang menjadi primadona budidaya perikanan Indonesia. Tambak udang hasil konversi ternyata menghasilkan keuntungan ekonomis dalam jangka waktu yang sangat singkat. Udang membutuhkan perawatan dan pemeliharaan yang lebih rumit dari pada komoditas perikanan lain, serta memerlukan pakan dan obat-obatan yang sebagian besar berasal dari bahan kimia. Bahan-bahan kimia yang terlarut akan menumpuk sehingga memperparah kerusakan ekosistem mangrove.

Konversi hutan mangrove dan penumpukan bahan-bahan kimia terlarut menyebabkan hutan mangrove terdegradasi cukup parah. Selain tambak udang yang akhirnya merugi, rusaknya hutan mangrove juga menyebabkan hasil tangkapan nelayan menurun tajam, sedangkan petani juga kehilangan mata pencaharian karena intrusi yang terjadi menyebabkan lahan pertanian menjadi tidak subur dan tidak dapat ditanami tanaman pertanian.

Kerusakan ekosistem hutan mangrove tersebut menyebabkan kawasan pesisir pantai Kabupaten Brebes memiliki ketahanan yang lebih rendah terhadap arus dan gelombang laut. Akibatnya, beberapa bagian pantai memiliki laju abrasi yang lebih tinggi dibanding laju akresinya.

Abrasi yang terjadi di kawasan pesisir Kabupaten Brebes telah merusak ekosistem-ekosistem kawasan pesisirnya sedemikian parah sehingga menggerus pantai sepanjang 27 km seluas 640 hektar (Mackay, 2012). Abrasi terparah terjadi di pesisir Desa Kaliwlingi Kecamatan Brebes sepanjang 7 km dengan luas 186 hektar atau sebesar 30% dari luas abrasi di Kabupaten Brebes dari tahun 2000 s.d tahun 2008.

Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk mengatasi terjadinya degradasi hutan mangrove dan erosi pantai di Kabupaten Brebes, terlebih di Desa Kaliwlingi yang mengalami abrasi terparah. Berbagai program kegiatan yang dianggarkan pemerintah dalam APBD maupun APBN, seperti kegiatan pembuatan dam dan sabuk pantai sederhana dari bronjong bambu yang dipasang sejajar dan mengisi tengahnya dengan karung-karung pasir atau tanah maupun pembuatan sabuk pantai beton

(3)

11 dengan biaya yang tidak sedikit. Namun, hasilnya masih kurang maksimal serta belum mampu menangani masalah abrasi pantai yang terus mendesak kawasan pesisir Desa Kaliwlingi.

Dengan kenyataan seperti tersebut di atas, akhirnya mulai timbul kesadaran sebagian masyarakat Desa Kaliwlingi untuk kembali menanam mangrove di sepanjang garis pantai. Upaya awal untuk merehabilitasi mangrove diinisiasi melalui pembentukan kelompok penyelamat mangrove pada tahun 2003 dengan nama Kelompok Mangrove Sari. Kemudian dilanjutkan dengan penanaman mangrove secara swadaya oleh anggota kelompok. Selain itu juga dilakukan kegiatan sosialisasi dan penyadaran pentingnya ekosistem mangrove kepada masyarakat Desa Kaliwlingi secara terus menerus.

Kegiatan rehabilitasi mangrove di Desa Kaliwlingi mulai melibatkan pemerintah dan pihak swasta/lembaga lain sejak tahun 2005 sampai sekarang yang bersumber dari anggaran APBN/APBD dan anggaran lembaga donor lainnya. Penanaman baik yang bersumber dari pemerintah maupun lembaga lain selalu melibatkan masyarakat lokal sekitar sebagai tenaga kerja yang diupah untuk menanamnya. Pemeliharaan awal terhadap bibit mangrove yang telah ditanam kemudian dilanjutkan oleh masyarakat melalui Kelompok Mangrove Sari. Dalam beberapa tahun kemudian, upaya rehabilitasi mangrove yang telah dilakukan mulai dapat dirasakan dampak manfaatnya oleh masyarakat, mulai dari tersedianya pakan alami untuk ikan yang dibudidayakan di tambak, munculnya ikan-ikan, udang dan kepiting di sepanjang pantai yang ditanamai mangrove dan berkurangnya abrasi.

Adanya Kelompok Mangrove Sari ternyata memberikan dampak positif terhadap keberlanjutan hutan mangrove terutama di Desa Kaliwlingi. Masyarakat mulai dapat memetik hasil dari tanaman secara langsung setelah kegiatan rehabilitasi berlangsung selama kurang lebih lima belas tahun. Tanaman mangrove yang ditanam mulai dewasa dan berbuah, buah mangrove dan anakan yang tumbuh alami dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar sebagai bakal bibit. Bibit-bibit tersebut selain digunakan untuk kegiatan rehabilitasi di lingkungan mereka juga dijual kepada pihak luar baik ke pemerintah maupun ke pihak swasta yang sedang melaksanakan penanaman mangrove. Selain itu dampak secara tidak langsung dari kegiatan rehabilitasi hutan mangrove telah memunculkan potensi ekowisata hutan mangrove di Desa Kaliwlingi.

Keberhasilan Kelompok Mangrove Sari terutama dalam menekan kerusakan hutan mangrove dan memanbah luasan hutan mangrove secara signifikan di Desa Kaliwlingi tersebut yang melatarbelakangi penelitian ini, sehingga akan dieksplorasi lebih lanjut bagaimana partisipasi kelompok ini dalam pengelolaan hutan mangrove. Pada akhirnya, dengan mengetahui partisipasi Kelompok Mangrove Sari di Desa Kaliwlingi diharapkan mampu dijadikan suatu best-practise untuk wilayah lain terkait pengelolaan hutan mangrove.

BAHAN DAN METODE

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah deduktif dengan metode kualitatif. Peneliti menggunakan metode ini untuk memperoleh data yang valid yaitu data dan informasi yang diperoleh dari narasumber secara langsung, untuk digunakan sebagai bahan menyusun laporan penelitian. Sebagaimana pendapat Creswell (2014) bahwa laporan akhir dari penelitian kualitatif melibatkan suara dari partisipan, refleksivitas dari para peneliti, deskripsi dan penafsiran yang kompleks tentang permasalahan tersebut dan studi yang memperkaya literatur maupun memberikan seruan untuk aksi.

Penelitian dilakukan di Desa Kaliwlingi Kecamtan Brebes Kabupaten Brebes. Pengambilan data lapangan dan wawancara dilaksanakan pada bulan Juni 2018. Alat yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari GPS, kuesioner, kamera, alat perekam (voice recorder), papan board dan alat tulis menulis. Bahan yang digunakan sebagai obyek dalam kegiatan penelitian ini adalah masyarakat Desa Kaliwlingi dan Kelompok Mangrove Sari yang berperan aktif dalam konservasi mangrove.

Prosedur Penelitian

1. Pemilihan responden dilakukan secara purposive sampling. Desa Kaliwlingi dipilih berdasarkan informasi awal bahwa masyarakat di desa ini telah berperan aktif dan sukses melakukan rehabilitasi mangrove. Pertimbangan lain sebagai dasar pemilihan desa contoh adalah kondisi latar belakang

(4)

12 hutan mangrove yang dulunya merupakan wilayah yang telah dikonversi oleh masyarakat sebagai lahan tambak masyarakat.

2. Pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan lapangan dan wawancara secara terstruktur terhadap responden kunci. Survei dengan metode wawancara merupakan kegiatan mencari keterangan atau pendapat melalui tanya jawab lisan untuk mengungkap latar belakang, motif yang ada di sekitar masalah yang diobservasi (Soekartawi, 2002). Penentuan jumlah narasumber tidak berdasarkan perhitungan statistik (Lincoln dan Guba, 1985 dalam Sugiyono, 2009), namun jumlah narasumber dianggap memadai jika data telah mencapai taraf redundancy.

3. Informasi penunjang berupa data-data sekunder diperoleh dari studi literatur antara lain : laporan hasil penelitian, monografi desa, informasi dari media internet dan buku-buku pustaka.

Data hasil observasi lapangan selanjutnya dikompilasi dan ditabulasi dalam bentuk tabel dan selanjutnya dianalisis menggunakan analisis deskriptif kualitatif (Hasan, 2008). Analisis deskriptif kualitatif adalah pengolahan data yang dilakukan melalui beberapa pertimbangan logika dengan bahasa penulisan yang sistematis (Kartono, 2000).

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kondisi dan Perkembangan Hutan Mangrove

Pemeliharaan hutan mangrove di Desa Kaliwlingi dimulai sejak tambak milik masyarakat rusak terkena abrasi dan terus mengancam area permukiman penduduk. Beberapa petambak yang peduli akan lingkungan dan tambak mereka, akhirnya menanam mangrove di bekas tambak mereka. Namun, usaha ini tidak membuahkan hasil karena dilakukan secara sporadis, individual dan tidak terencana. Hingga pada tahun 2003, dengan diinisiasi oleh beberapa orang akhirnya mereka membentuk Kelompok Mangrove Sari yang pada awalnya bertujuan menyelamatkan tambak dan permukiman mereka dari bencana abrasi. Kegiatan rehabilitasi mangrove ini semakin gencar dilakukan setelah warga desa mendapat bantuan dari pemerintah, CSR perusahaan dan yayasan sosial hampir setiap tahun sampai sekarang.

Penghujung tahun 2017, masyarakat Desa Kaliwlingi melalui Kelompok Mangrove Sari telah berhasil menanam mangrove 3,17 juta pohon mangrove di areal seluas 285 hektar dengan kondisi hidup 89%, meningkat 3 kali lipat dari luas hutan mangrove sebelum masyarakat membentuk Kelompok Mangrove Sari di Tahun 2003. Jenis tanaman mangrove yang tumbuh di Desa Kaliwlingi mayoritas berasal dari jenis Rhizophora apiculata dan Rhizophora mucronata (bakau). Kerapatan tegakan pohon mangrove di Desa Kaliwlingi adalah 9.667 pohon/ha termasuk kategori kerapatan lebat (>5.000 individu/ha).

2. Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Hutan Mangrove

Partisipasi masyarakat Desa Kaliwlingi dalam pengelolaan hutan mangrove di desanya merupakan partisipasi sukarela (Voluntary Participation) seperti yang dijelaskan Wang (1981) dalam Santosa (1999). Masyarakat membentuk kelompok penyelamat mangrove secara spontanitas dan atas inisiatif sendiri karena mereka sadar diri bahwa lingkungan yang mereka tempati sudah rusak. Anggota Kelompok Mangrove sari memiliki tanggung jawab mengelola dan memeliharan hutan mangrove seluas 3,4 hektar. Tanggung jawab yang besar dengan mengelola areal hutan yang tidak sedikit, tidak membuat partisipasi masyarakat Desa Kaliwlingi berkurang. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan kondisi mangrove di Desa Kaliwlingi yang terus berkembang dan lestari tiap tahunnya, menunjukan bahwa pengelolaan hutan mangrove di Desa Kaliwlingi berhasil meskipun tanggung jawab setiap anggota cukup besar.

Jenis partisipasi yang diberikan anggota kelompok terdiri atas 5 jenis yaitu pikiran, tenaga, keahlian, barang, dan uang. Jika dikaitkan dengan teori yang disampaikan oleh Keith Davis (dalam Sastropoetro, 1988) yang membagi jenis partisipasi menjadi 5 jenis, dalam pengelolaan hutan mangrove di Desa Kaliwlingi terdapat semua jenis partisipasi di sana. Partisipasi tenaga dan keahlian yang sering mereka sumbangkan, hal tersebut terkait dengan kondisi ekonomi hampir sebagian warga yang kurang mampu.

(5)

13 Meskipun kondisi ekonomi sebagian besar anggota kelompok dari kelas menengah ke bawah, tidak menyurutkan mereka untuk berpartisipasi dalam hal uang dan harta benda walau dengan intensitas yang tidak terlalu sering.

Tingkatan partisipasi dalam setiap tahapan kegiatan pengelolaan hutan mangrove, yaitu tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap pemanfaatan, serta tahap pemantauan/evaluasi. Dalam semua tahapan, tingkatan partisipasi masyarakat melalui Kelompok Mangrove Sari berada pada kategori tinggi (citizen power - masyarakat murni sudah berpartisipasi, terlibat dalam memutuskan sesuatu). Hanya pada tahap perencanaan tingkatan partisipasi masyarakat melalui Kelompok Mangrove Sari pada kategori sedang (tokenism), tetapi pada tingkat tertinggi di kategori sedang atau pada tingkatan ke-5 tangga partisipasi masyarakat (penempatan wakil), dimana pada tahapan ini saran masyarakat diterima, tapi tidak selalu dilaksanakan.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Hutan Mangrove

Ada beberapa faktor yang dirumuskan dalam variabel ternyata tidak berpengaruh pada partisipasi masyarakat melalui Kelompok Mangrove Sari di Desa Kaliwlingi. Faktor internal yang tidak dijumpai di wilayah penelitian yaitu usia, jenis kelamin dan pendapatan. Hal tersebut dikarenakan tidak ada golongan usia, jenis kelamin maupun pendapatan tertentu yang mendominasi anggota kelompok, dalam satu kelompok penyelamat mangrove dijumpai anggota dengan usia dan pendapatan yang bervariasi. Selain itu juga melibatkan pria dan wanita dalam pelaksanaan kegiatan di lapangan.

Adapun untuk faktor eksternal yang tidak dijumpai di Desa Kaliwlingi yaitu faktor insentif. Belum adanya insentif dari pemerintah tidak menghambat kinerja Kelompok Mangrove Sari menjadi lambat.

Setelah distrukturkan lebih lanjut, faktor internal yang mempengaruhi dapat dibagi menjadi 2 yaitu faktor internal individu dan internal kelompok, karena dalam penelitian ini mengkaji partisipasi kelompok yang terdiri dari gabungan individu-individu. Sehingga diperoleh 3 jenis faktor yang mempengaruhi, yaitu faktor internal individu, faktor internal kelompok, serta faktor eksternal. Berikut merupakan hasil temuan faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi Kelompok Mangrove Sari di Desa Kaliwlingi:

A. Faktor Internal Individu

Faktor internal individu merupakan faktor-faktor yang bersumber dari pribadi masing-masing anggota Kelompok Mangrove Sari. Faktor ini bersumber dari karakteristik dan keinginan individu yang pada akhirnya mempengaruhi keberhasilan kelompoknya. Generalisasi dari faktor yang mempengaruhi Kelompok Mangrove Sari, diperoleh 3 faktor internal individu yang dinilai mempengaruhi kinerja kelompok yaitu:

a) Pekerjaan

Hampir seluruh anggota Kelompok Mangrove Sari berprofesi sebagai nelayan dan/ atau petani tambak. Hal tersebut yang mendasari mereka memiliki semangat untuk berkontribusi dalam pengelolaan hutan mangrove di Desa Kaliwlingi. Selain dalam rangka menjaga kelestarian hutan mangrove, tentunya tujuan pribadi masing-masing juga mendasari aktifnya para anggota kelompok, mengingat kelestarian hutan mangrove akan berdampak langsung pada peningkatan nilai lahan tempat mereka bekerja.

b) Pengetahuan/pengalaman

Pengalaman di lapangan dalam pengelolaan hutan mangrove seringkali mengalahkan teori dan pengetahuan yang diperoleh dari kajian literatur. Anggota Kelompok Mangrove Sari di Desa Kaliwlingi memiliki tingkat pendidikan tidak lebih dari lulusan Sekolah Menengah Atas, bahkan banyak diantara mereka yang hanya lulusan Sekolah Dasar. Akan tetapi, pengalaman dan pengetahuan mereka dalam mengelola hutan mangrove selama bertahun-tahun menjadi bekal tersendiri sehingga diperoleh hasil hutan mangrove di Desa Kaliwlingi yang semakin lebat.

c) Manfaat yang diperoleh

Faktor utama yang mempengaruhi keterlibatan anggota Kelompok Mangrove Sari yaitu karena menurunnya hasil tangkapan ikan atau produktivitas ikan di tambak mereka karena

(6)

14 terkonversinya hutan mangrove dan arbrasi areal tambak. Sehingga, walaupun pada akhirnya pengelolaan hutan mangrove bertujuan untuk kelestarian lingkungan, manfaat secara langsung yang dapat dirasakan para anggota kelompok yaitu peningkatan perekonomian mereka melalui peningkatan pendapatan. Faktor ini juga terkait erat dengan faktor motivasi masing-masing individu, karena didasari oleh manfaat yang diperoleh masing-masing anggota kelompok B. Faktor Internal Kelompok

Selain internal individu, faktor internal kelompok juga tidak kalah penting dalam mempengaruhi partisipasi Kelompok Mangrove Sari. Faktor internal kelompok yang paling utama mempengaruhi yaitu kepemimpinan ketua kelompok, disusul dengan solidaritas antar anggota kelompok.

a) Kepemimpinan ketua kelompok

Ketua kelompok merupakan ujung tombak dari kinerja Kelompok Mangrove Sari. Ketua Kelompok Mangrove Sari merupakan tokoh masyarakat atau figur yang disegani di lingkungan mereka, dan sebagai penggagas dibentuknya kelompok Kelompok Mangrove Sari. Beragam karakter kepemimpinan seorang ketua sangat mempengaruhi keberlangsungan kelompok itu sendiri, disamping pengalaman dan pengetahuan mengenai mangrove yang lebih banyak dibandingkan anggota kelompok lainnya.

b) Solidaritas antar anggota kelompok

Adanya kepemimpinan yang mumpuni harus ditunjang dengan adanya solidaritas antar anggota kelompok. Hal tersebut terbukti dalam pelaksanaan setiap kegiatan yang diadakan oleh pemerintah, mulai dari pembibitan hingga pemeliharaan mangrove selalu melibatkan seluruh anggota kelompok. Solidaritas ini juga tergambar dalam setiap pertemuan kelompok yang diadakan, hampir semua anggota kelompok selalu hadir, bahkan pada pertemuan dilakukan ketika kegiatan tengah berlangsung, seluruh anggota kelompok pasti akan hadir.

C. Faktor Eksternal

Faktor eksternal merupakan faktor-faktor dari luar kelompok yang mempengaruhi partisipasi anggota Kelompok Mangrove Sari dalam melaksanakan tugas mereka. Ada beberapa faktor eksternal yang dapat ditemukan dalam penelitian ini, salah satunya yang menjadi bagian paling penting yaitu kebijakan pemerintah.

a) Program Pemerintah

Campur tangan pemerintah dan lembaga lain memicu anggota Kelompok Mangrove Sari berbuat lebih banyak dalam memlihara hutan mangrove di wilayah mereka. Partisipasi Kelompok Mangrove Sari dapat dibuktikan dengan selalu menanam lebih dari target awal dari pemberi program/kegiatan

b) Komunikasi yang baik antar stakeholder

Stakeholder dalam pengelolaan mangrove di Desa Kaliwlingi terdiri atas pemerintah,

masyarakat melalui kelompok penyelamat mangrove, dan swasta (lembaga donor lain). Peran lembaga donor lain (pihak swasta) banyak memiliki andil dalam pengembangan hutan mangrove di Desa Kaliwlingi, hal ini berkat komunikasi yang baik dari Kelompok Mangrove Sari dengan lembaga lain melalui promosi dan silaturahmi. Kelompok Mangrove Sari juga menjalin komunikasi secara rutin dengan pemerintah, sehingga pemerintah telah mewujudkan pengembangan ekowisata di Desa Kaliwlingi.

KESIMPULAN

Meningkatnya luasan dan kepadatan hutan mangrove di Desa Kaliwlingi tidak terlepas dari partisipasi masyarakat melalui Kelompok Mangrove Sari dalam mengelola dan memelihara hutan mangrove di wilayah mereka. Jenis partisipasi yang diberikan berupa tenaga, harta benda, uang, buah pikiran, dan keterampilan. Partisipasi masyarakat meliputi pelibatan kelompok dalam setiap tahapan dan proses partisipasi di lapangan, Kelompok Mangrove Sari masih aktif hingga saat ini untuk terus memelihara hutan mangrove di Desa Kaliwlingi dengan tingkatan partisipasi masyarakat berada pada kategori tinggi (citizen power – masyarakat murni sudah berpartisipasi, terlibat dalam memutuskan sesuatu).

(7)

15 Ada 3 faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat melalui Kelompok Mangrove Sari dalam pengelolaan hutan mangrove di Desa Kaliwlingi. Faktor pertama yaitu faktor internal individu yang meliputi pekerjaan, pengetahuan/ pengalaman, dan manfaat yang diperoleh. Faktor kedua yaitu faktor internal kelompok yang meliputi kepemimpinan ketua kelompok dan solidaritas antar anggota kelompok. Adapun faktor ketiga yaitu faktor eksternal yang meliputi program pemerintah, dan komunikasi yang baik antar stakeholder. Dari ketiga faktor tersebut, faktor internal kelompok (kepemimpinan) merupakan faktor paling berpengaruh, disusul dengan faktor eksternal (program pemerintah) sebagai faktor kedua yang paling mempengaruhi partisipasi masyarakat melalui Kelompok Mangrove Sari dalam melaksanakan tugas mereka.

Kesimpulan lain yang dapat diperoleh dari penelitian ini yaitu pemberdayaan masyarakat melalui pembentukan kelompok ternyata memang lebih efektif daripada pemberdayaan masyarakat secara individu terlebih bila kelompok tersebut dibentuk sendiri karena adanya kesamaan tujuan. Individu yang tergabung dalam suatu kelompok merasa lebih dianggap dan bermanfaat apabila tergabung dalam suatu kelompok tertentu. Selain itu, seluruh anggota Kelompok Mangrove Sari memiliki tujuan yang sama terkait peningkatan pendapatan apabila hutan mangrove di wilayah mereka lebih lestari.

DAFTAR PUSTAKA

Creswell, J.W. 2014. Penelitian Kualitatif dan Desain Riset: Memilih Diantara Lima Pendekatan. Edisi Tiga. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Harahab, Nuddin. 2010. Penilaian Ekonomi Ekosistem Hutan Mangrove dan Aplikasinya dalam

Perencanaan Wilayah Pesisir. Graha Ilmu, Yogyakarta.

Hasan, I. 2008. Analisis Data Penelitian Dengan Statistik. Cetakan Ketiga. PT. Bumi Aksara, Jakarta. Kartono. 2000. Pengantar Metodologi Riset Sosial. CV. Mandar Maju, Jakarta.

Mackay, P. 2012. “Brebes Bakau Restoration & Reforestation for Climate Change Adaptation and

Mitigation Project Proposal”. Central Java Green Belt Bakau Corridor Program, Brebes

Regency Indonesai. Indonesian Rainforest Foundation.

Mitchell, B., B.Setiawan dan Dwita Hadi Rahmi. 2000. Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Santosa KD. 1999. Pengembangan Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Cagar Alam Kelompok Hutan Mangrove Pantai Timur Jambi. Tesis. Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sastropoetro, Santoso R.A. 1988. Partisipasi, Komunilasi, Persuasi dan Disiplin dalam Pembangunan

Nasional. Alumni, Bandung.

Soekartawi. 2002. Analisis Usahatani. Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Kandungan fosfat di perairan ekosistem muara Sugai Wulan Kabupaten Demak pada keempat stasiun tergolong dalam kategori tingkat kesuburan perairan hypertrofik

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pendekatan pembelajaran SAVI dilihat dari hasil belajar siswa kelas 3 SD Negeri Tlogo Kecamatan Tuntang pada

U dijelu rada koji se odnosi na predmet i problem istraživanja predstavljeni su temelji sportskog marketinga, smjer u kojem se trenutno razvija i neke njegove

Bakteri (vaksinasi) diberikan pertama kali sebelum hewan disapih, diikuti dengan dosis lain dua atau empat minggu kemudian. Vaksin avirulen diberikan peroral lewat air

Penyampaian salinan izin usaha pertambangan operasi produksi untuk penjualan dalam rangka penanaman modal dalam negeri yang komoditas tambangnya bersala dari 1 (satu) daerah

Hasil penelitian memperlihatkan profil asam lemak minyak biji labu kuning dengan metode soxhlet maupun maserasi menggunakan pelarut heksana maupun etanol tersusun dari

Talus tebal berbentuk silindris dan berlendir, berwarna kuning saat segar dan coklat setelah kering. Melekat dengan holdfast discoid. Memiliki percabangan

memungkinkan termasuk kegunaan dari tugas tersebut. Peserta didik tipe guardian sangat patuh kepada guru. Segala pekerjaan yang diberikan kepada guardian dikerjakan