• Tidak ada hasil yang ditemukan

Buku Seluk Beluk Hukum Pidana

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Buku Seluk Beluk Hukum Pidana"

Copied!
131
0
0

Teks penuh

(1)

K>021

GUSE PRAYUDI,

SH

SELUKBELUK

HUKUM PIDANA

YANG PENTINGUNTUK

DIKETAHUI

;~

Il'1Ho

S

,43-PrC\

~

c

-t

(

Dalam bentuk tanya jawab disertai dengan dasar

hukumnya dan dilengkapi dengan Yurisprudensi

(2)

SELUK BELUK HUKUM PIDANA YANG PENTING UNTUK DIKETAHUI GUSE PRAYUDI, SH

Tata Letak: Nachel Kulit Muka: simple design Dicetak oleh:

Royyan, Zaidan, Razan

Cetakan Pertama, Februari 2008 ISBN 978-979-16234-5-7

Boya Book Radio Dalam

JI. H. Agus Salim III Kebayoran Baru Jakarta Selatan

Distributor: Mitra Setia

Alamat : GedonganRT 3 RW I No. 66 Kel. Purbayan Kota Gede Yogyakarta, Telp. / Fax. : (0274) 451739

Hak Cipta Dilindungi oleh Undang-Undang

Hak Cipta ada pada penulis, dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh buku ini tanpa izin dari penulis

(3)

KATA PENGANTAR

Penyusunan buku ini adalah usaha untuk memudahkan dalam memahami asas-asas dan hal-hal mendasar dari hukum pidana. Untuk hal tersebut maka Penyusun menguraikan 3 (tiga) segi pokok Hukum Pidana yakni perbuatan, pembuat dan pidana dalam bentuk tanya jawab yang dalam jawabannya dicantumkan dasar hukum serta dilengkapi pula dengan yurisprudensi.

Penyusun menyadari penyusunan buku ini jauh dari sempuma, karenanya kritik dan saran hal yang dinanti.

Akhirnya Penyusun mengucapkan terima kasih kepada penerbit yang berkenan untuk menerbitkan buku ini, semoga buku sederhana ini dapat bermanfaat.

Poso, Desember2007

Penyusun, GusePrayudi, SH

(4)

DAFTARISI

KATA PENGANTAR 5 DAFTAR ISI 7 BAB I PENDAHULUAN 11 BAB 11 PERBUATAN 13

A. Istilah Tindak Pidana 13

B. Bentuk Tindak Pidana 17

C. Batas-Batas Berlakunya Aturan Pidana .24

BAB III

PEMBUAT 39

A. Subjek Tindak Pidana 39

B. Kualifikasi Pembuat Tindak Pidana .43

(5)

BAB IV PIDANA 57 A. Syarat Pemidanaan .57 .B. Pengertian Pidana 59 C. Pidana Pokok 62 Pidana Mati 62 Pidana Penjara 64 Pidana Kurungan .72 Pidana Denda 76 Pidana Tutupan 80 D. Pidana Tambahan 81

E. Hal-hal yang Menghapuskan Pidana .86

F. Hal-hal yang Mengurangi Pidana 101

G. Hal-hal yang Memberatkan Pidana 103

H. Hapusnya Kewenangan MenuntutPidana 110 1. Hapusnya Kewenangan Menjalankan Pidana 115 BAB V

JENIS-JENIS PELANGGARAN DALAM KUHP 117

(6)

BABI

PENDAHULUAN

1. Apakah pengertian dari Hukum Pidana ?

Aturan hukum yang mengikatkan kepada suatu perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu dengan suatu akibat berupa pidana (Mezger dalam Sudarto, 1990:7).

2. Dengan demikian, apakah hal-hal yang menjadi pokok permasalahan dari hukum pidana ?

Segi pokok hukum pidana terdiri dari tiga hal yakni perbuatan, pembuat dan pidana, dan perkembangan akhir-akhirinijuga memperhatikan masalah korban.

3. Terdapat dimanakah aturan tentang hukum pidana di Indonesia?

Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana/KUHP

(kodifikasi) dan di luar KUHP (di luar kodifikasi).

4. Berasal darimanakah sumber aturan pidana yang terdapat dalamKUHP?

KUHP yang sekarang diberlakukan adalah KUHP yan g bersumber dari hukum kolonial Belandayakni Wetboek van

(7)

Strafrecht voor Nederlandsch-lndie (Staatsblad Tahun 1915.

nomor 732), sehingga sebenamya teks resmi KUHP adalah dalam bahasa Belanda.

5. Sejak kapan Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch-Indie yang menjadi sumber aturan KUHP diberlakukan ?

Mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 1918, jadi KUHP tersebut pertanggal1 [anuari 2008 sudah berlaku selama 90 (sembilan puluh) tahun.

6. Apakah sudah ada usaha untuk memperbaiki dan merubah KUHP yang dibuat pada zaman kolonial tersebut?

Sebenarnya sudah beberapa kali ada usaha perbaikan dengan pembuatan Rancangan KUHP yakni sebanyak delapan konsep.

7. Terangkan mengenai Rancangan KUHP yang telah dibuat selama ini tetapi sampai sekarang tetap belum disahkan menjadi VU?

Konsep Rancangan Buku I KUHP tahun 1968, tahun 1971, Konsep Tim Harris, Basaroeddin dan Situmorang tahun 1981 yang isinya sama dengan konsep tahun 1968 dan 1971,Konsep RKUHP tahun 1981/1982 yang diketuai Prof. Soedarto, Konsep RKUHP tahun 1982/1983, Konsep RKUHP tahun 1982/1983 yang mengalami perbaikan, Konsep RKUHP tahun 1982/1983 yang merupakan hasil penyempumaan tim sampai dengan 27 April 1987 dan disempumakan lagi sampai pada November 1987, Konsep RKUHP tahun 1991/1992 yang diketuai oleh Prof. Marjono Reksodiputro (Makarao, 2005: 107-113).

(8)

BABII

PERBUATAN

A. Istilah Tindak Pidana

1. Apakah istilah yuridis yang dipakai untuk menyebut kejahatan yang sering terjadi dalam masyarakat, misalnya pembunuhan, pencurian dan sebagainya ?

Perbuatan-perbuatan tersebut dinamakan dengan tindak pidana. Istilah tindak pidana dimaksudkan sebagai terjemahan dari bahasa Belanda yaituStrafbaarfeit.

2. Apakah ada istilah lain yang sepadan dengan istilah

"tindak pidana"?

Dalam perundang-undangan negara kita, dapat ditemukan istilah-istilahyang maksudnya sama dengan tindak pidana

(strafbaarfeit),antara lain peristiwa pidana (UUDS 1950 Pasal 14 ayat 1), perbuatan pidana (Undang-undang Darurat No. 1 Tahun 1951), perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum (Undang-undang Darurat No. 2 tahun 1951), hal-hal yang diancam dengan hukum dan perbuatan yang dapat dikenakan hukuman (Undang-undang Darurat No. 16 Tahun 1951).

(9)

·Sekarangpada umumya di dalam peraturan perundang-undangan negara Indonesia menggunakan istilah tindak pidana.

3. Apakah pengertian dari "tindak pidana" itu sendiri menurut para ahli?

Mengenai pengertian tindak pidana tidak ada kesatuan pen-dapat diantara para ahli, ada dua pandangan yaitu yang bersifatmonistisdan pandangan yang bersifatdualistis dan dijelaskan oleh Moeljatno dalam Sudarto (1990: 36) sebagai berikut:

- Aliran dualistis membedakan dengan tegas "dapat dipidanaya perbuatan" dan "dapat dipidananya pembuat", sejalan dengan ini memisahkan antara pengertian "perbuatan pidana" dan "pertanggungan jawab pidana"

- Aliran monistis adalah melihat keseluruhan (tumpukan) syarat untuk adanya pidana itu kesemuanya merupakan sifat dari perbuatan.

4. Jelaskan pengertian "tindak pidana" menurut ahli dalam dua aliran tersebut ?

Pendapat para ahli yang berpandanganmonistis:

- Simons dalam Moeljatno (1983:56), menyatakan bahwa Strafbaarfeit adalah kelakuan yang diancam dengan pidana, yang bersifat melawan hukum yang berhubungan dengan kesalahan dan dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung jawab.

- Prodjodikoro dalam Sudarto (1990: 38), mengemukakan definisi pendek mengenai pengertian tindak pidana yakni berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan pidana.

(10)

- Moeljatno dalam Sudarto(1990: 39) menyatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana, barangsiapa

melanggar larangan tersebut.

5. Ap ak ah syarat untuk dikatakannya suatu perbuatan sebagai tindak pidana ?

Untuk dinyatakan sebagaitindak pidana, perbuatan tersebut memenuhi seluruh unsur yang menjadi rumusan terlarang

yan g diancam pidanaoleh peraturan perundang-undangan dan perbuatannya tersebut harus bersifat melawan hukum (tidak ada alasan pembenar).

6. Salah satu syarat perbuatan untuk dinamakan sebagai tindak pidana adalah perbuatannya harus bersifat melawan hukum. Jelaskan tentang istilah "bersifat melawan hukum" tersebut?

Unsur tersebut merupakan penilaian obyektif terhadap perbuatan dan bukan terhadap sipelaku. Unsur sifat melawan hukum biasanya disebut dengan perkataan "melawan hukum" (Wederechtelijke), tetapi disana-sini

Undang-undang mempergunakan istilah-istilah lain, seperti dengan tidak berhak, tanpa izin, dengan melampaui

kekuasaannya, tanpa memperhatikan cara yang ditentukan dalam Undang-undang umum.

7. Apakah pengertian dari "bersifat melawan hukum" tersebut?

Dalam ilmu hukum dikenal dua macam sifat melawan hukum (wederrechtelijkeheid), yaitu sifat melawan hukum materiil (materiele wederrechtelijkeheid) dan sifat melawan hukum formal (formale wederrechtelijkeheid).

- Sifat melawan hukum materiil adalah merupakan sifat melawan hukum yang luas, yaitu melawan

(11)

hukum itu sebagai suatu unsur yang tidak hanya melawan hukum yang tertulis saja, tetapi juga hukum yang tidak tertulis (dasar-dasar hukum pada umumnya). [adi walaupun Undang-undang tidak menyebutkannya, maka melawan hukum adalah tetap merupakan unsur dari tiap tindak pidana. - Sedangkan sifat melawan hukum formal adalah

merupakan unsur dari hukum positif yang tertulis saja sehingga ia baru merupakan unsur daripada tindak pidana apabila dengan tegas disebutkan dalam rumusan tindak pidana.

8. Apakah sifat melawan hukum materiil bisa dibedakan menurut fungsinya?

Benar, dengan melihat fungsinya "sifat melawan hukum materiil" bisa dibedakan dalam dua yakni:

- Fungsinya ya n g negatif, ajaran ini mengakui kemungkinan adanya haI-haI yang ada di Iuar Undang-undang menghapus sifat melawan hukumnya perbuatan yang memenuhi rumusan undang-undang.

- Fungsinya yang positif, ajaran ini menganggap sesuatu perbuatan tetap sebagai suatu tindak pidana, meskipun tidak nyata diancam dengan pidana dalam undang-undang, apabila bertentangan dengan hukum atau ukuran lain di Iuar Undang-undang (Sudarto,1990: 73)

9. Sifat melawan hukum materiil dalam fungsi apakah yang dianut oleh hukum pidana Indonesia?

Hukum pidana Indonesia menganut pendirian sifat melawan hukum yang materiil dalamfungsinya yang negatif, haI ini adalah sebagai konsekuensi dari asas Iegalitas. Hal

(12)

tersebut temyata dalam yurisprudensi antara lain dalam Putusan No. 81jK/Kr/1973 tanggal 30 Maret 1977.

Mengenai pengertian asas legalitas lihat pertanyaan dalam bagian C.Baias-Batas Berlakunya Atumn Pidana.

10. Apakah ada aturan hukum pidana Indonesia yang menganut sistem melawan hukum materiil dalam fungsi positif?

Ada, yakni dalam UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dimana dalam Penjelasan Pasal 2 ayat (1) UU tersebut melawan hukum diartikan sebagai perbuatan melawan hukum dalam arti formil maupun dalam arti materil, yakni meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan, namun apabila perbuatan tersebut dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan sosial dalam masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat dipidana (sifat melawan hukum formal dan materil dalam fungsi positif).

Tetapi dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 003/ PUU-IV/2006 tanggal25 Juli 2006,rumusan Penjelasan Pasal 2 ayat (1) UU No 31 Tahun 1999 yang berkaitan dengan sifat melawan hukum materil dinyatakan bertentangan dengan. UUD 1945 dan karenanya tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

B. Bentuk Tindak Pidana

11. Apakah bentuk tindak pidana menurut hukum pidana Indonesia?

Tindak pidana dibedakan dalam dua bentuk yakni kejahatan dan pelanggaran.

Pembedaan tindak pidana dalam bentuk kejahatan dan

(13)

pelanggaran dianut oleh KUHP yakni dalam buku II KUHP dirumuskan tentang berbagai bentuk kejahatan (dari Pasal 104 sampai dengan Pasal 488) dan dalam buku III dirumuskan tentang berbagai bentuk pelanggaran (dari Pasal 489 sampai dengan Pasal 569).

12. Apakah perbedaan antara kejahatan dengan pelanggaran itu sendiri?

Secara teoritis sulit sekali membedakan antara kejahatan .dengan pelanggaran, tetapi pada pokoknyaj secara

sederhana dapat dikatakan :

- Pelanggaran, orang baru menyadari hal tersebut merupakan tindak pidana karena perbuatan tersebut tercantum dalam undang-undang, istilahnya disebut wetsdelict(delik undang-undang).

- Kejahatan, meskipun perbuatan tersebut tidak dirumuskan dalam Undang-undang menjadi tindak pidana tetapi orang tetap menyadari perbuatan tersebut adalah kejahatan dan patut dipidana, istilahnya disebutrechtsdelict (delik hukum).

Perkembangan selanjutnya dalam Rancangan KUHP pembedaan tindak pidana dalam bentuk kejahatan sebagai "rechisdelict" dan pelanggaran sebagai "wetsdelict" dihapuskan.

13. Sebutkan contoh dari tindak pidana dalam bentuk kejahatan dan pelanggaran dalam KUHP?

Contoh dari tindak pidana kejahatan adalah pencurian (Pasal 362 KUHP), pembunuhan (Pasal 338 KUHP), perkosaan (Pasa1285 KUHP).

Contoh dari tindak pidana pelanggaran adalah mabuk di tempat umum (Pasa1492 KUHPj536 KUHP), berjalan atau berkendaraandi atas tanah yang oleh pemiliknya dengan

(14)

cara jelas dilarang memasukinya (Pasal 551 KUHP) (Jenis pelanggaran lainnya lihat Bab V).

14. Apakah berbagai jenis kejahatan dan pelanggaran tersebut hanya tersebut dalam KUHP ?

Berbagai bentuk tindak pidana (kejahatan dan pelanggaran) tidak hanya yang disebutkan dalam KUHP (dalamkodifikasi) tetapi juga yang dirumuskan dan diatur dalam peraturan perundangan-undangan lainnya misalnya Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Daerah (di luar kodifikasi).

15. Sebutkan contoh jenis tindak pidana kejahatan dan pelanggaran yang diatur dalam aturan di luar KUHP? Contoh kejahatan di luar KUHP, melakukan kekerasan fisik dalam rumah tangga (Pasal 44 UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga),

melakukan persetubuhan dan pencabulan terhadap anak (Pasal 81 dan 82 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak), tanpa hak memiliki, menyimpan dan membawa psikotropika (Pasal 62 UU No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika).

Contoh pelanggaran di luar KUHP, mengemudikan kendaraan bermotor dan tidak dapat menunjukkan SIM (Pasal 59 UU No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas Angkutan [alan Raya), mengedarkan makanan dan atau

minuman yang dikemas tanpa mencantumkan tanda atau label (Pasal 84 ayat 1 UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan).

16. Jika kita menyebut istilah "tindak pidana kejahatan", maka hal apa saja yang termasuk di dalamnya ?

Apabila disebut kejahatan, baik dalam arti kejahatan pada umumnya maupun dalam arti suatu kejahatan tertentu,

(15)

maka disitu termasuk pembantuan dan percobaan melaku-kan kejahatan (Pasal 86 KUHP).

[adi dalam tindak pidana kejahatan dikenal bentuk percoba-an melakukpercoba-an kejahatpercoba-an dpercoba-an membpercoba-antu melakukpercoba-an kejahatan.

17. Apakah dalam tindak pidana pelanggaran dikenal bentuk percobaan dan pembantuannya?

Dalam Pasal 86 KUHP hanya disebut kualifikasi dari percobaan dan pembantuan kejahatan, tidak disebutkan percobaan dan pembantuan pelanggaran.

Apalagi dalam Pasal 54 KUHP disebutkan mencoba melakukan pelanggaran tidak dipidana, dan dalam Pasal 60 KUHP disebutkan orang yang membantu melakukan pelangaran tidak dipidana.

Dengan demikian hukum tidak mengenal istilah mencoba melakukan tindak pidana pelanggaran dan membantu melakukan tindak pidana pelanggaran.

18. Bagaimanakah suatu tindak pidana (kejahatan dan pelanggaran) dapat diketahui oleh pihak yang berwenang? Karena adanya laporan, pengaduan atau karena diketahui sendiri (tertangkap tangan).

19. Apakah pengertian dari laporan, pengaduan dan tertangkap tangan terse but ?

Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seorang karena hak atau kewajiban berdasarkan Undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana (Pasal 1 angka 24 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana/ KUHAP).

Pengaduan adalah pernberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang

(16)

untuk menindak menurut hukum seorang yang telah melakukan tindak pidana aduan yang merugikannya (Pasal

1 angka 25 KUHAP).

Tertangkap tangan adalah tertangkapnya seorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana, atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan, atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya, atau apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu (Pasal1 angka 19 KUHAP).

20. Apakah perbedaan antara Laporan dan Pengaduan? Laporan terjadinya tindak pidana dapat dilakukan oleh siapa saja yang melihat, mendengar, mengetahui dan

mengalami sendiri tindak pidana, dimana tindak pidananya adalah harus terkuali£ikasi sebagai delikbiasa. Contohnya : Perkara pencurian (Pasal 362 KUHP) adalah delik biasa, dimana korban pencurian maupun pihak lain

dapat membuat laporan.

Pengaduan terjadinya tindak pidana hanya dapat dilakukan oleh orang-orang tertentu dan atas tindak pidana tertentu. Contohnya : dalam perkara perzinahan (Pasal 284 KUHP) merupakan delik aduan, dimana tindak pidana tersebut dapat diproses apabila ada aduan dari pihak suami atau istri yang pasangannya berzinah tersebut, tidak bisa aduan misalnya dilakukan oleh orang yang melihat perzinahan tersebut.

21. Apakah dengan demikian tindak pidana tersebut dapat dibedakandalamdua jenisyaknidelik biasaclandelik aduan ?

(17)

Benar, tindak pidana yang berbentuk delik aduan dapat diproses lebih lanjut apabila ada pengaduan dari pihak yang ditentukan undang-undang/korban tindak pidana tersebut, dimana hukum membagi delik aduan dalam dua bentuk yakni delik aduan absolut dan relatif.

Sedangkan delik biasa tidak diperlukan adanya aduan, cukup dengan laporan dari pihak manapun atau karena diketahui sendiri oleh pihak yang berwenang perkara tersebut dapat diproses.

22. Sebutkan contoh dari tindak pidana yang termasuk dalam delik aduan?

Perzinahan, pencurian dalam keluarga, penghinaan.

Dimana menurut Putusan Mahkamah Agung tgl. 19 3 -1955 No. 52 K/Kr/1953, perkara perzinahan (Pasal 284 K.U.H.P.) merupakan "absoluut klachidelict" sehingga pengaduan terhadap lelaki yang melakukan perzinahan merupakan juga pengaduan terhadap isteri yang berzinah, sedang [aksa berwenang untuk atas azasopportuniteithanya mengadakan penuntutan terhadap salah seorang dari mereka.

23. Dalam hal tindak pidana penghinaan, apakah orang yang dihina harus melakukan pengaduan yang isinya agar peristiwa tersebut dituntut?

Hams ada pengaduan, tetapi pengaduan tersebut tidak perlu dengan bentuk surat tertentu yang isinya hams ada kata-kata permintaan agar perbuatan tersebut dituntut, halini sesuai dengan Putusan Mahkamah Agung tgl. 3-2-1972 No.

76 K/Kr/1969yang menyatakan Keberatan yang diajukan pemohon kasasi bahwa perkara ini termasuk "delik aduan

yang absolut" maka hams ada pengaduan dari yang terhina dan dalam surat pengaduan hams ada kata-kata permintaan

(18)

agar peristiwa itu dituntut, Tidak dapat diterima, karena

klachtdelict tidak terikat pada bentuk yang tertentu (vormvrij).

Dan menurut Putusan Mahkamah Agung tgL 11 April 1978 No. 35 K/Kr/1977, Surat saksi yang ditujukan kepada Polisi, yang pada pokok suratnya menyebutkan "sanggahan dan tuntutan", merupakan suatu pengaduan dalam arti pasal 319 K.D.H.P.

Pasal 319 KUHP menyatakan Penghinaan yang diancam dengan pidana menurut bab ini, tidak dituntut jika tidak ada pengaduan dari orang yang terkena kejahatan itu, kecuali berdasarkan pasa1316 KUHP.

24. Dalam hal korban tindak pidana yang termasuk delik aduan adalah anak-anak, siapa yang dapat mengajukan pengaduan?

Apabila korban belum cukup enam belas tahun dan belum dewasa, maka wakilnya yang sah dalam perkara perdata yang berhak mengadu (Pasal 72 ayat 1 KUHP).

Apabila tidak ada wakil, atau wakil itu sendiri yang harus diadukan, maka pengaduan dapat diajukan wali pengawas, keluarga sedarah dalam garis lurus, atau jika tidak ada, oleh keluarga sedarah dalam garis menyimpang sampai derajat ketiga (Pasal72 ayat 2 KUHP).

25. Apabila korban tindak pidana yang termasuk delik aduan meninggal dunia, apakah aduannya dapat diteruskan dan diajukan oleh pihak lain?

Penuntutan dapat dilakukan oleh orang tuanya, anaknya, atau suaminya (istrinya) yang masih hidup kecuali kalau ternyata bahwa yang meninggal tidak menghendaki penuntutan dengan syarat yang terkena kejahatan meninggal di dalam tenggang waktu yang ditentukan. 26. Apakah batas jangka waktu orang mengadukan tindak

(19)

pidana?

Ada batas waktunya, yakni pengaduan hanya boleh diajukan dalam waktu :

- 6 (enam) bulan sejak orang yang berhak mengadu mengetahui adanya kejahatan, jika bertempat tinggal di Indonesia.

- 9 (sembilan) bulan jika bertempat tinggal di luar Indonesia (Pasal74 KUHP).

Putusan Mahkamah Agung tgL15-2-1969No.57 K/Kr/1968 menyatakan bahwa dalam delik aduan, tempo yang dimaksud dalam pasal 74 ayat 1 K.U.H.P. dihitung sejak yang berhak mengadu mengetahui perbuatanyang dilakukan, bukan sejak fa mengetahui benar/tidaknya perbuatan yang dilakukan.

27. Apakah orang yang mengadukan tindak pidana dapat mencabut kembali aduannya ?

Orang yang mengajukan pengaduan, berhak menarik kembali dalam waktu 3 (tiga) bulan setelah pengaduan diajukan (Pasal 75 KUHP). Hal inilah yang membedakan lagi dengan Laporan, oleh karena Laporan tidak dapat dicabut kembali

Putusan Mahkamah Agung tgL 29 Januari 1979 No.140 K/ Kr/1978 menyatakan karena perkaraini bukan mengenai delik aduan, terdakwa tetap dapat dituntut sekalipun saksi yang mengadukannya telah mencabut pengaduannya.

C.Batas-Batas Berlakunya Aturan Pidana

28. Apakah syarat mutlak suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai tindak pidana (kejahatan atau pelanggaran) ? Suatu perbuatan dapat dikatakan atau dikategorikan sebagai tindak pidana dengan syarat mutlak harus dirumuskan

(20)

·terlebih dahulu dalam peraturan perundang-undangan, hal

iniyang dinamakan dengan asaslegalitas yang dianut dalam Pasal 1 ayat 1 KUHP yakni suatu perbuatan tidak dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan dilakukan.

29. Jelaskan berlakunya asaslegalitas tersebut dalam perkara konkrit?

Asas legalitas mengatur bahwa seseorang tidak dapat dihukum melakukan tindak pidana apabila ternyata perbuatan tersebut sebelumnya tidak dirumuskan sebagai tindak pidana dalam aturan perundang-undangan yang tertulis.

Misalnya yang dapat dihukum karena melakukan perzinahan (Pasal 284 KUHP) syaratnya adalah yang melakukan perbuatan tersebut salah satu atau dua-duanya harus terikat perkawinan, jadi jika yang melakukan perzinahan dua-duanya belum kawin maka pelakunya tidak dapat dihukum, dan jika pelaku perzinahan yang dua-duanya belum kawin dihukum halinibertentangan dengan asaslegalitas.

30. Apakah dengan demikian tidak dapat dihukum jika seseorang melakukan perbuatan yang tidak disebut dalam aturan sebagai tindak pidana?

Ya, karenanya muncul pameo bahwa KUHP adalah kitab undang-undangnya para penjahat, karena para pelaku kejahatan dapat melakukan perbuatan apapun kecuali yang disebutkan dalam KUHP supaya tidak dapat dihukum dan lepas dari jeratan hukum.

31. Apakah pelaku tindak pidana dapat dihukum apabila ternyata pelaku terse but tidak mengetahui bahwa

(21)

perbuatannya tersebut merupakan tindak pidana? Bahwa pada asasnya setiap orang dianggap mengetahui undang-undang, sehingga pelaku tidak dapat berlindung dari alasan "bahwa ia tidak mengetahui kalau perbuatan tersebut terlarang".

Hal ini sesuai dengan Yurisprudensi yakni Putusan MahkamahAgungtgL 14-11-1961 No. 77K/Kr/1961, bahwa keberatan yang diajukan oleh penuntut-kasasi bahwa ia tidak tahu akan adanya Undang-undang yang melarang membeli atau memperoleh uang perak, tidak dapat diterima, karena tiap-tiap orang dianggap mengetahui Undang-undang setelah Undang-Undang-undang itu diUndang-undangkan dalam Lembaran Negara.

32. Jika seseorang melakukan perbuatan yang bukan merupakan tindak pidana, kemudian dibuatkan aturan yang mengancam perbuatan tersebut sebagai tindak pidana, apakah dibenarkan orang tersebut dihukum dengan aturan yang baru tersebut?

Hal di atas dinamakan dengan aturan yang berlaku surut

(retroaktif) dan hal tersebut tidak dapat dibenarkan karena tegas dalam Pasal1 ayat 1 KUHP dikatakan suatu perbuatan hanya dapat dihukum berdasarkan aturan pidana dalam perundang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan dilakukan dan bukan setelah perbuatan tersebut dilakukan. Sehingga apabila setelah perbuatan dilakukan baru dibuat aturan pidananya maka pelaku perbuatan tersebut tidak dibenarkan untuk dihukum.

33. Sebutkan contoh aturan hukum pidana yang bersifat retroaktif atau diberlakukan mundur?

Aturan yangretroaktifdikenal dalam KUHP Jerman tahun 1936 ketika zaman Hitler, dalam perundang-undangan di

(22)

Indonesia asas retroaktifpemah dikenal dalam Pasal 46 Perpu No. 1 Tahun 2002 Jo. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

34. Bagaimana akibatnya apabila suatu perbuatan dinyatakan sebagai tindak pidana dalam suatu aturan, kemudian aturan tersebut dirubah ?

Apabila ada perubahan dalam perundang-undangan sesudah perbuatan dilakukan, maka terhadap terdakwa diterapkan ketentuan yang paling menguntungkannya (Pasal1 ayat 2 KUHP).

Misalnya ada perubahan tentang ancaman pidananya, apabila dalam aturan lama diancam pidana 1 tahun sedangkan dalam aturan baru diancam pidana 1 bulan, maka aturan yang digunakan adalah aturan yang baru yakni 1 bulan dan sebaliknya jika aturan lama ancaman pidananya 1 bulan sedangkan aturan baru 1 tahun maka aturan yang digunakan adalah aturan lama.

35. Bagaimanakah yurisprudensi yang mengartikan dan menjelasakan tentang adanya perubahan dalam perundang-undangan?

PutusanMA tgL 23-5-1970 No.27 K/Kr/1%9, Dicabutnya Undang-undang Pengendalian Harga tahun 1948 dengan diganti dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undangNo. 9tahun 1962, bukanlahmerupakan perubahan perundang-undangan, karena prinsip bahwa harga-harga dan jasa dari barang-barang hams diawasi tetap dipertahankan.

- Putusan MA tgl. 1-3-1969 No. 136 K/Kr/1966, Penggantian Undang-undang Deoiezen tahun 1940 dengan Undang-undang tahun 1964 No. 32 tidak

(23)

merupakan perubahan perundang-undangan dalam arti pasal 1 ayat 2 KD.H.P.

Putusan MA tgl. 27-5-1972 No. 72 K/Kr/1970, Karena Undang-undang No. 17/1964 (tentang cheque kosong) telah dicabut dengan Undang-undang No. 12/1971 dan terhadap terdakwa-terdakwa diperlakukan pasal1 ayat 2 KU.H.P., terdakwa-terdakwa dilepaskan dari Segala tuntutan hukum.

Putusan MA tgl. 22-10-1963 No. 118 K/Kr/1963, Perubahan yang terjadi karena peraturan"Dekon"

tidak merupakan perubahan dalam perundang-undangan dalam arti pasal1 ayat 2 KU.H.P.

- Putusan MA tgl. 13-2-1962 No. 93 K/Kr/1961, Perubahan nilai Rp. 25,- termaksud dalam pasal 364, 373, 379 dan 407 K.U.H.P. menjadi Rp. 250,-berdasarkan P.P.P.U. No. 16 tahun 1960 merupakan suatu perubahan dalam perundang-undangan dalam arti pasal1 ayat 2 KU.H.P.

- Putusan MA tgl. 7-4-1963 No. 37 K/Kr/1963, Karena pada waktu perkara terdakwa diadili oleh Pengadilan Tinggi Ekonomi di Semarang Undang-undang Beras 1948 telah dicabut dengan Perpu No. 8 tahun 1962, perbuatan terdakwa yang dilakukannya dalam tahun 1960-1961, berdasarkan pasal 1 ayat 2 KU.H.P. tidak lagi merupakan kejahatan atau pelanggaran.

- Putusan MA tgl. 2-6-1946 No. 13 K/Kr/1946, Karena berdasarkan keputusan Menteri Perdagangan tanggal 14 Maret 1963 semua peraturan tentang kewajiban mengadakan catatan yang ditetapkan dalam atau berdasarkan pasal 9 Prijsbeheersching verordening 1948

dicabut, maka perbuatan terdakwa yang dilakukan dalam tahun 1959, pada waktu perkaranya diadili oleh

(24)

Pengadilan Tinggi Ekonomi Semarang pada bulan April 1963 berdasarkan pasal 1 ayat 2 K.U.H.P. tidak lagi merupakan kejahatan atau pelanggaran.

- Putusan MA tgl. 19-11-1974 No. 54 K/Kr/1973, Keberatan yang diajukan penuntut kasasi: "bahwa Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri telah salah menerapkan hukum dengan mempergunakan undang No. 24/PRP/1960, sedang Undang-undang tersebut telah dicabut sejak tanggal29 Maret 1971 dengan berlakunya Undang-undang No. 3/1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidak dapat diterima karena dalam pasal36 Undang-undang No.3/1971 ditentukan bahwa yang harus diperlakukan adalah Undang-undang yang berla-ku pada saat tindak pidana dilakukan; sedang dalam halinitindak pidana dilakukan sebelum berlakunya Undang-undang No. 3/ 1971

Putusan MA tgl. 22-12-1964 No. 22 K/Sip/1964, Pada penggantian P.P. No.20/1962 dengan P.P.No.20/1963 tidak ada perubahan mengenai norma-normanya, sehingga dalam hal ini pasal 1 ayat 2 K.U.H.P. tidak dapat diperlakukan.

- PutusanMA tgl. 7-1-1964 No. 143 K/Kr/1963,Walaupun keadaan bahaya sudah dicabut dan dengan demikian semua peraturan-peraturan yang dikeluarkan berdasarkan Undang-undang Keadaan Bahaya juga turut hapus, namun karena masih ada peraturan-peraturan lain yang memuat larangan mengenai perhimpunan-perhimpunan tertentu,"grand idee"dari pada Undang-undang Keadaan Bahaya tidaklah berubah, maka tidaklah dapat dikatakan bahwa dalam halinitelah ada perubahan penundang-undangan.

(25)

- Putusan MA tgl. 24-11-1964 No. 144 K/Kr/1963, Keberatan dalam memori kasasi : - bahwa dengan dicabutnya Peraturan Faktur mengenai barang-barang dalam perkara ini, yakni ban-ban oto, oleh surat keputusan Menteri Perdagangan tgL 12-6-1953 No. 499/ M/1963 haruslah diperlakukan pasal1 ay at 2 KU.H.P. Tidak dapat dibenarkan, karena Peraturan Faktur masih berlaku bagi 13 jenis barang, jadi perlunya faktur masih diakui sehingga tidak terdapat perubahan perundangan-undangan menurut pasal1 ayat 2 KU.H.P.

- Putusan MA tgL 19-9-1964 No. K/Kr/1964, Keberatan yang diajukan dalam memori kasasi:- bahwa karena dengan berlakunya Perpu No.8 tahun 1962,Rijstordonnantie 1948 tidak berlaku lagi, penuntut kasasi seharusnya dilepaskan dari tuduhan; Tidak dapat dibenarkan, karena dalam hal ini tidaklah terjadi perubahan perundang-undangan dalam arti pasal1 ayat 2 K U.HP. - Putusan MA tgL 1-9-1964 No. 114 K/Kr/1963, Dengan dikeluarkannya P.P. No. 20 tahun 1963 norma-norma yang terkandung dalam prijsbeheerschingsordonnantie 1948 tidaklah berubah sehingga tidaklah terjadi perubahan perundang-undangan dalam arti pasal1 ayat 2 KU.H.P.

36. Seperti tersebut di atas, aturan hukum pidana Indonesia terdapat di daIam KUHP dan di Iuar KUHP, kepada siapakah aturan hukum pidana tersebut diberlakukan ? Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang melakukan sesuatu tindak pidana di Indonesia (Pasal2 KUHP), dan juga berlaku bagi setiap orang yang di luar wilayah Indonesia melakukan tindak pidana di daIam kapal air atau pesawat udara Indonesia (Pasal3 KUHP).

(26)

Dengan demikian setiap orang (warga negara Indonesia maupun warga negara asing) yang melakukan tindak pidana di wilayah Indonesia maka hukum pidana Indonesia yang diberlakukan (asas tentorial).

37. Jelaskan pengertian dari kapal dan pesawat udara Indo-nesia?

Yang disebut kapal Indonesia ialah kapal yang mempunyai surat laut atau pas kapal, atau surat izin sebagai pengganti sementara menurut aturan-aturan umum mengenai surat laut dan pas kapal di Indonesia (Pasa195 KUHP).

Yang dimaksud dengan pesawat udara Indonesia adalah pesawat udara yang didaftarkan di Indonesia, termasuk pula pesawat udara Indonesia adalah pesawat udara asing yang disewa tanpa awak pesawat dan dioperasikan oleh perusahaan penerbangan Indonesia (Pasal 95 a KUHP). 38. Pihak manakah yang berhak memeriksa dan mengadili

perkara-perkara pidana yang terjadi di suam wilayah In-donesia?

Yang berwenang memeriksa dan mengadili adalah Pengadilan Negeri dimana tindak pidana tersebut terjadi

(locus delicti) merupakan wilayah hukumnya (Pasal84 ay at

1Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana/KUHAP).

Dengan demikian jika terjadi tindak pidana pembunuhan di Poso maka yang berwenang memeriksa dan mengadili perkara tersebut adalah Pengadilan Negeri Poso.

39. Apakah mutlak Pengadilan Negeri dimana tindak pidana tersebut terjadi hanya yang berwenang memeriksa dan mengadilinya ?

Hal tersebut tidak mutlak, karena dimungkinkan pemeriksaan perkara tidak dilaksanakan di Pengadilan Negeri dimana tindak pidana tersebut terjadi tetap bisa

(27)

dilakukan di Pengadilan Negeri lain apabila tempat kediaman sebagian besar saksi yang dipanggillebih dekat pada tempat pengadilan negeri lain tersebut daripada tempat kedudukan pengadilan negeri yang di dalam daerahnya tindak pidana itu dilakukan (Pasal 84 ayat 2 KUHAP).

Dengan demikian jika tindak pidana pembunuhan terjadi di Poso akan tetapi saksi sebagian besar berada di Jakarta Selatan maka dibenarkan pemeriksaan perkaranya dilaksanakan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

40. Apakah ada hallainnya yang memungkinkan pemindahan pemeriksaan perkara dari pengadilan negeri dimana tindak pidana tersebut terjadi ke pengadilan negeri lainnya ? Dalam hal keadaan daerah tidal< mengizinkan suatu pengadilan negeri untuk mengadili suatu perkara, maka atas usul Ketua Pengadilan Negeri atau Kepala Kejaksaan Negeri yang bersangkutan, Mahkamah Agung menetapkan atau menunjuk pengadilan negeri lain untuk mengadili perkara yang dimaksud (Pasal 85 KUHAP).

41. Apabila seseorang melakukan tindak pidana diberbagai wilayah hukum pengadilan negeri maka pengadilan mana yang berhak memeriksa dan mengadilinya ?

Apabila seorang terdakwa melakukan beberapa tindak pidana dalam daerah hukum pelbagai pengadilan negeri, maka tiap pengadilan negeri itu masing-masing berwenang mengadili perkara pidana itu akan tetapi apabila beberapa perkara pidana yang satu sama lain ada sangkut pautnya dan dilakukan oleh seorang dalam daerah hukum pelbagai pengadilan negeri, diadili oleh masing-masing pengadilan negeri denganketentilan dibuka kemungkinan penggabungan perkara tersebut (Pasal84 ayat 3 dan 4 KUHAP).

(28)

42. Apakah dengan demikian ketentuan pidana daIam perundang-undangan Indonesia tidak berlaku bagi seseorang yang meIakukan tindak pidana di Iuar Indo-nesia?

Tidak dernikian, oIeh karena dimungkinkan setiap orang yang berada di Iuar wilayah teritoriaI Indonesia meIakukan suatu tindak pidana dapat dipidana dengan aturan pidana Indonesia, yakni daIam haI yang diatur daIam Pasal4 dan Pasal5 KUHP.

43. Bagaimana aturan PasaI4 KUHP sehingga bisa disebutkan tindak pidana yang terjadi di Iuar wilayah Indonesia bisa dipidana dengan aturan pidana Indonesia?

Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi setiap orang (WNI maupun WNA) yang melakukan tindak pidana tertentu di luar Indonesia yakni : 1. Kejahatan membunuh, atau merampas kemerdekaan, atau meniadakan kemampuan Presiden atau Wakil Presiden memerintah (Pasal 104 KUHP), Makar dengan maksud supaya seluruh atau sebagian dari wilayah negara jatuh ke tangan musuh (Pasall06 KUHP),Makardenganmaksud untuk mengguIingkan pemerintah (Pasal 107 KUHP), yang melawan pemerintah Indonesia dengan senjata (Pasal 108 KUHP), penyerangan terhadap diri presiden atau Wakil Presiden (PasaI131 KUHP).

2. Suatu kejahatan mengenai mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan oleh negara atau bank, ataupun mengenai meterai yang dikeIuarkan dan merek yang digunakan oleh Pemerintah Indonesia. 3. Pemalsuan surat hutang atau sertifikat hutang atas tanggungan Indonesia, atas tanggungan suatu daerah atau bagian daerah Indonesia, termasuk

(29)

pula pemalsuan talon, tanda dividen atau tanda bunga, yang mengikuti surat atau sertifikat itu, dan tanda yang dikeluarkan sebagai pengganti surat tersebut, atau menggunakan surat-surat tersebut di atas, yang palsu atau dipalsukan, seolah-olah asli dan tidak dipalsu.

4. Salah satu kejahatan yang tersebut dalam pasal-pasal 438, 444 sampai dengan 446 ten tang pembajakan laut dan pasal447 tentang penyerahan kendaraan air kepada kekuasaan bajak laut dan pasal 479 huruf j tentang penguasaan pesawat udara secara melawan hukum, pasal 479 huruf I, m, n, dan 0 tentang kejahatan yang mengancam keselamatan penerbangan sipil. (Pasa14 KUHP). 44. Seperti tersebut di atas, Pasa15 KUHP memberikan aturan

dapat dipidananya orang yang melakukan tindak pidana di luar wilayah Indonesia dengan aturan pidana Indone-sia, jelaskan mengenai hal tersebut?

Pasa15 ayat (1) KUHP mengatur bahwa ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia ditetapkan bagi warga negara yang di luar Indonesia melakukan:

1. Salah satu kejahatan tersebut dalam Bab I dan 11 Buku Kedua dan Pasal-Pasa1160, 161, 240, 279, 450, dan451.

2. Salah satu perbuatan Yang oleh suatu ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia dipandang sebagai kejahatan, sedangkan menurut perundang-undangan negara dimana perbuatan dilakukan diancam dengan pidana.

45. Apakah ketentuan Pasal 5 KUHP tersebut berlaku bagi WNI maupun WNA atau berlaku bagi WNI saja yang

(30)

meIakukan tindak pidana yang memenuhi syarat ? Aturan Pasal 5 ayat (1) KUHP (asas nasional aktif) ditujukan bagi WNI dan WNA yang memenuhi syarat. Rumusan PasaI5 KUHP menyebutkan "warga negara yang di Iuar Indonesia", jadi artinya yang dituju adaIah WNI maupun WNA.

Tetapi yang perlu diperhatikan WNA baru dapat dipidana dengan aturan pidana Indonesia jika WNA tersebut teIah menjadi WNI sebagaimana disyaratkan Pasal 5 ayat (2) KUHP yang menyatakan "Penuntutan perkara sebagaimana dimaksud daIam butir 2 dapat dilakukan juga jika tersangka menjadi warga negara sesudah meIakukan perbuatan", 46. Dengan demikian, apakah yang menjadi syarat bahwa

perbuatan yang dilakukan WNI dan WNA (yang memenuhi syarat) di Iuar negeri untuk dapat dipidana dengan aturan pidana Indonesia ?

Syaratnya adaIah :

- Di negara tempat terjadinya perbuatan : Perbuatan tersebut diancam dengan pidana.

- Di negara Indonesia: Perbuatan tersebut saIah satu kejahatan tersebut daIam Bab I dan II Buku Kedua dan pasal-pasaI160, 161, 240, 279,450, dan 451 dan perbuatan kejahatan.

Contohnya jika WNI di Singapura meIakukan perkawinan tanpa izin isteri maka jika WNI tersebut kembaIi ke Indonesia WNI tersebut dapat didakwa meIakukan tindak pidana perkawinan terlarang menurut hukum Indonesia (Pasa1279 KUHP), tetapi WNI tersebut tidak dapat dihukum karena meIakukan perkawinan terlarang jika temyata di Singapura perbuatan kawin Iagi tanpaizinisteri adaIah hal yang dibenarkan dan bukan merupakan tindak pidana kejahatan.

(31)

47. Jika di Belanda Aborsi adalah dibenarkan, kemudian jika ada WNI yang melakukan aborsi di Belanda jika ia kembali ke Indonesia apakah WNI tersebut dapat dipidana ? Dalam kasus di atas syaratpertamatidak dipenuhi yakni di negara tempat terjadinya perbuatan (aborsi) tersebut diancam dengan pidana, sehingga WNI tersebut tidak dapat dipidana. 48. Bagaimana konstruksinya jika yang melakukan perbuatan

tersebut adalah WNA?

Maka WNA tersebut tidak dapat dipidana kecuali WNA tersebut sesudah melakukan perbuatan tersebut menjadi WNI (Pasal5 ayat 2 KUHP).

Contohnya jika Warga Thailand melakukan perbuatan kawin tanpa izin isteri (perkawinan terlarang) dan di Thailand perkawinan terlarang diancam dengan pidana maka apabila warga Thailand tersebut menjadi WNI maka perbuatan melakukan perkawinan terlarang tersebut dapat di hukum menurut Hukum Indonesia (KUHP) dan sebaliknya warga Thailand yang menjadi WNI tersebut tidak dapat dihukum karena melakukan perkawinan terlarang dengan hukum Indonesia jika ternyata di Thailand kawin tanpa izin isteri adalah hal yang dibenarkan dan bukan merupakan tindak pidana kejahatan.

49. Bagaimanakah bentuk hukuman (pidana) bagi WNAyang melakukan tindak pidana di luar Indonesia yang kemudian menjadi WNI ?

Bentuk hukuman dibatasi sedemikian rupa sehingga tidak dijatuhkan pidana mati, jika menurut perundang-undangan negara dimana perbuatan dilakukan, terhadapnya tidak diancamkan pidana mati (Pasal6 KUHP).

J

adi jika WNA dinegara asalnya melakukan pembunuhan berencana dan dinegara asalnya tidak dikenal hukuman

(32)

mati, maka jika WN A tersebut menjadi WNI maka dia tidak dapat dijatuhkan pidana mati meskipun hukum Indonesia mengancam pidana mati bagi peIaku pembunuhan berencana (PasaI340 KUHP).

50. Apakah aturan hukurn Indonesia dapat diterapkan terhadap setiap pejabat yangdiIuar Indonesia rneIakukan tindak pidana ?

Ketentuan pidana daIam perundang-undangan Indonesia berIaku bagi setiap pejabat yang di Iuar Indonesia meIakukan saIah satu tindak pidana kejahatan jabatan (bab XXVIII Buku Kedua) (PasaI 7 KUHP).

Dan menurut PasaI 92 KUHP yang dinamakan dengan pejabat adaIah orang-orang yang dipilih daIam pemilihan yang diadakan berdasarkan aturan-aturan umum, begitu juga orang-orang yang bukan karena pemilihan, menjadi anggota badan pembentuk undang-undang, badan pemerintahan, atau badan perwakiIan rakyat, Hakim termasuk juga Hakim wasit, semua anggota Angkatan Perang juga dianggap sebagai pejabat.

51. Apakah seIain pejabat ada orang khusus Iainnya yang dapat dihukurn dengan aturan pidana Indonesia jika rneIakukan tindak pidanadiIuar Indonesia?

Ada, yakni Nakhoda dan penumpang perahu Indonesia, dimana ketentuan pidana daIam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi nahkoda dan penumpang perahu Indonesia, yang di Iuar Indonesia, sekalipun di Iuar perahu, meIakukan saIah satu tindak pidana Kejahatan PeIayaran (Bab XXIX Buku Kedua), dan peIanggaran peIayaran (Bab IX Buku ketiga KUHP); begitu puIa yang tersebut daIam peraturan mengenai surat Iaut dan pas kapaI di Indonesia, maupun daIam Ordonansi PerkapaIan (PasaI8 KUHP).

(33)

52. Di pengadiIan negeri manakah yang berwenang memeriksa dan mengadili perkara dimana tindak pidana tersebut dilakukan di Iuar negeri?

Apabila seorang meIakukan tindak pidana di Iuar negeri yang dapat diadili menurut hukum Republik Indonesia, maka Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang berwenang mengadilinya (Pasa186 KUHAP).

53. Apakah yang menjadi batasan berlakunya aturan hukum pidana Indonesia?

Diterapkannya pasaI-pasa12-5, 7, dan 8 KUHP dibatasi oleh pengecualian-pengecualian yang diakui dalam hukum intemasional (Pasa19 KUHP).

(34)

BABIII

PEMBUAT

ILlK PERPUSTAKAAN FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YO GYAKA RTA

A.Subjek Tindak Pidana

1. Siapakah yang dapat menjadi pembuat atau subjek tindak pidana menurutKUHP?

Pada dasamya menurut ketentuan KUHP yang merupakan subjek tindak pidana adalah manusia(naturlijke persoonen), dimana menurut memori penjelasan(MvI) Pasal59 KUHP dinyatakan "suatu tindak pidana hanya dapat dilakukan oleh manusia".

2. Dilihat dari segi apalagi sehingga bisa dinyatakan pelaku tindak pidana menurutKUHPhanya manusia ?

- Dilihat dari cara merumuskan tindak pidana dalam KUHP, yaitu dengan awalan kata : "Barang siapa (hij die). Dari perumusan ini dapat diambil kesimpulan, bahwa yang dimaksudkan dengan "Barang siapa " (Hij die) adalah manusia.

- Dilihat dari bentuk pidana yang terdapat dalam KUHP. 3. Apakah terdapat penyimpangan terhadap asas dalam

(35)

KUHP bahwa hanyamanusia(natuurlijke persoon) sebagai subjek tindak pidana?

Dalam aturan pidana di luar KUHP terdapat beberapa penyimpangan,yakrri:

- Korporasi diakui dapat melakukan tindak pidana, tetapi pertanggungjawaban pidana masih dibebankan pada pengurus korporasi (antara lain Pasal35 UU No. 3 tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan).

- Sebagai variasi dari a. pertanggungjawaban pidana dibebankan kepada "mereka yang memberikan perintah" dan atau "mereka yang bertindak sebagai pimpinan" (Pasal4 ayat (1) UU No.38 Tahun 1960 tentang Penggunaan dan Penetapan Luas Tanah Untuk Tanaman Tertentu).

- Variasi yang lain tetapi belum melimpahkan pertanggungjawaban pidana kepada korporasi adalah dengan merumuskan lebih rind mereka yang harus bertanggungjawab, yaitu : pengurus badan

hukum, sekutu aktif, pengurus yayasan, wakil atau kuasa di Indonesia dari perusahaan yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia, dan

mereka yang sengaja memimpin perbuatan bersangkutan (Pasal34 Undang-undang No. 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal).

- Korporasi secara tegas diakui dapat menjadi pelaku dan dipertanggungjawabkan dalam hukum pidana (antara lain Pasal15 Undang-undang Darurat No. 7 Tahun 1955 tentang Tindak Pidana Ekonomi dan Pasal49 Undang-undang No. 9 Tahun 1976 tentang Narkotika) (Pohan dalam Reksodipuro, 1994:69-70).

(36)

Korporasi adalah suatu gabungan orang yang dalam pergaulan hukum bertindak bersama-sama sebagai subjek hukum tersendiri sebagai suatu personifikasi. Korporasi adalah badan hukum yang beranggota, tetapi mempunyai hak dan kewajiban anggota masing-masing (Utrech dan M. Soleh Djindang dalam Chidir Ali, 1987: 64).

Korporasi adalah badan usaha yang keberadaannya dan status hukumnya disarnakan dengan manusia (orang), tanpa melihat bentuk organisasinya. Korporasi dapat merniliki kekayaan dan utang, mempunyai kewajiban dan hak dan dapat bertindak menurut hukum, melakukan gugatan dan dituntut di depan pengadilan. Oleh karena suatu korporasi adalah buatan manusia yang tidak sama dengan manusia, maka harus dijalankan oleh manusia, yang disebut pengurus atau pengelola. Suatu korporasi, biasanya mempunyai tiga organ, yaitu RUPS, Dewan Kornisaris dan Dewan Direksi (rnisalnya perseroan terbatas). Batas umur dari korporasi itu ditentukan dalam anggaran dasarnya, pada saat korporasi itu mengakhiri kegiatannya dan bubar (Regar, 2000: 9).

5. Dengan demikian, siapakah yang dapat menjadi pembuat tindak pidana menurut aturan pidana Indonesia?

Di samping manusia juga badan hukum, perkumpulan-perkumpulan atau korporasi dapat menjadi subyek tindak pidana apabila secara khusus ditentukan dalam Undang-undang untuk tindak pidana tertentu.

Selain itu mayat atau benda mati lain, tidak dapat melakukan tindak pidana dan tidak dapat dituntut pidana. 6. Dalam praktek, pelaku tindak pidana biasa disebut dengan tersangka, terdakwa bahkan terpidana, apakah istilah tersebut ada perbedaannya ?

SELUK BELUK HUKUM PIDANA

(37)

Istilah tersebut dikenal dalam Hukum Acara Pidana dimana istilah tersangka, terdakwa dan terpidana memiliki pengertiandan konstruksi hukum yangberbeda, yakni :

- Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana (Pasal1 angka 14 KUHAP).

- Terdakwa adalah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa dan diadili di sidang pengadilan (Pasal1 angka 15 KUHAP).

- Terpidana adalah seorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (Pasal1 angka 32 KUHAP). 7. Selain istilah terpidana juga dikenal namanya narapidana,

apakah keduanya sama atau berbeda?

Terpidana adalah seseorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sedangkan Narapidana adalah Terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di LAPAS (Pasal 1 angka 6 dan 7 UU No. 12 Tahun 1995).

Dengan demikian terpidana yang menjalani hukumannya di Lapas dinamakan dengan Narapidana, karena ada kalanya terpidana tidak menjadi narapidana, misalnya terpidana denda yang membayar dendanya, terpidana dengan pidana percobaan/bersyarat.

8. Dalam masyarakat dikenal pula istilahresedivis / penjahat

kambuhan untuk pelaku tindak tindak pidana, apa sebenarnya pengertianresedivis menurut hukum?

Dalam hukum yang dikenal adalah istilah Recidive, yakni pengulangan tindak pidana terjadi dalam hal seseorang melakukan suatu tindak pidana dan telah dijatuhi pidana

(38)

dengan suatu putusan Hakim yang telah berkekuatan hukum tetap, kemudian melakukan suatu tindak pidana lagi.

[adi dalam Recidive seseorang melakukan lebih dari satu tindak pidana, dan dalam kehidupan sehari-hari orang tersebut dinamakan denganresedivis.

B. Kualifikasi Pembuat Tindak Pidana

9. Jelaskan kualifikasi dari pembuat yang mewujudkan terjadinya tindak pidana menurut hukum ?

Istilah yang digunakan untuk menyebut hal tersebut adalah penyertaan, dimana menurut KUHP, penyertaan dibagi dalam dua bentuk yakni:

a. Pembuat (Pasal 55 KUHP),yang terdiri dari : - Pelaku.

- Yang menyuruh melakukan. - Yang turut serta melakukan. - Penganjur.

b.Pembantu (Pasal56 KUHP), yang terdiri dari: - Pembantu saat kejahatan dilakukan.

- Pembantu sebelum kejahatan dilakukan.

10. Apakah pengertian dari "pelaku atau mereka yang melakukan perbuatan" menurut hukum ?

Yaitu orang ya n g melakukan sen d iri perbuatan yang memenuhi rumusan tindak pidana.

11. Apakah pengertian dari "yang menyu ruh melak ukan perbuatan" menurut hukum?

Orang yang melakukan perbuatan den gan perantaraan orang lain, sedang perantara ini hanya diumpamakan sebagai alat semata.

(39)

Dengan demikian dalam "menyuruh melakukan" ada dua pihak yakni pembuat langsung dan pembuat tidak langsung (aktor intelektual). Tetapi "pembuat langsung" tersebut harus memenuhi syarat yakni harus manusia yang berbuat dan yang berbuat langsung tersebut "tidak dapat dipertanggungjawabkan" .

12. Dengan demikian apa yang menjadi ciri utama dari "yang menyuruh melakukan perbuatan" menurut hukum? Ciri utamanya adalah pembuat materiil/langsung tindak pidana tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya tersebut,

Halinisemakin temyata dalam Putusan Mahkamah Agung tgl. 1-12-1956 No. 137 K/Kr/1956, bahwa menyuruh melakukan(doen plegen)suatu tindak pidana, menurut ilmu hukum pidana syaratnya adalah, bahwa orang yang disuruh itu menurut hukum pidana tidak dapat dipertanggung jawabkan terhadap perbuatannya sehingga oleh karenanya tidak dapat dihukum.

13. Dalam hal-hal apakah pembuat materiil tindak pidana dalam "menyuruh melakukan" tidak dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatanya tersebut?

- Dalam hal tidak sempuma pertumbuhan jiwanya (Pasal 44 KUHP). Misalnya B yang gila disuruh memecahkan jendela rumah B oleh A, maka A terkualifikasi sebagai orang yang menyuruh melakukan.

- Dalam hal berbuat karena daya paksa (Pasal48 KUHP). Misalnya A karena ditodong senjata oleh B disuruh untuk memalsukan sural.

- Dalam hal berbuat atas perintah jabatan yang tidak sah (Pasal5 ayat 2 KUHP).

(40)

tindak pidananya. Misalnya B disuruh untuk menguangkan pos wesel yang tandatangannya dipalsu oleh A, sedang B tidak mengetahui pemalsuan itu. - Dalam hal ia tidak mempunyai maksud seperti yang

disyaratkan untuk kejahatan tersebut. Misalnya B (kuli) disuruh A untuk mengambil barang dari satu tempat, B mengambilnya untuk diserahkan kepada A dan B sama sekali tidak mempunyai maksud untuk memiliki barang tersebut untuk dirinya sendiri. 14. Apakah pengertian dari"turutserta melakukan perbuatan"

menurut hukum?

MenurutMvT(memori penjelasan) KUHP, orang yang turut serta melakukan adalah orang yang dengan sengaja turut berbuat atau turut mengerjakan terjadinya sesuatu.

Dimana menurut Pompe, dalam turut serta melakukan terdapat tiga kemungkinan :

- Mereka masing-masing memenuhi semua unsur dalam rumusan delik. Misalnya dua orang dengan bekerja sama melakukan pencurian di sebuah gudang beras.

- Salah seorang memenuhi semua unsur delik, sedang yang lain tidak. Misalnya dua orang pencopet (A dan B)saling bekerja sama, A yang menabrak orang yang menjadi sasaran sedang B yang mengambil dompet orang itu.

- Tidak seorangpun me menu hi unsur-unsur delik seluruhnya, tetapi mereka bersama-sama mewujudkan delik itu. Misalnya dalam pencurian dengan merusak (Pasal 363 ayat (1) ke- 5 KUHP), salah seorang melakukan penggangsiran, sedang kawannya masuk rumah dan mengambil barang-barang yang kemudian diterimakan kepada

(41)

kawannya yang menggangsir tadi.

15. Dengan demikian apakah yang menjadi syarat adanya "turut serta melakukan perbuatan" ?

Adanya kerjasama yang sadar dan ada adanya pelaksanaan bersama secara fisik.

16. Sebutkan contoh kasus yang menjelaskan tentang kualitas orang sebagai "yang turut serta melakukan perbuatan" ? Perbuatan terdakwa II mengancam dengan pistol tidak memenuhi semua unsur dalam pasal339K.D.H.P. terdakwa I lah yang memukul si korban dengan sepotong besi yang mengakibatkan meninggalnya si korban. Karena itu untuk terdakwa II kwalifikasi yang tepat adalah turut melakukan tindak pidana(medeplegen)sedangkan pembuat materiilnya ialah terdakwa I(videPutusan Mahkamah Agung tgl. 26-6-1971 No.15/K/Kr/1970).

17. Apakah untuk dipidananya "orang yang turut serta melakukan tindak pidana" hams bersama-sama dengan pelaku utamanya ?

Dalam Putusan Mahkamah Agung tgl. 22-11-1969 No. 7 K/

Kr/1969J dinyatakan Keberatan yang diajukan penuntut kasasi : - bahwa dalam perkarainipelaku utamanya tidak diadili; Tidak dapat diterima, karena untuk memeriksa perkara terdakwa Pengadilan tidak perlu menunggu diajukannya terlebih dahulu pelaku utama dalam perkara itu. (i.e. Terdakwa dipersalahkan atas kejahatan "5ebagai Pegawai Negeri turut serta membujuk orang lain melakukan penggelapan dalam jabatan").

Dengan demikian "yang turut serta melakukan tindak pidana" dapat dipidana walaupun pelaku utamanya belum ditangkap/belum diproses.

(42)

18. Apabila pelaku tindak pidana materiilnya telah meninggal . dunia, apakah orang yang turut serta melakukan tindak pidana tetap dapat dipidana ?

Tentunya yang turut serta melakukan tindak pidana tersebut tetap dapat dipidana, hal ini terlihat dalam yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung tgl. 12-5-1959 No. 52 K/Kr/1959, yakni Keberatan yang diajukan dalam memori kasasi : - bahwa kesalahan penuntut kasasi tidak terbukti karena kawan pelaku pencuri telah meninggal dunia sehingga penuntut kasasi tidak dapat dinyatakan sebagai "medepleger" dari orang mati; Tidak dapat dibenarkan, karena soal apakah terdakwa bersama orang lain melakukan tindak pidana yang dituduhkan, harus disandarkan pada saat tindak pidana itu dilakukan dan apakah hal termaksud di sidang dapat dibuktikan; bahwa kawan pesertanya kemudian meninggal dunia tidak mempengaruhi hal tersebu t.

19. Apakah pengertian dari"yangmenganjurkan melakukan perbuatan (penganjur)" menurut hukum ?

Orang yang menggerakkan orang lain untuk melakukan suatu tindak pidana dengan menggunakan sarana-sarana yang ditentukan oleh undang-undang.

20. Dengan demikian apakah persamaan antara "penganjur" dengan "yang menyuruh melakukan perbuatan" ? Persamaannya adalah adanya usaha untuk menggerakkan orang lain sebagai pembuat materiil/langsung tindak pidana.

Sedangkan perbedaannya :

- Dalam penganjuran mengerakkan orang lain dengan sarana-sarana tertentu (limitatif) sedang dalam"yangmenyuruh melakukan" sarana meng-gerakkan orang lain tidak ditentukan (tidak limitatif).

(43)

- Dalam penganjuran pembuat materiil dapat dipertanggungjawabkan, sedangkan dalam "menyuruh melakukan" pembuat materiil tidak dapat dipertanggunggjawabkan.

21. Dengan demikian, apakah yang menjadi syarat suatu penganjuran dapat dipidana ?

- Adanya kesengajaan untuk menggerakan orang lain melakukan perbuatan terlarang.

Menggerakkannya dengan menggunakan upaya/sarana yang ditentukan Undang-undang yakni dengan memberi atau menjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan.

Putusan kehendak dari sipembuat materiil ditimbulkan karena dua hal di atas.

Pembuat materiil melakukan tindak pidana yang dianjurkan atau percobaan melakukan tindak pidana. Pembuat materiil tersebut dapat dipertangungjawabkan dalam hukum pidana.

22. Seperti tersebut di atas, dalam terjadinya tindak pidana kadang kala selain pelaku terdapat pula orang yang membantu terjadinya tindak pidana tersebut, bagaimankah jenis dari pembantu kejahatan menurut hukum ?

Menurut Pasal56 KUHP yang dinamakan dengan pembantu kejahatan :

1. mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan.

2. mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan. Dengan demikian membantu kejahatan adalah membantu

(44)

sebelum dan pada saat kejahatan tersebut terjadi.

23. Jelaskan pengertian tentang dua jenis pembantuan tersebut?

Pembantuansebelum kejahatan dilakukan dengan cara

yang ditentukan secara limitatif dalam Undang-undang yakni dengan cara memberi kesempatan, sarana atau keterangan.

- Pembantuanpada saatkejahatan dilakukan dengan cara

yang tidak ditentukan secara limitatif dalam undang-undang.

Dengan demikian sekali lagi ditekankan hukum tidak mengenal bentuk membantu melakukan pelanggaran dan juga tidak mengenal konstruksi membantusetelah kejahatan

dilakukan sebagai pembantuan.

24. Kenapa KUHP tidak menyebutkan kualifikasi membantu setelah tindak pidana ?

Menurut KUHP membantu setelah tindak pidana selesai bukan disebut sebagai membantu tindak pidana tetapi menjadi bentuk tindak pidana tersendiri/khusus.

Misalnya membantu menyembunyikan pelaku tindak pidana merupakan tindak pidana khusus yang diaturdalam Pasal 221 ayat (1) ke-1 KUHP, atau membatu setelah dilakukan suatu kejahatan bermaksuduntukmenutupin ya, atau untuk menghalang-halangi atau mem pers ukar penyidikan merupakan tindak pidana menurut Pasal 221 ay at (1) ke-2 KUHP.

25. Apakah menurut hukum semua orang dilarang untuk membantu menyembunyikan pelaku tindak pidana atau menghalang-halangi proses penyidikan tindak pidana ? Dalam Pasal 221 ayat (2) KUHP dinyatakan bahwa aturan di atas (Pasal221 ayat (1) ke-I dan ke-2 KUHP) tidak berlaku

(45)

bagi orang yang melakukan perbuatan ters ebut dengan maksud untuk menghind a r k a n atau menghalaukan bahaya penun tutan terhadap seorang keluarga sedarah atau semen da garis Iu rus atau dalam garis menyimpang

derajat kedua atau ketiga, atau terh adap suami/istrinya

atau bekas suami /istrinya.

Dengan demikian bukan merupakan tindak pidana jika

seseorangmenyembunyikan seorang keluargasedarahatau

semendagaris Iurusatau dalam garis menyimpangderajat

kedua atau ketiga,atauterhadap suami/ istrinya atau bekas

suami/istrinya yang melakukansuatu tindak pidana.

26 Dalam hal "pembantuan pada saat kejadian" p

engert-iannya hampir sama dengan "tu rut serta melakukan ",

apakah yang menjadi perbedaan kedua hal tersebut? Dalam "pembantuan" perbuatannya hanya

merupakan perbuatan menunjang, sedang dala m

"turu t serta melakukan" perbuatannya merupakan

perbuatan pelaksanaan.

- "Pembantuan" melakukan pelanggaran tidak dipidana,

sedang "turut serta" melakukan kejahatan dan pelanggaran dapat dipidana.

- Maksimun pidana penjara bagi "pembantu" kejahatan dikurangi sepertiganya, dalam "turut serta" maksimum pidananya sama dengan si pembuat.

27. Dalam "pembantuan sebelum kejadian" pengertiannya mirip dengan "penganjuran", apakah yang menjadi perbedaan kedua hal tersebut?

Pada "pembantuan" kehendak jahat pembuat rnateriil sudah ada sejak semula (tidak ditimbulkan oleh si pelaku), sedang dalam "penganjuran" kehendak untuk melakukan kejahatan pada pembuat rnateriil ditimbulkan oleh si penganjur.

(46)

28. Ken a p a hukum membedakan antara pelaku da n pembantu tindak pidana ?

Pembedaantersebutdalam kaitannya dengan pidana yang dapat dijatuhkan kepada pelaku dan pembantu.

29. Seperti tersebut di atas, pembuat tindak pidana salah satunya adalah manusia. Apakah dikenal bentuk khusu s dari "manusia" tersebut ?

Dalam beberapa aturan pidana, barang siapa yang menunjuk manusia tersebut dibuat dalam bentuk khusus yakni ditujukan kepada pejabat/ pegawai negeri, pengusaha, nakhoda, anak, orang yang telah dewasa.

30. Apakah pengertian dari pejabatfpegawai negeri menurut hukum?

- Menurut Pasal 92 KUHP yang disebut pejabat adalah orang-orang yang dipilih dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan aturan-aturan umum, anggota dewan subak, dan semua kepala rakyat Indonesia asli dan kepala golongan Timur Asing, yang menjalankan kekuasaan yang sah, Hakim termasuk juga Hakim wasit (yang menjalankan peradilan administratif, serta ketua-ketua dan anggota-anggota pengadilan agama), Semua anggota Angkatan Perang.

- Menurut Yurisprudensi yaitu Putusan Mahkamah Agung tg1. 1-12-1962 No. 81 K/Kr/1962 dinyatakan Pasal92 K.U.H.P.tidak memberi penafsiran mengenai siapakah yang harus dianggap sebagai pegawai negeri, tetapi memperluas arti pegawai negeri sedangkan

menurut pendapat Mahkamah Agung yang

merupakan pegawai negeri ialah setiap orang yang diangkat oleh Penguasa yang dibebani dengan jabatan Umum untuk melaksanakan sebagian dari tugas

(47)

Negara atau bagian-bagiannya; i.e. terdakwa diangkat Menteri Keuangan RI. dalam jabatan Direktur Percetakan R.I. Yogyakarta.

Menurut Pasal1 Angka 2 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberatasan Tindak Pidana Korupsi, Pegawai Negeri meliputi:

- Pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang tentang Kepegawaian; Menurut Pasal1 angka 1 UU No. 43 Tahun 1999 tentang Undang-undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, Pegawai Negeri adalah setiap warga negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

- Pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana;

- Orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah;

- Orang yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi yang menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah; atau

- Orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi lain yang mempergunakan modal atau fasilitas dari negara atau masyarakat.

31. Siapakah yang disebut dengan pengusaha ?

Yang disebut pengusaha ialah tiap-tiap orang yang menjalankan perusahaan (Pasal 92 bis KUHP).

(48)

32. Siapakah yang disebut dengan nakoda, penumpang dan ABK?

Yang disebut nakoda ialah orang yang memegang kekuasaan di kapal atau yang mewakilinya. Penumpang ialah semua orang yang ada di kapal, kecuali nakoda, sedangkan anak buah kapal ialah semua perwira atau kelasi yang ada di dalam kapal (Pasal 93KVHP).

33. Siapakah yang dinamakan dengan "anak/orang yang belum dewasa" ?

Menurut Pasal 45 KVHP, orang yang belum dewasa

adalah sebelum umur enam belas tahun

- Menurut Pasal1 angka 1VVNo. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan anak, I fAnak adalah orang yang dalam

perkara Anak Nakal telah mencapai umur 8 (delap an) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas )

tahun dan belum pemah kawin" .

- Menurut Pasal1 angka 1VVNo.23 Tahun 2002tentang

Perlindungan Anak, I fAnak ad alah seseoran g yang

belum berusia 18 (delapan belas) tahun,termasu k anak . yang masih dalam kandungan".

- Menurut Pasal1 angka 5VVNo. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia,I fAnak adalah setia p manusia yang

berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum

menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan

apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya" .

C. Wujud Tindak Pidana.

34. Dalam bentuk apakah pelaku tindak pidana dapat mewujudkan tindak pidana tersebut ?

Tindak pidana terwujud karena kesalahan pelaku dalam bentuk karena kesengajaan dan karena kealpaaan.

(49)

J

adi pelaku tindak pidana mewujudkan tindak pidana tersebut dalam dua bentuk kesalahan yakni : sengaja melakukan tindak pidana tersebut dan karena kealpaannya menyebabkan tindak pidana tersebut terjadi.

35. Apakah perigertian dari kesengajaan menurut hukum? Di dalam KUHP tidak memberi definisi apa yang dimaksud dengan kesengajaan. Tapi dalam MvT (Memorie van Toelichting) dijelaskan bahwa "Kesengajaan" (opzet) diartikan sebagai menghendaki dan mengetahui (willen en uiettensv (Sudarto, 1990: 16).

Menurut Sudarto kesengajaaniniterdapat tiga corak yang menunjukkan tingkatan atau bentuk yaitu:

(1). Kesengajaan sebagai maksud(opzet als oogmerk) untuk mencapai suatu tujuan (yang dekat); Dolus Directus. Corak kesengajaaninimerupakan bentuk kesengajaan yang biasa dan sederhana. Perbuatan sipembuat bertujuan untuk menimbulkan akibat yang dilarang. Kalau akibat ini tidak akan ada, maka ia tidak akan berbuat demikian. la menghendaki perbuatan beserta akibatnya.

(2). Kesengajaan dengan sadar kepastian (opzet met zekerheidsbewustzijn atau noodzakelijkheidbewustxijn). Dalam hal ini perbuatannya mempunyai 2 akibat : (a). Akibat yang memang dituju sipembuat. lni

tidak dapat merupakan delik tersendiri atau tidak.

(b). Akibat yang diinginkan tetapi merupakan suatu keharusan untuk mencapainya tujuan dalam nomor 1 tadi, akibatini pasti timbulj terjadi.

(50)

(3). Kesengajaan dengan sadar kemungkinan (dolus eventualisatau voonvaardelijk opzet). Dalamhal ini

ada ketentuan yang semula mungkin terjadi kemudian ternyata benar-benar terjadi (Sudarto,

1990: 17-18).

36. Sebutkan contoh tindak pidana yang dilakukan dengan sengaja?

Misalnya pembunuhan (Pasal 338 KUHP) kualifikasinya adalah "Barang siapadengan sengaja merampas nyawa orang

lain, diancam karena pembunuhan" .

37. Apakah pengertian dari kelalaian menurut hukum? KUHP tidak memberi definisi seperti juga halnya pada kesengajaan. Menurut MvT, kealpaan disatu pihak berlawanan benar-benar dengan kesengajaan dan dilain fihak dengan hal yang kebetulan. Kealpaan merupakan bentuk kesalahan yang lebih ringan dari pada kesengajaan, akan tetapi bukannya kesengajaan yang ringan.

Menurut Pompe ada tiga macam yang masuk kealpaan

(onachtzlijkheid) yaitu dapatmengirakan (kunnenvenvachten)

timbulnya akibat, mengetahui adanya kemungkinan(kunnen dermegelijkheid) dan dapat mengetahui adanya kemungkinan (kunnen van demogelijkheid).

38. Sebutkan contoh tindak pidana yang dilakukan karena kealpaan?

Misalnya karena kealpaan menyebabkan orang lain mati (Pasal 359 KUHP), kualifikasinya adalah "Barang siapa

karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain

mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahunatau pidana kurungan paling lama satu tahun".

SELUK BELUK HUKUM PIDANA

li~ ~ ,~ ;- ,\)...

.s

HUKUM

UNIV

Ei{~ 1 1

1'\3

G/\~.,

H

,V

~

qDA

(51)

BABIV

PIDANA

MllIK PERPUSTAKAAN FAKULTAS HUKU M

UNIVERSITAS GAD

JAH

MAD A

Y

0 G

YAK ART A

A. Syarat Pemidanaan

1. Apakah yang menjadi dasar untuk menentukan benar tidaknya seseorang telah melakukan tindak pidana ?

Untuk itu diperlukan pemeriksaan perkara di Pengadilan, dimana untuk membuktikan suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang melakukannya maka hams diperoleh dari sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah dan Hakim meyakininya (Pasal 183 KUHAP).

Dimana alat-alat bukti yang sah untuk membuktikan adanya suatu tindak pidana adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, keterangan terdakwa (Pasal184 KUHAP).

2. Apabila terbukti tindak pidana tersebut terjadi, apakah pelakunya dapat dikenakan pidana ?

Untuk adanya pemidanaan maka tidak cukup dengan adanya suatu perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau bersifat melawan hukum, tapi diperlukan syarat-syarat

(52)

lainnya yakni orang yang melakukan perbuatan itu mempunyai kesalahan atau bersalah (subjective guilt).

3. Dengan demikian syarat apakah yang harus dipenuhi untuk menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana pidana ?

Perbuatannya memenuhi rumusan Undang-undang dan bersifat melawan hukum (tidak ada alasan pembenar). Orangnya melakukan kesalahan yakni mampu bertanggung jawab dan adanya kesengajaan (Dolus) atau

keaalpaan (culpa) (tidak ada alasan pemaaf).

4. Apakah yang menjadi dasar bahwa orang yangdipidana harus mempunyai kesalahan ?

Karena pada asasnya tidak seorang pun yang melakukan tindak pidana dipidana tanpa kesalahan ("TIADA PIDANA TANPA KESALAHAN" /Keine Straf Ohne Schuld

atauGeen Straf Zonder Schuld atau Nulla Peona, Sine Culpa).

5. Dimanakah as as kesalahan tersebut diatur ?

Asas kesalahan tersebut tidak diatur secara normatif dalam KUHP, akan tetapi as as as as kesalahan diakui sebagai prinsip umum dan berlakunya asas ini tidak diragukan lagi, bahkan dikatakan oleh Idema asas kesalahan adalah jantungnya hukum pidana.

6. Apakah akibat hukumnya jika seseorang terbukti melakukan suatu tindak pidana dan pelakunya mempunyai kesalahan atas tindak pidana tersebut ? Pelaku tersebut dapat dijatuhi hukuman yang dinamakan dengan pidana (straf).

(53)

B.Pengertian Pidana

7. Jadi dengan demikian, apakah yang menjadi definisi dari pidana tersebut ?

Pidana adalah reaksi atas delik, dan ini berujud suatu nestapa yang dengan sengaja ditimbulkan negara kepada pembuat delik (Menurut Oemar Seno Adji dalam Muladi dan B. N. Arief, 1984: 2). Sedangkan Sudarto (1990 : 7) mengartikan pidana sebagai penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu.

8. Apakah bentuk pidana yang dapat dijatuhkan kepada pelaku tindak pidana yang terbukti di Pengadilan ? Pidana yang dapat dijatuhkan dalam bentuk pidana pokok dan pidana tambahan.

9. Apa saja bentuk dari pidana pokok ?

Pidana pokok terdiri dari pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan, pidana denda, pidana tutupan (Pasal10 huruf a KUHP).

10. Apa saja bentuk dari pidana tambahan?

Pidana tambahan berupa pencabutan hak-hak tertentu, perampasan barang-barang tertentu, pengumuman putusan Hakim (Pasal10 huruf b KUHP).

11. Bagaimanakah cara untuk menentukan bentuk pidana pokok dan pidana tambahan yang paling berat ?

Dengan melihat urutannya, dimana urutan pidana dalam Pasal10 KUHP dibuat menurut beratnya pidana, sehingga yang disebut lebih dahulu adalah yang lebih berat. Dalam KUHP terjemahan Badan Pembinaan Hukum Nasional, pada Pasal10 KUHP dicanturnkan pidana tutupan sebagai

(54)

pidana pokok bagian akhir di bawah pidana denda. Pencantuman ini didasarkan kepada Undang-undang Nomor 20 Tahun 1946 tentang Pidana Tutupan.

12. Mengenai pidana pokok dalam KUHP. Apakah dikenal pidana pokok dalam bentuk lainnya dalam aturan pidana diluar KUHP ?

Dalam aturan pidana diluar KUHP pidana pokoknya adalah sama dengan pidana pokok dalam KUHP, jadi tidak ada bentuk pidana pokok lainnya selain daripada pidana mati, penjara, kurungan, denda dan pidana tutupan. 13. Dengan demikian apakah Hakim dapat menjatuhkan

pidana pokok selain pidana yang tersebut dalam Pasal10 KUHP?

Hal tersebut tidak dibenarkan, karena sesuai yurisprudensi yakni :

Putusan Mahkamah Agung tgl. 11-3-1970 No. 59 K/Kr/1969. Menambah jenis hukuman yang ditetapkan dalam pasal 10 K.U.H.P. tidak dibenarkan.

Putusan Mahkamah Agung tgl. 26-9-1970 No. 74 K/Kr/1969. Pengadilan Negeri sebagai Hakim Pidana tidak berwenang menjatuhkan putusan yang lain dari pada yang ditentukan dalam pasal 10 K.U.H.P. sepertinya putusan yang tersebut dalam dictum ke 3 yaitu : "Menghukum lagi Tertuduh untuk meninggalkan tanah/ sawah terperkara naina Djum/ sawah Laukeibo guna pakai oleh saksi Pengadu".

- Putusan Mahkamah Agung tgl. 10-5-1972 No. 11 K/Kr/ 1971. Dalam perkara pidana Pengadilan tidak dapat menjatuhkan hukumanyang isinya:

Referensi

Dokumen terkait

Penggunaan klausa relatif pada pembelajar BIPA menitikberatkan pada kata perelatif yang. Penelitian ini bertujuan untuk: 1) mendeskripsikan dan menjelaskan penggunaan

Teori Fisiologis Terdiri dari teori oksidasi stres (penyebab terjadinya stress oksidasi adalah penyakit degenerasi basal ganglion yang menyebabkan terjadinya

Data dalam penelitian ini berupa kata, kalimat dan dialog yang mengandung nilai pendidikan yang terdapat dalam teks novel Luruh Kuncup Sebelum Berbunga.. Menurut jenisnya data

Dengan demikian adanya perilaku yang tidak etis mak diperlukan suatu karakter seorang auditor untuk pengambilan keputusan sehingga bisa untuk mendeteksi kecurangan

Dari beberapa masalah yang telah dibahas di atas, masalah program linear memiliki nilai optimum (maksimum atau minimum) terkait dengan eksistensi daerah penyelesaian.. Gambar

Jenis keruntuhan ini terjadi pada balok dengan rasio tulangan yang seimbang sehingga pada saat beba yang beerja maksimum, baja tulangan dan beton hancur secara

Jika sebuah produk sepatu aktif dalam event atau kegiatan olah raga tertentu, maka merek sepatu saingannya akan melakukan aktifitas yang serupa atau sejenis sesuai

Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh penulis di BRI Syariah KCP Purwodadi dapat disimpulkan bahwa dalam pengelolaan manajemen risiko layanan BRIS Online,