• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Tutorial Skenario 1 Blok Kedokteran Komunitas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laporan Tutorial Skenario 1 Blok Kedokteran Komunitas"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN TUTORIAL BLOK KEDOKTERAN KOMUNITAS

SKENARIO 1

“KLB, SURVEILANS, DAN EPIDEMIOLOGI PENYAKIT”

OLEH: KELOMPOK 15

Muhammad Hilmy L (G0012136)

Rosi Dwi Mulyono (G0012194)

Purnomo Andimas E (G0012166) Ariyadi Budi Setyoaji (G0012028)

Faris Budiyanto (G0012074)

Risna Annisa M (G0012188)

Itsna Ulin Nuha (G0012098)

Denalia Aurika (G0012054)

Raden Roro Anindya P (G0012170) Khilyat Ulin Nur Z. (G0012108)

Emillya Sari (G0012070)

Shinta Retno W. (G0012210)

TUTOR : dr. Rohmaningtyas Hidayah Setyaningrum, Sp.KJ., M.Kes

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

(2)

2015 BAB I PENDAHULUAN

Malaria masih merupakan masalah kesehatan di negara tropis, dengan perkiraan sekitar 40% penduduk dunia masih mengidap malaria. Penyakit malaria juga masih merupakan masalah kesehatan global, karena menyebabkan kematian dan mengakibatkan dampak sosial ekonomi besar terutama penduduk miskin yang bermukim di negara-negara sedang berkembang endemic malaria. Malaria merupakan penyakit yang bias muncul dan berulang kembali sesuai dengan perubahan lingkungan1 dan masih menjadi masalah kesehatan global, karena selain menyerang penduduk usia produktif, juga banyak menyebabkan kematian pada bayi dan anak balita serta wanita. Malaria muncul kembali dengan mengikuti perubahan fenomena alam3 yang biasanya dalam periode lima atau sepuluh tahunan, misalnya karena perubahan lingkungan yang berkaitan dengan pertumbuhan nyamuk Anopheles spp

KLB malaria adalah adalah kejadian meningkatnya kasus yang melebihi keadaan biasa di suatu kelompok masyarakat atau wilayah KLB malaria. Pada tahun 2005 dan 2006, jumlah

kesakitan malaria di Jawa Barat, khususnya di Kabupaten Sukabumi, mengalami penurunan di bandingkan tahun sebelumnya. Kesakitan malaria di Kabupaten Sukabumi, tahun 2001 adalah 0,38%o (kesakitan per 1.000 penduduk) dan naik menjadi 8,02%o pada tahun 2002, selanjutnya turun menjadi 4,76%o pada tahun 2004 dan turun lagi menjadi 3,429%o pada tahun 2005. Meskipun pada tahun 2004, di wilayah Kabupaten Sukabumi kasus malaria jumlahnya menurun, tetapi kasus malaria banyak dilaporkan di dua wilayah kecamatan yaitu Kecamatan Simpenan dan Kecamatan Lengkong yang disertai dengan kematian, sehingga dinyatakan sebagai kejadian luar biasa (KLB) malaria.

(3)

Ketika jumlah kasus malaria sedang menurun dan tidak begitu berpengaruh terhadap status kesehatan masyarakat di suatu wilayah, perencanaan kegiatan antisipasi tetap diperlukan apabila kasus malaria meningkat kembali sehingga penularan lanjutan dan KLB bias dikendalikan. Sebagai bahan perencanaan diperlukan pemahaman data yang berkaitan dengan lingkungan seperti curah hujan, kepadatan vector (nyamuk Anopheles spp) serta angka kesakitan malaria. Data curah hujan diperlukan karena akan berpengaruh terhadap habitat vektor; fluktuasi kepadatan vektor dan kesakitan malaria diperlukan karena secara epidemiologi merupakan faktor penentu penyebaran dan fluktuasi kesakitan malaria,6 di samping adanya manusia (host) yang rentan.

Sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam perencanaan kegiatan antisipasi kenaikan kasus malaria agar tidak menjadi KLB, telah dilakukan survei dengan tujuan mengetahui kepadatan vektor, fluktuasi curah hujan dan fluktuasi kesakitan malaria serta hubungan di antara ketiga faktor tersebut.

SKENARIO 1

BAGAIMANA CARA MENGATASI PENINGKATAN ANGKA KEJADIAN DEMAM DI PULAU SERIBU ?

Pada bulan agustus 2013, terdapat peningkatan kejadian demam tinggi di Dinas Kesehatan Kepulauan Seribu. Dilaporkan sebanyak 427 kasus demam tinggi dalaam sebulan dengan Case Fatality Rate (CFR) sebesar 10%. Kasus demam tinggi ini meningkat dibandingkan kasus sebelumnya dimana rata-rata hanya dilaporkan 100 kasus dan jarang menyebabkan kematian. Dinas Kesehatan setempat menurunkan tim untuk melakukan investigasi akan kondisi yang terjadi. Mereka mencurigai adanya Kejadian LuarBiasa (KLB) malaria. Investigasi dilakukan dengan menerapkan langkah – langkah penyelidikan KLB

Malaria memang masih menjadi masalah kesehatan dunia dan di Indonesia. Di Indonesia, prevelensi dan insidensi penyakit malaria masih tinggi,

(4)

mencapai 417.819 kasus positif pada 2012. Andi mengatakan saat ini 70% kasus malaria terdapat diwilayah Indonesia Timur, terutama di Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara, Sulawesi, dan Nusa Tenggara . Wilayah endemik malaria di Indonesia Timur, ujar Andi, tersebar di 84 kabupaten / kota dengan jumlah penduduk beresiko 16 juta.Andi menjelaskan faktor geografis yang sulit dijangkau dan penyebaran penduduk yang tidak merata merupakan beberapa penyebab sulitnya pengendalian malaria di wilayah itu. Selain itu faktor host, termasuk status gizi dan adanya penyakit tertentu meningkatkan resiko infeksi malaria. Untuk itu pihaknya juga melakukan pemberdayaan masyarakat dengan pembentukan pos malaria desa dan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) juga digerakkan melalui kecamatan hingga RT-RT setempat untuk menurunkan House Index maupun Countainer Index pada jentik nyamuk.

Selain itu, juga dilakukan surveillance aktif dan surveillance migrasi. Saat ini pemerintah menerapkan bebas malaria pada tahun 2030. Bebas malaria merupakan kondisi dimana Annual Parasite Incident (API), atau insiden penyakit tahunan di bawah 1 per 1.000 penduduk dan tidak terdapat kasus malaria pada penduduk local selama tiga tahun berturut – turut,

(5)

BAB II DISKUSI

Langkah 1. Membaca skenario dan mengklarifikasi kata sulit.

1 House index: persentase rumah yang diperiksa positif jentik dibandingkan dengan jumlah seluruh rumah yang diperiksa.

2 Case fatality rate: persentase jumlah kematian akibat suatu penyakit dibandingkan dengan total seluruh kasus.

3 Container index: persentase tempat penampung air di rumah yang diperiksa yang positif jentik dibandingkan dengan jumlah seluruh tempat penampung air yang diperiksa.

4 Surveilans aktif: pengumpulan data secara langsung tentang penyakit tertentu. Biasanya dilakukan oleh petugas kesehatan khusus.

5 Kejadian luar biasa: peningkatan angka kesakitan atau kematian secara epidemiologis pada daerah tertentu.

6 Prevalensi: jumlah seluruh kasus suatu penyakit pada waktu dan wilayah tertentu.

7 Surveilans migrasi: pengumpulan data yang diambil dari orang-orang yang baru datang dari suatu daerah endemis.

8 Insidensi: jumlah seluruh kasus baru suatu penyakit pada waktu dan wilayah tertentu.

9 Annual paracite index (API): jumlah positif parasit malaria yang dibandingkan dengan jumlah seluruh penduduk.

Langkah 2. Menetapkan/mendefinisikan masalah. 1 Bagaimana langkah-langkah penyelidikan KLB? 2 Apakah tujuan penyelidikan KLB?

3 Apa sajakah kriteria KLB?

4 Mengapa satu wilayah dikatakan endemis?

5 Apa sajakah yang dapat meningkatkan risiko malaria? 6 Bagaimana cara pengendalian penyakit (secara umum)? 7 Bagaimana cara pengendalian KLB malaria?

8 Apa sajakah faktor-faktor yang memengaruhi KLB? 9 Bagaimana cara surveilans?

10 Apakah manfaat surveilans? Kapan surveilans dilakukan? 11 Bagaimana klasifikasi API?

12 Bagaimana tindak lanjut dari pelaporan KLB?

(6)

14 Apakah trias epidemiologi itu?

Langkah 3. Melakukan curah pendapat dan membuat pernyataan sementara mengenai permasalahan (dalam langkah 2).

Kejadian Luar Biasa

A Pengertian KLB ( Kejadian Luar Biasa )

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 949/Menkes/SK/VIII/2004), Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah suatu kejadian kesakitan/kematian dan atau meningkatnya suatu kejadian kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu kelompok penduduk dalam kurun waktu tertentu (Lapau, Buchari. 2009).

Kejadian Luar Biasa (KLB) yaitu munculnya penyakit di luar kebiasaan (base line condition) yang terjadi dalam waktu relatif singkat serta memerlukan upaya penanggulangan secepat mungkin, karena dikhawatirkan akan meluas, baik dari segi jumlah kasus maupun wilayah yang terkena persebaran penyakit tersebut. Kejadian luar biasa juga disebut sebagai peningkatan kejadian kasus penyakit yang lebih banyak daripada eksternal normal di suatu area atau kelompok tertentu, selama suatu periode tertentu. Informasi tentang potensi KLB biasanya datang dari sumber-sumber masyarakat, yaitu laporan pasien (kasus indeks), keluarga pasien, kader kesehatan, atau warga masyarakat. Tetapi informasi tentang potensi KLB bisa juga berasal dari petugas kesehatan, hasil analisis atau surveilans, laporan kematian, laporan hasil pemeriksaan laboratorium, atau media lokal (Tamher. 2004).

B Kriteria KLB

7 (tujuh) Kriteria Kejadian Luar Biasa (KLB) Menurut Permenkes 1501 Tahun 2010 adalah :

(7)

1 Timbulnya suatu penyakit menular tertentu yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal pada suatu daerah

2 Peningkatan kejadian kesakitan terus-menerus selama 3 (tiga) kurun waktu dalam jam, hari atau minggu berturut-turut menurut jenis penyakitnya

3 Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari, atau minggu menurut jenis penyakitnya

4 Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) bulan menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata jumlah per bulan dalam tahun sebelumnya

5 Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama 1 (satu) tahun menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan pada tahun sebelumnya

6 Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1 (satu) kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% (lima puluh persen) atau lebih dibandingkan dengan angka kematian kasus suatu penyakit periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama

7 Angka proporsi penyakit (Proportional Rate) penderita baru pada satu periode menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibanding satu periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama

C Faktor – faktor KLB a Herd Immunity

Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya KLB adalah Herd Immunity. Herd immunity merupakan kekebalan yang dimiliki oleh

(8)

sebagian penduduk yang dapat menghalangi penyebaran. Hal ini dapat disamakan dengan tingkat kekebalan individu yaitu makin tinggi tingkat kekebalan seseorang, makin sulit terkena penyakit tersebut. Demikian pula dengan herd immunity, makin banyak proporsi penduduk yang kebal berarti makin tinggi tingkat herd immunity-nya hingga penyebaran penyakit menjadi semakin sulit.

Kemampuan mengadakan perlingangan atau tingginya herd immunity untuk menghindari terjadi epidemi bervariasi untuk tiap penyakit tergantung pada:

1. Proporsi penduduk yang kebal,

2. Kemampuan penyebaran penyakit oleh kasus atau karier 3. Kebiasaan hidup penduduk.

Setelah terjadi wabah, jumlah penduduk yang kebal bertambah hingga herd immunity meningkat hingga penyebaran penyakit berhenti. Setelah beberapa waktu jumlah penduduk yang kebal menurun demikian pula dengan herd immunity-nya dan wabah penyakit tersebut datang kembali, demikianlah seterusnya.

b. Patogenesitas

Kemampuan bibit penyakit untuk menimbulkan reaksi pada pejamu sehingga timbul sakit.

c. Lingkungan Yang Buruk

Seluruh kondisi yang terdapat di sekitar organisme tetapi mempengaruhi kehidupan ataupun perkembangan organisme tersebut.

(9)

(Notoatmojo, 2003). D Perbedaan KLB dengan wabah

Berikut ini adalah tabel perbedaan wabah dengan kejadian luar biasa (KLB):

No Pembeda Wabah Kejadian Luar Biasa(KLB)

1.

Jumlah kasus Besar/banyak Tidak selalu besar/banyak

2.

Daerah Cakupan daerah yang luas

Pada daerah populasi tertentu.

3.

Waktu Lama Dalam waktu tertentu

4.

Dampak Lebih berat, karena mencakup daerah yang luas.

Tidak lebih berat dari wabah

E Tujuan Penyelidikan KLB

a Mencegah meluasnya (penanggulangan).

b Mencegah terulangnya KLB di masa yang akan datang (pengendalian). Surveillans

Surveilans kesehatan masyarakat adalah pengumpulan, analisis, dan analisis data secara terus menerus dan sistematis yang kemudian didiseminasikan (disebarluaskan) kepada pihak-pihak yang bertanggungjawab dalam pencegahan penyakit dan masalah kesehatan lainnya (DCP2, 2008). Surveilans memantau terus-menerus kejadian dan kecenderungan penyakit, mendeteksi dan memprediksi outbreak pada populasi, mengamati faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit, seperti perubahan-perubahan biologis pada agen, vektor, dan reservoir. Selanjutnya surveilans menghubungkan informasi

(10)

tersebut kepada pembuat keputusan agar dapat dilakukan langkah-langkah pencegahan dan pengendalian penyakit (Last, 2001).

Surveilans memungkinkan pengambil keeputusan untuk memimpin dan mengelola dengan efektif. Surveilans kesehatan masyarakat memberikan informasi kewaspadaan dini bagi pengambil keputusan dan manajer tentang masalah-masalah kesehatan yang perlu diperhatikan pada suatu populasi. Surveilans kesehatan masyarakat merupakan instrumen penting untuk mencegah outbreak penyakit dan mengembangkan respons segera ketika penyakit mulai menyebar. Informasi dari surveilans juga penting bagi kementerian kesehatan, kementerian keuangan, dan donor, untuk memonitor sejauh mana populasi telah terlayani dengan baik (DCP2, 2008).

Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan (Puskesmas, RS, Dokter praktik), Kabupaten/ Kota, Provinsi, Pusat

Komunitas

pelaporan

keputusan (umpan balik) Gambar 1. Sistem surveilans

Surveilans dilakukan secara terus menerus tanpa terputus (kontinu), sedang pemantauan dilakukan intermiten atau episodik. Dengan mengamati secara terus-menerus dan sistematis maka perubahan- perubahan kecenderungan penyakit dan faktor yang mempengaruhinya dapat diamati atau diantisipasi, sehingga dapat dilakukan langkah-langkah investigasi dan pengendalian penyakit dengan tepat.

Pendekatan surveilans dapat dibagi menjadi dua jenis: (1) Surveilans pasif; (2) Surveilans aktif (Gordis, 2000).Surveilans pasif memantau penyakit secara pasif, dengan menggunakan data penyakit yang harus dilaporkan (reportable diseases) yang tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan. Kelebihan surveilans

Peristiwa penyakit, kesehatan populasi Data Informasi Perubahan yang diharapkan

Analisis & Interpretasi

(11)

pasif, relatif murah dan mudah untuk dilakukan. Negara-negara anggota WHO diwajibkan melaporkan sejumlah penyakit infeksi yang harus dilaporkan, sehingga dengan surveilans pasif dapat dilakukan analisis perbandingan penyakit internasional. Kekurangan surveilans pasif adalah kurang sensitif dalam mendeteksi kecenderungan penyakit. Data yang dihasilkan cenderung under-reported, karena tidak semua kasus datang ke fasilitas pelayanan kesehatan formal. Selain itu, tingkat pelaporan dan kelengkapan laporan biasanya rendah, karena waktu petugas terbagi dengan tanggungjawab utama memberikan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan masing-masing. Untuk mengatasi problem tersebut, instrumen pelaporan perlu dibuat sederhana dan ringkas.

Surveilans aktif menggunakan petugas khusus surveilans untuk kunjungan berkala ke lapangan, desa-desa, tempat praktik pribadi dokter dan tenaga medis lainnya, puskesmas, klinik, dan rumah sakit, dengan tujuan mengidentifikasi kasus baru penyakit atau kematian, disebut penemuan kasus (case finding), dan konfirmasi laporan kasus indeks. Kelebihan surveilans aktif, lebih akurat daripada surveilans pasif, sebab dilakukan oleh petugas yang memang dipekerjakan untuk menjalankan tanggungjawab itu. Selain itu, surveilans aktif dapat mengidentifikasi outbreak lokal. Kelemahan surveilans aktif, lebih mahal dan lebih sulit untuk dilakukan daripada surveilans pasif.

Surveilans migrasi adalah pengamatan terus menerus yang dilakukan terhadap orang-orang yang baru datang dari endemis suatu penyakit dalam rangka mencegah masuknya kasus impor. Surveilans migrasi malaria biasanya dilakukan dengan kegiatan pengambilan sediaan darah orang – orang yang menunjukkan gejala malaria klinis yang baru datang dari daerah endemis malaria dalam rangka mencegah masuknya kasus impor.

Sistem surveilans dapat diperluas pada level komunitas, disebut community surveilance. Dalam community surveilance, informasi dikumpulkan langsung dari komunitas oleh kader kesehatan, sehingga memerlukan pelatihan diagnosis kasus bagi kader kesehatan. Definisi kasus yang sensitif dapat membantu para kader kesehatan mengenali dan merujuk kasus mungkin (probable cases) ke fasilitas kesehatan tingkat pertama. Petugas kesehatan di tingkat lebih

(12)

tinggi dilatih menggunakan definsi kasus lebih spesifik, yang memerlukan konfirmasi laboratorium. Community surveilans mengurangi kemungkinan negatif palsu (JHU, 2006).

Surveilans bertujuan memberikan informasi tepat waktu tentang masalah kesehatan populasi, sehingga penyakit dan faktor risiko dapat dideteksi dini dan dapat dilakukan respons pelayanan kesehatan dengan lebih efektif. Surveilans dapat juga digunakan untuk memantau efektivitas program kesehatan. Tujuan khusus surveilans:

(1) Memonitor kecenderungan (trends) penyakit;

(2) Mendeteksi perubahan mendadak insidensi penyakit, untuk mendeteksi dini outbreak;

(3) Memantau kesehatan populasi, menaksir besarnya beban penyakit (disease burden) pada populasi;

(4) Menentukan kebutuhan kesehatan prioritas, membantu perencanaan, implementasi, monitoring, dan evaluasi program kesehatan;

(5) Mengevaluasi cakupan dan efektivitas program kesehatan;

(6) Mengidentifikasi kebutuhan riset (Last, 2001; Giesecke, 2002; JHU, 2002).

Dalam kaitannya dengan penyakit menular, kegiatan surveilans epidemiologi bertujuan untuk mengidentifikasi kelompok risiko tinggi dalam masyarakat, memahami cara penularan penyakit serta berusaha memutuskan rantai penularan. Dalam hal ini setiap penyakit harus dilaporkan secara lengkap dan tepat, yang meliputi keterangan mengenai orang (person), tempat (place) dan waktu (time).

Dalam kaitannya dengan penyakit, kegiatan surveilans epidemiologi dapat diaplikasikan untuk kegiatan :

a. Perencanaan program pemberantasan penyakit b. Evaluasi program pemberantasan penyakit

(13)

Langkah-langkah kegiatan surveilans a. Perencanaan surveilans

Perencanaan kegiatan surveilans dimulai dengan penetapan tujuan surveilans, dilanjutkan dengan penentuan definisi kasus, perencanaan perolehan data, teknik pengumpulan data, teknik analisis dan mekanisme penyebarluasan informasi.

b. Pengumpulan data

Pengumpulan data merupakan awal dari rangkaian kegiatan untuk memproses data selanjutnya. Data yang dikumpulkan memuat informasi epidemiologis yang dilaksanakan secara teratur dan terusmenerus dan dikumpulkan tepat waktu. Pengumpulan data dapat bersifat pasif yang bersumber dari rumah sakit, puskesmas dan lainlain, maupun aktif yang diperoleh dari kegiatan survei. Untuk mengumpulkan data diperlukan sistem pencatatan dan pelaporan yang baik. Secara umum pencatatan di puskesmas adalah hasil kegiatan kunjungan pasien dan kegiatan luar gedung. Sedangkan pelaporan dibuat dengan merekapitulasi data hasil pencatatan dengan menggunakan formulir tertentu, misalnya form W1 (kejadian luar biasa), form W2 (laporan mingguan) dan lain-lain.

c. Pengolahan dan penyajian data

Data yang sudah terkumpul dari kegiatan diolah dan disajikan dalam bentuk tabel, grafik (histogram, poligon frekuensi), chart (bar chart, peta/map area). Penggunaan komputer sangat diperlukan untuk mempermudah dalam pengolahan data diantaranya dengan menggunakan program (software) seperti epiinfo, SPSS, lotus, excel dan lain-lain.

d. Analisis data

Analisis merupakan langkah penting dalam surveilans epidemiologi karena akan dipergunakan untuk perencanaan, monitoring dan evaluasi serta tindakan pencegahan dan penanggulangan penyakit. Kegiatan ini menghasilkan

(14)

ukuran-ukuran epidemiologi seperti rate, proporsi, rasio dan lain-lain untuk mengetahui situasi, estimasi dan prediksi penyakit.

e. Penyebarluasan informasi

Penyebarluasan informasi dapat dilakukan ke tingkat atas maupun ke bawah. Dalam rangka kerja sama lintas sektoral intansiintansi lain yang terkait dan masyarakat juga menjadi sasaran kegiatan ini. Untuk diperlukan informasi yang informatif agar mudah dipahami terutama bagi intansi diluar bidang kesehatan.

Surveilans dilakukan secara terus menerus sebelum penyelidikan KLB dan sesudah dinyatakan terjadi KLB.

Program Pemerintah dalam Mencapai Bebas Malaria 2030 dan Target Tiap Tahun

Sebagai Negara yang endemis malaria, Indonesia telah merencanakan beberapa program sejak tahun tahun 1959 hingga sekarang. Upaya tersebut sebagai berikut

1 Tahun 1959-1968 : Pemerintah mencanangkan Komando Pembasmian Malaria. Pada program tersebut, pemerintah menitik beratkan pada tindakan penyemprotan insektisida serta pemberian obat klorokuin dan profilaksis malaria. Upaya tersebut berhasil penurunan jumlah kasus malaria di Pulau Jawa dan beberapa wilayah lainnya.

2 Tahun 1969-2000 : Pemerintah mencanangkan Pemberantasan Malaria. Pada tahun tersebut banyak ditemukan kasus resistensi Klorokuin dan Sulfadoksin-Pirimethamin (SP).

3 Tahun 2000-sekarang: Pemerintah mencanangkan Gebrak (Gerakan Berantas Kembali) Malaria. Pada program tersebut pemerintah membuat kebijakan tentang penggunaaan kombinasi Artemisin (Artemisin-based

(15)

Combination Therapy/ACT). Pada tahun 2004, pemerintah membentuk Pos Malaria Desa, sebagai upaya mengatasi malaria pada daerah terpencil.

Dalam merealisasikan program Gebrak Malaria, pemerintah menyusun Rencana Strategi Pembebasan (Eliminasi) malaria di Indonesia yang dituangkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia dengan sasaran wilayah ELiminasi yang dilaksanakan secara bertahap, yaitu:

 2010 : Daerah khusus Ibu kota Jakarta (Kepulauan Seribu), Bali dan Batam.

 2015 : Daerah Nanggroe Aceh Darussalam, Kepulauan Riau.  2020 : Daerah sumatera, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan,

Sulawesi.

 2030 : daerah Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara, Nusa Tenggara Timur

Kegiatan Eliminasi Malaria lebih banyak terfokus kepada kegiatan promotif dan preventif. Oleh karena itu peranan Promosi Kesehatan akan semakin besar agar pelaksanaannya lebih optimal.

Tujuan Program Eliminasi Malaria

a Tujuan umum: terwujudnya masyarakat yang hidup sehat dan terbebas dari Malaria secara bertahap sampai tahun 2030.

b Tujuan khusus:

 Meningkatkan komitmen para penentu kebijakan mulai dari pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota, khususnya di daerah endemis malaria untuk melakukan Eliminasi Malaria.

 Meningkatkan kapasitas petugas kesehatan dalam pegendalian malaria.

(16)

 Meningkatkan kesadaran dan aksi nyata para mitra untuk berperan aktif dalam Eliminasi Malaria

 Meningkatkan penyebarluasan informasi melalui media massa local.  Meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku keluarga dan

masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat dalam upaya pencegahan malaria.

Tahap-Tahap Investgasi Kejadian Luar Biasa (KLB) a Identifikasi KLB

Informasi kemungkinan terjadinya KLB dapat diperoleh langsung dari masyarakat seperti laporan pasien, keluarga pasien, kader kesehatan atau warga masyarakat , serta dapat diperoleh dari catatan petugas kesehatan, analisis data surveilans, laporan kematian atau media lokal sekitar.

b Investigasi kasus

Setelah diketahui adanya kemungkinan terjadi KLB, kemudian dilakukan verivikasi kasus. Apakah kasus tersebut telah didiagnosis dengan valid. Langkah pertama, kasus didefinisikan berdasarkan tiga kriteria, yaitu: kriteria klinis (gejala, tanda, onset), kriteria epidemiologis (karakterisitik pasien, tempat dan waktu terjadinya kasus KLB), dan kriteria laboratorium (hasil kultur dan waktu pemeriksaan). Berdasarkan kriteria tersebut, kasus diklasifikaikan juga menjadi tiga, yaitu:

Klasifikasi Kasus Kriteria

Kasus Suspek Tanda dan gejala klinis cocok dengan penyakit, terdapat bukti epidemiologis, tetapi tidak terdapat bukti laboratorium yang menunjukkan tengah atau telah terjadi KLB (bukti laboratorium (-), tidak ada atau belum ada).

Kasus Mungkin Tanda dan gejala klinis cocok dengan penyakit, terdapat bukti epidemiologis, terdapat bukti laboratorium yang mengarah namun belum pasti.

(17)

bakteriologis, virologis, parasitologis) bahwa tengah atau telah terjadi infeksi dengan atau tanpa kehadiran gejala klinis dan bukti epidemiologis.

Kasus pertama yang dilaporkan belum tentu merupakan kasus pertama, sehingga dalam tahap investigasi kasus, selanjutnya dilakukan pencaian kasus. Dalam hal ini diharapkan menggunakan sebanyak mungkin sumber informasi seperti surveilans aktif, surveilans pasif atau pengembangan informasi yang diperoleh dari media.

c Investigasi kausa

Dalam tahap ini, bertujuan untuk mengetahui kausa dari KLB tersebut. Informasi dapat didapatkan dengan cara wawancara langsung, mengisi kuisioner dan formulir baku. Informasi yang harus dikumpulkan yaitu :

 Identitas diri (nama, alamat, nomer telpon)  Data demografis (umur, seks, ras, pekerjaan)  Kemungkinan sumber, paparan dan kausa  Faktor-faktor resiko

 Gejala klinis  Pelapor

Dari data diatas, kemudian dibuat epidemiologi deskriptif yang brtujuan untuk mendeskripsikan frekuensi dan pola penyakit pada populasi menurut karakteristik orang, tempat dan waktu. Setelah itu, rumuskan hipotesis tentang kausa dan sumber KLB dengan lebih akurat dibanding dengan hipotesis sebelum memulai investigasi KLB.

d Langkah pencegahan dan pengendalian

Apabila dari investigasi kasus dan kausa telah memberikan infromasi bahwa terjadi KLB maka hendanya segera dilakukan pengendalian sehingga makin banyak kasus baru yang dapat dicegah.

(18)

 Mengeliminasi sumber pathogen  Eliminasi atau inaktivasi patogen

 Pengendalian dan pengurangan sumber patogen

 Pengurangan kontak dengan penjamu rentan dengan orang atau binatang yang terinfeksi

 Perubahan perilaku penjamu  Pengobatan kasus

 Memblokade proses transmisi

 Penggunaan alat pelindung perorangan  Disinfeksi

 Pengendalian vektor  Mengeliminasi kerentanan

 Vaksinasi  Pengobatan

 Isolasi orang-orang yang tak terpapar

e Studi analitik

Apabila fakta yang ditemukan dari investigasi kasus dan kausa belum memadai untuk menarik hipotesis, maka perlu dilakuakn studi analitik. Desain yang digunakan lazimnya adalah studi kasus control atau studi kohort retrospektif.

f Komunikasikan temuan

Temuan dan kesimpulan dari investigasi KLB dikomunikasikan kepada berbagai pihak pemangku kepentingan kesehatan masyarakat. Laporan berupa laporan tertulis yang berisi pendahuluan, latar belakan, metode, hasil, pembahasan. Kesimpulan dan rekomendasi.

(19)

g Evaluasi dan meneruskan surveilans

Pada tahap akhir, Dina Kesehatan Kota/Kabupaten dan petugas peneliti KLB perlu melakukan evaluasi untuk mengidentifikasi berbagai kelemahan program maupun defisiensi infrastruktur dalam sistem kesehatan. Evaluasi tersebut bertujuan untuk memungkinkan dilakukannya perubahan-perubahan yang mendasar agar memperkuat upaya program, sistem kesehatan dan upaya surveilans itu sendiri, sehingga dapat mencegah terjadinya KLB yang berulang.

Konsep Dasar Timbulnya Penyakit A Trias Bloom

1 Deskritif – mendeskripsikan penyebaran penyakit dalam suatu populasi berdasarkan: Orang, Tempat, dan Waktu.

(20)

Ditinjau dari sudut ekologis ada tiga faktor yang dapat menimbulkan suatu kecacatan, kesakitan, ketidakmampuan dan kematian yang disebut sebagai trias epidemiologi yaitu agent penyakit, manusia dan lingkungan. Dalam keadaan normal terjadi suatu keseimbangan yang dinamis diantara tiga komponen ini atau dengan kata lain di sebut sehat. Pada suatu keadaan terjadinya suatu gangguan pada keseimbangan dinamis ini, misalnya akibat menurunnya kualitas lingkungan hidup sampai pada tingkat tertentu maka akan memudahkan agen penyakit masuk kedalam tubuh manusia dan keadaan disebut sakit (Chandra, 2009).

Hubungan penyakit dan lingkungan hidup dalam segitiga epidemiologi menurut konsep Bloom :

i Konsep Agen Penyakit

Agen penyakit dapat berupa benda hidup atau mati dan faktor mekanis, namun kadang kadang untuk penyakit tertentu, penyebabnya tidak di ketahui seperti pada penyakit ulkus peptikum, penyakit jantung koroner dan lain-lain. Agen penyakit dapat di klasifikasikan menjadi lima kelompok yaitu:

a Agen biologi: Bakteri, virus, riketsia, protozoa, metazoan

b Agen nutrisi: Karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral dan lainnya.

c Agen fisik: Panas, radiasi, kelembaban, dingin, tekanan, cahaya, dan kebisingan.

(21)

d Agen kimiawi: Dapat bersifat endogen seperti : asidosis, diabetes (hyperglikemia), uremia dan bersifat eksogen seperti alergen, debu, gas, debu dan lainnya.

e Agen mekanis: Gesekan, benturan, pukulan yang dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan tubuh host (pejamu). ii Konsep Host (pejamu)

Faktor manusia sangat komplek dalam proses terjadinya penyakit dan tergantung pada karakteristik yang dimiliki oleh masing-masing individu antara lain:

a Umur

Menyebabkan adanya perbedaan penyakit yang diderita seperti penyakit campak pada anak-anak, penyakit kanker pada usia pertengahan dan penyakit arteroklerosis pada usia lanjut.

b Jenis kelamin

Frekuensi penyakit pada laki-laki lebih tinggi dibandingkan pada wanita dan penyakit tertentu seperti penyakit pada kehamilan serta persalinan hanya terjadi pada wanita sebagaimana halnya penyakit hypertrofi prostat hanya di jumpai pada laki-laki.

c Ras

Hubungan antara ras dan penyakit tergantung pada tradisi, adat istiadat dan perkembangan kebudayaan. Terdapat penyakit tertentu yang hanya di jumpai pada ras tertentu seperti sicle cell anemia pada ras negro.

d Genetik

Ada penyakit tertentu yang diturunkan secara herediter seperti mongolisme, buta warna, hemofilia dan lain-lain.

e Pekerjaan

Status pekerjaan mempunyai hubungan erat dengan penyakit akibat pekerjaan seperti : kecelakan kerja, keracunan, silikosis, asbestosis dan lain lain.

f Status nutrisi

Gizi jelek mempermuda seseorang menderita penyakit infeksi seperti TBC dan kelainan gizi seperti obesitas, kolestrol tinggi dan lainnya.

(22)

Reaksi tubuh pada penyakit tergantung pada status kekebalan yang dimiliki sebelumnya seperti kekebalan terhadap penyakit virus yang tahan lama dan seumur hidup.

h Adat istiadat

Ada beberapa adat istiadat yang dapat menimbulkan penyakit seperti kebiasaan makan ikan mentah dapat menyebabkan penyakit cacing hati.

i Gaya hidup

Kebiasaan minum alkohol, narkoba, merokok dapat menimbulkan gangguan pada kesehatan.

j Psikis

Faktor kejiwaan seperti stres, emosional dapat menyebabkan penyakit hypertensi, ulkus peptikum, depresi, insomnia.

iii Konsep Environment

Lingkungan hidup manusia pada dasarnya terdiri dari dua bagian yaitu lingkungan internal berupa keadaan yang dinamis dan seimbang yang disebut hemostatis. Dan lingkungan hidup eksternal di luar tubuh manusia. Lingkungan hidup eksternal terdiri dari tiga komponen yaitu:

a Lingkungan fisik

Bersifat abiotik atau benda mati seperti air, tanah, udara, cuaca, makanan, rumah, panas dan lain lain. Lingkungan fisik ini berinteraksi secara konstan dengan manusia sepanjang waktu dan masa. Serta memegang peran penting dalam proses terjadinya penyakit pada masyarakat, seperti kekurangan persediaan air bersih terutama pada musim kemarau dapat menimbulkan penyakit diare dimana-mana.

b Lingkungan biologis

Bersifat biotik atau benda hidup seperti tumbuh tumbuhan, hewan, virus, bakteri, jamur, parasit, serangga dan lain lain yang dapat berfungsi sebagai agen penyakit.reservoir infeksi, vektor penyakit atau penjamu.

Hubungan manusia dengan lingkungan biologisnya bersifat dinamis dan bila terjadi ketidakseimbangan antara hubungan

(23)

manusia dengan lingkungan dengan lingkungan biologisnya maka manusia akan menjadi sakit.

c Lingkungan sosial

Berupa kultur, adat istiadat, kebiasaan, kultur, agama, sikap, gaya hidup, pekerjaan, kehidupan masyarakat. Bila manusia tidak dapat menyesuaikan dirinya dengan lingkungan sosial, maka akan terjadi konflik yang bersifat kejiwaan dan menimbulkan penyakit psikosomatik, stres, depresi dan lainnya.

Interaksi Agen Penyakit, Host Dan Environment

Dalam usaha pencegahan dan kontrol yang efektif terhadap penyakit perlu di pelajari mekanisme yang terjadi antara agen, host dan environment yaitu:

 Interaksi antara agen penyakit dan lingkungan

Suatu keadaan terpengaruhnya agen penyakit secara langsung oleh lingkungan yang menguntungkan agen penyakit. Terjadi pada saat prapatogenesis suatu penyakit, misalnya viabilitas bakteri terhadap sinar matahari, stabilitas vitamin yang terkandung dalam sayuran di dalam ruang pendingin dan penguapan bahan kimia beracun oleh proses pemanasan bumi global.

 Interaksi antara manusia dan lingkungan

Suatu keadaan terpengaruhnya manusia secara langsung oleh lingkungan dan terjadi pada saat prapatogenesis suatu penyakit, misalnya udara dingin, hujan dan kebiasaan membuat dan menyediakan makanan.

 Interaksi antara host dengan agen penyakit

Suatu keadaan agen penyakit yang menetap, berkembangbiak dan dapat merangsang manusia untuk menimbulkan respon berupa tanda-tanda dan gejala penyakit berupa demam, perubahan fisiologi jaringan tubuh dan pembentukan kekebalan atau mekanisme pertahanan tubuh lainnya. Interaksi yang terjadi dapat berupa sembuh sempurna, kecacatan atau kematian.

(24)

Pengendalian Penyebaran Penyakit Secara Umum

1 Mengidentifikasi penyebab , sumber dan cara penularan infeksi 2 Carilah link ke sumber-sumber potensial atau kasus lain

3 Hentikan penularan lebih lanjut atau penyebaran 4 Pastikan kasus yang tepat dikelola

5 Melindungi kontak beresiko

Gambar : mode penyebaran penyakit (chain Transmision)

Upaya Pengendalian Yang Dilaporkan Melalui Laporan Rutin Program

Terdapat beberapa upaya yang dilakukan dalam program pencegahan malaria seperti pemakaian kelambu, pengendalian vektor.

a Pemakaian Kelambu

Pemakaian kelambu adalah salah satu dari upaya pencegahan penularan penyakit malaria. Melalui bantuan Global Fund (GF) komponen

(25)

malaria ronde 1 dan 6 telah dibagikan kelambu berinsektisida ke 16 provinsi. Seperti terlihat pada gambar 16, kelambu dibagikan terbanyak di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Sedangkan di Sumatera Barat tidak ada laporan, hal ini perlu dievaluasi untuk mengetahui penyebab tidak adanya laporan.

b Pengendalian Vektor

Untuk meminimalkan penularan malaria maka dilakukan upaya pengendalian terhadap Anopheles sp sebagai nyamuk penular malaria. Beberapa upaya pengendalian vektor yang dilakukan misalnya terhadap jentik dilakukan larviciding (tindakan pengendalian larva Anopheles sp secara kimiawi, menggunakan insektisida), biological control ( menggunakan ikan pemakan jentik), manajemen lingkungan, dan lain-lain. Pengendalian terhadap nyamuk dewasa dilakukan dengan penyemprotan dinding rumah dengan insektisida (IRS/ indoors residual spraying) atau menggunakan kelambu berinsektisida. Namun perlu ditekankan bahwa pengendalian vektor harus dilakukan secara REESAA (rational, effective, efisien, suntainable, affective dan affordable) mengingat kondisi geografis Indonesia yang luas dan bionomik vektor yang beraneka ragam sehingga pemetaan breeding places dan perilaku nyamuk menjadi sangat penting. Untuk itu diperlukan peran pemerintah daerah, seluruh stakeholders dan masyarakat dalam pengendalian vektor malaria.

c Diagnosis dan Pengobatan

Selain pencegahan, diagnosis dan pengobatan malaria juga merupakan upaya pengendalian malaria yang penting. Pemeriksaan Sediaan Darah (SD) Untuk diagnosis malaria salah satu yang perlu dilihat adalah pemeriksaan sediaan darah. Untuk pemeriksaan sediaan darah dari tahun 2008 sampai tahun 2010 terjadi peningkatan penderita malaria klinis yang diperiksa sediaan darahnya. Pada tahun 2008 dari 1.912.698 malaria

(26)

klinis diperiksa sediaan darahnya hanya 921.599 (48,18%). Tahun 2009 dan 2010 malaria klinis yang diperiksa sedian darahnya sudah di atas 50% (tahun 2009 sebesar 75,61%, tahun 2010 sebesar 64,44%). Pencapaian ini dapat dipertahankan dan terus ditingkatkan dengan dukungan dari pemerintah dan pemerintah daerah untuk menjaminan ketersediaan bahan/reagen lab/mikroskospis malaria, kemampuan petugas kesehatan, jangkauan pelayanan kesehatan dan ketersediaan obat malaria.

Tahap Eliminasi Malaria

KEBIJAKAN DAN STRATEGI A KEBIJAKAN

1 Eliminasi Malaria dilakukan secara menyeluruh dan terpadu oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah bersama mitra kerja pembangunan termasuk LSM, dunia usaha, lembaga donor, organisasi profesi, organisasi kemasyarakatan dan masyarakat.

(27)

2 Eliminasi Malaria dilakukan secara bertahap dari kabupaten/kota, provinsi, dan dari satu pulau atau ke beberapa pulau sampai ke seluruh wilayah Indonesia menurut tahapan yang didasarkan pada situasi malaria dan kondisi sumber daya yang tersedia.

B STRATEGI

1 Melakukan penemuan dini dan pengobatan dengan tepat.

2 Memberdayakan dan menggerakan masyarakat untuk mendukung secara aktif upaya eliminasi malaria.

3 Menjamin akses pelayanan berkualitas terhadap masyarakat yang berisiko.

4 Melakukan komunikasi, advokasi, motivasi dan sosialisasi kepada Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk mendukung secara aktif eliminasi malaria.

5 Menggalang kemitraan dan sumber daya baik lokal, nasional maupun internasional, secara terkoordinasi dengan seluruh sektor terkait termasuk sektor swasta, organisasi profesi, dan organisasi kemasyarakatan melalui forum gebrak malaria atau forum kemitraan lainnya.

6 Menyelenggarakan sistem surveilans, monitoring dan evaluasi serta informasi kesehatan.

7 Melakukan upaya eliminasi malaria melalui forum kemitraan Gebrak Malaria atau forum kemitraan lain yang sudah terbentuk.

8 Meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan mengembangkan teknologi dalam upaya eliminasi malaria.

TARGET DAN INDIKATOR A TARGET

(28)

Untuk mencapai sasaran eliminasi malaria secara nasional pada tahun 2030, telah ditetapkan target-target sebagai berikut:

1 Pada tahun 2010 seluruh sarana pelayanan kesehatan mampu melakukan pemeriksaan parasit malaria (semua penderita malaria klinis diperiksa sediaan darahnya/ konfirmasi laboratorium).

2 Pada tahun 2020 seluruh wilayah Indonesia sudah memasuki tahap pra-eliminasi.

3 Pada tahun 2030 seluruh wilayah Indonesia sudah mencapai eliminasi malaria.

PERAN PEMERINTAH, PROVINSI, KABUPATEN/KOTA, SWASTA, CIVIL SOCIETY, DAN LEMBAGA DONOR

Salah satu strategi dalam Eliminasi Malaria adalah meningkatkan komitmen Pemerintah dan Pemerintah Daerah dengan menggalang kemitraan dengan berbagai sektor terkait termasuk sektor swasta, LSM, organisasi profesi dan organisasi kemasyarakatan melalui forum Gebrak Malaria atau forum lain yang ada di daerah sebagai wadah kemitraan. Untuk melaksanakan kegiatan tersebut maka peran pemerintah, provinsi, kabupaten/kota, Swasta, LSM dan Lembaga Donor..

(29)

Langkah 5. Merumuskan tujuan pembelajaran. 1 Menjelaskan definisi KLB/epidemi/outbreak. 2 Menjelaskan kriteria KLB.

3 Menjelaskan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap KLB. 4 Menjelaskan perbedaan KLB dengan wabah.

5 Menjelaskan definisi investigasi KLB.

6 Menjelaskan tujuan dan fungsi investigasi KLB.

7 Menjelaskan langkah-langkah & prinsip investigasi KLB. 8 Menjelaskan kapan dilaksanakan investigasi KLB.

9 Menjelaskan tindak lanjut hasil investigasi/pelaporan KLB. 10 Menjelaskan definisi surveilans.

11 Menjelaskan jenis-jenis surveilans (aktif, pasif, migrasi). 12 Menjelaskan tujuan dan manfaat surveilans.

13 Menjelaskan langkah/cara surveilans. 14 Menjelaskan kapan dilaksanakan surveilans.

15 Menjelaskan patofisiologi singkat pola penyakit malaria. 16 Menjelaskan penyebab, transimisi, dan vektor malaria.

17 Menjelaskan faktor yang menyebabkan sulitnya pengendalian malaria (termasuk faktor dari host, agen, maupun lingkungan).

18 Menjelaskan tujuan surveilans malaria.

19 Menjelaskan langkah dan cara surveilans malaria.

20 Menjelaskan istilah-istilah yang ada pada investigasi KLB malaria (API & penggolongannya, AMI, SPR, CI, HI, ABER, dll & kapan dikatakan interpretasinya itu baik).

21 Menyebutkan daerah-daerah endemis malaria.

22 Menjelaskan program-program pemerintah dalam mencapai bebas malaria 2030.

23 Menjelaskan tujuan dari program pengendalian malaria. 24 Menjelaskan tahap-tahap dalam pengendalian malaria.

25 Menjelaskan target dari tiap tahap dan target tiap 10 tahun program pengendalian malaria.

(30)

26 Menjelaskan konsep timbulnya penyakit (TRIAS BLOOM), yaitu trias epidemiologi analitik dan deskriptif.

27 Menjelaskan komponen-komponen pada masing-masing trias epidemiologi (c/ host: resistensi, imunitas).

28 Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi host, agent, environment. (c/nutrisi, ras, usia).

29 Menjelaskan definisi endemis.

30 Menjelaskan syarat daerah disebut daerah endemis. 31 Menjelaskan riwayat alamiah terjadinya penyakit.

32 Menjelaskan pengendalian penyakit secara umum. (termasuk skema). 33 Menjelaskan prinsip pengendalian malaria (obat atc, RDT, kelambu). 34 Menjelaskan langkah-langkah konkret, termasuk kontribusi masyarakat,

(31)

KLB/EPIDEMI/ OUTBREAK

Definisi Kriteria

Faktor mempengaruhi ?? Perbedaan dengan wabah

Investigasi KLB

Jumlah Luas daerah

Waktu Dampak

Langkah & prinsip Waktu pelaksanaan

Tindak lanjut ??? Langkah 4. Menginventarisasi permasalahan secara sistematis dan pernyataan sementara mengenai permasalahan pada langkah 3.

(32)

SURVEILANS Jenis Tujuan Langkah Waktu pelaksanaan Definisi EPIDEMIOLOGI PENYAKIT

Pengendalian penyakit secara umum ?? Riwayat alamiah terjadinya penyakit ??

Trias Bloom ?? Trias analitik epidemiologi ?? Trias deskriptif epidemiologi ?

(33)

KLB MALARIA

Penyebab ???

Transmisi & vektor ??

Surveilans malaria Patofisiologi khas ???

Istilah investigasi KLB malaria

Tujuan Cara

Tujuan ??

Tahap ?? AMI

Daerah endemis malaria ??

Pengendalian malaria ?? Faktor sulitnya pengendalian ???

SPN API dll. Target ?? Prinsip ?? Langkah ??

(34)

Langkah 6. Mengumpulkan infomasi baru dengan belajar mandiri.

Langkah 7. Melaporkan, membahas, dan menata kembali informasi baru yang diperoleh.

(35)

BAB III PENUTUP A. Simpulan

1. Prevalensi Malaria di Indonesia masih tinggi dan Indonesia bagian timur ( Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara, Sulawesi dan Nusa tenggara) termasuk daerah Endemis Malaria.

2. Berbagai Upaya telah dilakukan guna mencegah timbulnya peningkatan kejadian malaria mulai dari pembagian kelambu berinsteksida kepada masyarakat, deteksi dini sampai pembentukan pemberdayaan masyarakat berupa posmalindes.

3. Guna mengendalikan dan menanggulangi Kejadian Luar Biasa (KLB) diperlukan Surveilans dan Penyelidikan Epidemiologi.

B. Saran

1. Diharapkan mahasiswa lebih aktif dalam kegiatan tutorial sehingga semua tujuan pembelajaran bisa terccapai.

2. Diharapkan Program Pemberantasan Penyakit Malaria di daerah endemis (Indonesia bagian timur) bekerja sama dengan linta sektoral terkait mengingat kendala pengendalian malaria di daerah endemis berupa faktor geografis yang sulit dijangkau dan penyebaran penduduk yang tidak merata.

3. Diharapkan mahasiwa lebih memahami langkah-langkah seven jump agar tutorial belajar lebih efektif dan efisien.

(36)

DAFTAR PUSTAKA

Azrul Azwar (1988). Pengantar epidemiologi. Jakarta : PT Binarupa Aksara. Budioro B (1997). Pengantar Epidemiologi. Semarang : Badan Penerbit

Universitas Diponegoro. pp: 153-6.

Buchari, Lapau (2000). Prinsip dan Metode Epidemiologi. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Eko, Budiarti & Dwi, Anggraeni (2002). Pengantar Epidemiologi edisi 2. Jakarta : EGC.

Murti Bhisma (1997). Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.

Murti Bhisma (2010). Investigasi Outbreak. http://fk.uns.ac.id/static/materi/Investigasi_Outbreak_-_Prof_Bhisma_Murti.pdf . Pusat promosi kesehatan. 2010. Rencana operasional promosi kesehatan untuk eliminasi malaria. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Noor, Nasry Nur (2000). Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta : Rieka Cipta. pp: 82-91.

Notoatmojo (2003). Ilmu Kesehatan Masyarakat. Prinsip Prinsip Dasar. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Gambar

Gambar : mode penyebaran penyakit (chain Transmision)

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penulisan adalah untuk membangun knowledge management system pada Library and Knowledge Center dan menciptakan suatu proses knowledge management agar dapat mendistribusikan

Sesuai dengan ketentuan Pasal 8 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, Komisi Pemilihan Umum bertugas dan

Prinsip eksklusi tidak memperkenankan lebih dari dua partikel berada pada satu status energi dengan bilangan kuantum yang sama, maka jumlah probabilitas intrinksik merupakan

12 andika lubis Laki-laki 46 Undifferentiated Squamous cell carcinoma. 13 lubis Laki-laki 60

Penghentian efek Alcohol withdrawal pada pasein biasanya adalah dengan mengkonsumsi alcohol itu sendiri, namun jika dalam keadaan yang sulit untuk memperoleh minuman alcohol,

Tim Broad-Based Education, (2002), Pendidikan Berorientasi Kecakapan Hidup (LifeSkill) Melalui Pendekatan Broad-Based Education (BBE), Departemen Pendidikan

Ekstrak n-heksana, diklorometana, dan metanol daun beluntas memiliki aktivitas sitotoksik yang potensial terhadap sel HeLa dengan IC 50 berturut-. turut 18,06 µg/ml, 74,56

!epentingan smoke point dalam praktek ialah untuk menentukan kualitas kerosin yang penggunaan utamanya adalah sebagai bahan bakar lampu penerangan. !erosin yang