Kadar Rata-Rata Selenium Ujung Kuku Kaki Pada Ibu Hamil Dengan Preeklampsia Berat Dan Ibu Hamil Normal di RSUP Dr. M Djamil Padang
Average levels of Selenium Edge Nails Feet On Pregnant Women With Severe Preeclampsia And Normal Pregnancy at Dr. M Djamil Hospital Padang
I.
PENDAHULUANPreeklampsia adalah suatu sindroma penyakit yang dapat menimbulkan gangguan pada berbagai organ. Dalam kepustakaan, frekwensi peeklampsia dilaporkan berkisar antara 3–10% dari kehamilan. Frekwensi preeklampsia tiap negara berbeda –beda karena banyak faktor yang mempengaruhinya. Di beberapa negara maju, frekwensi preeklampsia 5–7 %. Di Indonesia angka kejadian preeklampsia berkisar 3-10%. Di RS. M. Djamil Padang pada tahun 2002 didapatkan angka kejadian preeklampsia berat (PEB) 5,5 % dan eklampsia 0.8 %. (14), sekitar 5 tahun berikutnya (2007) insiden PEB di RSUP Dr. M Djamil Padang, sedikit turun menjadi 4,99% dan kejadian eklampsia meningkat menjadi 1,07%, dengan komplikasi tersering adalah HELLP Sindrom.(5)
Penyebab dari preeklampsia sampai saat ini masih belum diketahui dan banyak faktor terlibat sebagai patogenesis. Umumnya manifestasi klinis terjadi di akhir kehamilan, namun dapat pula terjadi setelah umur kehamilan lebih dari 20 minggu. (. 23, 10,, 3) Sewaktu – waktu penyakit ini dapat menjadi progresif dengan cepat tanpa didahului oleh tanda – tanda yang pasti, maka untuk menurunkan morbiditas dan mortalitasnya diperlukan suatu upaya pencegahan dini, dengan mengenali faktor risiko, etiologi dan patofisiologi preeklampsia. (22).
Sampai saat ini patogenesis preeklampsia belum jelas benar, maka belum didapatkan suatu pemeriksaan diagnostik spesifik maupun terapi rasional untuk mengatasi penyakit tersebut. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengetahui etiologi preeklampsia serta untuk menjawab bermacam – macam pertanyaan mengenai patogenesis penyakit tersebut. Berkembangnya ilmu biologi molekuler memberikan banyak harapan dan informasi baru untuk menerangkan terjadinya preeklampsia. Saat ini aktivasi dan kerusakan sel endotel dianggap
memegang peranan penting untuk terjadinya preeklampsia disamping faktor genetik, imunologi, dan plasentasi abnormal yang dapat mengakibatkan kerusakan endotel. (27)
Mencari etiologi preeklampsia merupakan pendekatan terbaik dalam upaya menurunkan morbiditas dan mortalitas yang diakibatkan oleh preeklampsia atau eklampsia (22). Namun sampai sekarang etiologi tersebut belum diketahui, walaupun diyakini bahwa preeklampsia berhubungan erat dengan plasenta. Salah satu teori terjadinya preeklampsia adalah iskemia plasenta. Hal ini disebabkan kegagalan invasi trofoblast ke dalam jaringan desidua, sehingga tidak terjadi perubahan fisiologis pada arteri spiralis. (4. 26. 6)
Pada preeklampsia kerusakan endotel diduga disebabkan oleh adanya radikal bebas, keadaan anoksia, kompleks antigen-antibodi dan kemungkinan juga oleh pelbagai faktor di atas. (18. 26) Stres oksidatif plasenta telah dibuktikan menjadi kunci dalam patogenesis preeklampsia. Menjelang aterm, beban dari kondisi oksidatif yang terus meningkat dapat merangsang aponekrosis sinsitiotrofoblast, disfungsi sel endotel, dan respon hiperimun maternal yang mendasari gejala klinik dari preeklampsia, (22,24)
Stres oksidatif didefenisikan sebagai suatu ketidakseimbangan antara pertumbuhan suatu jenis reactive oxigen
species (ROS) dan kemampuan
antioksidan untuk mencegah kerusakan oksidatif. Ekspresi dan aktivitas protein-protein antioksidan yang penting tersebut menurun dalam jaringan plasenta pada ibu preeklampsia, (24. 1)
Di dalam tubuh telah tersedia beberapa antioksidan sebagai system pertahanan sel terhadap radikal bebas yang melibatkan vitamin-vitamin dan enzim-enzim. Enzim Superoxide Dismutase (SOD) mengkatalisis dismutasi dari superoksid menjadi hidrogen
peroksida dan oksigen. Selanjutnya konversi H2O2 menjadi 2H2O dan O2 oleh glutathion peroksidase, dengan reaksi enzim seperti berikut ini : (Lars-Oliver Klotz. 2003)
Gambar 1. Reaksi oksidatif
Glutathion peroksidase (GPx) adalah suatu enzim yang memiliki selenosistein pada tempat aktifnya dan tergantung selenium untuk aktivitasnya. Enzim glutathion peroksidase membantu mencegah kerusakan sel yang disebabkan oleh radikal bebas dengan cara mengkatalisa berbagai hydrogen peroksida (H2O2), lipid peroksida, dan lipid peroksinitrit. Glutathion peroksidase mereduksi H2O2 menjadi H2O dan glutathion disulfide (GSSG) dengan bantuan glutathion tereduksi (GSH). (28. 19)
Selenium adalah komponen utama enzim glutathion peroksidase, merupakan trace elemen yang penting untuk menjaga optimalisasi aktivitas glutathione peroksidase. (28.2) Kekurangan selenium pada diet berhubungan dengan tidak berfungsinya enzim glutathion peroksidase untuk menghilangkan radikal bebas. ( 19.21)
Ada sejumlah cara bagaimana selenium dalam selenoprotein dapat mengurangi risiko dan keparahan preeklampsia. Antioksidan selenoprotein dapat melindungi endotel dengan menurunkan regulasi ekspresi molekul adhesi yang diinduksi sitokin dan mengurangi inflamasi. Hal ini mencegah pemecahan lipoprotein dan membran lebih lanjut menjadi spesies oksigen reaktif dan aldehid sitotoksik, sehingga mengurangi risiko kerusakan endotel. (18, 24)
Secara keseluruhan, efek GPx adalah mereduksi aktifitas siklooksigenase
dan lipoksigenase yang memerlukan tonus peroksida minimal agar aktif secara optimal, sehingga GPx membatasi produksi prostaglandin dan leukotrien inflamatorik dan proagregasi. Lebih lanjut, GPX dengan cepat mereduksi peroksinitrit menjadi produk yang tidak berbahaya. Aktifitas GPx ditemukan lebih rendah secara bermakna pada jaringan plasenta preeklampsia dibandingkan pada jaringan plasenta normal. (19, 24)
Usaha-usaha untuk membandingkan kadar selenium pada preeklampsia dengan kehamilan normal menemukan hasil yang bervariasi. Roy et al., (1989) dan Dawson et al., (1999) meneliti kadar selenium yang terkandung di dalam cairan amnion pada kehamilan aterm , dimana tidak ditemukan adanya perbedaan yang bermakna. (Vanderlelie J,2005)
MF Knappen dkk, membandingkan kadar enzim glutathione peroksidase wanita PEB dengan / tanpa sindroma HELLP dengan wanita hamil normal. Total median kadar enzim glutathione peroksidase secara nyata lebih rendah pada wanita PEB dengan / tanpa sindroma HELLP. Mereka menyimpulkan bahwa penurunan kadar enzim glutathione peroksidase menunjukan penurunan kapasitas detoksifikasi radikal bebas pada wanita dengan PEB. (8)
Tahun 1990, Lu melaporkan suatu peningkatan insiden hipertensi yang diinduksi kehamilan pada daerah dengan defisiensi selenium di China dan kemudian ditemukan bahwa suplemen selenium dapat digunakan untuk menurunkan insidens penyakit dalam suatu sejumlah kecil wanita hamil dengan faktor resiko tinggi.(11)
Glutathione peroksidase adalah salah satu antioksidan yang sangat tergantung pada selenium untuk aktivitasnya. Jika kadar selenium rendah maka aktivitas GPx akan kurang tentu stres oksidatif akan berlangsung lebih
besar dan akan terjadi kerusakan endotel yang mendasari kejadian preeklampsia. Hal ini tentu tidak terjadi pada kehamilan normal (non preeklampsia). Timbul suatu pertanyaan, apakah ada perbedaan kadar antioksidan dalam hal ini selenium pada ibu hamil normal dengan ibu hamil dengan PEB.
A. Tujuan Penelitian
Melihat perbedaan kadar selenium antara ibu hamil dengan PEB dan ibu hamil normal
B. Hipotesis
Kadar selenium pada ibu hamil dengan PEB lebih rendah dibandingkan dengan ibu hamil normal.
II. METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan cross sectional study untuk melihat perbedaan kadar selenium ibu hamil dengan PEB dengan ibu hamil normal.
B. Tempat Dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di kamar bersalin dan poliklinik kebidanan BLU RS. Dr. M. Djamil Padang. Pemeriksaan kadar selenium dilakukan di Laboratorium Kesehatan daerah Sumbar. Penelitian dilakukan mulai 1 November 2008 sampai April 2009.
C. Populasi Dan Sampel 1. Populasi
Populasi adalah ibu hamil > 20 minggu yang didiagnosa PEB dan ibu hamil normal yang dirawat inap di kamar bersalin atau yang berkunjung ke poliklinik kebidanan BLU RS. Dr. M. Djamil Padang. Penelitian PEB berdasarkan kriteria diagnostik yang ditetapkan bagian kebidanan BLU RS. Dr. M. Djamil Padang.
Kriteria inklusi
Kasus : ibu hamil dengan PEB
Kontrol : ibu hamil normal dengan usia kehamilan lebih dari 20 minggu
Bersedia ikut penelitian dengan menandatangani lembar persetujuan
B. Kriteria eksklusi
Adanya riwayat hipertensi sebelum hamil atau sebelum usia kehamilan 20 minggu
Adanya penyakit kronis 2. Sampel
Sampel terdiri dari 2 kelompok : a. Kelompok PEB yang
memenuhi kriteria penelitian
b. Kelompok kehamilan normal yang memenuhi kriteria penelitian sebagai kontrol
Besar sampel ditentukan dengan menggunakan rumus:
S = Simpang baku kedua kelompok (didapatkan nilai 0,05)
X1 – X2 = Perbedaan klinis yang diinginkan (X1 = 0,57 dan X2 = 0,51)(Rayman et all,2003)
= Tingkat kemaknaan (ditetapkan 0,05) didapatkan nilai 1,96
Z = power (ditetapkan 80% ) dari tabel didapatkan 0,842
Jumlah sampel masing masing kelompok didapatkan 11. Drop out 20% . Maka jumlah sampel pada masing-masing kelompok adalah 13. III. HASIL PENELITIAN
A. Karakteristik
1.Karakteristik Umum Responden a) Umur ( Z+ Z) S 2 n1 = n2 = 2 ( 1,960+ 0,842) 0,05 2 n1 = n2 = 2 (0,57 – 0,51)
Dari tabel 4 dibawah, didapatkan bahwa sebagian besar (61,5 % dan 69,2%) responden pada kelompok PEB dan normal berumur 20-35 tahun. Secara statisik dari segi umur responden didapatkan perbedaan yang tidak bermakna antara kelompok ibu hamil dengan PEB dan normal, dengan demikian dari segi umur kedua kelompok tersebut dapat dibandingkan. (p > 0,05)
b. Gravida
Berdasarkan gravida responden yang dapat dilihat pada tabel.4, gravida terbanyak pada kelompok PEB dan hamil normal adalah primigravida yakni (61,5% dan 53,8 )
Secara statisik dari segi gravida responden didapatkan perbedaan yang tidak bermakna (p
> 0,05), dengan demikian dari segi gravida kedua kelompok tersebut dapat dibandingkan.
Tabel 4. Karakteristik Umum Responden Karakte ristik PEB Normal Statistik N % N % Umur (th) < 20 2 15,4 3 23,1 20 -35 8 61,5 9 69,2 > 35 3 23,1 1 7,7 Gravida Primi 8 61,5 7 53,8 Multi 5 38,5 6 46,2 Usia kehamil an < 37 7 53,8 7 53,8 > 37 6 46,2 6 46,2 Jumlah 13 100 13 100 NS : Non Signifikan c. Usia kehamilan
Jika dilihat dari usia kehamilan pada tabel 4, sebagian besar usia kehamilannya < 37 minggu yaitu sebanyak 53,8 % .Secara statisik didapatkan perbedaan yang tidak bermakna (p
> 0,05), sehingga dengan demikian dari segi usia kehamilan kedua kelompok tersebut dapat dibandingkan.
Jadi secara keseluruhan jika dilihat dari segi karakteristik umum penderita, seperti umur, gravid dan usia kehamilan secara statistik tidak tampak perbedaan bermakna (p > 0,05) antara kelompok ibu hamil dengan PEB dan hamil normal sehingga dengan demikian maka pada penelitian ini kedua kelompok tersebut dapat dibandingkan.
2. Karakteristik Klinis Dan Laboratorium
Secara klinis terlihat jelas perbedaan tekanan darah baik sistolik maupun diastolic antara kelompok ibu hamil dengan PEB dan ibu hamil normal, dimana rata-rata tekanan darah sistolik pada kelompok PEB 169,23 mmHg dengan SD 8,62 mmHg dan pada kelomok hamil normal tekanan darah sistolik rata-rata 114,62 mmHg dengan SD 5,19 mmHG. Tekanan darah diastolic rata-rata unuk PEB 112,31 mmHg dengan SD 4,39 dan 74,62 mmHg SD 5,19 mmHg untuk kelompok hamil normal (table 5)
Table 5. Karakteristik Klinis Dan
Laboratorium
Statistik PEB Normal
Tekanan darah sistolik # Mean 169.23 114.62 Std. Deviation 8.623 5.189
Statistik PEB Normal Tekanan darah diastolic # Mean 112.31 74.62 Std. Deviation 4.385 5.189 Hb Mean 12.18 12.45 Std. Deviation 1.511 .558 Trombosit Mean 264230.77 329230.77 Std. Deviation 99042.208 23463.283 LDH Mean 641.85 289.69 Std. Deviation 272.668 37.860 GDR Mean 106.08 88.92 Std. Deviation 33.072 3.752 Ureum Mean 24.00 27.00 Std. Deviation 5.447 3.000 Kreatinin Mean .608 .554 Std. Deviation .1038 .0519 SGOT Mean 50.92 31.69 Std. Deviation 28.403 3.401 SGPT Mean 31.54 19.15 Std. Deviation 17.376 3.338 # P < 0,05 significan
Sedangkan untuk hasil laboratorium seperti pada table 5 diatas terlihat hasilnya tidak terdapat perbedaan yang bermakna dan secara rata-rata masih dalam batas normal. B. Kadar Selenium
Setelah dilakukan pemeriksaan kadar selenium didapatkan hasil seperti
tabel 6 , untuk kasus PEB didapatkan kadar rata-rata selenium ± SD ( 0,37 ± 0,11 mg/kgBB) dan kadar selenium untuk kasus kehamilan normal rata-rata (0,73 ± 0,52 mg/kgBB), dengan sebarannya seperti pada gambar 9 dibawah. Secara statistic didapatkan perbedaan yang significan (p < 0,05)
Table 6. Kadar Selenium Ujung Kuku Kaki Kelompok N Kadar selenium (mg/kg) Mean Std. Deviation Normal 13 0.73 0.52 PEB 13 0.37 0.11 p = 0,03 Gambar 9. Sebaran Responden Berdasarkan Kadar Selenium.
1.Kadar Selenium Berdasarkan Usia Kehamilan
Dari gambar 10 berikut terlihat kecenderungan bahwa seiring dengan bertambahnya usia kehamilan maka kadar selenium juga semakin berkurang, dan secara statistic hubungan ini significan (p < 0,05). Untuk kelompok kasus PEB terlihat penurunan kadar selenium berdasarkan
usia kehamilan sedikit landai dengan regresi 0,59 sedangkan untuk kehamilan normal penurunannya tajam dengan regresi 0,78. Jika dilihat sebaran kadar selenium berdasarkan usia kehamilan terlihat jelas perbedaannya pada usia kehamilan kurang dari 35 minggu, dan setelah itu perbedaan kadarnya tidak begitu jelas terutama pada kehamilan sekitar 40 minggu..
PEMBAHASAN
Selama periode November 2008 sampai dengan April 2009 telah dilakukan penelitian untuk menyelidiki kadar selenium ibu hamil dengan preeklampsia berat dan ibu hamil normal yang diambil dari ujung kuku kaki pada 13 orang ibu hamil dengan preeklampsia berat. Untuk kasus kehamilan normal sebagai kasus kontrol dipilih dengan karakteristik yang hampir sama untuk mehomogenkan data. Untuk karateristik diiusahakan sama dari segi umur, usia kehamilan dan jumlah kehamilannya.
A. Karakteristik Resonden
Karakteristik responden yang dinilai pada penelitian ini adalah dari segi umur, jumlah kehamilan/paritas , kehamilannya serta kedaan klinis dan laboratorium. Karena hal tersebut mungkin saja dapat berpengaruh terhadap kejadian preeklampsia dan kadar selenium.
Dari segi umur, untuk kasus PEB didapatkan sekitar 61,5% berumur antara 20 - 35 tahun, dan untuk kehamilan normal sekitar 69,2% berumur antara 20 – 35 tahun. Ternyata umur ibu hamil baik pada kejadian ibu hamil dengan preeklampsia berat ataupun hamil normal paling banyak pada usia antara 20 – 35 tahun. Dari hasil statistik kedua kelompok ini tidak didapatkan perbedaan yang bermakna (p = 0,65), jadi bisa untuk dibandingkan.
Kehamilan juga merupakan salah satu faktor risiko yang berhubungan
dengan kejadian preeklampsia. Risiko kejadian meningkat pada perempuan dengan kehamilan pertama (primigravida) atau yang belum pernah melahirkan (nuliparitas) dibandingkan dengan multi gravida (multi para).(3)
Dari segi kehamilan/paritas didapatkan baik untuk kasus PEB maupun kehamilan normal paling banyak ditemukan pada kehamilan pertama/ primigravida, sekitar 61,5% untuk PEB dan 53,8 % untuk kehamilan normal dan secara statistik juga tidak terdapat perbedaan yang bermakna dengan nilai p = 0,65 dan bisa untuk dibandingkan. Hasil ini sesuai dengan kepustakaan yang menyatakan bahwa kejadian preeklampsia sering ditemukan pada kehamilan pertama/primigravida dibandingkan dengan kehamilan multigravida. .(4, 20)
Untuk usia kehamilan terlihat bahwa kejadian PEB lebih banyak ditemukan pada kehamilan preterm yang kurang dari 37 minggu (53,8%). Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang menyatakan bahwa kejadian preeklampsia terjadi pada kehamilan diatas 20 minggu dan lebih sering terjadi pada kehamilan mendekati aterm. (. Cunningham FG, 2005.)
Secara klinis terlihat jelas perbedaan tekanan darah antara preeklampsia berat dan hamil normal sedangkan hasil laboratorium menunjukkan hasil yang tidak berbeda secara signifikan
B. Kadar Selenium
Pada penelitian ini sampel diambil dari ujung kuku kaki karena hal ini merupakan suatu metode yang non invasif dan juga karena kadar selenium pada ujung kuku kaki relatif stabil dan juga menggambarkan intake selenium 3 – 12 bulan sebelumnya. Walaupun pemeriksaan laboratorium untuk menilai status selenium dapat dilakukan pada plasma, serum, darah, urin, rambut dan kuku. Pengukuran kadar selenium dalam urin tidak dapat memberikan hasil yang tepat karena dipengaruhi oleh
pengenceran dan kadar selenium pada makanan yang dimakan sebelumnya. Pengukuran kadar selenium pada rambut telah digunakan di Cina, tetapi cara ini tidak dapat digunakan di negara-negara Barat, karena di daerah tersebut banyak
menggunakan shampoo yang
mengandung selenium. 16,19)
Pada penelitian ini didapatkan kadar rata- rata selenium ujung kuku jari kaki ibu hamil dengan PEB (0,37 ± 0,11 mg/kg) lebih rendah dibandingkan dengan kadar rata-rata seleniumpada ibu hamil normal (0,73 ± 0,52 mg/kg), dan secara statistik prebedaan ini cukup signifikan (p
= 0,03). Temuan ini sama dengan yang ditemukan oleh Rayman MP tahun 2003
yang membandingkan kadar
seleniumkuku jari kaki ibu hamil dengan PEB dan ibu hamil normal di Ingris dan mendapatkan perbedaan yang bermakna. Rayman et all mendapatkan kadar rata selenium(0,57 ± 0,10 mg/Kg ) untuk PEB dan (0,63 ± 0,09 mg/Kg ) untuk kehamilan normal. (. Rayman MP,2004)
Satu kasus pada penelitian ini pada kelompok kasus PEB dengan usia kehamilan 29-30 minggu didapatkan kadar seleniumnya 0,593 mg/kg, mengalami eklampsia. Dari kenyataan ini terlihat bahwa dengan kadar tersebut terjadi juga eklampsia, berarti proses stress oksidatif tetap berlansung dan akhirnya terjadi kerusakan endotel yang tidak bisa diimbangi oleh anti oksidan saja dalam hal ini glutathione peroksidase yang tergantung pada selenium.
Hal tersebut diatas bisa saja terjadi karena kerusakan endotel yang terjadi pada preeklampsia bisa disebabkan oleh banyak faktor seperti adanya radikal bebas, anoksia, kompleks antigen antibodi dan kemungkinan juga oleh berbagai faktor lainnya. (12.).
Hasil yang juga sangat mencolok juga terlihat pada kasus kehamilan normal dengan usia kehamilan 42-43 mingu kadar seleniumnya 0,084 mg/kg paling rendah dari semua sampel penelitian.
Penyebab dari keadaan ini memang sulit untuk dijelaskan karena secara teori jika kadarnya rendah maka aktivitas GPx akan berkurang maka proses stres oksidatif akan terus berlansung sehingga bisa terjadi disfungsi endotel dengan manifestasi nantinya berupa PEB. Juga dinyatakan bahwa yang berperan dalam terjadinya disfungsi endotel ada banyak faktor yang terlibat. (12. 6)
Kadar selenium ujung kuku jari kaki pada penelitian ini jika dibandingkan dengan kadar seleniumyang di Inggris tadi atau wanita yang di Belanda (0,575 ± 0,109 mg/kg) serta wanita di AS (0,83 ± 0,16 mg/kg hingga 0,92 ± 0,15 mg/kg), terlihat bahwa kadarnya tidak sama. Perbedaan ini bisa terjadi karena dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti keadaan wanita tersebut apakah hamil atau tidak, usia kehamilan, sumber sampel yang diambil dari mana (serum, darah, urin, rambut atau kuku jari kaki) serta kondisi geografis tempat dia berada.(.19 )
Reduksi kadar selenium dalam darah dan plasma telah dihubungkan dengan kehamilan, penurunan status seleniumsejak mulainya gestasi, diperkirakan karena peningkatan kebutuhan metabolik akan selenium dan ekspansi volume plasma ( 28. 15, Vanderlelie J,2005) Hal ini menimbulkan suatu pertanyaan apakah tingkat konsumsi seleniumoleh rata-rata wanita hamil akan adekuat mencapai kadar seleniumnormal. Dari penelitian terbaru oleh Venardos et al., 2004; didapatkan bahwa mulai dari kelompok diet selenium50 µg/kg telah dapat menyebabkan timbulnya suatu perbedaan yang bermakna. Penelitian ini menjelaskan kepada kita bahwa aktivitas glutathione peroksidase dan thioredoksin reduktase dalam hati jelas sekali menurun pada kelompok diet tanpa seleniumdan kelompok diet yang mengandung 50 µg/kg seleniumbila dibandingkan dengan kelompok diet standar. (Vanderlelie J,2005)
Dilihat dari sebaran kadar selenium berdasarkan usia kehamilan
(gestasi) pada penelitian ini baik pada kasus PEB maupun hamil normal terlihat suatu kecenderunngan bahwa semakin bertambah usia kehamilan maka kadar seleniumnya juga semakin berkurang dan secara statistik hal ini juga significan.( 28. 15,)
Jika kita amati gambar 10 pada hasil penelitian, yang memperlihatkan sebarannya pada kedua kelompok populasi terlihat bahwa kadar selenium antara kedua kelompok sangat jelas berbeda pada kehamilan kurang dari 35 minggu. Pada kehamilan diatas 35 minggu terutama pada kehamilan sekitar 40 minggu kadarnya hampir sama.
Dari hasil ini bisa kita jadikan pedoman untuk melakukan pemeriksaan kadar seleniumpada ibu hamil pada usia kehamilan lebih dini untuk kita jadikan penilaian apakah kehamilan ini punya kecenderungan untuk terjadi PEB nantinya dan sebagai pertimbangan untuk pemberian suplemen mineral yang mengandung selenium. Jika kita temukan pada usia kehamilan kurang dari 35 minggu jika kadarnya kurang dari 0,48 mungkin kita bisa berpikir bahwa ini cenderung akan terjadi PEB dan bisa kita pertimbangkan untuk pemberian suplemen mineral yang mengandung selenium.
Status seleniumyang relatif rendah sebelum kehamilan yang diukur dari konsentrasi seleniumkuku kaki dapat berpengaruh buruk terhadap aktifitas fungsional selenoprotein, mengurangi efek protektifnya terhadap stres oskidatif. Situasi ini dapat dieksaserbasi oleh perluasan volume plasma dan berkurangnya konsentrasi seleniumyang secara normal berhubungan dengan kehamilan.( 28. 15, 1924)
Mengingat preeklampsia adalah gangguan yang serius dan berpotensi menimbulkan persalinan dini dan berhubungan dengan berat badan lahir yang rendah, hasil penelitian ini memiliki implikasi kesehatan masyarakat yang penting, khususnya dalam hal
berkurangnya asupan selenium dan status selenium. Penelitian ini selanjutnya menimbulkan pertanyaan apakah sedikit peningkatan asupan selenium dapat membantu mencegah preeklampsia pada wanita yang rentan.
Sebuah uji coba suplementasi kecil yang dilakukan di Cina pada wanita dengan kehamilan lanjut, pada uji coba ini, pemberian 100 ug selenium per hari terbukti dapat mencegah hipertensi yang diinduksi kehamilan dan edema gestasional pada wanita yang berisiko mengalami hipertensi yang diinduksi kehamilan.(19) Berdasarkan ini, disarankan bahwa diet wanita hamil disuplementasi dengan 100 µg/hari selenium, diatas standar intake harian mungkin bisa aman dan dosisnya efektif, dan mungkin mengurangi stress oksidatif plasenta berhubungan dengan perkembangan preeklampsia. (24)
Sayangnya pada penelitian ini kita tidak bisa membuat suatu cut of point
kadar selenium ibu hamil ataupun wanita pada umumnya karena jumlah sampel yang sedikit. Kadar selenium sangat dipengaruhi oleh intake selenium yang terkadung pada makanan yang tumbuh atau terdapat pada suatu daerah. Pada penelitian ini karena keterbatasan waktu dan jumlah sampel yang sedikit kita tidak bisa menilai bagaimana intake responden dan bagaimana kandungan seleniumtanah tempat tumbuh dan terdapatnya sumber makanan. Untuk itu mungkin perlu dilakukan penelitian lebih lanjut yang lebih konfrehensif dengan jumlah sampel yang lebih banyak untuk menilai kadar seleniumibu hamil, wanita tidak hamil dan juga perlu dilakukan pemeriksaan kandungan selenium tanah khususnya didaerah yang tinggi angka kejadian preeklampsianya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Alice Rumbold, et all. Antioxidants for preventing pre-eclampsia
Cochrane Database of Systematic Reviews, Issue 2, 2008
2. Boosalis MG.. The Role of Selenium in Chronic Disease. Nutrition in Clinical Practice Volume 23 Number 2 April/May 2008.
3. Cunningham FG, Mac Donald PC, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC.Hypertensive Disorders in Pregnancy in: Williams Obstetrics, 21th ed. United States of America: McGraw- Hill,2005:567- 609
4. Dekker GA, Geijn HP ; Endhothelial Dysfunction in Preeclampsia. J Perinat Med 1996 ; 24 : 99-117 5. Defri, Putri Sri Lasmini. Luaran Ibu
Dan Bayi Pada Penderita Preeklampsia Berat Dan Eklampsia Di RSUP Dr M Djamil Padang Periode 1 Januari 2005 – 31 Desember 2007.Bagian Obstetri Dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas RSUP Dr. M. Djamil Padang. Disampaikan Pada PIT POGI 18 Balik Papan ,26–30 Juli 2008.
6. Hubel CA. Oxidative stress in the pathogenesis of preeclampsia. Society for experimental biology and medicine,1999: 222-234
7. Jeffrey S. Gilbert, et all. Pathophysiology of hypertension during preeclampsia: linking placental ischemia with endothelial dysfunction. Am J Physiol Heart Circ Physiol 294: H541–H550, 2008. 8. Knapen MF et all.
Glutathione-related enzyme in deciduas and placenta of controls and women with preeclampsia. Placenta. 1999
9. Lars-Oliver Klotz. Role of Copper, Zinc, Selenium and Tellurium in the Cellular Defense against Oxidative and Nitrosative Stress. American Society for Nutritional Sciences. 2003
10. Levine RJ, Maynard SE, Qian C. Circulating angiogenic factors and the Risk of preeclampsia. N Engl J Med,2004:350
11. Lu B, Zhang SW, Huang B, Liu W, Li CF. Changes in selinium in patiens
wityh pregnancy-induced
hypertension. Chin J Obstet Gynecol 1990;25:325-327
12. Lyall F, Greer IA. The Vascular endothelium in normal pregnancy and pre-eclampsia. Journal of Reproduction and fertility,1996 13. Maarten T. M. Raijmakers, Ralf
Dechend And Lucilla Poston, Oxidative Stress And Preeclampsia: Rationale For Antioxidant Clinical Trials, Hypertension October 2004 Copyright © 2004 American Heart Association
14. Madi J,Sulin D; Angka Kematian Pasien Preeklampsia dan Eklampsia di RS Perjan M. Djamil Padang Tahun 1998 – 2002; Bafian Obstetri dan Ginekologi FK Unand/RS. M. Jamil. Disampaikan pada Kongres POGIXII; Yogyakarta 4-9 Juli 2003. 15. Michailovicyd et all. Selenium and
malonaldehide andamnionic fluid.Biological and Trace element: content and glutathione peroxidase activity in maternal and umbilical cord blood and amnionic fluid Biologocal and trace elemnt Resear. 2000. 73;47-54
16. Piet A. Van Den Brandt,2 Maurice P. A. Zeegers, Peter Bode, And R. Alexandra Goldbohm.Toenail Selenium Levels And The Subsequent Risk Of Prostate Cancer:
iA Prospective Cohort Study. Cancer Epidemiology, Biomarkers & Prevention Vol. 12, 866–871, September 2003
17. Rahul Saxena, Geeta Jaiswal, Selenium And Its Role In Health And
Disease, Department Of
Biochemistry, Mln Medical College, Allahabad, India, Kuwait Medical Journal 2007, 39 (1): 10-18
18. Raijmakers MT, Dechend R, Poston L. Oxidative stress and preeclampsia: rationale for antioxidant clinical trials. Hypertension 2004;44:374-380.
19. Rayman MP, Low Selenium Status Is Associated With The Occurrence Of The Pregnancy Disease Preeclampsia In Women From The United Kingdom.American Journal Of Obstetrics And Gynecology (Ob) August 2004 • Volume 191 • Number 2
20. Roberts JM. Pregnancy – related hypertension in Maternal- Fetal medicine principles and practice,5th ed.United States.Saunders,2004:859-892.
21. Safaralizadeh R. Serum concentration of Selenium in in Preeclampsia . healthy individuals living inTehran.
Nutrition Journal 2005,
22. Sibai BM, Deckker GA. Etiology and pathogenesis of preeclampsia: Current concepts. Am J Obstet Gynecol. 1998:179.
23. Staff AC, Halvorsen B,Ranheim T, Henriksen T. Elevated level of free 8-iso-prostaglandin F2 in the deciduas basalis of women with preeclampsia. Am J Obstet Gynecol. 1999 : 181 24. Vanderlelie J, Placental Oxidative
Stress in Preeclampsia, Heart Foundation Research Centre School of Medical Science Griffith University. 2005
25. Venardos K, et all . Effects of Dietary selenium on glutathione peroxidase and thioreductase activity and recovery from cardiac ischemic-reperfuison.Journal of Trace Elements in Medicine and Biology. 2004.18:81-88
26. Welker JJ, Dekker GA ; Etiology and Pathophysiologi of Hypertension in Pregnancy. In : Welker JJ , Gant NF (eds) Hypertension in Pregnancy. Chapman & Hall Medical London. 1997 ; 39-75
27. Wibowo N. Patogenesis preeklampsia Dalam : Seminar Konsep Mutakhir Preeklampsia, Jakarta:April 2001 28. Zachara BA, et all. Changes in Blood
Selenium and Glutathione
concentration and glutathione peroxidase activity in human pregnancy. Gynecological and Obstetric Investigatiion . (1993) 35: 12-17