• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PERSEPSI PEGAWAI MENGENAI GAYA KEPEMIMPINAN LURAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V PERSEPSI PEGAWAI MENGENAI GAYA KEPEMIMPINAN LURAH"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Gaya Kepemimpinan merupakan suatu cara yang diterapkan pemimpin dalam menjalankan kepemimpinannya. Menurut Wahjosumidjo (1984) dalam Randhita (2009) gaya kepemimpinan yang didasarkan pada proses pengambilan keputusan dan pemecahan masalah oleh pemimpin dibagi menjadi empat kriteria, yaitu gaya kepemimpinan direktif, gaya kepemimpinan konsultatif, gaya kepemimpinan partisipatif, dan gaya kepemimpinan delegatif. Penerapan gaya kepemimpinan oleh Lurah Tegal Gundil dan Lurah Bantar Jati dilihat dari persepsi pegawai. Persepsi ini diidentifikasi dari pernyataan-pernyataan pegawai mengenai langkah-langkah yang diambil oleh lurah dalam menjalankan organisasi.

5.1 Persepsi Pegawai Mengenai Gaya Kepemimpinan Lurah Tegal Gundil

Kelurahan Tegal Gundil dipimpin oleh DS (55 tahun). Beliau telah menjabat di kelurahan tersebut selama empat tahun. Namun beliau telah menjadi lurah selama lima belas tahun. DS merupakan lurah yang dekat dengan bawahannya. Beliau merupakan sosok pemimpin yang disiplin dan mampu menempatkan diri dalam bergaul. Seperti diungkapkan oleh LS (38 tahun):

“Beliau cukup baik, disiplin, humoris. Kadang-kadang suka duduk disini (ruang pegawai). Kita kalo mau minta tanda tangan tinggal langsung aja. Pak, ini! Nyantai aja. Tidak terlalu tegang.”

Pandangan mengenai sosok lurah yang pengertian dan mau membantu bawahannya diungkapkan oleh LP (46 tahun):

“Bapak itu merupakan sosok pemimpin yang baik. Beliau mau ngerti pekerjaan yang dilakukan stafnya. Beliau juga tidak segan membantu staf yang mengalami kesulitan dalam pekerjaannya.”

(2)

Lurah Tegal Gundil selalu menanamkan pada para stafnya untuk saling menghargai. Beliau juga tidak pernah membeda-bedakan bawahan. Menurut lurah, kinerja kelurahan dipengaruhi oleh kinerja semua pegawainya. Hal ini diungkapkan oleh Lurah Tegal Gundil, DS (55 tahun) sebagai berikut:

“Bahwa dari mulai staf paling rendah sampai paling atas itu tidak ada yang lebih penting, semua penting. Bagaikan suatu tubuh manusia, kalau kepala kita sehat tapi jari terluka, semua akan merasakan sakit. Saya tidak pernah membeda-bedakan siapa yang lebih penting. Itu untuk membuat mereka saling menghargai baik ke atasannya maupun ke bawahannya.”

Pada pengambilan keputusan atau pemecahan masalah yang dilakukan oleh Lurah Tegal Gundil dalam menjalankan aktivitas kelurahan, pegawai mempersepsikan bahwa lurah tersebut dominan menerapkan gaya kepemimpinan konsultatif. Hal ini dapat dilihat berdasarkan hasil kuesioner yang disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4. Diagram Distribusi Persentase Persepsi Pegawai Mengenai Gaya Kepemimpinan Lurah Tegal Gundil yang Paling Dominan

Berdasarkan Gambar 4 diketahui bahwa gaya kepemimpinan yang lebih dominan diterapkan oleh Lurah Tegal Gundil dalam menjalankan aktivitas kelurahan adalah gaya kepemimpinan konsultatif, yaitu sebanyak 79 persen. Dua

79% 21%

Persepsi Pegawai Mengenai Gaya

Kepemimpinan Lurah Tegal Gundil yang Paling

Dominan

Konsultatif Partisipatif

(3)

puluh satu persen pegawai menilai Lurah Tegal Gundil cenderung menerapkan gaya kepemimpinan partisipatif.

Gaya kepemimpinan konsultatif dicirikan dimana pengambilan keputusan dilakukan oleh lurah setelah adanya diskusi dengan bawahannya. Segala masukan dan pertimbangan dari bawahan bisa diterima ataupun ditolak oleh lurah. Keputusan akhir tetap berada di tangan lurah. Hal ini diungkapkan oleh AM (50 tahun), yaitu:

“Pak lurah selalu koordinasi dengan staf walaupun pada akhirnya dia yang memutuskan. Pertimbangan dari pendapat staf.”

Pandangan yang mengatakan Lurah Tegal Gundil lebih sering menerapkan gaya kepemimpinan konsultatif ini juga diperkuat oleh pendapat LP. LP mengatakan bahwa pada saat briefing lurah biasanya menjelaskan kondisi dan permasalahan-permasalahan yang sedang dihadapi kelurahan. Setelah penjelasan tersebut, lurah meminta pertimbangan-pertimbangan dari pegawai mengenai pemecahan masalahnya.

“Pada saat briefing berlangsung, Lurah selalu menjelaskan kondisi dan permasalahan yang ada di kelurahan dan tidak jarang meminta pertimbangan pemecahan masalah.”(LP,46 tahun)

Pendapat mengenai penerapan gaya kepemimpinan konsultatif juga disampaikan oleh US. US mengatakan bahwa dalam memecahkan masalah biasanya lurah meminta saran dan masukan dari kasi sesuai dengan masalah yang dibahas. Hal ini karena kasi telah memiliki spesifikasi tugas masing-masing.

“Dalam mutusin sesuatu biasanyaPak Lurah minta saran masukan dari kasi sesuai sama masalah yang dibahas. Tiap kasi kan sudah ada tugas pokok masing-masing.”(US, 32 tahun)

Pernyataan-pernyataan tersebut sesuai dengan apa yang dilontarkan oleh Lurah Tegal Gundil. Beliau mengakui dalam pengambilan keputusan lebih sering menggunakan gaya kepemimpinan konsultatif. Hal tersebut dilakukan agar keputusan yang dihasilkan dapat dipertanggung jawabkan bersama.

(4)

“Prinsip kalo keputusan kelurahan itu bukan keputusan pribadi tapi keputusan kelurahan, jadi otomatis harus semua staf minimal mengetahui, bawahan juga minimal memberi saran dan masukan terutama mengenai pertimbangannya. Saya lebih condong memberikan keputusan harus ada koordinasi dengan yang lain karena nanti dampak dari keputusan itu bisa mengikat juga pada staf.”(DS, 55 tahun)

Alasan dari penerapan gaya konsultatif oleh lurah adalah untuk membuat pegawai merasakan suatu permasalahan sebagai masalah bersama. Hal tersebut dapat memicu pegawai untuk mau terlibat dan berpartisipasi dalam pemecahan masalah. Seperti diungkapkan oleh AY (47 tahun), yaitu:

“Setiap ada permasalahan yang harus diselesaikan oleh kelurahan, beliau ajak bicara stafnya. Ini kita punya masalah ini. Masalah X. Berarti kan kita harus begini. Diajak mereka merasakan masalah itu. Jadi intinya adalah memberitahukan permasalah yang ada agar seluruh staf merasakan masalah itu baik dampak positif maupun negatifnya. Dengan merasakan dampak positif dan negatif tersebut maka staf merasa terpanggil untuk turut serta mengatasi masalah tersebut”

Penerapan gaya partisipatif dicirikan dengan pengambilan keputusan atas kesepakatan bersama. Dua puluh satu persen atau tiga orang dari total populasi menyatakan persepsinya bahwa lurah lebih sering menerapkan gaya kepemimpinan partisipatif. Penerapan gaya kepemimpinan partisipatif ini dikemukakan oleh LS (38 tahun), yaitu:

“Kalo misalnya kita ga bisa, beliau bijaksana. Ayo kita rembukkan bersama. Kita selesaikan masalahnya. Pecahkan bersama.”

Selain dengan gaya kepemimpinan konsultatif dan partisipatif, Lurah Tegal Gundil juga menerapkan gaya kepemimpinan direktif dan gaya kepemimpinan delegatif. Gaya kepemimpinan direktif dicirikan dengan pengambilan keputusan secara langsung oleh lurah tanpa ada diskusi dengan bawahan. Penerapan ini dilakukan ketika menghadapi sesuatu yang mendadak. Penerapan gaya direktif ini sesuai pernyataan AM (50 tahun), yaitu:

(5)

“Kalo yang langsung biasanya sesuatu yang mendadak. Misalnya Pak lurah lagi rapat dimana dan di tempat lain ada rapat juga. Pak lurah nyuruh: Kamu ikut rapat disana! Saya ikut disini!”

Pengambilan keputusan langsung tanpa melibatkan pegawai juga dilakukan lurah dalam menangani kasus pertanahan. Penyelesaian kasus tersebut bukan berarti lurah sengaja tidak melibatkan bawahannya. Namun hal ini lebih disebabkan oleh ketidaksanggupan bawahan untuk terlibat. Penyelesaian masalah secara direktif dikemukakan oleh AY dan US:

“Keputusan yang dilakukan sendiri oleh lurah yaitu keputusan yang dari kasi sampai seklur menyatakan ini diluar jangkauan dan kemampuannya. Karna ujung-ujungnya yang ini ga enak yang itu ga enak. Biasanya masalah sengketa pertanahan. Sebab kalau pertanahan kan masalahnya dengan waris. Itu paling berat. Karena keputusan itu jangan sampe merugikan yang berhak. Jadi kami serahkan, Pak lurah mau diskusi sama lurah lain, camat, atau siapa.”(AY, 47 tahun)

“Untuk hal-hal seperti masalah tanah biasanya lurah berkoordinasi dengan pamong desa atau lurah sebelumnya.”(US, 32 tahun).

Lurah sendiri menyatakan alasannya dalam menerapkan gaya kepemimpinan direktif, yaitu ketika masalah yang dihadapi mendesak dan keputusan harus segera diambil. Hal ini diungkapkan oleh DS (55 tahun), yaitu:

“Memang keputusan kadang-kadang lihat juga kondisi dan situasi. Kalau memang itu keputusan harus segera diambil, karena kalo tidak segera diambil akan menimbulkan masalah di kemudian hari, biasanya saya tanpa mengadakan kordinasi langsung saya ambil.”

Pemberian tugas atau perintah yang dilakukan oleh Lurah Tegal Gundil berbeda sesuai situasi dan kondisi. Kriteria pemberian tugas terbagi menjadi tugas yang sesuai tugas pokok dan fungsi (tupoksi) dan tugas di luar tugas pokok dan fungsi. Lurah menerapkan gaya kepemimpinan delegatif pada penugasan sesuai tupoksi. Pada penerapan gaya tersebut berarti semua langkah dalam pelaksanaan perintah sepenuhnya diserahkan pada kepala seksi bersangkutan. Hal tersebut diungkapkan AY (47 tahun), yaitu:

(6)

“Keputusan yang berkaitan dengan masalah yang rutin yang aturan Perda-nya sudah jelas, maka lurah menyerahkan kepada seksinya masing-masing, tapi ketika hal-hal yang agak rancu lurah biasanya koordinatif.”

Berbeda kasusnya jika penugasan tidak terkait dengan tugas pokok dan fungsi. Misalnya adalah penugasan pegawai untuk mengikuti pelatihan. Pada kasus tersebut biasanya lurah menerapkan cara direktif atau langsung menunjuk. Lurah tidak akan menanyakan kesanggupan bawahan terlebih dahulu ketika memberikan perintah. Menurut AM, seorang pegawai kelurahan dituntut untuk selalu siap menjalankan perintah lurah.

“Kalau di kelurahan gini kita harus selalu siap. Ga bisa kita nolak misalnya karena ada acara lain atau apapun. Harus selalu siap.”(AM, 50 tahun)

Pendapat AM berbeda dengan pendapat AY dan LP. Menurut AY, lurah akan menanyakan dulu kesediaan dari pegawainya sebelum menugaskan pegawai. Hal tersebut diungkapkan AY (47 tahun), yaitu:

“Misalkan dari Kesbang minta satu personil kelurahan untuk mengikuti diklat perlindungan masyarakat selama satu minggu. Tolong dua hari kemudian setorkan nama dan biodata. Nah, Pak lurah berdasarkan itu, Pak seklur tolong kondisikan! Langsung saya rapat. Ketika nama terpilih, Pak lurah nanya, Pak X gimana? Siap? Sehingga mereka merasa ga terpaksa.”

Hal ini diperkuat oleh pernyataan LP (46 tahun), yaitu:

“Dalam pemberian tugas kepada stafnya, DS menanyakan kesanggupan dari staf yang bersangkutan melalui kepala seksi.”

Berdasarkan wawancara dengan lurah, DS mengatakan bahwa dalam penugasan ia akan cenderung untuk mengetahui terlebih dahulu kondisi bawahannya. Hal ini terlihat dari hasil wawancara dengan DS (55 tahun):

(7)

“Misalnya begini, sebenarnya ia (bawahan) sedang memikirkan keluarganya yang sedang sakit dan sebagainya. Kalaupun saya kasih tugas, itu belum tentu bener. Jadi minimal saya bayang-bayang dulu gimana kondisi bawahan itu sekarang. Maksud saya supaya tidak cape-cape kita tugaskan tapi ga ada hasilnya.”(DS, 55 tahun)

Terkait masalah kedisiplinan atau pelanggaran, Lurah Tegal Gundil biasanya menegur bawahan yang melakukan pelanggaran. Hal ini pernah dialami oleh AY (47 tahun).

“Dalam hal prinsip beliau tegas. Contoh, waktu telat setengah jam, tiba-tiba telepon bunyi, Pa seklur ada dimana? Ini banyak tugas yang harus dibagi! Saya kaget digituin walaupun kalo lagi ngopi bareng baek.”

Selain teguran, lurah juga melakukan peringatan secara tertulis. Hal ini diungkapkan oleh AM (50 tahun).

“Kalau ada yang terlambat, selama ini sanksi belum ada. Cuma beliau memberikan teguran secara lisan atautertulis.”

Hal tersebut dibenarkan oleh Lurah Tegal Gundil. DS mengaku menerapkan hal tersebut untuk menjaga kedisiplinan bawahannya. Ciri dari penerapan gaya konsultatif selain dalam pengambilan keputusan juga dicirikan dengan adanya penghargaan dan hukuman kepada bawahannya. Lurah Tegal Gundil memberikan teguran pada bawahannya yang melanggar disiplin. Beliau juga memberikan penghargaan pada bawahannya yang dianggap berprestasi. Penerapan itu dimaksudkan untuk memberikan motivasi kepada para bawahannya.

“Kalau mereka mengalami pelanggaran baik disiplin segala macam, saya tidak pernah menegur di depan umum. Tapi saya panggil di ruangan. Maksudnya tetap mengahargai dia supaya orang lain tidak tau. Sedikitpun kalau staf saya ada kelebihan prestasi, dalam pertemuan-pertemuan, dalam apel pagi, saya ucapkan terima kasih. Saya sampaikan bahwa kalian sudah berhasil melaksanakan ini. Saya salah satu lurah yang mungkin tidak pernah marah kalau staf saya ada kesalahan, tapi saya tegur dengan cara itu.”(DS, 55 tahun)

(8)

Komunikasi yang terjalin antara Lurah dengan para kasi dan stafnya sangat baik. Salah seorang pegawai menilai bahwa lurah memiliki sifat ke’bapak’an dan mau mengayomi stafnya. Hal tersebutlah yang menjadikan pegawai hormat pada lurah. Pernyataan ini diungkapkan leh LP (46 tahun):

“Bapak DS sangat ramah kepada stafnya. Beliau tidak sungkan untuk ngobrol-ngobrol sama stafnya baik waktu jam kerja atau di luar jam kerja. Suasana akrab juga karena Pak Lurah mempunyai sifat ke”bapak”an dan mau mengayomi stafnya. Sifat yang seperti inilahyang ngebuat staf suka dan menghormati pak DS.”

Lurah memberikan kesempatan para pegawai dalam menyampaikan aspirasi dan pendapatnya. Biasanya waktu penyampaian aspirasi dilakukan setiap hari senin dan kamis setelah apel pagi. Saat itu biasanya lurah beserta stafnya melakukan rapat mengenai apa saja kendala yang dihadapi sekaligus mencari solusi. Pada saat briefing berlangsung, lurah selalu menjelaskan kondisi dan permasalahan yang ada di kelurahan dan tidak jarang meminta pertimbangan pemecahan masalah. Hal tersebut seperti yang telah diungkapkan LP sebelumnya.

Penjelasan mengenai penerapan gaya kepemimpinan lurah diatas dapat disimpulkan bahwa lurah selalu melakukan konsultasi dalam pengambilan keputusan. Lurah melakukan perintah langsung dan memutuskan langsung apabila menghadapi permasalahan yang mendesak. Lurah menerapkan gaya kepemimpinan delegatif menyangkut tugas rutin atau yang telah sesuai dengan tupoksi. Pendapat mengenai adanya penerapan gaya partisipatif hanyalah akhir dari konsultasi yang telah dilakukan lurah. Apakah hasilnya sesuai dengan keputusan bersama atau mengikuti pertimbangan lurah sendiri.

5.2 Persepsi Pegawai Mengenai Gaya Kepemimpinan Lurah Bantar Jati Kelurahan Bantar Jati dipimpin oleh NH (56 tahun). NH telah menjabat sebagai lurah sejak tahun 2003. Namun kepemimpinan beliau di Kelurahan Bantar Jati baru berjalan selama 6 bulan. Sebelumnya beliau menjabat sebagai lurah di Kelurahan Semplak, Kelurahan Margajaya, dan Kelurahan Kedung Badak. Menurut pegawainya, dalam memimpin Kelurahan Bantar Jati, memang belum

(9)

banyak yang dilakukan NH. Namun dalam waktu tersebut, hasil penerapan kepemimpinan NH sudah dirasakan oleh pegawainya. Lurah dianggap orang yang memiliki kompetensi dan banyak pengalaman dibidangnya. Hal ini dikarenakan jabatan lurah yang telah beliau lakukan di beberapa kelurahan. Berikut adalah pandangan pegawai mengenai kompetensi lurah dibidang organisasi:

“Pa lurah ini sudah banyak pengalaman, kan udah pindah-pindah dari kelurahan satu ke kelurahan yang lain, udah senior.”(RA,50 tahun)

Pendapat mengenai lurah yang sudah banyak pengalaman di bidang organisasi juga disampaikan oleh AB (26 tahun), yaitu:

“Beliau ini orang organisasi. Salah satu Pendiri PPM, Pemuda Panca Marga. Pernah menjadi sekertaris BAC, Dewan harian 45. Ketuanya kan walikota, beliau sekretarisnya. Beliau juga duluMenwa.”

Pada pengambilan keputusan atau pemecahan masalah yang dilakukan oleh Lurah Bantar Jati dalam menjalankan aktivitas kelurahan, pegawai mempersepsikan bahwa lurah tersebut dominan menerapkan gaya kepemimpinan konsultatif. Hal ini dapat dilihat berdasarkan hasil kuesioner yang disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5 Diagram Distribusi Persentase Persepsi Pegawai Mengenai Gaya Kepemimpinan Lurah Bantar Jati yang Paling Dominan

60% 30%

10%

Persepsi Pegawai Mengenai Gaya

Kepemimpinan Lurah Bantar Jati yang Paling

Dominan

Konsultatif Partisipatif Delegatif

(10)

Berdasarkan Gambar 5 diketahui bahwa gaya kepemimpinan yang dipersepsikan lebih sering diterapkan oleh Lurah Bantar Jati dalam menjalankan aktivitas kelurahan adalah gaya kepemimpinan konsultatif, yaitu sebanyak enam puluh persen. Tiga puluh persen pegawai menilai Lurah Bantar Jati cenderung menerapkan gaya kepemimpinan partisipatif dan sepuluh persen pegawai yang menyatakan Lurah Bantar Jati cenderung menggunakan gaya kepemimpinan delegatif.

Kepemimpinan yang diterapkan Lurah Bantar Jati mempunyai beberapa gaya. Penerapan gaya kepemimpinan ini disesuaikan dengan situasi dan permasalahannya. Pengambilan keputusan terkait penanggulangan pertama pada bencana alam, lurah memutuskan sendiri langkah-langkah yang harus diambil. Pengambilan keputusan sendiri diterapkan juga pada penanganan beberapa masalah yang sifatnya mendadak atau mendesak. Pada beberapa kasus lain, lurah sering mengadakan rapat atau sekedar obrolan untuk meminta pendapat dari para stafnya untuk pemecahan masalah. Seperti pernyataan AB (26 tahun) dibawah ini:

“Pengambilan keputusan itu tergantung situasi. kita bencana baru sekali. Waktu bencana bawahan disuruh turun semua. Untuk beberapa hal lurah pasti diskusi. Misalnya masalah kegiatan kelurahan, yang sifatnya umum. Biasanya pasti di obrolin. Terutama sama orang yang bersangkutan yang menangani masalahnya. Tapi kalo urgent, kata pak lurah A ya harus A. Kalo penugasan diluar tupoksi, pak lurah langsung tunjuk, disposisi. Itu hak lurah untuk langsung tunjuk. Setelah tunjuk, kalo memang ga bisa, baru bilang. Tapi jarang yg nolak. Pasti dilaksanakan.”

Situasi atau kondisi lain yang mempengaruhi penerapan gaya kepemimpinan lurah juga didasarkan kemampuan bawahan. Hal ini disampaikan oleh GA (56 tahun) sebagai berikut:

“Penerapan gaya kepemimpinan NH sebenarnya juga dipengaruhi oleh stafnya. Kadang ada staf yang kurang memahami pekerjaan yang ditugaskan kepadanya. Hal ini disebabkan oleh kemampuan SDM yang kurang memadai. Lurah itu kadang kala mengambil keputusannya dengan para kasi dibantu seklur. Kadang kala bersama, dan ada kadang kala ngambil keputusan sendiri. Kebanyakan kompromi dulu dengan para kasi.”

(11)

Pendapat lain yang mendukung lurah lebih sering menggunakan gaya kepemimpinan konsultatif disampaikan oleh HS. Beliau dinilai sebagai pemimpin yang mau mendengarkan pendapat dan masukan dari para stafnya. Pernyataan ini diungkapkan oleh HS (53 tahun):

“Kalau pendapat saya NH demokratis. Apalagi beliau baru. Jadi sering menanyakan kepada kami, pendapat-pendapat. Nanti disaring dulu mana yang terbaik.”

Lurah Bantar Jati, NH (56 tahun) juga mengutarakan pendapatnya mengenai penerapan kepemimpinannya, yaitu:

“Pengambilan keputusan tergantung masalahnya. Misalnya masalah yang berkaitan dengan data-data yang ada. Misalnya masalah pertanahan. Masalah pertanahan kan kita butuh orang lama. Jadi saya harus tanya dulu. Berbeda keputusan yang langsung di lapangan. Misalnya ada bencana alam, misalnya kemaren ada banjir di lapangan. Kan kita ga mungkin rapat dulu. Kepemimpinan yang otoriter antara atasan dan bawahan, bisa sebetulnya, tapi ada ngedumelnya. Bisa berpengaruh kepada kesejahteraan batin”

Pendapat-pendapat yang disampaikan tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan gaya kepemipinan yang dilakukan Lurah Bantar Jati sama dengan penerapan gaya kepemimpinan Lurah Tegal Gundil. Lurah Bantar Jati juga dipersepsikan lebih dominan mengambil keputusan setelah berdiskusi dengan bawahannya. Persepsi pegawai mengenai penerapan gaya kepemimpinan partisipatif lebih pada hasil yang diputuskan lurah yaitu ketika keputusan merupakan keputusan bersama. Hal ini sesuai dengan pernyataan RA (50 tahun), yaitu:

“Kalo keputusan, misalnya disini ada kasi-kasinya. Seperti saya ini kasi sosial. Kalo misalkan mentok ni masalahnya, nah itu pasti komunikasi dulu ke Pak Lurah, harus bagaimana. Biasanya: Bu kalo gini gimana? Oh, Ok, deal ya? Nah itu baru keputusan bersama.”

Terkait dengan penugasan, kategori tugas di Kelurahan Bantar Jati dibagi menjadi tugas sesuai tugas pokok dan fungsi dan diluar tugas pokok dan fungsi. Tugas yang sesuai tupoksi biasanya langsung diberikan kepada tiap kasi. Langkah

(12)

dan pelaksanaan diserahkan sepenuhnya kepada Kasi, kecuali jika hasil dianggap kurang bagus oleh lurah, maka lurah langsung menyarankan langkah-langkah yang seharusnya. Sedangkan tugas di luar tupoksi biasanya lurah langsung menunjuk dan memberikan perintah. Hal ini diungkapkan oleh RA (50 tahun):

“Kalo memberikan tugas: Nih, ini selesaikan! Udah dia lepas. Gimana tekniknya kita yang iniin. Tapi kalo misalkan hasilnya, oh, ini ga bagus, ini harusnya gini-gini, nah itu dari pak lurahnya. Penugasan diluar tupoksi langsung aja. Kan biasanya pejabat itu, walaupun secara lisan, identik dengan peraturan, jadi harus kita ikutin.”

Pertimbangan lain mengenai penugasan adalah situasi dan kondisi pada saat itu. Seperti yang telah diungkapkan GA bahwa lurah juga memberi tugas dengan melihat kondisi staf. Hal ini diutarakan GA (56 tahun) saat ditanya mengenai penugasan secara langsung oleh lurah, yaitu:

“Kadang kala bisa menunjuk dulu, kadang kala ngobrol dulu, kamu sanggup ga? Tapi kalo memang tidak ada orang dia juga sering menyuruh. Kadang kala bidang pemerintahan, Aku suka disuruh juga. Ini kan bidangnya tupoksinya bukan saya. Tapi dia merintahkan ke saya. Mungkin dia lebih percaya. Wawasan saya mungkin lebih luas. Karena sudah lama. Saya sudah memegang Kasi Pem, Trantib, terakhir Ekbang. Tiga kasi saya pernah cobain.”

Pernyataan yang menyatakan lurah melakukan perintah penugasan secara langsung juga diungkapkan oleh HS (53 tahun), yaitu:

“Misalkan kemaren ada sosialisasi penyakit kaki gajah, kita disuruh ke RW-RW ini. Itu langsung. Kadang juga melihat keadaan karyawan yang agak santai.”

Lurah Bantar Jati juga seorang yang dianggap mempunyai tanggung jawab yang tinggi. Apabila pada saat itu stafnya tidak dapat atau tidak mampu menyelesaikan pekerjaan yang akan diamanatkan, maka NH akan melakukannya sendiri. Hal ini dinyatakan oleh AB (26 tahun):

“Bikin surat beliau ngonsep sendiri. Biasanya kalau beliau sudah ngonsep, dikasih ke saya. Nanya beliau. Gimana pak seklur, konsepnya? Udah Pak, OK. Saya ketikin. Balikin lagi ke Bapak. Tapi kalau lagi ga ada saya, ga ada orang, beliau berangkat sendiri ke rental.”

(13)

Terkait cara penugasan, lurah juga mengemukakan pandangannya. yaitu:

“Penugasan bisa langsung atau engga. Artinya gini. Kalo langsung kan tergantung tupoksinya. Misalkan para kasi ini tupoksinya apa, seklur apa. Kalo sesuai dengan tupoksinya, langsung aja kita tugasin. Kalaupun tupoksinya tetapi dia sedang melakukan tugas lain. Otomatis bisa di ambil alih sendiri bisa juga diserahkan ke yang lain, misalnya seklur. Kalau tugas umum kadang saya melalui seklur. Seklur kan bisa atas nama lurah.”(NH, 56 tahun)

Penerapan kedisiplinan dari ke dua lurah tersebut memiliki persamaan, yaitu setiap pelanggaran yang dilakukan oleh stafnya akan ditindak lanjuti dengan teguran. Tindakan selanjutnya apabila teguran dianggap tidak berhasil maka tindakan yang diambil adalah peringatan secara tertulis. Hal ini disampaikan oleh RA (50 tahun), yaitu:

“Biasanya dipanggil. Ditanya, Kenapa? Ada apa? Tanya dulu. Itu secara lisan. Nanti kalau membandel ada teguran. Teguran satu, teguran dua, teguran tiga. Nanti ada lagi tertulis satu, tertulis dua, tertulis tiga.”

Penerapan kedisiplinan juga diungkapkan oleh AB. AB mengatakan bahwa masalah kedisiplinan dan pembinaan pegawai merupakan tanggung jawab sekertaris kelurahan. Hal ini diungkapkan oleh AB (26 tahun):

“Pak lurah biasanya ke saya suruhnya. Pak lurah pasti mengkondisikan itu harus diurus oleh seklur. Tapi kasus lain beliau menanyakan secara kekeluargaan, ngobrol. Tidak memberikan sanksi. Di kelurahan kan tidak kayak militer.”

Pernyataan mengenai teguran dan tertulis juga diungkapkan oleh lurah, yaitu:

“Sesuai dengan aturan ya kita tegur dulu. Tapi kalau kedisiplinan, kalau sudah teguran satu dua tiga, tertulis satu dua tiga, ya saya tanya, Apa mau kerja terus? Apa mau pindah? Sebenarnya dulu dikatakan oleh pak walikota, untuk urusan-urusan intern silahkanlah seklur sebagai ibunya, saya yang keluar, misalnya hal-hal lain yang berkaitan langsung dengan masyarakat.”(NH, 56 tahun)

(14)

Komunikasi yang terjalin antara Lurah Bantar Jati dengan stafnya dianggap sangat baik. Lurah Bantar Jati sering melakukan obrolan dengan para stafnya baik pada jam kerja maupun di luar jam kerja, baik mengenai pekerjaan maupun hal-hal di luar pekerjaan. Lurah juga kerap melontarkan candaan atau pertanyaan-pertanyaan yang menyangkut keluarga staf. Hal ini merupakan salah satu indikator keakraban hubungan antara lurah dan stafnya. Beliau sering melakukan diskusi atau sekedar membicarakan hal-hal tertentu dengan para stafnya. Beliau juga sering mengajak stafnya untuk bermain catur dan bergurau saat istirahat atau setelah jam kerja selesai. Hal ini diungkapkan oleh HS (53 tahun), yaitu:

“Beliaudari pada diam lebih senang main catur. Enaklah. Di dalam jam kerja obrolan biasanya seputar kedinasan. Diluar jam kerja beliau sering bercanda.”

Komunikasi yang baik juga terjalin antara Lurah dengan warganya. Salah satu cara yang dilakukan Lurah Bantar Jati untuk meningkatkan hubungan dengan staf dan warganya adalah kebiasaan “Ngaliwet”, yaitu Ngariung Lintas Warga Enak Tenan. Inti dari acara tersebut adalah mendekatkan dan bertukar pikiran dengan staf atau warga sambil makan bersama. Hal ini diungkapkan oleh AB (26 tahun), yaitu:

“Pertemuan dengan warga ada. Makanya dia dekat dengan warga. Namanya tu Ngaliwet. Ngariung lintas warga enak tenan. Jadi beliau yang ngundang, beliau yang ngasih uang buat belanja, beliau dateng. Sharing dengan warga. Ngobrol biasa. Dari situlah kegiatan-kegiatan bisa berjalan. Kalau di Kedung Badak beliau rutin. Makanya sampe sekarang warganya masih ada yang suka datang.”

Menurut NH pemimpin itu dapat berperan sebagai tiga fungsi, yaitu sebagai atasan, sebagai rekan, dan sebagai bapak. Penerapan tiga peran ini disesuaikan dengan kondisinya masing-masing. Penerapan kedisiplinan dalam menjalankan tugas, pemimpin bisa berperan sebagai atasan. Ketika bergaul dengan bawahan beliau dapat berperan sebagai rekan kerja. Pemimpin juga dapat berperan sebagai “bapak” yang memberikan nasehat ataupun motivasi pada

(15)

bawahannya. Menurut NH (56 tahun), hubungan yang baik timbul dari komunikasi yang baik.

“Yang namanya pemimpin sebenarnya ada tiga fungsi. Kapan sebagai atasan, kapan sebagai rekan,kapan sebagai bapak. Kalo misalnya ada staf yang punya masalah di rumah kan kita bisa sebagai rekan atau sebagai bapak. Kalo kaitannya dengan disiplin kita bisa langsung sebagai atasan.”

5.3 Ikhtisar

Persepsi pegawai mengenai gaya kepemimpinan yang paling dominan diterapkan oleh lurah di dua lokasi kelurahan tersebut sama. Sebagian besar pegawai Kelurahan Tegal Gundil menyatakan bahwa Lurah Tegal Gundil lebih sering menerapkan gaya kepemimpinan konsultatif dibandingkan dengan penerapan gaya kepemimpinan lain. Sebagian besar pegawai Kelurahan Bantar Jati juga menyatakan bahwa Lurah Bantar Jati lebih sering menerapkan gaya kepemimpinan konsultatif. Penerapan gaya kepeimpinan konsultatif oleh kedua lurah ditandai dengan adanya komunikasi dua arah, hubungan atasan dan bawahan yang baik, dan pengambilan keputusan oleh lurah yang dilakukan setelah berdiskusi dengan bawahan. Selain penerapan gaya kepemimpinan konsultatif, Lurah Tegal Gundil dan Lurah Bantar Jati menerapkan gaya kepemimpinan direktif pada permasalahan yang mendadak, penanggulangan bencana, dan penugasan diluar tugas pokok dan fungsi. Kedua lurah menerapkan gaya kepemimpinan delegatif pada penugasan sesuai tugas pokok dan fungsi. Kedua Lurah juga menerapkan gaya kepemimpinan partisipatif pada pelaksanaan tugas-tugas pegawai yang dirasakan tidak optimal.

Gambar

Gambar 4. Diagram Distribusi Persentase Persepsi Pegawai Mengenai Gaya Kepemimpinan Lurah Tegal Gundil yang Paling Dominan
Gambar 5 Diagram Distribusi Persentase Persepsi Pegawai Mengenai Gaya Kepemimpinan Lurah Bantar Jati yang Paling Dominan

Referensi

Dokumen terkait

Meskipun aplikasi ZPT pada pertanaman jarak pagar dapat menekan pembentukan jum- lah bunga jantan dan bunga betina per ta- naman, namun mampu meningkatkan jumlah buah

Dengan demikian, berdasarkan teori-teori yang telah disebutkan sebelumnya kemudian diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa terdapat

Hasil pemeriksaan laboratorium terhadap AMIU bedasarkan sumber air baku menunjukkan kualitas kimia air tersebut telah memenuhi syarat kualitas air minum karena dari semua

Sinonim dengan nuansa makna dasar digunakan sebanyak 16 kali penggunaan dengan presentase 20,25%, sinonim dengan nuansa nilai rasa (emotif) digunakan sebanyak 2 kali

Salah satu solusi dalam penentuan lokasi pembangunan tower dilakukan dengan menggunakan metode Profile Matching.Dengan menggunakan metode ini dapat menghasilkan perangkingan lokasi

Kerentanan sosial tersebut diukur dari ketiadaan salah satu modal sosial yang dimiliki dalam setiap individu pada kelompok miskin di kota yaitu kepercayaan (trust).. Trust

Kisi-kisi soal Ujian Kompetensi Tulis : No Kategori Jumlah Soal Tingkat Kompetensi 1 Kardiovaskular  22 Penyakit Jantung lskemik (angina pektoris. stabil, sindroma koroner akut,

sebelumya peneliti akan meneliti variabel iklan dalam bentuk web series dan akan mengkaji antara pengaruh langsung dan tidak langsung. Yang membedakan penelitian ini dengan