• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT HIPERTENSI DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA LANJUT USIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WREDHA ABIYOSO PAKEM DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA TINGKAT HIPERTENSI DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA LANJUT USIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WREDHA ABIYOSO PAKEM DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT HIPERTENSI DENGAN

TINGKAT DEPRESI PADA LANJUT USIA DI PANTI

SOSIAL TRESNA WREDHA ABIYOSO PAKEM

DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Rahadi, Wahyu Rochdiat

A. Latar Belakang Masalah

Jumlah lanjut usia (lansia) di dunia saat ini diperkirakan ada 500 juta orang lansia dengan usia rata-rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 1,2 milyar, sedangkan di Indonesia menurut sensus penduduk pada tahun 2010 perkiraan penduduk lansia di Indonesia akan mencapai 23,9 juta atau 9,77 % dan UHH (usia harapan hidup) sekitar 67,4 tahun. Sepuluh tahun kemudian atau pada 2020 perkiraan penduduk lansia di Indonesia mencapai 28,8 juta atau 11,34 % dengan UHH sekitar 71,1 tahun. lanjut usia yang memerlukan bantuan khusus (Nugroho, 2000).

Salah satu gangguan kesehatan yang dapat muncul pada lanjut usia adalah tekanan darah tinggi (hipertensi). Secara biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang mengalami proses penuaan secara terus menerus, yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin retannya terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta orang. Penurunan kondisi fisik lanjut usia tersebut berpengaruh pada kondisi psikisnya (Asminatalia, 2008).

Menurut UU No. 4 tahun 1965 pasal 1 dinyatakan sebagai berikut:

“Seorang dapat dinyatakan sebagai seorang jompo atau lanjut usia setelah yang bersangkutan mencapai umur 55 tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan

menerima nafkah dari orang lain”. Menurut organisasi kesehatan dunia dan undang-undang no. 13 tahun 1998 seseorang yang dikatakan lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas.

Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2001) yang dimaksud dengan lanjut usia adalah seorang laki-laki atau perempuan yang berusia 60 tahun atau lebih, baik yang secara fisik masih berkemampuan (potensial) maupun karena suatu hal tidak lagi mampu berperan secara aktif dalam pembangunan (tidak potensial). Jenis kelamin (gender) juga memegang peranan penting di dalam risiko untuk terjadinya stroke. Dilaporkan laki-laki memiliki risiko stroke lebih tinggi dibandingkan perempuan, tetapi oleh karena usia rata-rata perempuan lebih panjang maka pada suatu tingkat usia tertentu jumlah perempuan yang mengalami serangan stroke lebih banyak dari laki-laki. Menurut Ghoge (2003) angka prevalensi depresi pasca-stroke adalah 10-25% untuk perempuan dan 5-12% untuk laki-laki. Ghoge juga mengatakan bahwa pada perempuan, adanya riwayat kelainan psikiatris dan kelainan kognitif sebelum terjadinya stroke menyebabkan gejala depresi yang timbul menjadi lebih berat, sedangkan pada laki-laki depresi pasca-stroke berhubungan dengan gangguan yang lebih besar dari aktivitas hidup sehari-hari serta fungsi sosial. Gejala-gejala stroke dapat berupa rasa baal dan kelemahan mendadak di satu sisi tubuh, muka (wajah) serta lengan dan tungkai, kesulitan bicara secara tiba-tiba,

(2)

gangguan penglihatan satu atau dua mata, rasa pusing dan kehilangan keseimbangan, nyeri kepala berat yang tidak jelas sebabnya.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan pada tanggal 23 Februari 2012, menurut petugas yang ada di PSTW Abiyoso Pakem Yogyakarta saat ini jumlah lanjut usia yang tinggal di PSTW Abiyoso Pakem Yogyakarta adalah sebanyak 114 orang dengan pembagian lanjut usia laki-laki 38 orang dan lanjut usia perempuan berjumlah 76 orang. Lanjut usia yang tinggal di panti berusia antara 55–70 tahun. Lansia yang tinggal di panti 30% mengalami gangguan penglihatan, 20,4% mengalami gangguan pendengaran, 15,4% mengalami gangguan daya dan ingat, 34,2% menderita hipertensi. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk meneliti tentang hubungan tingkat hipertensi dengan tingkat depresi pada lansia di PSTW Abiyoso Pakem Yogyakarta. Penulis berharap dengan adanya

penelitian ini, bisa menambahkan wawasan kepada penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya serta bagaimana melakukan perawatan yang baik terhadap lansia, terutama lansia yang berada di PSTW Abiyoso Pakem Yogyakarta.

B. METODE PENELITIAN 1. Jenis Penelitian

Metode penelitian ini adalah deskriptif korelasi dengan rancangan penelitian cross-sectional. Penelitian cross-sectional

ialah penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor risiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (Notoatmodjo, 2002). Penelitian cross-sectional dengan tujuan mengukur hubungan tingkat hipertensi lansia dengan tingkat

depresi lansia di PSTW Abiyoso Pakem Yogyakarta.

2. Populasi dan Sampel Penelitian

a) Populasi penelitian adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2007). Populasi dalam penelitian ini adalah semua lansia yang menderita hipertensi di PSTW Abiyoso Pakem Yogyakarta yang berjumlah 39 orang

b) Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2006). Pengambilan sampel dilakukan dengan cara

total sampling yaitu cara

pengambilan

sampel berdasarkan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya, yang memenuhi kriteria inklusi. Kriteris Inklusi:

1). Lanjut usia yang berasal dari kelompok regular yang tinggal di PSTW Abiyoso Pakem Yogyakarta

2) Menderita Hipertensi 3) Dapat diajak berkomunikasi 4) Bersedia menjadi responden

3. Variabel dan Definisi Operasional

a. Variabel Penelitian

1) Variabel bebas (independent variabel) ialah variabel yang apabila berubah maka akan mempengaruhi atau mengakibatkan perubahan variabel lain/variabel terikat (Sugiyono, 2007). Dalam penelitian ini variabel

(3)

bebasnya yaitu tingkat hipertensi pada lansia 2) Variabel terikat (dependent

variabel) merupakan suatu variabel yang akan mengalami perubahan apabila variabel bebas berubah (Sugiyono, 2007). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah tingkat deperesi pada lansia

b. Definisi Operasional

1) Suatu keadaan dimana terjadi peningkatan hipetensi pada lansia dengan gejala-gejala tertentu, tingkat hipertensi pada lansia di ukur dengan menggunakan alat stetoscope dan spigmomanometer dengan menggunakan skala ordial. Katagori hasil pengukuran dalam penelitian ini adalah ringan apabila hasil pengukuran 140-159, 90-99, sedangkan apabila 160-179, 100-109, dan berat apabila ≥ 180, ≥ 110, terjadi terhadap setiap lansia yang berada di PSTW Abiyoso Pakem Yogyakarta yang mengalami hipertensi 2) Depresi adalah suatu perasaan

sedih dan pesimis yang berhubungan dengan suatu penderitaan. Lansia yang mengalami depresi merasa tertekan, murung, sedih, putus asa, kehilangan semangat dan muram. Sering merasa terisolasi, ditolak dan tidak dicintai. Bagi lansia yang berada di PSTW Abiyoso Pakem Yogyakarta, lansia di ukur dengan menggunakan Skala Depresi Geriatrik (GDS) dengan menggunakan kuisioner dengan menggunakan skala ordinal. Katagori hasil pengukuran dalam penelitian

ini adalah ringan apabila hasil pengukuran 0-4, sedangkan apabila 5-9, dan berat apabila 10-15,

4. Uji Validitas dan Reliabilitas a. Instrumen penelitian dalam

bentuk kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini tidak dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas karena telah dilakukan uji conten validity

oleh peneliti sebelumnya. Variabel penelitian depresi pada lansia diadapsi dari Moa (2009).

5. Tahap Analisa Data

a. Pengolahan Data

Data yang diperoleh dari kuesionerr dan lembar observasi diolah dengan meneliti ulang dan memeiksa data mulai identitas dan kelengkapan jawaban kuesioner dengan editing,

coding, transferring dan

tabulating.

b. Analisisn ini digunakan untuk menginterprestasikan hasilperhitungan angket perngetahuan dan sikap masyarakat tentang hipertensi dengan menggunakan kuesioner dant terdiri dari 9 item pertanyaan dan lembar observasi yang terdiri dari 39 kuesioner untuk lansia yang tidak pernah menderita hipertensi.

c. Bivariat

Analisa bivariat dilakukan terhadap 2 variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi. Uji statistic yang digunakan pada analisa penelitian ini dengan menggunakan uji statistik

Sperman Rank. Hubungan

antara tingkat hipertensi dengan tingkat depresi pada lanjut usia diperoleh hasil diketahui hasil analisis

(4)

Spearman Rank diperoleh nilai koefisien korelasi () sebesar 0,604 dengan p value sebesar 0,000. Oleh karena nilai signifikansi kurang dari 0,05 (p<0,05), artinya ada hubungan yang signifikan antara tingkat hipertensi dengan tingkat depresi pada lansia yang menderita hipertensi di PSTW Abiyoso Pakem Yogyakarta, sehingga hipotesis penelitian ini diterima.

Nilai koefisien korelasi () sebesar 0,604 menunjukkan keeratan hubungan kategori kuat. Artinya keeratan hubungan antara tingkat hipertensi dengan tingkat depresi pada lansia yang menderita hipertensi dalam kategori kuat. Koefisien korelasi hasil perhitungan bernilai positif artinya semakin tinggi hipertensi maka semakin tinggi tingkat depresi pada lansia.

6. HASIL DAN PEMBAHASAN a. Univariat

b. Karakteristik Responden

Karakteristik Responden Frekuensi Presentase (%) Usia 50-60 tahun 61-70 tahun > 70 tahun Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Pendidikan SD SMP Tidak sekolah Status pernikahan Menikah Janda/duda Pekerjaan Wiraswasta Tani Buruh 2 13 24 10 29 26 2 11 13 26 2 19 18 5,1 33,4 61,5 25,6 74,4 66,7 5,1 28,2 33,3 66,7 5,1 48,7 46,2 Jumlah 39 100,0

Sumber: Data primer diolah 2012

Tabel 4.1, menunjukkan karakteristik berdasarkan umur responden diketahui sebagian besar responden berumur > 70 tahun sebanyak 24 orang (61,5%). Karakteristik berdasarkan jenis kelamin diketahui sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan sebanyak 29 orang (74,4%). Karakteristik berdasarkan pendidikan diketahui

sebagian besar responden berpendidikan SD sebanyak 26 orang (66,7%). Karakteristik berdasarkan status diketahui sebagian besar responden berstatus janda/duda, yaitu sebanyak 26 orang (66,7%). Sedangkan karakteristik berdasarkan pekerjaan diketahui sebagian besar responden bekerja sebagai petani sebanyak 19 orang (48,7%).

(5)

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Hipertensi pada Lansia di PSTW Abiyoso Pakem Yogyakarta

Tahun 2012 (n=39)

Hipertensi Frekuensi Presentase (%)

Ringan Berat Sedang 9 14 16 23,1 35,5 41,0 Jumlah 39 100,0

Sumber: Data primer diolah 2012

Berdasarkan Tabel 4.2, menunjukkan hasil analisis diketahui sebagian besar responden memiliki tingkat

hipertensi berat, yaitu sebanyak 16 orang (41,0%). Frekuensi paling sedikit sebanyak 9 orang (23,1%) memiliki tingkat hipertensi ringan.

d. Tingkat Depresi

Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Depresi pada Lansia di PSTW Abiyoso Pakem Yogyakarta Tahun 2012 (n=39)

Depresi Frekuensi Presentase (%)

Ringan Berat Sedang 6 29 4 15,4 74,4 10,3 Jumlah 39 100,0

Sumber: Data primer diolah 2012 Berdasarkan Tabel 4.3, diketahui sebagian besar responden memiliki tingkat depresi sedang, yaitu sebanyak 29

orang (74,4%). Sebagian kecil responden sebanyak 4 orang (10,3%) memiliki tingkat depresi berat.

b. Bivariat

Tabel 4.4. Hubungan Tingkat Hipertensi dengan Tingkat Depresi pada Lansia yang Menderita Hipertensi di PSTW Abiyoso Pakem

Yogyakarta Tahun 2012 (n=39)

Tingkat Hipertensi

Tingkat Depresi

Ringan Sedang Berat Total

f % f % F % F %

Ringan 5 12,8 4 10,3 0 0,0 9 23,1 Sedang 1 2,6 13 33,3 0 0,0 14 35,9 Berat 0 0,0 12 30,8 4 10,3 16 41,0

Total 6 15,4 29 74,4 4 10,3 39 100

Sumber: Data primer diolah 2012

(6)

Dari Tabel 4.4, diketahui bahwa dari 9 responden yang mempunyai tingkat hipertensi ringan, sedangkan 5 orang (12,8%) mengalami depresi ringan dan sebanyak 4 orang (10,3%) mengalami depresi sedang. Responden yang memiliki tingkat hipertensi sedang, sebagian besar mengalami depresi sedang sebanyak 13 orang (33,3%). Responden yang memiliki tingkat hipertensi berat, sebagian besar mengalami depresi sedang

sebanyak 12 orang (30,8%), sisanya 4 orang responden (10,3%) mengalami depresi berat.

Pembuktian hipotesis untuk mengetahui hubungan antara tingkat hipertensi dan tingkat depresi pada lansia yang menderita hipertensi di PSTW Abiyoso Pakem Yogyakarta dilakukan dengan analisis data menggunakan uji

Spearman Rank. Hasil analisis

korelasi Spearman Rank dapat dilihat pada Tabel 4.5 berikut ini:

Tabel 4.5. Hasil Uji Korelasi Spearman Rank

Hubungan Koefisien korelasi

() p-value

Tingkat hipertensi dengan tingkat depresi

0,604 0,000

Sumber: Data primer diolah tahun 2012

Berdasarkan Tabel 4.5, diketahui hasil analisis Spearman Rank

diperoleh nilai koefisien korelasi () sebesar 0,604 dengan p value

sebesar 0,000. Oleh karena nilai signifikansi kurang dari 0,05 (p<0,05), artinya ada hubungan yang signifikan antara tingkat hipertensi dengan tingkat depresi pada lansia yang menderita hipertensi di PSTW Abiyoso Pakem Yogyakarta, sehingga hipotesis penelitian ini diterima.

Nilai koefisien korelasi () sebesar 0,604 menunjukkan keeratan hubungan kategori kuat. Artinya keeratan hubungan antara tingkat hipertensi dengan tingkat depresi pada lansia yang menderita hipertensi dalam kategori kuat. Koefisien korelasi hasil perhitungan bernilai positif artinya semakin tinggi hipertensi maka semakin tinggi tingkat depresi pada lansia.

7. Pembahasan

a. Tingkat Hipertensi

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas responden (41%) mengalami hipertensi berat. Hipertensi berat terjadi ketika tekanan darah sistol ≥ 180 dan diastole

(7)

≥110. Hipertensi lansia merupakan keadaan membahayakan karena peningkatan tekanan darah pada lansia berisiko terhadap terjadinya berbagai komplikasi hipertensi.

Terjadinya hipertensi disebabkan karena adanya berbagai faktor pemicu. Menurut Dewi dan Familillia (2010) menyebutkan faktor pemicu timbulnya penyakit hipertensi di antaranya adalah faktor genetik, faktor usia, riwayat keluarga, etnis, jenis kelamin, lingkungan, stres dan beban mental, konsumsi makanan berlebihan, merokok, alkohol, garam, kebiasaan minum kopi, serta kurang olahraga. Faktor internal serta perilaku hidup yang tidak sehat dapat menjadi pemicu terjadinya hipertensi berat.

Hipertensi pada lansia disebabkan karena mayoritas responden penelitian ini adalah lansia yang berusia > 70 tahun. Hal ini dapat menjadi faktor pemicu untuk terjadinya hipertensi. Seiring bertambahnya usia menyebabkan pengaturan metobolisme zat kapur terganggu yang berdampak pada banyaknya zat kapur yang beredar bersama aliran darah akibatnya darah menjadi padat dan tekanan darah meningkat. Hasil penelitian ini didukung pendapat dari Prodjosudjadi (2002) menyebutkan pravelensi hipertensi meningkat seiring dengan meningkatnya umur, pada usia umur 50 ke atas angka akan naik menjadi 20% atau lebih.

Selain itu, hal ini sesuai dengan pendapat dari Dewi dan Familillia (2010) menyebutkan faktor pemicu timbulnya penyakit hipertensi diantaranya adalah faktor genetik dan faktor usia. Hipertensi berat yang dialami lansia akan dapat menimbulkan dampak yang membahayakan. Hipertensi dapat meningkatkan terjadinya komplikasi terhadap berbagai macam penyakit. Brunner dan Suddart (2001) menyebutkan hipertensi yang tidak berkendali berisio besar mengalami kardiovaskuler, gagal ginjal, kelainan koroner dan miokard.

Hipertensi pada lansia membutuhakan adanya penanganan. Penanganan hipertensi dilakukan melalui upaya pengobatan non farmakologik dan pengobatan farmakologik. Pengobatan non farmakologik dilakukan dengan modifikasi gaya hidup, diantaranya adalah kontrol berat badan, olahraga, pembatasan asupan garam, manajemen stress, pengaturan aktivitas fisik, tidak mengkonsumsi alkohol dan rokok. Pada keadaan tertentu dibutuhkan juga pengobatan menggunakan obat-obatan penurun tekanan darah untuk menurunkan tekanan darah (Dewi dan Familillia, 2010).

Hipertensi berat yang dialami lansia di PSTW Abiyoso berimplikasi bahwa perlu dilakukan penanganan hipertensi untuk mencegah timbulnya komplikasi yang berkembang dalam jangka panjang. Penanganan dapat diupayakan dengan cara non farmakologik dengan menerapkan perilaku hidup pada lansia yang tinggal di PSTW Abiyoso. Hal yang dapat dilakukan yaitu dengan mengatur pola makan lansia, kontrol konsumsi garam, membiasakan olahraga, manajemen stress dan pengaturan aktivitas fisik. Pengobatan farmakologik dianjurkan bila hipertensi sudah berat dan tidak dapat diatasi menggunakan pengobatan non farmakologik.

b. Depresi

Hasil penelitian menunjukkan mayoritas responden (74,4%) mengalami depresi sedang. Hasil ini dapat diartikan bahwa sebagian besar lansia di PSTW Abiyoso mengalami depresi. Depresi tingkat sedang yaitu suatu kondisi yang ditandai dengan kehilangan minat dan kegembiraan, berkurangnya energi, berkurangnya konsentrasi dan perhatian, kehilangan kepercayaan diri, rasa bersalah dan tak berguna, dan pesimistik (Azizah, 2011). Depresi tingkat sedang lansia sering berhubungan dengan perasaan takut, khawatir, sulit dan ketakutan yang disebabkan karena adanya berbagai faktor pemicu.

(8)

Depresi pada lansia perlu diatasi untuk membantu rehabilitasi fisik, memberi pengaruh positif terhadap kondisi suasana hati dan emosi serta agar tidak memberikan dampak pada gangguan kesehatan lansia.

Depresi merupakan bentuk ekspresi psikologis sebagai respon terhadap suatu kondisi atau situasi yang tidak menyenangkan. Nugroho (2000) menyebutkan depresi adalah suatu perasaan sedih dan pesimis yang berhubungan dengan suatu penderitaan. Depresi seringkali disertai dengan perasaan putus asa, berduka dan berlangsung dalam jangka waktu yang lama sehingga dapat memberikan pengaruh negatif terhadap aktivitas sehari-hari seseorang.

Depresi timbul karena adanya berbagai faktor pemicu. Stuart (2009) menyebutkan depresi disebabkan karena adanya faktor predisposisi dan faktor pencetus. Faktor predisposisi berasal dari faktor genetik, teori agresi, kehilangan obyek, ketidakberdayaan, perilaku maupun faktor biologis. Faktor pencetus dapat berasal dari sumber kehilangan keterikatan, peristiwa, peran dan ketenangan serta perubahan fisiologis.

Depresi pada lansia biasanya dipicu dari berbagai faktor dan permasalahan yang kompleks. Depresi lansia dapat disebabkan karena rasa kehilangan terhadap pasangan hidup. Menurut hasil penelitian diketahui sebagian besar responden berstatus duda/janda sebesar 66,7%. Keadaan ini dapat diartikan bahwa lansia telah kehilangan pasangan, yang dapat menjadi faktor pemicu terjadinya depresi.

Depresi juga dapat disebabkan karena ketidakberdayaan status sosial ekonomi yang rendah. Responden penelitian ini sebagian besar pernah bekerja sebagai petani sebesar 48,7%. Kondisi ini menunjukkan bahwa responden tidak berasal dari kondisi ekonomi yang tinggi. Kondisi ekonomi rendah menyebabkan timbulnya rasa ketidakberdayaan karena hilangnya kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Hal ini menjadi salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya depresi.

Dilihat dari faktor pendidikan diketahui sebagian besar responden berpendidikan SD sebesar 66,7% dan tidak sekolah sebesar 28,2%. Tingkat pendidikan berkaitan dengan kemampuan untuk berfikir logis dan merasionalisasikan permasalahan yang dihadapi sehingga tidak menimbulkan depresi. Responden dengan pendidikan rendah menyebabkan lansia tidak mempunyai kemampuan untuk menghadapi dan mengatasi beban psikologis dari permasalahan yang dihadapai sehingga menimbulkan terjadinya depresi.

Faktor pemicu yang paling sering dialami lansia adalah faktor penyakit yang diderita. Lansia yang merupakan individu berusia lanjut, seringkali menderita penyakit kronis. Ketakutan akan datangnya kematian serta perawatan penyakit yang berkepanjangan sering kali membuat lansia merasa putus asa dan menyebabkan lansia mengalami depresi. Hal ini didukung pendapat dari Mangoenprasodjo (2004) yang menyebutkan prevalensi depresi meningkat menjadi 30-50% pada lansia yang menderita penyakit kronis dengan perawatan yang lama.

Depresi pada lansia sangat perlu untuk diatasi agar lansia dapat meneruskan hidup dengan baik dan menghabiskan sisa hidupnya dengan bahagia. Penanganan depresi pada lansia diantaranya melalui terapi psikologis dengan melakukan konseling dengan ahli. Penanganan depresi juga dapat dilakukan dengan melalui pendekatan secara rohani. Selain itu yang tidak kalah penting adalah adanya dukungan sosial dari keluarga dan peran tenaga kesehatan dalam meringankan depresi yang dialami lansia.

8. Hubungan Tingkat Hipertensi dengan Tingkat Depresi pada Lansia yang Menderita Hipertensi di PSTW Abiyoso Pakem Yogyakarta

(9)

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara hipertensi dengan tingkat depresi pada lansia yang menderita hipertensi di PSTW Abiyoso Pakem Yogyakarta. Dibuktikan dengan hasil análisis Spearman Rank diperoleh nilai koefisien korelasi () sebesar 0,604 dengan p value sebesar 0,000 (p<0,05).

Hasil ini dapat dijelaskan bahwa hipertensi yang dialami oleh lansia sering kali disertai dengan beban psikologis dalam menjalani proses perawatan. Lansia yang mengalami hipertensi harus menjalani perawatan, pengobatan, perilaku diet serta berbagai aturan yang mungkin dirasakan sebagai beban oleh lansia. Perawatan yang rumit dan berkelanjutan membuat lansia merasa terbebani, putus asa dan merasa sakitnya tidak sembuh-sembuh. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya depresi pada lansia. Didukung pendapat dari Mangoenprasodjo (2004) menyebutkan depresi pada lansia semakin meningkat karena penyakit kronis dan perawatan yang lama.

Hipertensi berat yang dialami lansia juga berpotensi mengalami komplikasi atas berbagai penyakit. Dongoes (2000) menyebutkan hipertensi yang tidak diatasi berdampak pada munculnya penyakit degenaratif seperti penyakit jantung, gagal ginjal dan penyakit pembuluh darah perifer. Ketakutan lansia akan berbagai komplikasi hipertensi menyebabkan lansia semakin mengalami depresi yang berkepanjangan.

Hipertensi berat lansia menyebabkan lansia mempunyai berbagai keterbatasan untuk melakukan aktivitas. Lansia menjadi kehilangan perannya dalam lingkungan sosial yang menyebabkan lansia semakin tertekan. Keadaan ini juga menjadi faktor yang dapat meningkatkan depresi pada lansia. Sesuai dengan pendapat dari Alexopaulus dan Meyers dalam Moa (2009) yang menyebutkan kehilangan martabat dan peran akibat penyakit fisik menyebabkan timbulnya gangguan mental.

Hasil penelitian ini didukung hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Moa (2009) dengan hasil penelitian ada hubungan yang signifikan antara tingkat depresi dengan tingkat kemampuan aktivitas dasar sehari-hari pada lansia yang tinggal di PSTW Abiyoso Yogyakarta dengan nilai p = 0,01. Kesamaan hasil penelitian ini yaitu bahwa depresi pada lansia dapat memberikan pengaruh terhadap kondisi fisik lansia.

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa hipertensi yang dialami lansia merupakan faktor yang signifikan menyebabkan depresi pada lansia. Hal ini didukung pendapat dari Friedman (2003) yang menyebutkan kemundurann kemampuan fisik, kemunduran kesehatan, penyakit fisik seperti hipertensi dapat menyebabkan depresi pada lansia. Hasil penelitian ini berimplikasi bahwa hipertensi pada lansia sangat perlu untuk diatasi agar dapat menurunkan beban psikologis yang dirasakan lansia sehingga dapat meringankan depresi yang dialami.

9. KESIMPULAN DAN SARAN a. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka kesimpulan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Tingkat hipertensi pada lansia di PSTW Abiyoso Pakem Sleman Yogyakarta dalam kategori berat sebesar 41%.

2. Tingkat depresi pada lansia di PSTW Abiyoso Pakem Sleman Yogyakarta dalam kategori sedang sebesar 74,4%.

3. Ada hubungan yang signifikan antara tingkat hipertensi dengan tingkat depresi pada lansia di PSTW Abiyoso Pakem Yogyakarta. Didukung hasil analisis

(10)

Spearman Rank diperoleh nilai koefisien korelasi () sebesar 0,604 dengan p value

sebesar 0,000 (p<0,05).

b. Saran

Berdasarkan kesimpulan penelitian, saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut. 1. Bagi PSTW Abiyoso Pakem

Melakukan penanganan terhadap hipertensi yang dialami lansia agar dapat menekan terjadinya depresi dengan mengatur pola makan lansia, olahraga fisik sesuai dengan kebutuhan, dan melakukan terapi terhadap hipertensi pada lansia. 2. Bagi Perawat

Meningkatkan peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada lansia terutama dalam memberikan pendidikan kesehatan pada lansia, melakukan konseling, mengajarkan hal-hal yang harus dilakukan agar lansia dapat menjaga stabilitas tekanan darahnya secara mandiri melalui perilaku hidup sehat.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Mengembangkan penelitian dengan meneliti faktor lain yang mempengaruhi terjadinya depresi pada lansia seperti faktor emosional, dukungan keluarga dan penurunan kemampuan fisik.

DAFTAR PUSTAKA

Adib, M. 2009 Cara Mudah Memahami dan Menhindari Hipertensi, Jantung dan Stroke. Yogyakarta : Dianloka

Arikunto, S. 2006. Proses Penelitian suatu Pendekatan Praktik. Edisi Keenam. PT. Rineka Cipta. Jakarta.

Asminatalia, D. 2008. Hubungan Status Interaksi Sosial dengan Tingkat Depresi pada Lanjut Usia di Panti Sosial Tresna Werda Abiyoso Pakem Yogyakarta. Skripsi. PSIK FK UGM Yogyakarta.

Azizah, L.M. 2011. Keperawatan Lanjut Usia. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Cahyono, B., Suharjo, B. 2008. Gaya Hidup dan Penyakit Modern. Yogyakarta : Kanisius Darmojo, R. 2006. Konsep Menua Sehat Dalam Geriatri. Jakarta : Medika

Dewi & Familia 2010.Hidup Bahagia Dengan Hipertensi, A+ plus books: Yogyakarta Darmojo, R. 2006. Konsep Manual Sehat Dalam Geriatri. Jakarta : Medika

Gunawan,L. 2001.Hipertensi Tekanan Darah TInggi, kanisus: Yogyakarta

Ghoge H, Sharma S, Sonawalla S, Parikh R. Cerebrovascular diseases and depression. Curr Psychiatry Rep 2003; 5: 231-8.

Guyton AC & Hall JE. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran . Alih Bahasa : Irawati setiawan, LMA Ken Ariata Tengadi, Alex Santoso. Jakarta : EGC Harison. 2000. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, EGC: Jakarta

(11)

Kaplan dan Saddock. 1998. Ilmu Kedokteran JiwaDarurat. Widya Medika. Jakarta

Moa, L.D. 2009. Hubungan antara Tingkat Depresi dengan Tingkat Kemampuan dalam Aktivitas Dasar Sehari-hari pada Lansia di PSTW Abiyoso Yogyakarta. Skripsi. PSIK FK UGM Yogyakarta.

Martini FH. 2001. Fundamentals of anatomy and physiology. Fifth Edition. Upper Sadle River, New Jersey: Prentice-Hall Inc.

Notoatmodjo, S. 2002. Metode Penelitian Kesehatan. Edisi Revisi. Rineka Cipta. Jakarta. Nugroho. W. 2000. Keperawatan Gerontik. EGC. Jakarta.

Padmawinata, K. 2001. Pengendalian Hipertensi Laporan Komisi Pakar WHO. Bandung : ITB Susanto, H. 2011. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Hipertensi Terhadap Kepatuhan

Kontrol di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Panembahan Senopati Bantul. Skripsi. Universitas Respati Yogyakarta.

Setiati, S. Dan Sutrisna, B. 2005. Prevalansi of Hypertension without Anti Hypertension Medication and ist Association with Social Demographic Characteristic Among 40 Years and Above Adult Population in Indonesian, Acta Indones J Intem Med 37(1) : 20-25

Gambar

Tabel 4.1, menunjukkan karakteristik  berdasarkan  umur  responden  diketahui  sebagian  besar  responden  berumur  &gt;  70  tahun  sebanyak  24  orang  (61,5%)
Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Hipertensi pada  Lansia di PSTW Abiyoso Pakem Yogyakarta

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh rasio likuiditas, rasio solvabilitas, rasio aktivitas dan rasio profitabilitas terhadap return saham pada perusahaan

“ Penggunaan Capital Asset Pricing Model (CAPM) untuk Menentukan Tingkat Pengembalian Saham yang Efisien (Studi pada Indeks LQ-45 yang Listing di Bursa Efek

Hasil survey didapatkan masih banyak orang yang tidak mengetahui dampak mie instan terhadap kesehatan.Konsumsi mie instan dalam jumlah banyak dan jangka waktu

motivasi kerja yang dimiliki setiap karyawan perusahaan ini

Penelitian masalah ini pada permasalahan atribut produk yang mempengaruhi keputusan pembelian kosmetik Wardah yang dipandang dari merek, kualitas, desain, pemberian label,

Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan pemberitaan kedua pasang Calon Gubernur dan Wakil Gubernur di surat kabar Harian Bhirawa adalah objektif. Pemberitaan

Ketua Program Jurusan Perpajakan Universitas Katolik Soegijapranata Semarang yang dengan sabar membimbing Penulis sehingga dapat memahami serta menyelesaikan Laporan Praktek

Kemampuan memahami cerita pendek adalah kemampuan siswa dalam mengetahui atau mengerti isi suatu karya sastra (khususnya cerpen) dengan keterlibatan jiwa, yaitu memahami masalah