• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. A. Penelitian Terdahulu. Skripsi Miftah Nugroho (2000) dengan judul Register Chatting di dalam internet.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. A. Penelitian Terdahulu. Skripsi Miftah Nugroho (2000) dengan judul Register Chatting di dalam internet."

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A. Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai pemakaian bahasa telah banyak digunakan. Beberapa studi terdahulu yang peneliti temukan sejenis dan masih relevan dengan penelitian ini akan dipaparkan sebagai berikut.

Skripsi Miftah Nugroho (2000) dengan judul ―Register Chatting di dalam internet‖. Dalam penelitian ini ditemukan wujud pemakaian Bahasa di dalam chatting berupa (a) kekhasan pengejaan kata yang terbagi menjadi penerapan ejaan lama, penerapan ejaan daerah, dan penerapan ejaan bahasa asing, (b) kekhasan penanggalan fonem dan suku kata yang terdiri atas penanggalan fonem di awal kata, penanggalan fonem di akhir kata, penanggalan fonem konsonan dan vokal ditengah kata, dan penanggalan suku kata, (c) pemakaian afiks dialek Jakarta, (d) pemakaian morfem partikel dialek Jakarta, (e) pemakaian kata ganti sapaan, (f) pemakaian interjeksi, (g) pemakaian slang.

Pemakaian bahasa di dalam chatting dipengaruhi dua faktor yaitu faktor linguistik dan faktor non-linguistik. Faktor linguistik yang mempengaruhi pemakaian bahasa di dalam chatting adalah (a) kekhasan pengejaan kata, (b) kekhasan penanggalan fonem dan suku kata, (c) pemakaian afiks dialek Jakarta, (d) pemakaian morfem partikel dialek Jakarta, (e) pemakain kata ganti sapaan, (f) pemakaian interjeksi, dan (g) pemakain slang.

Faktor non-linguistik yang mempengaruhi pemakaian bahasa di dalam chatting adalah faktor-faktor sosial dan situasional. Faktor-faktor sosial yang mempengaruhi pemakaian bahasa di dalam chatting ada tiga, yaitu status sosial, tingkat pendidikan, dan umur. Adapun

(2)

faktor situasional yang mempengaruhi pemakaian bahasa Indonesia di dalam chatting adalah faktor situasi yang terjadi di dalam chatting yaitu situasi tidak resmi atau informal.

Tesis Triwati Rahayu (2004) dengan judul ―Analisis Register Akta Otentik‖. Dalam penelitian ini ditemukan bentuk register akta otentik terdiri atas bentuk dasar yang berupa nomina dan bentuk kompleks. Bentuk kompleks berupa afiksasi berbentuk nomina dan afiksasi berbentuk verba. Selain itu terdapat bentuk sapaan. Berdasarkan distribusi dengan kategori, register berbentuk frase nomina, verba, preposisional. Register dianalisis berdasarkan bentuk klausa wacana aspek non-verbal.

Pemakain istilah dari bahasa Belanda, gaya penulisan paralelisme, mempergunakan istilah subjek hukum yang berpasangan dan pemakaian kalimat panjang. Fungsi register fakta otentik yaitu, menerangkan dan membuktikan kekuatan akta.

Skripsi Wilda Meridiyana (2012) dengan judul ―Pemakaian Bahasa dalam Olahraga Futsal‖. Dalam penelitian ini ditemukan karakteristik pemakaian bahasa olahraga futsal. Di antaranya terdapat pemakaian istilah dalam bahasa inggris, pemakaian istilah dalam dialek Jakarta, adanya peristiwa penambahan prefiks, terdapat peristiwa pemendekan atau kontraksi, metafora, pemakain bentuk singkatan, pemakain kata sapaan, terjadinya peristiwa campur kode yang berwujud kata, kelompok kata, kata ulang, dan klausa. Peristiwa alih kode juga terjadi, yang meliputi alih kode ke dalam dak keluar.

Penggunaan fungsi bahasa yaitu fungsi bahasa yang memaparkan tentang fungsi bahasa yang digunakan saat membicarakan teknik permainan futsal yang meliputi fungsi direktif meminta antarpemain futsal dan fungsi ditektif meminta antara pemain dan pelatih, fungsi bahasa yang digunakan saat merencanakan pemain futsal, fungsi bahasa yang digunakan saat memberikan intruksi yang meliputi fungsi direktif menyuruh antara pelatih dan pemain, fungsi

(3)

direktif menyarankan antara pelatih dan pemain, fungsi ditektif menjelaskan anatra pelatih dan oemain, funsgi ditektif menasehati antar pelatih dan pemain, dan fungsi menyimpulkan, fungsi bahasa yang digunakan saat mengevaluasi permainan futsal yang meliputi fungsi direktif, refrensial, dan ekspresif.

Penggunaan istilah kosakata penentu register olahraga futsal yang meliputi posisi pemain, nama tendangan, aturan pemain, tindakan pemain, keadaan atau susasana pertandingan, teknik permainan, nama alat-alat dari lingkungan futsal dan perangkat futsal.

Skripsi Sinta Manilasari (2014) dengan judul ―Pemakaian Bahasa Kelompok Penggemar Burung Kicauan di Surakarta‖. Dalam penelitian ini ditemukan karakteristik pemakaian bahasa pecinta burung di Surakarta berupa (a) penggunaan istilah asing, (b) pemanfaatan bentuk singkatan, (c) terdapat hibrida (hibrid word) antara afiks bahasa Indonesia dengan kata dasar bahasa asing, (d) gaya bahasa, (e) pemendekan (kontraksi), (f) sapaan, (g) campur kode yang meliputi campur kode berwujud kata, campur kode berwujud perulangan kata, campur kode berwujud frasa, campur kode berwujud klausa, dan (h) alih kode.

Penggunaan fungsi bahasa juga ditemukan dalam proses jual beli, perlombaan burung kicauan, perawatan burung kicauan serta pada saat penangkaran burung kicauan. Dalam proses penangkaran burung kicauan ditemukan fungsi bahasa yang meliputi (a) fungsi konatif berupa konatif menasihati, konatif menyarankan, konatif meyakinkan, dan konotaif menawarkan, (b) fungsi metalingual berupa metalingual mendeskripsikan istilah, (c) fungsi refrensial berupa referensial memberikan gambaran bentuk dan referensial menilai suara burung, (d) fungsi menyimpulkan (kesimpulan).

Penelitian ―Pemakain Bahasa Komunitas handy talky pada Satgas PGRI di Tawangmangu‖ ini diharapkan dapat melengkapi penelitian-penelitian sebelumnya. Dalam

(4)

penelitian ini akan dibahas mengenai karakteristik pemakaian bahasa komunitas handy talky, fungsi kebahasaan yang dalam tuturan komunitas handy talky, serta kosa kata penentu register komunitas handy talky,

Penelitian ini memberikan gambaran yang lebih luas tentang pemakaian bahasa oleh komunitas handy talky khususnya yang berada di wilayah Tawangmangu.

B. Landasan Teori 1. Sosiolnguistik

Dalam hidup bermasyarakat manusia menggunakan bahasa sebagai sarana berkomunikasi. Kajian tentang penggunaan bahasa dalam masyarakat adalah sosiolinguistik.

Hudson (1980:1) mendeksripsikan tentang sosiolongusitik sebagai berikut. ―Sosiolingistik as the of language in relation to society.” ‗Sosiolinguistik merupakan ilmu bahasa yang berhubungan dengan sosial‘ (Hudson, 1980:1).

Sepaham dengan pendapat Hudson (1991) dalam Biber, Douglas dan Edward Finegan (1994:3) berpendapat bahwa ―sosiolinguistik a branch of linguistiks which studies all aspects of language and society.‖ ‗sosiolinguistik adalah cabang dari linguistik yang mempelajari aspek bahasa dan sosial‘ Biber, Douglas dan Edward Finegan (1994:3).

Menurut Chaer dan Leoni Agustina (2004:4) ―sosiolingusitik adalah cabang ilmu linguistik yang bersifat interdisipliner dengan ilmu sosiologi, dengan objek penelitian hubungan antara bahasa dengan faktor-faktor sosial di dalam suatu masyarakat tutur‖ (Chaer dan Leoni Agustina, 2004:4).

Dipaparkan lebih lanjut oleh Chaer dan Leoni Agustina (2004:2) kajian sosiologi sebagai berikut:

(5)

Sosiologi merupakan kajian yang objektif mengenai manusia di dalam masyarakat, mengenai lembaga-lembaga, dan proses sosial yang mempelajari bahasa atau bidang ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek kajiannya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sosiolinguistik adalah bidang ilmu antardisiplin yang mempelajari bahasa dalam kaitannya dengan penggunaan bahasa itu di dalam masyarakat

Sejalan dengan pengertian di atas Wijana, I dewa Putu dan Mahmmud Rohmadi (2006:7) menjelaskan lebih sederhana bahwa ―sosiolinguistik merupakan cabang linguistik yang memandang atau menempatkan kedudukan bahasa dalam hubungannya dengan pemakai bahasa itu di dalam masyarakat‖ (Wijana, I dewa Putu dan Mahmmud Rohmadi, 2006:7). Pendapat tersebut pada intinya berpegang pada satu kenyataan bahwa dalam kehidupan bermasyarakat manusia tidak lagi sebagai individu, akan tetapi sebagai masyarakat sosial.

Sementara itu Fishman (1972) dalam Suwito (1996:5) melihat sosiolinguistik hubungannya dengan variasi sebagai berikut. ―Sosiolinguistik merupakan studi tentang sifat-sifat khusus (karakteristik) variasi bahasa, sifat-sifat khusus fungsi bahasa dan sifat-sifat khusus pemakaian bahasa dalam jalinan interaksi serta perubahan-perubahan antara ketiganya di dalam masyarakat tuturnya‖ (Fishman dalam Suwito, 1996:5).

Berdasarkan penjelasan-penjelasan tersebut, dapat disimpulkan pengertian tentang sosiolinguistik. Sosiolinguistik adalah ilmu yang mempelajari ciri dan berbagai variasi bahasa, serta hubungan di antara para pengguna bahasa dengan fungsi variasi bahasa itu dalam suatu masyarakat bahasa.

(6)

Tindak komunikasi dalam bahasa sangat berkaitan antara unsur tekstual maupun ekstratekstual, oleh karena itu bahasa tidak terlepas dari faktor-faktor luar bahasa atau kontekstual yang mempengaruhi terjadinya peristiwa berbahasa. Sehubungan dengan peristiwa tutur, maka penutur akan sangat di pengaruhi oleh faktor luar bahasa sebagaimana yang dijelaskan Dell Hymes (1968) dalam Suwito (1996:39) faktor-faktor yang menandai terjadinya peristiwa tutur sering disingkat dengan SPEAKING. Kedelapan unsur tersebut antara lain.

1. Setting dan scene yaitu tempat berbicara dan suasana pembicaraan. 2. Participant yaitu pembicara, lawan bicara dan pendengar

3. End yaitu tujuan atau maksud pembicaraan.

4. Act yaitu suatu peristiwa dimana seorang penutur sedang melakukan pembicaraan. 5. Key yaitu nada suara atau ragam bahasa yang digunakan untuk menyampaikan

tuturan.

6. Instrument yaitu alat yang digunakan untuk menyampaikan tuturan.

7. Norm yaitu aturan permainan yang mesti ditaati oleh penutur dan mitra tutur. 8. Genre yaitu jenis kegiatannya dalam bentuk apa atau bagaimana.

Leech (1983:20) memberikan konteks sebagai salah satu komponen dalam situasi tutur. Menurut Leech, konteks didefinisikan sebagai aspek-aspek yang berkaitan dengan lingkungan fisik dan sosial sebuah tuturan. Leech menambahkan dalam definisinya tentang konteks yaitu sebagai suatu pengetahuan latar belakang yang secara bersama dimiliki oleh penutur dan petutur dan konteks ini membantu petutur menafsirkan atau menginterpretasi maksud tuturan penutur.

Halliday (1994:6) mengemukakan bahwa konteks adalah teks yang menyertai teks. Artinya konteks itu hadir menyertai teks. Kemudian, Kridalaksana (2011:134) mengartikan konteks adalah (1) aspek-aspek lingkungan fisik atau sosial yang kait mengait dengan ujaran

(7)

tertentu, (2) pengetahuan yang sama-sama memiliki pembicara dan pendengar sehingga pendengar paham apa yang dimaksud pembicara.

2. Variasi Bahasa

Bahasa yang digunakan oleh masyarakat sebagai sarana komunikasi membentuk variasi-variasi bahasa. Hal ini terjadi karena masyarakat menggunakan bahasa yang mencerminkan keadaan sekitar dan kehidupan penuturnya.

Ferguson (1971) dalam Wardaugh (1986:22) memberikan definisi lain tentang variasi. ―Any body of human speech patterns which is sufficiently homogeneous to be analyzed by available techniquens of synchronic descripstion and which has a sufficiently large repertory of elements and their arrangements or prosesses with broad enough semantic scop to fungstion in all normal contexts of communication.” ‘Variasi adalah pola bicara individu yang sama dengan dianalisis dengan teknik yang tersedia yakni deskripsi secara sinkronis dan mempunyai cakupan repetoir yang luas, serta dianalisis dengan bidang semantik yang cakupannya luas dalam konteks situasi normal‘ (Ferguson dalam Wardaugh, 1986:22).

Hudson (1980:24) menjelaskan hal yang membedakan variasi bahasa sebagai berikut. ―What makes one variety of language different from another is the linguistik items that it includes, so we may define a variety of language as a set of linguistik items with similar social distribution.” ‗yang membuat perbedaan antara variasi bahasa satu dengan yang lain adalah kebahasaan yang mencakupnya sehingga kita mendefinisikan variasi bahasa sebagai serangkaian butir kebahasaan yang memiliki distribusi sosial yang mirip‘ (Hudson, 1980:24).

Dari definisi di atas sangat jelas diterangkan bahwa variasi bahasa tidak dapat terlepas dari dua faktor yang menyusunnya. Sebagai mana dijelaskan oleh Chaer bahwa ―terjadinya keragaman atau kevariasian bahasa bukan hanya disebabkan oleh penuturnya yang tidak

(8)

homogen, tetapi juga karena kegiatan interaksi sosial yang mereka lakukan sangat beragam. Setiap kegiatan menyebabkan terjadinya keragaman bahasa. Keragaman akan semakin bertambah jika bahasa digunakan oleh penutur yang sangat banyak dan dalam wilayah yang sangat luas‖ (Chaer, 2004:61)

Menurut Chaer dan Leoni Agustina (2004:68) variasi dapat dibedakan berdasarkan berbagai hal di antaranya.

a. Variasi bahasa dari segi penutur

Variasi bahasa yang bersifat perseorangan seperti idiolek mapun kelompok seperti dialek, sosiolek, slang, dan jargon.

b. Variasi bahasa sebagai dari segi pemakaian

Variasi bahasa berdasarkan bidang pemakaian ini adalah menyangkut bahasa itu digunakan untuk keperluan atau pemakaian bidang apa. Misalnya, jurnalistik, militer, pertanian, perdagangan, pendidikan, dan kegiatan keilmuan.

c. Variasi bahasa dari segi keformalan

Berdasarkan tingkat keformalannya, Matin Joos (1967) (dalam Abdul Chaer dan Leoni Agustina (2004:70)) membagi variasi bahasa atas lima macam gaya, yaitu ragam baku (frozen), ragam resmi (formal), ragam usaha (konsulatif), ragam santai (casual), dan ragam akrab (intimate).

d. Variasi bahasa dari segi sarana

Variasi dari segi sarana dikenal adanya ragam lisan dan ragam tulis. Atau ragam dalam berbahasa menggunakan sarana atau alat tertentu.

(9)

3. Register

Salah satu variasi bahasa bidang pemakaian yang menyangkut penggunaan dan keperluan bahasa adalah register. Dalam mendefinisikan register, para ahli pada intinya memberikan pengertian yang sama, meskipun dengan kalimat yang berbeda. Wardaugh (1986:48) mengatakan sebagai berikut.

Register is another complicating factor in any study of language variaties. Register are sets of vocabulary items associated with discrete occupation or sosial groups. Sugeons, airline pilots, bank manager, sales cleark, jazz fans, and pimps use different vocabularies.” ‗Register merupakan suatu faktor kompleks lain dalam kajian variasi bahasa. Register merupakan seperangkat kosakata yang berhubungan dengan jenis pekerjaan maupun kelompok sosial tertentu. Seperti pemakaian bahasa para pilot, manajer bank, penggemar musik jazz, pialang, dan lain sebagainnya‘ (Wardaugh, 1986:48).

Sejalan dengan hubungan variasi bahasa dan register, maka istilah register menurut Halliday (1992:53-56) adalah ragam bahasa berdasarkan pemakaiannya. Di samping itu, Halliday membagi register menjadi dua. ―Register dibagi menjadi dua yaitu bahasa terbatas dan bahasa yang lebih terbuka‖ (Halliday, 1992:53—56). Bahasa terbatas memiliki sifat tidak mempunyai tempat bagi individualitas atau bagi kreatifitas, selain itu kemungkinan maknanya sangat terbatas, contoh kata sandi yang dipakai pada pengirim berita ketika perang, navigator, dan sebagainya. Bahasa yang lebih terbuka dapat ditemukan dalam komunikasi sehari-hari, dikaitkan dengan penggunaan bahasa yang setiap bidang kegiatan memilik ciri register yang berbeda.

Konsep register akan sangat berkaitan dengan konsep variasi bahasa karena munculnya variasi bahasa sangat dimunginkan oleh berbagai faktor situasi yang mempengaruhinya. Dalam

(10)

kaitannya ini Hymes (1979) dalam Purnanto (2002:20) menyatakan bahwa ―pemilihan pemakaian register tidak hanya karena adanya situasi tertentu yang menurut penggunaan register, tetapi pemilihan register turut menentukan situasi pemakaiannya. Konsep tersebut mengacu munculnya variasi bahasa karena dipengaruhi oleh faktor situasi tertentu dan pemakain variasi bahasa menyatakan situasi tertentu‖ (Hymes dalam Purnanto, 2002:20).

Register berdasarkan dimensinya oleh Halliday (1978) dalam Hudson (1980:46) digolongkan menjadi tiga medan, pelibat, dan sarana. Sebagaimana yang dijelaskan berikut.

“Field is concerned with the purpose and subject-matter of the communication; made refers to the means by which communication takes place-notably, by speech or writing; and tenor depends on the relations between participants.” ‗Medan mengacu pada hal yang sedang terjadi atau pada saat tindakan sosial berlangsung; sarana menunjuk pada peranan yang diambil bahasa dalam situasi tertentu baik tulis maupun lisan; pelibat menunjuk pada hubungan antara orang-orang yang turut mengambil bagian.‘

Medan atau field mengacu pada wilayah pemakaian kegiatan orang-orang yang memiliki istilah atau ungkapan yang dimengerti oleh sesamanya, contohnya dalam bidang perdagangan, kedokteran dan sebagainya. Pelibat atau tenor merupakan variasi bahasa yang dipergunakan antara pelaku bahasa, misalnya gaya resmi dan tak resmi. Sarana atau mode dibedakan menjadi ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis.

Pemakaian bahasa mempunyai konteks, begitu juga dalam menganalisis register komunitas radio komunikasi dua arah, konteks sangat penting diperhatikan. Konteks situasi menurut Halliday (1992:62) adalah ―lingkungan langsung tempat teks itu benar-benar berfungsi. Dalam hal ini konteks terdiri atas berbagai unsur, seperti situasi, pembicara, pendengar, waktu, tempat, adegan, topik, peristiwa, bentuk pesan, kode, dan saluran‖ Halliday (1992:62) .

(11)

Untuk melakukan analisis terhadap register komunitas radio komunikasi dua arah mengacu pada penerapan kerangka komprehensif analisis register. Sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Biber (1994:33) sebagai berikut.

“Typical register have three components: description of the situasional characteristics of register, description of the linguistik characteristics, and analysis of the fungtional or conventional associations between the situasional and linguistik features” ‗Register mempunyai tiga komponen: deskripsi ciri situasi register, deksripsi ciri lingusitik, dan analisis fungsional dan konvensional sebagai gabungan ciri situasional dan ciri lingusitik‘.

Seperti yang digambarkan dalam ilustrasi berikut. FUNCATION

SITUASIONAL FEATURES and LINGUISTIK FORMS CONVENTIONS

Studi register mempunyai empat ciri khusus seperti yang dikemukakan oleh Biber dan Atkinson (dalam Biber dan Edward Finegan, 1994:352) yaitu:

1. Studi register meliputi deskripsi analisis tentang wacana yang sebenarnya terjadi. 2. Studi register bermaksud menggolongkan variasi bahasa.

3. Studi register mengenalkan ciri-ciri linguistik formal dari variasi bahasa.

4. Studi register juga menganalisis ciri-ciri situasional dan variasi bahasa dan fungsional atau konvensional yang berhubungan antara bentuk dan situasi yang diposisikan.

Konsep register akan selalu berkaitan dengan konsep variasi bahasa karena munculnya variasi bahasa sangat dimungkinkan oleh berbagai faktor yang mempengaruhinya. Dalam kaitannya dengan ini Hymes (dalam Purnanto, 2002:20) menyatakan bahwa pemilihan

(12)

pemakaian register tidak hanya karena adanya situasi tertentu yang menunutut penggunaan register, tetapi pemilihan register juga turut menentukan sitausi pemakaiannya.

Konsep Hymes itu setidak-tidanya mengandung dua arah pemahaman, yaitu munculnya variasi bahasa karena dipengaruhi oleh faktor situasi tertentu dan pemakaian variasi bahasa justru memastikan atau menyatakan situasi tertentu (Purnanto, 2002:20)

Dengan berlandaskan ketiga teori dari Halliday, Biber, dan Hymes register komunitas radio komunikasi dua arah akan dibahas mulai dari istilah yang berbentuk kata, frasa, klausa, dan kalimat yang digunakan oleh komunitas handy talky pada Satgas PGRI di Tawangmangu.

4. Campur Kode

Aspek lain dari saling ketergantungan bahasa (language dependency) dalam masyarakat multilingual adalah terjadinya gejala campur kode (code-mixing). Suwito (1996:88) menjelaskan bahwa ―campur kode terjadi karena adanya suatu gejala-gejala yang ditandai dengan adanya hubungan timbal balik antara peranan dan fungsi kebahasaan. Dengan kata lain hubungan timbal balik antara siapa yang menggunakan bahasa itu dengan apa yang hendak dicapai oleh penutur dengan tuturannya‖ (Suwito, 1996:88).

Ciri lain dari gejala campur kode ialah bahwa unsur-unsur bahasa atau variasi-variasinya yang menyisip di dalam bahasa lain tidak lagi mempunyai tersendiri. Unsur-unsur itu telah menyatu dengan bahasa yang disisipinya dan secara keseluruhan hanya mendukung satu fungsi saja.

Purnanto (2002:27) menjelaskan bahwa campur kode dapat diidentifikasi melalui ciri-cirinya, antara lain.

(13)

1. Adanya aspek saling ketergantungan yang ditandai oleh adanya timbal balik antara peran dan fungsi kebahasaan. Peran adalah siapa yang menggunakan bahasa itu dan fungsi merupakan tujuan apa yang hendak dicapai oleh penutur.

2. Pengguna bahasa lain yang tidak lagi mempunyai fungsi tersendiri, melainkan menyatu dengan bahasa yang disisipinya dan secara keseluruhan mendukung satu fungsi.

3. Campur kode dalam kondisi yang maksimal merupakan konvergensi kebahasaan yang unsur-unsurnya berasal dari beberapa bahasa yang masing-masing telah menanggalkan fungsinya dan mendukung fungsi bahasa yang disisipinya.

4. Pemakaian bentuk campur kode tertentu kadang-kadang bermaksud untuk menunjukkan status sosial dan identitas pribadinya di dalam masyarakat.

5. Wujud dan komponen kode tidak pernah berwujud kalimat, melainkan hanya berwujud perulangan kata, frasa, idiom, bentuk baster, perulangan kata dan klausa. Kachru (1978) dalam suwito (1976:89) menjelaskan bahwa ―istilah kode untuk menyebut salah satu varian di dalam hirarki kebahasaan. Aspek dari ketergantungan bahasa dalam masyrakat multilingual salah satunya adalah gejala campur kode batasan campur kode adalah sebagai pemakaian dua bahasa atau lebih dengan saling memuaskan unsur-unsur bahasa yang satu ke dalam bahasa yang bahasa lain secara konsisten‖ (Kachru dalam suwito, 1976:89).

Lebih dalam dari itu, Thelander (dalam Suwito, 1996:89) berpendapat bahwa ―unsur-unsur bahasa yang terlibat dalam ‗peristiwa campur‘ (co-occurance) itu terbatas pada tingkat klausa. Apabila dalam suatu tuturan terjadi percampuran atau kombinasi antara variasi-variasi yang berbeda di dalam satu klausa yang sama, maka peristiwa itu disebut campur kode‖ (Thelander, dalam Suwito, 1996:89).

(14)

5. Alih Kode

Alih kode merupakan salah satu aspek tentang saling ketergantungan bahasa di dalam masyarakat multilingual. Seperti yang dikatakan Hymes dalam Suwito bahwa alih kode merupakan istilah umum untuk menyebut pergantian (peralihan) pemakaian dua bahasa atau lebih, beberapa gaya darisatu ragam. Berdasarkan keteragangan tersebut Hymes membagi alih kode menjadi dua yaitu alih kode bersifat intern dan ekstern (Hymes dalam Suwito, 1996:81).

Alih kode menurut Suwito (1996:80) adalah ―peristiwa peralihan dari kode yang satu ke kode yang lain. Apabila seseorang mula-mula menggunakan kode A dan kemudian beralih menggunakan kode B, maka peristiwa peralihan bahasa seperti itu disebut alih-kode‖ (Suwito, 1996:80).

Selanjutnya, Suwito (1996:80) menambahkan dalam alih kode penggunaan dua bahasa atau lebih ditandai oleh masing-masing bahasa masih mendukung fungsi-fungsi tersendiri sesuai dengan konteksnya, fungsi masing-masing bahasa disesuaikan dengan situasi yang relevan dengan perubahan konteks.

Beberapa faktor penyebab peralihan kode menurut Suwito (1996:85) antara lain. a. Penutur

Seseorang penutur dengan sadar beralih kode terhadap lawan tuturnya karena suatu maksud.

b. Lawan tutur

Penutur pada umumnya berusaha mengimbangi bahasa yang dipergunakan oleh lawan tuturnya.

(15)

Dua orang yang berasal dari kelompok etnik yang sama umunya berkomunikasi dengan bahasa yang sama, akan tetapi apabila kemudian hadir orang ketiga dalam pembicaraan, dan berbeda latar belakang kebahasaan, maka dua orang yang pertama beralih kode ke bahasa yang dikuasai orang ketiga.

a. Pokok pembicaraan

Apabila penutur mula-mula berbicara tentang hal yang bersifat formal dan kemudian beralih ke masalah yang informal, maka diikuti pula dengan peralihan kode dari bahasa baku, gaya netral, dan serius ke bahasa tak baku, bergaya sedikit emosional atau humor dan serba seenaknya.

b. Untuk membangkitkan rasa humor

Alih kode sering dimanfaatkan penutur untuk membangkitkan rasa humor. Alih kode yang demikian mungkin terwujud alih varian, alih ragam atau alih gaya bicara.

c. Untuk sekedar bergengsi

Sebagian besar penutur ada yang beralih kode sekadar untuk bergensi. Alih kode demikian biasanya didasari oleh penilaian penutur bahwa bahasa yang satu lebih tinggi nilai sosialnya dari bahasa yang lain.

6. Fungsi Bahasa

Konsep bahwa bahasa adalah alat untuk menyampaikan pikiran sudah mempunyai sejarah yang panjang. Dimulai dari pandangan Malinowski yang membedakan hanya dua fungsi, yaitu pragmatical dan magical. Kemudian Buhler mengenali tiga fungsi bahasa menurut orientasinya fungsi ekspresif, konatif, dan representasional.

Dalam Sudaryanto (1990:12) kerangka dari Buhler diperluas oleh Roman Jakobson yang menambahkan tiga fungsi lagi menjadi enam, yaitu (1) fungsi refrensial, pengacu pesan; (2)

(16)

fungsi emotif, pengungkapan keadaan pembicara; (3) fungsi konatif, pengungkapan keinginan pembicara yang langsung atau segera dilakukan atau dipikirkan oleh sang penyimak; (4) fungsi metalingual, penerang terhadap sandi atau kode yang digunakan; (5) fungsi fatis, pembuka, pembentuk, pemelihara hubungan atau pesan; dan (6) fungsi puitik. Setiap fungsi bersejajar dengan fundamental tertentu yang memungkinkan bekerjanya bahasa. Fungsi referensial bersejajar dengan faktor konteks atau referen, fungsi emotif bersejajar dengan faktor pembicara, fungsi konotatif bersejajar dengan faktor pendengar yang diajak bicara, fungsi metalingual sejajar dengan faktor sandi atau kode, fungsi fatis sejajar dengan faktor konteks, dan fungsi puitis sejajar dengan faktor amanat atau pesan.

Berikut ini adalah penjelasan fungsi bahasa menurut Roman Jacobson yang disebutkan oleh Kridalaksana dalam PELLBA 2 (1989:53—54). Jakobson mengembangkan model organon dari Buhleer, menemukan enam faktor yang masing-masing sepadan dengan fungsi tertentu dalam bahasa. Fungsi emotif atau ekspresif berpusat pada sikap, status, dan keadaan emosi pembicara. Fungsi konatif berorientasi pada lawan bicara. Fungsi fatis istilah yang diambil dari Malinowski bersangkutan dengan amanat yang bertujuan untuk menetapkan, mengukuhkan, memperpanjang atau menghentikan komunikasi. Oleh A. Teeuw (198:53—54) dijelaskan fungsi fatis dimaksudkan potensi bahasa sebagai alat untuk mengadakan komunikasi atau pun kontak dengan sesama manusia, lepas dari sudut arti kata, misalnya ‗Apa kabar?‘, yang terutama berfungsi untuk mengadakan kontak. Fungsi refrensial atau kognitif bersangkutan dengan usaha kita untuk menggambarkan objek dan memberikannya makna. Fungsi metalinguistik bersangkutan dengan usaha menggambarkan bahasa itu sendiri sebagai kode. Lebih lanjut A. Teeuw menjelaskan fungsi metalinguistik adalah fungsi khas yang memungkinkan kita untuk berbicara mengenai bahasa dalam bahasa itu sendiri, misalnya ‗Apakah terang dalam bahasa

(17)

Indonesia kata benda atau kata sandi?‘. Jadi dalam fungsi metalingual sistem bahasa sendiri menjadi objek komunikasi. Fungsi puitik berorientasi pada amanat sebagai amanat, dan pada medium dengan segala aspeknya. Dengan fungsi ini bahasa menjadi sadar akan evaluasi diri yang mengungkapkan struktur-struktur terpendam yang terlewati dalam bahasa biasa.

Leech menyederhanakan pandangan Jakobson menjadi lima fungsi bahasa, dalam Sudaryanto (1990:13) yaitu fungsi (1) informasional, (2) ekspresif, (3) direktif, (4) aestetik, dan (5) fatis. Masing-masing fungsi berkorelasi dengan unsur utama situasi komunikatif, fungsi informasional dengan pokok masalah, fungsi ekspresif dengan originator yaitu pembicaraan atau penulis, fungsi direktif dengan penerima atau pendengar atau pembaca, fungsi aestetik dengan saluran komunikasi antara mereka, fungsi fatis dengan pesan kebahasaan itu sendiri.

Berbeda dengan Leech yang menyederhanakan pandangan Jakobson, Dell Hymes menambahkan fungsi bahasa menjadi tujuh. Dalam Sudaryanto (1990:13) dijelaskan ketujuh fungsi menurut Hymes, yaitu (1) fungsi ekspresif atau emotif; (2) fungsi direktif, konatif, atau persuasif; (3) fungsi puitik; (4) fungsi kontak; (5) fungsi metalinguistik; (6) fungsi refrensial; dan menambahkan fungsi ketujuh (7) fungsi kontekstual dan situasional.

Dari beberapa konsep fungsi bahasa yang dipaparkan di atas, peneliti cenderung menggunakan fungsi bahasa dari Roman Jacobson yang tertumpu pada fungsi emotif, fungsi konatif, fungsi referensial, fungsi fatis dan fungsi metalingual untuk menganalisis data dalam penelitian ini. Hal ini dikarenakan dalam komunitas handy talky banyak ditemukan tuturan yang mementingkan penutur dan mitra tutur.

7. Definisi Komunitas handy talky pada Satgas PGRI

Komunitas dalam Sugono adalah kelompok organisme (orang dsb) yang hidup dan saling berinteraksi di daerah tertentu. Handy talky adalah sebuah alat komunikasi yang bentuknya mirip dengan telepon genggam yang dapat mengkomunikasikan dua orang atau lebih dengan

(18)

menggunakan gelombang radio dan sering dipakai untuk komunikasi yang sifatnya sementara karena salurannya dapat diganti-ganti setiap saat. Kebanyakan handy talky digunakan untuk melakukan kedua fungsinya yaitu berbicara ataupun mendengar. Dengan demikian komunitas handy talky dapat diartikan sebagai suatu kelompok orang yang menggemari yakni radio panggil handy talky. Handy talky merupakan sebuah alat komunikasi yang bentuknya mirip dengan telepon genggam, tetapi sifatnya searah. Karena searah, maka si pengirim pesan dan si penerima tidak bisa berbicara pada saat yang bersamaan. Handy talky menggunakan gelombang radio frekuensi khusus, dan sering dipakai untuk komunikasi yang sifatnya sementara karena salurannya dapat diganti-ganti setiap saat.

Satuan tugas atau disingkat satgas, sedangkan persatuan guru republik Indonesia atau disingkat PGRI adalah organisasi di Indonesia yang anggotanya berprofesi sebagai guru. Satgas PGRI di Tawangmangu adalah organisasi yang anggotanya berprofesi sebagai guru khususnya untuk kemaslahatan anggota PGRI dan masyarakat luas. Pengguna handy talky Satgas PGRI di tawangmangu tidak hanya anggotanya yang berprofesi sebagai guru, tetapi masyarakat luas, untuk misi kemanusiaan, keamanan, penyelamatan, sosial kemasyarakatan dan bantuan komunikasi (BANKOM).

Amatir Radio adalah mereka yang mendapat izin dari Pemerintah karena mempunyai hobi dan bakat dibidang elektronika radio dan komunikasi serta berminat untuk mengembangkan diri dengan tanpa maksud mencari keuntungan materi. Amatir Radio adalah Potensi Nasional di bidang teknik elektronika dan komunikasi dalam rangka meningkatkan persatuan dan kesatuan bangsa, serta mempererat persahabatan antar bangsa di dunia serta menunjang pembangunan bangsa.

Kegiatan Amatir Radio adalah sarana penyaluran hobi dan bakat dalam rangka latih diri di bidang teknik elektronika dengan saling berkomunikasi dan melakukan penyelidikan teknik

(19)

elektronika. Pada dasarnya kegiatan Amatir Radio terdiri dari 4 macam, yaitu: (1) Kegiatan Eksperimen Teknik dan Pengembangannya (2) Kegiatan Komunikasi (3) Kegiatan Pengabdian Masyarakat (4) Kegiatan Monitoring.

Bahwa sesungguhnya Kegiatan Amatir Radio itu merupakan penyaluran bakat yang penuh manfaat sehingga telah mendapatkan tempat dalam kehidupan bangsa Indonesia. Dengan demikian Kegiatan Amatir Radio merupakan sumbangan dalam rangka pencapaian cita-cita Nasional seperti yang terkandung dalam Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945. Dengan adanya Peraturan dan Perundang–undangan Pemerintah Republik Indonesia tentang Amatir Radio yang telah memberikan tempat serta hak hidup kepada Amatir Radio Indonesia dalam melaksanakan kegiatannya, maka para Amatir Radio Indonesia merasa berbahagia dan penuh harapan akan hari depan yang cerah.

Pada dasarnya setiap kegiatan Amatir Radio akan berkaitan erat dengan penggunaan perangkat Pemancar Radio. Pemancar Radio adalah suatu peralatan yang mempunyai nilai khusus dan nilai strategis. Yang dimaksud dengan peralatan yang bernilai khusus adalah suatu peralatan yang mampu menimbulkan bencana baik bagi penggunanya maupun lingkungan, negara bahkan dunia. Yang dimaksud dengan peralatan yang bernilai strategis adalah suatu peralatan yang sangat dibutuhkan dalam menunjang kehidupan manusia, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, meningkatkan pembangunan bangsa dan mengamankan kehidupan masyarakat, bangsa, negara bahkan dunia.

Dalam Radio Regulation tersebut telah diatur tentang pembagian services, yaitu dipembagian masing-masing kegiatan yang membutuhkan sarana komunikasi, selanjutnya setelah di bagi servicesnya maka di tata pula frekuensi kerja dari masing-masing kegiatan agar tidak saling menggangu antara satu dengan lainnya. Setelah di atur pembagian services dan

(20)

frekuensinya maka di atur pula tanda pengenalnya (callsign) agar setiap pancaran dari suatu stasiun dapat mudah dikenali.

Dan dalam Radio Regulation diatur pula tentang berbagai ketentuan lainnya tentang telekomunikasi, dengan maksud agar komunikasi dapat digunakan dan dimanfaatkan secara maksimal tanpa menimbulkan gangguan dan saling menggangu serta menimbulkan bencana, keselamatan dan keamanan dunia.

C. Kerangka Pikir Komunitas handy talky

pada Satgas PGRI

Pemakaian bahasa yang mengandung istilah khusus

handy talky pada Satgas PGRI

Analisis konteks Sosiolinguistik: Register

(21)

Karakteristik pemakain bahasa komunitas handy

talky pada Satgas PGRI

Istilah Asing Singkatan Sapaan Hibrida Kontraksi Campur kode Alih kode Fungsi bahasa Fungsi konatiff Fungsi emotif Fungsi refrensial Fungsi metalingual Fungsi fatis Tuturan yang mengandung register komunitas handy talky pada Satgas PGRI

Kosakata khusus penentu register komunitas handy talky pada Satgas PGRI

Referensi

Dokumen terkait

EVA mengukur penciptaan nilai tambah yang dihasilkan oleh perusahaan dengan mengurangi laba operasi setelah pajak (NOPAT) dengan biaya modal yang timbul sebagai akibat investasi

Bahwa seluruh tindakan hukum yang dilakukan TERGUGAT, TURUT TERGUGAT I (satu) dan TURUT TERGUGAT II (dua) sebagaimana uraian di atas, baik karena perbuatan

Kalau pun terjadi sedikit pergeseran di Baduy Luar, namun Suku Baduy secara keseluruhan masih kuat mempertahankan budaya atau adat istiadat di era digital saat ini, karena

Untuk memediasi ketidakkonsistenan penelitian terdahulu dan mengembangakan penelitian terdahulu agar hasilnya lebih akurat digunakan variabel intervening yaitu kinerja

Dalam bagian ini, fungsi masjid yang meliputi fungsi harian, mingguan, dan tahunan direlasikan atau dihubungkan dengan pola permukiman kampung Luar Batang yang

S-*K *KS SN/ N/S.. dapat membantu masyarakat dalam mengetahui kesehatan gigi dan mulut serta  prediksi awal tentang penyakit gigi dan mulut yang dideritanya. Menurut Martin dan O8man

Horizontal shores (also known as joists) range from small units 1,8 m, to large members 9,0 m, used to carry much heavier loads, usually manufactured from wood or

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh dua masalah, pertama bahasa sebagai instrumen komunikasi yang digunakan anak, dan kedua anak sebagai pengguna dan pemakai