• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH CITRA, PREFERENSI, DAN SIKAP TERHADAP PERILAKU PEMBELIAN BUAH LOKAL BAGUS PRAMUDITO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH CITRA, PREFERENSI, DAN SIKAP TERHADAP PERILAKU PEMBELIAN BUAH LOKAL BAGUS PRAMUDITO"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH CITRA, PREFERENSI, DAN SIKAP TERHADAP

PERILAKU PEMBELIAN BUAH LOKAL

BAGUS PRAMUDITO

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Citra, Preferensi, dan Sikap terhadap Perilaku Pembelian Buah Lokal adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014 Bagus Pramudito NIM I24090083

(4)

ABSTRAK

BAGUS PRAMUDITO. Pengaruh Citra, Preferensi, dan Sikap terhadap Perilaku Pembelian Buah Lokal. Dibimbing oleh LILIK NOOR YULIATI.

Tanggapan yang baik terhadap buah impor oleh masyarakat berdampak pada semakin kompetitifnya persaingan antara buah lokal dan buah impor di pasaran. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh citra, preferensi, dan sikap terhadap pembelian buah lokal. Disain penelitian yang digunakan adalah cross sectional study dengan lokasi penelitian di Kelurahan Baranangsiang, Kecamatan Bogor Timur dan Desa Cihideung Ilir, Kecamatan Ciampea. Contoh penelitian sebanyak 120 rumah tangga yang melakukan pembelian buah-buahan yang dipilih secara cluster. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan antara karakteristik (usia, lama pendidikan, jumlah anggota keluarga, pendapatan per kapita), citra, sikap, dan perilaku pembelian buah lokal rumah tangga di perkotaan dengan perdesaan, tetapi tidak terdapat perbedaan antara preferensi terhadap buah lokal pada ibu rumah tangga di kota dengan desa. Faktor yang memengaruhi perilaku pembelian buah lokal oleh ibu rumah tangga adalah usia, jumlah anggota keluarga, lama pendidikan ibu dan tingkat preferensi terhadap buah lokal.

Kata kunci: citra, pembelian buah lokal, preferensi, sikap ABSTRACT

BAGUS PRAMUDITO. The Effect of Images, Preference, and Attitude on Purchase Behavior of Local Fruits. Supervised by LILIK NOOR YULIATI.

A good response to imported fruits by the public, impact to more competitiveness rivalry between the local and import fruits in the market. The aim of this study was to analyze the effect of image, preference, and attitude toward the purchase behavior of local fruits. The design of this study was cross sectional, and the research were located at Baranangsiang and Cihideung Ilir villages. The sample of this study was 120 households who buy fruits and selected by cluster. The result show significant differences between characteristic, images, attitude, and purchase behavior of local fruits on household in urban and rural area, but there is no distinction preference to local fruits on housewives in the urban and rural area. Factors that effect purchase behavior of local fruits by housewives are age, the number member of family, long education of the mother and the level of preference against local fruits.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen

PENGARUH CITRA, PREFERENSI, DAN SIKAP TERHADAP

PERILAKU PEMBELIAN BUAH LOKAL

BAGUS PRAMUDITO

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Pengaruh Citra, Preferensi, dan Sikap terhadap Perilaku Pembelian Buah Lokal

Nama : Bagus Pramudito NIM : I24090083

Disetujui oleh

Dr Ir Lilik Noor Yuliati, MFSA Pembimbing

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Ujang Sumarwan, MSc Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penulis menyampaikan terimakasih kepada:

1. Dr Ir Lilik Noor Yuliati, MFSA selaku pembimbing yang telah memberikan saran dan arahan dalam penyelesaian karya ilmiah ini. 2. Megawati Simanjuntak SP, Msi selaku dosen pemandu seminar, Ir

Retnaningsih, MS dan Alfiasari SP, Msi selaku dosen penguji skripsi. 3. Prof Dr Ir Euis Sunarti, MSc selaku pembimbing akademik serta

seluruh dosen Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen yang telah memberikan ilmunya.

4. Kedua orang tua yaitu Ayahanda Agus Sunaryo dan Ibunda Sri Hardjinah, dan seluruh keluarga atas segala doa, dukungan dan kasih sayangnya yang selalu diberikan.

5. Teman-teman terdekat Linda Husnudianah, Ronald Sinery, Diego Armando, Tri Rahmawati Lestari, Dewi Intan, Merisa, Noor Aspasia, Siti Holilah, Reza Pratama, Yulita Farisa, Michel Erison, Silvia Suistika, Yunia Rahmawati, Triyani Rahmawati, Mardi Dewantara, Rahmi Khalidah, Albeta Putra, Ryan Pranata, Amelia Rizky, Sri Sulastri, Halisa Rohayu, Pak Abo dan teman-teman IKK 46 yang memberikan semangat, dukungan, dan seluruh bantuannya dalam penyelesaian karya ilmiah ini.

6. Pihak-pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu namanya yang telah membantu dalam penyelesaian karya ilmiah ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 3 Manfaat Penelitian 4 KERANGKA PEMIKIRAN 4 METODE PENELITIAN 6

Disain, Lokasi, dan Waktu Penelitian 6

Teknik Pengambilan Contoh 6

Jenis dan Cara Pengumpulan Data 7

Pengolahan dan Analisis Data 8

Definisi Operasional 9

HASIL DAN PEMBAHASAN 10

Hasil 10

Pembahasan 18

SIMPULAN DAN SARAN 25

Simpulan 25

Saran 25

DAFTAR PUSTAKA 25

(10)

DAFTAR TABEL

1. Jenis variabel yang dikumpulkan 8

2. Sebaran responden dan suami berdasarkan kategori usia menurut

wilayah kota dan desa 11

3. Sebaran responden dan suami berdasarkan tingkat pendidikan

menurut wilayah kota dan desa 12

4. Sebaran responden dan suami berdasarkan jenis pekerjaan menurut

wilayah kota dan desa 12

5. Sebaran responden berdasarkan kategori pendapatan per kapita

menurut wilayah kota dan desa 13

6. Sebaran responden berdasarkan besar keluarga menurut wilayah kota

dan desa 13

7. Sebaran responden berdasarkan perbandingan antara citra buah lokal dengan buah impor menurut wilayah kota dan desa 14 8. Sebaran responden berdasarkan citra terhadap buah lokal menurut

wilayah kota dan desa 14

9. Sebaran responden berdasarkan kategori preferensi terhadap buah

lokal menurut wilayah kota dan desa 14

10. Sebaran responden berdasarkan kategori sikap terhadap buah lokal

menurut wilayah kota dan desa 15

11. Rataan jumlah pembelian buah (kg) per keluarga per bulan menurut

wilayah kota dan desa 16

12. Sebaran responden berdasarkan alasan pembelian buah jeruk lokal

menurut wilayah kota dan desa 16

13. Sebaran responden berdasarkan rataan pengeluaran untuk buah lokal

per bulan per keluarga 17

14. Sebaran tempat pembelian buah responden menurut wilayah kota

dan desa 17

15. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku pembelian buah 18

DAFTAR GAMBAR

1. Kerangka pemikiran 5

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Buah-buahan merupakan salah satu komoditi hortikultura yang memiliki kontribusi besar dalam pengembangan pertanian Indonesia. Dalam beberapa tahun terakhir, Produk Domestik Bruto (PDB) komoditi buah-buahan menempati urutan pertama di atas komoditi hortikultura lainnya seperti sayuran, tanaman obat dan tanaman hias (Kementan 2011).

Tingkat konsumsi buah pada masyarakat Indonesia yaitu sebesar 40 kg per kapita per tahun. Hal ini menunjukan bahwa masih rendahnya tingkat konsumsi buah pada masyarakat Indonesia apabila dilihat dari standar konsumsi buah yang ditetapkan oleh Food and Agriculture Organization (FAO), yaitu sebesar 75 kg per kapita per tahun (Kementan 2013). Padahal Indonesia merupakan negara dengan daerah yang subur yang memungkinkan tumbuhnya berbagai tumbuhan seperti buah-buahan (Sunarjono 2005), yang seharusnya dapat mencukupi kebutuhan buah-buahan masyarakat Indonesia.

Semenjak diberlakukannya perdagangan bebas ASEAN sejak tahun 2010 menyebabkan buah impor banyak ditemukan di pasaran Indonesia baik di pasar tradisional, pasar modern, pedagang di pinggir jalan dan supermarket (Kemendag 2011). Keadaan ini akan memengaruhi perilaku pembelian buah-buahan rumah tangga yang dilakukan oleh ibu rumah tangga. Rumah tangga merupakan salah satu konsumen yang sering melakukan pembelian dan konsumsi produk makanan seperti buah-buahan.

Menurut Suhardjo (1989) perilaku pembelian rumah tangga dipengaruhi oleh pola makan, ketersediaan bahan makanan, dan tingkat pendapatan, sehingga perilaku pembelian makanan setiap rumah tangga pasti berbeda-beda. Menurut Anjardiani (2004) ibu rumah tangga adalah orang yang bertanggung jawab dalam menentukan pembelian makanan seperti buah-buahan.

Buah impor tersedia dalam jumlah dan tingkat keanekaragaman yang tinggi di pasaran, harga yang relatif terjangkau serta kualitas yang dianggap lebih baik membuat buah impor lebih diminati dan memiliki citra yang lebih baik dibandingkan dengan buah lokal (Kementan 2011). Citra adalah gambaran yang terbentuk dibenak seseorang atau masyarakat mengenai produk, merek atau organisasi (Nuradi 1996). Sutisna (2001) menyatakan bahwa citra merupakan persepsi terhadap suatu objek, yang dibentuk dengan memproses informasi dari berbagai sumber setiap waktu.

Citra terhadap buah terbentuk dari pengalaman setelah membeli produk buah-buahan apakah sesuai harapan atau tidak, yang terkait dengan atribut rasa, warna, ukuran, bentuk , harga dan atribut lainnya yang berhubungan dengan kualitas dan mutu buah. Menurut Sumarwan (2004) pengambilan keputusan dalam pembelian sebuah produk seringkali didasari oleh persepsi yang baik terhadap produk tersebut. Begitu pula pada pembelian buah-buahan, karena citra merupakan persepsi maka diduga perilaku pembelian buah-buahan, khususnya buah lokal dipengaruhi oleh citra yang positif terhadap buah lokal tersebut.

Produk buah lokal dan impor memiliki perbedaan baik itu dalam rasa, bentuk, warna, penampilan, ketersediaan, jenis, kesegaran, dan kualitas.

(12)

2

Perbedaan tersebut menyebabkan perbedaan pula pada tingkat preferensi dan sikap seseorang terhadap buah lokal. Assael (1997) mengartikan preferensi konsumen sebagai kesukaan, pilihan atau sesuatu yang lebih disukai oleh konsumen sehingga preferensi dapat terbentuk dari pemahaman dan ingatan konsumen terhadap produk. Menurut Sumarwan (2004) tingkat kesukaan akan memengaruhi pembelian terhadap suatu produk.

Sikap menggambarkan kepercayaan konsumen terhadap berbagai atribut dan manfaat dari objek tersebut (Sumarwan 2004). Sikap konsumen adalah faktor penting yang akan memengaruhi keputusan konsumen dalam membeli. Mowen dan Minor (1998) menyebutkan bahwa pembentukan sikap konsumen sering kali menggambarkan hubungan antara kepercayaan, sikap, dan perilaku. Sikap berkaitan erat dengan atribut produk. Atribut produk adalah karakteristik dari suatu produk. Sikap menggambarkan kepercayaan terhadap atribut suatu produk tersebut. Menurut Engel et al. (1994) sikap seseorang sangat memengaruhi perilaku pembelian terhadap produk. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pengaruh citra, preferensi, dan sikap terhadap perilaku pembelian buah lokal.

Perumusan Masalah

Rendahnya tingkat konsumsi buah-buahan di Indonesia dipengaruhi oleh kemiskinan dimana pendapatan per kapita masyarakat, kesadaran, dan kebiasaan mengonsumsi buah-buahan masih tergolong rendah dibandingkan dengan kebiasaan mengonsumsi makanan lainnya seperti nasi (Dewi 2001), padahal buah merupakan sumber zat pengatur yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia (Satuhu 2004). Selain itu, buah-buahan merupakan bagian yang penting dari pangan karena banyak mengandung serat, air, vitamin, dan mineral yang baik untuk kesehatan.

Kementrian Pertanianan Republik Indonesia (2013) menyatakan bahwa tahun 2000 hingga 2013 produksi buah-buahan di Indonesia terus meningkat dengan pertumbuhan rata-rata sekitar 14.8 persen per tahun. Peningkatan produksi buah-buahan di Indonesia ini terjadi sebagai akibat perkembangan dalam segi teknis dan non teknis.

Segi teknis yaitu, pertambahan luas areal tanam, semakin meningkatnya tanaman yang berproduksi dan berkembangnya teknologi produksi yang digunakan oleh petani, sedangkan perkembangan dari segi non-teknis adalah semakin intensifnya bimbingan yang diberikan oleh pemerintah ataupun organisasi kepada petani dan pelaku usaha untuk meningkatkan produktifitas dalam bidang pertanian, semakin baiknya manajemen usaha yang diterapkan oleh pelaku usaha dan petani, serta adanya penguatan kelembagaan agribisnis petani. Peningkatan produksi buah-buahan yang besar di Indonesia berdampak pada prospek usaha dan potensi pasar yang terus berkembang.

Kementan memperkirakan hingga tahun 2015 permintaan buah di Indonesia per kapita akan meningkat hingga mencapai 78.74kg per tahun dan dengan total konsumsi 19 999.96 ribu ton. Hal ini disebabkan oleh peningkatan jumlah penduduk dan meningkatnya kesadaran akan pentingnya memenuhi kecukupan gizi dari buah-buahan (Kementan 2013).

(13)

3 Potensi produk buah lokal di Indonesia pada kenyataanya tidak sejalan dengan persepsi masyarakat terhadap buah lokal tersebut. Masih banyak masyarakat yang beranggapan buah impor mempunyai kualitas yang jauh lebih baik dibandingkan buah lokal.

Banyaknya buah impor yang terdapat di Indonesia di satu sisi memberikan manfaat bagi konsumen yaitu memperbanyak pilhan buah yang dapat dibeli dan dikonsumsi, namun disisi lain memberikan dampak negatif bagi para petani buah lokal di Indonesia karena hasil panenya kalah saing dengan buah-buahan yang berasal dari luar negeri.

Selama ini konsumen mempersepsikan bahwa buah lokal memiliki kualitas yang tidak lebih baik dari buah impor (Anggasari 2012). Harga buah impor yang relatif terjangkau membuat masyarakat lebih memilih untuk membeli dan mengonsumsi buah impor dibandingkan buah lokal (Kementan 2011). Keadaan ini akan memengaruhi perilaku pembelian buah lokal rumah tangga. Pembelian buah lokal didasarkan pada karakteristik buah lokal tersebut dan karakteristik rumah tangga. Karakteristik buah akan memengaruhi citra, preferensi, dan sikap ibu rumah tangga terhadap buah-buahan tersebut.

Hasil penelitian Wibowo (2013) yang menyatakan bahwa pembelian buah impor lebih tinggi dari pada buah lokal pada tahun 2013 di Surabaya. Hal ini menjadi tantangan bagi pemerintah, petani buah lokal, dan pemasar buah lokal untuk dapat meningkatkan daya saing melalui perbaikan citra buah lokal agar lebih disukai dan dipercaya oleh masyarakat dibandingkan dengan buah impor.

Menurut Panuju (2000) keberhasilan suatu produk ditentukan oleh citra yang positif oleh konsumen, begitu pula halnya pada buah-buahan lokal di Indonesia. Perbaikan mutu dan kualitas buah lokal sangat penting karena mutu dan kualitas buah lokal yang baik akan membentuk tingkat preferensi yang baik dan sikap positif pada konsumen yang pada akhirnya akan meningkatkan pembelian terhadap buah lokal.

Terkait dengan kondisi tersebut, penelitian ini berusaha untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut :

1. Bagaimana perbedaan karakteristik rumah tangga di perdesaan dan perkotaan?

2. Bagaimana perbedaan citra, preferensi, sikap, dan perilaku pembelian buah lokal rumah tangga di perdesaan dan perkotaan jika dibandingkan dengan buah impor?

3. Bagaimana pengaruh citra, preferensi, dan sikap terhadap perilaku pembelian buah lokal (jumlah pembelian buah lokal (kg) per rumah tangga per bulan) di perdesaan dan perkotaan?

4. Apakah faktor-faktor yang memengaruhi perilaku pembelian buah lokal (jumlah pembelian buah lokal (kg) per rumah tangga per bulan)?

Tujuan Penelitian Tujuan Umum:

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh citra, preferensi, dan sikap terhadap perilaku pembelian buah-buahan rumah tangga di kota dan desa.

(14)

4

Tujuan Khusus:

Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menganalisis perbedaan karakteristik rumah tangga di perdesaan dan perkotaan.

2. Menganalisis perbedaan citra, preferensi, sikap, dan perilaku pembelian buah lokal rumah tangga di perdesaan dan perkotaan jika dibandingkan dengan buah impor.

3. Menganalisis pengaruh citra, preferensi, dan sikap terhadap perilaku pembelian buah lokal (jumlah pembelian buah lokal (kg) per rumah tangga per bulan) di perdesaan dan perkotaan.

4. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi perilaku pembelian buah lokal (jumlah pembelian buah lokal (kg) per rumah tangga per bulan).

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi penelitian yang berkaitan dengan bidang keilmuan konsumen, khusunya mengenai pengaruh citra, preferensi,dan sikap terhadap perilaku pembelian buah lokal. Kegunaan penelitian ini bagi pemerintah dapat menjadi masukan dalam merumuskan kebijakan terkait dalam meningkatkan minat masyarakat dalam mengonsumsi buah lokal. Bagi instansi pendidikan tempat peneliti berada yaitu Institut Pertanian Bogor, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan keilmuan, khususnya di bidang ilmu keluarga dan konsumen. Bagi konsumen kegunaan penelitian ini adalah sebagai sumber informasi mengenai citra, preferensi, dan sikap yang melandasi seseorang dalam melakukan pembelian buah-buahan lokal.

KERANGKA PEMIKIRAN

Saat ini banyak buah impor yang beredar di pasaran Indonesia. Banyaknya buah impor yang beredar di pasaran menyebabkan buah impor lebih banyak mendapat perhatian dibandingkan dengan buah lokal, apalagi buah impor memiliki harga murah dan penampilan yang lebih menarik, meskipun belum menjamin memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan buah lokal (Kementan 2013). Karakteristik rumah tangga diduga merupakan faktor yang baik secara langsung ataupun tidak secara langsung dapat memengaruhi perilaku pembelian keluarga terhadap buah-buahan. Karakteristik konsumen berbeda-beda baik dalam faktor usia, pendidikan, pendapatan, pekerjaan dan jumlah anggota keluarga.

Perbedaan usia mengakibatkan perbedaan selera dan kesukaan terhadap produk. Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang menentukan kondisi sosial ekonomi seseorang yang akan berimplikasi pada pemilihan pangan dan pembelian jenis makanan serta pembentukan kebiasaan makan seperti kebiasaan makan buah (Engel et al. 1994). Pekerjaan dan pendapatan konsumen saling berkaitan erat, dimana pekerjaan seseorang akan menentukan pendapatannya (Sumarwan 2004). Menurut Kotler (1993) pendapatan

(15)

5 memengaruhi pola konsumsi seseorang. Jumlah anggota keluarga dapat memberikan pengaruh yang kuat terhadap perilaku pembelian keluarga (Kotler 1993).

Citra adalah gambaran yang terbentuk dibenak seseorang atau masyarakat mengenai produk, merek atau organisasi (Nuradi 1996). Sutisna (2001) menyatakan bahwa citra merupakan persepsi terhadap suatu objek, yang dibentuk dengan memproses informasi dari berbagai sumber setiap waktu. Berdasarkan definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa citra buah lokal adalah gambaran yang terbentuk dibenak seseorang atau masyarakat mengenai produk buah-buahan lokal secara keseluruhan baik itu dari rasa, bentuk, warna, penampilan, ketersediaan, kesegaran, harga, kualitas maupun jenisnya.

Pengambilan keputusan dalam pembelian sebuah produk seringkali didasari oleh persepsi yang baik (Sumarwan 2004). Begitu pula pada pembelian buah, karena citra merupakan persepsi, maka diduga perilaku pembelian buah-buahan lokal juga dipengaruhi oleh citra yang positif terhadap buah lokal tersebut.

Perbedaan karakteristik yang terdapat pada buah lokal dan impor akan memengaruhi tingkat preferensi dan sikap konsumen terhadap buah-buahan lokal. Preferensi merupakan pilihan suka atau tidak suka yang dilakukan oleh seseorang terhadap produk (barang atau jasa) yang dikonsumsi (Kotler 1993). Seseorang akan membeli produk yang disukai dan dipercaya. Preferensi terhadap buah lokal diduga akan memengaruhi perilaku pembelian buah lokal tersebut.

Sikap menggambarkan kepercayaan konsumen terhadap berbagai atribut dan manfaat dari suatu objek (Sumarwan 2004). Sikap menjelaskan kecenderungan tindakan seseorang yang menguntungkan atau tidak menguntungkan terhadap suatu benda atau sebuah gagasan (Kotler 1993). Sikap yang positif terhadap buah lokal diperkirakan akan memengaruhi perilaku pembelian terhadap buah lokal.

Keterangan : Variabel yang dianalisis : Variabel yang tidak dianalisis Gambar 1 Kerangka pemikiran

Preferensi Citra Perilaku pembelian buah lokal Karakteristik respondenen dan rumah tangga: -Usia -Jumlah anggota rumah tangga -Pendidikan -Pekerjaan -Pendapatan -Usia Sikap

(16)

6

METODE PENELITIAN

Disain, Lokasi, dan Waktu Penelitian

Penelitian ini menggunakan disain cross sectional study yaitu penelitian yang dilakukan dalam satu waktu tertentu. Penelitian ini dilakukan di wilayah yang mewakili Kota dan Kabupaten Bogor dengan alasan memiliki karakteristik penduduk yang berbeda dan mewakili lokasi geografis perdesaan dan perkotaan dengan jumlah penduduk terbanyak di Provinsi Jawa Barat (Badan Pusat Statistik 2013), sehingga memberikan implikasi strategis pada cepatnya arus informasi, teknologi, budaya, dan distribusi produk-produk yang dipasarkan yang akan memengaruhi masyarakat Kota Bogor, termasuk dalam hal pembelian buah-buahan.

Selanjutnya wilayah perkotaan dan perdesaan yang dipilih sebagai lokasi penelitian adalah Kelurahan Baranangsiang, Kecamatan Bogor Timur, Kota Bogor dan Desa Cihideung Ilir, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Pemilihan kedua lokasi secara purposive yang didasarkan pada lokasi tempat penelitian yang dekat dengan pasar atau toko buah-buahan dan memiliki akses yang mudah untuk membeli buah-buahan. Waktu pelaksanaan penelitian ini mulai dari bulan September 2013 sampai dengan Januari 2014. Kegiatan penelitian mencakup survei awal, uji coba instrumen, pengumpulan data, pengolahan dan analisis data, hingga penyusunan hasil penelitian.

Teknik Pengambilan Contoh

Populasi penelitian ini adalah rumah tangga di perkotaan dan perdesaan. Contoh penelitian meliputi rumah tangga di Kelurahan Baranangsiang dan Desa Cihideung Ilir yang membeli buah-buahan minimal satu bulan terakhir, masing-masing 60 rumah tangga. Penentuan contoh akan dilakukan secara cluster. Unit analisis penelitian ini adalah rumah tangga yang mewakili wilayah perdesaan dan perkotaan Bogor, sedangkan respondennya adalah ibu rumah tangga yang mengambil keputusan dalam pembelian buah-buahan dalam keluarga. Penelitian ini akan melibatkan 120 ibu rumah tangga dari dua kelurahan/desa yang menjadi lokasi penelitian. Setiap kelurahan/desa akan diambil secara acak 1 RW, setiap RW terpilih akan dipilih lagi secara acak 1 RT dan dari setiap RT terpilih akan dipilih secara acak 60 responden.

(17)

7

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Jenis data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Data primer adalah data yang didapat dari sumber pertama baik dari individu atau perseorangan (Umar 2005). Data primer dikumpulkan dari wawancara langsung menggunakan kuesioner kepada ibu rumah tangga (sebanyak 120 orang). Data primer yang didapat melalui kuesioner meliputi karakteristik keluarga (usia, pendapatan keluarga, pendidikan, lama pendidikan, pekerjaan, jumlah anggota keluarga), preferensi, sikap, perilaku dalam pembelian buah-buahan (jumlah pembelian buah (kg) per bulan per keluarga, alasan pembelian buah, jumlah pengeluaran (Rp) untuk buah per bulan per keluarga, dan tempat pembelian buah). Data sekunder yang dikumpulkan adalah data umum kondisi wilayah, jumlah penduduk, jumlah keluarga, jumlah RW, RT dari kecamatan dan kelurahan tempat penelitian dilakukan, data garis kemiskinan Kota Bogor dari BPS Provinsi Jawa Barat, data jumlah buah impor yang masuk ke Indonesia dan jumlah standar konsumsi buah dari Kementan RI. Pengukuran citra terhadap buah lokal menggunakan kuesioner yang diadaptasi dari penelitian Wibowo (2013), sedangkan pengukuran sikap dan preferensi menggunakan kuesioner yang diadopsi dari disertasi Pentz (2011).

Gambar 2 Bagan teknik penarikan contoh Kota Bogor Kelurahan Baranangsiang RT 01 60 120 Kabupaten Bogor Desa Cihideung Ilir

RT 04 60

(18)

8

Tabel 1 Jenis variabel yang dikumpulkan

Variabel Satuan Skala

Karakteristik keluarga

1. Usia Tahun Rasio

2. Jumlah anggota keluarga Orang Rasio

3. Lama pendidikan Tahun Rasio

4. Pekerjaan suami [1]PNS [5]Petani

[2]TNI [6]Buruh [3]Swasta [7]Tidak bekerja [4]Wirausaha

Ordinal

5. Pekerjaan istri [1]PNS [5]Petani

[2]TNI [6]Buruh [3]Swasta [7]Tidak bekerja [4]Wirausaha

Ordinal

6. Pendapatan Rupiah/bulan Rasio

Citra terhadap buah lokal Skor Ordinal

Preferensi Skor Ordinal

Sikap Skor Ordinal

Perilaku pembelian buah

1. Jumlah buah yang dibeli Kg Rasio

2. Jumlah pengeluaran untuk buah Rupiah Rasio

3. Alasan pembelian buah - Nominal

4. Tempat pembelian buah [1]Pasar tradisional [6]Lainnya [2]Retail

[3]Super market [4]Toko buah

[5]Warung pinggir jalan

Ordinal

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil wawancara kemudian diolah melalui beberapa tahapan, yaitu proses editing, coding, scoring, entry data, cleaning, serta analyzing. Data dianalisis dengan menggunakan program Microsoft Excel dan Statistical Package for Social Science (SPSS) for windows. Data kemudian dianalisis menggunakan uji deskriptif dan inferensia. Uji deskriptif antara lain mean, maximum, minimum, dan standar deviasi. Menurut Sekaran (2000), skala likert merupakan salah satu jenis data interval. Statistik yang dapat digunakan untuk mengolah jenis data interval adalah rata-rata, standar deviasi, dan jangkauan (Malhorta dan Birks 2007).

Pengategorian data berdasarkan sebaran data menggunakan tiga interval kelas yang sebelumnya dilakukan transformasi skor komposit dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Y =

x 100

Pengategorian variabel citra, preferensi, dan sikap konsumen menggunakan kategori tiga kelompok dari Khomsan (2002), yaitu:

1. Baik bila skor > 80 2. Sedang bila skor 60-80 3. Kurang bila skor < 60

(19)

9 Analisis data yang digunakan untuk menjawab masing-masing tujuan adalah sebagai berikut:

1. Karakteristik responden (usia, jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan, pekerjaan, pendapatan per kapita), karakteristik keluarga (usia suami, tingkat pendidikan suami, pekerjaan suami), citra, preferensi, sikap dan perilaku pembelian (jumlah pembelian buah lokal (kg) per keluarga per bulan, alasan pembelian buah lokal, jumlah pengeluaran (Rp) untuk buah lokal per keluarga per bulan, dan tempat pembelian buah) dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif.

2. Uji Independent sample t-test digunakan untuk menganalis perbedaan karakteristik responden dan keluarga, preferensi, sikap dan perilaku pembelian (jumlah pembelian buah lokal (kg) per bulan per keluarga, jumlah pengeluaran (Rp) untuk buah lokal per bulan per keluarga) di perkotaan dan perdesaan.

3. Uji regresi linear berganda dilakukan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi perilaku pembelian buah lokal (jumlah pembelian buah lokal (kg) per keluarga per bulan). Bentuk umum dari persamaan regresi linear berganda adalah sebagai berikut:

Y= α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5 + β6X6 + β7X7 + β8X8 + e

Keterangan :

Y = Perilaku pembelian ( jumlah pembelian buah lokal (kg) per keluarga per bulan)

α = Konstanta regresi β = Koefisien regresi X1 = Usia responden (tahun)

X2 = Besar keluarga (orang)

X3 = Lama pendidikan responden (tahun)

X4 = Pekerjaan (Dumy)(0= tidak bekerja, 1= bekerja)

X5 = Pendapatan per kapita (Rp)

X6 = Citra (skor)

X7 = Preferensi (skor)

X8 = Sikap (skor)

e = eror

Definisi Operasional

Responden adalah adalah ibu rumah tangga yang hidup bersama keluarganya dan tinggal di daerah perkotaan dan perdesaan Bogor yang membeli buah-buahan. Usia adalah umur lama hidup responden dan suami yang dihitung dalam tahun. Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal yang diselesaikan oleh responden

dan suami yang dinyatakan dalam tahun.

Pekerjaan adalah jenis pekerjaan yang dilakukan oleh responden dan suami. Pendapatan per kapita adalah jumlah total penghasilan seluruh anggota keluarga

per bulan dibagi jumlah anggota keluarga dalam rupiah.

Jumlah anggota rumah tangga adalah banyaknya anggota rumah tangga yang masih ditanggung pemenuhan kebutuhannya.

(20)

10

Citra buah lokal adalah gambaran yang terbentuk dalam pikiran responden tangga terhadap buah lokal terkait dengan rasa, bentuk, penampilan, kesegaran, harga, jenis, kualitas, ketersediaan.

Preferensi terhadap buah lokal adalah tingkat kesukaan responden terhadap buah-buahan lokal.

Sikap terhadap buah lokal adalah kepercayaan atau evaluasi responden terhadap buah lokal.

Perilaku pembelian buah lokal adalah jumlah pembelian (kg) buah lokal per keluarga per bulan, jumlah pengeluaran (Rp) untuk buah lokal per keluarga per bulan, alasan pembelian buah lokal, tempat pembelian buah.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di dua tempat yaitu di Kelurahan Baranangsiang di Kecamatan Bogor Timur, Kota Bogor dan Desa Cihideung Ilir, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Batas administratif Kelurahan Baranangsiang pada sebelah utara berbatasan dengan wilayah Tegal Lega, sebelah selatan Sukasari, sebelah barat Babakan Pasar, dan sebelah timur Katulampa. Desa Cihideung Ilir berbatasan oleh empat wilayah, di sebelah utara Desa Cibanteng/Jalan provinsi, di sebelah selatan Desa Cihideung Udik/Kali Cihideung, di sebelah barat Desa Cihideung Udik, dan di sebelah timur adalah Desa Babakan.

Luas wilayah Kelurahan Barangsiang adalah  235 ha terbagi ke dalam 14 Rukun Warga (RW) dan 83 Rukun Tetangga (RT). Sementara Desa Cihideung Ilir memiliki luas wilayah  178 ha yang terbagi menjadi 5 RW dan 26 RT. Letak Kelurahan Baranangsiang sangat strategis, jarak ke pusat pemerintahan kecamatan 0.5 km, sedangkan jarak ke pemerintahan kota 2 km dan waktu tempuh sekitar 10-15 menit ke pusat kota. Keadaan ini menunjukkan bahwa Kelurahan Baranangsiang mempunyai akses yang dekat dengan pusat Kota Bogor sebagai pusat perekonomian wilayah di Bogor. Sementara Desa Cihideung Ilir ke pusat pemerintahan kecamatan berjarak 1.5 km, sedangkan jarak ke pemerintahan kabupaten 10 km. Waktu tempuh sekitar 10 menit ke pasar di Kecamatan Ciampea sebagai pusat belanja. Keadaan ini menunjukkan bahwa Kelurahan Baranangsiang dan Desa Cihideung Ilir mempunyai akses yang dekat dengan pusat berbelanjaan.

Kedudukan lokasi Kelurahan Baranangsiang dekat dengan pusat Kota Bogor menyebabkan penduduk di lokasi penelitian mempunyai akses yang dekat dan mudah dengan pusat pertokoan (mall), minimarket, supermarket, pedagang buah di kaki lima, dan pedagang buah keliling yang menyediakan berbagai jenis buah baik lokal dan impor.

Terdapat beberapa tempat penjualan buah pada kelurahan Baranangsiang yaitu, pusat perbelanjaan Ekalokasari Plaza, Botani Square, supermarket (Jogja, Giant, Ada, Market Place), satu toko buah (All Fresh), dua pasar tradisional (pasar Bogor dan pasar gembrong), beberapa toko swalayan, dan beberapa mini market

(21)

11 (Indomaret, Alfamart). Tempat pembelian buah yang terdapat di sekitar Cihideung Ilir Kecamatan Ciampea yaitu satu pasar (pasar Ciampea), beberapa mini market (Alfamart dan Al-Amin), pedagang keliling dan toko buah di pinggir jalan. Keberadaan berbagai tempat penjualan buah dan dukungan sarana transportasi umum untuk menjangkau tempat tersebut menyebabkan akses penduduk di lokasi penelitian terbuka terhadap produk buah-buahan.

Karakteristik Responden dan Rumah Tangga

Karakteristik responden yang diteliti pada penelitian ini adalah usia, pendidikan, lama pendidikan, pekerjaan, pendapatan per kapita, jumlah anggota keluarga. Karakteristik-karakteristik tersebut diolah menggunakan statistik deskriptif dan inferensia. Hal ini diharapkan dapat menggambarkan mengenai perilaku pembelian buah lokal.

Usia. Jumlah responden dalam penelitian ini sebanyak 120 istri atau ibu rumah tangga yang terdiri atas masing-masing 60 ibu yang berasal dari kota dan desa. Dari 60 keluarga di kota dan desa, terdapat responden yang bercerai atau suami yang telah meningggal sebanyak 12 orang di kota dan 6 orang di desa. Usia suami pada penelitian ini berkisar antara 23 sampai 86 tahun. Rataan umur suami di kota adalah 52.42 tahun, sedangkan di desa 43.56 tahun. Usia apabila dikategorikan menurut Papalia et al (2008), maka lebih dari setengah (54.2%) usia suami di kota tergolong dewasa madya, sedangkan di desa separuh (50.0%) usia suami tergolong dewasa awal (Tabel 2). Hasil uji beda independent t-test menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata antara rataan usia suami di kota dan di desa (p=0.000) pada selang kepercayaan 95 persen.

Usia responden berkisar antara 20 sampai 79 tahun. Responden di kota rata-rata berusia 49.57 tahun, sedangkan di desa berusia 39.35 tahun. Lebih dari setengah (53.3%) usia responden di kota tergolong dewasa madya, sedangkan di desa lebih dari setengah (61.7%) usia responden tergolong dewasa awal (Tabel 2). Uji beda menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata antara rataan usia responden di kota dan desa (p=0.000).

Tabel 2 Sebaran responden dan suami berdasarkan kategori usia menurut wilayah kota dan desa

Usia (tahun)

Suami (n=102) Istri (n=120)

Kota Desa Total Kota Desa Total

n % n % n % n % n % n % Dewasa awal 9 18.8 27 50.0 36 35.3 14 23.3 37 61.7 51 42.5 (18-40 tahun) Dewasa madya 26 54.2 24 44.4 50 49.0 32 53.3 20 33.3 52 43.3 (41-60 tahun) Dewasa Akhir 13 27.1 3 5.6 16 15.7 14 23.4 3 5.0 17 14.2 (>60 tahun) Total 48 100.0 54 100.0 102 85.0 60 100.0 60 100.0 120 100.0 Min-Maks 30-86 23-70 23-86 24-79 20-75 20-79 Rata-rata±SD 52.42±12.98 43.56±11.57 47.73±12.98 49.57±13.08 39.35±12.02 44.46±13.52 Pendidikan. Tingkat pendidikan adalah tingkat sekolah formal yang pernah dicapai oleh suami dan istri. Tabel 3 menunjukkan bahwa lebih dari separuh (52.1%) suami di kota memiliki tingkat pendidikan terakhir SMA, sedangkan suami di desa hampir separuh (48.1%) tingkat pendidikan terakhirnya SD. Hanya

(22)

12

1.9% suami yang sekolah hingga perguruan tinggi di wilayah desa, sedangkan di kota hingga mencapai 27.1%. Lama pendidikan suami di kota rata-rata 13.08 tahun, sedangkan di desa hanya 7.17 tahun. Hal tersebut menunjukkan bahwa pendidikan suami di kota telah tamat SMA sedangkan di desa hanya tamat SD.

Tingkat pendidikan formal responden tidak berbeda jauh dengan tingkat pendidikan formal suami. Presentase terbanyak (41.7%) responden di kota berpendidikan formal SMA, sedangkan di desa lebih banyak responden (73.3%) yang memiliki pendidikan terakhir SD. Rataan lama pendidikan responden di kota lebih lama (11.47 tahun) dibandingkan di desa (8.63 tahun). Hal tersebut menunjukkan bahwa lama pendidikan suami dan istri di kota relatif lebih baik dibandingkan dengan di desa. Hasil uji beda independent t-test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara rataan lama pendidikan suami (p=0.000) maupun istri (p=0.000) di kota dan desa.

Tabel 3 Sebaran responden dan suami berdasarkan tingkat pendidikan menurut wilayah kota dan desa

Tingkat pendidikan

Suami (n=102) Istri (n=120)

Kota Desa Total Kota Desa Total

n % n % n % n % n % n % SD 3 6.3 26 48.1 29 28.4 10 16.7 44 73.3 54 45.0 SMP 2 4.2 12 22.2 14 13.7 10 16.7 11 18.3 21 17.5 SMA 25 52.1 13 24.1 38 37.3 25 41.7 3 5.0 28 23.3 D1/D3 2 4.2 2 3.7 4 3.9 6 10.0 1 1.7 7 5.8 S1 13 27.1 1 1.9 14 13.7 7 11.7 1 1.7 8 6.7 S2/S3 3 6.3 0 0.0 3 2.9 2 3.2 0 0.0 2 1.7 Total 48 100.0 54 100.0 102 100.0 60 100.0 60 100.0 120 100.0 Rata-rata±SD (tahun) 13.08 ± 2.93 7.17 ± 2.28 10.7 ± 3.68 11.47± 3.37 8.63±2.96 9.32 ± 3.5 Pekerjaan. Tabel 4 menunjukkan jenis pekerjaan suami yang paling banyak di kota adalah sebagai pegawai swasta yaitu sebesar 39.6 persen, sedangkan di desa pekerjaan suami yang paling banyak adalah buruh yaitu sebesar 61.1 persen. Sebagian besar responden baik di kota maupun di desa adalah ibu rumah tangga yang tidak bekerja. Presentase responden yang tidak bekerja di kota lebih besar (65%) dibandingkan dengan di desa (58.3%).

Tabel 4 Sebaran responden dan suami berdasarkan jenis pekerjaan menurut wilayah kota dan desa

Pekerjaan

Suami (n=102) Istri (n=120)

Kota Desa Total Kota Desa Total

n % n % n % n % n % n % PNS 13 27.1 1 1.9 14 13.7 6 10.0 1 1.7 7 5.8 TNI/POLRI 2 4.2 0 0.0 2 2.0 0 0.0 0 0.0 0 0.0 Swasta 19 39.6 10 18.5 29 28.4 3 5.0 4 6.7 7 5.8 Wirausaha 12 25.0 7 13.0 19 18.6 12 20.0 13 21.7 25 20.8 Petani 0 0.0 1 1.9 2 2.0 0 0.0 1 1.7 1 0.8 Buruh 1 2.1 33 61.1 3 32.4 0 0.0 6 10.0 6 5.0 Tidak bekerja/IRT 1 2.1 2 3.7 3 2.9 39 65.0 35 58.3 74 61.7 Total 48 100.0 54 100.0 102 100.0 60 100.0 60 100.0 120 100.0

Pendapatan per kapita. Berdasarkan BPS Jawa Barat tahun 2013 menyebutkan bahwa apabila pendapatan per kapita per bulan di kota Bogor dari

(23)

13 suatu keluarga kurang dari Rp281 189.00 keluarga tersebut tergolong keluarga miskin, sedangkan di desa apabila pendapatan per kapita suatu keluarga kurang dari Rp268 251.00 keluarga tersebut tergolong keluarga miskin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 15 keluarga responden di desa yang tergolong keluarga miskin, sedangkan di kota tidak ada satupun keluarga yang termasuk keluarga miskin (Tabel 5). Dengan demikian secara garis besar dapat dikatakan bahwa keadaan ekonomi keluarga di kota lebih baik dibandingkan dengan keluarga di desa. Hasil uji beda menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata antara pendapatan per kapita per bulan pada keluarga responden di kota dan desa (p=0.000).

Tabel 5 Sebaran responden berdasarkan kategori pendapatan per kapita menurut wilayah kota dan desa

Pendapatan/Kapita /Bulan Kota Desa

n % n % Miskin 0 0.0 15 25.0 Tidak miskin 60 100.0 45 75.0 Total 60 100 60 100 Min-Maks 466 667-7000 000 83 333-3 750 000 Rataan±SD 2 072 223.01±1671382.725 657 674.54±750833.251

Jumlah anggota rumah tangga. Tabel 6 menunjukkan bahwa rumah tangga responden di kota dan di desa lebih banyak yang memiliki jumlah anggota rumah tangga ≤ 4 orang, masing-masing sebesar 66.7 persen dan 45.0 persen. Rataan jumlah anggota rumah tangga di kota lebih sedikit (3.80) daripada di desa (4.63). Hasil uji beda menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata antara rataan jumlah anggota keluarga di kota dan desa (p=0.007).

Tabel 6 Sebaran responden berdasarkan besar keluarga menurut wilayah kota dan desa

Jumlah Anggota Keluarga Kota Desa Total

n % n % n %

Keluarga kecil (< 4 orang) 40 66.7 27 45.0 67 55.8

Keluarga sedang (5-6 orang) 14 23.3 25 41.7 39 32.5

Keluarga besar (> 7 orang) 6 10.0 8 13.3 14 11.7

Total 60 100.0 60 100.0 120 100.0

Min-Maks 1-8 1-9 1-9

Rataan±SD 3.80 ± 1.72 4.63 ± 1.58 4.22 ± 1.70

Citra Buah Lokal

Citra adalah gambaran yang terbentuk dibenak seseorang atau masyarakat mengenai produk, merek atau organisasi (Nuradi 1996). Hasil penelitian menunjukkan lebih dari setengah responden di kota menganggap buah lokal lebih baik dari pada buah impor pada atribut rasa (70%), kesegaran (70%), harga (56.7%), kualitas (58.3%), sedangkan pada atribut bentuk, penampilan, jenis, dan ketersediaan responden lebih dominan menganggap buah impor lebih baik. Tabel 8 menunjukkan responden di desa lebih banyak yang menganggap buah lokal lebih baik dari buah impor pada atribut rasa (68.3%), kesegaran (73.3%), harga (80%), jenis (40%), kualitas (70%), ketersediaan (46.7%), sedangkan pada atribut bentuk dan penampilan responden menganggap buah impor lebih baik (Tabel 7).

(24)

14

Tabel 7 Sebaran responden berdasarkan perbandingan antara citra buah lokal dengan buah impor menurut wilayah kota dan desa

Karakteristik buah

Kota Desa

Lebih baik Sama Kurang baik Lebih baik Sama Kurang baik

n % n % n % n % n % n % Rasa 42 70.0 4 6.7 14 23.3 41 68.3 7 11.7 12 20 Bentuk 4 6.7 4 6.7 52 86.7 18 30.0 4 6.7 38 63.3 Penampilan 4 6.7 3 5.0 53 88.3 19 31.7 3 5.0 38 63.3 Kesegaran 42 70.0 8 13.3 10 16.7 44 73.3 10 16.7 6 10.0 Harga 34 56.7 10 16.7 16 26.7 48 80.0 8 13.3 4 6.7 Jenis 18 30.0 19 31.7 23 38.3 24 40.0 21 35.0 15 25.0 Kualitas 35 58.3 11 18.3 14 23.3 42 70.0 6 10.0 12 20.0 Ketersediaan 16 26.7 20 33.3 24 40.0 28 46.7 19 31.7 13 21.7

Secara keseluruhan, lebih banyak (79.2%) responden yang memiliki citra negatif terhadap buah lokal (Tabel 8). Uji beda independent sample t-test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara citra terhadap buah lokal di kota dan desa (p=0.001).

Tabel 8 Sebaran responden berdasarkan citra terhadap buah lokal menurut wilayah kota dan desa

Total Citra Kota Desa Total

n % n % n % Negatif (<60) 54 90.0 41 68.3 95 79.2 Netral (60–80) 5 8.3 14 23.3 19 15.8 Positif (>80) 1 1.7 5 8.4 6 5.0 Total 60 100.0 60 100.0 120 100.0 Min-max 6.25-81.25 6.25-81.25 6.25-81.25 Rataan±SD 37.18±17.65 49.06±20.12 43.12±19.77 Preferensi

Preferensi dibagi dalam tiga kategori yaitu tidak suka, suka, dan sangat suka. Tidak suka artinya responden tidak menyukai buah-buahan lokal, suka artinya responden suka terhadap buah-buahan lokal, dan sangat suka artinya responden sangat menyukai buah-buahan lokal. Seperti yang ditampilkan pada Tabel 9 bahwa lebih dari setengah responden di kota (76.7%) dan di desa (71.7%) memiliki preferensi pada kategori suka. Tidak terdapat perbedaan rataan skor preferensi terhadap buah lokal antara responden di kota dengan desa (p=0.683). Tabel 9 Sebaran responden berdasarkan kategori preferensi terhadap buah lokal

menurut wilayah kota dan desa

Preferensi Kota Desa Total

n % n % n % Tidak suka (< 60) 2 3.3 4 6.7 6 5.0 Suka (60-80) 46 76.7 43 71.7 89 74.2 Sangat suka (> 80) 12 20.0 13 21.7 25 20.8 Total 60 100.0 60 100.0 120 100.0 Rataan±SD 3.85 ± 0.61 3.89 ± 0.72 3.874 ± 0.66

(25)

15 Sikap

Sikap dibagi dalam tiga kategori yaitu negatif, netral, dan positif. Negatif artinya evaluasi responden terhadap buah lokal kurang memuaskan, netral artinya responden tidak memiliki sikap yang dominan terhadap satu produk, baik pada produk lokal maupun impor, sedangkan positif artinya evaluasi responden terhadap buah lokal memuaskan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari separuh (58.3%) responden di kota memiliki sikap netral terhadap buah lokal, sedangkan lebih dari separuh (70%) responden di desa yang memiliki sikap negatif terhadap buah lokal. Secara keseluruhan, lebih dari separuh responden (55.0%) mempunyai sikap yang negatif terhadap buah lokal (Tabel 10). Hasil uji beda menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara rataan skor sikap responden terhadap buah lokal di kota dan desa (p=0.001).

Tabel 10 Sebaran responden berdasarkan kategori sikap terhadap buah lokal menurut wilayah kota dan desa

Sikap Kota Desa Total

n % n % n % Negatif (< 60) 24 40.0 42 70.0 66 55.0 Netral (60-80) 35 58.3 17 28.3 52 43.3 Positif (> 80) 1 1.7 1 1.7 2 1.7 Total 60 100.0 60 100.0 120 100.0 Rataan±SD 2.88 ± 0.43 2.54 ± 0.62 2.72 ± 0.56

Perilaku Pembelian Buah

Pada penelitian ini variabel perilaku pembelian buah lokal yang dianalisis adalah jumlah pembelian buah lokal (kg) per rumah tangga per bulan, alasan pembelian buah lokal, jumlah pengeluaran (Rp) untuk buah lokal per rumah tangga per bulan, dan tempat pembelian buah. Alasan pembelian buah diwakili oleh buah jeruk lokal, karena pada saat penelitian berlangsung ketersediaan jeruk lokal dan impor melimpah dan dapat diperoleh di berbagai tempat penjualan buah, banyaknya responden di kota dan desa yang membeli buah jeruk lokal masing-masing sebanyak 40 dan 45 orang. Menurut Kementan (2013) jeruk merupakan buah yang paling banyak dikonsumsi dan diimpor ke Indonesia.

Jumlah pembelian buah lokal. Tabel 11 menunjukkan bahwa responden di kota rata-rata membeli buah lokal sebanyak 12.15kg dan buah impor sebanyak 3.13kg, sementara responden di desa membeli buah lokal rata-rata sebanyak 5.40kg dan buah impor sebanyak 1.08kg. Terdapat perbedaan yang nyata antara rataan jumlah pembelian baik buah lokal maupun buah impor pada responden di kota dengan desa (p=0.000), dimana rataan jumlah pembelian buah baik lokal maupun impor di kota lebih besar dibandingkan di desa.

(26)

16

Tabel 11 Rataan jumlah pembelian buah (kg) per keluarga per bulan menurut wilayah kota dan desa

Nama buah Kota Desa Total

Lokal Impor Lokal Impor Lokal Impor

Apel 0.44 1.35 0.37 0.44 0.40 0.90 Jeruk 2.51 0.32 1.76 0.22 2.13 0.27 Pisang 4.42 0.08 0.93 tm 2.67 0.04 Semangka 0.57 tm 0.28 tm 0.42 tm Melon 0.87 tm 0.48 tm 0.67 tm Mangga 0.58 tm 0.12 tm 0.35 tm Jambu biji 0.52 tm 0.13 tm 0.32 tm Pepaya 1.49 tm 0.78 tm 1.14 tm Nanas 0.42 tm 0.02 tm 0.22 tm Pir tm 0.61 tm 0.13 tm 0.37 Alpokat tm tm 0.04 tm 0.02 tm Anggur tm 0.43 tm 0.12 tm 0.27 Kelengkeng tm 0.34 tm 0.17 tm 0.25 Salak 0.25 tm 0.44 tm tm 0.35 Sawo 0.08 tm 0.05 tm tm 0.07 Total 12.15 3.13 5.40 1.08 8.34 2.52

Keterangan: tm= tidak membeli

Alasan pembelian buah lokal. Tabel 12 menunjukkan bahwa persentase terbesar alasan responden di kota membeli buah lokal karena suka rasanya (60.0%), sedangkan hampir seluruh (91.1%) responden di desa membeli buah lokal karena rasanya. Hasil tersebut menunjukkan bahwa rasa merupakan atribut utama yang dipertimbangkan dalam pembelian buah lokal. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara citra ketersediaan dengan alasan pembelian buah lokal karena ketersediaannya (r=0.250, p=0.210).

Tabel 12 Sebaran responden berdasarkan alasan pembelian buah lokal menurut wilayah kota dan desa

Karakteristik Buah

Kota Desa Total

Lokal Impor Lokal Impor Lokal Impor

n % n % n % n % n % n % Harga 3 7.5 1 20.0 0 0.0 0 0.0 3 3.5 1 9.1 Ketersediaan 3 7.5 0 0.0 1 2.2 0 0.0 4 4.7 0 0.0 Penampilan 0 0.0 4 80.0 0 0.0 0 0.0 0 0.0 10 90.9 Kesegaran 10 25.0 0 0.0 3 6.7 0 0.0 13 15.3 0 0.0 Rasa 24 60.0 0 0.0 41 91.1 6 100.0 65 76.5 0 0.0 Total 40 100.0 5 100.0 45 100.0 6 100.0 85 100.0 11 100.0

Pengeluaran untuk buah lokal per bulan per keluarga. Berdasarkan Tabel 13 menunjukkan rataan pengeluaran untuk buah lokal per bulan per keluarga di kota sebesar Rp118950.00, sedangkan di desa sebesar Rp50058.33. Terdapat perbedaan yang nyata antara rataan jumlah pengeluaran untuk pembelian buah lokal responden di kota dengan desa (p=0.000), dimana rataan pengeluaran untuk buah lokal lebih besar di kota dibandingkan dengan desa. Rataan pengeluaran untuk buah impor di kota sebesar Rp73 541.67, sedangkan di desa sebesar Rp24 600.00. Tidak terdapat perbedaan antara rataan jumlah pembelian untuk buah impor responden di kota dengan desa (p=0.057). Rataan total pengeluaran untuk buah di kota sebesar Rp192 491.67, sedangkan di desa sebesar Rp74 658.33. Hasil uji beda menunjukkan terdapat perbedaan nyata antara rataan

(27)

17 pengeluaran untuk buah di kota dengan desa (p=0.002), dimana rataan total pengeluaran untuk buah di kota lebih besar dibandingkan dengan di desa.

Tabel 13 Sebaran responden berdasarkan rataan pengeluaran untuk buah per bulan per keluarga

Variabel Rataan + SD

Kota Desa Total

Jumlah pengeluaran buah

lokal (Rp.) 118 950.00 ± 116367.57 50 058.33 ± 57781.44 84 504.17 ± 97803.96 Jumlah pengeluaran buah

impor (Rp.) 73 541.67 ± 185573.16 24 600.00 ± 69231.17 49 070 ± 141612.84 Total pengeluaran buah (Rp.) 192 491.67 ± 265036.57 74 658.33 ± 111645.11 133 575.00 ± 210967.61

Tempat pembelian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari setengah (63%) responden di kota membeli buah di pasar, lalu diikuti dengan pembelian di supermarket (61,7%), sedangkan di desa lebih banyak (60%) responden yang membeli buah di warung pinggir jalan (Tabel 14).

Tabel 14 Sebaran tempat pembelian buah responden menurut wilayah kota dan desa

Tempat pembelian buah Kota Desa Total

n % n % n %

Pasar 38 63.3 31 51.7 69 57.5

Retail 1 1.7 3 5.0 4 3.3

Supermarket 37 61.7 6 10.0 43 35.8

Toko khusus buah 13 21.7 1 1.7 14 11.7

Warung pinggir jalan 11 18.3 36 60.0 47 39.2

Pedagang keliling 25 41.7 17 28.3 42 35.0

Variabel yang Memengaruhi Pembelian Buah Lokal

Pada penelitian ini perilaku pembelian yang dianalisis adalah jumlah pembelian (kg) untuk buah lokal per keluarga per bulan. Jumlah pembelian buah lokal per keluarga per bulan dipengaruhi oleh variabel bebas yang dianalisis sebesar 19.4 persen, sedangkan 80.6 persen dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti (Tabel 15).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada beberapa faktor yang berpengaruh nyata positif terhadap jumlah pembelian buah lokal yaitu usia responden (β=0.161;p=0.064), jumlah anggota keluarga (β=0.165;p=0.085), lama pendidikan responden (β=0.355;p=0.007), dan preferensi (β=0.169;p=0.041), yang berarti semakin bertambah usia responden maka semakin tinggi jumlah pembelian terhadap buah lokal (Tabel 15). Semakin banyak jumlah anggota keluarga maka semakin tinggi jumlah pembelian terhadap buah lokal. Semakin lama pendidikan responden maka semakin tinggi jumlah pembelian terhadap buah lokal, serta semakin tinggi tingkat preferensi maka semakin tinggi pula jumlah pembelian terhadap buah lokal.

(28)

18

Tabel 15 Variabel-variabel yang berpengaruh terhadap perilaku pembelian buah Variabel Perilaku Pembelian (jumlah pembelian (kg) buah lokal per keluarga per

bulan)

Beta (Unstandardized Coeficient)

Βeta (Standardized) Sig

Usia responden 0.120 0.161 0.064*

Jumlah anggota rumah tangga 0.982 0.165 0.085*

Lama pendidikan responden 1.000 0.355 0.007***

Pekerjaan responden 0.877 0.028 0.763

Pendapatan per kapita rumah tangga 0.000 0.128 0.358 Citra -0.103 -0.20 0.344 Preferensi 0.856 0.169 0.041** Sikap -0.230 -0.064 0.517 F 4.577 Sig 0.000 R² 0.194

Ket : *nyata pada p-value<0.10; **nyata pada p-value<0.05; ***nyata pada <0.01

Pembahasan

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh citra, preferensi, dan sikap terhadap perilaku pembelian buah lokal. Responden dalam penelitian adalah ibu rumah tangga yang berada di perkotaan dan perdesaan. Ibu rumah tangga dipilih sebagai responden dengan pertimbangan bahwa kaum ibu adalah orang yang bertanggung jawab dalam menentukan konsumsi keluarga, termasuk buah-buahan. Seperti pada hasil penelitian Anjardiani (2004) yang mengungkapkan bahwa secara keseluruhan pembelian buah-buahan dalam keluarga lebih banyak ditentukan oleh ibu rumah tangga. Karakteristik responden dan keluarga yang dianalisis yaitu usia, pendidikan, pekerjaan, pendapatan per kapita, dan jumlah anggota keluarga.

Menurut Engel et al. (1994) keluarga memengaruhi keputusan konsumen dalam pembelian, maka dari itu penting untuk mengetahui karakteristik responden di desa dan kota. Usia responden berkisar antara 20–79 tahun, sedangkan usia suami responden berkisar antara 23–86 tahun. Usia responden dan suami di kota lebih banyak yang tergolong pada dewasa madya (41–60 tahun), sedangkan pada responden dan suami di desa lebih banyak tergolong pada usia dewasa awal (18– 40 tahun). Pengategorian usia berdasarkan Papalia et al. (2008). Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan antara rataan usia responden dan suami di kota dengan di desa, dimana rataan usia responden dan suami di kota lebih tinggi dibandingkan dengan di desa. Menurut Sumarwan (2004) perbedaan usia yang terdapat pada seseorang dapat mengakibatkan perbedaan dalam selera dan kesukaan terhadap merek dan produk.

Responden di wilayah perkotaan cenderung lebih tinggi dalam menempuh tingkat pendidikannya (SMA) dibandingkan dengan di desa (SD). Menurut Engel et al. (1994), tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang menentukan kondisi sosial ekonomi seseorang yang akan berimplikasi pada pemilihan pangan dan pembelian jenis makanan serta pembentukan kebiasaan makan seperti kebiasaan makan buah.

Tingkat pendidikan pada seseorang akan memengaruhi nilai-nilai yang dianut, cara berfikir, cara pandang dan juga persepsinya terhadap suatu objek atau

(29)

19 masalah. Konsumen yang memiliki latar belakang pendidikan yang lebih baik akan sangat responsif terhadap informasi dan memengaruhi dalam pemilihan produk atau merek serta menyebabkan selera yang berbeda juga (Sumarwan 2004). Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan antara rataan lama pendidikan responden di kota dengan desa, dimana rataan lama pendidikan responden dan suami di kota lebih lama dibandingkan dengan di desa.

Pekerjaan suami yang paling banyak di kota adalah sebagai pegawai swasta, lalu diikuti dengan PNS, sedangkan di desa pekerjaan suami yang paling dominan adalah buruh. Menurut Engel et al. (1994) pekerjaan seorang pria akan menentukan status sosial, intelektual, dan ekonominya. Pekerjaan seseorang juga akan menentukan jenis makanan yang ia makan. Jumlah ibu rumah tangga tidak bekerja di kota lebih banyak dibandingkan dengan di desa. Hal ini dikarenakan keluarga responden di kota sudah cukup terpenuhi pendapatannya dari kepala keluarga sehingga responden merasa tidak perlu bekerja untuk menambah pendapatan keluarga dalam rangka memenuhi kebutuhan keluarganya dari sisi ekonomi, sedangkan di desa ada beberapa istri harus dituntut bekerja untuk meningkatkan pendapatan agar dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.

Menurut Engel et al. (1994) ada dua kelompok wanita yang bekerja, yaitu wanita yang bekerja untuk karir dan wanita yang bekerja hanya sebagai pekerjaan (tempat mencari uang) demi mencukupi kebutuhan keluarganya. Beberapa responden di desa tersebut dalam hal ini termasuk dalam wanita yang bekerja hanya untuk mencari uang agar dapat memenuhi kebutuhan dirinya dan keluarga.

Berdasarkan BPS Jawa Barat tahun 2013 menyebutkan bahwa apabila pendapatan per kapita per bulan di kota Bogor dari suatu keluarga kurang dari Rp281 189.00 keluarga tersebut dikategorikan sebagai keluarga miskin, sedangkan di desa apabila pendapatan per kapita suatu keluarga kurang dari Rp268 251.00 maka keluarga tersebut dikategorikan keluarga miskin. Sumarwan (2004) menyatakan bahwa pendapatan adalah sumber daya material yang sangat penting bagi konsumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat seperempat atau lima belas keluarga responden di desa yang termasuk dalam kategori miskin, sedangkan di kota tidak ada satupun keluarga responden yang termasuk dalam kategori miskin. Dengan demikian secara garis besar dapat dikatakan bahwa keadaan ekonomi keluarga di kota lebih baik dibandingkan dengan keluarga di desa. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan antara rataan pendapatan per kapita pada keluarga di kota dengan desa, dimana rataan pendapatan per kapita pada keluarga di kota lebih besar dari desa.

Hal ini sesuai dengan penelitian Singh (2012) yang menyebutkan bahwa pendapatan di kota lebih besar dari pada desa. Menurut Kotler (1993) keadaan ekonomi seseorang akan berpengaruh besar dalam pemilihan produk yang dibeli. Pendapatan responden yang relatif baik akan berdampak baik pula pada daya beli terhadap produk. Hal tersebut dikarenakan jumlah pendapatan yang terdapat pada keluarga akan menggambarkan besarnya daya beli dari seorang konsumen. Hal ini sesuai dengan Sumarwan (2004) yang menyatakan bahwa daya beli akan menggambarkan banyaknya produk yang dapat dibeli dan dikonsumsi oleh seorang konsumen dan seluruh anggota keluarganya.

Berdasarkan BKKBN (1996) besar keluarga dibagi menjadi 3 kategori, yaitu keluarga kecil (≤ 4 orang), keluarga sedang (5–6 orang), dan keluarga besar (≥ 7 orang). Hasil penelitian menunjukkan bahwa keluarga responden di kota dan

(30)

20

di desa lebih banyak yang memiliki jumlah anggota keluarga ≤ 4 orang. Terdapat perbedaan antara rataan jumlah anggotakeluarga di kota dengan desa, dimana rataan jumlahanggota keluarga di kota lebih sedikit dibandingkan dengan di desa. Menurut Sumarwan (2004) jumlah anggota keluarga atau rumah tangga akan menentukan jumlah dan pola konsumsi suatu barang dan jasa.

Citra (image) adalah gambaran yang terbentuk dibenak seseorang atau masyarakat mengenai produk, merek atau organisasi (Nuradi 1996). Berdasarkan pernyataan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa citra buah lokal adalah gambaran yang terbentuk dibenak seseorang atau masyarakat mengenai buah lokal. Kotler (1993) mendefinisikan citra sebagai sekumpulan dari gambaran-gambaran, kesan dan keyakinan-keyakinan yang dimiliki seseorang terhadap suatu objek. Sutisna (2001) menyatakan bahwa citra merupakan persepsi terhadap suatu objek, yang dibentuk dengan memproses informasi dari berbagai sumber setiap waktu. Menurut Alma (2011) citra merupakan kesan, impresi, perasaan atau konsepsi yang ada pada publik mengenai perusahaan, objek, orang atau sesuatu. Citra ini tidak dapat dicetak seperti membuat barang di pabrik, akan tetapi citra ini adalah kesan yang diperoleh sesuai dengan pengetahuan dan pemahaman orang tentang sesuatu berdasarkan pengalaman. Pada penelitian ini citra buah lokal yang dianalisis adalah rasa, kesegaran, harga, bentuk, penampilan, jenis, ketersediaan dan kualitas buah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden di kota lebih dominan mencitrakan buah lokal lebih baik dari pada buah impor dari segi rasa, kesegaran, harga, kualitas, sedangkan pada atribut bentuk, penampilan, jenis, dan ketersediaan buah impor dianggap lebih baik. Responden di desa lebih banyak yang mencitrakan buah lokal lebih baik daripada buah impor pada atribut rasa, kesegaran, harga, kualitas, jenis, ketersediaan, sedangkan pada atribut bentuk dan penampilan responden menganggap buah impor lebih baik.

Responden di kota dan desa memiliki persamaan dalam menilai bahwa citra buah lokal lebih baik dibandingkan buah impor dari segi rasa, kesegaran, harga dan kualitas, hal ini dikarenakan pengalaman yang dimiliki oleh responden setelah membeli dan mengonsumsi buah lokal sesuai dengan harapan mereka pada segi rasa, kesegaran, harga, dan kualitas buah. Alasan ini diperkuat oleh Nixon (2009) yang menyatakan bahwa buah lokal lebih segar, harga relatif terjangkau, memiliki rasa dan kualitas yang baik, karena lebih banyak yang bersifat musiman sehingga memiliki rentang waktu yang relatif singkat sejak panen hingga dipasarkannya.

Responden di kota menganggap citra buah impor lebih baik dari segi jenis dan ketersediaan, sedangkan di desa tidak. Keadaan ini disebabkan mayoritas responden di kota membeli buah di pasar dan supermarket yang lebih banyak menjual jenis buah-buahan impor, sedangkan responden di desa dominan membeli buah pada pedagang keliling yang lebih banyak menjual buah lokal. Alasan ini sesuai dengan Nixon (2009) yang menyatakan bahwa buah lokal lebih banyak ditemui pada pedagang buah keliling, pedagang buah di pinggir jalan dan pasar tradisional, hanya sedikit buah lokal yang bisa masuk pasar modern dan supermarket karena mutu buah lokal belum memenuhi standar pasar modern dan supermarket, volume hasil buahnya pun masih sedikit serta tidak kontinu sehingga belum bisa memenuhi standar kebutuhan pasar modern.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa responden baik di kota maupun desa mencitrakan buah impor lebih baik dari segi bentuk dan penampilannya. Hal

(31)

21 ini dikarenakan mutu buah impor dari segi bentuk dan penampilan lebih baik daripada buah lokal. Alasan ini sesuai dengan pernyataan Nixon (2009) bahwa bentuk dan penampilan buah lokal masih kalah dibandingkan dengan buah impor. Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh Anggasari (2012) yang menyatakan bahwa buah impor memiliki penampilan dan bentuk yang lebih menarik dibandingkan buah lokal. Secara keseluruhan, responden memiliki citra yang negatif terhadap buah lokal, yang artinya persepsi atau kesan responden terhadap buah lokal kurang baik.

Hal ini sesuai dengan penelitian Anggasari (2012) yang menyatakan bahwa konsumen memiliki persepsi yang kurang baik terhadap buah lokal. Terdapat perbedaan antara rataan citra terhadap buah lokal pada responden kota dengan desa, dimana rataan citra pada responden di kota lebih kecil dibandingkan dengan di desa. Menurut Panuju (2000) keberhasilan suatu produk ditentukan oleh citra yang positif oleh konsumen, oleh karena itu baik pemerintah, petani maupun pemasar harus bekerja sama untuk meningkatkan mutu dan citra buah lokal agar tidak kalah bersaing dengan buah impor di pasaran nasional. Berstein dan Gronroos dalam Sutisna (2001) menyatakan citra adalah realitas oleh karena itu program perbaikan dan pengembangan suatu produk harus didasarkan pada realitas, begitu pula pada buah-buahan lokal.

Preferensi adalah pilihan suka atau tidak suka yang dilakukan oleh seseorang terhadap produk (barang atau jasa) yang dikonsumsi (Kotler 1993). Assael (1997) mengartikan preferensi konsumen sebagai kesukaan, pilihan atau sesuatu yang lebih disukai oleh konsumen sehingga preferensi dapat terbentuk dari pemahaman dan ingatan konsumen terhadap suatu produk. Menurut Kotler (1993) atribut fisik dan tujuan dari suatu produk dapat memengaruhi prferensi konsumen. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden baik di kota maupun desa memiliki tingkat preferensi pada kategori suka terhadap buah lokal, yang artinya responden menyukai buah lokal. Menurut Sanjur (1982) preferensi terhadap makanan membentuk kebiasaan makan seseorang. Seseorang tidak akan memiliki preferensi terhadap makanan sebelum seseorang tersebut memakan atau merasakannya. Preferensi terhadap makanan dipengaruhi oleh karakteristik individu, lingkungan dan karakteristik produk pangan (Suhardjo 1989). Tidak terdapat perbedaan pferensi terhadap buah lokal antara responden di kota dengan desa.

Sikap adalah konsep keseluruhan evaluasi seseorang (Peter dan Olson 1999). Menurut Sumarwan (2004) sikap menggambarkan kepercayaan konsumen terhadap berbagai atribut dan manfaat dari objek tersebut. Setiadi (2010) mendefinisikan sikap sebagai suatu evaluasi menyeluruh yang memungkinkan orang berespon dengan cara menguntungkan atau tidak menguntungkan terhadap suatu objek. Penelitian ini menunjukkan bahwa lebih banyak responden di kota memiliki sikap pada kategori netral terhadap buah lokal. Menurut Sumarwan (2004) sikap netral diartikan bahwa seseorang tidak memiliki sikap yang dominan terhadap suatu produk.

Hasil penelitian di desa menunjukkan sikap responden yang lebih dominan negatif terhadap buah lokal. Namun apabila dilihat secara keseluruhan lebih dari separuh responden mempunyai sikap yang negatif terhadap buah lokal, yang artinya evaluasi responden terhadap buah lokal kurang memuaskan. Menurut Engel et al. (1994) sikap merupakan hasil dari pengalaman konsumen.

(32)

22

Pengalaman buruk terhadap produk akan membentuk sikap yang negatif terhadap produk tersebut.

Menurut Widodo (2005) penilaian terhadap buahlah yang menentukan sikap konsumen terhadap buah tersebut. Penilaian tersebut terkait dengan atribut-atribut yang dimiliki oleh buah tersebut. Menurut Kotler (1993) atribut produk merupakan karakteristik suatu produk yang berfunsi sebagai atribut evaluatif selama pengambilan keputusan dimana atribut tersebut tergantung pada jenis produk dan tujuannya. Terdapat perbedaan pada sikap terhadap buah lokal antara responden dikota dengan desa.

Perilaku adalah semua tindakan seseorang untuk memperoleh, menggunakan dan membuang barang atau jasa (Umar 2003). Menurut (Sumarwan 2004) pembelian meliputi keputusan konsumen mengenai apa yang dibeli, apakah memebeli atau tidak, kapan membeli dan dimana membeli. Perilaku pembelian merupakan fungsi dari niat pembelian dan pengaruh lingkungan atau perbedaan individu (Engel et al. 1994). Perilaku pembelian yang dianalisis pada penelitian ini adalah jumlah pembelian buah lokal (kg) per bulan per keluarga, alasan pembelian buah lokal, jumlah pengeluaran (Rp) untuk buah lokal per bulan per keluarga, dan tempat pembelian buah.

Alasan pembelian buah lokal yang diteliti adalah pembelian buah jeruk lokal, dikarenakan pada saat penelitian berlangsung ketersediaan jeruk lokal dan impor melimpah dan dapat diperoleh di berbagai tempat penjualan buah serta banyaknya responden di kota dan desa yang membeli buah jeruk masing-masing sebanyak 40 dan 45 orang. Selain itu menurut data Kementan (2013) jeruk merupakan jenis buah yang paling banyak dikonsumsi dan diimpor ke Indonesia.

Penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata jumlah pembelian buah lokal per keluarga per bulan di kota (12.15kg) lebih besar dibandingkan dengan di desa (5.40kg). Terdapat perbedaan antara rataan jumlah pembelian buah lokal pada responden di kota dengan desa, dimana jumlah pembelian buah lokal per keluarga per bulan di kota lebih besar dibandingkan dengan di desa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil rata-rata jumlah pembelian buah per keluarga per bulan di kedua wilayah menunjukkan bahwa rataan jumlah pembelian buah lokal lebih banyak dibandingkan dengan buah impor.

Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh Parhati (2011) yang menyatakan bahwa masyarakat di perkotaan dan perdesaan bogor lebih banyak membeli buah lokal dibandingkan dengan buah impor. Hal ini dikarenakan responden menilai buah lokal lebih segar, harga lebih terjangkau dan rasa yang lebih baik dibandingkan dengan buah impor. Hasil ini sesuai dengan Nixon (2009) yang menyatakan bahwa buah lokal lebih segar, harga relatif terjangkau, dan mempunyai kualitas yang baik karena bersifat musiman sehingga memiliki rentang waktu yang relatif singkat sejak panen hingga dipasarkannya.

Sebagian besar responden baik di kota maupun di desa membeli buah lokal dengan alasan karena rasanya. Hasil tersebut menunjukkan bahwa rasa merupakan atribut utama yang dipertimbangkan dalam memilih buah lokal. Hal ini sesuai dengan Riska (2012) yang menyatakan bahwa kepercayaan konsumen terhadap buah lokal yang tertinggi pada atribut rasa buahnya. Konsumen tidak memilih buah lokal karena ketersediaanya yang sedikit di pasaran. Rataan pengeluaran buah lokal per bulan per keluarga di kota sebesar Rp Rp118 950.00, sedangkan di desa sebesar Rp50 058.33. Hasil uji beda menunjukkan terdapat perbedaan antara

Gambar

Gambar 2 Bagan teknik penarikan contoh Kota Bogor Kelurahan Baranangsiang RT 01 60 120 Kabupaten Bogor Desa Cihideung Ilir
Tabel 1 Jenis variabel yang dikumpulkan
Tabel 2  Sebaran responden dan suami berdasarkan kategori usia menurut wilayah  kota dan desa
Tabel 12  Sebaran responden berdasarkan alasan pembelian buah lokal  menurut  wilayah kota dan desa
+2

Referensi

Dokumen terkait

Bila kemungkinan terbukti bahwa saya ternyata melakukan tindakan menyalin atu meniru tulisan orang lain seolah-olah hasil pemikiran saya sendiri, berarti gelar dan ijazah

marketing mix meliputi produk, harga, lokasi dan promosi terhadap keputusan pembelian, namun untuk penelitian yang membahas mengenai pengaruh marketing mix , budaya,

Pengakajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan utnuk mengumpulkan data atau informasi tentang klien, agar dapat mengidentifikasi,

Empat objektif telah ditetapkan bagi tujuan kajian ini iaitu (i) mengenal pasti personaliti kakitangan Pusat Kesihatan Universiti Teknologi Malaysia mengikut Teori Holland

Model pertumbuhan ekonomi Mankiw Romer Weil dengan pengaruh peran pemerintah terhadap pendapatan menjelaskan pengaruh dari modal fisik, modal manusia, kemajuan

( Alfathz ). In the last part of the research, the researcher studied the Quranic method pertaining to the repetition in the Holy Qura’n : the concept, types , purposes , and the

Hal ini karena pemberian otonomi daerah dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah bertujuan untuk menciptakan pemerintahan yang semakin efisien dan

Prosedur penelitian yang diterapkan dalam hal ini meliputi tiga tahapan, yaitu antara lain: Perencanaan, meliputi analisis materi, pengumpulan pertanyaan produktif