• Tidak ada hasil yang ditemukan

Patomekanisme Molekuler Faktor Virulensi Pili Vibrio alginolyticus Pada Ikan Kerapu Tikus Cromileptes altivelis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Patomekanisme Molekuler Faktor Virulensi Pili Vibrio alginolyticus Pada Ikan Kerapu Tikus Cromileptes altivelis"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Pendahuluan

Prevalensi penyakit infeksi ikan kerapu mulai terjadi pada saat larva yaitu berumur 1–4 hari dimana ikan masih memiliki kuning telur hingga ikan berukuran jari atau fingerling. Infeksi pada ikan

ini berlanjut menjadi luka nekrosis akut yaitu luka yang disebabkan oleh adanya jaringan yang mati dan berwarna kehitam-hitaman, luka tersebut menyebar dan mengakibatkan kematian pada ikan (Hedge et al., 2002).

Patomekanisme Molekuler Faktor Virulensi Pili Vibrio alginolyticus Pada Ikan

Kerapu Tikus Cromileptes altivelis

Uun Yanuhar

*

* Laboratorium Ilmu-ilmu Perairan dan Bioteknologi Kelautan Fak. Perikanan Universitas Brawijaya, email: [email protected]

Di terima 10 Januari 2006; Diterima Publikasi 25 Maret 2006

Abstract

Uun Yanuhar. 2006.The Molecular pathomechanism of virulence factor of Pili Vibrio alginolyticus on humpback grouper Cromileptes altivelis. Aquacultura Indonesiana, 7 (1) : 11–17. Vibriosis in fish industry of humpback grouper still represent important problem with mortality level of fish at stadia larva till fingerling reach 80

90%. One of bacteria that cause vibriosis is Vibrio alginolyticus. The objective of this research was to study a role of virulence factor of V. alginolyticus in infection mechanism on humpback grouper Cromileptes altivelis. The method was an experimental laboratory by isolation of pili V. alginolyticus cultured in TCG medium, hereinafter characterize pili protein as colonization factor of virulence bacterium and test it to epithellial cell culture of intestinal of grouper in vitro. The result obtained that pili characterized from V. alginolyticus indicate protein character of pili virulens of 38,98 kDa representing glikoprotein structure, composed by 17 kinds of amino acid. The finding of virulence factor of bacterium of pili 38,98 kDa gave answer to molecular mechanism of vibriosis on Humpback grouper which was through mechanism of signal transduction at cell level through internalization V.

alginolyticus into cell till spread to entire fish organ and tissue, penetrating into cell, inflammation process and

infection acutely till necrosis, discolorise of colour and fish death. Conclusion is virulence factor of pili 38,98 kDa represent adhesin protein bonding receptor protein C. altivelis and represent type IV pili.

Keywords: Cromileptes altivelis; Virulence factor; Pili; Vibrio alginolyticus; Vibriosis

Abstrak

Vibriosis pada budidaya ikan kerapu hingga saat ini masih merupakan masalah penting dengan tingkat kematian ikan pada stadia larva hingga ukuran fingerling mencapai 80-90%. Mortalitas yang tinggi tersebut diantaranya disebabkan oleh bakteri Vibrio alginolyticus. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji secara molekuler peran faktor virulensi bakteri dalam mekanisme infeksi V. alginolyticus yang diantaranya adalah protein pili bakteri pada ikan kerapu tikus Cromileptes altivelis. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen laboratorium dengan mengisolasi pili V. alginolyticus dari kultur V. alginolyticus pada media TCG, selanjutnya mengkarakterisasi protein pili dan mengujinya terhadap kultur sel epitel ikan in vitro dari intestinal ikan kerapu tikus. Hasil penelitian diperoleh pili yang dikarakterisasi dari V. alginolyticus menunjukkan karakter protein pili virulensi berbobot molekul 38,98 kDa yang merupakan glikoprotein yang tersusun oleh 17 macam asam amino essensial. Ditemukannya faktor virulensi bakteri pili 38,98 kDa memberikan jawaban terhadap mekanisme molekuler vibriosis pada ikan kerapu tikus. yang melalui mekanisme signal transduksi pada tingkat sel yaitu melalui internalisasi V.alginolyticus kedalam sel hingga terjadi penyebaran pada seluruh organ dan jaringan ikan, penetrasi kedalam sel, proses inflamasi dan infeksi yang menyebar secara akut hingga terjadi luka nekrotik, diskolorisasi warna dan kematian ikan. Kesimpulan : faktor virulensi pili 38,98 kDa merupakan protein adesin yang mengikat protein reseptor C. altivelis dan merupakan pili tipe IV.

(2)

Gejala yang tampak pada ikan yang terinfeksi bakteri Vibrio ditunjukkan oleh ciri-ciri seperti warna tubuh kegelapan, nafsu makan berkurang, nekrosis, perut menggelembung dan mata menonjol (exopthalmia), terjadi perubahan perilaku, gerakan lamban, keseimbangan terganggu, dan berputar-putar (whirling). Perubahan perilaku terjadi pada ikan yang diinjeksi Vibrio alginolyticus pada 3– 12 ja m setela h diinfeksi V. al ginolyti cus. Perubahan ini diikuti perubahan morfologi ikan seperti warna tubuh menjadi kegelapan dan erithema disekitar sirip ikan, perut dan mulut. Selanjutnya terjadi peradangan sampai abses pada bekas infeksi, timbul bercak merah pada pangkal sirip, perda rahan pa da insang dan mulut, penggelembungan pada perut ikan karena berisi cairan, luka nekrotik pada otot perut, pada saluran intestinal dan rectum terbelah berisi cairan hingga kematian (Murjani, 2003). Hal ini merupakan peristiwa haemorrhagic septicemia yang berlanjut menjadi nekrotik dan gast roenter itis serta penyebaran secara sistemik.

Salah satu gejala vibriosis dalam patogenesanya adalah adanya faktor virulensi, diantaranya adalah pili (fimbriae), curli, flagellar motor, autotransporter dan toksin extracellular product dan crystalin (Salyers and Whitt, 2002). Keberadaan faktor virulensi tersebut akan memicu kontak bakteri utuh dengan makrofag sel inang secara invivo. Pada bakteri Vibrio anguilarum saat menginfeksi ikan akan mengadakan perlekatan dan invasi pada berbagai sel lines ikan, yang ditunjukkan dengan kemampuan pengikatan yang kuat terhadap intestinal ikan. Perlekatan ini diperantara i oleh resept or prot ein berupa glikoprotein pada permukaan sel bakteri, kemudian internalisasi bakteri yang merupakan mekanisme dependent actin-microfilament specific.

Infeksi pada ikan kerapu tikus pada stadia larva dan benih yang yang diakibatkan oleh bakteri terjadi pada organ insang, kulit dan saluran gastrointestinal. Patogenesa infeksi bakteri vibrio adalah melalui sistem perlekatan yang dimulai dengan kontak pertama bakteri dengan reseptornya, baik yang diperankan oleh molekul adesi pili, outer membr an protein (Omp) ma upun molekul reseptornya melalui mekanisme signal transduksi, yang melibatkan ikatan antara protein adesi dengan reseptornya. Proses perlelatan bakteri pada sel inang selanjutnya akan membentuk kolonisasi bakteri. Pada tahap ini biasanya bakteri melalui

pili-nya akan membentuk kumpulan benang-benang pili yang merupakan formasi hasil kolonisasi bakteri. Bakteri ini juga akan memproduksi toksin yang produksinya diregulasi oleh peran dan fungsi pili sebagai faktor virulensinya (Faruque et al., 2003). Penelitian terhadap V. anguilarum yang menginfeksi ikan rainbow trout diketahui bahwa virulensi bakteri diperankan oleh Outer membran protein (Omp) dengan berat molekul 38 kDa. Omp dari V. anguilarum ini juga bereaksi silang dengan outer membran porin (OmpU) dari V. cholera. Faktor virulensi bakteri oleh Omp dari V. anguilarum ini juga berperan dalam menginfeksi ikan salmon dan manusia melalui ikan yang telah dikonsumsi (Wang et al., 2002). Pada V. parahaemolyticus yang juga merupakan bakteri patogen ikan laut dan patogen pada manusia, meka nisme pa togenesa nya diperankan oleh capsular polysaccharida. Hasil penelitian lain pada V. cholera menjelaskan bahwa patogenesa infeksi pada usus tikus putih diperankan oleh protein adesi pili dengan berat molekul 38 kDa (Sumarno, 2000 dan Sperandio et al., 1996).

Penelitian terhadap molekul reseptor pada Salmonella typhi pada Human Umbilical Vein Endothelial Culture (HUVECs) telah dilakukan dan diketahui berberat molekul 66 kDa (Yanuhar, 2002) yang merupakan tempat ikatan dengan protein adhesi pili dari S. typhi pada berat molekul 38 kDa (Sumarno, 2000) yang diketahui bahwa protein adesin pili 38 kDa merupakan suatu haemagglutinin. Mekanisme infeksi pada ikan kerapu tikus C. altivelis oleh V. alginolyticus yang diperankan oleh ikatan antara protein adesi pili sebagai ligandnya dan molekul reseptornya menjadi topik menarik untuk dikaji secara molekuler dalam menjelaskan proses patogenesa bakteri Vibrio alginolyticus pada ikan kerapu tikus C. altivelis berdasarkan faktor virulensi bakteri.

Materi dan Metode

Materi dalam penelitian ini meliputi kultur bakteri V. alginolyticus yang diperoleh dari BBPAP Jepara, penentuan faktor virulensi V. alginolyticus dengan memotong pili atau fimbriae bakteri dengan alat potong omnimixer modifikasi dengan kecepatan 20.000–30.000 rpm/30 det ik selama 6 kali pemotongan dan dilakukan uji haemagglutinin

(3)

sebagai identifikasi molekul adesi. Analisa protein dilakukan dengan elektroforesis SDS-Page dan elektroelusi untuk mendapatkan larutan protein murni. Pita protein yang diperoleh masing-masing diuji haemagglutinasi untuk menentukan titer protein tertinggi berdasarkan ikatannya terhadap eritrosit ikan kerapu.

Identifikasi terhadap molekul reseptor pada sel epitel ikan kerapu tikus C. altivelis dilakukan dengan mengidentifikasi protein membran dari sel epitel ikan kerapu yang dikultur secara invitro, isolasi dilakukan dengan menggunakan deterjen N-octyl-beta-D-Glucopyranoside yang selanjutnya didialisa untuk mendapatkan ekstrak protein dan dilakukan elektroforesis SDS-Page. Analisa protein dilakukan dengan analisa asam amino protein adhesin seba gai fakt or virulensi bakteri menggunkan alat Ninhidrin Amino Acid Analyzer. Efek virulensi terhadap sel epitel ikan kerapu dila kukan dengan menguji a desi bakteri V.alginolyticus pada sel epitel ikan kultur in vitro setelah monolayer pada hari ke-3 dan dilakukan pemeriksaan dengan mikroskop perbesaran 1000x, selanjutnya dihitung indeks adesi bakteri, yaitu jumlah bakteri yang melekat tiap seratus sel.

Hasil dan Pembahasan

Hasil

Hasil kajian secara molekuler faktor virulensi bakteri V. alginolyticus pada sel epitel ikan kerapu tikus C. altivelis menunjukkan bakteri Vibrio alginolyticus merupakan bakteri gram negatif yang menyebabkan infeksi dengan kejadian sepeticaemia, nekrosis pada sel epitel dan gastroenteritis. Identifikasi terhadap fimbriae Vibrio alginolyticus setelah dilakukan pemotongan dengan menggunakan omnimixer menunjukkan bahwa fimbr iae V. al ginolyti cus mer upakan suatu haemagglutinin

Uji haemaglutina si V. alginolyt icus ditentukan dari isolat yang mempunyai titer aglutinasi positif tertinggi terhadap eritrosit ikan kerapu tikus C. altivelis. Isolat bakteri tersebut setelah ditumbuhkan pada media pengkaya pili yaitu TCG, dipanen dan dilakukan pemotongan pili dengan menggunakan omnimixer modifikasi (Sumarno, 2000). Hasil pemotongan pili dilakukan sebanyak lima kali cukuran dengan lama waktu cukur masing-masing 1 menit dalam kondisi dingin suhu 4°C,

sehingga didapatkan Pili cukuran ke-1, 2, 3, 4, 5, dan 6 dan kontrol digunakan whole cell bakteri. Uji aglutinasi crude pili secara bertingkat terhadap eritosit ikan kerapu tikus C. altivelis tampak pada Gambar 1 dan Tabel 1.

Hasil uji haemagglutinasi terhadap protein haemagglutinin menunjukkan bahwa fimbriae/pili pada potongan perta ma mempunyai t iter haemagglutinasi tertinggi sampai pengenceran 1/ 256. Berdasarkan hasil karakterisasi protein adhesin fimbriae V. alginolyticus terhadap pemotongan fimbriae secara bertingkat dengan menggunakan elektroforesis SDS-Page dengan acrylamide 12,5% diperoleh berat molekul protein seperti pada Gambar 2.

Berdasarkan hasil elektroforesis crude fimbriae dari cukuran bertingkat ke-1, 2, 3, dan 4 memberikan pola pita protein yang tampak semakin menipis densitasnya dengan berat molekul 54,43 kDa.,38,98 kDa., 29,37 kDa dan 22,67 kDa.

Peran fimbriae sebagai faktor virulensi bakteri dalam menyebabkan infeksi vibriosis pada sel ikan kerapu tikus C. altivelis ditunjukkan dengan perlakuan penyalutan sel epitel ikan kerapu dengan protein fimbriae bakteri V. alginolyticus dan adesi dengan bakteri V. alginolyticus. Proses infeksi yang ditunjukkan oleh infeksi bakteri pada sel epitel ikan kerapu tikus seperti pada Gambar 3.

Adesi V. alginolyticus diuji pada sel epitel C. altivelis diuji berdasarkan lama inkubasi dan dosis protein adesi yang disalut pada sel epitel secara seri. Indeks adesi dipengaruhi juga oleh dosis protein yang disalutkan pada sel epitel. Semakin besar tingkat pengencera n prot ein adesi Vibrio alginolyticus terhadap sel epitel C. altivelis menggambarkan pola adesi yang meningkat dan menggambarkan tingkat infeksi pada level sel (Gambar 4). Semakin banyaknya jumlah bakteri V.al ginolyti cus pada sel epitel dapat menga kibatkan terjadinya nekrosis kar ena kerusakan sel oleh bakteri yang berakhir dengan kematian sel. Pola adesi V. alginolyticus pada sel epitel berdasarkan hasil penelitian menunjukkan pola adesi diffuse atau menyebar pada permukaan sel dan beberapa pola ada yang menunjukkan lokal atau hanya menempel pada beberapa bagian sel saja.

Mekanisme pelekatan molekuler Vibrio alginolyticus pada sel epitel ikan kerapu tikus menunjukkan bahwa awal internalisasi bakteri masuk kedalam sel epitel adalah melalui perlekatan

(4)

pada membran plasma sel epitel. Pada mekanisme ini diperankan oleh protein adesin fimbriae (pili) dan reseptornya. Selain protein adesi pili dari bakteri tersebut terbentuk pula semacam bentukan bundle yang merupakan kumpulan dan pemanjangan dari struktur pili hingga membentuk satu ikatan yang menempel pada sel inang. Secara molekuler mekanisme tersebut melibatkan ekspresi protein melalui mekanisme signal transduksi.

Hasil analisa berdasarka n frekuensi presentase asam amino dari masing-masing protein adesin pili V. alginolyticus ditunjukkan sebagai berikut: Asp, Thr, Ser, Glu, Gly, Ala, Cis, Val,

Met,Ile,Leu, Tyr, Phe, Lys, His, Arg dan Pro. Karakter asam amino ini menunjukkan asam amino protein adhesin fimbriae/pili dalam mekanisme infeksi Vibriosis.

Pembahasan

Fungsi fimbriae atau pili V. alginolyticus pada reseptornya, yaitu sel epitel ikan kerapu tikus, adalah merupakan organ yang berperan awal dalam proses adesi. Interaksi antara pili dengan reseptor terjadi lebih lanjut melalui mekanisme signal transduksi yang melibatkan peran diantara kedua

Gambar 1. Hasil uji aglutinasi crude pili dan OMP yang dicukur secara bertingkat

Keterangan :

A : whole cell dengan titer aglutinasi positif sampai pengenceran 1/512; B : crude pili I dengan titer aglutinasi positif samapi pengenceran 1/256; C : crude pili II dengan titer aglutinasi positif sampai pengenceran 1/32; D : crude pili III dengan titer aglutinasi positif sampai pengenceran 1/4; E : crude pili IV dengan titer aglutinasi positif sampai pengenceran 1/8; F : crude pili V dengan titer aglutinasi positif sampai pengenceran 1/16;

Tabel 1. Hasil uji haemaglutinasi dari potongan pili Vibrio alginolyticus secara bertingkat terhadap serum ikan kerapu tikus Cromileptes altivelis

Sumur/ 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Materi 1/2 1/4 1/8 1/16 1/32 1/64 1/128 1/256 1/512 1/1024 1/2048 K Whole Cell + + + + + + + + + - - -Pili I + + + + + + + + - - - -Pili II + + + + + + + + - - - -Pili III + + + + + + + - - - - -Pili IV + + + + + + + - - - - -OMP + + + + + + + - - - - -Pelet + + + + + + + + + - - -Kontrol - - -

Keterangan: Titer tertinggi hasil uji hemaglutinasi pada potongan pili I (P I) dan II (PII) yaitu pengenceran

hingga konsentrasi 1/256 A B C D E F G H

(5)

organ tersebut. Berdasarkan hasil penelitian ini, pili bakteri berperan dalam mengadakan kontak awal yang ditangkap oleh reseptor sel inang melalui mekanisme seperti ditunjukkan oleh peneliti sebelumnya (Wizeman et al., 2000). Dijelaskan oleh Karp (1996) bahwa perlekatan bakteri diperantarai

oleh protein adhesins, kemudian adhesins afimbriae yang merupakan reseptor protein yaitu nuraminic acid seperti pada M. pneumoniae. Setelah terbentuk ikatan antara ujung pili dengan ujung reseptor maka akan terbentuk kolonisasi bakt eri dengan membentuk garis mukosa. Mekanisme ini merupakan mekanisme pili atau fimbriae yang menonjol pada permukaan bakteri. Kemudian bagian dari protein akan mengikat pada permukaan sel inang dalam hal ini sel epitel yang biasanya berupa karbohidrat, atau protein adhesin yang terletak pada ujung distal atau pilus/organel fibrillar. Struktur bakteri dan sel epitel ikan kerapu tikus C. altivelis dengan pemeriksaan mikroskop mendukung fakta bagaimana terjadinya vibriosis oleh V. alginolyticus yang diperankan oleh faktor virulensi pili dan reseptornya pada ikan kerapu tikus. Mekanisme tersebut memperjelas bahwa langkah awal infeksi mikroba dalam patomekanime molekuler adalah kolonisasi yang ditunjukkan oleh bakteri pada saat portal of entry. Bakteri biasanya berkolonisasi pada jaringan host dalam lingkungan eksternal. Perlekatan bakteri terhadap permukaan mukosa sel eukariot atau permukaan jaringan membutuhkan dua faktor yaitu reseptor dan suatu adhesin. Reseptor biasanya merupakan karbohidrat spesifik atau residu peptida pada permukaan sel eukariote. Adhesin bakteri secara tipikal merupakan komponen makromolekul pada permukaan sel bakteri yang berinteraksi dengan sel host. Adhesin dan reseptor biasanya berinteraksi dengan

Gambar 2. Elektroforesis pr otein adesi pili V.

alginolyticus pada cukuran bertingkat Keterangan :

Lajur 1 : Protein perunut Low marker merk Sigma, berat molekul 66kDa; 55 kDa; 45kDa; 36kDa; 29 kDa; 24 kDa dan 17 kDa

Lajur 2 : pita protein pili cukuran ke-1 Lajur 3 : pita protein pili cukuran ke-2 Lajur 4 : pita protein pili cukuran ke-3

Lajur 5: pita protein pili cukuran ke-4 masing-masing ditunjukkan berat molekul 54,43 kDa; 38,98 kDa; 29,37 kDa, 22,67 kDa 54,43 kDa 38,98 kDa 29,37 kDa 22,67 kDa 66 kDa 45 kDa 29 kDa 24 kDa 17 kDa

Gambar 3. Perlekatan V. alginolyticus pada sel epitel kerapu tikus C. altivelis

Keterangan :

A. Infeksi V. alginolyticus pada sel epitel tampak gill blader pada ujung sel sebagai tempata internalisasi masuknya bakteri kedalam sel

B. Infeksi V. alginolyticus pada sel epitel tampak bagian membran sitoplasma sel epitel hilang akibat nekrosis

B

A

(6)

komplemen dan menunjukkan sesuatu ikatan yang spesifik.

Spesifitas perlekatan bakteri terhadap jaringan atau sel host dipengaruhi oleh : (1) Tissue tropism merupakan partikel bakteri yang diketahui melakukan perlekatan pada selain jaringan, contoh Staphylococcus mutan yang jumlahnya melimpah pada plaque gigi tetapi tidak terjadi pada permukaan epitel dari lidah. (2) Spesifitas spesies yaitu bakteri patogen tertentu menginfeksi hanya spesies tertentu pada hewan, contoh Enteropathogenic E. coli K– 88 hanya menginfeksi babi. (3) Spesifitas genetik dalam suatu spesies yaitu strain tertentu yang secara genetik kebal terhadap patogen, contoh babi tidak peka terhadap infeksi E. coli K–88.

Kolonisasi bakteri merupakan sistem pertahanan bakteri pada sel inang. Kolonisasi dibutuhkan untuk perlekatan, nutrisi, motilitas, dan menghindar dari sistem imun ser ta invasi. Perlekatan bakteri melalui pili/fimbriae melalui ujung adhesif (adhesive tip). Adhesin afimbriae yang merupakan reseptor protein (M. pneumonia) yang merupakan muraminic acid. Gambaran organel bakteri gram negatif yang mempunyai faktor virulensi dalam perannya untuk perlekatan. Wizemann et al. (2000) menyebutkan perlekatan bakteri diperantarai oleh protein adhesins. Kolonisasi dengan perlekatan ba kteri pada reseptor diekspresikan oleh sel inang membentuk garis pada mukosa.

Proses patogenesa perlekatan antigen pada permukaan epitelial intestinal merupakan penentu

utama faktor virulensi bakteri patogen. Adhesin pada permukaan bakteri memberikan spesifitas interaksi dengan sel inang. Sebagai contoh sel M pada epitelial intestinal mempunyai interaksi yang spesifik antara protein adhesin bakteri dengan reseptornya dalam menyebabkan terjadinya penyakit. Sebagai contoh V. cholera setelah melekat pada sel epitelial intestinal akan menetap membentuk mikrokoloni. Mikrokoloni bakteri ini akan menetap pada usus kecil baik pada villi maupun pada Payer ’s Patches. Kolonisasi akan menghasilkan toksin kolera, suatu enterotoksin yang menyebabkan sekresi elektrolit dan cairan dari epitel intestinal. Mikrokoloni merupakan jumlah dari sekelompok sel dan proses pembent ukan mikrokoloni sangat sedikit diketahui. Diduga proses pembentukan mikrokoloni diperantarai oleh pili tipe IV (Parsek et al., 2000).

Adhesin bakteri spesifik seperti pada E. coli secara umum adalah pili atau fimbriae, termasuk type-1 dan fimbriae tipe IV gen kode fimbriae mampu diekspresikan pada kromosom atau plasmids. Vibrio memiliki subunit protein fimbrial yang mengandung metylated phenylalanine pada terminal asam amino. Pili N-methylphenylanine merupakan penentu virulensi Pseudomonas aeruginosa yang menginfeksi paru pada penderita fibrosis sistemik.

Tipe-1 fimbriae Eschericha coli mampu mengikat residu D-mannose pada permukaan sel eukariote. Type-1 fimbriae dikatakan sebagai “mannose sensitive” saat mannose eksogenos

Gambar 4. Grafik Indeks Adhesi V.alginolyticus pada reseptor sel epitel Ikan Kerapu Tikus C. altivelis yang disalut protein adhesin pili BM38,98 kDa

y = 18.354e-1.2539x r = 0.970,p=0,00 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 16.00 18.00 20.00 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1

Konsentrasi Protein (ug/L)

In de k s A d he s i Indeks adhesi Expon. (Indeks adhesi)

(7)

memblok ikatan reseptor pada sel darah merah. Sub unit fimbrial primer 17 kDa merupakan komponen utama protein pada fimbriae type-1, bagian mannose mengikat bagian yang tidak terdapat pada lokasi ini tetapi residu protein minor (28–31 kda) terletak pada ujung atau bagian panjang dari fimbriae. Secara genetik berbagai minor ‘tip protein’ adhesin, organisme mampu melekat pada reseptor yang berbeda.

Pili Type IV bakteri gram negatif adalah polar dan berfungsi untuk perlekatan pada sel-sel eukariotik. Motilitas permukaan atau “twitching motility” melibatkan pemanjangan (extension) dan penarikan kembali (retraktion) pili. Ada sejumlah gen pada beberapa lokus kromosom dibutuhkan untuk biogenesis dan fungsi pili tipe IV. Mutan-mutan nonpili mampu mengurangi virulensi pada beberapa model binatang. Pili tipe IV mutan juga defisien dalam perkembangan biofilin pada permukaan abiotik. Jelas bahwa pili tipe IV memainkan peran penting dalam infeksi-infeksi biofilin (Brogden et al., 2000).

Dengan melihat proses infeksi, perlekatan bakteri V. alginolyticus pada pada sel epitel adalah menggunakan faktor virulensi adhesi pili, berdasarkan mekanismenya dapat digolongkan sebagai pili tipe IV yaitu dengan menggunakan pili sebagai alat untuk mengadakan kontak awal dan perlekatan pada sel inangnya.

Kesimpulan

Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa bakteri V.alginolyticus menggunakan faktor virulensi adesi fimbriae untuk mekanisme infeksi pada ikan kerapu tikus, protein adhesin tersebut diketahui sebagai haemagglutinin dengan komposisi asam amino terdiri dari 17 macam, dan fimbriae tersebut merupakan pili tipe IV.

Daftar Pustaka

Brogden, K.A, J.A. Roth, T.B. Stanton, C.A. Bolin, F.C. Minion and M.J. Wannemuehler. 2000. Virulence Mechanisms of Bacterial Pathogens. American

Society for Micr obiology. ASM Pr ess. Washington, DC.

Hegde, A., C.L. Chen, Q.W. Qin, T.J. Lam and Y.M. Sin. 2002. Characterization, pathogenicity and neutralization studies of a nervous necrosis virus isolated from grouper, Epinephelus tauvina, in Singapure. Aquaculture, 213 : 55–72.

Faruque, S.M., J. Zhu, Asadulghani, M. Kamruzzaman and J.J. Mekalanos. 2003. Examination of diverse toxin-coregulated pilius-positif vibrio cholerae strains fails to demonstrate evidence for vibrio pathogenicity island phage. Infection and Immunity, pp. 2993–2999.

Karp, G. 1996. Cell and Molecular Biology. John Willey and Sons, New York.

Murdjani. 2003. Identifikasi dan patologi bakteri Vibrio

alginolitycus pada ikan kerapu tikus. Disertasi,

Program Pasca Sarjana, Universitas Brawijaya. Parsek, R. Matthew and E.P. Grrenberg. 2000.

Relationships Between Comunity Behavior and Path ogen esis Mech an isms of Bacter ial Pathogens, third edition. Washington: ASM Press., pp. 78–79.

Salyers, A. and D.D. Whitt. 2002. Bacter ial Pathogenesis. ASM Press, Washington, pp. 9

12.

Sperandio, V., C. Bailey, J.A. Giron, V.J. DrRita, W.D. Silveira, A.L. Vettore and J.B. Kaper. 1996. Cloning and characterization of the gene encoding the ompu outer membrane protein of vibrio cholerae. Infection and Immunity, pp. 5406

5409. Sumarno. 2000. Karakterisasi molekuler protein adesi vibrio cholerae 01 m094 dan protein reseptornya pada sel epitel usus halus tikus putih (Wistar).

Disertasi, Univ. Airlangga, Surabaya

Wang, S-Y., J. Lauritz, J. Jass and D.L. Milton. 2002. A toxr homolog from vibrio anguilarum serotype o1 regulates its own production, bile resistance, and biofilm formation. Journal of Bacteriology, 184 (6) : 1630

1639.

Wizemann, T.M., J.E. Adamou dan S. Langerman. 2000. Adhesins as targets for vaccine development.

Emerging Infectious Diseases, 5 (3) : 151

162. Yanuhar, U. 2002. Karakterisasi dan identifikasi molekul

adhesi salmonella typhi dan reseptornya pada sel endothel HUVECs yang dipapar glukosa tinggi.

Journal Biosains, Program pasca Sarjana.

Gambar

Tabel 1.   Hasil uji haemaglutinasi  dari  potongan pili  Vibrio alginolyticus secara bertingkat  terhadap serum ikan kerapu tikus Cromileptes altivelis
Gambar 3. Perlekatan V. alginolyticus pada sel epitel kerapu tikus C. altivelis Keterangan :

Referensi

Dokumen terkait

Sukses Factors) Strategi SI kebijakan teknis  Jumlah kajian akademik bidang pengembangan sumber daya perpustakaan kebijakan sebagai bahan masukan/penyempurn aan kebijakan

20 Dalam peraturan yang dibuat oleh dewan ICAO juga telah diatur dalam Aturan Keamanan Penerbangan yang tertulis dalam Annex 17 yang didefinisikan dengan pengamanan

Korelasi yang erat antara % recovery N pangkasan pohon legum oleh tanaman jagung dan % N yang dilepaskan dari pangkasan pohon legum pada kondisi tidak tercuci selama 7 minggu (r

Menurut Haris Herdiansyah menyatakan bahwa observasi didefinisikan suatu kegiatan mencari data yang dapat digunakan untuk memberikan suatu kesimpulan atau

Dari penjelasan di atas, maka tindakan pengurus Perseroan Jiwasraya dalam melakukan pengelolaan Perseroan, khususnya terkait investasi yang akhirnya menjadi salah

Tidak semua responden berlatar belakang pendidikan matematika. Dari enam guru matematika yang diwawancarai, 3 diantaranya memiliki latar belakang bukan di mana satu guru

Pendekatan Penelitian yang digunakan penyusun dalam penelitian ini adalah uṣûl al-fiqh dengan menggunakan teori perbedaan dalam penggunaan metode penemuan

Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rajungan (Portunus pelagicus) yang tertangkap oleh nelayan di Desa Betahwalang, Demak dengan ukuran 10 cm.. Peralatan yang