• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Karst adalah suatu daerah yang mempunyai karakteristik relief dan drainase yang khas, terutama disebabkan oleh derajat pelarutan batu-batuannya yang intensif (Ford dan Williams, 1996). Potensi yang dimiliki kawasan ini antara lain sungai bawah tanah, flora dan fauna endemik, situs arkeologi dan peninggalan sejarah, serta keindahan Speleotem. Selama ini kawasan karst dikenal dengan lahan kering, gersang, tandus, kurang subur, serta kekurangan air. Hal tersebut dikarenakan potensi yang tersimpan didalamnya belum banyak diketahui oleh masyarakat luas. Kawasan karst yang telah dikenali di Indonesia antara lain Gunung Sewu, Gombong Selatan, Maros-Pangkajenen dan papua. Kars Gunung Sewu membujur di bagian selatan Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Tengah dan Jawa Timur, dari Parangtritis hingga Pacitan.

Kawasan karst mempunyai beberapa nilai yang sifatnya strategis, yaitu; 1). Nilai ekonomi, berkaitan dengan usaha pertanian, kehutanan, pertambangan, pengelolaan air dan pariwisata, 2). Nilai ilmiah, berkaitan dengan ilmu-ilmu kebumian, speleologi, biologi, arkeologi dan paleontologi, 3). Nilai kemanusiaan, berkaitan dengan keindahan, rekreasi, pendidikan, unsur-unsur spiritual dan agama atau kepercayaan.

Kawasan Karst dapat berfungsi sebagai laboratorium alam, hal ini dikarenakan potensinya yang unik. Batuan kawasan karst banyak mengandung nilai sejarah yakni dapat menceritakan jejak atau sisa dari kehidupan masa lampau (fosil), mimiliki nilai arkeologi dan paleo-antropologi dan merupakan salah satu kawasan keunikan adalah wilayah yang memiliki bentang gua. Gua merupakan potensi yang terpendam di dalam perut bumi, proses terbentuknya yang membutuhkan proses ribuan tahun menjadikannya unik. Indonesia merupakan kepulauan yang kaya akan sumberdaya alam akan tetapi kekayaan tersebut belum

(2)

2

dapat dimanfaatkan secara optimal. Gua sebagai pariwisata memiliki nilai ekonomis selain memiliki nilai ekologis. Pemanfaatan gua sebagai tempat pariwisata perlu dikembangkan guna menambah pendapatan daerah maupun penduduk sekitar.

Penggalian potensi kawasan karst dalam hal ini keberadaan gua akan memberikan sumbangsih yang sangat besar. Menempatkan gua sebagai potensi utama yakni dengan menjadikannya objek wisata akan memiliki karakter tersendiri untuk daerah karst. Untuk melakukan pengembangan wisata gua tentunya terlebih dahulu harus diketahui sebaran gua yang ada sehingga dapat dibentuk suatu system paket wisata. Selain sebagai objek wisata, gua juga memiliki potensi berupa sungai bawah tanah ataupun cadangan air belum banyak dimanfaatkan.

Pengembangan teknologi satelit sumber daya saat ini, sudah banyak digunakan untuk keperluan berbagai disiplin ilmu pengetahuan, khususnya untuk keperluan pemetaan geologi dan kajian terkait. Teknologi satelit sumber daya dinilai memiliki banyak kelebihan dan keuntungan, salah satu keuntungan penggunaan citra satelit ialah selain cakupan areanya yang cukup luas, kemampuan dalam hal pengulangan rekaman di daerah yang sama dilakukan pada waktu yang ralatif singkat atau perekaman secara temporal cukup baik.

Pemanfaatan citra penginderaan jauh untuk keperluan deteksi mulut gua diarahkan pada pengenalan adanya kelurusan, aliran permukaan yang terputus, besarnya erosi ataupun sedimentasi terkait penggunaan lahan, keberadaan vegetasi yang endemik yang merupakan pelopor porosi. Citra penginderaan jauh mampu mendeteksi pola aliran, topografi permukan, tutupan tanah dengan sangat baik sehingga akan sangat membantu dalam hal penafsiran keberadaan mulut gua. Kenampakan fisik lahan tergambarkan dengan baik dan kebutuhan ekstraksi data yang dibutuhkan sangat memungkinkan.

(3)

3

Maksud penelitian ini untuk memetakan sebaran mulut gua dengan mempertimbangkan beberapa indikator yang dijadikan penciri pemunculan mulut gua. Dengan memanfaatkan metode penginderaan jauh dalam menunjang penelitian yakni pemetaan geologi permukaan terutama terkait material dan memetakan zona kelurusan yang berkaitan dengan keberadaan mulut gua.

1.2. Rumusan Masalah

Karst mempunyai pengertian sebagai suatu kawasan yang memiliki karakteristik relief dan drainase yang khas, terutama disebabkan oleh derajat pelarutan yang intensif. Karakteristik karst yang unik bisa dilihat dari bentang alam di permukaan dan di bawah permukaan yang secara khas terbentuk dari batuan gamping dan dolomit. Kawasan karst memiliki potensi yang sangat bermanfaat serta berperan penting bagi kehidupan. Selain sebagai lingkungan hidup biota juga sangat berpotensi dari sektor ekoturisme, yaitu wisata yang dilaksanakan di hutan atau di mana saja dengan memanfaatkan lingkungan alam sebagai objeknya. Panorama ekosistem karst bisa dimanfaatkan untuk wisata khusus dan pendidikan bagi masyarakat.

Kecamatan Semanu merupakan salah satu kecamatan di Gunungkidul yang mempunyai sungai bawah tanah yang sudah dimanfaatkan oleh masyarakat untuk kebutuhan air bersih. Posisinya yang berada pada dua zona, yakni zona tengah dan zona selatan tentunya dapat mewakili karakteristik mulut gua terkait dengan topografinya.

Perkembangan dewasa ini menunjukkan bahwa penginderaan jauh telah diterima sebagai satu alat untuk ekstraksi informasi dan pemetannnya terutama mengenai data – data spasial. Dengan melalui teknik interpretasi, maka citra penginderaan jauh dapat mempermudah memperoleh data fisik terutama di lingkungan kawasan karst. Dalam hal ini adalah aplikasi dalam identifikasi keberadaan mulut gua. Meskipun identifikasi dengan memanfaatkan data penginderaan jauh terhadap sebaran mulut gua belum banyak dilakukan

(4)

4

tentunya memberikan banyak informasi untuk itu masih perlu dikaji kemampuan dan akurasinya dalam identifikasi mulut gua. Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah diuraikan, maka penelitian ini mengambil judul “Aplikasi Teknik Penginderaan Jauh Untuk Identifikasi Mulut Gua dan Sebarannya di Kawasan Karst Daerah Semanu, Gunungkidul, Yogyakarta”. 1.3. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana kemampuan citra landsat 8 pankromatik dalam menampilkan informasi terkait mulut gua?

2. Bagaimana agihan sebaran mulut gua di daerah penelitian? 1.4. Tujuan Penelitian

1. Mengkaji kemampuan citra landsat 8 pankromatik dalam memberikan informasi terkait identifikasi mulut gua

2. Mengetahui agihan sebaran mulut gua di daerah penelitian. 1.5. Hasil yang diharapkan

1. Dapat mengetahui kemampuan citra landsat 8 pankromatik dalam memeberikan informasi terkait identifikasi mulut gua.

2. Dapat mengetahui sebaran mulut gua berdasarkan hasil interpretasi citra di daerah penelitian.

1.6. Telaah Pustaka dan Penelitian Sebelumnya

1.6.1. Penginderaan Jauh

Penginderaan jauh merupakan teknik ataupun tatacara pengumpulan informasi objek permukaan bumi yang dilakukan dari jarak jauh. Maksud dengan jarak jauh ialah pengumpulan informasi tanpa kontak langsung dengan objek yang dikaji. Lindgren (1985) mendefinisikan penginderaan jauh sebagai teknik yang dikembangkan untuk perolehan dan analisis informasi tentang bumi. Informasi

(5)

5

tersebut khusus berbentuk radiasi elektromagnetik yang dipantulkan atau dipancarkan dari permukaan bumi.

Uraian di atas menunjukkan bahwa penginderaan jauh hanya sekedar suatu teknik, yaitu teknin untuk perolehan data dan analisis informasi tentang bumi. Menurut Lillesand dan Kiefer (1994) penginderaan jauh merupakan ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang objek , daerah, atau gejala dengan jalan menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap obyek, daerah, atau gejala yang dikaji. Penginderaan jauh sebagai ilmu tentunya harus bersifat jelas karakteristiknya, meliputi lingkup studinya, konsepsi dasarnya, metodeloginya, dan filosofinya. Menurut Sutanto (1986) penginderaan jauh sebagai ilmu serta teknik pengumpulan data memberikan keuntungan dalam hal efesiensi pekerjaan dan biaya serta waktu dan tenaga dibandinhgkan jika dikerjakan secara terestris.

Penginderaan jauh adalah suatu sistem yang bahwasannya data penginderaan jauh merupakan serangkaian komponen yang saling berkaiatan sehingga dapat berorientasi pada tujuan tertentu. Serangkaian komponen dalam sistem penginderaan jauh antara lain terdiri atas : sumber tenaga, objek, interaksi antara tenaga dan atmosfer, interaksi antara tenaga dan objek, sensor, data penginderaan jauh, dan pengguna data (Sutanto, 1986).

Tenaga yang digunakan dalam sistem penginderaan jauh ialah tenaga elektromagnetik baik yang bersifat alami (dari matahari) maupun buatan (sinyal radar). Tenaga elektromagnetik tersebut akan berinteraksi dengan objek yang ada dipermukaan bumi kemudian dikembalikan atau dipantulkan kembali ke sensor melalui media atmosfer. Energi ataupun tenaga yang diterima bukan sepenuhnya energi pantulan malinkan juga terdapat pancaran dari objek, hal tersebut dikarenakan bahwasannya tiap obyek memiliki daya pancara.

Obyek yang dimaksud adalah segala kenampakan ataupun fenomena yang berada pada permukaan bumi. Obyek tersebut beragam variasinya baik dari segi

(6)

6

bentuk, tekstur, warna, dan sebagainya, hal tersebut sesuai dengan komponen dari unsur-unsur penyusun obyek tersebut sehingga tiap obyek akan memiliki karakteristik tersendiri. Karakter dari masing-masing obyek akan membentuk pola, dan pola tersebut yang dapat dikenali pada penginderaan jauh.

Sensor dalam penginderaan jauh dapat dibedakan menjadi dua yaitu sensor aktif dan sensor pasif. Sensor aktif ialah jika tenaga yang terekam merupakan tenaga buatan, sedangkan sensor pasif ialah jika tenaga yang terekam ialah energi gelombang elektromagnetik matahari yang dipantulkan oleh obyek. Sensor sebagai alam perekam tenaga alam memiliki respon, respon spektral (resolusi spektral) dan respon spasial (resolusi spasial). Resolusi spektral ialah karakteristik kepakaan terhadap bagian spektrum elektromagnetik tertentu. Resolusi spasial ialah kemampuan merekam objek terkecil yang masih dapat dikenali dan dibedakan dengan objek lain.

Pengguna data merupakan komponen yang sangat berperan dalam perkembangan teknologi penginderaan jauh baik dari segi tekniknya maupun terapannnya untuk menyadap informasi. Pengguna data penginderaan jauh tentunya berperan dalam hal analisis keruangan sehingga hemat waktu dan biaya. Akan tetapi pengguna data penginderaan jauh harus senantiasa memperhatikan keakurasian data dan kerincian data sesuai dengan tujuan penelitian yang dilakukan. Nilai obyektivitas dalam hal harus ditekankan, terkait dengan pengolahan data yakni dalam hal manipulasi data penginderaan jauh

1.6.2. Karateristik Citra Penginderaan Jauh yang Digunakan

Landsat 8 yang setelah diluncurkan pada 11 Februari 2013, diluncurkan di landasan angkatan udara Vandenberg yang berada di California merupakan kelanjutan dari sebelumnya sehingga dinamakan Landsat Data Continuity Mission (Landsat LDCM). Landsat 8 diluncurkan dengan kerjasama antara U.S Geological Survey (USGS) dan National Aeronautics and Space Administration

(7)

7

(NASA) untuk melanjutkan misi pengamatan perubahan penggunaan lahan dan penutup lahan dengan kualitas yang baik,(USGS, 2013).

Gambar 1.1. Perbedaan Panjang Gelombang Landsat 7+ETM dan Landsat 8 Sumber: (USGS, 2013)

Sebenarnya landsat 8 lebih cocok disebut sebagai satelit dengan misi melanjutkan landsat 7 dari pada disebut sebagai satelit baru dengan spesifikasi yang baru pula. Ini terlihat dari karakteristiknya yang mirip dengan landsat 7, baik resolusinya (spasial, temporal, spektral), metode koreksi, ketinggian terbang maupun karakteristik sensor yang dibawa. Hanya saja ada beberapa tambahan yang menjadi titik penyempurnaan dari landsat 7 seperti jumlah band, rentang spektrum gelombang elektromagnetik terendah yang dapat ditangkap sensor serta nilai bit (rentang nilai Digital Number) dari tiap piksel citra

Pembaruan yang ada di Landsat 8 adalah jumlah band yang digunakan untuk perekaman. Landsat 8 memiliki 11 band termasuk di dalamnya adalah band yang meunjukan kualitas citra. Julat panjang gelombang pankromatik yang lebih pendek dari landsat sebelumnya. Satelit landsat 8 memiliki sensor Onboard Operational Land Imager (OLI) dan Thermal Infrared Sensor (TIRS) dengan jumlah kanal sebanyak 11 buah. Diantara kanal-kanal tersebut, 9 kanal (band 1-9) berada pada OLI dan 2 lainnya (band 10 dan 11) pada TIRS. Sebagian besar kanal

(8)

8

memiliki spesifikasi mirip dengan landsat 7. Detill mengenai perbedaan disajikan pada Gambar 2.1, dan tabel 2.1 (USGS, 2013).

Tabel 1.1. Perbedaan Panjang Gelombang Landsat 7+ETM dan Landsat 8

Sumber: USGS, 2013

Digital Number (DN) pada citra landsat 7 berkisar antara 0-256. Dengan hadirnya landsat 8, nilai DN memiliki interval yang lebih panjang, yaitu 0-4096. Kelebihan ini merupakan akibat dari peningkatan sensitifitas landsat dari yang semula tiap piksel memiliki kuantifikasi 8 bit, sekarang telah ditingkatkan menjadi 12 bit. Tentu saja peningkatan ini akan lebih membedakan tampilan obyek-obyek di permukaan bumi sehingga mengurangi terjadinya kesalahan interpretasi. Tampilan citra pun menjadi lebih halus, baik pada band multispektral maupun pankromatik.Resolusi spasial citra pada Landsat 8 terdiri dari tiga resolusi spasial berbeda dari setiap sensor. Sensor pankromatik merekam dengan resolusi spasial 15 meter. Resolusi spasial untuk sensor multispectral 30 meter. Resolusi spasial untuk Thermal Infra Red (TIR) 100 meter, (USGS, 2013).

1.6.3. Skala dan Resolusi Spasial

Kedetilan dan kerincian yang dapat disadap dari citra penginderaan jauh tergantung pada skala dan resolusi citra tersebut. Resolusi spasial merupakan pernyataan kualitas optic suatu citra yang dihasilkan dengan system kamera atau

(9)

9

sensor tertentu. Resolusi spasial berkaitan dengan ukuran objek terkecil yang dapat dikenali pada suatu citra.

Hubungan antara skala dan resolusi citra dapat diketahui dengan menyatakan dalam resolusi medan (ground resolution distance/GRD). Jarak resolusi medan tentunya kengekstrapolasi resolusi system dinamik pada rekaman pada jarak medan, secara singkat dapat dijelaskan sebagai berikut:

GRD (m) = Penyebut Skala Citra

Resolusi Sistem ………(1)

Hubungan antara skala dan resolusi spasial dapat dikatakan bahwa semakin besar skala suatu citra maka resolusi spasialnya akan semakin baik.

1.6.4. Interpretasi Citra

Interpretasi ialah proses mengenali dan mengkaji mengenai objek, wilayah, dan fenomena pada citra penginderaan jauh dengan maksud untuk mendapatkan informasi mengenai objek, wilayah, dan fenomena tersebut (Lillesand dan Kiefer, 1979). Scara umum interpretasi citra meliputi proses deteksi, identifikasi, dan delineasi yang kemudian dikaji arti penting objek tersebut serta memahami hubungan antar objek yang dikenali tersebut sesuai denga tujuan tertentu.

Proses deteksi, identifikasi, dan delineasi yang dilakukan dengan mengacu pada kunci interpretasi, diantaranya:

1. Pola, yaitu merupakan sususnan keruangan yang berulang dan teratur mengenai kenampakan topografi, misalnya melingkar, konsentris,dan sebagainya.

2. Rona, yaitu tingkat kecerahan relatif obyek pada citra dan biasanya dinyatakan dalam derajat keabuan.

3. Bentuk, yaitu konfigurasi atau kerangka obyek yang membedakan dengan obyek lain.

(10)

10

4. Tekstur, yaitu frekuensi perubahan rona pada citra dan biasanya bersifat relatif tergantung skala dan resolusi yang digunakan.

5. Ukuran, yaitu kesesuaian antara obyek dan skala pada citra dan tidak selalu dapat dilakukan untuk semua jenis obyek.

6. Asosiasi, yaitu keterkaitan antar obyek sehingga keberadaan obyek tertentu pada citra dapat memberikan informasi mengenai obyek disekitarnya. Misalnya keberadaan tiang bendera dapat dijadikan pertimbangan untuk menafsirkan bahwa bangunan tersebut merupakan bangunan kantor atau pendidikan.

7. Lokasi, yaitu keberadaan suatu obyek terkait dengan proses pembentukannya. Dapat berupa penjelas tentang lokasi obyek lain atau sebagai dasar identifikasi obyek lain.

8. Bayangan, yaitu suatu profil pandangan pada obyek yang berupa efek dari sinaran atau pancaran.

1.6.5. Pengolahan Citra Digital

Data penginderaan jauh dapat disimpan dalam data format analog seperti foto udara vertikal 9 x 9 inchi dan dapat disimpan dalam data format digital. Data penginderaan jauh analog dan digital dapat dianalisis secara manual atau visual dan atau dapat dianalisis secara digital (Jensen, 2005, dalam Danoedoro, 1996).

Pengolahan citra digital memiliki sistem pengolahan yang terdiri dari dua kelompok besar perangkat pengolahan citra. Perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software). Perangkat lunak pengolahan citra biasanya membutuhkan perangkat keras (hardware) yang mendukung perangkat lunak (software) yang digunakan untuk mengolah citra digital dengan konfigurasi yang memenuhi syarat perangkat lunaknya. Perangkat keras terdiri dari berbagai komponen antara lain disk drive yang merupakan alat penyimpan data, monitor yang merupakan media komunikasi antara komputer dan operator, grapich card yang merupakan komponen yang mempengaruhi kualitas tampilan yang ditampilkan oleh monitor, serta perangakat tambahan yang bisa dihubungkan

(11)

11

dengan menggunakan port yang tersedia pada komputer. Perangkat lunak yang berfungsi untuk menampilkan suatu data pada layar monitor dalam pengolahan citra digital dalam penginderaan jauh biasanya memiliki berbagai fungsi antara lain untuk displaying atau menampilkan citra, manipulasi citra, klasifikasi citra dan analisis citra (Danoedoro, 1996).

1.6.6. Gua

Beberapa ahli mendefisinisakan gua dengan bahasa yang berbeda-beda. Gua merupakan rongga bawah tanah yang alami, termasuk didalamnya pintu masuk (entrance), lorong (passage), dan ruang (room/chamber) yang bisa ditelusuri oleh penjelajah manusia (white, 2004). Gua merupakan suatu lintasan sungai di bawah tanah yang masih mengalirinya secara aktif atau pernah mengalirinya (Ko, 1996).

Beberapa teori yang membicarakan tentang gua

a) Teori Vadose (Dwerry house (1907), Greene (1908), Matson (1909), dan Malott (1937) dalam Fandy Adam, 2011) mempertahankan bahwa sebagian besar perkembangan gua berada di atas water tabel dimana aliran air tanah paling besar. Jadi, aliran air tanah yang mengalir dengan cepat, yang mana gabungan korosi secara mekanis dengan pelarutan karbonat, yang bertanggung jawab terjadap perkembangan gua. Martel (1921) percaya bahwa begitu pentingnya aliran dalam gua dan saluran (conduit) begitu besar sehingga tidak berhubungan terhadap hal terbentuknya gua batu gamping sehingga tidak relevan menghubungkan batugamping yang ber-gua dengan dengan adanya water table, dengan pengertian bahwa permukaan tunggal dibawah keseluruhan batuannya telah jenuh air.

b) Teori Deep Phreatic- (Cjivic (1893), Grund (1903), Davis (1930) dan Bretz (1942) dalam Fandy Adam, 2011) memperlihatkan bahwa permulaan gua dan kebanyakan pembesaran perguaan terjadi di

(12)

12

kedalaman yang acak berada di bawah water table, sering kali pada zona phreatic yang dalam. Gua-gua diperlebar sebagai akibat dari korosi oleh air phreatic yang mengalir pelan. Perkembangan perguaan giliran kedua dapat terjadi jika water table diperrendah oleh denudasi (penggundulan) permukaan, sehingga pengeringan gua dari air tanah dan membuatnya menjadi vadose dan udara masuk kedalam gua. Selama proses kedua ini aliran permukaan dapat masuk ke sistem perguaan dan sedikit merubah lorong gua oleh korosi.

c) Phreatic Dangkal atau Teori Water Table- (Swinnerton (1932), R Rhoades dan Sinacori (1941), dan Davies (1960) dalam Fandy Adam 2011) mendukung gagasan bahwa air yang mengalir deras pada water tabel adalah yang bertanggungjawab terhadap pelarutan di banyak gua. Eleveasi dari water table berfluktuasi dengan variasi volume aliran air tanah, dan dapat menjadi perkembangan gua yang kuat didalam sebuah zona yang rapat diatas dan dibawah posisi rata-rata. Betapapun, posisi rata-rata water table harus relatif tetap konstan untuk periode yang lama. Untuk menjelaskan sistem gua yang multi tingkat, sebuah water table yang seimbang sering dihubungkan dengan periode base levelling dari landscape diikuti dengan periode peremajaan dengan kecepatan down-cutting ke base level berikutnya.

Gua merupakan suatu lorong bentukan alamiah di bawah tanah yang bisa dilalui oleh manusia, sementara yang hanya bisa dilalui hewan saja disebut gua mikro. Gua alam dibagi dalam beberapa jenis berdasarkan letak dan batuan pembentuknya, yaitu:

1. Gua lava 2. Gua litoral

3. Gua batu gamping

(13)

13

Gua adalah lingkungan yang unik dan rentan, sehingga harus dikonservasi secara aktif jika mungkin dipelihara sesuai denga kondisi aslinya. Yang dimaksud rentan ilaha bahwa gua membutuhkan waktu banyak untuk membentuk fitur , sebuah formasi kalsit yang mungkin dicemari oleh seorang penelusur membutuhkan ratusan bahkan ribuan tahun untuk memperbaikinya. Secara umum gua dapat difungsikan sebagai:

1. Tempat berlindung (primitif) manusia dan hewan

2. Tempat penambangan mineral (kalsit, gamping, guano) - tempat perburuan (walet, sriti, kelelawar)

3. Obyek wisata alam bebas dan minat khusus

4. Obyek sosial budaya (legenda, mistik, dukun, baik cabul ataupun gak) 5. Daerah potensi air, adanya system rongga-rongga hasil pelarutan

menyebabkan batugamping dapat bertindak sebagai akifer yang cukup baik.

Gua pada dasarnya terbentuk karena masuknya air ke dalam tanah. Secara umum tahapan proses terbentuknya gua antara lain:

a. Tahap awal, air tanah mengalir melalui bidang rekahan pada lapisan batu gamping menuju ke sungai permukaan. Mineral-mineral yang mudah terlarut dierosi dan lubang aliran air tanah akan semakin membesar. b. Dasar sungai semakin lama akan tergerus oleh aliran permukaan dan

mulai membentuk jalur gua horizontal.

c. Setelah semakin dalam tergerus, aliran air tanah akan mencari jalur gua horizontal barudan langit-langit gua tersebut mulai runtuh dan kemudian membentuk surupan (sumuran gua).

(14)

14

Gambar 1.2. Proses terbentuknya gua

Proses terbentuknya suatu gua secara umum banyak ditemui terjadi pada formasi batu gamping yang kemudian menjadi bentang alam khas yaitu bentang alam karst Istilah karst dipakai untuk suatu kawasan batu gamping (limestone) yang telah mengalami pelarutan sehingga menimbulkan relief dan pola pengaliran yang khas. Hal ini dicirikan dengan adanya proses geokimia dan kehadiran atmosfer, biosfer, dan hidrosfer sekaligus. Proses terjadinya gua akibat pelarutan air pada bentanglahan karst dapat dideskripsikan sebagai cave collapse dan breakdown :

1. Block breakdown : tipe runtuhan dan biasanya cendrung pendek pada dimensi horizontal atau dengan kata lain dapat dikatakan sebagai gua vertical

2. Slab breakdown : tipe runtuhan yang berada pada jarak horizontal dengan tingkat vertical terbatas atau dapat dikatakan sebagai gua horizontal

3. Plate breakdown : runtuhan tipis akibat hilangnya tekanan plat tipis batugamping

4. chip breakdown: runtuhan kecil, satu bagian yang berbentuk flat dan berbentuk serpihan

Alasan pembentukan gua sangat intensif di kawasan karst yang batuannya didominasi batu gamping / batu kapur / limestone ialah terkait dengan sifat batu gamping yang unsur utamanya adalah karbonat CaCO3 yang sangat reaktif

(15)

15

terhadap larutan asam, khususnya larutan senyawa asam yang mengandung CO2.

Proses pelarutan batu gamping secara sederhana mengikuti persamaan reaksi berikut: CaCO3 + H2O + CO2 Ca+ 2HCO3. Terbentuknya hiasan-hiasan gua

(stalactite, stalacmite,flowstone, guardam, dll) merupakan hasil proses yang terjadi akibat reaksi yakni air yang mengandung senyawa asam CO2 melarutkan

karbonat sehingga menjadi kalsium dan bikarbonat, kemudian kalsium dan karbonat terlarut akan terendapkan pada tempat lain. Secara umum proses yang terjadi ilaha proses pelubangan dan proses pengendapan. Akan tetapi gua tidak terbentuk pada semabarang tempat dan tentunya harus ada faktor pembentuknya.

Gua batu gamping (yang berlorong panjang dan berliku-liku) umumnya berkembang akibat adanya proses pelarutan dan diperbesar oleh proses erosi / abrasi yang mengikuti suatu jaringan retakan pada batu gamping. Masuknya air pada retakan batu gamping merupakan awal pembentukan mulut gua. Retakan pada batu gambil dicirikan dengan keberadaan vegetasi dengan kerapatan tertentu, hal tersebut dikarenakan adanya potensi air pada retakan tersebut. Sebelumnya, faktor iklim, tanah penutup dan keberadaan air tanah menjadi kontrol utama proses pengguaan ini. Selain itu batu gampingnya sendiri umumnya harus padat, murni karbonat dengan sedikit campuran partikel lain, berlapis baik dan dalam kedudukan mendatar / tidak miring terjal. Kondisi ideal di atas merupakan kondisi ideal bagi berkembangnya perguaan dan biasanya berkembang menjadi kawasan karst yang luas.

1.6.7. Struktur Geologi

Kenampakan struktur merupakan hasil dari dua proses, yaitu proses yang terjadi pada saat pembentukan batuan dan proses yang terjadi setelah batuan terbentuk. Struktur geologi yang umumnya terdapat dalam pembentukan topografi karst adalah kekar, sesar, dan lipatan. Kekar adalah retakan atau rekahan sederhana yang terjadi pada suatu masa batuan tanpa diikuti pergeseran bidang baik secara vertikal maupun lateral (Billing, 1974). Umumnya ukuran kekar ini sangat kecil yaitu kurang dari 1 km.

(16)

16

Sesar ialah merupakan retakan atau rekahan pada batuan yang mengalami pergeseran baik ke atas, ke bawah maupun secara lateral yang umumnya terjadi pada batuan kompak yang mengalami tekanan baik dari luar maupun dari dalam masa batuan itu sendiri. Pergeseran yang terjadi dapat mencapai kisaran panjang dan kedalaman beberapa cm sampai ratusan km, demikian juga bahan hancuran yang diakibatkannya (Billing, 1974). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses suatu pembentukan struktur geologi dari batuan yaitu : Sifat elastisitas batuan, resistivity, plastisitas dan viskositas. Faktor-faktor lain seperti : Pori-pori batuan dan tekstur batuan. Suatu struktur geologi dapat terbentuk akibat suatu gaya-gaya yang terjadi, yaitu :Tensi (gaya tarik), Kompresi (gaya tekan), Kopel (gaya ganda), Torsi (gaya Putar). Gaya berupa kompresi dapat menghasilkan struktur berupa perlipatan, pensesaran, dan penunjaman. Sedangkan gaya berupa tensi menghasilkan struktur berupa patahan.

Struktur Primer ialah sturktur yang terbentuk pada saat proses pengendapan atau pada saat batuan terbentuk, contohnya: perlapisan, Laminasi, greded bedding, ripple mark, dll. Struktur primer sangat penting sebagai penentu kedudukan atau orientasi asal sesuatu batuan, terutama dalam batuan sedimen. Struktur Sekunder ialah struktur yang terbentuk setelah batuan yang bersangkutan terbentuk, contoh: perlipatan, magma menerobos lapisan batunya (lacolith,dike dsb), kekar sesar dll. Struktur sekunder penting untuk mengetahui bentuk – bentuk dari permukaan bumi yang dihasilkan oleh gerak – gerak yang ada dari dalam bumi.

(17)

17

Tabel 1.2. Penelitian sebelumnya dan rencana penelitian yang akan dilaksanakan penulis

Nama Peneliti Judul Penelitian Lokasi Tujuan penelitian Analisis data Hasil yang dicapai Wyne, T. N.

Titus, C.A Drost, R.S

Sensitive Ecological Areas and Species Inventory of Actun Chapat Cave, Vaca Plateau, Belize

New Mexico Mempelajari pola suhu gua Data suhu dianalisis dengan analisis fourier Suhu gua dipengarhui oleh lingkungan sekitar Hung,Batelaan, Tam, Lagrou (2002)

Remote Sensing and GIS-Based Analysis of Cave

Development in The

Suoimoui Catchment

Gua di kawasan karst tropis Souimuoi Vietnam

Melihat korelasi antara terjadinya gua dan kelurusan

Image fusion,

linement analysis

Lokasi mulut gua menempati tiap ujung patahan/ rekahan. Eko Ridarso (1996) Aplikasi teknik

penginderaan jauh untuk estimasi jalur sungai bawah tanah daerah karst tropik

Karst Pegunungan sewu Gunungkidul

Analisis citra penginderaan jauh untuk estimasi jalur sungai bawah tanah

linement analysis, pemodelan spasial

Jalur Aliran bawah tanah berkolerasi dengan kelurusan Budi Harsoyo

(2001)

Aplikasi Teknik

Penginderaan Jauh untuk Identifikasi Mata Air dan Sebarannya Di Kabupaten Gunungkidul Karst Pegunungan sewu, Kecamatan Ponjong, Gunungkidul

1.Analisis citra penginderaan jauh untuk identifikasi mata air. 2.Mengkaji kemampuan citra

dalam identifikasi mata air

Analisis dekskriftif kuantitatif Tingkat kemampuan citra Efendi Saputra (2014) Aplikasi Teknik

Penginderaan Jauh untuk Identifikasi Mulut Gua dan Sebarannya Di Kawasan Karst Semanu Kabupaten Gunungkidul

Karst Pegunungan sewu, Kecamatan Semanu,

Gunungkidul

1. Analisis citra penginderaan jauh untuk identifikasi mulut gua.

2. Mengkaji kemampuan citra dalam identifikasi mulut gua

Analisis dekskriftif kuantitatif Tingkat kemampuan citra dalam memberikan informasi keberadaan mulut gua, sebaran mulut gua,

(18)

18 1.7. Kerangka Pikiran

Proses terbentuknya gua alam umumnya terjadi pada formasi batu gamping yang kemudian menjadi bentanglahan khas yaitu bentanglahan karst. Hal ini dicirikan dengan adanya proses geokimia dan kehadiran atmosfer, biosfer, dan hidrosfer sekaligus. Gua terbentuk karena adanya proses pelarutan oleh air pada material yang mudah terlarut, dan bagian yang tidak terlarut akan membentuk suatu lorong ataupun rongga.

Lokasi pemunculan mulut gua di daerah karst tidak tampak secara langsung pada citra penginderaan jauh. Fenomena pemunculan mulut gua hanya dapat diketehui ataupun ditunjukkan oleh beberapa indikiator penciri terbentuknya gua yang dapat diinterpretasi memalalui citra penginderaan jauh.

Terdapatnya bentuk kelurusan (lineament) berupa sesar atau patahan dapat dijadikan sebagai indikator pemunculan mulut gua pada daerah karst. Daerah patahan atau sesar cendrung memiliki ruang ataupun bagian yang mudah terlarut, hal tersebut dikarenakan merupakan posisi renggangnya batuan. Air hujan yang turun dipermukaan kemudian meresap dalam tanah dengan membawa material terlarut ke bagian lebih rendah melewati bagian terlemah batuan.

Indikator lain yang dapat dijadikan penciri pemunculan mulut gua ialah pola aliran permukaan. Pola aliran yang putus-putus dan tipe multibasinal merupakan penciri kawasan karst. Pada tiap ujung-ujung munculnya aliran atau tiap putusnya aliran permukaan diidentifikasi sebagai mulut gua yang merupakan sinkhole. Aliran permukaan memiliki pola terputus-putus terlihat menghilang ke dalam tanah melalui rekahan - rekahan yang kemudian membentuk sungai bawah tanah ataupun gua berair. Selain itu terjadinya pola vegetasi yang menggerombol membentuk klaster, sehingga dapat dijadikan sebagai indikitor sebagai resapan air atau jalan masuknya air akibat kerja akar pada batuan yang mudah lapuk dan terlarut. Dengan kata lain zona dimana terdapat vegetasi rapat dan hijau pada

(19)

19

bentuklahan karst menandakan bahwa zona tersebut adalah zona rekahan sehingga diidentifikasi sebagi tempat munculnya mulut gua.

Indikator - indikator yang dijadikan sebagai penciri pemunculun mulut gua merupakan peta – peta tematik. Peta-peta yang dihasilkan merupakan informasi yang berdiri sendiri akan tetapi memiliki keterkaitan antara yang satu dengan yang lain, terkait informasi keberadaan mulut gua. Informasi yang terkandung pada masing-masing peta kemudian digabungkan sehingga didapat informasi baru yang merujuk informasi mulut gua tentunya dengan menggunakan perangkat lunak sebagai pemroses data berbasis spasial.

Informasi yang dihasilkan dari kombinasi peta-peta tersebut tentunya tidak 100% benar melainkan ada beberapa yang harus dicek dilapangan untuk mengetahui akurasi informasi yang didapat. Untuk dapat diketahui akurasi dari informasi tersebut dilakukan cek lapangan dengan melakukan pengamatan langsung. Selain cek akurasi pemetaan juga diambil titik koordinat mulut gua guna mencari tingkat akurasi dari hasil kombinasi beberapa informasi/peta/variabel. Analisis terhadap parameter yang telah ditentukan dikaitkan dengan keadaan nyata lapangan sehingga didapat informasi akurasi pemetaan. Akurasi pemetaan tentunya mempengaruhi keakurasian identifikasi kemunculan mulut gua.

1.8. Batasan Operasional

Basin (Cekungan) merupakan suatu daerah rendah pada kulit bumi, karena pengaruh tektonik dengan adanya dip radial centripetal dan di dalamnya terakumulasi edimen (Bates dan Jackson, 1980, dalam Widyastuti, 1991)

Doline merupakan cekungan-cekungan tertutup berbentuk bulat atau lonjong dengan diameter beberapa meter hingga lebih kurang satu kilometer (Ford dan Williams, 1996).

(20)

20

Gua, beberapa ahli mendefisinisakan gua dengan bahasa yang berbeda-beda. Gua merupakan rongga bawah tanah yang alami, termasuk didalamnya pintu masuk (entrance), lorong (passage), dan ruang (room/chamber) yang bisa ditelusuri oleh penjelajah manusia (white, 2004).

Interpretasi adalah proses mengenali dan mengkaji mengenai objek, wilayah, dan fenomena pada citra penginderaan jauh dengan maksud untuk mendapatkan informasi mengenai objek, wilayah, dan fenomena tersebut (Lillesand dan Kiefer, 1979).

Karst adalah medan dengan kondisi hidrologi yang khas sebagai akibat dari batuan yang mudah larut dan mempunyai porositas sekunder yang berkembang (Ford dan Williams, 1996)

Kekar merupakan retakan atau rekahan sederhana yang terjadi pada suatu masa batuan tanpa diikuti pergeseran bidang baik secara vertikal maupun lateral (Billing, 1974).

Kelurusan adalaha suatu kenampakan topografis yang lurus berskala besar yang mencerminkan struktur di bawahnya. (Bates dan Jackson, 1980, dalam Widyastuti, 1991)

Penginderaan jauh merupakan ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang objek , daerah, atau gejala dengan jalan menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap obyek, daerah, atau gejala yang dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1994)

Polye merupakan suatu basin tertutup dalam suatu kawasan karst, biasanya berasal dari tektonik. Lantai polye, pada umumnya dialiri oleh sungai bawah permukaan yang dapat meliputi beberapa mil

(21)

21

luasnya ( Royal Geological and Minning Society of The Netherlands,1959, dalam Eko Ridarso, 1996)

Retakan merupakan sebutan untuk struktur rekahan dalam batuan dimana tidak ada atau sedikit sekali mengalami pergeseran. Rekahan yang telah bergeser disebut sesar.

Sesar adalah merupakan retakan atau rekahan pada batuan yang mengalami pergeseran baik ke atas, ke bawah maupun secara lateral yang umumnya terjadi pada batuan kompak yang mengalami tekanan baik dari luar maupun dari dalam masa batuan itu sendiri (Billing, 1974).

Sinkhole merupakan lubang besar tempat masuknya aliran permukaan menjadi aliran bawah permukaan, atau sering juga disebut dolin ( Royal Geological and Minning Society of The Netherlands,1959, dalam Eko Ridarso, 1996)

Sungai Bawah Tanah adalah aliran air yang mengalir melalui ruang-antara yang sangat besar, seperti system pergoaan (Bates dan Jackson, 1980, dalam Widyastuti, 1991)

Telaga Karst, semacam danau yang kecil kawasan karst dimana sinar matahari masih dapat mencapai dasarnya, yang dimanfaatkan sebagai tempat penampungan air permukaan

Gambar

Gambar 1.1.  Perbedaan Panjang Gelombang Landsat 7+ETM dan Landsat 8  Sumber: (USGS, 2013)
Tabel 1.1.  Perbedaan Panjang Gelombang Landsat 7+ETM dan Landsat 8
Gambar 1.2.  Proses terbentuknya gua
Tabel 1.2.  Penelitian sebelumnya dan rencana penelitian yang akan dilaksanakan penulis

Referensi

Dokumen terkait

Dispepsia Dispepsia merupakan merupakan kumpulan kumpulan keluhan/gejala keluhan/gejala klinis klinis yang yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas

Sedangkan untuk parameter warna, aroma, dan tekstur menunjukkan hasil penilaian bahwa mutu warna, aroma dan tekstur dari sosis sampel yang diujikan memiliki mutu

(3) Rumah Sakit yang didirikan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus berbentuk Unit Pelaksana Teknis dari Instansi yang

• Mencetak TCC dapat dilakukan dengan mengklik tombol File pada tool bar, setelah itu dilanjutkan dengan mengklik tombol Print, maka akan muncul window Print seperti yang

Namun demikian, hal tersebut sangat jarang terjadi, yang banyak terjadi adalah hujan dengan periode kompleks, yaitu curah hujan yang dihasilkan lebih dari satu

Menurut Kristianto (2011) pada pasien dengan luka kaki diabetik pengukuran kenyamanan merupakan intervensi keperawatan untuk mengetahui kebutuhan kenyamanan pasien secara

Ekstraksi fitur pada dataset yang digunakan ini akan dilakukan dalam lima tahapan, dengan mempertimbangkan karakteristik data yang ada dan juga kebutuhan sesuai task Data mining yang

Hasil analisis ANOVA menunjukkan bahwa nilai b kepiting bakau jantan dengan betina berbeda nyata (P<0,05) sehingga analisis hubungan lebar karapas dan berat harus