• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KERANGKA TEORI. Dengan demikian yang menjadi kerangka teori dalam penelitian ini adalah :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KERANGKA TEORI. Dengan demikian yang menjadi kerangka teori dalam penelitian ini adalah :"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KERANGKA TEORI

Dalam rangka menyusun penelitian ini dan untuk mempermudah penulis didalam menyelesaikan penelitian ini, maka dibutuhkan suatu landasan berfikir yang dijadikan pedoman untuk menjelaskan masalah yang sedang disorot. Pedoman tersebut disebut kerangka teori. Menurut Sugiono (2005 : 55) menyebutkan landasan teori perlu ditegakkan agar penelitian itu mempunyai dasar yang kokoh, dan bukan sekedar perbuatan coba-coba. Dengan demikian yang menjadi kerangka teori dalam penelitian ini adalah :

II.1 Evaluasi

II.1.1Pengertian Evaluasi

Evaluasi merupakan bagian dari sistem manajemen yaitu perencanaan, organisasi, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Tanpa evaluasi, maka tidak akan diketahui bagaimana kondisi objek evaluasi tersebut dalam rancangan, pelaksanaan serta hasilnya. Istilah evaluasi sudah menjadi kosa kata dalam bahasa Indonesia, akan tetapi kata ini adalah kata serapan dari bahasa Inggris yaitu evaluation yang berarti penilaian atau penaksiran (Echols dan Shadily, 2000 : 220).

Pemahaman mengenai pengertian evaluasi dapat berbeda-beda sesuai dengan pengertian evaluasi yang bervariatif oleh para pakar evaluasi.Menurut Stufflebeam dalam Lababa (2008), evaluasi adalah “the process of delineating, obtaining, and providing useful information for judging decision alternatives," Artinya evaluasi merupakan proses menggambarkan, memperoleh, dan menyajikan informasi yang berguna untuk merumuskan suatu alternatif keputusan.Masih dalam Lababa (2008),

(2)

berharga (worth).Sesuatu yang berharga tersebut dapat berupa informasi tentang suatu program, produksi serta alternatif prosedur tertentu”.

Tague-Sutclife (1996 : 1-3), mengartikan evaluasi sebagai "a systematic process of determining the extent to which instructional objective are achieved by pupils". Evaluasi bukan sekadar menilai suatu aktivitas secara spontan dan insidental, melainkan merupakan kegiatan untuk menilai sesuatu secara terencana, sistematik, dan terarah berdasarkan tuiuan yang jelas.

Menurut Djaali dan Pudji (2008 : 1), evaluasi dapat juga diartikan sebagai “proses menilai sesuatu berdasarkan kriteria atau tujuan yang telah ditetapkan yang selanjutnya diikuti dengan pengambilan keputusan atas obyek yang dievaluasi”.

Untuk menentukan nilai sesuatu dengan cara membandingkan dengan kriteria, evaluator dapat langsung membandingkan dengan kriteria namun dapat pula melakukan pengukuran terhadap sesuatu yang dievaluasi kemudian baru membandingkannya dengan kriteria. Dengan demikian evaluasi tidak selalu melalui proses mengukur baru melakukan proses menilai tetapi dapat pula evaluasi langsung melalui penilaian saja. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan Crawford (2000 : 13), mengartikan penilaian sebagai suatu proses untuk mengetahui/menguji apakah suatu kegiatan, proses kegiatan, keluaran suatu program telah sesuai dengan tujuan atau kriteria yang telah ditentukan.

Dari pengertian-pengertian tentang evaluasi yang telah dikemukakan beberapa ahli di atas, dapat ditarik benang merah tentang evaluasi yakni evaluasi merupakan sebuah proses yang dilakukan oleh seseorang untuk melihat sejauh mana keberhasilan sebuah program. Keberhasilan program itu sendiri dapat dilihat dari dampak atau hasil

(3)

yang dicapai oleh program tersebut.Karenanya, dalam keberhasilan ada dua konsep yang terdapat didalamnya yaitu efektifitas dan efisiensi.

II.1.2 Tujuan dan Fungsi Evaluasi

Setiap kegiatan yang dilaksanakan pasti mempunyai tujuan, demikian juga dengan evaluasi. Menurut Arikunto (2002 : 13), ada dua tujuan evaluasi yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum diarahkan kepada program secara keseluruhan, sedangkan tujuan khusus lebih difokuskan pada masing-masing komponen.

Menurut Crawford (2000 ; 30), tujuan dan atau fungsi evaluasi adalah :

1. Untuk mengetahui apakah tujuan-tujuan yang telah ditetapkan telah tercapai dalam kegiatan.

2. Untuk memberikan objektivitas pengamatan terhadap prilaku hasil. 3. Untuk mengetahui kemampuan dan menentukan kelayakan. 4. untuk memberikan umpan balik bagi kegiatan yang dilakukan. Pada dasarnya tujuan akhir evaluasi adalah untuk memberikan bahan-bahan pertimbangan untuk menentukan/membuat kebijakan tertentu, yang diawali dengan suatu proses pengumpulan data yang sistematis.

II.1.3 Teknik Evaluasi

Untuk membuat sebuah keputusan yang merupakan tujuan akhir dari proses evaluasi diperlukan data yang akurat. Untuk memperoleh data yang akurat diperlukan teknik dan instrumen yang valid dan reliabel.Secara garis besar evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan teknik tes dan teknik nontes (alternative test).

(4)

Hisyam Zaini, dkk. dalam Qomari (2008 : 8), mengelompokkan tes sebagai berikut:

a. Menurut bentuknya; secara umum terdapat dua bentuk tes, yaitu tes objektif dan tes subjektif. Tes objektif adalah bentuk tes yang diskor secara objektif.Disebut objektif karena kebenaran jawaban tes tidak berdasarkan pada penilaian (judgement) dari korektor tes.Tes bentuk ini menyediakan beberapa option untuk dipilih peserta tes, yang setiap butir hanya memiliki satu jawaban benar.Tes subjektif adalah tes yang diskor dengan memasukkan penilaian (judgement) dari korektor tes. Jenis tes ini antara lain: tes esai, lisan.

b. Menurut ragamnya; tes esai dapat diklasifikasi menjadi tes esai terbatas (restricted essay), dan tes esai bebas (extended essay). Butir tes objektif menurut ragamnya dapat dibagi menjadi tiga, yaitu: tes benar-salah (true-false), tes menjodohkan (matching), dan tes pilihan ganda (multiple choice).

II.1.4 Standar Evaluasi

Standar yang dipakai untuk mengevaluasi suatu kegiatan tertentu dapat dilihat dari tiga aspek utama (Umar, 2002 : 40), yaitu;

1. Utility ( Manfaat )

Hasil evaluasi hendaknya bermanfaat bagi manajemen untuk pengambilan keputusan atas program yang sedang berjalan.

2. Accuracy ( Akurat )

Informasi atas hasil evaluasi hendaknya memiliki ketepatan yang tinggi.

(5)

3. Feasibility ( Layak )

Hendaknya proses evaluasi yang dirancang dapat dilaksanakan secara layak.

II.1.5 Model Evaluasi

Ada beberapa model yang dapat dicapai dalam melakukan evaluasi (Umar, 2002 : 41-42), yaitu :

1. Sistem assessment

Yaitu evaluasi yang memberikan informasi tentang keadaan atau posisi suatu sistem.Evaluasi dengan menggunakan model ini dapat menghasilkan informasi mengenai posisi terakhir dari sauatu elemen program yang tengah diselesaikan.

2. Program planning

Yaitu evalusi yang membantu pemilihan aktivitas-aktivitas dalam program tertentu yang mungkin akan berhasil memenuhi kebutuhannya.

3. Program implementation

Yaitu evaluasi yang menyiapkan informasi apakah program sudah diperkenalkan kepada kelompok tertentu yang tepat seperti yang telah direncanakan.

4. Program Improvement

Yaitu evaluasi orang memberikan informasi tentang bagaimana program berfungsi, bagaimana program bekerja, bagaimana mengantisispasi

(6)

5. Program Certification

Yaitu evaluasi yang memberikan informasi mengenai nilai atau manfaat program.

Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa meskipun terdapat beberapa perbedaan antara model evaluasi, tetapi secara umum model-model tersebut memiliki persamaan yaitu mengumpulkan data atau informasi obyek yang dievaluasi sebagai bahan pertimbangan bagi pengambil kebijakan.

II.1.6 Pendekatan-Pendekatan Terhadap Evaluasi

Evaluasi memiliki tujuan-tujuan alternatif dan tujuan-tujuan tersebut mempengaruhi evaluasi suatu program atau kegiatan.Mengenal pandangan-pandangan yang beraneka ragam dan mengetahui bahwa tidak semua evaluator setuju pada pendekatan tersebut dalam melakukan evaluasi suatu program/kegiatan adalah penting. Ada beberapa pendekatan umum dalam melakukan evaluasi yaitu:

1. Pendekatan pertama adalah objective-oriented approach.

Fokus pada pendekatan ini hanya tertuju kepada tujuan program/proyek dan seberapa jauh tujuan itu tercapai.Pendekatan ini membutuhkan kontak intensif dengan pelaksana program/proyek yang bersangkutan.

2. Pendekatan kedua adalah pendekatan three-dimensional cube atau Hammond’s evaluation approach.

Pendekatan Hammond melihat dari tiga dimensi yaitu instruction (karateristik pelaksanaan, isi, topik, metode, fasilitas, dan organisasi program/proyek), institution (karakteristik individual peserta, instruktur, administrasi

(7)

sekolah/kampus/organisasi), dan behavioral objective (tujuan program itu sendiri, sesuai dengan taksonomi Bloom, meliputi tujuan kognitif, afektif dan psikomotor)

3. Pendekatan ketiga adalah management-oriented approach.

Fokus dari pendekatan ini adalah sistem (dengan model CIPP: context-input-proses-product). Karena pendekatan ini melihat program/proyek sebagai suatu sistem sehingga jika tujuan program tidak tercapai, bisa dilihat di proses bagian mana yang perlu ditingkatkan.

4. Pendekatan keempat adalah goal-free evaluation.

Berbeda dengan tiga pendekatan di atas, pendekatan ini tidak berfokus kepada tujuan atau pelaksanaan program/proyek, melainkan berfokus pada efek sampingnya, bukan kepada apakah tujuan yang diinginkan dari pelaksana program/proyek terlaksana atau tidak.Evaluasi ini biasanya dilaksanakan oleh evaluator eksternal.

5. Pendekatan kelima adalah consumer-oriented approach.

Dalam pendekatan ini yang dinilai adalah kegunaan materi seperti software, buku, silabus.Mirip dengan pendekatan kepuasan konsumen di ilmu Pemasaran, pendekatan ini menilai apakah materi yang digunakan sesuai dengan penggunanya, atau apakah diperlukan dan penting untuk program/proyek yang dituju.Selain itu, juga dievaluasi apakah materi yang dievaluasi di-follow-up dan cost effective.

(8)

Dalam pendekatan ini, evaluasi dilaksanakan secara formal atau informal, dalam artian jadwal dispesifikasikan atau tidak dispesifikasikan, standar penilaian dipublikasikan atau tidak dipublikasikan. Proses evaluasi bisa dilakukan oleh individu atau kelompok. Pendekatan ini merupakan pendekatan tertua di mana evaluator secara subyektif menilai kegunaan suatu program/proyek, karena itu disebut subjective professional judgement.

7. Pendekatan ketujuh adalah adversary-oriented approach.

Dalam pendekatan ini, ada dua pihak evaluator yang masing-masing menunjukkan sisi baik dan buruk, disamping ada juri yang menentukan argumen evaluator mana yang diterima. Untuk melakukan pendekatan ini, evaluator harus tidak memihak, meminimalkan bias individu dan mempertahankan pandangan yang seimbang.

8. Pendekatan terakhir adalah naturalistic & participatory approach.

Pelaksana evaluasi dengan pendekatan ini bisa para stakeholder.Hasil dari evaluasi ini beragam, sangat deskriptif dan induktif.Evaluasi ini menggunakan data beragam dari berbagai sumber dan tidak ada standar rencana evaluasi. Kekurangan dari pendekatan evaluasi ini adalah hasilnya tergantung siapa yang menilai (Salehudin, 2009 : 5-7).

Berbagai pendekatan untuk mengevaluasi suatu program atau proyek diterapkan untuk mendapatkan keefektifan dan keefisienan program atau proyek.

(9)

II.2 Pemungutan

Dalam rangka optimalisasi peningkatan Pendapatan Asli Daerah yang perlu diperhatikan adalah pelaksanaan sistem dan prosedur pemungutan dan yang dilakukan, karena bagaimana pun tingginya kesadaran masyarakat namun jika pemungutannya tidak dilaksanakan dengan baik maka upaya tersebut tetap tidak akan mampu mewujudkan suatu tingkat penerimaan pajak seperti yang diharapkan.

Adapun pengertian pemungutan itu sendiri dikemukakan oleh Soelarno (1999:111) adalah : “Suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data obyek dan subyek sampai dengan kegiatan penagihan serta pengawasan penyetorannya”. Dari rumusan pengertian tersebut pemungutan dapat diartikan sebagai “Rangkaian kegiatan untuk pelaksanaan pengumpulan”.

II.3 Pendapatan Asli Daerah (PAD)

II.3.1 Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Salah satu faktor penting untuk melaksanakan urusan rumah tangga daerah adalah kemampuan keuangan daerah. Dengan kata lain faktor keuangan merupakan faktor yang mempengaruhi tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonomi.

Sehubungan dengan pentingnya posisi keuangan daerah ini Pamudji dalam Kaho (2007:138-139) menegaskan: “Pemerintah daerah tidak akan dapat melaksanakan fungsinya dengan efektif dan efisien tanpa biaya yang cukup untuk memberikan pelayanan dan pembangunan, dan keuangan inilah merupakan dalam satu dasar kriteria untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri”.

(10)

Sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku yaitu Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014, tentang pemerintah daerah, daerah diberikan kewenangan untuk mencari dan mengembangkan penerimaan-penerimaan yang berasal dari daerah itu sendiri, yang sering kita sebut dengan pendapatan asli daerah. Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disingkat PAD adalah pendapatan yang diperoleh Daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Sedangkan pengertian Pendapatan Asli Daerah menurut Undang-Undang No, 28 Tahun 2009 yaitu sumber keuangan daerah yang digali dari wilayah daerah yang bersangkutan yang terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.

Kemudian Dedy Supriady Bratakusumah (2001:173) mengatakan bahwa: “Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah penerimaan yang diperoleh Daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.”

Pendapatan Asli Daerah adalah salah satu sumber penerimaan yang harus selalu terus menerus di pacu pertumbuhannya.Dalam otonomi daerah ini kemandirian pemerintah daerah sangat dituntut dalam pembiayaan pembangunan daerah dan pelayaan kepada masyarakat.

Menurut Mardiasmo (2002: 132), Pendapatan Asli Daerah adalah: “Penerimaan daerah dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah”.

(11)

Pendapatan asli daerah merupakan pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan pendapatan lain hasil daerah yang sah, yang bertujuan untuk memberikan keleluasan kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksnaan otonomi daerah sebagai perwujudan asas desentralisasi.

Dari beberapa pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber pendapatan yang sangat penting karena perolehannya dilakukan atas dasar kemampuan potensi yang tersedia dan dibenarkan oleh undang-undang maupun potensi yang dimungkinkan sumber daya manusia di setiap daerah.

II.3.2 Sumber-Sumber Pendapatan Asli Daerah

Pendapatan Asli daerah adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pendapatan Asli Daerah merupakan pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan pendapatan lain asli daerah yang sah, yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan asas desentralisasi. (Ahmad Yani, 2002:51)

Berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, adapun yang merupakan sumber Pendapatan Asli Daerah terdiri dari:

(12)

3. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan

4. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah

II.4 Retribusi

II.4.1 Pengertian Retribusi

Retribusi menurut UU no. 28 tahun 2009 adalah pungutan sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah untuk kepentingan pribadi atau badan. Berbeda dengan pajak pusat seperti Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak, Retribusi yang dapat di sebut sebagai Pajak Daerah dikelola oleh Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda).

Pengertian retribusi menurut Rochmad Sumitro (Victor M. Situmorang dan Cormentyna Sitanggang, 1994:205) bahwa : ”Pembayaran-pembayaran kepada negara yang dilakukan oleh mereka yang menggunakan jasa-jasa negara”.

Sedangkan menurut S. Munawir (Victor M. Situmorang dan Cormentyna Sitanggang, 1994:205) bahwa retribusi yaitu iuran kepada Pemerintah yang dapat dipaksakan dan jasa balik secara langsung dapat ditunjuk.Paksaan di sini bersifat ekonomis karena siapa saja yang tidak merasakan jasa balik dari pemerintah, dia tidak dikenakan iuran itu.

Lain halnya menurut Marihot P. Siahaan (2005:5) bahwa pengertian Retribusi yaitu pembayaran wajib dari penduduk kepada negara karena adanya jasa tertentu yang diberikan oleh negara bagi penduduknya secara perorangan.Jasa tersebut dapat dikatakan bersifat langsung yaitu hanya yang membayar retribusi yang menikmati balas jasa dari negara.

(13)

II.4.2 Ciri- Ciri Retribusi

Menurut Victor M. Situmorang dan Cormentyna Sitanggang, (1994:205) bahwa adapun ciri-ciri dari retribusi pada umumnya adalah :

1. Retribusi dipungut oleh negara;

2. Dalam pemungutan terdapat paksaan secara ekonomis; 3. Adanya kontra prestasi yang secara langsung dapat ditunjuk;

4. Retribusi dikenakan pada setiap orang/ badan yang menggunakan/ mengenyam jasa-jasa yang disiapkan negara.

II.5 Retribusi Daerah

II.5.1 Pengertian Retribusi Daerah

Menurut Undang-undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang dimaksud dengan retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.

Seperti halnya pajak daerah, retribusi daerah dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Peraturan Umum Retribusi Daerah dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, selanjutnya untuk pelaksanaannya di masing-masing daerah, pungutan retribusi daerah dijabarkan dalam bentuk peraturan daerah yang mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(14)

1. Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan;

2. Jasa adalah kegiatan Pemerintah Daerah berupa usaha dan pelayanan yang menyebabkan barang, fasilitas, atau kemanfaatan lainnya yang dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.

3. Jasa umum adalah jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.

4. Jasa usaha adalah jasa yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip-prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sector swasta.

5. Retribusi Perizinan tertentu adalah retribusi atas kegiatan tertentu pemerintah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan dan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.

II.5.2 Ciri-Ciri Pokok Retribusi Daerah

Demikian pula, dari pendapat-pendapat diatas dapat diikhtisarkan ciri-ciri pokok Retribusi Daerah sebagai berikut :

a. Retribusi dipungut oleh Daerah;

b. Dalam pungutan retribusi terdapat prestasi yang diberikan Daerah yang langsung dapat ditunjuk;

(15)

c. Retribusi dikenakan kepada siapa saja yang memanfaatkan, atau mengenyam jasa yang disediakan Daerah.

Beberapa ciri yang melekat pada retribusi daerah yang saat ini dipungut di Indonesia adalah sebagai berikut:

1. Retribusi merupakan pungutan yang dipungut berdasarkan undang-undang dan peraturan daerah yang berkenaan.

2. Hasil penerimaan retribusi masuk ke kas pemerintah daerah.

3. Pihak yang membayar retribusi mendapatkan kontra prestasi (balas jasa) secara langsung dari pemerintah daerah atas pembayaran yang dilakukan. 4. Retribusi terutang apabila ada jasa yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah yang dinikmati oleh orang atau badan.

5. Sanksi yang dikenakan pada retribusi adalah sanksi secara ekonomis, yaitu jika tidak membayar retribusi, tidak akan memperoleh jasa yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah.

II.5.3 Jenis-Jenis Retribusi Daerah

Objek retribusi daerah adalah berbagai jenis jasa tertentu yang disediakan oleh pemerintah daerah.Tidak semua jasa yang diberikan oleh pemerintah dapat dipungut retribusinya, tetapi hanya jenis-jenis jasa tertentu yang menurut pertimbangan social-ekonomi layak dijadikan sebagai objek retribusi.Jasa tertentu tersebut dikelompokkan ke dalam tiga golongan yaitu Jasa Umum, Jasa Usaha dan Perizinan Tertentu.

Penggolongan jenis retribusi ini dimaksudkan guna menetapkan kebijaksanaan umum tentang prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi yang ditemukan.Penetapan jenis retribusi dalam tiga golongan tersebut dimaksudkan juga

(16)

agar tercipta ketertiban dalam penerapannya, sehingga dapat memberikan kepastian bagi masyarakat dan disesuaikan dengan kebutuhan nyata daerah yang bersangkutan.

1. Retribusi Jasa Umum

Retribusi Jasa Umum adalah retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.

Sesuai Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 Pasal 18 ayat 3 huruf a, ditentukan berdasarkan criteria berikut ini :

a. Retribusi jasa umum bersifat bukan pajak dan bersifat bukan retribusi jasa usaha atau retribusi perizinan tertentu.

b. Jasa yang bersangkutan merupakan kewenangan daerah dalam rangka pelaksanaan asas desentralisasi.

c. Jasa tersebut memberikan manfaat khusus bagi orang pribadi atau badan yang diharuskan membayar retribusi, disamping untuk melayani kepentingan dan kemanfaatan umum.

d. Jasa tersebut layak untuk dikenakan retribusi.

e. Retribusi tersebut tidak bertentangan dengan kebijakan nasional mengenai penyelenggaraannya.

f. Retribusi tersebut dapat dipungut secara efektif dan efisien serta merupakan suatu sumber pendapatan daerah yang potensial.

g. Pemungutan retribusi memungkinkan penyediaan jasa tersebut dengan tingkat dan atau kualitas pelayanan yang lebih baik.

Jenis-jenis retribusi jasa umum diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 Pasal 2 ayat 1, sebagaimana dibawah ini:

(17)

a. Retribusi pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan di Puskesmas, balai pengobatan, dan Rumah Sakit Umum Daerah.Retribusi Pelayanan Kesehatan Ini tidak termasuk pelayanan pendaftaran.

b. Retribusi Pelayanan Persampahan/ kebersihan

Pelayanan persampahan/kebersihan meliputi pengambilan, pengangkutan, dan pembuangan serta penyediaan lokasi pembuangan/pemusnahan sampah rumah tangga, industry, dan perdagangan; tidak termasuk pelayanan kebersihan jalan umum dan taman.

c. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akta Catatan Sipil

Akta Catatan Sipil meliputi Akta kelahiran, Akta Perkawinan, Akta Perceraian, Akta Pengesahan dan Pengangkuan Anak, Akta Ganti Nama bagi Warga Negara Asing, dan Akta Kematian.

d. Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat

Pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat meliputi pelayanan penguburan/pemakaman termasuk penggalian dan penggurukan, pembakaran/pengabuan mayat, dan sewa tempat pemakaman atau pembakaran/pengabuan mayat yang dimiliki atau di kelola pemerintah daerah.

e. Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum

Pelayanan parkir di tepi jalan umum adalah penyediaan pelayanan daerah.Karena jalan menyangkut kepentingan umum, penetapan jalan umum sebagai tempat parkir mengacu pada ketentuan peraturan

(18)

f. Retribusi Pelayanan Pasar

Pelayanan pasar adalah fasilitas pasar tradisional/sederhana berupa pelataran dan los yang dikelola oleh pemerintah daerah dan khusus disediakan untuk pedagang; tidak termasuk yang dikelola oleh BUMN, BUMD dan pihak swasta.

g. Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor

Pelayanan pengujian kendaraan bermotor adalah pelayanan pengujian kendaraan bermotor sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah.

h. Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran

Pelayanan pemeriksa alat pemadam kebakaran adalah pelayanan pemeriksaan dan atau perizinan oleh pemerintah daerah terhadap alat-alat pemadam kebakaran yang dimiliki dan atau dipergunakan oleh masyarakat.

i. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta

Peta adalah peta yang dibuat oleh pemerintah daerah, seperti peta dasar (peta garis), peta foto, peta digital, peta tematik, dan peta teknis (peta struktur).

j. Retribusi Pengujian Kapal Perikanan

Pelayanan pengujian kapal perikanan adalah pengujian terhadap kapal penangkap ikan menjadi kewenangan daerah.

Subjek retribusi jasa umum adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan/menikmati pelayananan jasa umum yang bersangkutan dan diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi jasa umum.

(19)

Retribusi Jasa Usaha adalah retribusi atas jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah dan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta.

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 Pasal 18 ayat 3 huruf b, retribusi jasa usaha ditentukan berdasarkan criteria berikut ini:

1.6 Retribusi jasa usaha bersifat bukan pajak dan bersifat bukan retribusi jasa umum atau retribusi perizinan tertentu.

1.7 Jasa yang bersangkutan adalah jasa yang bersifat komersial yang seyogianya disediakan oleh sector swasta, tetapi belum memadai atau terdapatnya harta yang dimiliki/dikuasai daerah yang belum dimanfaatkan secara penuh oleh pemerintah daerah. Pengertian harta adalah semua harta bergerak dan tidak bergerak, tidak termasuk uang kas, surat-surat berharga, dan harta lainnya yang bersifat lancar (current asset).

Jenis-jenis retribusi jasa usaha diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 Pasal 3 ayat 2, sebagaimana dibawah ini :

a. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah

Pelayanan pemakaian kekayaan daerah, antara lain pemakaian tanah dan bangunan, pemakaian ruangan untuk pesta, pemakaian keendaraan/alat-alat besar milik daerah. Tidak termasuk dalam pengertian pelayanan pemakaian kekayaan daerah adalah penggunaan tanah yang tidak mengubah fungsi dari tanah tersebut, seperti pemancangan tiang listrik/telepon maupun penanaman/pembentangan kabel listrik/telepon di pinggir jalan umum.

(20)

Pasar grosir dan atau pertokoan adalah pasar grosir berbagai jenis barang dan fasilitas pasar/pertokoan yang dikontrakkan, yang disediakan/deselenggarakan oleh pemerintah daerah, tidak termasuk yang disediakan oleh BUMD dan pihak swasta.

c. Retribusi Tempat Pelelangan

Tempat pelelangan adalah tempat yang secara khusus disediakan oleh pemerintahan daerah untuk melakukan pelelangan ikan, ternak, hasil bumi, dan hasil hutan termasuk jasa fasilitas lainnya yang disediakan di tempat pelelangan. Termasuk dalam pengertian tempat pelelangan adalah tempat yang dikontrak oleh pemerintah daerah dari pihak lain untuk dijadikan sebagai tempat pelelangan.

d. Retribusi Terminal

Pelayanan terminal adalah pelayanan penyediaan tempat parkir untuk kendaraan penumpang dan bus umum, tempat kegiatan usaha, dan fasilitas lainnya dilingkungan terminal, yang dimiliki dan atau dikelola oleh pemerintah daerah.Dengan ketentuan ini, pelayanan perorangan tidak dipungut retribusi.

e. Retribusi Tempat Khusus Parkir

Pelayanan tempat khusus parkir adalah pelayanan penyediaan tempat parkir yang khusus disediakan, dimiliki, dan atau dikelola oleh pemerintah daerah, tidak termasuk yang disediakan dan dikelola oleh BUMD dan pihak swasta.

f. Retribusi Tempat Penginapan/Pesanggrahan/Villa

Pelayanan tempat penginapan/pesanggrahan/villa milik daerah adalah pelayanan penyediaan tempat penginapan/pesanggrahan/villa yang

(21)

dimiliki dan atau yang dikelola oleh pemerintah daerah, tidak termasuk yang dikelola oleh BUMD dan pihak swasta.

g. Retribusi Penyedotan Kakus

Pelayanan penyedotan kakus adalah pelayanan penyedotan kakus/jamban yang dilakukan oleh pemerintah daerah, tidak termasuk yang dikelola oleh BUMD dan pihak swasta.

h. Retribusi Rumah Potong Hewan termasuk

Pelayanan rumah potong hewan adalah penyediaan fasilitas rumah pemotong hewan ternak termasuk pelayanan pemeriksaan kesehatan hewan sebelum dan sesudah dipotong, yang dimiliki dan atau dikelola oleh pemerintah daerah.

i. Retribusi Pelayanan Pelabuhan Kapal

Pelayanan pelabuhan kapal adalah pelayanan pada pelabuhan kapal perikanan dan atau bukan kapal perikanan, termasuk fasilitas lainnya di lingkungan pelabuhan kapal yang dimiliki dan atau dikelola oleh pemerintah daerah, tidak termasuk yang dikelola oleh BUMN, BUMD dan pihak swasta.

j. Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga

Pelayanan tempat rekreasi dan olahraga adalah tempat rekreasi, pariwisata, dan olahraga yang dimiliki dan atau dikelola oleh pemerintah daerah. k. Retribusi Penyeberangan di Atas Air

Pelayanan penyeberangan di atas air adalah pelayanan penyeberangan orang atau barang dengan menggunakan kendaraan di atas air yang dimiliki dan atau dikelola oleh pemerintah daerah, tidak termasuk yang

(22)

l. Retribusi Pengolahan Limbah Cair

Pelayanan pengolahan limbah cair adalah pelayanan pengolahan limbah cair rumah tangga, perkantoran, dan industri yang dikelola dan atau dimiliki oleh pemerintah daerah, tidak termasuk yang dikelola oleh BUMD dan pihak swasta.

m. Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah

Penjualan produksi usaha daerah adalah penjualan hasil produksi usaha pemerintah daerah antara lain, bibit/benih tanaman, bibit ternak, dan bibit ikan, tidak termasuk penjualan produksi usaha BUMN, dan pihak swasta.

Subjek retribusi jasa usaha adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan/menikmati pelayanan jasa usaha yang bersangkutan.Subjek retribusi jasa usaha merupakan wajib retribusi jasa usaha, yaitu orang pribadi atau badan yang diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi jasa usaha.

3. Retribusi Perizinan Tertentu

Fungsi perizinan dimaksudkan untuk mengadakan pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan, maka pada dasarnya pemberian izin oleh Pemerintah Daerah tidak harus dipungut retribusi.

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 Pasal 18 ayat 3 huruf c, retribusi perizinan tertentu ditentukan berdasarkan kriteria berikut ini : a. Perizinan tersebut termasuk kewenangan pemerintahan yang diserahkan

kepada daerah dalam rangka asas desentralisasi.

b. Perizinan tersebut benar-benar diperlukan guna melindungi kepentingan umum.

(23)

c. Biaya yang menjadi beban daerah dalam penyelenggaraan izin tersebut dan biaya untuk menanggulangi dampak negative dari pemberian izin tersebut cukup besar sehingga layak dibiayai dari retribusi.

Jenis-jenis retribusi perizinan tertentu diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 Pasal 4 ayat 2, adalah sebagaimana dibawah ini :

a. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan

Izin mendirikan bangunan adalah pemberian izin untuk mendirikan satu bangunan. Termasuk dalam pemberian izin ini adalah kegiatan peninjauan desain dan pemantauan pelaksanaan pembangunannya, agar tetap sesuai dengan rencana teknis bangunan dan rencana tata ruang yang berlaku, dengan tetap memerhatikan Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefisien Luas Bangunan (KLB), Koefisien Ketinggian Bangunan (KKB), dan pengawasan penggunaan bangunan yang meliputi peperiksaan dalam rangka memenuhi syarat-syarat keselamatan bagi yang menempati bangunan tersebut.

b. Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol

Izin tempat penjualan minuman beralkohol adalah pemberian izin untuk melakukan penjualan minuman beralkohol di suatu tempat tertentu.

c. Retribusi Izin Gangguan

Izin gangguan adalah pemberian izin tempat usaha/kegiatan kepada orang pribadi atau badan di lokasi tertentu yang dapat menimbulkan bahaya, kerugian, dan gangguan; tidak termasuk tempat usaha/kegiatan yang telah ditentukan oleh pemerintah daerah.

(24)

Izin trayek adalah pemberian izin kepada orang pribadi atau badan untuk menyediakan pelayanan angkutan penumpang umum pada suatu atau beberapa trayek tertentu.Pemberian izin oleh pemerintah daerah dilaksanakan sesuai dengan kewenangan masing-masing daerah.

II.6 Retribusi Parkir

Dalam Peraturan Daerah nomor 2 tahun 2014 tentang perparkiran dikatakan bahwa : Parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan bermotor yang bersifat sementara yang ditinggalkan pengemudi. Definisi lain tentang parkir terdapat dalam kamus umum bahasa Indonesia,bahwa “Parkir adalah menghentikan kendaran bermotor untuk beberapa saat lamanya”

Dari kedua pengertian diatas dapat di katakan bahwa “Parkir adalah memberhentikan kendaraan untuk sementara pada tempat yang telah disediakan”.Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan yang selanjutnya disebut retribusi parkir adalah pembayaran atas jasa penyediaan pelayanan parkir di tepi jalan umum yang ditentukan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

II.7 Definisi Konsep

Konsep adalah istilah dan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan kelompok, atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial. Tujuannya adalah untuk memudahkan pemahaman dan menghindari terjadinya interpretasi ganda dari variabel yang diteliti (Singarimbun, 1995:37).

Maka berdasarkan uraian diatas penulis mengemukakan definisi dari konsep yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :

(25)

1. Pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data obyek dan subyek sampai dengan kegiatan penagihan serta pengawasan penyetorannya.

2. Pendapatan Asli Daerah adalah sumber pendapatan yang sangat penting karena perolehannya dilakukan atas dasar kemampuan potensi yang tersedia dan dibenarkan oleh undang-undang maupun potensi yang dimungkinkan sumber daya manusia di setiap daerah.

3. Retribusi adalah pembayaran-pembayaran kepada negara yang dilakukan oleh mereka yang menggunakan jasa-jasa Negara

4. Retribusi Parkir adalah pembayaran atas jasa penyediaan pelayanan parkir di tepi jalan umum yang ditentukan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Referensi

Dokumen terkait

Telah terjadi bencana kapal tenggelam yaitu Kapal Teratai Prima II yang berangkat dari Pare-Pare tanggal 10 Januari 2009 pukul 19.00 Wita menuju Samarinda, Kalimantan Timur,

Jika terjadi suatu tawaran terhadap suatu barang kepada pihak lain dengan mengucapkan atau menuliskan kehendaknya itu dan disampaikan kepada pihak lain, bagi dirinya

Peredaran narkoba di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan, tingkat pengguna di usia muda sangat tinggi, efek yang ditimbulkan sangat merusak generasi muda sebagai harapan bangsa,

Jawaban responden dari indikator ke dua belas mengenai responden sering menggunakan sistem informasi dalam perusahaan paling banyak pada skala 6 yaitu sebesar 45.45%,

untuk seluruh aspek perkembangan manusia, baik fisik, kognisi, emosi maupun sosial. Salah satu aspek perkembangan yang penting bagi anak adalah aspek

pembentukan tim kerja yang tidak tepat (hanya ada 1 langkah yang benar dari 4 langkah) pembentukan tim kerja yang kurang lengkap dan kurang tepat (hanya ada 2 langkah

Informasi atau fakta penting yang relevan mengenai peristiwa, kejadian atau fakta yang dapat mempengaruhi harga efek pada Bursa efek dan atau keputusan pemodal, calon pemodal atau

Es'ad Coşan Muharrem Nureddin Coşan Menzil Şubesi Seyyid Tâhâ Sıbğatullah Arvasî Abdurrahman Tâğî Fethullah Verkânisî Muhammed Diyauddin Ahmet el-Haznevî