• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Lahan Sawah dan Jarak Tanam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Lahan Sawah dan Jarak Tanam"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Lahan Sawah dan Jarak Tanam

Tanah sawah bukan merupakan terminologi klasifikasi untuk suatu jenis tanah tertentu, melainkan istilah yang menunjukkan cara pengelolaan berbagai jenis tanah untuk budidaya padi sawah. Pengelolaan lahan yang tepat akan menghasilkan kondisi sawah yang kaya akan unsur hara didalamnya dan menjadi tanaman tumbuh subur. Salah satu diantara cara pengelolaan lahan sawah yaitu dengan melakukan kegiatan penyiangan. Penyiangan yang baik dilakukan ketika gulma tercabut bersama akarnya. Namun untuk dapat tercabut sampai keperakaran gulma, kondisi tanah harus tercukupi oleh air dan mengandung fraksi pasir, debu dan lempung. Sehingga dalam kegiatan penyiangan, kondisi tanah sawah harus berada pada kondisi macak-macak (cukup tergenang) selama masa pertumbuhan. Syarat kondisi lahan sawah yang sesuai untuk kegiatan penyiang dicirikan sebagai berikut :

- Tanah sawah beririgasi/tadah hujan, yang memiliki permukaan lahan datar dan tergenang dangkal dengan kondisi tanah aerobik sampai anaerobik - Dibatasi oleh pematang dengan tata air terkontrol

- Ketinggian air minimal 6 cm

- Kedalaman lapisan lumpur sawah (diukur dengan cara orang berdiri di lumpur) maksimum 25 cm

Sedangkan syarat dari kondisi tanaman yang dikehendaki adalah jarak tanam antar baris harus lurus dan sama. Apabila diinginkan dalam dua arah membujur dan melintang, tanaman padi harus ditanam dalam dua arah lurus, biasanya petani menggunakan caplak untuk membentuk alur sebelum di tanam. Jarak tanam padi sawah 20 x 20 cm, 25 x 25 cm, atau 30 x 30 cm. Jarak tanam antar alur juga disesuaikan dengan arah pergerakan sinar matahari. Sehingga sinar matahari dapat menembus masuk sampai perakaran tanaman dan tidak terhalang oleh tanaman lain.

(2)

Gulma Tanaman Padi

Padi sawah tumbuh pada kondisi tanah yang basah (tergenang air), maka tumbuh-tumbuhan pengganggu yang tumbuh adalah termasuk ke dalam jenis tumbuhan air (Aquatic weeds) dan semi aquatic weeds. Gulma Fimbristylis miliaceae (Cyperaceae), disusul Echinochloa crusgalli (Gramineae) merupakan gulma yang sangat dominan pada lahan persawahan yang tergolong jenis gulma rerumputan seperti pada Gambar 1 (anonim, 2009).

Fimbristylis miliaceae (L.) Vahl (cyperaceae) sebangsa rumput teki dikenal dengan nama lesser fimbristylis (Inggris), panon munding, babawangan (Sunda), sunduk welut, sriwit, tumburan (Jawa), naleung sengko (Aceh). F. miliaceae merupakan tumbuhan setahun, tumbuh berumpun, dengan tinggi 20 – 60 cm. Batangnya ramping, tidak berbulu-bulu, bersegi empat, dan tumbuh tegak. Daunnya terdapat di bagian pangkal, bentuk bergaris, menyebar lateral, tepi luar tipis, panjang sampai 40 cm. Bunganya berkarang dan bercabang banyak. Anak bulir kecil dan banyak sekali, warna cokelat dengan punggung berwarna hijau, bentuk bola sampai jorong, dengan ukuran 2 – 5 mm x 1.5 – 2 mm. Buahnya berwarna kuning pucat atau hampir putih, bentuk bulat telur terbalik. Biasanya terdapat di tempat-tempat basah, berlumpur sampai semi basah, umumnya terdapat pada lahan sawah (Sundaru et al. 1976 dalam Anonim, 2009).

Echinochloa crusgalli (Gramineae) sebangsa rerumputan dikenal dengan nama barnyard grass (Inggris), jajagoan (Sunda), jawan (Jawa), orang Aceh menyebutnya dengan ikue tupee dan bahasa setempat dikenal dengan nama naleung saddam huseen. Gulma ini merupakan tumbuhan setahun, perakarannya dangkal, tumbuh berumpun, dengan tinggi batang 50 – 150 cm. Batangnya kuat dan kokoh, tumbuh tegak serta daunnya rata/datar dengan panjang 10 – 20 cm, lebar 0.5 – 1 cm. Bentuk garis meruncing ke arah ujung, yang mula-mula tumbuh tegak kemudian merunduk, panjang 5 – 21 cm, terdiri dari 5 – 40 cm tandan. Biasanya terbentuk piramid sempit, warna hijau sampai ungu tua. Bulirnya banyak, anak bulir panjang 2 – 3.5 mm, berambut. Kepala sarinya mempunyai diameter 0.6 – 0.85 mm. Buah E. crusgalli disebut caryopsis, berbentuk lonjong, tebal, panjang 2 – 3.5 mm. Biji yang tua berwarna kecoklat-coklatan sampai kehitam-hitaman. E. crusgalli terdapat di tempat-tempat basah, kadang-kadang

(3)

terdapat juga di tempat setengah basah. Di sawah tumbuh bersama padi, akan tetapi umumnya lebih tinggi dan berbunga lebih dulu dari pada padi (Sundaru et al. 1976 dalam Anonim, 2009).

Gambar 1. Gulma jenis rerumputan

Jenis gulma yang tergolong rerumputan biasanya berdaun sempit, tumbuh tegak, dan berakar serabut (monocotyledonae). Jenis gulma yang tergolong daun lebar, biasanya tumbuh secara horizontal, bertitik tumbuh terbuka, juga berakar serabut. Sedangkan jenis yang cukup sulit untuk diberantas adalah gulma yang tergolong rumput teki. Jenis ini memiliki karakter yang mirip dengan rumput, tetapi daunnya agak berbeda yakni bentuk daun rumput teki adalah segitiga. Rumput teki mempunyai umbi atau akar tinggal, sehingga sukar sekali diberantas, bila daunnya terpotong maka akan cepat sekali tumbuh lagi dari bawah (Soesanto, 1986; Sempaja, 2007).

Penyiangan

Penyiangan merupakan salah satu tahap yang sangat penting dari proses budidaya padi. Hal ini karena kehadiran gulma akan menjadi pesaing bagi tanaman padi dalam mendapatkan bahan-bahan yang diperlukan dan pada gilirannya akan menurunkan produksi. Selain untuk mengendalikan gulma, penyiangan juga ditujukan untuk mengaduk tanah di sekitar daerah perakaran sehingga meningkatkan aerasi udara di dalamnya.

Di dalam usaha pengendalian/penyiangan gulma sebaiknya dilakukan sebelum pemupukan agar penggunaan pupuk untuk tanaman padi tidak sia-sia.

(4)

Biasanya pengendalian gulma di lahan irigasi atau lahan sawah lebih mudah dibandingkan di lahan kering, karena pada lahan kering kelembaban tanahnya sangat cocok untuk pertumbuhan dan perkembangan gulma, terutama pada periode awal pertumbuhan tanaman padi. Sedangkan pada lahan irigasi (digenangi air) persoalan gulma tidak terlalu berat karena penggenangan merupakan cara yang sangat efektif untuk menekan perkembangan gulma.

Namun penyiangan yang dilakukan secara terus menerus akan memunculkan gulma yang dominan terhadap penyiangan (Sukma dan Yakup, 2002). Sehingga penyiangan yang baik dilakukan dua kali yaitu pada saat padi berumur 3 dan 6 minggu guna menjaga dan mencegah agar ketersedian air dan makanan yang seharusnya diserap oleh padi diambil oleh gulma yang dapat menyebabkan kurusnya padi karena kekurangan air dan usur-unsur lainnya. Selain untuk mengendalikan gulma, penyiangan juga ditujukan untuk mengaduk tanah di sekitar daerah perakaran sehingga meningkatkan aerasi udara di dalamnya (Haryanto et al. 2002).

Proses penyiangan cukup sulit karena pencabutan rumput yang berada diselah-selah padi perlu keterampilan tertentu agar tidak merusak tanaman. Untuk itu diperlukan suatu alat penyiang semi mekanis ataupun mekanis. Selain itu pengguna alat penyiang juga akan meningkatkan nilai kapasitas kerja. Menurut Haryono (2007), pengendalian gulma tanaman padi sawah secara manual dengan menggunakan tangan membutuhkan waktu 172 jam/ha dan penyiangan secara semi mekanis dengan menggunakan landak membujur melintang 132 jam/ha sedangkan penyiangan secara mekanis dengan menggunakan power weeder membutuhkan waktu 15 – 27 jam/ha.

Efektivitas Penyiangan

Efektivitas merupakan pencapaian tujuan secara tepat untuk meperoleh hasil yang optimal. Dapat diartikan bahwa efektivitas menunjukkan tingkat keberhasilan dari suatu pekerjaan. Didalam kegiatan penyiangan yang dapat menentukan tingkat keberhasilan yaitu banyaknya gulma yang tersiangi karena penyiangan diperlukan guna mengurangi persaingan antara gulma dengan

(5)

tanaman pokok. Adanya persaingan gulma dapat mengurangi kemampuan tanaman untuk berproduksi. Persaingan antara gulma dengan tanaman dalam mengambil unsur-unsur hara dan air dari dalam tanah dan penerimaan cahaya matahari untuk proses fotosintesis, menimbulkan kerugian-kerugian dalam produksi baik kualitas maupun kuantitas. Besar kecilnya (derajad) persaingan gulma terhadap tanaman pokok akan berpengaruh terhadap baik buruknya pertumbuhan tanaman pokok dan pada gilirannya akan berpengaruh terhadap tinggi rendahnya hasil tanaman pokok. Besar kecilnya persaingan antara gulma dan tanaman pokok di dalam memperebutkan air, hara dan cahaya atau tinggi rendahnya hambatan terhadap pertumbuhan atau hasil tanaman pokok jika dilihat dari segi gulmanya, dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti berikut ini (Subagiya, 2009):

Kerapatan gulma

Semakin rapat gulmanya, persaingan yang terjadi antara gulma dan tanaman pokok semakin hebat, pertumbuhan tanaman pokok semakin terhambat, dan hasilnya semakin menurun. Hubungan antara kerapatan gulma dan pertumbuhan atau hasil tanaman pokok merupakan suatu korelasi negatif.

Macam gulma

Masing-masing gulma mempunyai kemampuan bersaing yang berbeda, hambatan terhadap pertumbuhan tanaman pokok berbeda, penurunan hasil tanaman pokok juga berbeda. Sebagai contoh kemampuan bersaing jawan (Echinochloa crusgalli) dan tuton (Echinochloa colonum) terhadap tanaman padi tidak sama atau berbeda.

Saat kemunculan gulma

Semakin awal saat kemunculan gulma, persaingan yang terjadi semakin hebat, pertumbuhan tanaman pokok semakin terhambat, dan hasilnya semakin menurun. Oleh karena itu penyiangan sebaiknya dilakukan pada saat awal pertumbuhannya.

Lama keberadaan gulma

Semakin lama gulma tumbuh bersama dengan tanaman pokok, semakin hebat persaingannya, pertumbuhan tanaman pokok semakin terhambat, dan

(6)

hasilnya semakin menurun. Sehingga penyiangan sebaiknya dilakukan sebanyak 2 kali.

Kecepatan tumbuh gulma

Semakin cepat gulma tumbuh, semakin hebat persaingannya, pertumbuhan tanaman pokok semakin terhambat, dan hasilnya semakin menurun.

Habitus gulma

Gulma yang lebih tinggi dan lebih lebat daunnya, serta lebih luas dan dalam sistem perakarannya memiliki kemampuan bersaing yang lebih, sehingga akan lebih menghambat pertumbuhan dan menurunkan hasil tanaman pokok

.

Efektivitas penyiangan ditentukan antara lain dari kerapatan pertumbuhan gulma. Kerapatan pertumbuhan gulma terdiri dari beberapa kategori : pertumbuhan gulma ringan (kurang dari 10% weed cover), pertumbuhan gulma sedang (antara 10 – 20% weed cover) dan 100% weed cover apabila seluruh areal ditutupi gulma (anonim). Apabila sebelum dilakukan penyiangan, weed cover mencapai 100% dan setelah dilakukan penyiangan pertumbuhan gulma menjadi 50% (weed cover), maka dapat dikatakan bahwa efektivitas penyiangan tersebut masih rendah. Penyiangan yang efektif juga ditandai dengan pertumbuhan tanaman padi, yaitu pertumbuhan anakan semakin banyak karena tidak terjadi persaingan perebutan unsur hara dengan gulma.

Pertanian Organik

Dalam beberapa tahun dekade terakhir, pemerintah dan masyarakat mulai memperhatikan persoalan lingkungan dan ketahanan pangan yang dilanjutkan dengan melaksanakan usaha-usaha yang terbaik untuk menghasilkan pangan tanpa menyebabkan terjadinya kerusakan sumber daya tanah, air dan udara. Kini mereka menerapkan sistem pertanian tanpa bahan kimia sintetik atau yang dikenal dengan pertanian organik. Tujuan utama pertanian organik adalah menyediakan produk-produk pertanian, terutama bahan pangan yang aman bagi kesehatan produsen dan konsumennya serta tidak merusak lingkungan. Sistem ini diyakini tidak menurunkan kemampuan dan kualitas produksi.

(7)

Dalam prinsip-prinsip budidaya padi organik terdapat salah satu kegiatan pertanian yang harus dilakukan, yaitu pemberantasan gulma. Kegiatan pemberantasan gulma ini juga harus dilakukan secara konvensional atau tanpa menggunakan bahan kimia. Pemberantasan gulma menggunakan alat (semi mekanis sampai mekanis) telah dilakukan sebagian besar masyarakat Indonesia. Dengan dukungan teknologi tersebut diharapkan penggunaan herbisida kimia tidak dipergunakan lagi sehingga akan tercapai ketahanan pangan nasional.

Prospek pertanian organik di masa mendatang mempunyai peluang usaha yang sangat baik dan cerah, karena kesadaran konsumen untuk mengkonsumsi sumber makanan yang sehat dan bergizi semakin meningkat. Hasil produksi dari pertanian organik ternyata lebih bermutu dibanding dengan budidaya pertanian biasa. Melalui pertanian organik keberlanjutan produksi dapat dicapai.

Perkembangan Alat Penyiang

Penyiangan Manual (Handweeding)

Di Indonesian pemberantasan gulma masih banyak dilakukan dengan cara manual yaitu mencabut gulma dengan tangan (Gambar 2). Selama masa pertumbuhan padi biasanya dilakukan 2 kali penyiangan yaitu penyiangan pertama pada waktu padi berumur 15 -17 hari dan penyiangan kedua pada waktu padi berumur 30 - 40 hari setelah tanam. Kegiatan penyiangan yang dilakukan secara manual (hand weeding) membutuhkan waktu 172 jam/ha dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 25 orang/ha (Haryono, 2007).

Sistem penyiangan manual yang biasa dilakukan masyarakat yaitu dengan mencabuti rerumputan yang tumbuh subur diantara tanaman padi kemudian membuangnya dari areal persawahan atau dibenamkan ke dalam tanah.

(8)

Alat Penyiang Semi Mekanis

Sejak 20 tahun yang lalu penyiangan sudah dilakukan dengan menggunakan alat. Alat penyiang gulma sederhana yang banyak digunakan oleh petani yaitu alat penyiang gasrok/landak terbuat dari kayu dan cakar penyiangan menggunakan beberapa kumpulan paku yang terletak pada dasar penyiang. Pengoperasian alat ini dengan cara didorong menggunakan tenaga manusia melalui tangkai pendorong. Cara pengoperasian alat penyiang gasrok dapat dilihat pada Gambar 3. Penyiang landak ini membutuhkan tenaga kerja sebanyak 7 orang dan waktu 3 hari dalam luasan 1 ha sawah. Disini membutuhkan tenaga manusia untuk mendorong tangkai penyiang.

Gambar 3. Alat penyiang gasrok

Bila penyiangan dilakukan dengan alat penyiang landak, di samping memberantas gulma juga berfungsi penggemburan tanah

Salah satu peneliti dari India (Rajvir Yadav et al.), mencoba mengembangkan alat penyiang semi mekanis yang menggunakan roda dan implemen jari penyiang seperti Gambar 4 berikut :

(9)

Gambar 4. Alat penyiang semi mekanis (Rajvir Yadav et al. 2007)

Dari hasil penelitiannya diperoleh bahwa weeder ini dapat bekerja pada kedalaman di atas 3 cm dengan efisiensi lapang 0.048 ha/jam dan efisiensi penyiangan tertinggi mencapai 92.5 %. Waktu istirahat operator setelah bekerja dan untuk memperoleh kondisi normal kembali selama 14 menit. Nilai heart rate tertinggi diperoleh 142 sampai 150 beats per menit (Rajvir Yadav at al. 2007).

Singh (1992) juga telah mengembangkan dengan memperhatikan aspek ergonomik pada desain jari penyiang, dari hasil penelitian diperoleh kapasitas kerja penyiangan 60 – 110 man-jam/ha pada lahan sawah black heavy soil dan 25 man-jam/ha pada lahan light soil.

Semua studi tentang ergonomik beberapa alat penyiang telah banyak dilakukan, namun itu juga harus merupakan teknologi yang spesifik disesuaikan dengan kondisi wilayah; jenis tanah, tanaman, areal jangkauan gulma dan ketersediaan sumber daya lokal.

Di negara maju seperti Jepang pengembangan suatu alat sangat memperhatikan faktor keamanan dan kenyamanan pengguna/operatornya. Hal ini penting untuk peningkatan produktivitas. Seperti halnya pengembangan alat penyiang semi mekanis buatan Jepang yang terlihat pada Gambar 5. Alat penyiang semi mekanis ini terbuat dari plat stainless steel ringan dilengkapi dengan 2 cakar penyiang dan pada bagian depan dibuat furrow opener yang juga berfungsi sebagai pelampung. Diharapkan pengembangan alat penyiang ini dapat digunakan pada kondisi lahan padi sawah dengan tingkat pelumpuran normal.

(10)

Gambar 5. Alat penyiang semi mekanis buatan Jepang

Cara pengoperasian alat penyiang semi mekanis buatan Jepang sama seperti penyiangan menggunakan gasrok yaitu dengan menggasrok atau mendorong ke depan dan belakang sehingga gulma tercabut dan terpendam dalam tanah.

Alat Penyiang Mekanis

Salah satu alternatif pengembangan alat penyiang yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan mesin pemotong rumput dimana selain dapat memotong rumput alat ini bisa dimodifikasi dan dikembangkan menjadi alat penyiang padi sawah (Gambar 6). Untuk mencapai hasil yang maksimal dalam penyiang padi sawah maka diperlukan suatu mata penyiang yang paling efektif guna meringankan kerja petani. Penyiangan menggunakan alat penyiang padi dengan penggerak mesin potong rumput ini memiliki satu buah mata penyiang dengan kapasitas kerjanya 0.020 ha/jam (Imran et al. 2006).

(11)

Cara kerja alat ini sama dengan mesin pemotong rumput, hanya dengan mengganti pisau pemotong menjadi piring atau mata penyiang yang terdapat paku-paku berupa mur dan baut. Pada saat operasional mata penyiang alat penyiang padi berputar, paku-paku penyiang yang terdapat pada piring penyiang akan memotong, mencongkel, memutar, dan menghancurkan gulma beserta tanah yang ada dibawahnya. Sehingga gulma yang hancur bisa menjadi pupuk bagi tanaman padi dan diperoleh tanah yang mempunyai porositas yang baik bagi pertumbuhan tanaman padi. Jumlah operator penyiangan padi di sawah dengan menggunakan alat penyiang dengan tenaga mesin potong rumput tipe sandang terdiri dari satu orang (Imran et al. 2006).

Mesin penyiang bermotor (Power Weeder) untuk padi sawah adalah suatu mesin yang digunakan untuk menyiang atau memberantas gulma atau tanaman pengganggu yang tumbuh di lahan sawah. Mesin ini dalam pengoperasiannya di lahan sawah dioperasikan oleh 1 operator yang berjalan dibelakang mesin sambil memegang stang kemudi, sehingga dinamakan walking type. Alat tersusun atas beberapa komponen standar dan komponen buatan (fabricated) dengan kontruksi dapat dibongkar pasang (knock down) sehingga mudah dalam transportasinya. Kemudi stang yang ketinggiannya dapat diatur sesuai dengan tinggi badan operator. Ciri khas mesin ini yaitu pada bagian yang aktif untuk penyiangan menggunakan hexagonal rotor (bentuk segi enam) yang pada keenam sisinya terpasang cakar-cakar penyiang, hexagonal ini pada saat bekerja di lahan sawah berputar dengan kecepatan putar 120 - 125 rotasi per menit (rpm) (Pitoyo et al. 2008). Kontruksi yang spesifik lagi yaitu pada bagian transmisi yang menggunakan pipa dan kopel aluminium sebagai rumah dan poros sekaligus sebagai rangka utama mesin yang digunakan untuk menopang komponen yang lainnya. Komponen lain yang tak kalah penting dan spesifik adalah motor penggerak yang menggunakan motor yang biasa dipakai untuk mesin potong rumput dengan dilakukan modifikasi pada poros penerus putaran dan dudukan motor (Gambar 7).

(12)

Gambar 7. Desain alat penyiang gulma (Power Weeder) padi sawah (Pitoyo et al. 2008)

Uji coba dan sosialisasi penggunaan mesin penyiang padi sawah telah dilakukan tahun 2005 di Kec. Delanggu kabupaten Klaten Jawa Tengah selama 1 musim tanam pada padi MK. Pengembangan power weeder ini telah dicoba diterapkan di beberapa wilayah di daerah Jawa Tengah yaitu : Tegalgondo, Delanggu dan Sragen. Sebagian besar telah mendapat respon positif dan telah di pabrikasikan oleh pengrajin lokal. Penggunaan alat power weeder juga dapat bertujuan untuk meningkatkan aerasi tanah, yang diakibatkan oleh roda penyiangan. Power weeder ini memiliki ciri khas yaitu pada bagian yang aktif untuk penyiangan (sebagai roda) menggunakan hexagonal rotor (bentuk segi enam) yang pada keenam sisinya terpasang cakar-cakar penyiang, hexagonal inilah yang mengaduk tanah sampai pada perakaran gulma saat bekerja di lahan sawah sehingga aerasi tanah meningkat serta cukup efektif untuk mengurangi pertumbuhan gulma. Berdasarkan data teknis yang diperoleh, alat penyiang bermotor mampu melakukan pekerjaan rata-rata 12.24 jam/ha (Pitoyo et al. 2008). Sehingga membutuhkan 2 hari untuk melakukan penyiangan dengan luasan 1 hektar. Jika dibandingkan dengan penyiangan secara manual membutuhkan banyak tenaga kerja dan waktu selama 5 hari bahkan lebih.

Hasil evaluasi dari 3 unit prototipe power weeder model YA-1 dari segi efektivitas penyiangan cukup baik, efek kerusakan tanaman sangat kecil (Gambar 8). Sedangkan hasil evaluasi teknis terhadap ketahanan komponen selama 1

(13)

musim tanam dengan waktu pengoperasian selama 30 – 40 hari masih dijumpai beberapa beberapa kelemahan kecil diantaranya; cakar penyiang masih terlalu panjang, sistem transmisi dan rangka masih diperlukan modifikasi untuk mendapatkan kontruksi yang lebih kokoh dan rigid namun cukup ringan. Evaluasi dari segi eknomi pada beberapa area dengan pertumbuhan gulma padat cukup dan mampu bersaing dengan upah penyiangan secara manual maupun dengan alat gasrok/landak (Pitoyo et al. 2008).

Gambar 8. Mesin penyiang padi sawah model YA-1 (Pitoyo et al. 2008)

(14)

Ergonomika

Ergonomi berasal dari bahasa Yunani, ergo yang artinya kerja dan nomos yang artinya ilmu. Sehingga kata ergonomi berarti ilmu kerja atau ilmu yang mempelajari manusia hubungannya dengan lingkungan kerjanya. Ilmu ergonomi bertujuan untuk mempelajari batas-batas kemampuan manusia dalam lingkungan kerja untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi kerja dengan menyesuaikan interaksi manusia dengan produk, sistem dan lingkungan (Syuaib, 2003).

Dalam ilmu ergonomika, kerja diartikan sebagai suatu aktivitas untuk menghasilkan sesuatu. Manusia menggunakan otot hampir untuk seluruh jenis pekerjaan, otot manusia sendiri memerlukan energi untuk melakukan kerja fisik. Energi yang diperlukan otot untuk melakukan kerja berasal dari proses oksidasi glukosa yang terjadi di dalam tubuh.

Menurut Syuaib (2003), fisiologi kerja adalah salah satu sub disiplin dalam ilmu ergonomika yang mengkaji tentang kondisi/reaksi fisiologi yang disebabkan beban atau tekanan (stress) eksternal saat melakukan suatu aktivitas kerja. Kajian fisiologi kerja sangat terkait dengan indikator-indikator metabolik, yang diantaranya adalah :

1. Cardiovasculer (Denyut jantung) 2. Respiratory (Pernapasan)

3. Body Temperatur (Suhu tubuh) 4. Muscular Act (Aktivitas otot)

Faktor manusia merupakan hal yang penting dalam menentukan kualitas dan keselamatan kerja. Suatu alat atau mesin dapat dikatakan berkualitas tinggi jika nyaman digunakan, yang berarti memiliki kesesuaian antara alat dan manusia yaitu mudah dioperasikan dan ramah terhadap pemakai.

Fokus utama pertimbangan ergonomi menurut Sanders (1992): dalam Irawan (2008) adalah mempertimbangkan unsur manusia dalam perancangan objek, prosedur kerja, dan lingkungan kerja. Sedangkan metode pendekatannya adalah dengan mempelajari hubungan manusia, pekerjaan dan fasilitas pendukungnya, dengan harapan dapat sedini mungkin mencegah kelelahan yang terjadi akibat sikap atau posisi kerja yang keliru. Karakteristik manusia sangat

(15)

berpengaruh pada desain dalam meningkatkan produktivitas kerja manusia untuk mencapai tujuan yang efektif, sehat, aman dan nyaman.

Untuk melaksanakan kajian atau evaluasi (pengujian) bahwa desain sudah memenuhi persyaratan ergonomis adalah dengan mempertimbangkan faktor manusia. Karena desain yang baik yaitu memiliki keseimbangan antara lingkungan, manusia, alat-alat atau perangkat kerja, dengan produk fasilitas kerjanya. Satu sama lain saling berinteraksi dan memberi pengaruh signifikan terhadap peningkatan produktivitas, efisiensi, keselamatan, kesehatan, kenyamanan maupun ketenangan orang bekerja sehingga menghindarkan diri dari segala bentuk kesalahan manusiawi (human error) yang berakibat kecelakaan kerja.

Penerapan ergonomika dapat menghasilkan perbaikan kerja, menurunkan potensi kecelakaan kerja, dan menurunkan resiko penyakit serta peningkatan kondisi dasar pekerjaan. Oleh karena peranan ergonomi begitu besar dalam meningkatkan perbaikan lingkungan kerja, maka semestinya dalam proses perancangan suatu peralatan, mesin, ataupun sistem kerja, faktor manusia harus dipertimbangkan dengan cermat. Perhatian yang mendalam mengenai faktor manusia merupakan hal yang penting dalam menentukan kualitas dan keselamatan. Lingkungan fisik tempat kerja bagi manusia dipengaruhi antara lain oleh : cahaya, kebisingan, getaran mekanis, beban kerja, kelembaban, warna. Namun dalam penelitian ini yang akan dikaji seberapa besar efek-efek yang disebabkan pada faktor-faktor yang mempengaruhi di dalam melakukan kegiatan penyiangan diantaranya yaitu beban kerja, getaran mekanis, dan kebisingan.

Beban Kerja

Salah satu aspek penting dalam menentukan tingkat kenyamanan kerja yang berpengaruh terhadap efektifitas dan efisiensi kerja adalah menentukan beban kerja yang sesuai dengan kemampuan fisik manusia (operator) yang melakukan pekerjaan. Dengan beban kerja yang sesuai dengan kemampuan kerja maka akan terjadi kenyamanan kerja yang akhirnya berpengaruh pada kualitas pekerjaan dan juga kesehatan pekerja (Akbar, 2005).

(16)

Aktifitas fisik dan faktor lingkungan merupakan sumber ketegangan fisiologis bagi pekerja yang sangat mempengaruhi kebutuhan energi. Pengeluaran energi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pengeluaran tenaga total tubuh atau lebih dikenal dengan laju metabolisme dan pengeluaran tenaga mekanis yang merupakan tenaga yang dihasilkan oleh otot dalam melakukan kerja fisik (Sanders, 1987; dalam Akbar, 2005). Semakin berat suatu beban kerja yang diterima maka semakin tinggi energi yang dibutuhkan, sehingga akan mengakibatkan pernapasan semakin cepat dalam rangka memenuhi kebutuhan oksigen yang semakin meningkat.

Energi yang diperlukan untuk melakukan kerja dihasilkan melalui proses metabolisme yaitu melalui proses oksidasi glukosa yang terjadi di dalam tubuh. Kebutuhan energi untuk melakukan kerja disalurkan oleh darah melalui pembuluh-pembuluh darah ke seluruh tubuh yang membutuhkan menggunakan jantung sebagai pemompanya. Setiap peningkatan penggunaan tenaga berarti akan meningkatkan kerja jantung. Di dalam pengukuran beban kerja fisik dapat dilakukan dengan empat cara yaitu : konsumsi oksigen, frekuensi pernafasan, suhu tubuh dan denyut jantung. Denyut jantung akan meningkat sesuai dengan fungsi dari beban kerja dan konsumsi oksigen.

Sanders (1987) dalam Akbar (2005); menyatakan bahwa beban fisik yang dilakukan dapat diukur berdasarkan tiga variabel, yaitu banyaknya konsumsi O2,

denyut jantung dan suhu tubuh.

Cara termudah untuk melakukan pengukuran beban kerja fisik di lapangan adalah melalui pengukuran denyut jantung. Denyut jantung mempunyai korelasi yang tinggi dengan penggunaan energi (konsumsi oksigen), tetapi denyut jantung dipengaruhi juga oleh beban psikologi (mental), sehingga penggunaan metode pengukuran denyut jantung untuk mengetahui beban kerja membutuhkan suatu kalibrasi. Salah satu metode yang dapat dipergunakan untuk kalibrasi denyut jantung adalah dengan menggunakan metode step test, yang memiliki komponen pengukuran yang mudah, selalu tersedia di mana saja dan kapan saja (Herodian, 1997).

Menurut Syuaib (2003), untuk meminimalisir subyektifitas nilai denyut jantung (HR) yang umumnya sangat dipengaruhi faktor-faktor personal,

(17)

psikologis dan lingkungan, maka perhitungan nilai HR harus dinormalisasikan agar diperoleh nilai HR yang lebih obyektif. Normalisasi nilai denyut jantung dilakukan dengan cara perbandingan HR relatif saat kerja terhadap HR saat istirahat. Nilai perbandingan HR tersebut dinamakan IRHR (Increase Ratio of Heart Rate), atau dengan persamaan (Syuaib, 2003) :

) 1 ( ... ... ... ... ... ... ... ... HRrest HRwork IRHR= di mana :

HR work = denyut jantung saat melakukan pekerjaan (beats/minute) HR rest = denyut jantung saat istirahat (beats/minute)

Metode Step Test

Salah satu metode yang dapat digunakan untuk kalibrasi pengukuran denyut jantung adalah menggunakan metode step test (metode langkah), selain dari pengukuran menggunakan sepeda ergonometer. Metode ini dapat diusahakan suatu selang yang pasti dari beban kerja dengan hanya mengubah tinggi bangku step test dan intensitas langkah. Metode ini juga lebih mudah, karena dapat dilakukan dilapang. Denyut jantung sebanding dengan konsumsi oksigen. Beban kerja dapat diketahui dengan mengkalibrasi antara kurva denyut jantung saat bekerja dengan denyut jantung pada saat step test. Dengan metode ini, beberapa faktor individual seperti : umur, jenis kelamin, berat badan dan tinggi badan harus diperhatikan sebagai faktor untuk menentukan karakteristik individu yang diukur. Untuk memperoleh Total Energy Cost Step Test (TECST) yaitu total energi yang

digunakan pada step test digunakan persamaan berikut (Irawan, 2008) :

) 2 ( .... ... ... ... ... ... ... 10 2 . 4 2 3 ∗ ∗ ∗ ∗ = w g f h TECST di mana :

TECST = Total Energy Cost saat step test (kkal/menit)

w = Berat badan (kg)

g = Percepatan gravitasi (9.8 m/detik) f = Frekuensi step test (siklus/detik) h = Tinggi step bench (meter)

(18)

4.2*103 = Faktor kalibrasi satuan dari joule menjadi kilokalori

Dari nilai TEC dan IRHR saat step test kemudian dibuat grafik korelasi sehingga diperoleh persamaan dengan bentuk umum untuk masing-masing subjek sebagai berikut : ) 3 ( . ... ... ... ... ... ... ... ... b aX Y = + di mana : Y = TEC (kkal/menit) X = IRHR

Persamaan ini kemudian digunakan untuk menginterpolasi nilai total energi (TECw) dengan memasukkan nilai IRHR pada saat melakukan aktivitas (penyiangan). Untuk mengetahui nilai energi yang dikeluarkan untuk melakukan pekerjaan (penyiangan) dilakukan perhitungan nilai WEC (Work Energy Cost) dengan persamaan sebagai berikut (Irawan, 2008)

) 4 ( K K K K K K K K K K K K K K K K K BME TEC WEC = − di mana :

WEC = Work Energy Cost (kkal/min) TEC = Total Energy Cost (kkal/min) BME = Basal Metabolic Energy (kkal/min)

Basal Metabolic Energy

Syuaib, M.F. (2003), Basal Metabolic Energy (BME) atau laju metabolisme basal adalah energi yang dibutuhkan manusia dalam satuan waktu tertentu untuk melakukan fungsi dasar organ tubuhnya. Secara umum BME tergantung dari ukuran atau volume tubuh serta jenis kelamin. Sedangkan ukuran/volume tubuh diantaranya dapat didekati melalui analisis luas permukaan tubuh. Luas permukaan tubuh dapat dihitung dengan menggunakan persamaan Du Bois yaitu : (Syuaib, 2003). ) 5 ( ... ... ... ... ... ... ... 007246 . 0 * 0.425 725 . 0 ∗ =h w A di mana :

A = Luas permukaan tubuh (m2) h = Tinggi tubuh (cm)

(19)

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Numanjiru (1969) dalam Syuaib (2003) terdapat korelasi linier antara luas permukaan tubuh (A) dengan laju konsumsi oksigen (VO2). Korelasi VO2 terhadap luas permukaan

tubuh tersebut disajikan pada Tabel 1. Sanders et.al. (1993), konsumsi oksigen merupakan salah satu indikasi kebutuhan energi dalam tubuh. Di mana, konsumsi 1 liter oksigen ekuivalen dengan konsumsi tenaga sebesar 5 kal.

Irawan (2008), berat badan seseorang mempengaruhi beban kerja yang diterima, maka untuk mengetahui nilai beban kerja yang sebenarnya (WEC’) yang diterima oleh operator pada saat melakukan kerja maka pengaruh berat badan harus ditiadakan. Untuk mendapatkan nilai WEC’ (Work Energy Cost per Weight) digunakan persamaan di bawah ini (Irawan, 2008):

) 6 ( ... ... ... ... ... ... ... ... ... ' w WEC WEC = di mana :

WEC’ = Work Energy Cost per Weight (kal/kg.menit) WEC = Work Energy Cost (kkal/menit)

w = Berat badan (kg)

Tabel1. Tabel konversi BME ekuivalen dengan VO2 berdasarkan luas permukaan tubuh 1/100 m2 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6 1.7 1.8 1.9 136 148 161 173 186 198 210 223 235 137 150 162 174 187 199 212 224 236 138 151 162 176 188 200 213 225 238 140 152 164 177 189 202 215 228 240 141 153 166 178 190 203 215 228 240 142 155 167 179 192 204 217 229 241 143 156 168 181 193 205 218 230 243 145 157 169 182 194 207 219 231 244 146 158 171 183 195 208 220 233 245 147 159 172 184 197 209 221 234 246

(*) untuk perempuan, nilai VO2 harus dikalikan 0.95

Sumber : Syuaib M.F., 2003

Getaran Mekanis (vibration)

Getaran mekanis dapat diartikan sebagai getaran-getaran yang ditimbulkan oleh alat-alat mekanis. Biasanya gangguan yang dapat ditimbulkan mempengaruhi

(20)

kondisi bekerja, mempercepat datangnya kelelahan dan menyebabkan timbulnya beberapa penyakit. Besaran getaran ditentukan oleh lama, intensitas, dan frekuensi getaran. Sedangkan anggota tubuh mempunyai frekuensi getaran sendiri sehingga jika frekuensi alami ini beresonansi dengan frekuensi getaran mekanis akan mempengaruhi konsentrasi kerja, mempercepat kelelahan, gangguan pada anggota tubuh seperti mata, syaraf dan otot.

Getaran umumnya terjadi karena adanya efek-efek dinamis dari kerenggangan, kontak-kontak berputar dan bergesek antara elemen-elemen mesin serta gaya-gaya yang menimbulkan suatu momen yang tidak seimbang pada bagian-bagian yang berputar. Salah satu fenomena yang tampak akibat getaran mekanis adalah yang disebut ”Vibration induced finger” atau pemucatan telapak tangan karena pengecilan pembuluh darah (Mc Cornick, 1972 dalam Mahmudah, 2005).

Menurut Wilson (1989) dalam Mahmudah (2005) getaran dengan tingkat tinggi dapat menyebabkan kerusakan tulang-tulang sendi, sistem peredaran darah dan organ-organ lain. Masa getaran yang lama pada semua bagian tubuh atau getaran pada lengan tangan dapat menyebabkan kelumpuhan atau cacat, masa getaran yang pendek dapat menyebabkan kehilangan rasa, ketajaman penglihatan dan lain-lain yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja. Getaran pada seluruh tubuh memberikan efek yang lebih komplek mulai dari jantung, peredaran darah hingga penurunan daya ingat dan konsentrasi seseorang. Batas getaran mekanis yang boleh diterima operator dibedakan pada titik kontak subyek dengan getaran tersebut.

Batas nilai percepatan getaran yang aman sebagaimana yang direkomendasikan OSHA (Occupational Safety and Health Administration) dan WHO (World Health Organization) adalah 4 m/s2, tetapi belum diketahui berapa lama waktu bekerja yang aman bagi operator (Adinata, 2003).

Sedangkan menurut Keputusan Menaker No. 51/1999 merekomendasikan nilai ambang batas getaran yang diperbolehkan selama bekerja seperti pada Tabel 2 berikut :

(21)

Tabel 2. Nilai ambang batas getaran untuk lengan dan tangan Nilai percepatan getaran

(m/s2)

Waktu kerja yang diijinkan per hari 4 6 8 12 < 8 jam < 4 jam < 2 jam < 1 jam Sumber : Menaker, 1999

Dampak atau pengaruh getaran terhadap operator adalah timbulnya sindroma getaran (vibration sindrome) atau lebih populer dengan istilah mati rasa pada tangan atau jari yang disebabkan oleh penurunan aliran darah ke jari-jari tangan atau tangan operator. Untuk mengurangi efek negatif akibat penggunaan peralatan yang bergetar dianjurkan agar tidak melakukan kontak dengan getaran maksimum 50 % dari waktu kerja atau direkomendasikan untuk beristirahat setiap 1 – 1.5 jam dengan gemastik tangan antara 5 – 10 menit (Istigno, 1971 diacu dalam Satrio, 1991).

Kebisingan (Noise)

Penggunaan alat mekanis akan menimbulkan kebisingan. Menurut Akbar (2005); Faktor fisik yang berpengaruh terhadap beban kerja adalah kebisingan yang diterima oleh pekerja (operator). Kebisingan adalah bunyi-bunyi yang tidak dikehendaki yang didengar sebagai rangsangan pada telinga atau getaran-getaran melalui media yang elastis. Bunyi dikatakan sebagai bising jika memenuhi kriteria mengganggu pembicaraan, membahayakan pendengaran dan mengurangi efisiensi kerja.

Suara atau bunyi dapat diukur dengan suatu alat yang disebut Sound Level Meter. Alat ini mengukur intensitas atau kekerasan suara yang dinyatakan dalam satuan Herzt dan frekuensi atau gelombang suara dalam satuan desibel. Telinga manusia hanya mampu menangkap suara yang ukuran intensitasnya berkisar antara 20-20 000 Herzt dan dengan frekuensi sekitar 80 desibel (batas aman). Pengaruh terhadap suara atau bunyi yang melampaui batas aman diatas dalam

(22)

waktu yang lama dapat menyebabkan terjadinya ketulian sementara atau permanen. Kebisingan dapat mempengaruhi kesehatan manusia. Pengaruhnya berupa peningkatan sensitivitas tubuh seperti peningkatan sistem kardiovaskular dalam bentuk kenaikan tekanan darah dan peningkatan denyut jantung. Apabila kondisi tersebut tetap berlangsung dalam waktu yang lama, akan muncul reaksi analogis berupa penurunan konsentrasi dan kelelahan .

Pada umumnya kebisingan sangat mengganggu dan mempengaruhi kerja operator. Standar tingkat kebisingan yang diperbolehkan oleh lembaga OSHA (Occupational Safety and Health Administration) dan Keputusan Menaker ditampilkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Standar tingkat kebisingan

OSHA (dBA) MENAKER (dBA) waktu kerja yang diijinkan (jam)

90 85 8 92 87.5 6 95 90 4 97 92.5 3 100 95 2 105 100 1 110 105 0.5 115 110 0.25

Sumber : Sudirman, 1992 dalam Wijaya, 2005; Menaker, 1999

Dalam menghitung waktu maksimum yang diperbolehkan bagi pekerja untuk berada pada tempat kerja dengan tingkat kebisingan yang dianggap tidak aman dapat menggunakan Formula DOD (The U.S. Department of Defense Standard) :

)

7

(

2

8

)

(

jam

=

(L84)/4

K

K

K

K

K

K

K

K

K

K

K

K

K

K

K

K

Waktu

di mana : L=tingkatkebisingan(dB) yang dianggapberbahaya

Untuk tingkat kebisingan 90 dBA direkomendasikan oleh OSHA boleh bekerja selama kurang dari 8 jam sedangkan standar Menaker merekomendasikan waktu bekerja tersebut hanya pada tingkat kebisingan 85 dBA. Intensitas bunyi akan semakin berkurang jika jarak sumber bising semakin jauh. Namun tingkat kebisingan juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan (indoor dan outdoor).

(23)

Standar - standar dari ISO dan Masyarakat Jepang untuk Kesehatan Pekerjaan men-spesifikasikan bahwa 90 dBA adalah sebagai tingkat toleransi untuk 8 jam terekspose terhadap getaran-getaran di lingkungan kerja.

Analisis

Analisa Logika Fuzzy

Dalam proses pemilihan, pengambilan keputusan seringkali dihadapkan pada kondisi ketidak-pastian dan ketidak-jelasan (fuzzy). Keadaan ini agaknya cukup menyulitkan bagi pengambil keputusan dalam menentukan alternatif pilihan yang terbaik terutama bila dalam persoalannya terkandung data yang sifatnya kualitatif.

Schmoldt cit. Center dan Verma (1997) dalam Akbar (2005), menyatakan bahwa model kualitatif memiliki sifat-sifat yang analog dengan model kuantitatif, dimana keduanya menghasilkan nilai peubah tertentu (dependent variable) melalui keterkaitan diantara peubah model. Hanya pada model kualitatif, peubah model harus dideskripsikan lebih umum.

Salah satu cara untuk memecahkan persoalan sistem yang komplek adalah menggunakan teknik pemodelan fuzzy. Metode tersebut walaupun dalam aplikasinya cukup rumit namun mengacu kepada konsep bahwa metode pengambilan keputusan yang baik salah satunya dimaksudkan untuk mendapatkan keunikan dan konsistensi dalam mengambil keputusan.

Konsep fuzzy logic pertama kali dikembangkan oleh Zadeh pada tahun 1965 sebagai salah satu alternatif metode untuk menganalisis sistem pengetahuan sosial dan biologi yang komplek. Teori fuzzy logic adalah pemetaan sebuah ruang input ke dalam ruang output dengan menggunakan IF-THEN rules. Urutan rules bisa sembarang. Pemetaan dilakukan dalam suatu Fuzzy Inference System (FIS). FIS mengevaluasi semua rule secara simultan untuk menghasilkan kesimpulan. Skema dibawah ini merupakan konsep umum fuzzy set (Gambar 10).

(24)

Gambar 10. Konsep Umum Fuzzy Logic

Logika fuzzy atau seringkali disebut dengan Fuzzy Logic merupakan suatu sistem yang dapat digunakan dalam menangani konsep kebenaran parsial, yaitu kebenaran yang ada diantara sepenuhnya benar atau sepenuhnya salah. Jika pada logika klasik dikenal dua nilai 0 dan 1, maka pada logika fuzzy yang digunakan adalah nilai dalam interval [0 1], jadi konsep ini merupakan perluasan dari konsep kebenaran mutlak boolean 0 dan 1. Logika fuzzy yang merupakan bagian dari Artificial Intelligence juga banyak memberikan kontribusi di bidang manajemen. Adanya sistem penunjang keputusan atau lebih sering disebut dengan Decision Support System dan sistem informasi manajemen juga menjadi bagian dari kecerdasan buatan. Dalam hal sistem penunjang keputusan, logika fuzzy memberikan kontribusi lewat kemampuannya melakukan analisa secara langsung tanpa proses. Dalam operasi fuzzy logic menggunakan korespondensi AND yang merupakan fungsi minimum, OR yang merupakan fungsi maksimum dan NOT yang merupakan komplemen penambahan (Naba, 2009).

Gambar

Gambar 2. Penyiangan secara manual (hand weeding)
Gambar 3. Alat penyiang gasrok
Gambar 4. Alat penyiang semi mekanis (Rajvir Yadav et al. 2007)
Gambar 5. Alat penyiang semi mekanis buatan Jepang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Program studi teknik informatika saat ini membutuhkan sistem yang dapat mengatur pendaftaran secara online dan dapat membantu untuk melakukan pengecekan jadwal

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan yang signifikan hasil belajar Matematika dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning dan model

CPL 1 Mampu menerapkan matematika, sains, dan prinsip rekayasa (engineering principles) untuk menyelesaikan masalah rekayasa kompleks pada proses, sistem pemrosesan,

a) Keuntungan harus dibagi pada para pihak berdasarkan modal yang mereka distribusikan karena keuntungan adalah return on capital. b) Keuntungan bisa dibagi dengan

Gugatan perdata belum pernah digunakan pada kasus perdagangan ilegal tumbuhan dan satwa liar, padahal gugatan ini menjadi peluang tidak hanya bagi pemerintah, tetapi juga

Oleh karena itu, daerah-daerah itu memberi daya tarik kepada orang dari daerah out- migrasi, yaitu Kedu yang lahan pertaniannya telah terdesak oleh perkebunan

Hasil penelitian terkait hygiene dan sanitasi pada tiga industri tahu di Kota Banda Aceh, dipilah berdasarkan pemilihan bahan makanan, penyimpanan bahan makanan,

Naskah manuskrip yang ditulis harus mengandung komponen-komponen artikel ilmiah berikut (sub judul sesuai urutan), yaitu: (a) Judul Artikel, (b) Nama Penulis (tanpa gelar), (c) Alamat