• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEKNOLOGI PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT UNTUK PERTANIAN. Pendahuluan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TEKNOLOGI PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT UNTUK PERTANIAN. Pendahuluan"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Prosiding Seminar Nasional “Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi”,

TEKNOLOGI PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT

UNTUK PERTANIAN

Nurmili Yuliani

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalimantan Selatan Jl. Panglima Batur No. 4 Banjarbaru, Kalimantan Selatan

e-mail : nurmiliyuliani@yahoo.com

ABSTRAK

Luas lahan gambut di Indonesia diperkirakan sekitar 14,9 juta ha sangat potensial untuk dimanfaatkan untuk pertanian. Lahan gambut merupakan salah satu lahan suboptimal yang memiliki kesuburan rendah, tingkat kemasaman yang tinggi, dan drainase yang buruk. meskipun pemanfaatannya belum optimal namun dapat memberikan kontribusi dalam penyediaan pangan terhadap masyarakat. Pengembangan lahan gambut diartikan sebagai upaya menjadikan lahan gambut sebagai lahan produktif, yaitu lahan yang menghasilkan atau memproduksi bahan pangan, hortikultura, dan perkebunan. Teknologi pemanfaatan lahan gambut meliputi beberapa strategi yaitu : 1)Penyiapan Lahan, 2) Pengelolaan Air, 3) Ameliorasi dan pemupukan, 4) Pemilihan Komoditas, dan 5) Pengaturan Pola Tanam. Kata kunci : lahan gambut, pemanfaatan, pertanian, teknologi

Pendahuluan

Lahan gambut merupakan salah satu lahan suboptimal yang memiliki kesuburan rendah, tingkat kemasaman yang tinggi, dan drainase yang buruk. Ciri utama lahan gambut adalah kandungan karbon minimal 18%, dan ketebalan minimal 50 cm (Nurida, et al., 2011; Sabiham dan Sukarman, 2012). Menurut Masganti dan Yuliani (2006) gambut berperan penting dalam kelangsungan ekosistem, mengontrol fungsi-fungsi lingkungan dan biologis yang sangat penting dalam menjaga kualitas lingkungan.

Pemanfaatan lahan gambut untuk pertanian sudah dilakukan sejak lama, meskipun belum optimal namun dapat memberikan kontribusi dalam penyediaan pangan terhadap masyarakat sekitar. Akan tetapi Lahan gambut sangat memerlukan pengelolaan yang baik dan penuh kehati-hatian, karena sifatnya yang rapuh sehingga dapat mengalami degradasi atau penurunan fungsi lahan. Untuk itu perlu inovasi teknologi yang tepat sehingga lahan gambut dapat dimanfaatkan untuk pertanian.

Telah diketahui bahwa luas lahan gambut berubah seiring waktu. Luas lahan gambut di Indonesia menurut Widjaja-Adhi et al. (1992) mencapai 20,9 juta hektar; Radjagukguk (1995) menyebutkan angka 20,1 juta hektar; Notohadiprawiro (1996) menyebutkan luas lahan gambut Indonesia tidak lebih dari 17 juta hektar; Puslittanak (2000) menyatakan bahwa lahan gambut di Indonesia hanya 14,5 juta hektar dan berdasarkan updating data/peta lahan gambut menurut BBSDLP (2011) sekitar 14,9 juta ha (Gambar 1).

(2)

Nurmili Yuliani : Teknologi pemanfaatan lahan gambut | 362 Gambar 1. Luas lahan gambut di Indonesia dari tahun ke tahun

Lahan gambut berdasarkan ketebalannya dibedakan menjadi menjadi gambut dangkal (D1), sedang (D2), dalam (D3) dan sangat dalam (D4) tersebar di tiga pulau. Gambut dangkal paling luas mencapai 5, 24 juta ha, gambut sedang mencapai 3,91 juta ha, gambut dalam mencapai 2,79 juta ha, dan gambut sangat dalam mencapai 2,98 juta ha (Tabel 1).

Tabel 1. Luas lahan gambut berdasarkan kedalamannya di Indonesia

Pulau

Kedalaman Gambut (ha) Total

D1 (50-100 cm) D2 (101-200 cm) D3 (201-400 cm) D4 (>400 cm) Ha % Sumatera 1.767.303 1.707.827 1.242.959 1.718.560 6.436.649 43,2 Kalimantan 1.048.611 1.389.813 1.072.769 1.266.811 4.778.004 32,1 Papua 2.425.523 817.651 447.747 0 3.690.921 24,8 Jumlah 5.241.437 3.915.291 2.763.475 2.985.371 14.905.574 100 Sumber: BBSDLP, 2011

Pengembangan lahan gambut diartikan sebagai upaya menjadikan lahan gambut sebagai lahan produktif, yaitu lahan yang menghasilkan atau memproduksi bahan pangan (padi, palawija), sayuran, hortikultura, perkebunan (karet,kelapa, kelapa sawit atau sejenisnya) (Noor, 2013). Radjaguguk (2004) menyatakan bahwa pertanian berkelanjutan di lahan gambut diartikan sebagai suatu pertanian yang produktif dan menguntungkan, dengan tetap melaksanakan konservasi terhadap sumberdaya alam, dan mengupayakan menekan dampak negatip pada lingkungan hidup serendah mungkin.

Fungsi Lahan Gambut

Ekosistem lahan gambut sangat penting dalam sistem hidrologi kawasan hilir suatu DAS karena mampu menyerap air sampai 13 kali lipat dari bobotnya. Selain itu, kawasan gambut juga merupakan penyimpan cadangan karbon yang sangat besar, baik di atas maupun di bawah permukaan tanah. Kerusakan ekosistem gambut berdampak besar terhadap lingkungan setempat (in situ) maupun lingkungan sekelilingnya (ex situ).

(3)

Prosiding Seminar Nasional “Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi”, Kejadian banjir di hilir DAS merupakan salah satu dampak dari rusaknya ekosistem gambut. Deforestasi hutan dan penggunaan lahan gambut untuk sistem pertanian yang memerlukan drainase dalam (> 30 cm) serta pembakaran atau kebakaran menyebabkan emisi CO2 menjadi sangat tinggi (Agus dan Subiksa, 2008; Utami, 2012).

Lahan gambut menyimpan karbon secara signifikan, yaitu 20-35% dari total karbon yang tersimpan di permukaan bumi. Lahan gambut Indonesia memiliki kapasitas sebagai penyimpan karbon sebesar 3-6 kali lebih tinggi daripada lahan gambut di daerah yang beriklim sedang, menyimpan setidaknya 550 Gigaton karbon yang setara dengan seluruh biomassa teresrial lain (hutan, rerumputan dan belukar) atau dua kali jumlah seluruh karbon yang tersimpan pada hutan di seluruh dunia. Menurut Supriyo (2008) Lahan gambut berperan penting bagi kesejahteraan manusia sebagai penghasil/habitat ikan, hasil hutan non kayu, carbon-sink, sebagai penahan banjir, pemasok air.

Kemampuan gambut dalam setiap meter kubik dapat menyimpan sekitar 850 liter air sehingga setiap hektar gambut mampu menyimpan air terbesar 88,60 juta liter. Jika dikaitkan dengan kebutuhan air penduduk rata-rata sebesar 85 liter per hari per jiwa, maka setiap hektar gambut (tebal 1 m) dapat member air kepada 274 jiwa penduduk per tahun (Noor, 2001).

Permasalahan Lahan Gambut

Dalam pemanfaatannya untuk pertanian, lahan gambut mempunyai beberapa masalah, yaitu : 1) ketebalan/kedalaman gambut; 2) sifat kering tidak dapat balik (irreversible drying); 3) kemasaman tanah yang tinggi (pH rendah); 4) rendahnya tingkat kesuburan, dan 5) pengaturan tata air (Abdurrachman, et al., 1998).

Menurut Noor, et al. (2013) apabila lahan gambut dimanfaatkan sebagai kawasan budidaya maupun kawasan lindung atau restorasi, harus dihadapakan pada berbagai permasalahan yaitu : 1) kerusakan tata hidrologis; 2) degradasi lahan akibat kebakaran; 3) dampak perubahan iklim; 4) kemiskinan; 5) pembalakan liar, dan perdagangan karbon. Gambar 2 menunjukkan kerangka keterkaitan antara pengelolaan lahan gambut dengan permasalahan yang dihadapi.

Gambar 2. Hubungan antara pengelolaan lahan gambut dengan permasalahan yang dihadapi di lahan gambut (Sumber: Noor et al., 2013)

(4)

Nurmili Yuliani : Teknologi pemanfaatan lahan gambut | 364 Lahan gambut yang diusahakan untuk pertanian memerlukan input luar yang tinggi untuk menanggulangi permasalahan yang dihadapi. Input luar yang diperlukan antara lain adalah amelioran dan pupuk. Seringkali amelioran dan pupuk yang diberikan hanya memberikan pengaruh sesaat karena sorption power gambut sangat lemah terhadap kation maupun anion (Agus dan Subiksa, 2008). Lahan gambut yang dikelola dengan baik (selalu disiram dan diberi bahan amelioran berupa kapur, pupuk kandang, abu hasil bakaran gulma , dan jerami sebagai mulsa) dapat memberikan hasil produktivitas yang cukup tinggi (Simatupang, et al., 2013). Umumnya tingkat kesuburan tanah gambut dipengaruhi oleh tingkat dekomposisi, ketebalan, bahan penyusun dan lingkungan pembentukannya (Anwar, 2012).

Teknologi Pemanfaatan Lahan Gambut untuk Pertanian

Pemanfaatan lahan gambut untuk pertanian harus mempertimbangkan semua faktor dan harus menerapkan teknologi yang tepat guna. Penerapan teknologi juga harus memperhatikan aspek lingkungan,efisiensi produksi dan keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya lahan (Masganti, 2013).

Penataan lahan gambut untuk pertanian juga harus memperhatikan tipologi lahan (ketebalan gambut) dan tipe luapannya (Tabel 2). Untuk tanaman pangan, khususnya padi sawah sebaiknya diarahkan pada gambut yang ketebalannya < 1m, sedangakan untuk tanaman tahunan dapat dikembangkan pada gambut dengan ketebalan 1 – 3 m. sementara untuk gambut yang ketebalannya lebih dari 3 m disarankan untuk konservasi.

Tabel 2. Penataan Lahan Gambut berdasarkan Tipologi dan tipe luapannya Tipologi Lahan Tipe Luapan A B C D Gambut Dangkal

Sawah Sawah/Surjan Tegalan berdrainase dangkal Tegalan berdrainase dangkal Gambut Sedang Konservasi Konservasi/ Perkebunan Tanaman Tahunan/ Perkebunan Tanaman Tahunan/ Perkebunan Gambut Dalam Konservasi Konservasi/ Perkebunan Tanaman Tahunan/ Perkebunan Tanaman Tahunan/ Perkebunan Gambut Sangat Dalam

Konservasi Konservasi Konservasi Konservasi Sumber : Subagyo dan Widjaja Adhi dalam Abdurachman, et al., 1998

Strategi penerapan teknologi pemanfaatan lahan gambut untuk pertanian yaitu: 1. Penyiapan Lahan

Penyiapan lahan umumnya dilakukan oleh petani adalah sistem tebas dan bakar (slash and burn). Cara ini sangat praktis dan murah, tetapi dampaknya sangat besar, terutama apabila api tidak terkendali dan dapat menyebabkan kebakaran gambut pada skala yang lebih luas (Noor, M. 2010; Simatupang, et al., 2013).

Penyiapan lahan bertujuan untuk menciptakan kondisi tanah menjadi baik, gembur dapat ditanamidengan mudah, lahan bersih dari gulma, dan aerasi tanah baik sehingga perakaran tanaman menjadi baik. Penyiapan lahan dengan olah tanah intensif diduga dapat mendorong terjadinya kering tak balik pada gambut, terutama jika dilakukan pada musim kemarau (Simatupang, et al., 2013)

(5)

Prosiding Seminar Nasional “Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi”, Menurut Chairunnas et al. 2001 penyiapan lahan di gambut dapat dilakukan dengan cara meenebas rumput-rumput/belukar yang dilakukan dengan parang, hasil tebasan dikumpulkan di suatu tempat kemudian dibakar dan membuat saluran di dalam petakan dengan lebar 30 cm kedalaman 20 cm dan jarak antar saluran berkisar 6-10 cm dan saluran keliling. Pengembangan cara penyiapan lahan gambut adalah dengan olah tanah konservasi menggunakan herbisida; dikenal dengan olah tanah minimum (OTM) dan tanpa olah tanah (TOT). dalam penyiapan lahan dengan sistem TOT, digunakan herbisida (bisa menggunakan herbisida yang bersifat sistemik dan kontak) untuk memberantas gulma (Simatupang, et al., 2013).

2. Pengelolaan Air

Pengelolaan air pada lahan gambut pada prinsipnya untuk mengatur kelebihan air sesuai dengan kebutuhan tanaman yang dibudidayakan. Lahan gambut mempunyai kemampuan menyimpan air yang besar dan tergantung tingkat kematangan gambut. Selain untuk penyerapan karbon, keberadaan air pada lahan gambut juga berfungsi sebagai sumber air tawar dalam volume yang signifikan, yaitu mencapai 8 hingga 13 kali dari volume gambut itu sendiri.

Salah satu sistem yang diterapkan untuk pengelolaan air di lahan gambut adalah sistem drainase terkendali. Pada dasarnya sistem ini untuk mengatus air secara terkendali mulai dari tanggul dipasang bangunan pengendali (kontrol) agar dsar saluran relatif datar dan bangunan pengandali kedua sebelum air dari air keluar dari lahan menuju ke sungai dengan maksud untuk mengendalikan elevasi muka air relatif ata sehingga bila diatus aliran air keluar tidak drastis sehingga dapat mengendalikan overdrained dan mencegah kekeringan yang akhirnya mempertahankan kondisi lahan tetap terpenuhi keperluan airnya. Ukuran bangunan pengendali terutama lebar saluran tergantung komoditas yang diusahakan, untuk tanaman padi memerlukan kondisi lahan tetap tergenang sehingga relatif sempit agar aliran muka air relatif terkendali, dan untuk tanaman perkebunan yang memerlukan kedalaman muka air tanah relatif dalam sehingga perlu dikendalikan sesuai dengan kedalaman zona perakarannya (Supriyo, A. et al., 2007).

Kebutuhan air untuk tanaman tergantung pada jenis tanaman yang diusahakan (dibudidayakan) pada lahan gambut. Beberapa jenis tanaman dan kebutuhan air yang diperlukan tanaman di lahan gambut disajian pada Tabel 3.

Tabel 3. Kebutuhan air untuk pertumbuhan tanaman di lahan gambut

Tanaman

Kebutuhan air Tinggi muka air opt (m)

Periode maks tergenang (hari) Pembatas Utama produktivitas min maks

Kelapa sawit 0,60 0,75 3 Kesuburan rendah, daya jangkar akar rendah, kering

Ubi kayu 0,30 0,60 0 Mekanisasi

Sagu 0,30 0,40 0

Tan.Hortikultura Mekanisasi

Padi -0,10 0,00 Kontrol air dipetakan, hara

Nenas 0,75 0,90 1 Mekanisasi

Karet 0,75 1,00 Daya jangkar akar rendah

Acacia, sp. 0,70 0,80 Daya jangkar akar rnedah Sumber : Supriyo et al., 2007

(6)

Nurmili Yuliani : Teknologi pemanfaatan lahan gambut | 366 Kedalaman permukaan air tanah pada parit kebun diusahakan agar tidak terlalu jauh dari akar tanaman, jika permukaan air terlalu dalam maka oksidasi berlebih akan mempercepat perombakan gambut, sehingga gambut cepat mengalami subsiden. Sebagai acuan kedalaman permukaan air tanah untuk tanaman pertanian menurut Maas et al. dalam Andriesse (1988) seperti disajikan dalam Tabel 4. berikut:

Tabel. 4. Kedalaman permukaan air tanah dan ketebalan bahan organik sebagai pembatas produksi tanaman pertanian (Maas et al, dikutip dari Andriesse, 1988).

Tanaman Kedalaman permukaan air

tanah (cm)

Ketebalan bahan organik (cm) Padi sawah Padi ladang Jagung Sorgum Sayur-sayuran Cabe Kedelai Jahe Kacang tanah Ubi jalar Ketela pohon Pisang Tebu Nanas Cocoa Kelapa Sawit Kopi Durian Rambutan Kelapa Jambu Mente Sagu Karet Dekat permukaan Dekat permukaan 60 – 100 60 – 100 30 – 60 30 – 60 30 – 60 60 – 100 60 – 100 60 – 100 60 – 100 60 – 100 60 – 100 60 – 100 60 – 100 60 – 100 60 – 100 60 – 100 60 – 100 60 – 100 60 – 100 Bukan Pembatas 60 – 100 <100 <100 <100 <100 bukan pembatas bukan pembatas bukan pembatas bukan pembatas bukan pembatas bukan pembatas bukan pembatas <100 bukan pembatas bukan pembatas bukan pembatas bukan pembatas bukan pembatas <100 <200 <100 bukan pembatas bukan pembatas <200

Pembuatan saluran yang terlalu dalam dan lebar akan mempercepat proses drainase dan pada musim kemarau air tanah cukup dalam sehingga menyebabkan tanah menjadi kering. Keadaan ini akan sangat berbahaya untuk tanah gambut karena terjadi penurunan permukaan air tanah secara berlebihan (overdrain) akan menyebabkan gambut mengering tak balik atau mati dan penurunan permukaan tanah gambut (subsidence) terlalu cepat (Suriadikarta, D.A., 2012).

3. Ameliorasi dan Pemupukan

Salah satu masalah pertanian di lahan gambut adalah kemasaman tanah yang tinggi, KB dan ketersediaan berbagai hara yang rendah serta keracunan tanaman karena asam asam organik. Asam-asam organik di dalam gambut yang dihasilkan selama proses dekomposisi dalam keadaan anaerob bersifat racun bagi tanaman (Abdurachman, A., et al., 1998). Untuk itu diperlukan ameliorasi dan pemupukan untuk meningkatkan hasil pertanian.

Ameliorasi adalah tindakan penambahan bahan tertentu untuk mengubah kondisi tanah melalui perubahan lingkungan biotik, kimia dan fisika tanah yang fungsi utamanya

(7)

Prosiding Seminar Nasional “Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi”, meningkatkan ketersediaan hara dalam tanah dan menurunkan emisi GRK (Masganti, 2013). Sedangkan bahan amelioran adalah bahan yang mampu memperbaiki atau membenahi kondisi fisik dan kesuburan tanah. Berbagai masukan disarankan adalah penambahan tanah mineral, kapur, pupuk kimia, pupuk kandang, dan sisa abu pembakaran (Sagiman, 2007; Lestari, et al., 2012). Pemberian amelioran dapat meningkatkan ketersediaan hara dalam tanah bagi tanaman baik itu berupa pupuk anorganik maupun organik (Noor, M., 2010).

Pemupukan merupakan pemberian hara ke dalam tanah untuk mendukung pertumbuhan tanaman. Menurut Agus F. dan Subiksa (2008) dan Subiksa et al. (2011) pemupukan sangat dibutuhkan karena hara gambut sangat rendah. Jenis pupuk yang diperlukan adalah pupuk lengkap terutama pupuk yang mengandung N, P, K, Ca, Mg dan unsurr mikro Cu, Zn, dan B. Pemupukan harus dilakukan secara bertahap dengan takaran rendah karena daya pegang (sorption power) hara tanah gambut rendah sehingga pupuk mudah tercuci (Subiksa, et al., 2011).

Beberapa rekomendasi pemupukan untuk pertanian di lahan gambut disajikan pada Tabel 5 – 8 berikut.

Tabel 5. Rekomendasi pemupukan untuk tanaman padi

Takaran Pupuk (kg/ha) Saat Pemberian

Urea = 250 1/3 pada saat tanam; 1/3 umur 4 minggu setelah tanam 1/3 umur 7 minggu setelah tanam

SP36 = 135 100% saat tanam KCl = 100 100% saat tanam Kapur = 1000 2 minggu sebelum tanam Sumber : Chairunnas, et al., 2001

Tabel 6. Rekomendasi pemupukan untuk tanaman jagung

Takaran Pupuk (kg/ha) Saat Pemberian

Urea : 45 – 60 105 – 140

Pemakaian Bagan Warna Daun (BWD)

7-10 hari setelah tanam 28-30 hari setelah tanam 40-45 hari setelah tanam

SP36 : 125 – 250 7-10 hari setelah tanam

KCl : 50 50

7-10 hari setelah tanam 28-30 hari setelah tanam

Kapur : 1000 – 2000 2 minggu sebelum tanam

Kompos : 2000 – 3000 2 minggu sebelum tanam

Sumber : Simatupang, et al., 2013

Tabel 7. Rekomendasi pemupukan untuk tanaman hortikultura

Takaran Pupuk (kg/ha) Cabe Tomat

Urea 150 150

SP36 300 187,5

KCl 200 125

Dolomit 2000 2000

Pupuk kandang 5000 5000

(8)

Nurmili Yuliani : Teknologi pemanfaatan lahan gambut | 368 Tabel 8. Rekomendasi pemupukan kelapa sawit pada lahan gambut (kg/tanaman)

Takaran Pupuk

(kg/tanaman) Saat Pemberian Keterangan

Urea (kg/tanaman) 0,25 0,50 0,50 Bulan ke-3 Bulan ke-6 Bulan ke-9

Total Tahun Ke-1= 1,25 1,50 1,50 Tahun ke-2 Tahun ke-3 Rock Phospate 0,25 - 0,50 0,50

Pada saat tanam Bulan ke-3 Bulan ke-6 Bulan ke-9

Total Tahun Ke-1= 1,25 1,50 1,50 Tahun ke-2 Tahun ke-3 KCl - 0,50 0,50 0,50

Pada saat tanam Bulan ke-3 Bulan ke-6 Bulan ke-9

Total Tahun ke-1 = 1,50 3,50 5,00 Tahun ke-2 Tahun ke-3 CuSO4 0,02 - 0,20 -

Pada saat tanam Bulan ke-3 Bulan ke-6 Bulan ke-9

Total Tahun ke-1 = 0,22 0,20 0,10 Tahun ke-2 Tahun ke-3 ZnSO4 0,02 - 0,10 -

Pada saat tanam Bulan ke-3 Bulan ke-6 Bulan ke-9

Total Tahun ke-1 = 0,12 0,06 0,05 Tahun ke-2 Tahun ke-3 Borate - - - 0,10

Pada saat tanam Bulan ke-3 Bulan ke-6 Bulan ke-9

Total Tahun ke-1 = 0,10

0,10 0,10

Tahun ke-2 Tahun ke-3 Dolomit = 0,25 Pada saat tanam Sumber : Mutert et al., 1999 dalam Ari Krisnohadi 2011

(9)

Prosiding Seminar Nasional “Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi”, 4. Pemilihan Komoditas

Pemilihan Komoditas dapat mempengaruhi keberhasilan budidaya tanaman pertanian di lahan gambut. Melalui penataan lahan, pada daerah produksi dapat dibudidayakan komoditas-komoditas seperti padi, jeruk, sayuran, dan kelapa sawit. Komoditas hortikultura (sayuran dan buah-buahan) memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi dari tanaman pangan, tetapi memerlukan teknik budidaya yang lebih rumit. Selain itu, pemilihan komoditas juga harus mempertimbangkan iklim setempat. Pemilihan komoditas tidak hanya terbatas pada tanaman, tetapi juga menyangkut ternak (Masganti, et al. 2011)

Komoditas tanaman yang ditanam di lahan gambut sebaiknya yang adaptif untuk mengurang input sarana produksi yang dibutuhkan sehingga terjadi efisiensi biaya. Ada dua pendekatan dalam mengusahakan tanaman di lahan gambut menurut Sabiham (2006), yaitu: 1) pendekatan pada kondisi drainase alami. Pada kondisi drainase alami tanaman yang adaftif adalah padi jenis lokal, dan sagu dari spesies rawa gambut yaitu Metroxylon sago, 2) pendekatan pada kondisi drinase buatan. Pada kondisi ini ada dua pendekatan yaitu, kedalaman muka air tanah (40 – 60 cm) tanaman yang baik untuk kondisi sepeti ini adalah: padi, sayuran, buah-buahan, dan rumput sebagai pakan ternak, dan pada kedalaman air tanah > 60 cm – 100 cm adalah: kelapa sawit, kelapa, dan karet yang diusahakan dalam bentuk perkebunan, dan Accasia crasicarpa yang diusahakan dalam Hutan Tanaman Industri

Beberapa pertimbangan yang perlu dilakukan petani agar pertanian hortikultura mereka menguntungkan adalah: (1) pemilihan tanaman atas dasar permintaan pasar; (2)tersedia input bagi usaha tani; (3) pembuatan abubakar dilakukan secara terkendali; (4) mudah mendapatkan pukan ayam dan (5) menghemat keberadaan gambut dengan memperlambat dekomposisi gambut melalui pengendalian tinggi muka air tanah (Sagiman, 2005).

5. Pengaturan Pola Tanam

Pola tanam adalah pergiliran tanam setahun dengan tanaman sejenis atau tanaman lain pada agroekosistem tertentu yang disesuaikan dengan potensi komoditas, kondisi lingkungan dan sumberdaya tersedia. Pengaturan pola tanam pada lahan gambut bertujuan untuk mempertahankan kesuburan, dinamika kimia dan biologi serta menurunkan emisi GRK. Pada prinsipnya pengaturan pola tanam di lahan gambut bertujuan mengurangi lamanya waktu tanah dalam keadaan terbuka yang memicu terjadinya emisi. Relay planting adalah salah satu contoh penerapan pola tanam yang memungkinkan tanah gambut tidak terbuka saat penggantian tanaman berikutnya. Menanam tanaman sela diantara tanaman pokok (tahunan) dapat mengurangi emisi sekaligus meningkatkan sekuestrasi karbon (Subiksa, et al., 2011).

Pengaturan pola tanam dan pola usahatani merupakan alternatif yang dapat diterapkan untuk meningkatkan intensitas pertanaman dan memperpendek masa bera. Pola usahatani yang diterapkan petani dapat berupa monokultur seperti padi – bera, padi + palawija/sayuran, sayuran+palawija, sayur-sayuran, sangat tergantung pada tipologi lahan.

Sistem usahatani berbasis tanaman pangan ditujukan untuk menjamin keamanan pangan petani sedangkan sistem usahatani berbasis komoditas andalan dapat dikembangkan dalam skala luas dalam perspektif pengembangan sistem dan usaha agribisnis. Tanaman atau limbah tanaman dijadikan pakan ternak dan limbah ternak dalam bentuk urine, sisa pakan dan kotoran ternak dijadikan bahan untuk pupuk organik sebagai upaya untuk mengembalikan kesuburan tanah baik secara fisik maupun kimiawi. Budidaya campuran

(10)

Nurmili Yuliani : Teknologi pemanfaatan lahan gambut | 370 berbagai varietas atau jenis diupayakan selain untuk tujuan tersebut di atas juga untuk mengurangi resiko kegagalan. Budidaya padi dengan ikan secara terintegrasi (Mina padi) merupakan praktek yang mendukung keberlanjutan. Penganekaragaman sumber hara terutama yang berasal dari bahan organik yang tersedia secara lokal menjadi salah satu ciri upaya untuk mempertahankan keberlanjutan lahan gambut.

Penutup

1. Pengembangan lahan gambut diartikan sebagai upaya menjadikan lahan gambut sebagai lahan produktif, yaitu lahan yang menghasilkan atau memproduksi bahan pangan (padi, palawija), sayuran, hortikultura, perkebunan (karet,kelapa, kelapa sawit atau sejenisnya)

2. Lahan gambut mempunyai beberapa masalah dalam pemanfaatannya untuk pertanian yaitu : (i) ketebalan/kedalaman gambut; (ii) sifat kering tidak dapat balik (irreversible drying); (iii) kemasaman tanah yang tinggi (pH rendah); (iv) rendahnya tingkat kesuburan, dan (v) pengaturan tata air

3. Teknologi pemanfaatan lahan gambut meliputi beberapa strategi yaitu : (i) Penyiapan Lahan, (ii) Pengelolaan Air, (iii) Ameliorasi dan pemupukan, (iv) Pemilihan Komoditas, dan (v) Pengaturan Pola Tanam.

Ucapan Terimakasih

Terimakasih saya sampaikan kepada Bapak Dr. Muhammad Yasin selaku Kepala Balai dan Ibu Rina Dirgahayu Ningsih, M.Si yang telah memotivasi untuk dapat menyelesaikan tulisan ini, sehingga tulisan ini dapat selesai dengan baik. Tidak lupa saya haturkan terimakasih kepada Bapak Prof. Masganti dan Bapak Muhammad Noor, MS. yang telah memberikan kontribusi dalam tulisan ini, semua bimbingan dan diskusi selama ini dapat memberikan manfaat bagi saya.

Daftar Pustaka

Abdurachman, A., K. Sudarman, dan D.A. Suriadikarta. 1998. Pengembangan Lahan Pasang Surut : Keberhasilan dan Kegagalan Ditinjau dari Fisiko Kimia Lahan Pasang Surut. Dalam M.Sabran, M.Y. Maamun, Sjachrani A., B.Prayudi, Izzudin Noor, S. Sulaiman. Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Menunjang Akselerasi Pengembangan Lahan Pasang Surut. Balai Penelitian Tanaman Rawa. Banjarbaru. Hal 1-10

Agus, F. dan I G.M. Subiksa. 2008. Lahan Gambut: Potensi untuk Pertanian dan Aspek Lingkungan. Balai Penelitian Tanah dan Word Agroforestry Centre (ICRAF), Bogor. 36 Hal.

Andriesse, J.P. 1988. Nature and Management of Tropical Peat Soils. Soil Resources Management and Conservation Service FAO Land and Water Development. FAO Soils Bulletine. Rome.

(11)

Prosiding Seminar Nasional “Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi”, Anwar, K. 2012. Pengelolaan Lahan Gambut untuk Usahatani Berkelanjutan. Dalam Edi

Husen, Markus Anda, M. Noor, Mamat HS., Maswar, Arifin Fahmi dan Yiyi Sulaiman (Eds). Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Lahan Gambut Berkelanjutan. Bogor 4 Mei 2012. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor. Hal. 435-444.

BBSDLP. 2011. Peta Lahan Gambut Indonesia skala 1:250.000. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian, Jakarta.

Chairunnas, Yardha, Adli Yusuf, Firdaus, Tamrin, dan M.Nasir Ali. 2001. Rakitan Teknologi Budidaya Padi di Lahan Gambut. http://nad.litbang.deptan.go.id/ind/files/RAKITAN TEKNOLOGI BUDIDAYA PADI.pdf. Diakses pada tanggal 9 Mei 2014

Lestari, Y., Y. Raihana, dan S. Saragih. 2013. Teknologi Budi Daya Tanaman Hortikultura di Lahan Gambut. Dalam Noor, M., Muhammad Alwi, Mukhlis, Dedy Nursyamsi, dan M. Thamrin (Eds). Lahan Gambut : Pemanfaatan dan Pengembangannya untuk Pertanian. Kanisius. Yogyakarta.Hal 117-147

Krisnohadi, Ari. 2011. Analisis Pengembangan Lahan Gambut untuk Tanaman Kelapa Sawit Kabupaten Kubu Raya. Jurnal Teknologi Perkebunan dan PSDL Vol. 1, Juni 2011.Hal 1-7.

Masganti dan Nurmili Yuliani. 2006. Produktivitas padi lokal di lahan pasang surut. Dalam Masganti et al. (Eds). Prosiding Seminar Nasional Ketahanan Pangan. BPTP Kalimantan Tengah. Palangka Raya. Hal. 107-110.

Masganti, Asmarhansyah dan Nurmili Yuliani. 2011. Arah dan Strategi Pemanfaatan Lahan Gambut di Kota Palangka Raya. Dalam Abdul Wahid Rauf, Rachmat Hendayana, Entis Sutisna, Atekan, Subaedah Ruku (Eds). Prosiding Seminar Nasional Akselerasi Pembangunan Pertanian dan Perdesaan Berbasis Inovasi dan Sumberdaya Lokal. Manokwari, 28 September 2011. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Hal 25-32.

Masganti. 2013. Teknologi Inovatif Pengelolaan Lahan Sub-Optimal Gambut dan Sulfat Masam untuk Peningkatan Produksi Tanaman Pangan. Orasi Pengukuhan Profesor Riset Bidang Kesuburan Tanah dan Biologi Tanah. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian-LIPI. Bogor 13 November 2013. 61 Hal. ISBN : 978-602-1520-17-8.

Mukhlis dan M. Thamrin. 2013. Pengembangan dan Konservasi Lahan Gambut dalam Menghadapi Perubahan Iklim. Dalam Noor, M., Muhammad Alwi, Mukhlis, Dedy Nursyamsi, dan M. Thamrin (Eds). Lahan Gambut : Pemanfaatan dan Pengembangannya untuk Pertanian. Kanisius. Yogyakarta. Hal 21-43.

Nurida, Neneng L., Anny Mulyani dan Fahmuddin Agus. 2011. Pengelolaan Gambut Berkelanjutan. Balai Penelitian Tanah. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor. 103 Halaman

Noor, M. 2001. Pertanian Lahan Gambut, Potensi dan Kendala. Kanisius, Yogyakarta.170 Halaman.

(12)

Nurmili Yuliani : Teknologi pemanfaatan lahan gambut | 372 Noor, M. 2010. Lahan Gambut : Pengembangan, Konservasi dan Perubahan Iklim. Gadjah

Mada University Press. Yogyakarta. 212 Hal.

Noor, M., M. Saleh, dan H. Syahbuddin. 2013. Penggunaan dan Permasalahan Lahan Gambut. Dalam Noor, M., Muhammad Alwi, Mukhlis, Dedy Nursyamsi, dan M. Thamrin (Eds). Lahan Gambut : Pemanfaatan dan Pengembangannya untuk Pertanian. Kanisius. Yogyakarta. Hal 63-88.

Noorginayuwati, A. Rapieq, M. Noor, dan Achmadi. 2007. Kearifan Budaya Lokal Dalam Pemanfaatan Lahan Gambut untuk Pertanian di Kalimantan. http://balittra.litbang. deptan.go.id/lokal/Kearipan-2%20gina.pdf. Diakses 25 April 2014

Puslittanak. 2000. Sumberdaya Lahan Indonesia dan Pengelolaannya. Bogor. 266 halaman Radjaguguk, B. 2004. Developing sustainable agriculture on tropical peatland: Chalanges

and prospects.Pp 707-712.In J. Palvanen (ed). Proceding of the 12th International Peat Congress. Wise use of peatlands. Vol 1. Oral presentations. Tampere, Findland. 6-11 June 2004.

Radjagukguk, B. 1995. Peat soils of Indonesia: location, classification and problems for sustainability. Dalam Rieley, J. O., dan S. E. Page (Eds.). Biodiversity and Sustainability of Trofical Peatlands. Halaman: 45-54.

Radjaguguk,B. dan B. Setiadi.1989. Strategi pemanfaatan gambut di Indonesia kasus pertanian. Seminar tanah gambut untuk perluasan pertanian. Fak. Pertanian UISU. Medan, 1989.

Sabiham, S. 2006. Pengelolaan Lahan Gambut Indonesia Berbasis Keunikan Ekosistem. Orasi Ilmiah Guru Beasar Tetap Pengelolaan Tanah. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, 16 September 2006.

Sabiham, S. dan Sukarman. 2012. Pengelolaan Lahan Gambut untuk pengembangan Kelapa Sawit di Indonesia. Dalam Edi Husen, Markus Anda, M. Noor, Mamat HS., Maswar, Arifin Fahmi dan Yiyi Sulaiman (Eds). Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Lahan Gambut Berkelanjutan. Bogor 4 Mei 2012. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor. Hal 1-16

Sagiman, S., 2007. Pemanfaatan Lahan Gambut dengan Perspektif Pertanian Berkelanjutan. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap llmu Kesuburan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura. Pontianak, 23 Juli 2007. 32 Halaman.

Simatupang, R.S., L. Indrayati, dan S. Asikin. 2013. Teknologi Budidaya Tanaman Pangan di Lahan Gambut. Dalam Noor, M., Muhammad Alwi, Mukhlis, Dedy Nursyamsi, dan M. Thamrin (Eds). Lahan Gambut : Pemanfaatan dan Pengembangannya untuk Pertanian. Kanisius. Yogyakarta. Hal. 89 – 115.

Subiksa, IG.M., Wiwik Hartatik, dan Fahmuddin Agus. 2011. Pengelolaan Lahan Gambut Secara Berkelanjutan. Dalam Neneng L. Nurida, Anny Mulyani, dan Fahmuddin Agus (Eds). Pengelolaan Lahan Gambut Berkelanjutan. Balai Penelitian Tanah. Hal. 73-88

Supriyo, A. 2008. Pengelolaan Lahan Gambut untuk Pertanian Berkelanjutan (Sustainable Agriculture). Dalam Agus Supriyo, Muhammad Noor, Isdijanto Ar-Riza dan Khairail Anwar (Eds). Prosiding Nasional Seminar Nasional Pengembangan Lahan Rawa. Banjarbaru 5 Agustus 2008. Kerjasama Balai Besar Penelitian dan

(13)

Prosiding Seminar Nasional “Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi”, Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan. Banjarbaru. Hal. 118-128. Supriyo., A., M.Noor dan Achmadi Jumberi. 2007. Pengelolaan Air Di Lahan Gambut

Untuk Pemanfaatan Pertanian Secara Bijaksana (“Wise Use”). Dalam Bambang Prayudi, Jamal E, Endrijal, BS. Busyra, Bobihoe J, Yusri A, Adri, Nurasni (Eds). Prosiding Lokakarya Percepatan Penerapan IPTEK dan Inovasi Teknologi mendukung Ketahanan Pangan dan revitalisasi Pembangunan Pertanian. Jambi 11-12 Desember 2007. Balai Pengkajian Teknologi Jambi. Hal 24-32.

Suriadikarta, D.A. 2012. Teknologi Lahan Gambut Berkelanjutan. Dalam Edi Husen, Markus Anda, M. Noor, Mamat HS., Maswar, Arifin Fahmi dan Yiyi Sulaiman (Eds). Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Lahan Gambut Berkelanjutan. Bogor 4 Mei 2012. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor. Hal. 197-212.

Utami, Sri Nuryani Hidayah. 2012. Lahan Gambut Terdegradasi. Dalam Edi Husen, Markus Anda, M. Noor, Mamat HS., Maswar, Arifin Fahmi dan Yiyi Sulaiman (Eds). Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Lahan Gambut Berkelanjutan. Bogor 4 Mei 2012. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor. Hal 185-195.

Gambar

Tabel 1. Luas lahan gambut berdasarkan kedalamannya di Indonesia
Gambar  2  menunjukkan  kerangka  keterkaitan  antara  pengelolaan  lahan  gambut  dengan  permasalahan yang dihadapi
Tabel 2. Penataan Lahan Gambut berdasarkan Tipologi dan tipe luapannya  Tipologi  Lahan  Tipe Luapan A B C  D  Gambut  Dangkal
Tabel 3.  Kebutuhan air untuk pertumbuhan tanaman di lahan gambut
+2

Referensi

Dokumen terkait

atau pensil yang menun+uk kata demi kata. Kerana cara demikian itu dipraktekkan terus menerus dan tidak ada yang memberikan petun+uk lebih lan+ut baha sebetulnya tidak

Oleh karena itu, daerah-daerah itu memberi daya tarik kepada orang dari daerah out- migrasi, yaitu Kedu yang lahan pertaniannya telah terdesak oleh perkebunan

Hal tersebut dianggap memberikan peluang terjadinya permasalahan kebudayaan, seperti: (1) timbulnya degradasi nilai budaya, sehingga budaya berpikir positif kurang

Steker atau Staker berfungsi untuk menghubungkan alat listrik dengan aliran listrik yang ditancapkan pada kanal stop kontak sehingga alat listrik tersebut dapat digunakan. Alat

Briket yang baik adalah briket memiliki nilai kalor yang tinggi, tidak berasap, mudah dinyalakan, emisi gas tidak mengandung racun, laju dan suhu pembakaran yang baik,

Berkaitan dengan Wilayah Pemungutan diatur dalam ketentuan : Pasal 9 ayat (1) PKB yang terutang dipungut di wilayah daerah Provinsi Jawa Barat tempat Kendaraan Bermotor