• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Memasuki abad ke-21, kawasan Asia-Pasifik menunjukkan beberapa perkembangan signifikan yang menyebabkan berubahnya tatanan geopolitik dan geoekonomi dunia. Pasca krisis ekonomi yang melanda kawasan Asia di tahun 1998-1999, negara-negara di kawasan ini mulai membangun kembali perekonomian mereka dan lahir kembali sebagai the new emerging power di dalam panggung internasional. Produsen Asia telah menangkap sebagian besar dari rantai produksi global. Pemerintah Asia dan lembaga yang dikendalikan pemerintah menahan sekitar dua-pertiga dari $ 6 triliun-plus cadangan devisa dunia (Cossa, et al., 2009).

Menurut sebuah data, bagian Asia Timur dalam total Pendapatan Domestik Bruto (PDB) global telah meningkat secara tajam dari sekitar 12 persen di tahun 1970 menjadi hampir 25 persen pada tahun 2008 (MacDonald & Lemco, 2011). Dalam sektor perdagangan global, persentase volume perdagangan Asia Timur meningkat dari 10 persen di 1975 menjadi 30 persen di tahun 2008 (MacDonald & Lemco, 2011). Secara gradual, negara-negara seperti Cina, India, Jepang, Korea Selatan, Singapura, serta negara Asia lainnya berubah menjadi pusat dari tatanan ekonomi dan politik dunia, menandai sebuah era baru yang sering kali disebut dengan „Asia-Pacific Century‟.

Kebangkitan Asia menjadi semakin terlihat setelah terjadinya krisis global pada tahun 2008-2009. Krisis yang bermula dari menggelembungnya kredit properti di Amerika Serikat ini telah menjatuhkan perekonomian Amerika Serikat serta Uni Eropa, dua raksasa besar dalam perekonomian dunia. Kawasan Asia-Pasifik, yang tampaknya telah belajar dari krisis ekonomi 1998, berhasil bertahan dari dampak krisis. Pada krisis ini, Asia-Pasifik menjadi lokomotif ekonomi penting yang menjaga Resesi Besar (Great Recession) berubah menjadi Depresi Besar. Kawasan Asia kini menjadi pusat dari perputaran ekonomi global yang baru. Pada saat itu, Cina, Jepang, dan negara Asia lainnya telah membantu memberikan bailout terhadap perekonomian AS lewat pembelian hutang

(2)

2

pemerintah AS dalam skala besar yang dibutuhkan untuk membiayai defisit fiskal pemerintah AS yang masif (Abramowitz & Bosworth, 2006).

Kawasan Asia-Pasifik kini berubah menjadi kawasan yang lebih penting bagi Amerika Serikat dibandingkan di saat-saat sebelumnya. Sementara itu, Amerika Serikat selama ini lebih menitik beratkan perhatiannya ke Timur Tengah, khususnya Irak dan Afghanistan, lewat kebijakan War on Terror. Hal ini telah menimbulkan ketidakseimbangan dalam kebijakan politik AS di luar negeri. Perlu adanya rekalibrasi dalam strategi politik AS untuk menyesuaikannya dengan kepentingan AS dalam jangka waktu panjang dan adanya perubahan geopolitik dari Barat ke Timur. Oleh karena itu, pemerintah Obama kemudian mengeluarkan strategi rebalancing terhadap Asia-Pasifik.

Strategi yang juga dikenal dengan nama „Pivot to Pacific‟ atau „Asian Pivot‘ ini pertama kali dikenalkan pada November 2011 lewat artikel yang ditulis oleh Hillary Clinton di Foreign Policy yang berjudul America‘s Pacific Century. Di dalam tulisannya Clinton yang pada saat itu menjabat sebagai Secretary of State AS menyatakan bahwa AS akan berkomitmen untuk memprioritaskan Asia dalam politik luar negerinya. Pergeseran fokus politik luar negeri Obama ini menekankan bagaimana pentingnya Asia Pasifik untuk mencapai prioritas tertingginya – menciptakan lapangan pekerjaan untuk rakyat Amerika. Hal ini dikatakan oleh Presiden Obama dalam pidatonya tentang rebalance di depan Parlemen Australia, pada 17 November 2011,

―Here, we see the future. As the world‘s fastest-growing region-and home to more than have the global economy—the Asia Pacific is critical to achieving my highest priority: creating jobs and opportunity for the American people. With most of the world‘s nuclear powers and some half of humanity, Asia will largely define whether the century ahead will be marked by conflict or cooperation, needless suffering or human progress.‖ (The White House Office of The Press Secretary, 2011)

Salah satu bagian dari strategi rebalancing ini adalah usaha AS untuk mengembangkan kerjasama ekonominya di Asia-Pasifik lewat perjanjian Trans-Pacific Partnership (TPP). TPP ini adalah sebuah perjanjian perdagangan yang diproyeksikan akan menjadi perjanjian berstandar tinggi di abad ke-21 yang saat ini sedang dinegosiasikan oleh dua belas negara di kawasan Asia-Pasifik (Office of United State Trade Representative, 2011). Ini adalah kali kedua AS mengikuti

(3)

3

kerjasama ekonomi regional di kawasan Asia-Pasifik setelah AS bergabung dengan APEC (Asia Pacific Economic Cooperation) di tahun 1993.

Bagi Amerika Serikat, TPP merupakan cornerstone dari kebijakan ekonomi pemerintahan Obama di Asia-Pasifik, sebuah prioritas di dalam strategi rebalancing (Yu, 2013).

Oleh karena itu, keberhasilan TPP merupakan sine qua non dari keberhasilan strategi rebalancing AS (Goodman, 2013).

Penelitian ini akan membahas lebih jauh peran perjanjian Trans-Pacific Partnership sebagai bagian dari kebijakan rebalance AS di kawasan Asia-Pasifik. Penelitian ini pertama-tama akan melihat alasan AS melakukan rebalancing di Asia-Pasifik. Setelah itu, akan dibahas mengenai keikutsertaan AS di dalam negosiasi Trans-Pacific Partnership. Setelah memahami dua hal tersebut, penelitian ini akan menganalisis alasan AS menganggap TPP penting di dalam strategi rebalancing AS.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, pertanyaan utama yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah : Mengapa Amerika Serikat menganggap negosiasi Trans-Pacific Partnership penting dalam strategi rebalancing-nya?

1.3 KERANGKA KONSEPTUAL

Skripsi ini bertujuan untuk menganalisis alasan AS melihat TPP sebagai elemen yang penting dalam strategi rebalancing. Terdapat dua variabel utama yang perlu dijelaskan dalam rumusan masalah skripsi ini yaitu (1) strategi rebalancing Amerika Serikat, dan (2) Trans-Pacific Partnership. Dalam skripsi ini digunakan tiga konsep utama yaitu, konsep rebalancing, regionalisme, serta liberal internasionalisme. Konsep rebalancing di sini digunakan untuk memahami kesuluruhan dari strategi rebalancing Amerika Serikat. Perspektif regionalisme sendiri digunakan untuk memahami alasan AS untuk lebih memilih pendekatan regionalisme seperti TPP di dalam strategi rebalancing-nya. Sementara, perspektif liberal internasionalisme digunakan untuk melihat pentingnya TPP sebagai perdagangan bebas yang mempunyai implikasi lebih di luar kepentingan ekonomi.

(4)

4 1. Rebalancing Strategy Pemerintahan Obama

Rebalancing ke Asia-Pasifik ini merupakan strategi politik luar negeri yang diusung oleh pemerintahan Obama. Frase rebalance to Asia ini dimaksudkan untuk menekankan meningkatnya prioritas dari kawasan ini dalam kebijakan global AS. Strategi ini merupakan pendalaman dari upaya pemerintahan Obama, yang dimulai pada tahun 2009, untuk meningkatkan visibilitas diplomatik AS dan kehadiran di Asia-Pasifik. Mungkin yang paling menonjol, sejak 2009, Administrasi Obama secara konsisten memberikan waktu dan penekanan ke Asia Tenggara dan lembaga-lembaga multilateral regional (Manyin, et al., 2012).

Strategi ini pada awalnya lebih dikenal dengan nama „Asian Pivot‘ atau „return to Asia‟. Namun istilah ini seolah-olah menggambarkan Amerika Serikat melepaskan Asia dan berusaha terlibat kembali di kawasan tersebut. Pada kenyataannya Amerika Serikat tidak pernah meninggalkan Asia-Pasifik. Istilah pivot lalu ditinggalkan dan diganti dengan istilah rebalancing. Istilah rebalancing dinilai lebih cocok dan menekankan elemen kontinuitas dalam strategi pemerintahan saat ini dengan para pendahulunya (Weitz, 2012). Strategi ini adalah soal penekanan prioritas AS yang berusaha mengelaborasi hubungan AS-Asia yang sudah ada sebelumnya (Sutter, Brown, Adamson, Mochizuki, & Ollapally, 2013).

Istilah rebalance ini bukanlah turunan dari pemikiran „balance of power‟ dan bukanlah sinyal dari AS untuk mengimbangi Cina atau negara lainnya. Logika dari rebalancing ini sendiri datang dari istilah keuangan (Saunders, 2013). Dalam bidang keuangan, rebalancing merupakan proses untuk menyusun kembali pengalokasian aset dalam sebuah portofolio agar kembali sesuai dengan target alokasi aset seseorang. Rebalancing dilakukan dengan menjual investasi yang over-weighted untuk membeli investasi under-weighted. Pengalokasian aset di dalam sebuah portofolio finansial perlu di-rebalancing ketika kondisi pasar bergeser dan kesempatan yang baru muncul. Meminjam logika yang sama, rebalancing to Asia, ini ditujukan untuk membawa komitmen dari diplomatik global AS, serta sumber daya ekonomi dan militer ke Asia agar seimbang dengan peningkatan kepentingan politik, ekonomi, dan keamanan AS di Asia.

(5)

5

Istilah rebalancing ini juga mengacu kepada upaya AS untuk mengoreksi dugaan pengabaian kawasan Asia-Pasifik oleh pemerintahan George W. Bush (Saunders, 2013). Sebelum Presiden Obama menjabat, banyak pemimpin Asia Tenggara di wilayah ini merasa mereka telah diabaikan oleh Amerika Serikat. Adanya kebijakan War on Terror dan komitmen militer AS di Irak dan Afghanistan telah menghasilkan jejak global yang tidak seimbang. Ungkapan rebalancing ke Asia dimaksudkan untuk menyeimbangkan kembali perhatian AS terhadap kawasan ini. Istilah ini juga dipilih untuk mencegah adanya anggapan bahwa Amerika Serikat meninggalkan perhatiannya di kawasan lain dan beralih ke Asia-Pasifik.

Rebalancing to Asia juga mencerminkan kebutuhan untuk mengartikulasikan prioritas global AS setelah penarikan pasukan Amerika dari Irak dan Afghanistan, yang membebaskan sumber daya diplomatik dan militer AS ke Timur Tengah selama sepuluh tahun terakhir. Pengurangan dalam pengeluaran dan anggaran militer federal AS juga menyerukan pernyataan yang jelas tentang prioritas strategis AS untuk mengalokasikan sumber daya yang terbatas. Untuk militer AS, hal ini datang dalam bentuk panduan pertahanan strategis Januari 2012 yang ditandatangani oleh Presiden Barack Obama, yang menyatakan, "Kita akan menyeimbangkan kebutuhan menuju wilayah Asia-Pasifik. (Manyin, et al., 2012)”

2. Regionalisme

Mencairnya Perang Dingin membuat regionalisme menjadi sangat penting dalam konteks globalisasi ekonomi. Selain itu, hal ini juga memunculkan kepentingan-kepentingan dalam regionalisme antara pembuat kebijakan, pengusaha, dan kalangan akademisi. Menurut Ravenhill (2014), regionalisme merupakan proses formal dari kolaborasi antar pemerintahan dua negara atau lebih. Regionalisme dapat dikategorikan menjadi formal maupun informal. Regionalisme informal dapat dijelaskan melalui rasa keterlibatan di dalam suatu komunitas sosio-kultural yang disebut sebagai identitas. Sedangkan dalam hal formal, regionalisme dibentuk untuk fungsi tertentu, misalnya dalam bidang ekonomi, keamanan, dan lingkungan. Regionalisme dapat menjadi sebuah kebijakan rasional yang terasosiasi dengan stabilitas dan kontrol atas pengaruh.

(6)

6

Jika dilihat dari sudut pandang idealis, kebijakan regional dibentuk untuk menciptakan keuntungan secara regional dan para anggota mendapat keuntungan yang setimpal (Ravenhill, 2014).

Secara hubungan kerjasama, ada tiga tipe utama regionalisme. Yang pertama adalah regionalisme bilateral, yaitu kerja sama oleh dua negara. Lalu ada regionalisme trilateral yang terdiri dari tiga negara yang saling bekerja sama. Dan yang terakhir adalah regionalisme multilateral yang melibatkan banyak negara dalam kerja samanya.

Pada masa ini tidak dipungkiri lagi bahwa regionalisme dapat menjadi jalan keluar saat skema kerjasama internasional tidak berjalan dengan baik, ataupun pendekatan nasional tidak memuaskan. Selain itu juga regionalisme dapat menjadi penghubung antara masalah nasional dan global. Dari fungsi kedua ini regionalisme dapat menjamin negara-negara memiliki peran dalam mengatasi masalah di kawasan dengan institusi baru tersebut. Dengan cara ini sebuah negara kawasan tidak hanya dapat mengendalikan perilaku negara di kawasan, namun juga memperkuat posisi tawar menawar dengan negara di luar kawasan.

Setidaknya terdapat dua jenis motivasi yang membuat suatu negara mengikuti regionalisme, yaitu motivasi politik dan motivasi ekonomi (Ravenhill, 2014). Dari segi politik, yang membuat negara memilih regionalisme antara lain, untuk memperkuat rasa percaya diri dan sarana membentuk kerjasama ekonomi, memperkuat keamanan mereka baik dari segi kemanan tradisional maupun non-tradisional, serta meningkatkan bargaining position mereka di level internasional. Selain itu, regionalisme juga dapat menjadi alat untuk memberikan sinyal kepada para investor bahwa mereka mempunyai keinginan untuk mereformasi sistem perekonomian khususnya untuk negara berkembang. Regionalisme juga dipilih oleh suatu negara karena alasan untuk memenuhi konstituensi domestik. Regionalisme dapat pula menjadi opsi bagi suatu negara karena mencapai kata sepakat di level regional lebih mudah dari pada di level multilateral seperti WTO.

Dari segi ekonomi, negara lebih memilih regionalisme daripada multilateralisme, bilateralisme, maupun unilateralisme karena regionalisme memberikan akses kepada pasar domestik yang lebih besar. Selain itu, regionalisme memberikan kesempatan untuk menarik investor asing, kesempatan

(7)

7

untuk terlibat dalam integrasi yang lebih dalam, serta regionalisme memberikan proteksi bagi sektor yang tidak kompetitif di level global.

Menurut pandangan neoliberal institutionalism, regionalisme menjadi penting karena (1) meningkatnya interdependensi yang meningkatkan kebutuhan untuk membentuk sebuah institusi kerjasama regional, (2) negara merupakan aktor rational egoist yang dapat diarahkan untuk bekerja sama, (3) regionalisme penting karena keuntungan yang mereka berikan dan karena pengaruh dari kalkulasi para pemainnya dan cara para negara mendefinisikan kepentingannya (Hurrell, 1995).

Regionalisme dapat berbentuk regionalisme keamanan maupun regionalisme ekonomi. Dalam kasus TPP, regionalisme ini berbentuk regionalisme ekonomi. Regionalisme ekonomi adalah sebuah institutional arrangement yang didesain untuk memfasilitasi aliran bebas dari barang dan jasa dan untuk mengkoordinasikan kebijakan ekonomi di wilayah geografis tertentu (Moon, t.thn.). Bentuk regionalisme ekonomi dapat dibedakan berdasarkan tingkat integrasi, antara lain free trade area, custom union, common market, dan economic union. Bentuk paling dasar adalah kawasan perdagangan bebas atau free trade area yang menghilangkan atau mengurangi bea masuk antara anggotanya. Setelah itu terdapat custom union yang menciptakan tingkat integrasi yang lebih besar melalui tarif umum kepada negara selain anggota, dan common market menambah pengaturan ini dengan memungkinkan pergerakan bebas modal dan tenaga kerja. Sebuah economic union membutuhkan konsensus politik tingkat tinggi antara negara-negara anggota, yang bertujuan membangun integrasi ekonomi penuh melalui kebijakan umum ekonomi, mata uang bersama, dan penghapusan semua hambatan tarif dan nontarif.

3. Liberal Internationalisme

Liberal internasionalisme mempercayai dua nilai fundamental dalam politik luar negeri yaitu self-determination dan nonintervention (Lind, 2006). Self-determination berarti sebuah negara mempunyai legitimasi jika mendapatkan persetujuan dari rakyatnya. Sementara nonintervention berarti tidak ada negara yang berhak menjajah atau menguasai negara lain. Tujuan dari liberal

(8)

8

internasionalisme sendiri adalah memperluas praktek-praktek demokrasi dan perdagangan bebas, membela demokrasi dari para pesaingnya sekaligus melindungi dan mempromosikan hak asasi manusia (Hoffman, 1995). Pemikiran ini seringkali dikaitkan dengan Woodrow Wilson dan 14 poinnya.

Di dalam praktik liberal internasionalisme, demokrasi dan perdagangan bebas menjadi hal yang penting dalam menjaga sistem internasional yang damai. Menurut para pemikir liberal, sistem demokrasi merupakan bentuk pemerintahan terbaik. Dalam pemerintahan demokrasi, ketika rakyat yang menjadi korban dalam peperangan itu diberi kesempatan untuk memilih pemerintahnya sendiri, kecil kemungkinan perang akan terjadi. Sementara itu, perdagangan bebas merupakan cara terefektif dan terdamai untuk mencapai kekayaan nasional (Burchill, 2005). Menurut John S. Mill, seorang pemikir liberal, pasar bebas dapat mengubah pola pikir orang-orang dari yang tadinya berorientasi perang dan konflik menjadi berorientasi kesejahteraan ekonomi dan kerja sama. Penyebaran pasar akan menempatkan masyarakat di sebuah landasan yang sama sekali baru. Alih-alih berkonflik memperebutkan sumber daya yang terbatas, revolusi industri meningkatkan prospek dari kesejahteraan yang tak terbatas dan belum pernah terjadi sebelumnya untuk semua; produksi material, asalkan itu bebas dipertukarkan, akan membawa kemajuan manusia. Perdagangan akan menciptakan hubungan ketergantungan mutual yang mampu menumbuhkan pengertian antara orang-orang dan mengurangi konflik (Burchill, 2005). Selain itu, tiap-tiap individu harus diperbolehkan untuk saling tukar-menukar barang dan jasa tanpa memandang batas-batas nasional.

Dari sisi ekonomi politik, para liberal internasionalis menjunjung tinggi semangat perdagangan. Pemikir liberal seperti Adam Smith berpendapat bahwa tujuan dari aktivitas ekonomi adalah untuk meningkatkan kesejahteraan semua pihak dan untuk mencapainya dibutuhkan division of labor dan sistem laissez faire yang membebaskan pasar. Dalam sistem laissez faire ini negara berperan untuk melindungi masyarakat dari ancaman luar dan membuat pengaturan terhadap barang publik tertentu. Kaum liberal percaya bahwa perdagangan mempunyai dampak positif terhadap ekonomi karena transaksi barang dan jasa mendorong efisiensi, menimbulkan multiplier effect pada ekonomi dan

(9)

9

memperluas lapangan kerja. Kebijakan politik luar negeri liberal biasanya bertujuan untuk menyebarkan pasar bebas dan praktik-praktik perdagangan bebas melalui kerjasama bilateral maupun multilateral (Jahn, 2013). Perdagangan bebas ini akan meningkatkan kekayaan absolut semua pihak dan membentuk ikatan interdependensi yang damai di antara manusia (Macmillan, 2007).

Kebijakan ekonomi yang mendukung globalisasi dari liberalisme ini memfokuskan kepada intitusionalisasi dari prinsip-prinsip ekonomi liberal dalam ekonomi dunia secara umum. Tujuan ini sebagian besar dicapai dengan membentuk sebuah institusi politik. Meskipun tujuan langsung dari kebijakan-kebijakan ini bersifat ekonomi – pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan – kebijakan-kebijakan tadi diekspektasikan untuk dapat memberikan stabilitas politik, demokratisasi, kerja sama internasional, dan perdamaian.

Para liberal internasionalis berpendapat bahwa AS harus melindungi keamanannya dengan mempromosikan sistem internasional yang liberal yang menjunjung tinggi nilai demokrasi dan perdagangan bebas. Liberal internasionalisme sejalan dengan kepentingan Amerika karena dunia yang terbagi menjadi negara-bangsa demokratis yang berdaulat lebih tidak mengancam keamanan AS dibandingkan dengan dunia yang terbagi menjadi beberapa imperium yang ekspansif atau beberapa negara kecil yang terlalu lemah untuk berdaulat. Ikatan interdependensi yang terbentuk melalui perdagangan juga membuat negara-negara partner kerja sama AS lebih reluktan untuk menyerang AS.

1.4 ARGUMEN UTAMA

Strategi rebalancing lahir dari sebuah pemikiran untuk menyeimbangkan perhatian Amerika Serikat di luar negeri yang tadinya sangat terfokus di Timur Tengah dan untuk menyesuaikan prioritas AS dengan kondisi geopolitik dan geoekonomi dunia demi kepentingan AS di waktu mendatang. Strategi ini menjadi penting bagi AS yang kini melihat negara-negara di kawasan Asia-Pasifik sebagai partner yang lebih penting dari saat-saat yang sebelumnya. Lewat strategi ini, AS berusaha meningkatkan keterlibatannya di kawasan Asia-Pasifik.

(10)

10

Sebagai bagian dari strategi rebalancing, keikutsertaan AS dalam negosiasi Trans-Pacific Partnership merupakan manifestasi dari keseriusan AS untuk terlibat di kawasan Asia-Pasifik. Hal ini terlihat dari perubahan pendekatan AS di Asia-Pasifik yang kini lebih memilih menggunakan regionalisme. Regionalisme seperti TPP ini dapat menjadi jangkar untuk mengikatkan komitmen AS terhadap Asia-Pasifik serta menjadi pintu masuk bagi AS untuk terlibat lebih di dalam integrasi regional Asia-Pasifik.

Berdasarkan perspektif liberalisme, perdagangan bebas tidak hanya mampu mendatangkan keuntungan ekonomi secara maksimal namun juga mampu meningkatkan interdependensi antar negara dan membantu menjaga stabilitas keamanan dan perdamaian. Hal ini lah yang membuat negosiasi TPP menjadi penting di dalam rebalancing terhadap Asia-Pasifik. Tidak hanya berimplikasi terhadap kepentingan ekonomi AS di Asia-Pasifik, TPP juga berimplikasi secara diplomatik dan keamanan. Secara ekonomi, keikutsertaan AS di dalam TPP diharapkan mampu mendongkrak perekonomian AS saat ini. Hal ini penting bagi AS yang kini berusaha melawan jumlah pengangguran yang bertambah banyak selepas Resesi Global 2008-2009. Sementara secara diplomatik dan keamanan, TPP menjadi alat untuk meningkatkan hubungan kerjasama AS dengan kawasan Asia-Pasifik dan mengurangi adanya potensi konflik dengan kawasan ini.

1.5 SISTEMATIKA PENULISAN

Skripsi ini terdiri dari lima bab yang menjelaskan dua variabel utama dalam penelitian ini yaitu, (1) rebalancing policy AS di Asia-Pasifik, dan (2) kepentingan AS dalam Trans-Pacific Partnership. Bab Pertama berisikan pendahuluan yang menjelaskan latar belakang penelitian, kerangka konseptual yang digunakan serta argumen utama. Setelah itu, Bab Kedua akan menjelaskan variabel pertama yaitu rebalancing policy: apa saja tujuan Amerika Serikat mengeluarkan rebalancing policy dan elemen dari rebalancing policy di Asia-Pasifik.

Bab Ketiga akan menjelaskan tentang Trans-Pacific Partnership. Pertimbangan apa saja yang diambil AS untuk akhirnya bergabung dengan TPP serta tujuan yang ingin diraih AS lewat TPP.

(11)

11

Bab Keempat akan berisi analisis yang menghubungkan variabel tadi. Analisis ini akan mengungkapkan alasan mengapa TPP dianggap penting dalam kebijakan rebalance AS dibantu dengan konsep regionalisme dan liberal internationalism dalam perdagangan internasional.

Skripsi ini ditutup dengan Bab Kelima yang berisikan kesimpulan dari penelitian ini serta saran bagi negara berkembang seperti Indonesia mengenai Trans-Pacific Partnership.

Referensi

Dokumen terkait

Seperti halnya dengan pengetahuan komunikasi terapeutik perawat, kemampuan perawat yang sebagian besar pada kategori cukup baik tersebut kemungkinan karena adanya

Penelitian yang dilakukan di TK AndiniSukarame Bandar Lampung betujuan meningkatkan kemampuan anak dalam mengenal konsep bilangan melalui media gambar pada usia

Alhamdulillahirobbil’alamin segala puji syukur dan sembah sujud, penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat, hidayah, dan kasih sayang-Nya sehingga penyusun

DATA PEGAWAI NEGERI SIPIL DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL KABUPATEN LOMBOK BARAT. NO NAMA PNS

H1: (1) Terdapat perbedaan produktivitas kerja antara karyawan yang diberi insentif dengan karyawan yang tidak diberi insentif (2) Terdapat perbedaan

7.4.4 Kepala LPPM menentukan tindakan perbaikan yang harus dilakukan pada periode Pelaporan Hasil Pengabdian kepada masyarakat berikutnya.. Bidang Pengabdian kepada masyarakat

Ketika orang-orang dari budaya yang berbeda mencoba untuk berkomunikasi, upaya terbaik mereka dapat digagalkan oleh kesalahpahaman dan konflik bahkan

Dengan cara yang sama untuk menghitung luas Δ ABC bila panjang dua sisi dan besar salah satu sudut yang diapit kedua sisi tersebut diketahui akan diperoleh rumus-rumus