• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Kasus ISK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laporan Kasus ISK"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

0

LAPORAN KASUS

INFEKSI SALURAN KEMIH

Disusun Oleh : Sandhy Hapsari Andamari

H2A010046

Pembimbing :

dr. Hascaryo Nugroho, SpPD

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG 2014

(2)

1

LEMBAR PENGESAHAN

Referat ini telah dipresentasikan dan disetujui oleh dokter pembimbing dari : Nama : Sandhy Hapsari Andamari

NIM : H2A010046 Fakultas : Kedokteran

Universitas : Universitas Muhammadiyah Semarang Judul kasus : Infeksi Saluran Kemih

Pembimbing : dr. Hascaryo Nugroho, Sp.PD

Ambarawa, Desember 2014 Dokter Pembimbing

(3)

2

BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN Nama : NY. Y Umur : 19 tahun Agama : Islam

Alamat : Gaton 2/1 Duren Bandungan Kab. Semarang Suku bangsa : Jawa

Tanggal masuk : 12-12-2014

No RM : 056499

II. ANAMNESIS A. Keluhan utama

Demam

B. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke IGD rumah sakit dengan keluhan demam sejak 1 hari SMRS. Demam dirasakan mendadak dan terus menerus, pusing (+) disertai mual (+) muntah (-). ± 2 hari sebelumnya pasien mengeluh nyeri perut bagian kanan dan kiri bawah. Nyeri terasa terus menerus dan mangkel. Pasien juga mengeluh nyeri saat kencing (+), terasa perih dan panas, anyang – anyangan (+), hematuria (+) 1x, kencing batu (-), kencing pasir (-), keputihan (+). Pasien pernah mengalami sakit yang sama ± 2 bulan yang lalu, namun sembuh setelah periksa ke dokter. BAB tidak ada keluhan.

C. Riwayat penyakit dahulu :

1. Riwayat penyakit seperti ini : diakui sejak bulan agustus 2. Riwayat hipertensi : disangkal

3. Riwayat diabetes melitus : disangkal 4. Riwayat penyakit jantung : disangkal 5. Riwayat operasi sekitar perut : disangkal

(4)

3 D. Riwayat penyakit keluarga :

1. Keluarga tidak ada yang mengalami keluhan serupa. 2. Riwayat hipertensi : disangkal 3. Riwayat diabetes : disangkal 4. Riwayat alergi makanan atau obat : disangkal

E. Riwayat pribadi :

1. Kebiasaan minum air putih : sedikit 2. Kebiasaan ganti celana : 3 – 4x sehari 3. Kebiasaan menahan kencing : diakui

F. Riwayat sosial ekonomi :

Biaya pengobatan pasien ditanggung oleh BPJS. Kesan ekonomi cukup

G. Anamnesis sistem

1. Keluhan utama : demam

2. Kulit : pucat (-), kuning (-), luka (-), gatal (-), bintik-bintik perdarahan pada kulit (-).

3. Kepala : nyeri kepala (-), kepala terasa berat (-), perasaan berputar-putar (-).

4. Mata :pandangan kabur (-),mata kuning (-), gatal (-), bengkak (-), bola mata menonjol (-)

5. Hidung : tersumbat (-), keluar darah (-), keluar lendir (-), gatal (-)

6. Telinga : pendengaran berkurang ), keluar cairan atau darah (-), pendengaran berdenging (-).

7. Mulut : bibir kering (-), gusi mudah berdarah (-), gigi mudah goyah (-), sulit berbicara (-), papil lidah atrofi (-) 8. Tenggorokan : rasa kering dan gatal (-), nyeri untuk menelan (-),

sakit tenggorokan (-), suara serak (-).

9. Sistem respirasi : sesak nafas (-), batuk (-), darah (-), mengi (-)

10. Sistem kardiovaskuler : nyeri dada (-), terasa ada yang menekan (-), berdebar-debar (-), keringat dingin (-), ulu hati terasa panas (-)

(5)

4 11. Sistem gastrointestinal : mual (+), muntah (-), kembung (-), nafsu makan menurun (-), perut penuh (-), perut membesar (-) sulit BAB (-), BAB warna hitam (-), BAB berdarah (-). 12. Sistem musculoskeletal: lemas (+), pegal-pegal (-),kaku sendi (-), kejang (-),

nyeri otot (-), bengkak sendi (-), nyeri sendi (-)

13. Sistem genitourinaria : BAK warna kuning tua (-), jumlah sedikit dan sering (+), nyeri saat BAK (+), panas saat BAK (+), sering BAK (-), rasa gatal pada saluran kencing (-), rasa gatal pada alat kelamin (-), keputihan (+)

14. Ekstremitas

a. Atas : luka (-/-), kesemutan (-/-), bergetar (-/-), ujung jari terasa dingin (-/-), bengkak (-/-), lemah (-/-)

b. Bawah : luka (-/-), kesemutan (-/-), bergetar (-/-), ujung jari terasa dingin (-/-), bengkak (-/-), lemah (-/-)

III. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 12 Desember 2014

a. Keadaan umum : tampak sakit ringan, composmentis b. Tanda Vital c. 1. Tekanan Darah 2. Nadi 3. Pernapasan 4. Suhu : 130/80

: 83x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup : 20x/menit

: 370C, axiler

d. Kulit : warna coklat, sama seperti warna sekitar e. Kepala : bentuk mesosephal, rambut warna hitam,

lurus, luka (-)

f. Wajah : moon face (-), luka (-)

g. Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikteri (-/-), mata cekung (-)

h. Telinga : sekret (-), darah (-), nyeri tekan mastoid (-), nyeri tekan tragus (-)

(6)

5 (-)

j. Mulut : sianosis (-), bibir kering (-), lidah kotor (-), pernapasan mulut (-)

k. Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-), trakea ditengah, JVP meningkat (-)

l. Thorax : normochest, simetris

1. Paru Dextra Sinistra Depan 1. Inspeksi Bentuk dada Hemithorak 2. Palpasi Stem fremitus Nyeri tekan Pelebaran ICS 3. Perkusi 4. Auskultasi Suara dasar Suara tambahan AP < Lateral Simetris Melemah (-) (-) Sonor seluruh lapangan paru Vesikuler AP < Lateral Simetris Melemah (-) (-) Sonor seluruh lapangan paru Vesikuler Belakang 1. Inspeksi Bentuk dada Hemitorak 2. Palpasi Stem fremitus Nyeritekan Pelebaran ICS Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan

(7)

6 3. Perkusi 4. Auskultasi Suara dasar Suara tambahan Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan

Tampak anterior paru Tampak posterior paru

ka ki ka ki

2. Jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V Mid-Clavicula sinistra dan tidak kuat angkat (-), thrill (-), pulsus epigastrium (-), pulsus parasternal (-), sternal lift (-)

Perkusi : batas atas : ics 3 midclavicula kiri

batas kanan : ics 3 parasternal kanan

batas kiri : ics 5 axilaris anterior

batas bawah : ics 6 axilaris anterior

Auskultasi : Suara jantung murni: SI,SII (normal) reguler. Suara jantung tambahan gallop S3 (-)

m. Abdomen

Inspeksi : perut terlihat membesar, ikterik (-), sikatrik (-), caput medusa (-) Auskultasi : bising usus (+) normal

Perkusi : tympani (+), nyeri ketok CVA (-/-)

Palpasi : nyeri tekan pada lumbal dextra et sinistra (+), distensi (-), defans muskular (-), hepar tidak teraba

n. Ekstremitas

(8)

7 (-/-), lemah (-/-)

Bawah : luka (-/-), kesemutan (-/-), bergetar (-/-), ujung jari terasa dingin (-/-), bengkak (-/-), lemah (-/-)

RESUME

Pasien perempuan berusia 19 tahun, datang ke rumah sakit dengan keluhan demam sejak 1 hari SMRS. Demam dirasakan mendadak dan terus menerus, pusing (+) disertai mual (+). ± 2 hari sebelumnya pasien mengeluh nyeri perut bagian kanan dan kiri bawah. Nyeri terasa terus menerus dan mangkel. Pasien juga mengeluh disuria (+), terasa panas, anyang – anyangan (+), hematuria (+) 1x, kencing batu (-), kencing pasir (-), leukorhea (+). Pasien pernah juga mengalami sakit yang sama ± 2 bulan yang lalu, namun sembuh setelah periksa ke dokter. BAB tidak ada keluhan.

Pemeriksaan fisik ditemukan tekanan darah : 130/80 mmHg, Nadi : 83x/menit, isi dan tegangan cukup, Frekuensi Respirasi : 20 x/menit, Suhu : 37 0C, pada pemeriksaan abdomen didapatkan nyeri tekan pada epigastrium, lumbal dextra et sinistra dan suprapubik (+).

IV. ASSESSMENT

Observasi febris dd/ ISK

Dispepsia V. PLANNING 1. Darah rutin 2. Urin rutin 3. USG abdomen VI. TERAPI Non farmakologi 1. Istirahat 2. Minum banyak

(9)

8 Farmakologi

1. Inf RL 20 Tpm 2. Inj. Ceftriaxon 2 x 1 3. Paracetamol 3 x 1 tab (j/p) 4. Inj. Ranitidin 2 x 1amp 5. Inj ondansetron 2 x 1amp

VII.PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan Laboratorium

a. Laboratorium Darah (Tanggal 13-12-2014)

Hematologi

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan Darah rutin Hemoglobin 11.4 12.5-15.5 g/dl Lekosit 5.1 4 – 10 Ribu Eritrosit 4.46 3.8 – 5.4 Juta Hematokrit 38.1 35-47 % Trombosit 279 150 - 400 Ribu MCV 85.4 82 – 98 Mikro m3 MCH 25.6 >= 27 Pg MCHC 29.9 32 – 36 g/dl RDW 13.7 10 -16 % MPV 7.7 7 – 11 Mikro m3 Limfosit 2.3 1.0 – 4.5 10^3/mikroL Monosit 0.4 0.2 – 1.0 10^3/mikroL Limfosit % 44.2 25 – 40 % Monosit % 7.2 2 – 8 % PCT 0.215 0.2-0.5 % PDW 14.0 10-18 %

(10)

9 Kimia Klinik

SGPT 14 0-35 Mg/dl

SGOT 10 0-35 Mg/dl

Urin rutin (Tanggal 13-12-2014)

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

Urin Rutin

Warna Kuning - -

Kekeruhan Agak keruh - -

Protein Urine Negatif Negatif g/dl

Glucose urin Negatif Negatif mmol/L

PH 5.0 5-9 -

Bilirubine urine 0 Negatif Umol/l

Urobilinogen 0 Negatif Umol/L

Berat Jenis urine 1020 1000 – 1030 -

Keton Urine Negatif Negatif Mmol/L

Lekosit Negatif Negatif Sel/mL

Erirosit Negatif Negatif Sel/mL

Nitrit Negatif Negatif -

Sedimen Epitel Bergerombol 5-20 <4 /LPB Eritrosit 0-3 <5 /LPB Lekosit Bergerombol >30 <5 /LPB

Silinder Negatif Negatif /LPK

Kristal Negatif Negatif /LPB

(11)

10 Follow Up Tanggal S O A P 12-12-2014 Pasien mengeluh demam sejak 1 hari SMRS. Demam mendadak dan terus menerus. nyeri perut bagian bawah mual (+) muntah (-), BAK anyang – anyangan (+) terasa perih (+), kencing darah (+), keputihan (+) KU : tampak sakit sedang, CM Kepala : CA -/- , SI -/- Thorax : SDV +/+ BJ I-II reguler Abdomen : perut datar, BU (+) N. NT (+) - + - - - - - + - Ekstremitas : oedem (-) Observasi febris dd/ISK Inf RL 20 Tpm Inj. Ceftriaxon 2 x 1 Paracetamol 3 x 1 tab (j/p) Inj. Ranitidin 2 x 1 Inj. Ondansetron 2 x 1 13-12-2014, Demam menurun, pusing (+), mual (+), muntah (-), BAK nyeri dan terasa perih (+), BAB tidak ada keluhan, keputihan (+) Ku : sakit ringan, CM Abdomen : BU (+) normal, NT (+) epigastrium & suprapubik TD : 120/80mmHg Observasi febris hari ke-3 Terapi lanjut 14-12-2014 Pusing (+) nggliyeng, mual (+), muntah (-), Ku : sakit ringan, CM Abdomen : BU Observasi febris hari ke-4 Terapi lanjut

(12)

11 nyeri ulu hati

(+), BAK & BAB lancar (+) N, nt (+) epigastrium & suprapubik Eks : dbn ISK Dispepsia 15-12-2014

Nyeri ulu hati (+), pusing menurun, kaki kiri kram sejak semalam, demam (-), BAB & BAK lancar KU : Baik, CM Abd : BU(+)n. NT (+) Epigastrium Bebas demam ISK Dispepsia Terapi lanjut 16-12-2014 Demam (+), pusing (+), BAB & BAK lancar KU : Baik, CM TD : 104/67 S : 36,5 N : 67x RR : 24x Abd : BU (+) n, NT (+) epigastrium. ISK Dispepsia Terapi lanjut

(13)

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Anatomi dan Fisiologi1

Sistem urinarius terdiri dari 2 ginjal (ren), 2 ureter, vesika urinaria dan uretra. Sistem urinarius berfungsi sebagai system ekskresi dari cairan tubuh. Ginjal berfungsi untuk membentuk atau menghasilkan urin dan saluran kemih lainnya berfungsi untuk mengekskresikan atau mengeliminasi urin. Sel-sel tubuh memproduksi zat-zat sisa seperti urea, kreatinin dan ammonia yang harus diekskresikan dari tubuh sebelum terakumulasi dan menyebabkan toksik bagi tubuh. Selain itu, ginjal juga berfungsi untuk regulasi volume darah tubuh, regulasi elekterolit yang terkandung dalam darah, regulasi keseimbangan asam basa, dan regulasi seluruh cairan jaringan tubuh. Saluran kemih bagian atas adalah ginjal, sedangkan ureter, kandung kemih (vesika urinaria) dan uretra merupakan saluran kemih bagian bawah.

Gambar 1. Struktur Saluran Kemih Manusia

Sumber: www.kidney.org

Ginjal memiliki tiga bagian penting yaitu korteks, medulla dan pelvis renal. Bagian paling superfisial adalah korteks renal, yang tampak bergranula. Di sebelah dalamnya terdapat bagian lebih gelap, yaitu medulla renal. Ujung ureter yang berpangkal di ginjal, berbentuk corong lebar disebut pelvis renal. Pelvis renal bercabang dua atau tiga, disebut kaliks mayor yang masing-masing bercabang membentuk beberapa kaliks minor. Dari kaliks minor, urin masuk ke kaliks mayor, ke

(14)

13 pelvis renal kemudian ke ureter, sampai akhirnya ditampung di dalam kandung kemih.

Ureter terdiri dari dua saluran pipa yang masing-masing menyambung dari ginjal ke kandung kemih (vesika urinaria). Panjangnya kira-kira 25-30 cm, dengan penampang ± 0,5 cm. Ureter sebagian terletak dalam rongga abdomen dan sebagian terletak dalam rongga pelvis.

Kandung kemih adalah kantong yang terbentuk dari otot tempat urin mengalir dari ureter. Dinding kandung kemih terdiri dari lapisan sebelah luar (peritonium).

Gambar 2. Struktur Anatomi Ginjal

Sumber: Essential of Anatomy and Physiology 5th edition, 2007, Hal. 422.

Bagian akhir saluran keluar yang menghubungkan kandung kemih denganluar tubuh ialah uretra. Uretra pria sangat berbeda dari uretra wanita. Pada laki-laki, sperma berjalan melalui uretra waktu ejakulasi. Uretra pada laki-laki merupakan tuba dengan panjang kira-kira 17-20 cm dan memanjang dari kandung kemih ke ujung penis.

Uretra pada laki-laki mempunyai tiga bagian yaitu : uretra prostatika, uretra membranosa dan uretra spongiosa. Uretra wanita jauh lebih pendek daripada pria, karena hanya 2,5-4 cm panjangnya dan memanjang dari kandung kemih ke arah ostium diantara labia minora kira-kira 2,5 cm di sebelah belakang klitoris.

(15)

14 .

Gambar 3. Vesika Urinaria dan Uretra pada perempuan & laki – laki

Sumber: Essential of Anatomy and Physiology 5th edition,2007, Hal. 432

2. Definisi

Beberapa istilah yang perlu dipahami:

Bakteriuria bermakna (significant backteriuri) adalah keberadaan mikroorganisme murni (tidak terkontaminasi flora normal dari uretra) lebih dari 105 colony forming units per mL (cfu/ml) biakan urin dan tanpa lekosituria2,3

 Bakteriuria simtomatik adalah bakteriuria bermakna dengan manifestasi klinik2,3  Bakteriuria asimtomatik (covert bacteriuria) adalah bakteriuria bermakna tanpa

manifestasi klinik2,3.

Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan bakteriuria patogen dengan colony forming units per mL CFU/ ml urin > 101, dan lekositouria >10 per lapangan pandang besar, disertai manifestasi klinik3.

ISK akhir-akhir ini juga didefinisikan sebagai suatu respon inflamasi tubuh terhadap invasi mikroorganisme pada urothelium4,5.

3. Epidemilogi

Infeksi saluran kemih merupakan salah satu penyakit yang paling sering ditemukan di praktik umum. Kejadian ISK dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti usia, gender, prevalensi bakteriuria, dan faktor predisposisi yang mengakibatkan perubahan struktur saluran kemih termasuk ginjal. ISK cenderung terjadi pada

(16)

15 perempuan dibandingkan laki-laki. ISK berulang pada laki-laki jarang dilaporkan, kecuali disertai factor predisposisi2.

Menurut penelitian, hampir 25-35% perempuan dewasa pernah mengalami ISK selama hidupnya. Prevalensi bakteriuria asimtomatik lebih sering ditemukan pada perempuan. Prevalensi selama periode sekolah (School girls) 1% meningkat menjadi 5 % selama periode aktif secara seksual. Prevalensi infeksi asimtomatik meningkat mencapai 30% pada laki-laki dan perempuan jika disertai faktor predisposisi2.

Di Amerika Serikat, terdapat >7 juta kunjungan pasien dengan ISK di tempat praktik umum. Sebagian besar kasus ISK terjadi pada perempuan muda yang masih aktif secara seksual dan jarang pada laki-laki <50 tahun5. Insiden ISK pada laki-laki yang belum disirkumsisi lebih tinggi (1,12%) dibandingkan pada laki-laki yang sudah disirkumsisi (0,11%)4.

Tabel 1. Epidemiologi ISK berdasarkan Umur & Jenis Kelamin

Sumber: Smith’s General urology 17th edition, 2008, halaman 194

4. Etiologi

Pada umumnya ISK disebabkan oleh mikroorganisme (MO) tunggal seperti:2

Eschericia coli merupakan MO yang paling sering diisolasi dari pasien dengan

ISK simtomatik maupun asimtomatik

Mikroorganisme lainnya yang sering ditemukan seperti Proteus spp (33% ISK anak laki-laki berusia 5 tahun), Klebsiella spp dan Stafilokokus dengan koagulase negatif

(17)

16  Pseudomonas spp dan MO lainnya seperti Stafilokokus jarang dijumpai, kecuali

pasca kateterisasi

Tabel 2. Bakteri Penyebab ISK

Sumber: Nefrologi Klinik, edisi III. 2006, hal.33

5. Patogenesis

Patogenesis bakteriuri asimtomatik menjadi bakteriuri simtomatik tergantung dari patogenitas bakteri sebagai agent, status pasien sebagai host dan cara bakteri masuk ke saluran kemih (bacterial entry) 2,4.

Gambar 4. Bakteri E.Coli, berbentuk basil dan ada fimbrae

(18)

17 Peranan Patogenisitas Bakteri (agent)

Tidak semua bakteri dapat menginfeksi dan melekat pada jaringan saluran kemih. Bakteri tersering yang menginfeksi saluran kemih adalah E.coli yang bersifat uropathogen.2,4,6,7.

Strain bakteri E. coli hidup atau berkoloni di usus besar atau kolon manusia. Beberapa strain bakteri E. coli dapat berkoloni di daerah periuretra dan masuk ke vesika urinaria. Strain E. coli yang masuk ke saluran kemih dan tidak memberikan gejala klinis memiliki strain yang sama dengan strain E. coli pada usus (fecal E.coli), sedangkan strain E. coli yang masuk ke saluran kemih manusia dan mengakibatkan timbulnya manifestasi klinis adalah beberapa strain bakteri E. coli yang bersifat uropatogenik dan berbeda dari sebagian besar E.coli di usus manusia (fecal E.coli). Strain bakteri E.coli ini merupakan uropatogenik E.coli (UPEC) yang memiliki faktor virulensi7. Penelitian intensif berhasil menentukan faktor virulensi E.coli dikenal sebagai virulence determinalis2.

Sumber: Nefrologi Klinik Edisi III, 2006, hal. 86

(19)

18

Tabel 3. Faktor virulensi E. coli

Penentu virulensi Alur

Fimbriae

Kapsul antigen K

Lipopolysaccharide side chains (O antigen)

Lipid A (endotoksin)

Membran protein lainnya

Hemolysin

 Adhesi

Pembentuk jaringan ikat (scarring)  Resistensi terhadap pertahanan tubuh  Perlengketan (attachment)

 Resistensi terhadap fagositosis

 Inhibisi peristalsis ureter  Proinflamatori

 Kelasi besi

 Antibiotika resisten

 Kemungkinan perlengketan  Inhibisi fungsi fagosit  Sekuestrasi besi

Sumber: Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V, 2009, hal.1010

Bakteri patogen dari urin dapat menyebabkan manifestasi klinis bergantung pada perlengketan mukosa oleh bakteri, faktor virulensi, dan variasi faktor virulensi2.

Peranan Perlengketan Mukosa oleh Bakteri (Bacterial attachment of mucosa)

Menurut penelitian, fimbriae (proteinaceous hair-like projection from

bacterial surface) merupakan salah satu pelengkap patogenesitas yang mempunyai

kemampuan untuk melekat pada permukaan mukosa saluran kemih2.

Fimbriae atau pili memiliki ligand di permukaannya yang berfungsi untuk

berikatan dengan reseptor glikoprotein dan glikolipid pada permukaan membran sel uroepithelial. Fimbriae atau pili dibagi berdasarkan kemampuan hemaaglutinasi dan tipe sugar yang berada pada permukaan sel. Pada umumnya P fimbriae yang dapat menaglutinasi darah, berikatan dengan reseptor glikolipid antigen pada sel

(20)

19 uroepithelial, eritrosit (antigen terhadap P blood group) dan sel-sel tubulus renalis. Sedangkan fimbriae tipe 1 berikatan dengan sisa mannoside pada sel uroepithelial4.

Berdasarkan penelitian P fimbriae terdapat pada 90% bakteri E.coli yang menyebabkan pyelonefritis dan hanya < 20% strain E.coli yang menyebabkan ISK bawah. Sedangkan fimbriae tipe 1 lebih berperan dalam membantu bakteri untuk melekat pada mukosa vesika urinaria4.

Peranan Faktor Virulensi

Setelah fimbrae atau pili berhasil melekat pada sel uroepithelial (sel epitel saluran kemih), maka proses selanjutnya dilakukan oleh faktor virulensi lainnya. Sebagian besar uropatogenik E.coli (UPEC) menghasilkan hemolysin yang befungsi untuk menginisiasi invasi UPEC pada jaringan dan mengaktivasi ion besi bagi kuman patogen (sekuestrasi besi). Keberadaan kaspsul K antigen dan O antigen pada bakteri yang menginvasi jaringan saluran kemih melindungi bakteri dari proses fagositosis oleh neutrofil. Keadaan ini mengakibatkan UPEC dapat lolos dari berbagai mekanisme pertahanan tubuh host. Beberapa penelitian terakhir juga mengatakan bahwa banyak bakteri seperti E.coli memiliki kemampuan untuk menginvasi sel host sebagai patogen oportunistik intraseluler2,4,5.

Sifat patogenitas lain dari strain E.coli yaitu toksin, dikenal beberapa toksin seperti α-haemolysin, cytotoxic necrotizing factor-1 (CNF-1) dan iron uptake system (aerobactin dan enterobactin). Hampr 95% sifat α-haemolysin ini terikat pada kromosom dan berhubungan dengan phatogenicity island (PAIS) dan hanya 5 % terikat pada gen plasmid5.

Peranan Variasi Fase Faktor Virulensi

Virulensi bakteri ditandai dengan kemampuan untuk mengalami perubahan bergantung dari respon faktor luar. Konsep variasi MO ini menunjukkan peranan beberapa penentu virulensi yang bervariasi di antara individu dan lokasi saluran kemih. Oleh karena itu ketahanan hidup bakteri berbeda dalam vesika urinaria dan ginjal2.

Peranan Faktor Tuan Rumah (host) Faktor Predisposisi Pencetus ISK

Menurut penelitian, status saluran kemih merupakan faktor risiko pencetus ISK. faktor bakteri dan status saluran kemih pasien mempunyai peranan penting untuk kolonisasi bakteri pada saluran kemih. Kolonisasi bakteri sering mengalami kambuh

(21)

20 (eksaserbasi) bila sudah terdapat kelainan struktur anatomi saluran kemih. Dilatasi saluran kemih termasuk pelvis ginjal tanpa obstruksi saluran kemih dapat menyebabkan gangguan proses klirens normal dan sangat peka terhadap infeksi2.

Selain itu urin juga memiliki karakter spesifik (osmolalitas urin, konsentrasi urin, konsentrasi asam organik dan pH) yang dapat menghambat pertumbuhan dan kolonisasi bakteri pada mukosa saluran kemih. Menurut penelitian urin juga mengandung faktor penghambat perlekatan bakteri yakni Tamm-Horsfall glycoprotein, dikatakan bahwa bakteriuria dan tingkat inflamasi di saluran kemih meningkat pada defisit THG. THG membantu mengeliminasi infeksi bakteri pada saluran kemih dan berperan sebagai salah satu mekanisme pertahanan tubuh4.

Retensi urin, stasis, dan refluks urin ke saluran cerna bagian atas juga dapat meningkatkan pertumbuhan bakteri dan infeksi. Selain itu, abnormalitas anatomi dan fungsional saluran kemih yang dapat menganggu aliran urin dapat meningkatkan kerentanan host terhadap ISK2,4. Keberadaan benda asing seperti adanya batu, kateter,

stent dapat membantu bakteri untuk bersembunyi dari mekanisme pertahanan host4,8

Tabel 4. Faktor Predisposisi (pencetus) ISK

Faktor predisposisi (pencetus) ISK  Litiasis

 Obstruksi saluran kemih  Penyakit ginjal polikistik  Nekrosis papilar

 DM pasca transplantasi ginjal  Nefropati analgesik

Penyakit Sickle-cell  Senggama

 Kehamilan dan peserta KB dengan tablet progesteron  Kateterisasi

Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V, 2009, halaman 1009

 Status Imunologi Pasien

Lapisan epitel pada dinding saluran kemih mengandung membran yang melindungi jaringan dari infeksi dan berkapasitas untuk mengenali bakteri dan mengaktivasi mekanisme pertahanan tubuh. Sel uroepithelial mengekspresikan

(22)

toll-21

like receptors (TLRs) yang dapat mengikat komponen spesifik dari bakteri sehingga

menghasilkan mediator inflamasi. Respon tubuh dengan mengsekresikan kemotraktan seperti interleukin-8 untuk merekrut neutrofil ke area jaringan yang terinvasi. Selain itu, ginjal juga memproduksi antibodi untuk opsonisasi dan fagositosis bakteri serta untuk mencegah perlekatan bakteri. Mekanisme imunitas seluler dan humoral ini berperan dalam pencegahan ISK, oleh karena itu imunitas host berperan penting dalam kejadian ISK4,5

Penelitian laboratorium mengungkapkan bahwa golongan darah dan status secretor mempunyai kontribusi untuk kepekaan terhadap ISK. Prevalensi ISK juga meningkat terkait dengan golongan darah AB, B dan PI (antigen terhadap tipe

fimbriae bakteri) dan dengan fenotipe golongan darah lewis2.  Cara Bakteri Menginvasi Saluran Kemih (bacterial entry)

Terdapat beberapa rute masuk bakteri ke saluran kemih. Pada umumnya, bakteri di area periuretra naik atau secara ascending masuk ke saluran genitourinaria dan menyebabkan ISK2,,3 Sebagian besar kasus pielonefritis disebabkan oleh naiknya bakteri dari kandung kemih, melalui ureter dan masuk ke parenkim ginjal. Kejadian ISK oleh karena invasi MO secara ascending juga dipermudah oleh refluks vesikoureter. Pendeknya uretra wanita dikombinasikan dengan kedekatannya dengan ruang depan vagina dan rektum merupakan predisposisi yang menyebabkan perempuan lebih sering terkena ISK dibandingkan laki-laki3,4

Penyebaran secara hematogen umumnya jarang, namun dapat terjadi pada pasien dengan immunocompromised dan neonatus. Staphylococcus aureus, Spesies

Candida, dan Mycobacterium tuberculosis adalah kuman patogen yang melakukan

perjalanan melalui darah untuk menginfeksi saluran kemih2,3,4,9.

Penyebaran limfatogenous melalui dubur, limfatik usus, dan periuterine juga dapat menyebabkan invasi MO ke saluran kemih dan mengakibatkan ISK. Selain itu, invasi langsung bakteri dari organ yang berdekatan ke dalam saluran kemih seperti pada abses intraperitoneal, atau fistula vesicointestinal atau vesikovaginal dapat menyebabkan ISK3.

(23)

22 6. Klasifikasi

Berdasarkan letak anatomi, ISK digolongkan menjadi:  Infeksi Saluran Kemih Atas

Infeksi saluran kemih atas terdiri dari pielonefritis dan pielitis. Pielonefritis terbagi menjadi pielonefritis akut (PNA) dan pielonefritis kronik (PNK). Istilah pielonefritis lebih sering dipakai dari pada pielitis, karena infeksi pielum (pielitis) yang berdiri sendiri tidak pernah ditemukan di klinik5.

Pielonefritis akut (PNA) adalah radang akut dari ginjal, ditandai primer oleh radang jaringan interstitial sekunder mengenai tubulus dan akhirnya dapat mengenai kapiler glomerulus, disertai manifestasi klinik dan bakteriuria tanpa ditemukan kelainan radiologik4,5. PNA ditemukan pada semua umur dan jenis kelamin walaupun lebih sering ditemukan pada wanita dan anak-anak. Pada laki-laki usia lanjut, PNA biasanya disertai hipertrofi prostat5.

Pielonefritis Kronik (PNK) adalah kelainan jaringan interstitial (primer) dan sekunder mengenai tubulus dan glomerulus, mempunyai hubungan dengan infeksi bakteri (immediate atau late effect) dengan atau tanpa bakteriuria dan selalu disertai kelainan-kelainan radiologi. PNK yang tidak disertai bakteriuria disebut PNK fase inaktif. Bakteriuria yang ditemukan pada seorang penderita mungkin berasal dari pielonefritis kronik fase aktif atau bakteriuria tersebut bukan penyebab dari pielonefritis tetapi berasal dari saluran kemih bagian bawah yang sebenarnya tidak memberikan keluhan atau bakteriuria asimtomatik. Jadi diagnosis PNK harus mempunyai dua kriteria yakni telah terbukti mempunyai kelainan-kelainan faal dan anatomi serta kelainan-kelainan tersebut mempunyai hubungan dengan infeksi bakteri. Dari semua faktor predisposisi ISK, nefrolithiasis dan refluks vesiko ureter lebih memegang peranan penting dalam patogenesis PNK4. Pielonefritis kronik mungkin akibat lanjut dari infeksi bakteri berkepanjangan atau infeksi sejak masa kecil. Pada PNK juga sering ditemukan pembentukan jaringan ikat parenkim2.

 Infeksi Saluran Kemih Bawah

Infeksi saluran kemih bawah terdiri dari sistitis, prostatitis dan epidimitis, uretritis, serta sindrom uretra. Presentasi klinis ISKB tergantung dari gender. Pada perempuan biasanya berupa sistitis dan sindrom uretra akut, sedangkan pada laki-laki berupa sistitis, prostatitis, epidimitis, dan uretritis2.

(24)

23 Sistitis terbagi menjadi sistitis akut dan sistitis kronik. Sistitis akut adalah radang selaput mukosa kandung kemih (vesika urinaria) yang timbulnya mendadak, biasanya ringan dan sembuh spontan (self-limited disease) atau berat disertai penyulit ISKA (pielonefritis akut). Sistitis akut termasuk ISK tipe sederhana (uncomplicated

type). Sebaliknya sistitis akut yang sering kambuh (recurrent urinary tract infection)

termasuk ISK tipe berkomplikasi (complicated type), ISK jenis ini perlu perhatian khusus dalam pengelolaannya5.

Sistitis kronik adalah radang kandung kemih yang menyerang berulang-ulang (recurrent attact of cystitis) dan dapat menyebabkan kelainan-kelainan atau penyulit dari saluran kemih bagian atas dan ginjal. Sistitis kronik merupakan ISKB tipe berkomplikas, dan memerlukan pemeriksaan lanjutan untuk mencari faktor predisposisi5.

Sindrom uretra akut (SUA) adalah presentasi klinis sistitis tanpa ditemukan mikroorganisme (steril), sering dinamakan sistitis abakterialis karena tidak dapat diisolasi mikroorganisme penyebabnya. Penelitian terkini menunjukkan bahwa SUA disebabkan oleh MO anaerobik2,5.

7. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis ISK (simtomatologi ISK) dibagi menjagi gejala-gejala lokal, sistemik dan perubahan urinalisis. Dalam praktik sehari-hari gejala cardinal seperti disuria, polakisuria, dan urgensi sering ditemukan pada hampir 90% pasien rawat jalan dengan ISK akut5.

Tabel 5. Simtomatologi ISK

Lokal  Disuria  Polakisuria  Stranguria  Tenesmus  Nokturia  Enuresis nocturnal  Prostatismus  Inkontinesia  Nyeri uretra Sistemik

 Panas badan sampai menggigil

Septicemia dan syok

Perubahan urinalisis Hematuria

Piuria Chylusuria

(25)

24  Nyeri kandung kemih

 Nyeri kolik  Nyeri ginjal

Pneumaturia

Manifestasi klinik pada infeksi saluran kemih atas dan infeksi saluran kemih bawah pada pasien dewasa dapat dilihat pada gambar berikut:

Sumber: Nefrologi Klinik Edisi III, 2006, hal. 85

Pada pielonefritis akut (PNA), sering ditemukan panas tinggi (39.5°C-40,5°C), disertai menggigil dan sakit pinggang2. Pada pemeriksaan fisik diagnostik tampak sakit berat, panas intermiten disertai menggigil dan takikardia. Frekuensi nadi pada infeksi E.coli biasanya 90 kali per menit, sedangkan infeksi oleh kuman

staphylococcus dan streptococcus dapat menyebabkan takikardia lebih dari 140 kali

per menit. Ginjal sulit teraba karena spasme otot-otot. Distensi abdomen sangat nyata dan rebound tenderness mungkin juga ditemukan, hal ini menunjukkan adanya proses dalam perut, intra peritoneal. Pada PNA tipe sederhana (uncomplicated) lebih sering pada wanita usia subur dengan riwayat ISKB kronik disertai nyeri pinggang (flank

pain), panas menggigil, mual, dan muntah. Pada ISKA akut (PNA akut) tipe complicated seperti obastruksi, refluks vesiko ureter, sisa urin banyak sering disertai

komplikasi bakteriemia dan syok, kesadaran menurun, gelisah, hipotensi hiperventilasi oleh karena alkalosis respiratorik kadang-kadang asidosis metabolik5.

Pada pielonefritis kronik (PNK), manifestasi kliniknya bervariasi dari keluhan-keluhan ringan atau tanpa keluhan dan ditemukan kebetulan pada

(26)

25 pemeriksaan urin rutin. Presentasi klinik PNK dapat berupa proteinuria asimtomatik, infeksi eksaserbasi akut, hipertensi, dan gagal ginjal kronik (GGK)5.

Manifestasi klinik pada sistitis akut dapat berupa keluhan-keluhan klasik seperti polakisuria, nokturia, disuria, nyeri suprapubik, stranguria dan tidak jarang dengan hematuria. Keluhan sistemik seperti panas menggigil jarang ditemukan, kecuali bila disertai penyulit PNA. Pada wanita, keluhan biasanya terjadi 36-48 jam setelah melakukan senggama, dinamakan honeymoon cystitis. Pada laki-laki, prostatitis yang terselubung setelah senggama atau minum alkohol dapat menyebabkan sistitis sekunder2,5.

Pada sistitis kronik, biasanya tanpa keluhan atau keluhan ringan karena rangsangan yang berulang-ulang dan menetap. Pada pemeriksaan fisik mungkin ditemukan nyeri tekan di daerah pinggang, atau teraba suatu massa tumor dari hidronefrosis dan distensi vesika urinaria5.

Manifestasi klinis sindrom uretra akut (SUA) sulit dibedakan dengan sistitis. Gejalanya sangat miskin, biasanya hanya disuri dan sering kencing2.

8. Pemeriksaan Penunjang Diagnosis a. Analisis urin rutin5

Pemeriksaan analisa urin rutin terdiri dari pH urin, proteinuria (albuminuria), dan pemeriksaan mikroskopik urin.

Urin normal mempunyai pH bervariasi antara 4,3-8,0. Bila bahan urin masih segar dan pH >8 (alkalis) selalu menunjukkan adanya infeksi saluran kemih yang berhubungan dengan mikroorganisme pemecah urea (ureasplitting

organism). Albuminuria hanya ditemukan ISK. Sifatnya ringan dan kurang

dari 1 gram per 24 jam.

Pemeriksaan mikroskopik urin terdiri dari sedimen urin tanpa putar (100 x) dan sedimen urin dengan putar 2500 x/menit selama 5 menit. Pemeriksaan mikroskopik dengan pembesaran 400x ditemukan bakteriuria >105 CFU per ml. Lekosituria (piuria) 10/LPB hanya ditemukan pada 60-85% dari pasien-pasien dengan bakteriuria bermakna (CFU per ml >105). Kadang-kadang masih ditemukan 25% pasien tanpa bakteriuria. Hanya 40% pasien-pasien dengan piuria mempunyai bakteriuria dengan CFU per ml >101. Analisa ini menunjukkan bahwa piuria mempunyai nilai lemah untuk prediksi ISK.

(27)

26 Tes dipstick pada piuria untuk deteksi sel darah putih. Sensitivitas 100% untuk >50 leukosit per HPF, 90% untuk 21-50 leukosit, 60% untuk 12-20 leukosit, 44 % untuk 6-12 leukosit. Selain itu pada pemeriksaan urin yang tidak disentrifuge dapat dilakukan pemeriksaan mikroskopik secara langsung untuk melihat bakteri gram negatif dan gram positif. Sensitivitas sebesar 85 % dan spesifisitas sebesar 60 % untuk 1 PMN atau mikroorganisme per HPF. Namun pemeriksaan ini juga dapat mendapatkan hasil positif palsu sebesar 10%11.

b. Uji Biokimia5

Uji biokimia didasari oleh pemakaian glukosa dan reduksi nitrat menjadi nitrit dari bakteriuria terutama golongan Enterobacteriaceae. Uji biokimia ini hanya sebagai uji saring (skrinning) karena tidak sensitif, tidak spesifik dan tidak dapat menentukan tipe bakteriuria.

c. Mikrobiologi5

Pemeriksaan mikrobiologi yaitu dengan Colony Forming Unit (CFU) ml urin. Indikasi CFU per ml antara lain pasien-pasien dengan gejala ISK, tindak lanjut selama pemberian antimikroba untuk ISK, pasca kateterisasi, uji saring bakteriuria asimtomatik selama kehamilan, dan instrumentasi. Bahan contoh urin harus dibiakan lurang dari 2 jam pada suhu kamar atau disimpan pada lemari pendingin. Bahan contoh urin dapat berupa urin tengah kencing (UTK), aspirasi suprapubik selektif.

Interpretasi sesuai dengan kriteria bakteriura patogen yakni CFU per ml >105 (2x) berturut-turut dari UTK, CFU per ml >105 (1x) dari UTK disertai lekositouria > 10 per ml tanpa putar, CFU per ml >105 (1x) dari UTK disertai gejala klinis ISK, atau CFU per ml >105 dari aspirasi supra pubik. Menurut kriteria Kunin yakni CFU per ml >105 (3x) berturut-turut dari UTK

d. Renal Imaging Procedures2

Renal imaging procedures digunakan untuk mengidentifikasi faktor

predisposisi ISK, yang biasa digunakan adalah USG, foto polos abdomen, pielografi intravena, micturating cystogram dan isotop scanning. Investigasi lanjutan tidak boleh rutin tetapi harus sesuai indikasi antara lain ISK kambuh, pasien laki-laki, gejala urologik (kolik ginjal, piuria, hematuria), hematuria persisten, mikroorganisme jarang (Pseudomonas spp dan Proteus spp), serta ISK berulang dengan interval ≤6 minggu.

(28)

27 9. Terapi

a. Infeksi saluran kemih atas (ISKA) 2

Pada umumnya pasien dengan pielonefritis akut (PNA) memerlukan rawat inap untuk memelihara status hidrasi dan terapi antibiotik parenteral minimal 48 jam. Indikasi rawat inap pada PNA antara lain kegagalan dalam mempertahankan hidrasi normal atau toleransi terhadap antibiotik oral, pasien sakit berat, kegagalan terapi antibiotik saat rawat jalan, diperlukan investigasi lanjutan, faktor predisposisi ISK berkomplikasi, serta komorbiditas seperti kehamilan, diabetes mellitus dan usia lanjut.

The Infectious Disease Society of America menganjurkan satu dari tiga

alternative terapi antibiotic IV sebagai terapi awal selama 48-72 jam, sebelum adanya hasil kepekaan biakan yakni fluorokuinolon, amiglikosida dengan atau tanpa ampisilin dan sefalosporin spektrum luas dengan atau tanpa aminoglikosida.

b. Infeksi saluran kemih bawah (ISKB)

Prinsip manajemen ISKB adalah dengan meningkatkan intake cairan, pemberian antibiotik yang adekuat, dan kalau perlu terapi simtomatik untuk alkanisasi urin dengan natrium bikarbonat 16-20 gram per hari2,5

Pada sistitis akut, antibiotika pilihan pertama antara lain nitrofurantoin, ampisilin, penisilin G, asam nalidiksik dan tetrasiklin. Golongan sulfonamid cukup efektif tetapi tidak ekspansif. Pada sistitis kronik dapat diberikan nitrofurantoin dan sulfonamid sebagai pengobatan permulaan sebelum diketahui hasil bakteriogram5.

10. Komplikasi2

Komplikasi ISK bergantung dari tipe yaitu ISK tipe sederhana (uncomplicated) dan ISK tipe berkomplikasi (complicated).

a. ISK sederhana (uncomplicated)

ISK akut tipe sederhana yaitu non-obstruksi dan bukan pada perempuan hamil pada umumnya merupakan penyakit ringan (self limited disease) dan tidak menyebablan akibat lanjut jangka lama.

b. ISK tipe berkomplikasi (complicated)

ISK tipe berkomplikasi biasanya terjadi pada perempuan hamil dan pasien dengan diabetes mellitus. Selain itu basiluria asimtomatik (BAS)

(29)

28 merupakan risiko untuk pielonefritis diikuti penurun laju filtrasi glomerulus (LFG).

Komplikasi emphysematous cystitis, pielonefritis yang terkait spesies kandida dan infeksi gram negatif lainnya dapat dijumpai pada pasien DM. Pielonefritis emfisematosa disebabkan oleh MO pembentuk gas seperti E.coli, Candida spp, dan klostridium tidak jarang dijumpai pada pasien DM. Pembentukan gas sangant intensif pada parenkim ginjal dan jaringan nekrosis disertai hematom yang luas. Pielonefritis emfisematosa sering disertai syok septik dan nefropati akut vasomotor.

Abses perinefritik merupakan komplikasi ISK pada pasien DM (47%), nefrolitiasis (41%), dan obstruksi ureter (20%).

Tabel 6. Morbiditas ISK selama kehamilan

Kondisi Risiko Potensial BAS tidak diobati

ISK trimester III

 Pielonefritis  Bayi prematur  Anemia

Pregnancy-induced hypertension  Bayi mengalami retardasi mental  Pertumbuhan bayi lambat

Cerebral palsy Fetal death

Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, 2009, hal. 1012

11. Prognosis5

Prognosis pasien dengan pielonefritis akut, pada umumnya baik dengan penyembuhan 100% secara klinik maupun bakteriologi bila terapi antibiotika yang diberikan sesuai. Bila terdapat faktor predisposisi yang tidak diketahui atau sulit dikoreksi maka 40% pasien PNA dapat menjadi kronik atau PNK. Pada pasien Pielonefritis kronik (PNK) yang didiagnosis terlambat dan kedua ginjal telah mengisut, pengobatan konservatif hanya semata-mata untuk mempertahankan faal jaringan ginjal yang masih utuh. Dialisis dan transplantasi dapat merupakan pilihan utama.

(30)

29 Prognosis sistitis akut pada umumnya baik dan dapat sembuh sempurna, kecuali bila terdapat faktor-faktor predisposisi yang lolos dari pengamatan. Bila terdapat infeksi yang sering kambuh, harus dicari faktor-faktor predisposisi. Prognosis sistitis kronik baik bila diberikan antibiotik yang intensif dan tepat serta faktor predisposisi mudah dikenal dan diberantas.

(31)

30

BAB III

PEMBAHASAN

1. Demam sejak 1 hari SMRS. Demam dirasakan mendadak dan terus menerus, pusing (+) disertai mual (+). ± 2 hari sebelumnya pasien mengeluh nyeri perut bagian kanan dan kiri bawah. Nyeri terasa terus menerus dan mangkel. Pasien juga mengeluh disuria (+), terasa panas, anyang – anyangan (+), hematuria (+) 1x, kencing batu (-), kencing pasir (-), leukorhea (+). Pasien pernah juga mengalami sakit yang sama ± 2 bulan yang lalu, namun sembuh setelah periksa ke dokter. BAB tidak ada keluhan.

Demam dapat disebabkan adanya proses peradangan atau inflamasi. Pada pasien ini didapatkan keluhan pada BAKnya. Kedua keluhan tersebut berhubungan, adanya rasa nyeri pada saat BAK dapat disebabkan oleh bakteri. Jika bakteri berkoloni dalam jumlah yang banyak ditambah dari kebersihan sekitar alat kelamin kurang maka dapat menyebabkan peradangan disekitar yang salah satunya dapat menyebabkan nyeri saat BAK. Selain itu bakteri tersebut juga dapat menyebabkan timbulnya keputihan.

2. Pemeriksaan fisik ditemukan tekanan darah : 130/80 mmHg, Nadi : 83x/menit, isi dan tegangan cukup, Frekuensi Respirasi : 20 x/menit, Suhu : 37 0C, pada pemeriksaan abdomen didapatkan nyeri tekan pada lumbal dextra et sinistra dan suprapubik (+), CVA -/-

Nyeri pada suprapubik dan sekitarnya khas terjadi pada pasien dengan ISK. Pada daerah yang mengalami peradangan akan terasa nyeri apalagi bila daerah tersebut di tekan. Sedangkan pada pemeriksaan CVA tidak didapatkan hasil yang bermakna, hal ini dapat menggambarkan bahwa ginjal tidak mengalami peradangan oleh karena batu maupun penyebab lainnya.

3. Pemeriksaan urin rutin terdapat bakteri dan warna yang agak keruh.

Warna yang agak keruh tersebut berhubungan dengan adanya bakteri pada urin. Banyaknya bakteri pada urin menyebabkan tubuh mengaktifkan sel darah putih yang bercampur dengan urin dan bakteri – bakteri, sehingga didapatkan urin berwarna agak keruh.

(32)

31

DAFTAR PUSTAKA

1. Scanlon, V.C & Sanders, T. Essential of Anatomy and Physiology 5th edition.

Philadelpia: FA Davis Company. 2007: 420-432

2. Sukandar, E. Infeksi Saluran Kemih. In Sudoyo A.W, et all.ed. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam Jilid II Edisi V. Jakarta: Internal Publishing. 2009:1008-1014.

3. Sukandar, E. Infeksi (non spesifik dan spesifik) Saluran Kemih dan Ginjal. In Sukandar E. Nefrologi Klinik Edisi III. Bandung: Pusat Informasi Ilmiah (PII) Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UNPAD. 2006: 29-72

4. Nguyen, H.T. Bacterial Infections of The Genitourinary Tract. In Tanagho E. & McAninch J.W. ed. Smith’s General urology 17th edition. Newyork: Mc Graw Hill Medical Publishing Division. 2008: 193-195

5. Macfarlane, M.T. Urinary Tract Infections. In, Brown B, et all ed. 4th Urology.

California: Lippincott Williams & Wilkins. 2006: 83-16

6. Ronald A.R & Nicollé L.E. Infections of the Upper Urinary Tract. In Schrier R.W, ed. Diseases of the Kidney and Urinary Tract 7th edition Vol.1. Newyork: Lippincott Williams & Wilkins Publishers. 2001: 1687

7. Weissman, S.J, et all. Host-Pathogen Interactions and Host Defense Mechanisms. In In Schrier R.W, ed. Diseases of the Kidney and Urinary Tract 8th edition Vol.1. Newyork: Lippincott Williams & Wilkins Publishers. 2007: 817-826

8. Abdelmalak, J.B, et all. Urinary Tract Infections in Adults. In Potts J.M, ed. Essential

Urology, A Guide to Clinical Practice. New Jersey: Humana Press. 2004:183-189

9. Anonim. Urinary Tract Infections (Acute Urinary Tract Infection: Urethritis, Cystitis,

and Pyelonephritis). In Kasper, et all ed. Harrison’s Manual of Medicine16th Edition.

Newyork: Mc Graw Hill Medical Publishing Division. 2005:724

10. Anonim. Pyelonephritis Acute. In Williamson, M.A & Snyder L.M. Wallach’s

Interpretation of Diagnostic Test 9th. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins a

Wolters Kluwer Publishers. 2011: 730-731

11. Meyrier, A. Urinary Tract Infection. Available from: http://www.kidneyatlas.org/book2/adk2_07.pdf

Gambar

Gambar 1. Struktur Saluran Kemih Manusia  Sumber: www.kidney.org
Gambar 2. Struktur Anatomi Ginjal
Gambar 3. Vesika Urinaria dan Uretra pada perempuan &amp; laki – laki  Sumber: Essential of Anatomy and Physiology 5 th  edition,2007, Hal
Tabel 1. Epidemiologi ISK berdasarkan Umur &amp; Jenis Kelamin
+5

Referensi

Dokumen terkait

mengalami penurunan sistem organ tubuh sehingga rentan mengalami komplikasi, lama menderita diabetes &gt; 10 tahun karena kadar glukosa darah yang tidak terkendali

Laporan Akuntabilitas Kinerja Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan Jakarta tahun 2017 ini menjelaskan pencapaian kinerja Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan Jakarta

Penulisan ini bertujuan untuk memaparkan unsur-unsur semiotik visual yang terdapat pada animasi karya Steve cutts yang berjudul MAN, sebagai bentuk dari upaya

diisolasi dengan menggunakan metode presipitasi alkohol mirip dengan yang menggunakan presipitasi aceton dan sangat berbeda dengan sifat sensori gelatin

Adapun yang menjadi Pokok permasalahan dalam makalah ini meliputi antara lain: Apa yang menjadi dasar pertimbangan keluarnya Kebijakan

Setelah beberapa kali melakukan pemasangan dan penukaran modul RPA dan SPA didapatkan hasil kondisi Modul yang dikirim dari kantor pusat rusak akan tetapi

Untuk itu setiap mahasiswa di Fakultas Teknik Universitas Indonesia (FTUI) pada umumnya dan Departemen Teknik Elektro pada khususnya mewajibkan kepada mahasiswanya

Berdasarkan hasil analisis penelitian ini, dapat diambil kesimpulan bahwa PCR-RFLP dikatakan cukup baik untuk mendeteksi penyakit tinea kruris pada orang yang