• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kasus BPH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kasus BPH"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

KARYA TULIS ILMIAH

PERAWATAN KATETER SEBAGAI INTERVENSI KEPERAWATANuntuk MENCEGAH INFEKSI SALURAN KEMIH pada PASIEN POST

OPEN PROSTATECTOMY DENGAN INDIKASI BPH di RUANGRAWAT INAP D di RS WAVA HUSADA

KEPANJEN, KAB. MALANG

Oleh:

FARIKH AFYUDIN NIM: 09010006

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2012

(2)

KARYA TULIS ILMIAH

PERAWATAN KATETER SEBAGAI INTERVENSI KEPERAWATAN untuk MENCEGAH INFEKSI SALURAN KEMIH pada PASIEN POST

OPEN PROSTATECTOMY DENGAN INDIKASI BPH di RUANGRAWAT INAP D di RS WAVA HUSADA

KEPANJEN, KAB. MALANG

Diajukan kepada

Program Diploma III Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang Untuk memenuhi salah satu persyaratan

Dalam menyelesaikan Program Ahli Madya Keperawatan

Oleh:

FARIKH AFYUDIN 09010006

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2012

(3)
(4)
(5)
(6)

>> “MOTTO”<<

Hidup di Dunia Penuh dengan Cobaan

Dengan Cobaan itulah Kita Menghadapinya

dengan Kesabaran

Kita Hidup di Duniapun tak Sendirian

Di situlah Kita Hidup Saling Membantu dalam

Kebaikan

Hidup di Dunia Hanyalah Titipan

Jadi Manfaatkanlah Hidupmu di Dunia Semata

Hanya Karena ALLAH SWT

Sukses di Dunia Adalah Satu Kalimat yang Bisa

Membuat Orang di Sekitar Kita Bahagia

Tiada Kesuksesan Tanpa Adanya Do’a dan Usaha

Kita untuk Mencapai Suatu Tujuan

(7)

PERSEMBAHAN

Puji syukur selalu aku panjatkan atas segala nikmat dan karunia Allah SWT yang telah berikan. Shalawat dan salam aku haturkan kepada junjungan kita

Nabi Besar Muhammad SAW yang telah menuntun kita menuju jalan yang terang benderang yakni Agama Islam..

Karya ini aku persembahkan untuk…

Kedua orangtuaku.. bapak dan ibuku yang tercinta, yang tak pernah letih mendukung dan selalu mendo’akanku. Terima kasih yang tak terkira ku curahkan hanya kepada bapak dan ibu. Berkat kasih sayang dan bimbingan

yang engkau berikan sehingga aku bisa seperti sekarang ini..

Terima kasih juga buat kakakku yang selalu memberikan dukungan walaupun tidak ada di Malang sehingga dapat menyelesaikan karya tulis ini. Tidak lupa juga aku ucapkan kepada orang yang selama ini aku anggap adik

(Laila) yang selalu mendukung serta memberi motivasi agar tidak mudah putus asa, aku ucapkan terima kasih..

Buat temen-temen kostku. Rudi, Lukman, Erwin, Wildan, Indra, Rizal, dan tak lupa juga Yogga, yang selalu canda gurau serta bisa saling bertukar pikiran

sehingga pikiran tidak jenuh, all the best tuk kalian semua. Juga tidak lupa semua teman-teman seangkatanku 2009, wiki, pak eka, jemblung, sulhan, ika serta teman-teman yang tidak dapat aku sebutkan satu persatu, dan tak lupa pula mas sandy, mbak yuyun, mbak izah, dan kakak tingkatku yang tidak bisa

aku sebutkan satu persatu, aku ucapkan terima kasih ya buat semuanya dan semoga sukses buat kalian semua.. tetap semangat juga ya…

Dan tidak lupa aku sampaikan terima kasih atas dukungan dan motivasinya kepada teman, sahabatku Alm. Asrofi yang selalu memberi motivasi untuk kuliah, walaupun kita tidak satu angkatan di DIII Keperawatan UMM tetapi

engkau selalu memberi motivasi. Semoga amal serta kebaikanmu selalu diterima disisi-Nya.. Amin…

Tidak lupa pula aku sampaikan terima kasih pada temanku Alm. Roby (PSIK A ’09), canda tawamu tidak akan terlupakan teman, semoga amal ibadah serta

kebaikanmu diterima disisi-Nya.. Amin…

Aku ucapakan terima kasih kepada ibu Meilina yang telah memberikan dukungan, motivasi dan bimbingan serta menjadi wali kelas aku walaupun

hanya sebentar, bu Mell is the best.. anak didikmu ini akan selalu merindukanmu…

Aku ucapakan terima kasih kepada bapak Sunardi yang telah memberikan dukungan, motivasi dan bimbingan selama ± 2 tahun menjadi wali kelas aku,

pak Nardi is the best.. anak didikmu kan selalu merindukanmu…

Aku ucapkan terima kasih kepada rekan-rekan relawan PMI Kab. Malang yang telah memberikan dukungan serta tempat untuk menambah pengalaman di

bidang pertolongan pertama dan siaga bencana.. terima kasih..

Dan semua orang yang telah ada dalam hidupku yang tak dapat ku sebutkan satu persatu yang juga turut membantu baik moril maupun materil dalam penyusunan karya ilmiah ini.. aku cuma bisa mengucapakan banyak terima

kasih.. semoga selalu dalam lindungan Allah SWT.. Amiin…..

(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayahNya, sehingga dapat menyelesaikan Studi Kasus dengan judul “Perawatan Kateter Sebagai Intervensi Keperawatan untuk Mencegah

Infeksi Saluran Kemih pada Pasien Post Open Prostatectomy dengan Indikasi BPH”.

Studi kasus ini disusun untuk memenuhi tugas Program Diploma III Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang.

Selama proses penyusunan Studi Kasus ini penulis banyak mendapatkan bantuan, arahan, motivasi dan bimbingan dari berbagai pihak sehingga studi kasus ini dapat terselesaikan. Maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada

1. Ibu Tri Lestari Handayani, M. Kep, Sp. Mat selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan UMM.

2. Bapak dr. M. Arif Surjadi, MMRS selaku direktur Rumah Sakit Wava Husada Kepanjen yang telah menerima kami untuk belajar dan menyelesaikan penyusunan studi kasus ini.

3. Bapak Rohmah Susanto, S.Kep, Ns. selaku Ketua Program studi Diploma III Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan UMM.

4. Bapak Yuda Budianto, AMd.Kep. selaku Diklat Rumah Sakit Wava Husada Kepanjen yang telah menerima kami untuk belajar dan menyelesaikan penyusunan studi kasus ini.

5. Bapak Faqih Ruhyanudin, S.Kep, Ns. selaku pembimbing I yang senantiasa dengan sabar telah memberikan bimbingan, arahan, dorongan, motivasi, dan semangat dalam proses penyusunan studi kasus ini.

6. Ibu Dwi Yasinta, AMd.Kep. selaku Kepala Unit Ruang Rawat Inap D yang telah menerima kami untuk belajar dan membimbing dalam penyelesaian penyusunan studi kasus ini.

(9)

7. Mbak Linanda I. W., AMd. Kep. selaku pembimbing lahan yang senantiasa dengan sabar telah memberikan bimbingan, arahan, dorongan, motivasi, dan semangat dalam proses penyusunan studi kasus ini.

8. Bapak / Ibu dosen yang telah memberikan bimbingan dan ilmu yang bermanfaat bagi kami, selama kami menempuh pendidikan dan selama proses penyusunan studi kasus ini.

9. Kedua orang tuaku dan kakakku tercinta, terima kasih banyak atas dukungan, doa, cinta, dan kasih sayang yang selama ini diberikan kepadaku.

10. Seluruh teman-teman Diploma III Keperawatan angkatan 2009 yang senantiasa membantu dan mendukung tersusunnya studi kasus ini.

Penulis menyadari bahwa Studi Kasus ini jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis berkenan untuk menerima kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan Karya Tulis Ilmiah ini.

Malang, 8 Agustus 2012

Penulis

(10)

ABSTRAK

Afyudin, Farikh. 2012. Perawatan Kateter sebagai Intervensi Keperawatan untuk Mencegah Infeksi pada Pasien Post Open Prostatectomy dengan Indikasi BPH. Studi Kasus. Program Diploma III Keperawatan, Fakultas

Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Malang. Pembimbing: (1) Faqih Ruhyanudin,S.Kep. Ns. (2) Linanda I. W. Amd.Kep.

Kata Kunci : Perawatan Kateter, Tanda-tanda Infeksi, BPH ( Benign Prostatic

Hyperplasia)

BPH (benign prostatic hyperplasia) adalah kelainan prostat yang paling sering terjadi, terutama pada pria berusia > 50 th. Sekitar 20% pria berusia 41-50 th, 50% pria berusia 51-60 th beresiko terkena pembesaran prostat jinak dan resiko ini meningkat sampai sekitar 90% pada usia >80 th. Berdasarkan data yang didapatkan di ruang Rawat Inap D RS Wava Husada Kepanjen Kab. Malang, jumlah pria penderita BPH yang dirawat inap mencapai angka 5-15 pria tiap bulan. Metode yang digunakan dalam studi kasus ini adalah desain studi kasus merupakan rancangan penelitian yang mencakup pengkajian satu unti penelitian secara intensif. Dari penelitian studi kasus yang dilakukan pada Tn. P dengan post op bph dengan intervensi perawatan kateter didapatkan hasil bahwa selama tiga hari berturut-turut tidak ditemukan tanda-tanda infeksi. Karena menggunakan antiseptik (betadin). Metode analisa data yang digunakan dalam studi kasus ini adalah teknik analisis pencocokan (pattern

matching), yaitu membandingkan antara pola-pola yang diperoleh secara empirik

dengan pola yang diprediksi secara teoritik (das solen and das sein approach). Pada pasien dengan post op bph harus dilakukan intervensi perawatan kateter, karena pasien menggunakan kateter. Disamping itu juga harus dilakukan health education kepada keluarga tentang tanda- tanda infeksi.

Daftar Pustaka : (1999-2011)

Pembimbing I Peneliti

(Faqih Ruhyanudin, S.Kep. Ns.) (Farikh Afyudin) NIP : 112.0309.0391 NIM : 09010006

(11)

ABSTRACT

Afyudin, Farikh. Of 2012. Catheter care as a Nursing Intervention to Preventing Infections in Patient Post Open Prostatectomy with Indication BPH. Case

Study. Diploma III of Nursing Program, Health Science Faculty,

Muhammadiyah Malang University . Advisor: (1) Faqih Ruhyanudin, S.Kep. Ns. (2) Linanda I. W., Amd.Kep.

Keywords: Catheter Care, Signs of infection, BPH (benign prostatic

Hyperplasia)

BPH (benign prostatic hyperplasia) is a prostate disorder that most often occur, particularly in men aged> 50 yr. Approximately 20% of men aged 41-50 yr, 50% of men aged 51-60 years at risk for benign prostate enlargement and this risk increases to about 90% at age> 80 yr. Based on data obtained in the D Inpatient Room, Wava Husada Kepanjen Hospital. Poor, the number of men with BPH who were hospitalized 5-15 reached him each month. The method used in this case study is a case study design is a study design that includes an assessment of an intensive research unti. Of case study research conducted on Mr.. P with the post op care bpd by catheter intervention showed that for three consecutive days found no signs of infection. Because the use of antiseptics (betadin). Methods of data analysis used in this case study is the analysis technique matching (pattern matching), the comparison between the patterns obtained with the empirical patterns predicted theoretically (das sein das Solen and approach). In patients with post-op care bph catheter intervention should be done, because the patient using a catheter. Besides, it also should be health education to families about the signs of infection.

Literature : (1999-2011)

Advisor I Researcher

(Faqih Ruhyanudin, S.Kep. Ns.) (Farikh Afyudin)

NIP : 112.0309.0391 NIM : 09010006

(12)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

SURAT PERSETUJUAN KARYA TULIS ILMIAH ... ii

SURAT PENGESAHAN KARYA TULIS ILMIAH ... iii

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

ABSTRAK ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 2

1.3. Tujuan ... 3

1.4. Definisi Konsep ... 3

1.5. Manfaat Studi Kasus ... 3

(13)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep BPH (Benign Prostat Hiperplasi) ... 5

2.1.1. Definisi ... 5

2.1.2. Anatomi Fisiologi Prostat ... 5

2.1.3. Etiologi ... 6 2.1.4. Patofisiologi ... 7 2.1.5. Manifestasi Klinis ... 8 2.1.6. Pemeriksaan Fisik ... 10 2.1.7. Pemeriksaan Penunjang ... 11 2.1.8. Penatalaksanaan ... 13 2.2. Diagnosa Keperawatan... 14 2.4. Perencanaan... 15

2.5. Konsep Dasar Infeksi ... 15

2.6. Konsep Dasar Tindakan Keperawatan ... 16

BAB III METODE STUDI KASUS 3.1. Desain Studi Kasus ... 21

3.2. Setting Penelitian ... 22

3.3. Subyek Penelitian ... 22

(14)

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 22 3.4.1. Anamnesa ... 23 3.4.2. Pemeriksaan Fisik ... 23 3.4.3. Wawancara ... 23 3.4.4. Observasi ... 23 3.4.5. Studi Dokumentasi ... 24 3.4.6. Studi Kepustakaan ... 24

3.5. Metode Uji Keabsahan Data ... 24

3.6. Metode Analisa Data ... 24

3.7. Etika Penelitian ... 25

3.7.1 Informed Consent ... 25

3.7.2 Anonimity (tanpa nama) ... 25

3.7.3 Kerahasian (Confidentiality) ... 25

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengkajian... 26

4.1.1. Deskripsi Status Obyek Penelitian ... 26

4.1.2. Deskripsi Tanda-Tanda Infeksi ... 26

4.1.3. Evaluasi Tentang Perawatan Kateter ... 27

(15)

4.2.1. Tanda Infeksi ... 28 4.2.2. Evaluasi Hasil Tindakan Perawatan Kateter ... 28

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ... 30 5.2. Saran ... 30

DAFTAR PUSTAKA ... xvii LAMPIRAN-LAMPIRAN...

(16)

DAFTAR TABEL

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Rencana Tindakan Keperawatan Lampiran 2 Deskripsi Obyek Penelitian

(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembesaran prostat jinak atau lebih dikenal sebagai BPH (benign

prostatic hyperplasia) adalah kelainan prostat yang paling sering terjadi,

terutama pada pria berusia > 50 th. Sekitar 20% pria berusia 41-50 th, 50% pria berusia 51-60 th beresiko terkena pembesaran prostat jinak dan resiko ini meningkat sampai sekitar 90% pada usia >80 th. Penyakit ini tidak mengenal status sosial, karena sampai saat ini penyebab pasti dari pembesaran prostat jinak belum diketahui (Tierney et al, 2003).

Meskipun jarang mengancam jiwa, BPH memberikan keluhan yang mengganggu aktivitas sehari-hari. Keadaan ini akibat dari pembesaran kelenjar prostat atau benign prostate enlargement (BPE) yang menyebabkan terjadinya obstruksi pada leher buli-buli dan urethra atau dikenal sebagai

bladder outlet obstruction (BOO). Obstruksi yang khusus disebabkan oleh

pembesaran kelenjar prostat disebut sebagai benign prostate obstruction (BPO). Obstruksi ini lama-lama dapat menimbulkan perubahan struktur buli-buli maupun ginjal sehingga menyebabkan komplikasi pada saluran kemih atas maupun bawah (Furqan, 2002).

Di Indonesia BPH merupakan urutan kedua setelah batu saluran kemih dan diperkirakan ditemukan pada 50% pria berusia diatas 50 tahun dengan angka harapan hidup rata-rata di Indonesia yang sudah mencapai 65 tahun dan diperkirakan bahwa lebih kurang 5% pria Indonesia sudah berumur 60 tahun atau lebih. Kalau dihitung dari seluruh penduduk Indonesia yang berjumlah 200 juta lebih, kira-kira 100 juta terdiri dari pria, dan yang berumur 60 tahun atau lebih kira-kira 5 juta, sehingga diperkirakan ada 2,5 juta laki-laki Indonesia yang menderita BPH (Furqan, 2003).

(19)

Prevalensi BPH yang bergejala pada pria berusia 40-49 tahun mencapai hampir 15%. Angka ini meningkat dengan bertambahnya usia, sehingga pada usia 50-59 tahun prevalensinya mencapai hampir 25%, dan pada usia 60 tahun mencapai angka sekitar 43%. Angka kejadian BPH di Indonesia yang pasti belum pernah diteliti, tetapi sebagai gambaran hospital

prevalence di dua rumah sakit besar di Jakarta yaitu Ciptomangunkusumo dan

Sumber waras selama 3 tahun (1994-1997) terdapat 1040 kasus (Furqan, 2002). Berdasarkan data yang didapatkan di ruang Rawat Inap D RS Wava Husada Kepanjen Kab. Malang, jumlah pria penderita BPH yang dirawat inap mencapai angka 5-15 pria tiap bulan.

ISK merupakan jenis infeksi nosokomial yang sering terjadi dirumah sakit, sejumlah 40% infeksi nosokomial adalah ISK dan 80% ISK terjadi setelah terpasang kateterisasi (Darmadi, 2008). Schaffer (2007) menjelaskan sekitar 66% - 86% infeksi nosokomial jenis ISK terjadi setelah instrumentasi traktus urinarius, adanya kateter indwelling dalam traktus urinarius dapat menimbulkan infeksi. Pemakaian kateter dapat menyebabkan infeksi saluran kemih (Weber R, 2004).

Perawatan kateter adalah suatu tindakan keperawatan dalam memelihara kateter dengan antiseptik untuk membersihkan ujung uretra dan selang kateter bagian luar serta mempertahankan kepatenan posisi kateter yang bertujuan menjaga kebersihan saluran kencing, mempertahankan kepatenan (fiksasi) kateter, mencegah terjadinya infeksi, mengendalikan infeksi. Pada pasien post open prostatectomy dengan indikasi BPH sangat penting dilakukan perawatan kateter karena penggunaan kateter yang berhari-hari dan mencegah infeksi pada penggunaan kateter.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana perawatan kateter sebagai intervensi keperawatan untuk mencegah infeksi pada Tn. P post open prostatectomy dengan indikasi bph?

(20)

1.3 Tujuan

1.3.1 Mengidentifikasi tanda-tanda infeksi pada ujung uretra

1.3.2 Mengevaluasi hasil tindakan perawatan kateter pada pasien Tn. P dengan post open prostatectomy di Ruang Rawat Inap D RS Wava Husada Kepanjen Kab. Malang.

1.4 Definisi konsep

BPH adalah kondisi patologis yang paling umum pada pria lansia dan penyebab kedua yang paling sering untuk intervensi medis pada pria di tas usia 60 tahun (Brunner & Suddarth, 2002).

Open prostatectomy adalah suatu tindakan pembedahan untuk mengeluarkan jaringan prostat, dengan melakukan sayatan pada perut bawah. Biasanya dilakukan pada prostat yang sangat besar, atau pada penderita PPJ yang disertai batu kantung kemih yang besar.

Infeksi Saluran Kemih (ISK) atau Urinarius Tractus Infection (UTI) adalah suatu keadaan adanya infasi mikroorganisme pada saluran kemih. (Agus Tessy, 2001). Pada pasien post open prostatectomy beresiko terkena infeksi saluran kemih.

Kateter adalah tabung hampa yang digunakan untuk mengeluarkan cairan dari, atau memasukkan cairan ke rongga badan atau viskus (Wahidin, 2006).

Perawatan kateter adalah suatu tindakan keperawatan dalam memelihara kateter dengan antiseptik untuk membersihkan ujung uretra dan selang kateter bagian luar serta mempertahankan kepatenan posisi kateter. (cbhsolo.blogspot.com/2010)

1.5 Manfaat Studi Kasus

1.5.1 Bagi Rumah Sakit

Masukan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, khususnya informasi tentang tanda-tanda infeksi dan cara pencegahannya.

(21)

1.5.2 Bagi Masyarakat

Mengetahui tanda-tanda infeksi serta cara pencegahannya.

1.5.3 Bagi Peneliti

Dengan diadakannya penelitian ini, maka secara tidak langsung telah melatih kemampuan penelitian di bidang perawatan medical bedah serta memberikan pengalaman nyata dan digunakan sebagai bahan masukan bagi penelitian dimasa yang akan datang.

1.6 Keterbatasan Penelitian

Dengan hasil penilitian ini, peneliti merasa hasil dari penelitian ini kurang sempurna, dimana peneliti belum melakukan perbandingan tentang perawatan kateter dalam mencegah infeksi saluran kemih antara pasien satu dengan yang lainnya.

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep BPH (Benigna Prostat Hipertropi) 2.1.1 Definisi

BPH adalah kondisi patologis yang paling umum pada pria lansia dan penyebab kedua yang paling sering untuk intervensi medis pada pria di tas usia 60 tahun (Brunner & Suddarth, 2002).

BPH (Benigna Prostat Hiperplasi) adalah kelenjar periurethral yang kemudian mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi kapsul bedah / surgical capsul (Farida, Nor. 1999. Karya Tulis Ilmiah. Hal.08)

Hiperplasia prostat jinak adalah pembesaran kelenjar prostat nonkanker (Basuki, 2000).

Pembesaran progresif dari kel prostate (secara umum pria >50 thn) yang menyebabkan berbagai derajat obstruksi urethral dan pembatasan aliran urinarius. (Priyantono Bagong. 2011, Materi kuliah prostate AKPER UMM)

2.1.2 Anatomi Fisiologi Prostat

Prostat adalah salah satu organ genetalia pria dan merupakan kelenjar eksokrin yang terletal disebelah inferior buli-buli dan membungkus urethra posterior. Kelenjar ini berfungsi sebagai media yang memberikan nutrient pada sperma. Kurang lebih 20% dari volume ejakulat terdiri dari produk kelenjar prostat. Kelenjar prostat berukuran sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa 20 gram. Pertumbuhan kelenjar ini sangat tergantung akan adanya hormone androgen. Pada beberapa orang pada usia tua kelenjar ini akan mengalami pembesaran benigna sebagai hyperplasia prostat benigna. (Farida, Nor. 1999. Karya Tulis Ilmiah)

(23)

2.1.3 Etiologi

Belum diketahui secara pasti, saat ini terdapat beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat antara lain :1) Teori DHT (dihidrotestosteron). Testosteron dengan bantuan enzim 5-a reduktase dikonversi menjadi DHT yang merangsang pertumbuhan kelenjar prostat. 2)Teori Reawakening. Teori ini berdasarkan kemampuan stroma untuk merangsang pertumbuhan epitel. 3)Teori stem cell hypotesis. Stem sel akan berkembang menjadi sel aplifying. Sel aplifying akan berkembang menjadi sel transit yang tergantung secara mutlak pada androgen, sehingga dengan adanya androgen sel ini akan berproliferasi dan menghasilkan pertumbuhan prostat yang normal. 4) Teori growth factors. Faktor pertumbuhan ini dibuat oleh sel-sel stroma di bawah pengaruh androgen. Adanya ekspresi berlebihan dari epidermis growth factor (EGF) dan atau fibroblast growth factor (FGF) dan atau adanya penurunan ekspresi transforming growth factor-b (TGF-b), akan menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan pertumbuhan prostat dan menghasilkan pembesaran prostat. 5) Teori Hormonal. Teori ini dibuktikan bahwa sebelum pubertas dilakukan kastrasi maka tidak terjadi BPH, juga terjadinya regresi BPH bila dilakukan kastrasi. Selain androgen (testosteron/DHT), estrogen juga berperan untuk terjadinya BPH. Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan hormonal, yaitu antara hormon testosteron dan hormon estrogen, karena produksi testosteron menurun dan terjadi konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adiposa di perifer dengan pertolongan enzim aromatase, dimana sifat estrogen ini akan merangsang terjadinya hiperplasia pada stroma, sehingga timbul dugaan bahwa testosteron diperlukan untuk inisiasi terjadinya proliferasi sel tetapi kemudian estrogenlah yang berperan untuk perkembangan stroma. Kemungkinan lain ialah perubahan konsentrasi relatif testosteron dan estrogen akan menyebabkan produksi dan potensiasi faktor pertumbuhan lain yang dapat menyebabkan terjadinya pembesaran prostat. Dari berbagai percobaan

(24)

dan penemuan klinis dapat diperoleh kesimpulan, bahwa dalam keadaan normal hormon gonadotropin hipofise akan menyebabkan produksi hormon androgen testis yang akan mengontrol pertumbuhan prostat. Dengan makin bertambahnya usia, akan terjadi penurunan dari fungsi testikuler (spermatogenesis) yang akan menyebabkan penurunan yang progresif dari sekresi androgen. Hal ini mengakibatkan hormon gonadotropin akan sangat merangsang produksi hormon estrogen oleh sel sertoli. Dilihat dari fungsional histologis, prostat terdiri dari dua bagian yaitu sentral sekitar uretra yang bereaksi terhadap estrogen dan bagian perifer yang tidak bereaksi terhadap estrogen.

2.1.4 Patofisiologi

Pada BPH terdapat dua komponen yang berpengaruh untuk terjadinya gejala yaitu komponen mekanik dan komponen dinamik. Komponen mekanik ini berhubungan dengan adanya pembesaran kelenjar periuretra yang akan mendesak uretra pars prostatika sehingga terjadi gangguan aliran urine (obstruksi infra vesikal) sedangkan komponen dinamik meliputi tonus otot polos prostat dan kapsulnya, yang merupakan alpha adrenergik reseptor. Stimulasi pada alpha adrenergik reseptor akan menghasilkan kontraksi otot polos prostat ataupun kenaikan tonus. Komponen dinamik ini tergantung dari stimulasi syaraf simpatis, yang juga tergantung dari beratnya obstruksi oleh komponen mekanik.

Berbagai keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan dan resistensi uretra. Selanjutnya hal ini akan menyebabkan sumbatan aliran kemih. Untuk mengatasi resistensi uretra yang meningkat, otot-otot detrusor akan berkontraksi untuk mengeluarkan urine. Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan perubahan anatomik dari buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli.

(25)

Fase penebalan otot detrusor ini disebut fase kompensasi.

Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala-gejala prostatismus1. Dengan semakin meningkatnya resistensi uretra, otot detrusor masuk ke dalam fase dekompensasi dan akhirnya tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin. Tekanan intravesikal yang semakin tinggi akan diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesico-ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal.

2.1.5 Manifestasi klinis

Gejala hyperplasia prostat menurut Boyarsky, dkk (1977) dibagi atas gejala obstruktif dan gejala iritatif. Gejala obstruktif disebabkan karena penyempitan uretra pars prostatika karena didesak oleh prostat yang membesar dan kegagalan otot detrusor untuk berkontraksi cukup kuat dan atau cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus. Gejala-gejalanya antara lain : (1) Harus menunggu pada permulaan miksi (Hesistency). (2) Pancaran miksi yang lemah (Poor stream). (3) Miksi terputus (Intermittency). (4) Menetes pada akhir miksi (Terminal dribbling). (5) Rasa belum puas sehabis miksi (Sensation of incomplete bladder emptying).

Manifestasi klinis berupa obstruksi pada penderita hipeplasia prostat masih tergantung tiga factor, yaitu: (1) Volume kelenjar periuretral. (2) Elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat. (3) Kekuatan

(26)

kontraksi otot detrusor.

Gejala iritatif disebabkan oleh karena pengosongan vesica urinaris yang tidak sempurna pada saat miksi atau disebabkan oleh karena hipersensitifitas otot detrusor karena pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada vesica, sehingga vesica sering berkontraksi meskipun belum penuh., gejalanya ialah : (1) Bertambahnya frekuensi miksi (Frequency). (2) Nokturia. (3) Miksi sulit ditahan (Urgency). (4) Disuria (Nyeri pada waktu miksi)

Gejala-gejala tersebut diatas sering disebut sindroma prostatismus. Secara klinis derajat berat gejala prostatismus itu dibagi menjadi :

Grade I : Keluhan prostatisme ditemukan penonjolan prostat 1 – 2 cm, sisa urine kurang 50 cc, pancaran lemah, necturia, berat + 20 gram

Grade II :Keluhan miksi terasa panas, sakit, disuria, nucturia bertambah berat, panas badan tinggi (menggigil), nyeri daerah pinggang, prostat lebih menonjol, batas atas masih teraba, sisa urine 50 – 100 cc dan beratnya + 20 – 40 gram.

Grade III: Gangguan lebih berat dari derajat dua, batas sudah tak teraba, sisa urine lebih 100 cc, penonjolan prostat 3 – 4 cm, dan beratnya 40 gram.

Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan pada saluran kemih sebelah bawah, WHO menganjurkan klasifikasi untuk menentukan berat gangguan miksi yang disebut Skor Internasional Gejala Prostat atau I-PSS (International Prostatic Symptom Score). Sistem skoring I-PSS terdiri atas tujuh pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi (LUTS) dan satu pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien. Setiap pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi diberi nilai 0 sampai dengan 5, sedangkan keluhan yang menyangkut kualitas hidup pasien diberi

(27)

nilai dari 1 hingga 7.

Dari skor I-PSS itu dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat, yaitu: (1) Ringan : skor 0-7. (2) Sedang : skor 8-19. (3) Berat : skor 20-35

Timbulnya gejala LUTS merupakan menifestasi kompensasi otot vesica urinaria untuk mengeluarkan urin. Pada suatu saat otot-otot vesica urinaria akan mengalami kepayahan (fatique) sehingga jatuh ke dalam fase dekompensasi yang diwujudkan dalam bentuk retensi urin akut.

2.1.6 Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan colok dubur atau Digital Rectal Eamination (DRE) sangat penting. Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan gambaran tentang keadaan tonus spingter ani, reflek bulbo cavernosus, mukosa rektum, adanya kelainan lain seperti benjolan pada di dalam rektum dan tentu saja teraba prostat. Pada perabaan prostat harus diperhatikan: (1) Konsistensi prostat (pada hiperplasia prostat konsistensinya kenyal). (2) Simetris/ asimetris. (3) Adakah nodul pada prostate. (4) Apakah batas atas dapat diraba. (5) Sulcus medianus prostate. (6) Adakah krepitasi

Colok dubur pada hiperplasia prostat menunjukkan konsistensi prostat kenyal seperti meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris dan tidak didapatkan nodul. Sedangkan pada carcinoma prostat, konsistensi prostat keras dan atau teraba nodul dan diantara lobus prostat tidak simetris. Sedangkan pada batu prostat akan teraba krepitasi.

Pemeriksaan fisik apabila sudah terjadi kelainan pada traktus urinaria bagian atas kadang-kadang ginjal dapat teraba dan apabila sudah terjadi pnielonefritis akan disertai sakit pinggang dan nyeri ketok pada pinggang. Vesica urinaria dapat teraba apabila sudah terjadi retensi total, daerah inguinal

(28)

harus mulai diperhatikan untuk mengetahui adanya hernia. Genitalia eksterna harus pula diperiksa untuk melihat adanya kemungkinan sebab yang lain yang dapat menyebabkan gangguan miksi seperti batu di fossa navikularis atau uretra anterior, fibrosis daerah uretra, fimosis, condiloma di daerah meatus.

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium antara lain : 1) Darah yaitu ureum, kreatinin, elektrolit, Blood urea nitrogen, Prostate Specific Antigen (PSA), Gula darah. 2) Urine yaitu kultur urin dan test sensitifitas, urinalisis dan pemeriksaan mikroskopis, sedimen

Laboratory Findings Urinalisa dapat memberikan bukti adanya infeksi. Residual urin biasanya meningkat (> 50 cc), dan waktu laju aliran urin akan menurun ( 10 ng/mL, kanker harus dicurigai (normal < 4 ng/mL). Serum alkaline phosphatase biasanya meningkat jika tumor telah menyebar ke tulang. Prostatitis akut dapat menyebabkan gejal-gejala obstruksi, tetapi pasien biasanya mengalami infeksi saluran kemih (ISK) atau bisa dalam sepsis. Prostat terasa nyeri terutama dengan penekanan meskipun secara halus. Striktur uretra mengurangi kaliber pancaran urin. Biasanya terdapat riwayat gonorrhea atau trauma lokal. Retrograde urethrogram akan menunjukkan area stenosis. Striktur juga dapat menghambat pasase kateter.

Pemeriksaan pencitraan antara lain : 1) Foto polos abdomen (BNO) yaitu dari sini dapat diperoleh keterangan mengenai penyakit ikutan misalnya batu saluran kemih, hidronefrosis, atau divertikel kandung kemih juga dapat untuk menghetahui adanya metastasis ke tulang dari carsinoma prostat 2) Pielografi Intravena (IVP)

Pembesaran prostat dapat dilihat sebagai filling defect/indentasi prostat pada dasar kandung kemih atau ujung distal ureter membelok keatas berbentuk seperti mata kail (hooked fish). Dapat pula mengetahui adanya

(29)

kelainan pada ginjal maupun ureter berupa hidroureter ataupun hidronefrosis serta penyulit (trabekulasi, divertikel atau sakulasi buli – buli). Foto setelah miksi dapat dilihat adanya residu urin. Antara lain: 1) Sistogram retrograde yaitu memberikan gambaran indentasi pada pasien yang telah dipasang kateter karena retensi urin. 2) Transrektal Ultrasonografi (TRUS) yaitu deteksi pembesaran prostat dengan mengukur residu urin. 3) MRI atau CT scan yaitu jarang dilakukan. Digunakan untuk melihat pembesaran prostat dan dengan bermacam – macam potongan

Pemeriksaan lain antara lain 1) Uroflowmetri yaitu untuk mengukur laju pancaran urin miksi. Laju pancaran ditentukan oleh daya kontraksi otot detrusor, tekanan intravesika, resistensi uretra. Angka normal laju pancaran urin ialah 12 ml/detik dengan puncak laju pancaran mendekati 20 ml/detik. Pada obstruksi ringan, laju pancaran melemah menjadi 6 – 8 ml/detik dengan puncaknya sekitar 11 – 15 ml/detik. 2) Pemeriksaan Tekanan Pancaran (Pressure Flow Studies) yaitu pancaran urin melemah yang diperoleh atas dasar pemeriksaan uroflowmetri tidak dapat membedakan apakah penyebabnya adalah obstruksi atau daya kontraksi otot detrusor yang melemah. Untuk membedakan kedua hal tersebut dilakukan pemeriksaan tekanan pancaran dengan menggunakan Abrams-Griffiths Nomogram. Dengan cara ini maka sekaligus tekanan intravesica dan laju pancaran urin dapat diukur. 3) Pemeriksaan Volume Residu Urin yaitu volume residu urin setelah miksi spontan dapat ditentukan dengan cara sangat sederhana dengan memasang kateter uretra dan mengukur berapa volume urin yang masih tinggal. Pemeriksaan sisa urin dapat juga diperiksa (meskipun kurang akurat) dengan membuat foto post voiding atau USG.

(30)

2.1.8 Penatalaksanaan

2.1.8.1 Observasi (watchfull waiting)

Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan. Nasehat yang diberikan ialah mengurangi minum setelah makan malam unuk mengurangi nokturia, menghindari obat-obat dekongestan (parasimpatolitik), mengurangi minum kopi dan tidak diperbolehkan minum alkohol agar tidak terlalu sering miksi. Setiap tiga bulan lakukan kontrol keluhan (sistem skor), sisa kencing dan pemeriksaan colok dubur.

2.1.8.2 Terapi medikamentosa

Antara lain: 1) Penghambat adrenergika yaitu obat-obat yang sering dipakai adalah prazosin, doxasin, terazosin, afluzosin atau atau yang lebih selektif (tamsulosin). Dosis dimulai 1 mg/hari sedangkan dosis tamsulosin adalah 0,2-0,4 mg/hari. Penggunaan a-1-adrenergik karena secara selektif mengurangi obstruksi buli-buli tanpa merusak kontraktilitas detrusor. Obat ini menghambat reseptor-reseptor yang banyak ditemukan pada otot polos trigonum, leher vesika, prostat dan kapsul prostat sehingga terjadi relaksasi di daerah prostat. Hal ini akan menurunkan tekanan 21 pada uretra pars prostatika sehingga gangguan aliran seni dan gejala-gejala berkurang. Biasanya pasien mulai merasakan berkurangnya keluhan dalam waktu 1-2 minggu setelah ia mulai memakai obat. Efek samping ynag timbul adalah pusing-pusing, capek, sumbatan hidung, dan rasa lemah. 2) Penghambat enzim 5 –a-reduktase yaitu obat yang dipakai adalah finasteride (Proscar) dengan dosis 1x5 mg/hari. Obat golongan ini dapat menghambat pembentukan DHT sehingga prostat yang membesar akan mengecil. Namun obat ini bekerja lebih lambat daripada golongan a bloker dan manfaatnya hanya jelas pada prostat yang sangat besar. Efektivitasnya masih diperdebatkan karena baru menunjukkan perbaikan sedikit dari keluhan pasien setelah 6-12 bulan bila dimakan terus-menerus. Salah satu efek samping obat

(31)

ini adalah melemahkan libido, ginekomastia, dan dapat menurunkan nilai PSA (masking effect). 3) Fisioterapi yaitu pengobatan fisioterapi yang ada di Indonesia antara lain eviporat. Subtansinya misalnya Pygeum africanum, Saw palmetto, Serenoa repeus, dll. Efeknya diharapkan terjadisetelah pemberian selama 1-2 bulan.

2.1.8.3Terapi bedah

Waktu penanganan untuk tiap pasien bervariasi tergantung beratnya gejala dan komplikasi. Indikasi absolut untuk terapi bedah yaitu : (1) Retensi urin berkurang. (2) BPH derajat II. (3) Hematuria. (4) Tanda penurunan fungsi ginjal. (5) Infeksi saluran kemih berkurang. (6) Tanda-tanda obstruksi berat yaitu divertikel, hidroureter, dan hidronefrosis. (7) Ada batu saluran kemih. Jenis pengobatan ini paling tinggi efektivitasnya. Indikasi bedah yang dapat dilakukan meliputi Transurethral Resection of the Prostat (TUR P),

Transurethral Insision of the Prostate (TUIP), prostatektomi terbuka, dan prostatektomi dengan laser dengan Nd-YAG atau Ho-YAG.

prostatektomi terbuka adalah suatu tindakan pembedahan untuk mengeluarkan jaringan prostat, dengan melakukan sayatan pada perut bawah. Biasanya dilakukan pada prostat yang sangat besar, atau pada penderita PPJ yang disertai batu kantung kemih yang besar.

2.2 Diagnosa Keperawatan

Menurut Doengoes (2000) dan Carpenito (2001) dari pengkajian fokus yang telah dilakukan pada pasien dengan post operasi BPH :

1) Nyeri berhubungan dengan spasmus kandung kemih dan insisi sekunder pada TUR-P

2) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif: alat selama pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih sering.

(32)

3) Resiko tinggi cidera: perdarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan 4) Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan ketakutan akan impoten

akibat dari TUR-P.

5) Kurang pengetahuan: tentang TUR-P berhubungan dengan kurang informasi 6) Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri sebagai efek pembedahan

2.3 Perencanaan

Dari diagnosa keperawatan yang muncul dapat diatasi dengan melakukan rencana-rencana keperawatan, rencana keperawatan untuk mengatasi masalah-masalah diatas selengkapnya dapat dilihat di lampiran 1.

2.4 Konsep dasar infeksi

Infeksi saluran kemih merupakan infeksi sistem tubuh nomor dua setelah infeksi saluran nafas. Infeksi ini disebabkan oleh berbagai bakteria piogenik; di luar rumah sakit terutama oleh Escherichia coli, sedangkan didalam rumah biasanya oleh bakteri dari kelompok pseudomonas, proteus dan klebsiela.

Umumnya infeksi dicegah oleh penyaliran arus kemih yang tidak terganggu. Setiap stasis, gangguan urodinamik, atau hambatan arus merupakan factor pencetus infeksi. Selain faktor lokal tersebut harus dipertimbangkan faktor pencetus umum yang disertai dengan diabetes melitus (dengan atau tanpa neuropatia), penurunan immunitas, supresi sistem imun, atau malnutrisi.

Biasanya dibedakan antara infeksi saluran kemih atas (seperti pielonefritis, abses ginjal), Infeksi saluran kemih bawah (seperti sistitis, atau uretritis), dan infeksi genital (seperti prostatitis, epididimitis, dan orkitis). Bila ada infeksi saluran kemih setiap penderita yang dikateterisasi harus dilindungi dengan antibiotik. Kateterisasi atau instrumentasi endoskopik harus memenuhi syarat antiseptik.

(33)

2.4.1. Patogenese Infeksi Saluran Kemih

Infeksi saluran kemih terjadi karena adanya gangguan keseimbangan antara mikroorganisme penyebab infeksi (uropatogen) sebagai agent dengan epitel saluran kemih sebagai host. Gangguan keseimbangan ini disebabkan oleh karena pertahanan tubuh dari host yang menurun ataupun karena virulensi agent meningkat (Purnomo,2000).

Ada empat macam cara masuknya kuman ke dalam saluran kemih

(Bahnson,1992; Schaeffer,1998; Purnomo,2000).

2.4.2. Infeksi Aesenden (Ascending Infection)

Kuman masuk melalui uretra adalah penyebab paling sering dari infeksi saluran kemih, baik pada pria maupun wanita. Pada keadaan normal bakteri dalam urine kandung kemih biasanya akan dikeluarkan sewaktu berkemih, tetapi keadaan ini tidak akan dijumpai bila ada urine stasis. Kuman yang berasal dari flora normal usus dan hidup secara komensal di dalam introitus vagina, preputium penis, kulit perineum dan sekitar anus cenderung lebih sering menyebabkan infeksi saluran kemih asenden.

Pubertas, hubungan seksual sebagaimana ada istilah “honeymoon cystitis” dan melahirkan juga mempertinggi resiko terjadinya infeksi saluran kemih pada wanita. Pada pria aktifitas seksual juga mempertinggi terjadi infeksi saluran kemih.

2.4.3. Melalui Aliran Darah (Hematogenous Spred)

Penyebaran melalui aliran darah jarang terjadi, pada kasus-kasus tuberkulosis, abses ginjal dan abses perinefrik. Sebaliknya bakteri sering masuk kealiran darah pada penderita infeksi akut, ginjal dan prostat. Bakteriemia karena komplikasi infeksi saluran kemih ini lebih sering terjadi pada penderita yang mengalami kelainan struktur dan fungsi saluran kemih.

(34)

2.4.4. Melalui Aliran Lymph (Lymphatogenous Spread)

Infeksi saluran kemih melalui lymph, walau sangat jarang namun dapat terjadi. Kemungkinan bakteri patogen masuk melalui aliran lymph rektum atau koloni menuju prostat atau kandung kemih, dapat juga melalui aliran lymph peri-uterina pada wanita.

2.4.5. Penyebaran Langsung dari Organ Sekitarnya (Direct Extension From Other Organ)

Abses intra peritoneum khususnya yang disebabkan oleh peradangan usus halus, radang pelvik yang berat pada wanita, abses para vesikal dan fistel saluran kemih (khususnya fistel vesikovagina dan vesiko intestinal) dapat menyebabkan infeksi saluran kemih dengan cara penyebaran langsung.

2.4.6. Faktor Yang Mempermudah Terjadinya Infeksi Saluran Kemih

Walaupun telah diketahui bahwa bakteri penyebab infeksi saluran kemih paling sering berasal dari daerah perineum (faecal origin) tetapi faktor yang menyebabkan bakteri ini dapat menginvasi saluran kemih dan menimbulkan infeksi masih belum diketahui sepenuhnya. Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa infeksi saluran kemih dimulai dengan melekatnya bakteri pada sel epitel saluran kemih. Sekarang diyakini bahwa infeksi saluran kemih adalah suatu proses dinamika yang menyertai perubahan pada sel bakteri dan pada sel penderita (Purnomo,2000).

2.4.7. Faktor dari Host.

Kemampuan host untuk menahan mikroorganisme masuk kedalam saluran kemih disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain adalah : (1) Pertahanan lokal dari host. (2) Peranan dari sistem kekebalan tubuh yang terdiri atas imunitas humoral maupun imunitas selular.

(35)

2.4.8. Tanda dan Gejala adanya infeksi

Tanda dan gejala adanya infeksi adalah rubor, dolor, kalor, tumor serta functio laesa. Tanda dan gejala pada infeksi saluran kemih adalah demam, urin berbau menyengat, warna urine keruh, kencing tidak lancar, mual muntah, terdapat keluahan nyeri saat berkemih.

2.5 Konsep dasar tindakan keperawatan

Jenis kateter terdiri dari 2 bentuk yaitu keteter tetap dan kateter sementara. Penggunaan kateter tergantung dari kebutuhan dan indikasi.

Jenis-jenis kateter antara lain : 1) Kateter plastik: digunakan sementara kerena mudah rusak dan tidak fleksibel. 2)Kateter latex/karet: digunakan untuk penggunaa/ pemakaian dalam jangka waktu sedang (kurang dari 3 minggu). 3)Kateter silicon murni / telfon: untuk penggunaan jangka waktu lama 2-3 bulan karena bahan lebih lentur pada meatus urethra. 4)Kateter PVC: sangat mahal untuk penggunaan 4-6 minggu, bahannya lembut, tidak panas dan nyaman bagi urethra. 5) Kateter logam: digunakan untuk pemakaian sementara biasanya pada pengosongan kandung kemih pada ibu yang melahirkan

Perawatan kateter adalah suatu tindakan keperawatan dalam memelihara kateter dengan antiseptik untuk membersihkan ujung uretra dan selang kateter bagian luar serta mempertahankan kepatenan posisi kateter. Tujuannya menjaga kebersihan saluran kencing, mempertahankan kepatenan (fiksasi) kateter, mencegah terjadinya infeksi, serta mengendalikan infeksi. Persiapan alat dan bahan:

Meja/trolly yang berisi: sarung tangan steril, pengalas, bengkok, lidi waten steril, kapas steril, kasa steril, antiseptic (bethadin), aquadest / air hangat, korentang, plester, gunting, bensin, pinset, kantung sampah.

(36)

Pelaksanaan:

Pertama siapkan alat dan bahan. Beritahu pasien maksud dan tujuan tindakan. Dekatkan alat dan bahan yang sudah disiapkan. Pasang tirai, gorden yang ada. Cuci tangan. Oles bensin pada plester dan buka dengan pinset. Buka balutan pada kateter. Pakai sarung tangan steril. Perhatikan kebersihan dan tanda-tanda infeksi dari ujung penis serta kateter. Oles ujung uretra dan kateter memakai kapas steril yang telah dibasahi dengan aquadest / air hangat dengan arah menjauhi uretra. Oles ujung uretra dan kateter memakai lidi waten + bethadin dengan arah menjauhi uretra. Balut ujung penis dan kateter dengan kasa steril kemudian plester. Posisikan kateter ke arah perut dan plester. Rapikan klien dan berikan posisi yang nyaman bagi pasien.Kembalikan alat ke tempatnya. Cuci tangan. Dokumentasikan tindakan.(cbhsolo.blogspot.com/2010)

Teknik perawatan kateter yang digunakan peneliti berdasarkan SOP RS Wava Husada No. 04/SOP/006/2006 yaitu: 1)Penderita wanita : setiap pagi dan sore harus dilakukan vagina toilet. 2)Penderita laki-laki : setiap kassa steril penutup antara penis dan selang kateter harus diganti dan ujung penis harus dibersihkan dengan betadine lebih dulu

Menurut Joyce T., Jean S., dan Patricia C.(2005), prosedur perawatan kateter indwelling sebagai berikut:

Peralatan: 2 pasang sarung tangan sekali pakai, 2 waslap bersih, sabun, baskom air hangat, handuk.

Pelaksanaan: 1) Cuci tangan. 2)Jelaskan prosedur pada klien dan pemberi asuhan. 3)Bantu klien pada posisi terlentang. 4)Kaji warna, jumlah, dan konsistensi urine. 5)Gunakan sarung tangan. 6)Pajankan dan kaji perineum (wanita) atau meatus (pria). Untuk pria yang tidak disirkumsisi, prepusium harus diretraksikan untuk membersihkan glans, kemudian kembalikan posisi

(37)

prepusium. (catatan: jika posisi prepusium tidak dapat dikembalikan, beri tahu dokter dengan segera). 7)Lakukan perawatan perineal. Wanita: cuci dari depan ke belakang. Pria: cuci dari ujung penis ke pangkal. Bilas dan keringkan. 8)Ganti air dan sarung tangan. 9)Dengan perlahan genggam ujung kateter pada tempat insersi dan usap dari ujung kateter ke bawah (kea rah slang drainase), sampai mencapai slang drainase.

Hati-hati dalam memegang ujung kateter sehingga tidak berubah posisi. Ketika memegang slang kateter, peganglah tanpa menyebabkan urine mengalir balik ke kandung kemih. Ulangi beberapa kali, basahi lagi waslap dengan sabun dan air bersih setiap kali. Bilas dan keringkan dengan cara yang sama. Kemudian 1) Keringkan kateter dari ujung ke pangkal. 2) Pakaikan kembali pakaian klien. 3) Cuci tangan. 4) Ajarkan pada klien/pemberi asuhan tentang hal berikut ini dalam upaya mempertahankan kateter diantara kunjungan. perbaiki teknik pembersihan untuk perawatan perineal wanita/pria, lakukan perawatan kateter sedikitnya sekali per hari, dan lebih baik saat mandi pagi dan sore. Juga dilakukan perawatan setelah defekasi, jangan memegang slang kateter sihingga urine mengalir kembali kedalam kandung kemih, jika insersi terlihat kemerahan atau urine abnormal, beri tahu perawatan.

Pencegahan infeksi

Tujuannya meminimalkan infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme, menurunkan resiko penularan penyakit yang mengancam jiwa (hbv, hiv/aids).

Cara pencegahannya dengan cara cuci tangan, memakai sarung tangan dan perlengkapan pelindung diri, menggunakan tehnik aseptic, memproses alat bekas pakai, menangani peralatan tajam dengan aman, jaga kebersihan dan sanitasi lingkungan.

(38)

BAB III

METODE STUDI KASUS

Pada bab ini akan dijelaskan metode penelitian yang digunakan untuk menjawab tujuan penelitian berdasarkan masalah yang telah ditetapkan antara lain: desain penelitian, tempat dan waktu penelitian,subjek penelitian, fokus penelitian, metode pengumpulan data, metode uji keabsahan data, metode analisa data, dan

ethical clereance.

3.1. Desain Studi Kasus

Desain penelitian yang digunakan dalam penyusunan studi kasus ini adalah desain penelitian deskriptif dengan pendekatan penelitian studi kasus. Metode studi kasus ini dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan keadaan subyektif dan obyektif dari klien. Deskripsi peristiwa dilakukan secara sistematis dan lebih menekankan pada faktual dari pada penyimpulan (Nursalam, 2003).

Studi kasus merupakan rancangan penelitian yang mencakup pengkajian satu unit penelitian secara intensif. Meskipun jumlah subyek cenderung sedikit namun jumlah variabel yang diteliti sangat luas. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengetahui semua variabel yang berhubungan dengan masalah penelitian (Nursalam, 2008).

Rancangan dari suatu studi kasus bergantung pada keadaan kasus namun tetap mempertimbangkan faktor penelitian waktu. Riwayat dan pola perilaku sebelumnya biasanya dikaji secara rinci. Keuntungan yang paling besar dari rancangan ini adalah pengkajian secara rinci meskipun jumlah respondennya sedikit, sehingga akan didapatkan gambaran satu unit subyek secara jelas (Nursalam, 2008).

(39)

3.2. Setting Penelitian

a. Letak penelitian berada di Rumah Sakit Wava Husada Kepanjen Kab. Malang, tepatnya berada di Ruang Rawat Inap D.

b. Sarana dan prasarana yang digunakan oleh peneliti dalam melakukan perawatan kateter menggunakan trolly untuk tempat alat-alat seperti, korentang, bak instrument berisi kassa steril, pinset, gunting steril, serta peralatan rawat luka yang lainnya. Peneliti melakukan perawatan kateter menggunakan kassa yang diberi NS untuk membersihkan area penis dan kateter kemudian di beri dengan antiseptic seperti betadin, dll.

c. Jumlah pasien yang dirawat saat dilakukan penilitian sejumlah 24 pasien d. Jumlah perawat 23 orang

e. Sebelumnya pada ruang Rawat Inap D pernah dijadikan tempat penelitian satu kali tentang management rumah sakit.

3.3. Subyek Penelitian

Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah Tn. P dengan post op BPH. Teknik sampling yang digunakan peneliti adalah purposive sampling disebut juga

judgement sampling. Adalah suatu teknik penetapan sampel dengan cara memilih

sampel sesuai dengan yang dikehendaki peneliti (tujuan atau masalah dalam penelitian), sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik sampel yang telah dikenal sebelumnya. (Nursalam, 2008).

3.4. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan upaya untuk mendapatkan data yang dapat digunakan sebagai informasi tentang klien. Data yang dibutuhkan tersebut mencakup data tentang bio-psiko-sosial dan spiritual dari klien, data yang berhubungan dengan masalah klien serta data tentang faktor-faktor yang mempengaruhi atau yang berhubungan dengan klien seperti data tentang keluarga, dan lingkungan yang ada (Hidayat, 2009).

(40)

Dalam penyusunan studi kasus, teknik yang digunakan peneliti dalam pengumpulan data meliputi:

3.4.1. Anamnesa

Anamnesa dilakukan secara langsung antara peneliti dengan klien dan keluarga, anamnesa meliputi biodata, keluhan utama (alasan MRS), riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit lalu, riwayat kesehatan keluarga, dan pola pemenuhan ADL.

3.4.2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan secara menyeluruh dengan teknik head to

toe (dari kepala sampai kaki).

3.4.3. Wawancara

Wawancara merupakan metode pengumpulan data dengan cara mewawancarai langsung responden yang diteliti, metode ini memberikan hasil secara langsung. Metode ini dapat dilakukan apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden secara mendalam serta jumlah responden sedikit (Hidayat, 2009).

3.4.4. Observasi

Observasi merupakan cara pengumpulan data dengan mengadakan atau melakukan pengamatan secara langsung kepada responden penelitian untuk mencari perubahan atau hal-hal yang akan diteliti. Jenis observasi yang digunakan secara langsung meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi. Data yang diperoleh antara lain data fisik, psikososisal, kultural dan spiritual (Hidayat, 2009).

(41)

3.4.5. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi merupakan metode pengumpulan data dengan cara mengambil data yang berasal dari dokumen asli. Dokumen dapat berupa dokumen laporan diagnostik, laporan anggota tim kesehatan yang lain, laporan pemeriksaan dokter, serta konsultasi catatan kesehatan terdahulu.

3.4.6. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan diperoleh dari buku-buku yang berhubungan dengan masalah, dengan tujuan untuk memperoleh penyelesaian yang teoritis serta memperoleh sumber data yang bersifat ilmiah.

3.5. Metode Uji Keabsahan Data

Untuk mencapai kesimpulan yang valid, maka dilakukan uji keabsahan data terhadap semua data yang terkumpul. Uji keabsahan data ini dilakukan dengan menggunakan tehnik trianggulasi yang dapat untuk melakukan uji keabsahan data, yaitu : teknik metode, teknik sumber, teknik peneliti, dan teknik teori. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan tiga diantara kempat tehnik tersebut, yang dianggap relevan, yaitu teknik sumber, teknik metode, dan teknik teori.

3.6. Metode Analisa Data

Analisa data merupakan upaya untuk memberikan justifikasi pada data yang telah dikumpulkan dengan melakukan perbandingan data subyektif dan objektif yang didapatkan dari berbagai sumber dengan berdasarkan standar nilai normal, untuk diketahui kemungkinan tambahan atau pengkajian ulang tentang data yang ada (Hidayat, 2009).

Metode analisa data yang digunakan peneliti dalam studi kasus ini adalah teknik analisis pencocokan (pattern matching), yaitu membandingkan antara pola-pola yang diperoleh secara empirik dengan pola yang diprediksi secara teoritik (das solen and das sein approach).

(42)

3.7. Etika Penelitian

Masalah etika penelitian keperawatan merupakan masalah yang sangat penting dalam penelitian, mengingat penelitian keperawatan berhubungan langsung dengan manusia, maka segi etika penelitian harus diperhatikan. Masalah etika yang harus diperhatikan antara lain adalah sebagai berikut:

3.7.1. Informed Consent

Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan

responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan . Informed consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan informed consent adalah agar subyek mengerti maksud dan tujuan penelitian, serta mengetahui dampaknya. Jika subyek bersedia, maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan. Jika responden tidak bersedia, maka peneliti harus menghormati hak pasien.

3.7.2. Anonimity (Tanpa Nama)

Persetujuan untuk menjaga kerahasiaan objek. Peneliti tidak akan mencantumkan nama objek pada lembar pengumpulan data. Anonimity mengacu pada tindakan merahasiakan nama peserta terkait dengan partisipasi mereka dalam penelitian ini.

3.7.3. Kerahasiaan (Confidentiality)

Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset.

(43)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dijelaskan hasil yang diperoleh peneliti dari pengumpulan data yang telah dilaksanakan serta pembahasan kasus yang telah diteliti pada Tn. P dengan post op BPH.

4.1 Hasil Pengkajian

4.1.1 Deskripsi Status Obyek Penelitian

Klien bernama Tn. P berusia 65 tahun dengan diagnosa medis BPH dengan keluhan utama saat masuk rumah sakit (29 Juni 2012), 3 hari tidak bisa buang air kecil, buang air kecil cuma sedikit-sedikit. Kemudian klien dilakukan operasi open prostatectomy pada tanggal 01 Juli 2012 dan dilakukan pemasangan kateter.

Pada saat pengkajian (4 Juli 2012), klien mengatakan nyeri pada luka operasi. Keadaan umum klien cukup, kesadaran compos mentis, GCS 456 dan terpasang infus ditangan sebelah kiri. Tekanan darah: 130/70 mmHg, nadi : 68x/menit, pernapasan: 20x/menit, suhu: 36,4 °C, BB : 60 kg, TB: 166 cm. Pada saat pengkajian terdapat luka post op ±10 cm pada abdomen tengah ke bawah dan selang drain pada abdomen region kanan bawah. Pada genetalia klien terpasang kateter, area sekitar genetalia klien tampak kusam. Pada urobag klien terdapat urine berwarna kemerahan. Klien mengatakan tidak gatal pada genetalianya, pada saat dikaji tidak kemerahan.

4.1.2 Deskripsi Tanda-Tanda Infeksi

Saat dilakukan perawatan kateter pada tanggal 4 Juli 2012 tidak ditemukan tanda-tanda infeksi pada klien. Pada Tn. P tidak ditemukan adanya kemerahan, bengkak, serta meningkatnya suhu tubuh klien.

Pada tanggal 5 Juli 2012 juga tidak ditemukan tanda-tanda infeksi pada Tn. P.

(44)

Pada tanggal 6 Juli 2012 juga tidak ditemukan tanda-tanda infeksi pada genetalia klien.

4.1.3 Evaluasi Tentang Perawatan Kateter

4.1.3.1 Data tentang evaluasi tindakan perawatan kateter

Tabel 4.1 Data evaluasi tindakan perawatan kateter selama 3 hari TEMA

PERTANYAAN

Tanggal 4 Juli 2012 Tanggal 5 Juli 2012 Tanggal 6 Juli 2012 Berdasarkan inspeksi peneliti: 1.ekspresi wajah klien 2.bau urine 3.kenyamanan 4. suhu tubuh klien 5. output cairan 6.warna dan kekeruhan urine Berdasarkan data dari pasien 1.keluhan 2.intput cairan 3.mual muntah 1. Klien tampak grimace 2.bau tidak menyengat 3.klien tampak kurang nyaman 4. suhu tubuh 36.40C 5. dengan bantuan spooling yang masuk sebanyak 300cc, urine di dalam urobag 400cc 6.warna urine kemerahan, urine tidak terlalu keruh

1.pasien mengeluh sakit perih pada perut bagian bawah dalam. Skala nyeri 6 2.pasien mengatakan minum ±150cc 3.pasien tidak mengeluh mual muntah 1.klien masih tampak grimace 2.bau urine tidak menyengat 3.klien tampak nyaman 4. suhu tubuh 36.70C 5.Dengan bantuan spooling yang masuk sebanyak 600cc, di dalam urobag 600cc 6.warna urine merah kekuningan, urine tidak terlalu keruh

1.pasien masih mengeluh perih pada berut bagian bawah dalam. Skala nyeri 5 2.keluarga pasien mengatakan pasien minum ±200cc 3.pasien tidak mengeluh mual muntah

1.klien tampak tidak grimace

2. bau urine khas 3.klien tampak nyaman

4.suhu tubuh 36.40C 5.dengan dilepasnya spooling urine yang keluar di urobag 150cc

6.warna urine merah kekuningan, urine tidak terlalu keruh

1.tidak ada yang dikeluhkan pasien 2.keluarga mengatakan pasien minum ±200cc 3.pasien tidak mengeluh mual muntah 27

(45)

Berdasarkan data pada tabel 4.1 didapatkan data selama 3 hari setelah dilakukan tindakan perawatan kateter setiap satu hari sekali dengan menggunakan antiseptic berupa betadin, ditemukan kondisi penis bersih dengan bantuan spooling dan dilakukannya perawatan kateter, serta tidak ditemukan tanda-tanda infeksi pada Tn. P seperti rubor, dolor, kalor, tumor serta functio leasa.

4.2 Pembahasan

4.2.1 Tanda infeksi

Berdasarkan data yang telah didapatkan selama 3 hari tidak ditemukan tanda-tanda infeksi. Klien mengatakan tidak merasakan adanya gatal-gatal, panas, serta benjolan. Keluarga klien juga mengatakan tidak tampak kemerahan pada kemaluan klien, serta badan klien tidak panas.

Tanda-tanda infeksi yaitu adanya rubor, dolor, kalor, rumor serta functio laesa (materi kuliah penyakit infeksi, 2010). Penyebab infeksi yaitu bakteri : gram +; gram –, parasit, virus, serta fungi. Dari reaksi tubuh seperti radang akut, radang kronis.

4.2.2 Evaluasi hasil tindakan perawatan kateter

Berdasarkan hasil tindakan perawatan kateter pada Tn. P dengan post op bph, didapatkan hasil klien merasa nyaman setelah dilakukan perawatan kateter, penis dan kateter bersih, tidak ada luka akibat pemasangan kateter lebih dari 1 hari disekitar tempat pemasangan kateter serta klien tidak gatal-gatal dengan terpasangnya kateter.

Selama 3 hari peneliti melakukan perawatan kateter dengan cara membersihkan selang kateter serta penis dan area sekitar penis kemudian diberi antiseptic (betadin) dengan menggunakan kassa steril. Tujuan

(46)

dilakukannya perawatan kateter yaitu untuk mencegah infeksi saluran kemih, mencegah terbentuknya debris disekitar tempat pemasangan serta untuk memberikan hygiene yang adekuat. (Joyce T., Jean S., dan Patricia C.,2005).

SOP RS Wava Husada No. 04/SOP/006/2006 menjelaskan perawatan kateter pada penderita laki-laki yaitu bersih. Setiap kassa steril penutup antara penis dan selang kateter harus diganti dan ujung penis harus dibersihkan dengan betadine lebih dulu tujuannya untuk mencegah terjadi infeksi.

(47)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari keseluruhan data yang diperoleh peneliti baik dari anamnesa, pemeriksaan fisik (observasi), studi dokumentasi, dan studi pustaka mengenai tindakan perawatan dan pengobatan yang telah diberikan pada klien dengan kasus Post Op BPH diperoleh kesimpulan sebagai berikut

5.1. Kesimpulan

Dari penelitian studi kasus yang telah dilakukan peneliti pada Tn. P dengan post op bph di Ruang Rawat Inap D RS Wava Husada Kepanjen Kab. Malang dapat disimpulkan bahwa:

Dari kasus Tn.P dengan post open prostatectomy dengan indikasi bph, peneliti tidak menemukan adanya tanda-tanda infeksi seperti rubor, kalor, tumor, dolor dan functio laesa pada tempat pemasangan kateter maupun sekitarnya. Peneliti melakukan perawatan kateter dengan teknik antiseptic (betadin) satu hari sekali selama 3 hari. Hasilnya tempat pemasangan kateter dan sekitarnya yaitu bersih, klien tidak gatal-gatal, dan tidak ada luka akibat pemasangan kateter yang lebih dari 1 hari. Perubahan warna urine setiap hari menandakan terjadinya proses penyembuhan pada luka post open prostatectomy dengan bantuan spooling/irigasi sampai spooling dihentikan.

5.2. Saran

Dari kesimpulan diatas dapat dikemukakan saran-saran yang bisa diterima dan dapat meningkatkan mutu dalam pemberian perawatan pada klien dengan Post Open Prostatectomy dengan indikasi BPH antara lain :

(48)

5.2.1. Bagi Rumah Sakit

Diharapkan pihak rumah sakit dapat meningkatkan mutu pelayanan yang diberikan dengan memberi penjelasan pada pasien dan keluarga pasien tentang tanda-tanda infeksi serta cara pencegahannya.

5.2.2. Bagi Ruangan

Diharapkan pihak ruangan bisa memberikan informasi tentang tanda-tanda infeksi serta informasi yang berhubungan dengan kesehatan di ruangan kepada pasien dan keluarga pasien.

5.2.3. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan pihak institusi bisa memberikan materi perkuliahan tentang infeksi saluran kemih serta perawatan kateter yang benar.

5.2.4. Bagi Masyarakat

Setelah masyarakat mengetahui tentang tanda-tanda infeksi serta cara pencegahannya diharapkan masyarakat bisa menerapkan di rumah maupun lingkungan sekitarnya.

5.2.5. Bagi Peneliti Lain

Diharapkan penelitian selanjutnya mampu mengakaji lebih dalam tentang tanda-tanda infeksi pada pasien yang menggunakan kateter serta mampu mengevaluasi hasil perawatan kateter pada pasien post open prostatectomy bph.

(49)

DAFTAR PUSTAKA

Arthur C. Guyton, dkk. 2006. “Buku Ajar Fisiologi Kedokteran”. Edisi 9. Jakarta : EGC

brunner & suddarth. Konsep dan Askep Benigna Prostate

http://cintadoraemon.blogspot.com/2012/02/konsep-dan-askep-benigna-prostate.html diakses pada 12 Juli 2012

Carpenito, L J. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8. Jakarta: EGC. Doenges, Marylin E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk

Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3. Jakarta:

EGC.

Farida, Nor., 1999. Asuhan Keperawatan pada Tn. S dengan Gangguan Sistem

Urologi (Pre dan Post Operasi BPH) di Ruang XVIII (Bedah Pria) Rumah Sakit Umum Daerah dr. Saiful Anwar Malang. Karya Tulis Ilmiah DIII

Keperawatan UMM. Malang

Hidayat, A. Aziz Alimul. 2009. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik

Analisis Data. Jakarta: SalembaMedika

Johnson, Joyce Young., Temple, Jean Smith., Carr, Patricia. 2005. Prosedur

Perawatan di Rumah. Jakarta: EGC

Mansjoer A, Suprahaita, Wardhani. 2000. Pembesaran Prostat Jinak. Dalam:

Kapita selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius

Mahummad A., 2008., Benigna Prostate Hiperplasia.,

http://ababar.blogspot.com/2008/12/benigna-prostate-hyperplasia.html., diakses 13 Juli 2012

Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrument Penelitian Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Nursalam. 2003. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu

Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Priyantono Bagong. 2011. Prostate. Materi kuliah prostate AKPER UMM Purnomo, Basuki B., 2000. Dasar-Dasar Urologi. Jakarta: Sagung Seto

(50)

Purnomo, Basuki B. 2003. Dasar – dasar urologi., Edisi ke – 2. Jakarta: Sagung Seto

Putra, Mahatma. 2010. Penyakit Prostat - Penanganan Pembesaran Prostat Jinak. Webmaster RSMK Group - http://www.rumahsakitmitrakemayoran.com/ webmaster@mitrakeluarga.com diakses pada 23 Juli 2012

Sylvia A. Price, dkk. 2006. “Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit”. Edisi 6. Volume 2. Jakarta : EGC

Yastroki. 2012. Hipertropi prostat Salah satu penyebab penyebab kencing anda tidak lancar. http://www.yastroki.or.id/read.php?id=191. Diakses pada 19 Juli 2012

(51)

Lampiran 1 Rencana Tindakan Keperawatan

Intervensi Keperawatan pada pasien post op bph

1. Nyeri berhubungan dengan spasmus kandung kemih dan insisi sekunder pada TUR-P

Tujuan: Nyeri berkurang atau hilang. Kriteria hasil :

- Klien mengatakan nyeri berkurang / hilang. - Ekspresi wajah klien tenang.

- Klien akan menunjukkan ketrampilan relaksasi. - Klien akan tidur / istirahat dengan tepat.

- Tanda – tanda vital dalam batas normal. Rencana tindakan :

1. Jelaskan pada klien tentang gejala dini spasmus kandung kemih. R/ Kien dapat mendeteksi gajala dini spasmus kandung kemih.

2. Pemantauan klien pada interval yang teratur selama 48 jam, untuk mengenal gejala – gejala dini dari spasmus kandung kemih.

R/ Menentukan terdapatnya spasmus sehingga obat – obatan bisa diberikan

3. Jelaskan pada klien bahwa intensitas dan frekuensi akan berkurang dalam 24 sampai 48 jam.

R/ Memberitahu klien bahwa ketidaknyamanan hanya temporer. 4. Beri penyuluhan pada klien agar tidak berkemih ke seputar kateter.

R/ Mengurang kemungkinan spasmus.

5. Anjurkan pada klien untuk tidak duduk dalam waktu yang lama sesudah tindakan TUR-P.

R / Mengurangi tekanan pada luka insisi

6. Ajarkan penggunaan teknik relaksasi, termasuk latihan nafas dalam, visualisasi.

R / Menurunkan tegangan otot, memfokuskan kembali perhatian dan dapat meningkatkan kemampuan koping.

7. Jagalah selang drainase urine tetap aman dipaha untuk mencegah peningkatan tekanan pada kandung kemih. Irigasi kateter jika terlihat bekuan pada selang.

R/ Sumbatan pada selang kateter oleh bekuan darah dapat menyebabkan distensi kandung kemih dengan peningkatan spasme.

Gambar

Tabel 4.1 Data evaluasi tindakan perawatan kateter selama 3 hari  TEMA

Referensi

Dokumen terkait

Keluhan akibat penyulit hiperplasia prostat pada saluran kemih bagian atas berupa gejala obstruksi antara lain nyeri pinggang, benjolan di pinggang (yang merupakan tanda

Tidak semua prostat yang membesar akan menimbulkan gejala obstruksi, sehingga meskipun volume kelenjar periuretal sudah membesar dan elastisitas leher vesika, otot

Wanita hamil yang berisiko mengalami infeksi saluran kemih berulang (wanita dengan riwayat ISK berulang sebelum kehamilan, bakteriuria bergejala atau tanpa gejala yang menetap

Gejala iritasi, terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna atau pembesaran prostat akan merangsang kandung kemih, sehingga sering

Surveilans Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah pengumpulan data kejadian infeksi saluran kemih akibat penggunaan alat dower kateter atau tindakan aseptik lain

Gejala iritasi, terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna atau pembesaran prostat akan merangsang kandung kemih, sehingga sering

Infeksi Saluran Kemih ISK Insiden Rate Infeksi Saluran Kemih adalah kejadian ISK dibagi Jumlah hari pemakaian Catheter Urine dikali 1000.. Periode Januari – Juni 2019 tidak terdapat

Diagnosis Banding Demam berdarah dengue, Malaria, Leptospirosis, infeksi saluran kemih, Hepatitis A, sepsis, Tuberkulosis milier, endokarditis infektif, demam rematik akut, abses