BAB I
PENGANTAR GEOLOGI TEKNIK
1.1. Pengertian dan Ruang Lingkup Geologi Teknik
Geologi Teknik adalah ilmu yang mempelajari atau mengkaji gejala geologi dari aspek kekuatan dan/atau kelemahan geologi untuk keperluan pembangunan infrastruktur atau diterapkan pada tahap desain (tahap pra-konstruksi) dan tahap konstruksi bangunan - bangunan.
Ruang lingkup kajian geologi teknik antara lain meliputi kajian terhadap aspek-aspek keteknikan dari manfaat dan masalah beberapa factor seperti: batuan/tanah, struktur geologi/tektonik maupun geomorfologi.
Gambar 1.1. Hubungan geologi teknik dengan disiplin ilmu lain.
1.2. Batuan dan Tanah
Kulit bumi tersusun oleh batuan dan tanah. Batuan merupakan agregat mineral yang diikat oleh gaya-gaya kohesif yang permanen dan kuat. Tanah adalah kumpulan agregat mineral alami yang dapat dipisahkan oleh adukan secara mekanika dalam air.
Batuan dan tanah mempunyai perbedaan. Menurut Shower & Shower (1967), batuan dan tanah dibedakan dalam beberapa hal, yaitu:
a. Batuan merupakan material kerak bumi yang terdiri atas mineral penyusun bertekstur, berstruktur. Sifat-sifat:
padu ( cemented )
qu ( = unconfined compressive strength ) > 200 psi » 14 kg/cm2 (psi= pound/square inch atau lb/in2 )
bila terdiri dari satu butir, ukuran butirnya ³ boulder ( ³ 256 mm) beratnya > 40 kg
b. Tanah merupakan mineral penyusun yang atau tanpa material organic sisa tumbuhan dan fauna yang terdekomposisi (lapuk), berstruktur dan bertekstur. Sifat-sifat:
urai, lepas, lunak ( loose, uncemented, soft ) qu < 200 psi
ukuran butirnya < 256 mm beratnya < 40 kg
Tanah dapat dibedakan dalam dua kelompok besar, yang berasal dari pelapukan (fisika dan kimia) dan yang berasal dari bahan organik. MMenurut genesanya, tanah dibedakan menjadi dua:
a. Tanah sisa (residual soil), yaitu tanah yang terbentuk akibat dekomposisi/ pelapukan dengan tanpa melalui transportasi atau tetap berada sekitar batuan dasar. Pada daerah dengan tingkat pelapukan sangat tinggi (daerah tropis), konstruksi jalan harus menghadapi masalah pada tanah labil, dan harus memerlukan rekayasa potong – timbun lereng.
b. Tanah terangkut (transported soil), adalah tanah yang terbentuk melalui proses disintegrasi, transportasi dan terendapkan kembali di tempat lain. Tanah ini biasanya bersifat lunak dan lepas, umumnya terletak pada lembah-lembah pegunungan.
Gambar 1.2. Penampang profil tanah dan tingkat lapukannya
1.3. Deskripsi dan Klasifikasi Tanah
Secara umum klasifikasi & deskripsi batuan/tanah berdasarkan kepada genesis, struktur, kandungan utama, besar butir, mineralogi butiran mineral utama. Tujuan dari deskripsi dan klasifikasi batuan/tanah adalah untuk menentukan jenis batuan/tanah agar diperoleh gambaran tentang sifat-sifat batuan/tanah tersebut.
Beberapa sistem klasifikasi tanah telah dibuat, misalnya sistem ASTM (American Standard of Testing Material) atau USCS (Unified Soil Classification System). Klasifikasi tanah dibedakan menjadi dua, yaitu tanah berbutir kasar dengan ukuran butir pasir – gravel dan tanah berbutir halus dengan ukuran lempung – lanau.
Tabel 1.1. Klasifikasi tanah berdasarkan ukuran butir Skala Wentworth
Jenis Tanah Batas ukuran butir
Bongkah (boulder) GRAVEL > 256 mm
Berangkal (cobble) 64 – 256 mm
Kerakal (pebble) 4 – 64 mm
Kerikil (granule) 2 – 4 mm
Pasir sangat kasar (very coarse sand) SAND 1 – 2 mm
Pasir kasar (coarse sand) ½ - 1 mm
Pasir sedang (medium sand) ¼ - ½ mm
Pasir halus (fine sand) 1/8 – ¼ mm
Pasir sangat halus (very fine sand) 1/16 – 1/8 mm
Lanau (silt) SILT 1/16 – 1/256 mm
Lempung (clay) CLAY < 1/256 mm
Tanah campuran dengan susunan dari dua jenis tanah berbeda, maka campuran yang dominan dinyatakan sebagai kata benda, sedang yang sedikit sebagai kata sifat. Contoh :
1) Pasir lanauan, menyatakan tanah pasir yang mengandung lanau; 2) Lempung pasiran, menyatakan tanah mengandung sifat-sifat lempung
dengan mengandung sedikit pasir.
Sistem klasifikasi USCS menggunakan dua huruf untuk menunjukkan sifat dan komposisi tanah.
Pada tanah berbutir halus: Huruf pertama
O = organic C = clay/ lempung M = lanau
Huruf kedua* H = batas cair tinggi L = batas cair rendah
* didapat dari uji laboratorium Pada tanah berbutir kasar:
Huruf pertama G = gravel/ kerikil
S = sand/ pasir Huruf kedua
W – gradasi baik P – gradasi buruk
M – kelanauan C – kelempungan Deskripsi tanah mencakup parameter:
1) Warna
Tanah dan batuan memiliki berbagai macam warna. Warna dari tanah dan batuan merupakan karakteristik yang penting di dalam kegiatan identifikasi material ini. Beberapa corak warna yang sering dimiliki tanah dan batuan antara lain seperti pada tabel di bawah ini.
Tabel 1.2. Warna tanah dan batuan
Warna dasar Warna imbuhan
Merah Kemerahan Kuning Kekuningan Coklat Kecoklatan Hijau Kehijauan Biru Kebiruan Kelabu Kekelabuan Hitam Kehitaman Putih Keputih-putihan 2) Ukuran Butir
Secara sederhana berdasarkan ukuran diameter butirnya, tanah diklasifikasikan sebagaimana table 1.1. di atas.
3) Tingkat Kepadatan Relatif
Macam-macam tingkat kepadatan relatif yaitu : Sangat lepas Lepas Sedang Padat Sangat padat (Bowles, J.E. 1986) 4) Tingkat Kekompakan
Tingkat kekompakan biasanya digunakana untuk tanah berbutir kasar, yaitu pasir – gravel. Macam-macam tingkat kekompakan antara lain :
Lepas (loose) yaitu apabila dipegang, butirannya mudah terurai.
Agak lepas (slighly loose) yaitu apabila ditekan dengan tangan, butirannya baru terurai.
Agak kompak (moderate) yaitu apabila ditekan dengan tangan akan sukar terurai.
Kompak (compact) yaitu apabila dipukul dengan palu, butirannya baru terurai.
Sangat kompak (well compact) yaitu apabila dipukul dengan palu, butirannya sukar terurai.
(Bowles, J.E. 1986) 5) Tingkat Kekerasan
Macam-macam tingkat kekerasan antara lain : Sangat lunak (very weak) yaitu bersifat plastis. Lunak (weak) yaitu dapat digores dengan kuku.
Agak keras (moderate) yaitu tidak dapat digores dengan kuku, tetapi dapat digores dengan pisau baja.
Keras (hard) yaitu bila sukar digores dengan pisau baja.
Sangat keras (very hard) yaitu apabila tidak dapat digores dengan pisau baja.
(Bowles, J.E. 1986)
BAB II
SUMUR UJI, PARIT UJI, DAN PENGAMBILAN CONTOH
Penyelidikan bawah permukaan secara langsung dilakukan untuk mengetahui sifat fisik tanah/ batuan dan untuk keperluan pengambilan sampel, baik secara terganggu maupun tak terganggu untuk keperluan penyelidikan laboratorium.
2.1. Sumur Uji
Sumur uji merupakan galian pada tanah yang dibuat untuk mengetahui jenis tanah/ batuan atau mengambil sampel dari tanah/ batuan dalam keperluan penyelidikan geologi teknik. Sumur uji biasanya berkedalaman antara 1 – 4 meter, dan digali dengan tenaga manusia menggunakan peralatan mekanis standar seperti cangkul dan sekop, atau jika ukurannya besar, menggunakan mesin excavator.
Gambar 2.1. Contoh penggalian sumur uji
Gambar 2.2. Pengamatan lapisan tanah secara detail dari sumur uji
Teknik ini dapat menghasilkan sampel permukaan tanah ukuran besar dan dapat digunakan untuk mengamati lapisan tanah secara teliti. Bentuk penampang sumur uji bisa empat persegi panjang, bujur sangkar, bulat atau bulat telur (ellip) yang kurang sempurna. Tetapi bentuk penampang yang paling sering dibuat adalah empat persegi panjang; ukurannya berkisar antara 75 x 100 m sampai 150 x 200 m. Sedangkan kedalamannya tergantung dari kedalaman endapan bahan galiannya atau batuan dasar (bedrock)nya dan kemantapan (kestabilan) dinding sumur uji. Bila tanpa penyangga kedalaman sumur uji itu berkisar antara 4 – 5 m.
Agar dapat diperoleh gambaran yang representatif mengenai bentuk dan letak endapan bahan secara garis besar, maka digali beberapa sumur uji dengan pola yang teratur seperti empat persegi panjang atau bujur sangkar (pada sudut-sudut pola tersebut digali sumur uji) dengan jarak-jarak yang teratur pula (100 – 500 m), kecuali bila keadaan lapangan atau topografinya tidak memungkinkan. Dengan ukuran, kedalaman dan jarak sumur uji yang terbatas tersebut, maka volume tanah yang digali juga terbatas dan luas wilayah yang rusak juga sempit.
Pada sumur uji, biasanya diambil pula sampel blok, dengan cara memotong tanah berbentuk bongkah. Setelah dipotong, tanah harus segera ditutup permukaannya dengan paraffin/ lilin yang dicairkan agar kandungan airnya tidak
berubah. Setelah lapisan lilin mendingin, baru dimasukkan ke dalam peti sampel untuk dikirim ke laboratorium.
Keuntungan pengambilan sampel dengan cara ini adalah: Kerusakan lebih sedikit
Contoh yang diambil lebih besar
Dapat memilih secara tepat kedalaman dan posisi pengambilan contoh.
2.2. Parit Uji
Pada dasarnya maksud dan tujuannya sama dengan penyelidikan yang mempergunakan sumur uji. Demikian pula cara penggaliannya. Yang berbeda adalah bentuknya; parit uji digali memanjang di permukaan bumi dengan bentuk penampang trapesium dan kedalamannya 2-3 m, sedang panjangnya tergantung dari lebar atau tebal singkapan endapan bahan galian yang sedang dicari dan jumlah (volume) contoh batuan yang ingin diperoleh. Berbeda dengan sumur uji, bila jumlah parit uji yang dibuat banyak dan daerahnya mudah dijangkau oleh peralatan mekanis, maka penggalian parit uji dapat dilakukan dengan dragline atau hydraulic excavator .
Arah penggalian parit uji biasanya disesuaikan dengan keperluan. Misalnya dalam eksplorasi tambang, untuk menentukan kemenerusan suatu lapisan atau urat bijih. Untuk menemukan urat bijih yang tersembunyi di bawah material penutup sebaiknya digali dua atau lebih parit uji yang saling tegak lurus arahnya agar kemungkinan untuk menemukan urat bijih itu lebih besar. Bila kebetulan kedua parit uji itu dapat menemukan singkapan urat bijihnya, maka jurusnya (strike) dapat segera ditentukan. Selanjutnya untuk menentukan bentuk dan ukuran urat bijih yang lebih tepat dibuat parit-parit uji yang saling sejajar dan tegak lurus terhadap jurus urat bijihnya.
Gambar 2.3. Penampang parit uji secara vertical
Gambar 2.4. Arah penggalian parit uji
2.3. Pengambilan Contoh Tanah
Pengambilan contoh tanah bertujuan untuk penyelidikan sifat fisik dan mekanik tanah di laboratorium. Sifat – sifat tersebut antara lain berat isi, kadar air, angka pori, porositas, berat jenis, derajat kejenuhan, permeabilitas, kekuatan, kohesi, dan sebagainya. Untuk mendapatkan sifat – sifat tersebut, kadang diperlukan tanah sesuai kondisi aslinya di lapangan, kadang hanya materialnya saja dengan kondisi yang telah terubah.
Metode pengambilan contoh sesuai keperluannya dibedakan menjadi: 1. Contoh tidak asli (disturbed sample)
Contoh diambil tanpa upaya untuk melindungi struktur asli tanah, misalnya untuk uji ukuran butir, batas Atterberg, pemadatan, berat jenis, dsb. Pengambilan contoh ini dapat dilakukan dengan berbagai metode, misalnya penggalian sumur uji atau pemboran tangan. Tanah diambil kemudian dimasukkan dalam kantong plastic atau karung jika memerlukan contoh dalam jumlah besar. Kantung segera dinamai dan diberi label dan keterangan berupa lokasi, titik pengambilan, kedalaman, dan keterangan lain.
2. Contoh asli (undisturbed sample)
Contoh diambil sedemikian sehingga masih menunjukkan struktur, komposisi, dan kandungan air asli di lapangan. Untuk mendapatkan hal tersebur, perlu metode yang tepat dan hati – hati. Metode yang digunakan adalah dengan tabung contoh atau tabung penginti.
Syarat tabung contoh yang digunakan adalah: Dinding tabung harus setipis mungkin.
Permukaan licin
Ujung pemotong harus baik dan tajam
Ketentuan – ketentuan pengambilan contoh di lapangan adalah: Lubang bor harus bersih dari lumpur dan kotoran.
Tabung ditekan langsung kedalam tanah dengan alat bor.
Sebelum diangkat, pastikan tanah dalam kondisi melekat baik pada tabung, dan angkat dengan hati – hati.
Setelah tanah terambil dalam tabung, tutup ujungnya dengan parafin untuk mencegah pengeringan.
Simpan contoh terambil dalam kotak kayu yang kuat
BAB III
PEMBORAN TANGAN
3.1. Pengertian dan Tujuan
Dalam survey geologi teknik di lapangan, metode penyelidikan yang umum dipakai salah satunya adalah pemboran tangan. Pemboran tangan adalah penyelidikan dengan membuat lubang ke dalam tanah dengan alat pemboran manual yang digerakkan dengan tenaga manusia. Pemboran ini dilakukan untuk mengetahui kondisi tanah dengan kedalaman yang dekat permukaan. Pemboran tangan merupakan metode yang murah dan mudah, serta cocok untuk penyelidikan pada tanah permukaan yang konsistensinya lunak hingga kaku.
Tujuan pemboran tangan adalah sebagai berikut:
Mengidentifikasi jenis dan lapisan tanah pada kedalaman dangkal. Mengambil contoh tanah terganggu (disturbed sample)
Membuat lubang untuk memasukkan tabung contoh pada kedalaman tertentu untuk mengambil tcontoh tanah asli (undisturbed sample) Memasukkan alat uji lapangan pada kedalaman yang dikehendaki,
misalnya sondir, SPT, dan lainnya.
Setelah pengambilan sampel tanah dari bawah permukaan, akan dilakukan pendiskripsian langsung. Parameter yang diselidiki meliputi sifat fisik tanah yang diambil pada saat pemboran dilakukan, meliputi warna, ukuran butir, kandungan air, kekerasan, kekompakan, serta tingkat pelapukan pada saat setiap lapisan tanah yang tertembus mata bor. Biasanya pemboran tangan dilakukan di samping lubang sondir agar didapatkan korelasi antara kekuatan tanah dan jenis tanah yang dikandungnya. Data yang diperoleh dari pendeskripsian ini digunakan untuk membuat penampang/ profil tanah yang diselidiki.
3.2. Jenis-jenis Bor tangan
1. Posthole/ Iwan auger : digunakan pada diameter 100 – 200 mm
2. Helical auger : efektif pada lempung, namun susah dipakai di bawah muka airtanah 3. Gravel auger : digunakan pada gravel 4. Barrel auger : digunakan pada rig
percussion ringan.
5. Dutch auger 6. Spiral auger
3.3. Peralatan dan Perlengkapan dalam Pemboran Tangan
Dalam kegiatan pemboran tangan diperlukan peralatan sebagai berikut 1. Auger
2. Stang engkol pemutar 3. Stang bor
4. Casing jika diperlukan 5. Kantung sampel
6. Form deskripsi profil tanah 7. Label dan alat tulis
Gambar 2.2. Perlengkapan bor tangan dan pengambilan sampel
Keterangan gambar
1. Stang Engkol Pemutar
2. T-stuk pemutar 3. Stang bor 4. Iwan Auger 5. Palu 6. Kepala Penumbuk 7. Stick Apparat 8. Tabung contoh
Penentuan titik pemboran tangan
Persiapan alat
Membersihkan lokasi sekitar titik bor dari sampah, rumput, kerikil dsb
Memasang rangkaian alat bor dari stang bor, engkol, dan auger
Menekan auger ke dalam tanah dengan memutar engkol hingga kedalaman 25 cm
Cabut auger dan angkat secara hati - hati
Keluarkan contoh tanah pada auger untuk dideskripsikan
Simpan contoh tanah dalam kantung sampel dan beri label
Bersihkan auger, ulangi pemboran dan pengambilan contoh tiap 25 cm hingga kedalaman yang diinginkan 3.4. Prosedur Pemboran Tangan
Berikut merupakan alur prosedur pemboran tangan:
3.5. Pencatatan (Logging)
Pekerjaan mencatat dab menggambar jenis – jenis litologi menurut kedalaman disebut dengan Logging. Meliputi sifat – sifat fisik batuan untuk mengetahui daya dukung tanah terhadap suatu konstruksi teknik yang akam didirikan. Macam – macam sifat fisik batuan yang biasa dilakukan dalam suatu pencatatan (logging) adalah warna, jenis litologi, ukuran butir, tingkat pelapukan, kekompakan, kekerasan, dan kepadatan relatif.
Yang perlu dilakukan dalam logging adalah mengamati sifat-sifat fisik batuan seperti tingkat pelapukan, tingkat kekompakan, tingkat kekerasan, tingkat kepadatan relatif.
1. Tingkat pelapukan
Tabel 2.1. Tingkat Pelapukan
Tingkat pelapukan Keterangan
Segar (fresh) Tidak terlihat adanya pelapukan.
Lapuk ringan (slight) Pelapukan sampai berkembang dalam lubang yang tidak menerus tetapi betuannya lapuk sedikit.
Lapuk sedang (Moderate)
Pelapukan meluas, tetapi batuan tidak dapat diremas. (< 50 % batuan telah berubah menjadi tanah).
Lapuk tinggi (High) Pelapukan meluas dan batuan sebagian dapat diremas. (> 50% batuan telah berubah menjadi tanah).
Lapuk semua (complete)
Semua batuan telah menjadi tanah, manun tekstur dan struktur batuan masih terawetkan.
2. Tingkat kekompakan
Tabel 2.2. Standar Kekompakan
Tingkat kekompakan Keterangan
Lepas (loose) Apabila dipegang fragmen/butirannya mudah terurai. Agak lepas (slightly
loose)
Apabila ditekan dengan tangan, fragmen/butirnya baru terurai
Agak kompak (moderate)
Apabila ditekan dengan tangan akan sukar terurai.
Kompak (compact) Apabila dipukul dengan palu, fragmen/butirannya baru terurai.
Sanagt kompak (well compact)
Apabila dipukul dengan palu, fragmen/butirannya sukar terurai.
3. Tingkat kekerasan
Tabel 2.3. Standar Kekerasan
Tingkat kekerasan Keterangan
Sangat lunak (very weak)
Bersifat plastis
Lunak (weak) Dapat digores dengan kuku
Agak keras (moderate) Tidak dapat digores dengan kuku, tetapi tergores oleh pisau baja.
Keras (hard) Sukar digores engan pisau baja. Sangat keras (very Tidak dapat digores dengan pisau baja.
hard)
4. Tingkat kepadatan relatif
Macam – macam tingkat kepadatan relatif antara lain : a. Sangat lepas.
b. Lepas. c. Sedang. d. Padat. e. Sangat padat.
BAB IV
PEMBORAN INTI
Pemboran inti adalah semua jenis pemboran yang tenaga penggeraknya adalah mesin. Pemboran inti dapat menjangkau kondisi bawah permukaan tanah yang relatif dalam dibandingkan dengan pemboran tangan. Maksud pemboran inti adalah untuk mengetahui kondisi bawah permukaan yang jangkauannya relatif lebih dalam dibandingkan dengan pemboran tangan. Berbagai parameter yang diselidiki dalam penyelidikan pemboran inti diantaranya adalah sifat dan kualitas batuan. Berbagai parameter tersebut dapat diperoleh dengan menganalisa sample (core) hasil pengintian (coring).
4.1. Peralatan Pemboran Inti
Pemboran inti menggunakan alat pemboran yang digerakkan oleh mesin. Motor penggerak alat bor biasanya terdiri dari:
a. Alat pemutar stang bor dengan kecepatan yang dapat diatur dan memberikan gaya ke bawah.
b. Pompa untuk mensirkulasikan air ke bawah melalui stang bor.
c. Roda pemutar (winches) dan derrick/ tripod untuk menaik-turunkan rangkaian alat dan stang bor ke dalam lubang.
Mesin bor sendiri terdiri berbagai jenis, antara lain : 1. Long Year (buatan Amerika)
Tipenya bermacam-macam, tipe 24, 34, 44, 54 dengan depth 50-300 m serta 3-76 cm.
2. Acker (buatan Belanda) → dikaitkan dengan truk (menara rebah dalam truk).
3. Diamond Core Drill
D 200 : 200 m = 3 – 4.5 m ; D 500: 500 m = 3 – 5.5 serta D 700 : 600 m = 3-6. 4. SBUD (untuk pemboran inti).
5. Tone (digunakan untuk SPT, panjang 5.6 – 7.6 cm, kedalaman 100-250 m). 6. Joi Voltas (kekuatan masuk tergantung berat stang bor dan kecepatan putar, tidak
praktis untuk batuan keras)
Skema suatu alat pemboran inti pada dasarnya terdiri dari menara, tubuh mesin bor serta pipa atau alat konstruksi bawah permukaan.
Gambar 4.1. Skema Peralatan Pemboran Inti (Sosrodarsono dan Nakazawa,1981 dalam Indriyanto, 2004)
Tabung penginti/ core barrel untuk mengambil inti batuan, terdiri dari tiga jenis, yaitu Single tube core barrel, double tube core barrel, dan Triple tube core barrel.
Gambar 4.2. Single tube core barrel
Tabel 4.1. Peralatan Dalam Pemboran Inti Beserta Fungsinya
Bagian Fungsi Keterangan
Pompa air Memompa air agar mampu
mengangkat dan menekan air formasi
Sambungan berputar
Meneruskan air dari selang bor ke stang bor
Batang bor Sebagai aluran air Panjang bervariasi mulai dari 0.61, 0.5, 1.5, 3, 3.305, 4.12 serta 2.5 meter. Sedangkan beratnya mencapai 11.25 kg Hammer Mengatasi bila rangkaian
terjepit
Berat mencapai 60 kg Pipa pelindung
(casing)
Untuk melindungi supaya air tidak masuk formasi,
memperlancar air
pembilas, memperlancar
keluar masuknya
rangkaian bor, serta melindungi lubang bor jika terjadi caving.
Panjang casing 0.5 - 2.5 m dan maksimum 3 m. Pahat casing diletakkan pada ujung rangkaian casing untuk memasukkan casing ke dalam lubang bor. Jika batuan lunak berfungsi sebagai sepatu casing dan biasanya tebal
Tabung penginti Untuk mengambil inti batuan (core) pada saat pekerjaan
Terdapatnya berbagai macam tabung inti diantaranya : Single CB (satu tabung dengan panjang 1.5 m) untuk batuan yang lunak kurang cocok karena dapat tercuci oleh air. Double CB (dua tabung, yaitu lapis dalam untuk menangkap inti dan lapis luar untuk sirkulasi air. Triple CB (terdiri dari tiga bagian, yaitu tabung luar dalam dan penginti untuk mengeluarkan inti batuan hasil coring.
Pahat inti (mata bor)
Untuk membuat lubang dengan cepat
Jenisnya terdiri dari : Non coring bit (terdiri dari shooping bit untuk memecah batuan yang keras dengan cara di tumbuk atau dijatuhkan serta
rock bit untuk pemboran minyak atau
air) serta jenis kedua adalah coring bit yang berfungsi untuk pengambilan inti batuan.
4.2. Tahapan Pemboran Inti
Penyelidikan pemboran inti pada dasarnya terbagi dalam beberapa tahap antara lain :
1. Tahap persiapan (penyimpanan data, melakukan eksplorasi dan lainnya). 2. Penentuan lokasi dan penempatan alat.
Penentuan lokasi didasrkan atas hasil survey di lapangan. 3. Tahap pemboran inti.
Dilakukan dengan pemboran pada lapisan tanah sesuai dengan kedalaman tertentu. Umumnya dilakukan dengan cara putaran (rotary drilling), mempergunakan system hidrolis dan air pembilas atau Lumpur pemboan. Hal-hal yang prlu diperhatikan selama pemboran dan sesudahnya adalah :
Selama pemboran perlu dicatat tentang tanggal pemboran, mulai dan selesainya inti yang terambil, sirkulasi air, jenis bit dan tabung penginti, serta rotary per minute.
Sesudah pemboran langsung dilakukan pengamatan terhadap core. Pengamatan meliputi warna, tekstur, struktur, tingkat pelapukan, tingkat kekompakan serta tingkat kekerasan batuan.
4. Pengambilan inti batuan dan berbagai pengujian di lapangan.
Dilakukan dengan pemboran pada lapisan tanah sesuai dengan kedalaman tertentu dan dilanjutkan dengan pengambilan inti batuan oleh alat core barrel. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam proses pengambilan inti batuan adalah :
Bentuk pipa sebaiknya menggunakan jenis thin wall.
Macam kekuatan batuan terhadap thin wall harus diperhatikan. Cara memasukkan dan mencabut thin wall harus hati-hati.
Cara membungkus batuan dan memelihara sampel batuan sesuai dengan prosedur.
Setelah pengambilan inti batuan, biasanya diikuti dengan berbagai pengujian di lapangan, diantaranya pengujian nilai SPT (Standart Penetration Test) yang dibahas lebih jauh dalam acara Uji Mekanika Tanah serta pengujian lainnya seperti pengujian Lugeon dan sebagainya.
Contoh inti batuan yang diperoleh dideskipsi sesuatu dengan kedalamannya. Pekerjaan mencatat dan menggambar jenis-jenis litologi menurut kedalaman disebut logging. Meliputi sifat-sifat fisik batuan untuk mengetahui daya dukung tanah terhadap suatu konstruksi teknik yang akan didirikan. Berikut ini macam-macam sifat fisik batuan yang biasanya dilakukan dalam suatu pencatatan (logging), yaitu : warna, jenis litologi, ukuran butir, tingkat pelapukan, kekompakan, kekerasan, dan kepadatan relatif.
Pekerjaan pemboran inti dilaksanakan dengan tujuan untuk memperoleh data geologi teknik bawah permukaan tanah (insitu testing) yang akan digunakan untuk analisa geologi teknik melalui pengujian lapangan dan laboratorium.
Hasil pengeboran yang berupa inti berbentuk batang dimasukkan ke dalam kotak khusus, sedang hasil analisanya digambarkan sebagai profil geologi bawah permukaan tanah. Berikut adalah parameter deskripsi dalam suatu pencatatan (logging), yaitu : warna, jenis litologi, ukuran butir, tingkat pelapukan, kekompakan, kekerasan, dan kepadatan relatif.
4.4. Kualitas Batuan/ Rock Quality Designation (RQD)
Pada tahun 1967 D.U. Deere memperkenalkan Rock Quality Designation (RQD) sebagai sebuah petunjuk untuk memperkirakan kualitas dari massa batuan secara kuantitatif. RQD didefinisikan sebagai persentasi dari perolehan inti bor (core) yang secara tidak langsung didasarkan pada jumlah bidang lemah dan jumlah bagian yang lunak dari massa batuan yang diamati dari inti bor (core). Hanya bagian yang utuh dengan panjang lebih besar dari dua kali diameter inti yang dijumlahkan kemudian dibagi panjang total pengeboran (core run).
Tata cara dalam penghitunagn nilai RQD dari suatu core hasil pemboran inti, sedangkan harga RQD dinyatakan dengan persamaan :
RQD=Panjang inti yang lebi h besar dari 2 x diameter inti Panjang totalinti batuan yang didapat ×100
1. Retakan harus asli
2. Panjang minimal retakan 10 cm 3. Batuan harus keras dan kompak
4. Contoh batuan yang harus menunjukkan keadaan sebenarnya dilapangan.
Dalam menghitung nilai RQD, metode langsung digunakan apabila core logs tersedia. Tata cara untuk menghitung RQD menurut Deere diilustrasikan pada Gambar 1. Call & Nicholas, Inc (CNI), konsultan geoteknik asal Amerika, mengembangkan koreksi perhitungan RQD untuk panjang total pengeboran yang lebih dari 1,5 m. CNI mengusulkan nialai RQD diperoleh dari persentase total panjang inti bor utuh yang lebih dari 2 kali diameter inti (core) terhadap panjang total pengeboran (core
run).Metode pengukuran RQD menurut CNI diilustrasikan pada gambar di bawah:
Gambar 4.4. Metode pengukuran RQD menurut Deere
Panjang total pengeboran (core run) = 100 cm Diameter core = 5 cm
RQD =
∑
panjang coretotalpanjang core>2 x d X 100RQD = 84 %
Nilai dari RQD yang diperoleh nantinya dapat dibandingkan dengan tabel RQD standar yang menunjukkan nilai kualitas dari batuan tersebut.
Tabel 4.2. Kualitas batuan berdasarkan nilai RQD (Deere, 1967) Kualitas Batuan RQD (dalam %)
Sangat buruk 0-25
Buruk 25-50
Sedang 50-75
Baik 75-90
BAB V
UJI PENETRASI INSITU
Dalam perencanaan konstruksi teknik, dilakukan pula pengujian untuk mengetahui kekuatan dan daya dukung tanah/ batuan. Dengan nilai yang diperoleh dari uji di lapangan, dapat diketahui daya dukung dan kekuatan secara empiris. Uji penetrasi dibedakan menjadi dua, yaitu uji penetrasi statis (Sondir/ Cone Penetrometer) dan uji penetrasi dinamis (Standard Penetration Test/ SPT)
5.1. Uji Penetrasi Sondir
Metode percobaan di lapangan yang umum dilakukan pemeriksaan dan penyelidikan di lapangan adalah percobaan penetrasi atau penetration test yang menggunakan alat penetrometer. Cara penggunaan alat tersebut ialah dengan jalan menekan atau memutar stang-stang yang mempunyai ujung khusus ke dalam tanah, kita dapat menentukan dalamnya berbagai lapisan tanah yang berbeda dan mendapatkan indikasi tentang kekuatannya. Penyelidikan semacam ini disebut percobaan penetrasi dan alat yang dipakai disebut penetrometer statis (sondir). Penetrometer statis di Indonesia di pakai secara luas hanyalah Alat Sondir (Duth Penetrometer), juga disebut Ducth deep sounding apparatus, yaitu suatu alat statis yang berasal dari negeri Belanda (Gambar 5.1.).
5.1.1. Tipe Peralatan Sondir
Peralatan sondir yang digunakan adalah mata sondir, yaitu alat khusus yang dapat melakukuan penetrasi ke dalam tanah, konus biasa atau tunggal dan konus ganda atau bikonus. Untuk bikonus yang biasa digunakan Duth Cone Penetrometer jenis ini dengan kapasitas maksimum = 250 kg/cm2. Besarnya cone yang digunakan dapat diubah-ubah tergantung kebutuhannya atau jenis tanah tersebut.
a. Konus biasa (mantel konus, standard type)
Pada tipe standar yang diukur hanya perlawanan ujung (= nilai konus) yang dilakukan dengan hanya menekan stang bagian dalamnya saja. Seluruh bagian tabung luar dalam keadaan diam (statis). Gaya yang dibutuhkan untuk menekan kerucut ke bawah dibaca alat pengukur (gauge). Setelah pengukuran dilakukan, konus, stang-stang dan casing luarnya saja. Jadi secara otomatis akan mengembalikan konus tersebut pada posisi yang siap untuk pengukuran berikutnya.
b. Bikonus (friction sleeve atau adhesion jacket type)
Pada tipe bikonus yang diukur adalah baik nilai bikonus maupun hambatan pelekat. Caranya dengan menekan stang dalam yang menekan konus ke bawah dan dalam keadaan ini hanya nilai konus yang diukur. Bila konus telah ditekan ke bawah sedalam 4 cm maka dengan sendirinya akan mengkait
friction sleeve dan ikut membawanya ke bawah bersama-sama sedalam 4 cm
juga.jadi disini baik nilai konus maupun hambatan pelekat dapat diukur bersama-sama. Kemudian dengan hanya menekan casing luarnya saja, konus,
friction sleeve dan stang-stang keseluruhannya akan tertekan ke bawah sampai
titik kedalaman dimana akan dilakukan pembacaan berikutnya. Pada posisi ini secara otomatis kedudukan konus dan friction slevee seperti : kedudukan semula dan siap untuk percobaan berikutnya. Pembacaan dilakukan setiap 20 cm.
Gambar 5.2. Macam-macam ujung konus pada alat sondir (Wesley, 1977) 5.1.2. Kelebihan dan Kelemahan Sondir
Keuntungan dalam mempergunakan alat sondir ini adalah : a. Cukup ekonomis
b. Apabila contoh tanah pada boring tidak bisa diambil (tanah lunak / pasir).
c. Dapat digunakan manentukan daya dukung tanah dengan baik d. Adanya korelasi empirik semakin handal
e. Dapat membantu menentukan posisi atau kedalaman pada pemboran f. Dalam prakteknya uji sondir sangat dianjurkan didampingi dengan uji
lainnya baik uji lapangan maupun uji laboratorium, sehingga hasil uji sondir bisa diverifikasi atau dibandingkan dengan uji lainnya.
Sondir atau Cone Penetration Test memiliki kelebihan dan kekurangan, antara lain :
1. Kelebihan Alat Sondir (Sosrodarsono, S., 1981) :
a Dapat dengan cepat menentukan lapisan keras dan diperkirakan perbedaan lapisan serta cukup baik untuk digunakan pada lapisan yang berbutir halus. b Dengan rumus empiris hasilnya dapat digunakan untuk menghitung daya
dukung tiang.
2. Kekurangan Alat Sondir (Sosrodarsono, S., 1981) :
a. Jika terdapat batuan lepas bisa memberikan indikasi lapisan keras yang salah dan tidak dapat mengetahui jenis tanah secara langsung.
b. Jika alat tidak lurus dan konus tidak bekerja dengan baik maka hasil yang diperoleh bisa meragukan.
5.1.3. Tujuan Uji Penetrasi Sondir
Tes sondir dimaksudkan untuk mengetahui perlawanan penetrasi konus/ conus
resistance (qc) dan hambatan lekat/ cleef friction (F). Perlawanan penetrasi konus
adalah perlawanan tanah terhadap ujung konus yang dinyatakan dalam gaya per satuan luas. Hambatan lekat adalah perlawanan geser tanah terhadap mantel bikonus dalam gaya per satuan luas.
Jenis metode sondir dapat dilakukan dengan suatu perhitungan dalam penentuan suatu nilai Local Friction (LF), Friction Ratio (FR) dan Total Friction (TF) seperti pada rumus (Sosrodarsono, S., 1981):
1 Cleef friction/hambatan lekat (HL) dihitung dengan rumus:
HL= qt−qc
faktor alat (luas konus)(A )×tahap pembacaan(D)
qt=qc + f
Keterangan:
qc = perlawanan penetrasi konus/ conus resistance (kg/cm2) f = gaya friksi tanah terhadap selubung konus (kg/cm2) qt /qf = jumlah perlawanan (kg/cm2)
faktor alat = luas konus (standar) = 10 cm tahap pembacaan = 20 cm
Local Friction=qt−qc
10
Friction Ratio= Local friction
Conus resistanceX 100
2 Grafik yang dibuat antara lain : perlawanan penetrasi konus (qc) pada setiap kedalaman dan jumlah hambatan pelekat/ Total Friction (TF) pada setiap kedalaman.
Total Friction(kumulatif )=HL1+HL0
Gambar 5.3. Grafik hasil percobaan sondir (Wesley, 1977)
Hasil grafik yang dihasilkan pada Cone Penetration Test, terlihat ada grafik yang berbentuk zig-zag pada kedalaman tertentu dan ada grafik yang lebih lembut (smooth) pada kedalaman tertentu, hal ini menggambarkan jenis tanah yang ada pada kedalaman tersebut. Jika terlihat grafik berbentuk zig-zag maka jenis tanah tersebut lebih condong ke jenis tanah pasir, tetapi jika grafik lebih membentuk garis yang lebih lembut, hal ini menunjukkan pada kedalaman tersebut jenis tanah lebih cenderung ke jenis tanah lempung, hal ini disebabkan karena partikel pada pasir lebih besar daripada lempung
5.2.4. Hubungan Empiris Kekuatan Tanah Berdasarkan Uji Sondir
Harga perlawanan konus hasil uji penetrasi sondir pada lapisan tanah/batuan dapat dihubungkan secara empiris dengan kekuatannya. Pada tanah berbutir halus
(lempung – lanau), dapat ditentukan tingkat kekerasan relatifnya. Sedangkan pada tanah berbutir kasar (pasir – gravel), dapat ditentukan tingkat kepadatan relatifnya.
Tabel 5.1. Konsistensi tanah lempung berdasarkan hasil sondir (Terzaghi dan Peck, 1948)
Konsistensi Conus Resistance(qc) Kg/cm2
Friction Ratio
(FR) % Sangat Lunak/ very soft
Lunak/ soft Teguh/ firm Kaku/ stiff
Sangat kaku/ very stiff Keras/ hard < 5 5 – 10 10 – 35 30 – 60 60 – 120 > 120 3.5 3.5 4.0 4.0 6.0 6.0
Tabel 5.2. Kepadatan lapisan tanah berdasarkan hasil sondir (Terzaghi dan Peck, 1948)
Konsistensi Conus Resistance(qc) Kg/cm2
Friction Ratio
(FR) % Sangat Lepas/ very loose
Lepas/ loose
Setengah lepas/ medium Padat/ dense
Sangat padat/ very dense
< 20 20 - 40 40 - 120 120 - 200 > 200 2.0 2.0 2.0 4.0 4.0
5.2. Standard Penetration Test (SPT)
Uji SPT dilakukan untuk mengetaui persebaran sifat fisik berupa kekuatan batuan, secara vertical dan horizontal. Uji SPT dilakukan sewaktu dilakukan pengeboran inti pada lapisan tanah yang diuji, mata bor dilepas dan diganti dengan suatu alat yang disebut standard split barrel sampler. Kemudian, pipa bor diturunkan kembali sampai alat tersebut menumpu lapisan tanah yang akan diuji.
Di atas ujung pipa bor, yang berada di permukaan tanah, dipasang pemberat seberat 63,5 kg yang digantung pada sebuah kerekan. Pemberat ini ditarik naik – turun dengan tinggi jatuh 76 cm. Sesudah suatu permukaan awal sedalam 15 cm, jumlah pukulan untuk setiap penurunan split barrel sampler sebesar 30,5 cm (1 ft) dihitung. Nilai
barrel sampler sedalam 30,5 cm pada setiap pengujian. Jumlah pukulan dihubungkan
secara empiris dengan kerapatan relatif d tanah pasir. Prosedur pengujian SPT adalah sebagai berikut : 1. Dasar lubang diusahakan bersih dari serpihan tanah.
2. Ujung tabung SPT diletakkan di dasar lubang yang di test, dan pekerjaan SPT di mulai.
3. Hammer di tarik ke atas dengan sling baja dengan bantuan winch yang menyatu dengan mesin bor. Setelah jarak dasar hammer dan muka landasan mencapai 75 cm, hammer dijatuhkan bebas. Karena tumbukkan hammer, tabung SPT akan menusuk dasar lubang. Sejumlah tumbukkan SPT menusuk tanah dasar bor sedalam 15 cm.
4. Bacaan pekerjaan SPT dihentikan bila :
a. Total tusukkan mencapai 3 x 15 cm (45 cm), atau
b. Total jumlah tumbukkan telah lebih dari 60 tumbuk walaupun kedalaman tusukkan kurang dari 45 cm (bahkan hanya beberapa mm saja); ini artinya lapis tanah dasar lubang sangat keras, yang bisa berupa batu atau pun sedimentary rock. Data SPT yang dilaporkan adalah N = (N2 + N3) tumbukkan/30 cm; atau N = 60 tumbuk/30 cm
Catatan :
- Jumlah tumbukkan petama, N1 tidak diperhitungkan karena dianggap bacaan tidak benar/flas reading;
- Bila tiga kali (3R) bacaan SPT secara berurutan memperoleh nilai N ≥ 60 tumbuk/ … cm, maka lapis tanah setebal dua (2) jarak test SPT dikatakan sangat keras.
Jumlah pukulan N (blow count) memberikan sebuah petunjuk tentang kepadatan relatif dari pasir atau kerikil, atau tentang hambatan jenis tanah lainnya terhadap penetrasi. Uji ini dapat pula kita gunakan pada batuan lunak, atau pada zona pelapukan dari batuan (Humaryono, 2001). Sebagaimana uji sondir, hasil angka dari uji ini digunakan untuk mengetahui konsistensi relative tanah/ batuan. Gunakan tingkat kekerasan pada tanah berbutir halus; dan tingkat kepadatan pada tanah berbutir kasar.
Tingkat kekerasan Nilai N SPT Kriteria Sangat Lunak <2 Keluar diantara jari bila ditekan
Lunak 2-4 Mudah dibentuk dengan tekanan jari yang
rendah
Teguh 4-8 Dapat ditekan dengan ekanan jari yang kuat
Sangat Teguh 8-15 Membekas bila ditekan dengan ibu jari
Keras 15-30 Membekas bila ditekan dengan kuku ibu jari
Sangat Keras >30 Sulit untuk memperoleh bekas bila ditekan dengan kuku ibu jari
Tabel 5.4. Tingkat kepadatan relatif tanah berbutir kasar (SNI 03 – 2436 – 1991, 2006)
Nilai N SPT Kriteria <4 Sangat Urai 4-10 Urai 10-30 Agak Padat 30-50 Padat >50 Sangat Padat
Gambar 5.3 Skema Peralatan Pengujian Penetrasi (SPT) (Wesley, 1977)
Uji SPT di dalam tanah kerikil atau tanah pasir yang berkerikil harus dianalisis hati – hati, karena bila alat mendorong sekelompok kerikil, akan berakibat jumlah pikiran yang lebih banyak. Umumnya dilakukan hitungan rata – rata statistik dari lapisan pada kedalaman yang sama, pada tiap – tiap titik pengujian. Dari hasil yang diperoleh, dapat ditentukan jumlah pukulan yang dianggap benar, yang selanjutnya akan dipergunakan dalam perancangan.
Hasil uji SPT adalah grafik fungsi kedalaman terhadap nilai SPT. Tiap grafik dapat dikorelasikan dengan penampang litologi hasil pemboran inti, untuk menentukan jenis tanahnya.
BAB VI
UJI PERMEABILITAS
Menurut Darcy, permeabilitas adalah jumlah air yang merembes melalui tanah dalam satuan waktu tertentu. Hukum Darcy:
Q = k x i x A x t Keterangan:
Q = Debit dalam satuan waktu t k = koefisien kelulusan air i = gradient hidraulik A = luas penampang aliran 6.1. Metode Uji Permeabilitas
Uji permeabilitas di dalam lubang bor ada beberapa macam diantaranya adalah : 6.1.1. Circulation Test
Circulation test dilakukan di laboratorium dengan instrument khusus, terdiri dari
dua metode, yaitu:
1. Constant Head
Cara kerja metode ini adalah:
Tabung berisi air selalu mendapat tambahan air lewat kran, dan dijaga agar ketinggian permukaan air senantiasa tetap.
Tabung berisi contoh batuan atau tanah dengan luas penampang A dan panjang contoh L, bagian atas dan bawahnya ditutup suatu lempeng yang berpori.
Tabung penampung air digunakan untuk mengukur volume air yang tertampung (Q) dalam waktu tertentu (t)
Gambar 6.1. Skema uji constant head (Wesley, 1977)
Perhitungan permeabilitas menggunakan rumus di bawah ini:
Keterangan:
k = koefisien kelulusan air (cm/dtk) Q = jumlah air tertampung
L = panjang contoh tanah/ batuan A = luas penampang contoh
h = beda tinggi konstan (lihat gambar 6.1.) t = waktu pengukuran
2. Falling Head
Lubang bor di isi air sampai penuh. Air dibiarkan turun kemudian di isi lagi berulang-ulang sampai kelihatan lapisan tanah yang di uji jenuh air. Lubang di isi penuh air lagi dan penurunan muka air di ukur dari waktu ke waktu sebagai data untuk menghitung harga permeabilitas lapisan tanah/batuan yang di uji.
Gambar 6.2. Skema uji falling head (Wesley, 1977)
Perhitungan permeabilitas menggunakan rumus di bawah ini:
Keterangan:
k = koefisien kelulusan air (cm/dtk) L = panjang contoh tanah/ batuan a = luas pipa
A = luas penampang contoh h0,1 = beda tinggi (lihat gambar 5.2.)
6.1.2. Packer Test
Pengujian dilakukan pada lubang bor menggunakan tekanan dari air yang dipompakan ke dalam lubang bor. Untuk menyekat zona yang diuji menggunakan karet
packer yang dapat dikembangkan dengan dongkrak atau dengan pemompaan bisa juga
secara hidrolis. Pengujian di tengah-tengah lubang bor dapat menggunakan double packer menggunakan dua karet packer sebagai penyekat di bagian atas dan bawah zona yang di uji (Dwiyanto J.S., 2005)
Rumus yang digunakan dalam perhitungan harga permeabilitas (k) tergantung pada panjang bagian tanah atau batuan yang diuji (L), sebagai berikut:
r L In h L Q k 2
b. Untuk 10r > L ≥ r, digunakan persamaan
r L h L Q k 2 sinh 2 1 Dimana :
k = harga permeabilitas, (cm/detik); Q = debit air yang masuk, (cm3/detik); L = panjang lubang bor yang diuji, (cm); r = jari-jari lubang bor (cm);
h = hp + hs, (cm);
(hp adalah tinggi air yang diperoleh dari konversi pembacaan manometer dan hs adalah tinggi tekanan air);
Catatan : Untuk kondisi artesis dimana muka air tanah berada di atas kedudukan manometer, hs diperhitungkan negatif.
Gambar 6.4. Uji permeabilitas bertekanan (Anonim, 1991)
6.2. Lugeon Unit
Dari uji permeabilitas di dapat harga lugeon unit (Lu) yang didapatkan dengan rumus : L H Q Lu . . 10 Dimana :
Lu = Lugeon unit (liter/m/menit) Q = Debit air yang masuk (liter/menit)
H = Tekanan total (meter) H = h1 +h2 + h3 L = Panjang zona yang diuji (m)
Besarnya harga Lugeon unit ini yang dapat digunakan sebagi batasan dilaksanakannya grouting. Besarnya batasan ini sangat tergantung dari tipe bangunan air yang dibuat.
Pengujian permeabilitas dilakukan dengan dua tipe pelaksanaan yaitu : 1. Tipe A, dilaksanakan dengan satu tekanan sebesar P selama 10 menit. 2. Tipe B, dilaksanakan dengan lima kali perubahan tekanan dengan urutan
sebagai berikut :
1/3 P = tekanan minimum selama 10 menit 2/3 P = tekanan menengah selama 10 menit P = tekanan maksimum selama 10 menit 2/3 P = tekanan menengah selama 10 menit 1/3 P = tekanan minimum selama 10 menit
Pengujian permeabilitas pada primary holes, secondary holes, tertiary
holes tipe tekanan yang digunakan tipe A. Dari hasil pengujian permeabilitas di
hitung harga lugeon unit serta harga permeabilitas. Untuk pengujian permeabilitas dengan tipe B yang dipilih mengikuti “Construction and Design of Cement
Grouting A Guide to Grouting in Rock Foundation, A.C. Houlsby (Wiley Interscience Publication)”.
Tabel 6.1. Derajat permeabilitas menurut Trask, 1950 (dalam Soedibyo, 1993) Koefisien Permeabilitas (K)
(cm/detik) Derajat Permeabilitas
K > 5,0 x 10-2 Sangat lulus air
5,0 x 10-3 < K < 5,0 x 10-2 Lulus air 5,0 x 10-4 < K < 5,0 x 10-3 Setengah lulus air 5,0 x 10-5 < K < 5,0 x 10-4 Setengah tidak lulus air
Tabel 6.2. Penentuan jenis aliran dan nilai Lugeon (Houlsby, A.C., 1976; dalam Dwiyanto J.S., 2005)
BAB VII
SEMENTASI/ GROUTING
7.1. Pengertian Sementasi (Grouting)
Menurut konsultan boring dan grouting pada bendungan Gonggang (2005) di dalam bukunya ”Pedoman Grouting Bendungan”, grouting adalah penyuntikan bahan semi kental (slurry material) ke dalam tanah/batuan dengan bertekanan melalui lubang bor, dengan tujuan menutup diskontinuitas terbuka, rongga-rongga dan lubang-lubang pada lapisan yang dituju dan bahan tersebut akan mengeras di dalam.
Di Indonesia mengenal grouting tercatat pada proyek bendungan pampasan Jepang, yaitu Bendungan K-3 (Karangkates, Kali Konto dan Riam Kanan) pada tahun 1962. Bendungan besar buatan zaman Belanda dan diawal Republik Indonesia, seperti Penjalin, Malahayu, Prijetan, Cacaban, Darma dan Pacal dirancang tanpa perbaikan pondasi dengan grouting karena berdiri pada pondasi yang sudah kokoh dan kedap. Seperti halnya bendungan Jatiluhur merupakan bendungan besar di Indonesia yang dibangun tahun 1958, tanpa perbaikan pondasi dengan grouting karena tapak bendungan berada pada formasi batu lempung yang kedap dan berstruktur geologi sinklinorium yang stabil.
7.2. Tipe – Tipe Grouting
Bermacam-macam manfaat grouting telah dibuktikan secara sukses diantaranya untuk memperkecil rembesan air dalam tanah, memperkuat kondisi batuan, menambah kepadatan batuan, mempererat hubungan antara bangunan dan batuan serta mengisi rongga-rongga antara bangunan terowongan dan batuan. Manfaat tadi seringkali tidak berdiri sendiri-sendiri tetapi dapat juga dikombinasikan.
Menurut Pangesti (2005), fungsi grouting di dalam tanah atau batuan dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:
a. Penetrasi atau Penembusan (permeation/penetration)
Grouting mengalir ke dalam rongga tanah dan lapisan tipis batuan dengan pengaruh
minimum terhadap struktur asli.
b. Kompaksi atau Pemadatan (compaction/controlled displacement)
Material grouting dengan konsistensi sangat kental dipompakan ke dalam tanah sehingga mendorong dan memadatkan.
c. Rekah Hidrolik (hydraulic fracturing)
Apabila tekanan grouting lebih besar dari kuat tarik batuan atau tanah yang di grouting, akhirnya material pecah dan grouting dengan cepat menembus zona rekahan.
Gambar 7.1. Berbagai fungsi sementasi pada tanah dan batuan (Pangesti, 2005)
Manfaat dari pekerjaan grouting antara lain adalah sebagai berikut : a. Menahan aliran air dan mengurangi rembesan
b. Menguatkan tanah dan batuan
c. Mengisi rongga dan celah pada tanah dan batuan sehingga menjadi padat d. Memperbaiki kerusakan struktur
e. Meningkatkan kemampuan anchor dan tiang pancang
f. Menghindarkan dari material fluida yang dapat merusak tanah atau batuan
Menurut Kadar Budiyanto tahun 2000 di dalam bukunya “Pelaksanaan
Grouting Bendungan Sangiran, Ngawi , Jawa Timur”, berdasarkan tujuannya, tipe grouting dapat dibedakan menjadi :
a. Sementasi Tirai (Curtain Grouting)
Sesuai dengan namanya sebagai konstruksi penyekat atau tabir, berfungsi sebagai penghalang (cut-off atau barrier) dari rembesan air dalam pondasi bendungan yang cenderung membesar atau bocor. Tujuan utama dari grouting ini adalah membentuk lapisan vertikal kedap di bawah permukaan, disamping juga untuk menambah kekuatan pondasi bendungan.
Blanket grouting dilaksanakan bersamaan atau sebelum grouting tirai, hal
ini tergantung dari keadaan geologi setempat. Tujuan dari blanket grouting adalah untuk memperbaiki lapisan permukaan tanah atau batuan pondasi yang langsung berhubungan dengan inti (core). Disamping itu untuk melindungi grouting tirai yang langsung berhubungan dengan seepage water.
c. Sementasi Konsolidasi (Consolidation Grouting)
Fungsi utama dari grouting konsolidasi adalah sama dengan blanket
grouting bahkan dalam beberapa buku konsolidasi juga disebut sebagai blanket grouting. Selain itu fungsi konsolidasi grouting adalah untuk perbaikan kondisi
fisik perlapisan tanah permukaan, karena ada kemungkinan permukaan tanahnya retak atau jelek. Fungsi lain grouting konsolidasi adalah untuk menyeragamkan dan menguatkan permukaan pondasi bendungan, struktur atau untuk menyelubungi terowongan.
d. Sementasi Kontak (Contact Grouting)
Fungsi dari grouting kontak adalah untuk menghubungkan antara lapisan lama dengan lapisan yang baru. Jadi antara lapisan yang sejenis maupun yang berbeda juga bisa, misalnya pada bendungan di bawah concrete pad. Disini dilakukan grouting kontak untuk menghubungkan antar pemukaan river bed dengan lapisan concrete. Pada kondisi lain dapat juga dilakukan grouting kontak antara struktur concrete lining terowongan, besi penyangga dengan batuan atau lapisan beton yang rusak.
e. Sementasi Semprot (Slush Grouting)
Untuk menutup permukaan pondasi bendungan, waduk atau struktur dengan tujuan mencegah kebocoran pada kontak antara pondasi dan material pondasi di atasnya dengan cara menyemprotkan semen atau mortar pada permukaan batuan pondasi untuk menutup celah, kekar atau rongga. Pemakaian bahan grout halus dikenal dengan guniting dan grout kasar dikenal sebagai shotcreting.
f. Cavity Grouting
Grouting ini digunakan untuk mengisi lubang atau celah antara struktur concrete dengan batuan atau lining terowongan dengan batuan.
Pada prinsipnya sama dengan grouting tirai yaitu dengan membuat lapisan yang kedap air, tetapi dilaksanakan pada terowongan.
7.3. Pertimbangan Geologi Dalam Pelaksanaan Grouting
Dalam hal perencanaan grouting, harus memahami secara rinci informasi geologi lokal dari lokasi yang akan dikerjakan, misalnya untuk rencana tapak bendungan (damsite). Berbagai informasi geologi diantaranya jenis batuan, apakah seluruhnya seragam batuan beku atau campuran batuan sedimen dan metamorf. Bagaimana penyebarannya secara horisontal maupun vertikal, berapa ketebalan dan posisi pelapisan batuannya. Kemudian bagaimana sifat keteknikannya (engineering properties), baik dalam sifat utuh (intact properties) maupun sifat massa (properties) secara kualitatif maupun kuantitatif.
1. Pertimbangan Struktur Geologi
Beberapa struktur geologi yang perlu dicermati dalam perencanaan
grouting, diantaranya adalah kekar, sesar, patahan, dan ketidakselarasan. Kekar dapat
berkembang menjadi retakan, hancuran, bahkan rongga. Maka perlu diketahui arah dan persebarannya, untuk mengetahui zona yang lolos air.
Posisi arah dan kemiringan lipatan mempengaruhi kecenderungan dari rembesan maupun kebocoran. Penampang memanjang tubuh bendungan yang bertumpu pada lipatan yang miring ke hilir rawan terhadap kebocoran sehingga harus dibuat tabir kedap air diantaranya harus digrouting tirai (curtain grouting). Sesar dalam berbagai ragam wujudnya dan dimensinya merupakan zona lemah (weak zone) apabila dijumpai dalam pondasi konstruksi. Ketidakselarasan pada pondasi bendungan sering menjadi zona lemah (weak zone), baik dari aspek daya dukung maupun kekedapan.
2. Pertimbangan Diskontinuitas Batuan
Dalam perencanaan grouting untuk pondasi batuan evaluasi sifat batuan sebagai individu titik grout, grup titik grout maupun zona grout harus dilakukan, diantaranya bagaimana spasi kekar terbuka, ukuran, arah, kekuatan dan kekerasan batuan yang terkekarkan. Pada kondisi ekstrim misalnya, bukaan kekar sangat lebar dan spasinya rapat, maka akan semakin banyak dibutuhkan titik injeksi.Arah dari kekar terbuka akan mempengaruhi orientasi lubang grouting dan menyebabkan
kemungkinan pergerakan batuan selama grouting. Kekar dengan kemiringan 30 hingga 60o mudah dipotong oleh lubang vertikal dan tidak mungkin bergerak dibanding yang hampir horisontal atau mendekati vertikal. Bertambahnya arah kekar terbuka juga mempengaruhi teknik grouting termasuk pengaturan tekanan grouting.
Gambar 7.2. Kondisi ekstrim yang biasanya membantu dan menyulitkan grouting (Baker, H., 1982 dengan modifikasi)
7.4. Tata Cara Pelaksanaan Grouting 7.4.1. Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam pelaksanaan grouting diantaranya adalah : a. Mesin Bor, digunakan untuk membuat lubang bor pada tanah/batuan yang akan
digrouting.
b. Pompa Tekan, digunakan untuk sirkulasi air dalam pelaksanaan pemboran. c. Mixer, digunakan untuk mengaduk dan mencampur bahan grouting.
d. Pompa Grouting, digunakan untuk memompakan bahan grouting ke dalam lubang bor.
e. Pompa Supply, digunakan untuk supply air dalam pelaksanaan grouting. f. By Pass, digunakan untuk mengatur tekanan grouting.
g. Packer, sebagai penyekat tiap-tiap stage dalam pelaksanaan grouting.
h. Corong, sebagai media masuknya bahan grouting dari mixer ke pompa
grouting. Corong digunakan juga sebagai alat pengukur volume bahan grouting
yang masuk ke dalam lapisan tanah/batuan. 7.4.2. Bahan Grouting
Bahan yang digunakan dalam pelaksanaan grouting antara lain : Semen dan air (+ bentonit)
Lempung
Campuran lempung dan gamping Bahan kimia
Polimer
Untuk pekerjaan filling grouting bahan yang digunakan terdiri dari campuran semen + bentonit + pasir + serbuk aluminium + air. Serbuk aluminium berguna untuk mengurangi penyusutan pada saat bahan grouting membeku. Sedangkan bentonit berfungsi sebagai additive, agar jangkauan grouting menjadi lebih luas.
7.4.3. Alur Kerja
Alur kerja dalam pelaksanaan grouting adalah sebagai berikut : a. Persiapan
Pekerjaan persiapan, meliputi :
Pembuatan andang, digunakan untuk pelaksanaan pemboran (jika diperlukan)
Pembuatan mixing plant, digunakan untuk tumpuan pencampuran bahan
grouting. Dibuat cukup luas untuk menaruh semen dan ruang kerja dalam
pelaksanaan pencampuran. Diberi atap atau tenda agar aman terhadap hujan.
b. Pemboran
Lubang bor berguna sebagai media untuk memompakan bahan grouting ke dalam tanah/batuan.
c. Pencucian lubang bor
Setelah pemboran selesai, lubnag bor dibersihkan dengan air pembilas sampai bersih.
d. Pengujian permeabilitas (permeability test)
Uji permeabilitas akan mendapatkan harga lugeon unit (Lu) dan harga koefisien permeabilitas (K) yang nantinya akan menentukan besarnya tekanan dan perbandingan campuran bahan grouting.
e. Grouting
Dalam menginjeksikan campuran grouting ke dalam lubang bor dengan bahan semen dan air, perbandingan campuran disesuaikan dengan kondisi kelulusan tanah/batuannya. Ada dua macam sistem injeksi:
Sistem sirkulasi,
Sistem grouting ini sirkulasinya tetap dari agitator dan kembali lagi ke agitator.
Gambar 7.7. Sistem injeksi grouting sirkulasi (James Warner, 2005)
Sistem langsung,
Hanya terdiri dari garis grouting tunggal yang langsung dari pompa ke lubang grouting.
Gambar 7.8. Sistem injeksi langsung (James Warner, 2005)
Pekerjaan injeksi biasanya dilakukan dalam beberapa tahapan. Tahapan tersebut dapa dilakukan dari atas ke bawah (metoda downstage) atau dari bawah ke atas (metoda upstage).
Metoda downstage
Lubang grouting dibor lebih dulu setiap 5 m, kemudian diadakan pembersihan lubang dengan air sampai bersih. Lalu diadakan sementasi sepanjang 5 m tadi sampai selesai. Sesudah bagian 1 selesai digrouting, mesin pengeboran diletakkan di tempat semula, lalu diadakan pengeboran lagi (redrilling) sampai kedalaman 10 m. Prosedur diulang kembali, dibersihkan dengan air dan digrouting dari kedalaman 5 sampai 10 m, dst. Metoda upstage
Lubang grouting dibor sampai mencapai kedalaman yang telah ditentukan. Kemudian pasang packer di dalam lubang bor. Sesudah packer dipasang maka grouting dapat dimulai dengan tekanan cukup tinggi. Sesudah selesai bagian 1, packer ditarik ke atas kemudian grouting dilaksanakan lagi sehingga bagian 2 penuh dengan bubur semen (campuran grouting) seluruhnya, dst.
Setelah pelaksanaan uji permeabilitas selesai dilaksanakan, akan diketahui nilai lugeon. Nilai tersebut digunakan untuk menentukan perlu tidaknya grouting dilaksanakan, serta berapa komposisi campuran awal yang akan diinjeksikan. Dalam hal ini, grouting dilaksanakan jika nilai lugeon lebih dari 5, sebaliknya jika
nilai lugeon kurang dari 5 maka tidak perlu dilakukan grouting. Untuk penentuan campurannya, dapat digunakan standar acuan sebagai berikut:
Jika nilai lugeon 5 - 20 maka campuran awal semen : air = 1 : 5 Jika nilai lugeon lebih dari 20 maka campuran awal semen : air = 1 : 3
Penggunaan campuran awal disesuaikan hasil dari pengujian permeabilitas. Pengentalan campuran injeksi pada prinsipnya dilakukan apabila penetrasi campuran masih cukup besar dalam satuan waktu. Untuk batuan yang sangat lulus air dapat menggunakan campuran langsung kental sesuai harga lugeon unitnya. Suyono (1977), memberikan kriteria yang ditunjukkan pada tabel 7.1.
Tabel 7.1 Kekentalan campuran semen pada saat pelaksanaan grouting (Suyono, 1977 di dalam Sudarminto, 2005)
Perbandingan Campuran (air : semen)
Penetrasi Campuran per 20 menit (liter)
Keterangan Campuran 1 : 8 > 700 < 700 Diubah 1 : 6 Tetap 1 : 8 1 : 6 > 600 < 600 Diubah 1 : 4 Tetap 1 : 6 1 : 4 > 500 < 500 Diubah 1 : 2 Tetap 1 : 4 1 : 2 > 400 < 400 Diubah 1 : 1 Tetap 1 : 1
Grouting dinyatakan selesai apabila campuran semen tidak masuk lagi,
namun hal ini sangat lama sehingga diperlukan batasan, yaitu : 20 liter / 15 menit untuk tekanan < 5 kg/cm2
20 liter / 10 menit untuk tekanan antara < 5 sampai 10 kg/cm2 20 liter / 8 menit untuk tekanan > 10 kg/cm2
f. Penutupan lubang bor, setelah pelaksanaan grouting selesai kemudian lubang bor ditutup dengan semen.
Menentukan tekanan grouting yang sesuai adalah salah satu pekerjaan yang sulit, sehingga memerlukan pengalaman, keahlian dan ketelitian dari perencana maupun pelaksananya. Apabila terlalu rendah tekanannya maka campuran semen tidak mencapai lubang yang agak jauh yang berakibat grouting menjadi tidak efektif. Sebaliknya apabila terlalu besar tekanannya dapat merusak struktur batuan dan material grouting dapat mencapai daerah yang terlalu jauh, sehingga tidak efisien.
Pada waktu diadakan grouting harus disediakan alat-alat ukur (water pas) guna mengikkuti perkembangan apakah titiknya berubah atau tetap. Tekanan grouting tergantung pada :
a. Jenis batuan serta retakan, celah dan rekahan yang ada. b. Berat batuan yang ada di atasnya.
c. Perbandingan air semen (water cement ratio)
d. Hasil grouting yang pernah dilaksanakan atau hasil pengujian grouting sebelumnya.
Ada beberapa pedoman untuk penentuan besarnya tekanan grouting, salah satu cara adalah dengan rumus :
Hz P10,4
Atau juga menggunakan rumus :
Hz k P1 Dimana :
P = tekanan grouting (kg/cm2)
k = konstanta besarnya berkisar 0,1 sampai 0,3 0,1 untuk tanah
0,3 untuk batuan kompak dan padat
Hz = kedalaman yang diukur dari permukaan tanah sampai setengah zona yang digrouting
Gambar 7.9. Tekanan grouting (Dwiyanto J.S., 2005 dengan modifikasi)
7.4.5. Kedalaman Grouting
Selain terget kelulusan air tersebut, kedalaman grouting akan berpengaruh terhadap rembesan air dalam pondasi. Kedalaman grouting tirai pada bendungan dapat ditentukan dengan rumus empiris Doboku Gakkai (1973) :
C H
d
3 Dimana :
d = kedalaman grouting (meter)
H = head/tinggi air pada bendungan (meter)
C = konstanta dengan besaran harga 8 meter – 20 meter
Menurut Suyono (1977), kedalaman grouting perlu mempertimbangkan kondisi geologi, kelulusan air, lebar bagian lemah dan lain-lain. Dari pengalaman, Suyono (1977) mengemukakan rumus :
41 , 6 29 , 0 h d Dimana :
d = kedalaman grouting (meter)
BAB VIII
PERHITUNGAN CADANGAN BAHAN BANGUNAN
8.1. Pengertian Bahan Bangunan
Bahan bangunan adalah semua bahan yang digunakan oleh teknik sipil sebagai bahan konstruksi, misalnya batuan, plat baja, pipa, kayu/baja konstruksi dan sebagainya.
Batuan sebagai bahan bangunan berfungsi sebagai :
1. Bahan konstruksi bangunan, contohnya : Andesit, marmer, batugamping. 2. Bahan ornamentasi, contohnya : Marmer, granit.
3. Bahan dasar industri, contohnya : Marmer, gips, lempung.
Faktor penentuan pengusahaan batuan sebagai bahan bangunan : 1. Kualitas/mutu
2. Kuantitas
3. Faktor ekonomis, yaitu biaya pengambilan 8.2. Penyelidikan Sumber Bahan Bangunan
Maksud dan tujuan dari penyelidikan ini adalah untuk mengetahui sumber bahan bangunan untuk suatu bahan kontruksi bangunan tertentu serta menentukan volumenya.
Sebelum melakukannya penyelidikan untuk mendapatkan bahan bangunan perlu dipelajari terlebih dahulu hal-hal berikut:
1. Bahan bangunan apa yang diperlukan 2. Sifat-sifat fisik yang menjadi persyaratan 3. Pengujian-pengujian yang perlu dilakukan
4. Dalam kondisi geologi yang bagaimana diharapkan akan diperoleh cadangan bahan bangunan yang ekonomis
Dalam mencari cadangan bahan bangunan perlu dipertimbangkan : 1. Adanya banguna yang sesuai dengan keperluan
2. Jumlah cadangan yang memadai
3. Letaknya masih efesien, ditinjau dari letak tempat paling dekat (dari jaringan transportasi) dengan rencana konstruksi bangunan
Langkah selanjutnya yaitu mempelajari peta geologi yang ada maupun interpretasi foto udara. Jika telah diketahui tempat yang prospek dari interpretasi peta geologi maupun foto udara, maka selanjutnya dilakukan peninjauan lapangan.
Dari sini dilakukan pemetaan geologi dengan peta dasar skala 1:1000 atau 1:1500. untuk mendapatkan gambaran yang jelas dari keadaan bawah permukaan/tanah dari cadangan bahan bangunan, maka dari hasil peta geologi dilakukan penyelidikan geofisika, biasanya geoseismik dan ditunjang data lapangan atau dari pengeboran inti.
Jika bahan bangunan yang diselidiki memenuhi persyaratan gambaran umumnya cukup ekonomis untuk diambil, maka selanjutnya dilakukan penelidikan yang lebih sistematis dengan pemboran inti/dalam secara grid atau sistematk.
Untuk bahan banguan yang bersifat lepas, dapat dibuat sumur uji untuk mengetahui keadaan bawah permukaannya.
Berdasarkan hasil penyelidikan detail yang sistematis akan didapatkan gambaran: 1. Penyebaran lateral dari bahan bangunan
2. Ketebalan dari bahan bangunan yang dapat dimanfaatkan 3. Ketebalan dari lapisan penutup
4. Teknik pengambilan
5. Bentuk dari bahan bangunan di alam
Selanjutnya untuk mempertimbangkan besarnya cadangan bahan bangunan yang ada dilakukan perhitungan volume dari bentuk penyebarannya di alam.
8.3. Perhitungan Cadangan Bahan Bangunan
Secara umum perhitungan volume ini bentuknya berupa bangun tiga dimensi. Jika bentuknya baik dan teratur dihitung dengan menggunakan pendekatan perhitungan volume bangun ruang sperti kerucut, silinder atau prisma.
Untuk bentuk dike seperti prisma maka dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
Gambar 8.1. Bahan bagunan dengan bentuk dike (Staff Asisten Geologi Teknik, 1999) 6 ) 3 2 1 (A A A xb Vtotal
dengan, A1, A2, dan A3 adalah luas masing-masing penampang dan b adalah kedalaman bahan bangunan yang dimanfaatkan
Untuk cadangan bahan bangunan yang bentuknya tidak teratur, maka perhitungannya dengan membuat secara teratur penampang tegak sejajar dengan jarak yang sama satu dengan yang lainnya. Besarnya cadangan adalah sebagai berikut :
V total = V1-2 + V2-3 + ... + Vn-1+n 2 1 ) ( 2 1 A B xd V 2 1 ) ( 3 2 A B xd V
dengan, A, B, dst adalah luas penampang pada a, b, c dan seterusnya. d1, d2 dan seterusnya adalah jarak-jarak setiap garis penampang.
Beberapa metode perhitungan bahan bangunan yang lain adalah : 1. Metode Trapeziodal
Volume total = VAB + VBC + V dan seterusnya h = interval kontur (jarak antar segmen)
Gambar 8.3. Kenampakan sumber bangunan yang dihitung dengan metode Trapezoidal (Staff Asisten Geologi Teknik, 1999)
2. Metode Grid
V = [(luas satuan x skala) x h] h = interval kontur
Gambar 8.4. Metode grid (Staff Asisten Geologi Teknik, 1999)
Metode ini dilakukan dengan membuat grid atau persegi dengan ukuran 1 x 1 cm pada peta yang ada dan dihitung berapa jumlah persegi tersebut.
Contoh :
Skala 1 : 25.000 dan interval kontur 12,5 m 1 cm2 : 62.500m2 Luas A = 11 satuan = 11 x 62.500 m = Y m2 Luas B = 42 satuan = 42 x 62.500 m = Z m2 Volume = (Y + Z) m2 x h 2 3. Metode Poligon
Metode ini dilakukan dengan menentukan koordinat x dan y pada peta yang ada dan kemudian dimasukkan ke dalam persamaan sebagai berikut:
Luas = ½ [∑(Xn . Yn+1) – ∑(Yn . Xn+1)] Volume = (Y + Z) m2 x h
Gambar 8.5. Metode polygon (Staff Asisten Geologi Teknik, 1999)
4. Metode Segmen
Metode ini dilakukan dengan membuat segmen pada peta yang ada. Segmen tersebut dapat berupa segitiga, segilima dan lain-lain, asalkan dalam pengukurannya mudah. Luas = (I + II + III + ... + N) x Skala peta
Volume = (Y + Z) m2 x h 2
BAB IX
GERAKAN TANAH
Gerakan tanah adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan timbunan, tanah atau material campuran, bergerak kearah bawah dan keluar lereng (Varnes, 1978). Proses terjadinya tanah longsor dapat diterangkan sebagai berikut: air yang meresap ke dalam tanah akan menambah bobot tanah. Jika air tersebut menembus sampai tanah kedap air yang berperan sebagai bidang gelincir, maka tanah menjadi licin dan tanah pelapukan di atasnya akan bergerak mengikuti lereng dan keluar lereng.
9.1. Tipe Gerakan Tanah
Ada dua faktor penting di dalam menentukan tipe-tipe gerakan tanah, yaitu: kecepatan gerakannya dan kandungan air di dalam materi yang mengalami gerakan tanah. Tipe-tipe gerakan tanah tersebut adalah jatuhan (falls), aliran (flows), longsoran (slides), dan amblesan (subsidence).
Gambar 9 .1. Klasifikasi gerakan tanah berdasar kecepatan dan kandungan airnya
Klasifikasi gerakan tanah menurut Varnes (1978), dapat dilihat pada Tabel 9.1. berikut ini.