• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengelolaan Sampah Organik dengan BSF.docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengelolaan Sampah Organik dengan BSF.docx"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

INFO MEMO INFO MEMO

Pengembangan Sistem Pengelolaan Sampah Organik dengan Memanfaatkan Teknologi Bio

Pengembangan Sistem Pengelolaan Sampah Organik dengan Memanfaatkan Teknologi Bio -Konversi

-Konversi

Menggunakan Black Soldier Fly

Menggunakan Black Soldier Fly

I.

I. Latar Latar BelakangBelakang

Permasalahan di negara-negara berkembang, khususnya di negara-negara tropis, selain tidak ada satu Permasalahan di negara-negara berkembang, khususnya di negara-negara tropis, selain tidak ada satu negara pun negara yang berada di wilayah beriklim tropika telah mampu menjadi negara maju (Singapura di negara pun negara yang berada di wilayah beriklim tropika telah mampu menjadi negara maju (Singapura di keluarkan), semua negara-negara di wilayah tropika ini terancam oleh infeksi penyakit-penyakit yang dinamakan keluarkan), semua negara-negara di wilayah tropika ini terancam oleh infeksi penyakit-penyakit yang dinamakan Neglected Tropical Disease

Neglected Tropical Disease (NTD)(NTD) sseperti beragam eperti beragam penyakit akibat cacinpenyakit akibat cacing, nyamuk g, nyamuk atau lalat. atau lalat. Menurut Menurut WorldWorld Health Organization (WHO), sekitar 60 % penduduk Indonesia berpotensi terinfeksi oleh NTD

Health Organization (WHO), sekitar 60 % penduduk Indonesia berpotensi terinfeksi oleh NTD11. . Kondisi Kondisi penyakitpenyakit

tropika ini, menurut Sach (2001) sebagai penyebab utama ketidak-berkembangan di wilayah bumi ini tropika ini, menurut Sach (2001) sebagai penyebab utama ketidak-berkembangan di wilayah bumi ini22..

Evolusi konsumsi makanan bangsa Indonesia juga telah lama mengalami kelaparan konsumsi protein Evolusi konsumsi makanan bangsa Indonesia juga telah lama mengalami kelaparan konsumsi protein hewani.

hewani. Arti protein Arti protein dalam bahasa dalam bahasa YunaniYunani adalah “yang adalah “yang pertama/utama atau yapertama/utama atau yang terpenting”. ng terpenting”. Hal ini benHal ini benarar karena perkembangan ilmu biologi menunjukkan bahwa penciri makhluk hidup adalah DNA dan DNA ini adalah karena perkembangan ilmu biologi menunjukkan bahwa penciri makhluk hidup adalah DNA dan DNA ini adalah bagian dari protein.

bagian dari protein. Tingkat konsumsi protein hewani (telur, daging, ikan, dan susu) penduduk Indonesia per kapitaTingkat konsumsi protein hewani (telur, daging, ikan, dan susu) penduduk Indonesia per kapita pada 2010 sangat rendah yaitu 13.5 gram/kapita/tahun

pada 2010 sangat rendah yaitu 13.5 gram/kapita/tahun33. . Kalau dibandKalau dibandingkan dengan ingkan dengan tingkat konsumsi tingkat konsumsi proteinprotein

hewani per kapita ban

hewani per kapita bangsa Eropa sangatlah jauh ygsa Eropa sangatlah jauh yaitu sekitar 70 gram/hari. aitu sekitar 70 gram/hari. Akibat dari kekurangan Akibat dari kekurangan konsumsikonsumsi protein hewani ini maka rata-rata tinggi badan penduduk Indonesia selama ini menjadi lebih memendek yaitu 158 protein hewani ini maka rata-rata tinggi badan penduduk Indonesia selama ini menjadi lebih memendek yaitu 158 cm untuk pria.

cm untuk pria. Sementara itu rata-rata penduduk pria Jepang dan Korea Selatan lebih dari 170 cm dan pendudSementara itu rata-rata penduduk pria Jepang dan Korea Selatan lebih dari 170 cm dan pendudukuk pria Belanda tinggi badannya sudah mencapai 182 cm

pria Belanda tinggi badannya sudah mencapai 182 cm44. . Sumber pakan yanSumber pakan yang diproses dari tepug diproses dari tepung ikan jumlahnyang ikan jumlahnya

semakin langka dan harganya semakin mahal (Lihat Gambar 1 dan 2 pada bagian akhir Info Memo ini). semakin langka dan harganya semakin mahal (Lihat Gambar 1 dan 2 pada bagian akhir Info Memo ini).

Selain penduduk Indonesia memendek tinggi badannya, penduduk Indonesia mengalami tingkat IQ Selain penduduk Indonesia memendek tinggi badannya, penduduk Indonesia mengalami tingkat IQ yangyang rendah.

rendah. Enam negara (kota) dengan tinEnam negara (kota) dengan tingkat IQ tertinggi adalah negara-negara di Asia Timur, yaitu gkat IQ tertinggi adalah negara-negara di Asia Timur, yaitu Hong Kong danHong Kong dan Singapura masing dengan nilai rata-rata 108; Korea Selatan dengan nilai IQ 106; Jepang dan RRT Singapura masing dengan nilai rata-rata 108; Korea Selatan dengan nilai IQ 106; Jepang dan RRT masing-masing dengan nilai IQ 105; dan Taiwan dengan nilai rata-rata IQ 104.

masing dengan nilai IQ 105; dan Taiwan dengan nilai rata-rata IQ 104. Sedangkan penduduSedangkan penduduk Indonesia mencapaik Indonesia mencapai rata-rata IQ dengan nilai 87 dan penduduk Netherlands rata-rata mencapai IQ 100

rata-rata IQ dengan nilai 87 dan penduduk Netherlands rata-rata mencapai IQ 10055..

Global Food Security Index 2016

Global Food Security Index 2016 menunjukkan bahwa kondisi ketahanan pangan Indonesia masih lemahmenunjukkan bahwa kondisi ketahanan pangan Indonesia masih lemah dengan skor 50.6. Den

dengan skor 50.6. Dengan skor tersebut Indongan skor tersebut Indonesia menempati ranking negara ke 71 desia menempati ranking negara ke 71 daari 113 negara. aari 113 negara. Negara- Negara-negara Asean lain:

negara Asean lain: Thailand menempati rankThailand menempati ranking ketahanan pangan ke 51, Vietnam ke 57, Malaysia ke 39, Filipining ketahanan pangan ke 51, Vietnam ke 57, Malaysia ke 39, Filipinaa ke 74, Miyanmar ke 80

ke 74, Miyanmar ke 8066. . Ukuran Ukuran Hunger Index Hunger Index juga menunjujuga menunjukkan situasi kkan situasi kelaparan kelaparan penduduk penduduk Indonesia yanIndonesia yangg

masih rawan yaitu Hunger Index dengan nilai 22.1, sementara nilai Hunger Index Malaysia sudah mencapai 10.3, masih rawan yaitu Hunger Index dengan nilai 22.1, sementara nilai Hunger Index Malaysia sudah mencapai 10.3, Thailand 11.9 dan Vietnam 14.7.

Thailand 11.9 dan Vietnam 14.7. Nilai Hunger Index ini semakin rendah semakin bNilai Hunger Index ini semakin rendah semakin baik. Nilai Hunger Index negara-aik. Nilai Hunger Index negara-negara maju di bawah 5.

negara maju di bawah 5.77

Faktor-faktor di atas secara simultan berkaitan dengan tingkat pendapatan per kapita Indonesia yang Faktor-faktor di atas secara simultan berkaitan dengan tingkat pendapatan per kapita Indonesia yang masih rendah. Menurut IMF, tingkat pendapatan per kapita Indonesia pada 2015 baru mencapai USD 11.126, masih rendah. Menurut IMF, tingkat pendapatan per kapita Indonesia pada 2015 baru mencapai USD 11.126, sedangkan Korea Selatan yang pendapatan per kapitanya hampir sama dengan Indonesia pada tahun 1960an, sedangkan Korea Selatan yang pendapatan per kapitanya hampir sama dengan Indonesia pada tahun 1960an, sekarang sudah mencapai USD 36.511 atau 3.28 kali lebih tinggi dari

sekarang sudah mencapai USD 36.511 atau 3.28 kali lebih tinggi dari pendapatan per kapita Indonesia sekarang.pendapatan per kapita Indonesia sekarang.88

1

1 Tan, M., R. Kusriastuti, L. Savioli, P.J. Tan, M., R. Kusriastuti, L. Savioli, P.J. Hotez, 2014.”Indonesia: An Emerging Market Economy Beset by Neglected TropicalHotez, 2014.”Indonesia: An Emerging Market Economy Beset by Neglected Tropical

Diseases (NTDs). PloS

Diseases (NTDs). PloS Negl Trop Dis 8Negl Trop Dis 8 (2): e2449.doi:10.1371/journa(2): e2449.doi:10.1371/journal.pntd.0002449l.pntd.0002449

2

2 J.D. Sach, 2001. Tropical J.D. Sach, 2001. Tropical Underdevelopment. NBER Working Paper No. 8Underdevelopment. NBER Working Paper No. 8119119 3

3 Badan Pusat Badan Pusat Statistik (BStatistik (BPS) 2010PS) 2010 4

4 www.en.m.wikipedia.org diunduh 27 www.en.m.wikipedia.org diunduh 27 Agustus 2016 jam 16:Agustus 2016 jam 16:1414 5

5  www.iq  www.iq——research.info diunduh 27 Agustus 2016 jam 16:24research.info diunduh 27 Agustus 2016 jam 16:24 6

6 www.foodsecurityindex.eiu.com diunduh 27 www.foodsecurityindex.eiu.com diunduh 27 Agustus 2016 pukul 16:3Agustus 2016 pukul 16:333

7

7

www.ghi.ifpri.org

www.ghi.ifpri.org

diunduh 27 Agustus 2016 jam 16:52

diunduh 27 Agustus 2016 jam 16:52

8

(2)

Berdasarkan fakta di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kondisi iklim tropika (basah, panas dan lembab) telah membuat menjadi lingkungan penuh penyakit (60 % penduduk terinfeksi NTD), membuat kondisi kerja cepat lelah, yang berasosiasi dengan kemiskinan dan landscape food security kelaparan protein hewani dengan dampaknya terhadap pemendekan tubuh (stunting) dan tingkat kecerdasan yang rendah (IQ).

Keberadaan lalat (Diptera) merupakan ciri dari situasi di wilayah tropis. Pada temperatur sekitar 30 oC, seekor lalat rumah (Musca domestica), misalnya, bisa meletakkan telornya dengan jumlah hingga 500 butir selama hidupnya, dan dalam tempo 8 jam telor yang telah diletakkan tersebut bisa menetas. Telor-telor tersebut diletakkan pada bahan-bahan organik yang akan atau telah membusuk. Jenis lalat (Diptera) ini lebih dari 122 ribu spesies. Lalat yang berbahaya bagi manusia dan ternak, seperti lalat rumah yang menyebarkan penyakit, jumlahnya sedikit. Sebagian besar spesies Diptera, memberikan manfaat bagi manusia9.

Dalam Info Memo ini disampaikan pengalaman memanfaatkan lalat Black Soldier Fly (Hermetia illucens) sebagai spesies lalat yang sangat menguntungkan bagi bangsa-bangsa tropika dalam meningkatkan daya adaptasinya terhadap karakteristik iklim tropika sebagaimana dikemukakan di atas. Lalat BSF memiliki sifat positif berikut sebagai akibat dari struktur anatominya, yaitu tidak memiliki mulut, karena itu BSF tidak makan dan tidak minum. Sifat positif tersebut:

 BSF tidak mengandung dan bukan vector penyakit

 Lalat BSF tidak mengganggu dengan masuk ke dalam rumah dan hinggap pada makanan atau minuman  Larva BSF makannya sangat rakus sehingga ukuran larvanya besar dan memberikan cadangan makanan

bagi lalat dewasa

 Sifat makannya yang banyak dan terus menerus merupakan potensi menjadi “mesin biologis”  pengolah

sampah organik

 Sampah organik yang bisa diolah larva BSF berspektrum luas, mulai dari sisa-sisa makanan manusia

hingga blotong (filter cake) di pabrik gula atau darah dan bulu ayam dari rumah potong.

 Apabila sampah organik didominasi oleh larva BSF, maka lalat jenis lain akan menyingkir. Artinya, jumlah

populasinya akan berkurang karena kesempatan bertelor pada tempat sampah menjadi tertutup (persaingan habitat).

 Sampah yang diolah larva BSF juga menunjukkan keberadaan bakteri Salmonela dan Coli berada jauh di

bawah batas ambang berbahaya.

Dengan latar belakang dan pertimbangan di atas, Info Memo ini menyampaikan potensi besar untuk dipilih sebagai solusi pengelolaan sampah organik di Indonesia pada waktu mendatang.

II. Tujuan, Output dan Kegiatan

Project ini bertujuan untuk mencari solusi atas permasalahan yang telah diuraikan di atas, mencakup:

1. memanfaatkan sifat atau karakter iklim tropika dengan mengembangkan teknologi dan aplikasinya yang mampu meningkatkan daya adaptasi bangsa Indonesia terhadap cepatnya proses pembusukan sampah atau bahan-bahan organik menjadi proses biokonversi yaitu proses yang mengendalikan proses alami pembusukan dengan proses produksi dengan output:

 Lahirnya tempat pengolahan sampah organik (TPA-O) yang tidak akan pernah penuh. Artinya: TPA-O

yang menghemat lahan, mencegah terjadinya konflik akibat LULU (locally unwanted land use dan NIMBY (not in my backyard);

 Meminimalkan pelepasan gas-gas rumah kaca seperti methan atau H2S. Artinya: ramah lingkungan

khususnya mengurangi tekanan terhadap proses perubahan iklim global

 Mengendalikan penyebaran penyakit, zat-zat pencemar dan faktor -faktor perusak kualitas ligkungan

hidup lainnya

(3)

 Menghasilkan output yang membangkitkan kegiatan ekonomi baru seperti sumber protein untuk

pakan ternak, pupuk hayati cair dan pupuk kompos bermutu tinggi. Artinya: project ini akan mengubah cara pandang terhadap sampah organik dari beban menjadi sumberdaya.

2. Secara khusus mengembangkan pilot-pilot project sebagai implementasi dari tujuan 1) di atas dengan menerapkan teknologi biokonversi dengan memanfaatkan Hermetia illucens atau dikenal dengan nama Black Soldier Fly. Output dari pilot project ini adalah:

 Rancang bangun biokonversi sampah organik sesuai dengan karakteristik lokasi, karakteristik sumber

sampah organik dan karakteristik bangun usahanya. Misal: lokasi dataran rendah, sampah organik bersumber dari permukiman perkotaan dan pengusahaannya dilakukan atas dasar usaha patungan (joint venture) antara perusahaan swasta, koperasi dan pemerintah daerah. Hal ini akan berbeda dengan seluruh sampah dikelola oleh perusahaan swasta dan pemerintah daerah mensupply secara kontinu berupa sampah organik sesuai dengan kesepakatan yang t elah dituangkan dalam kontrak.

 Pengembangan teknologi biokonversi sesuai dengan karakteristik lokasi, karakteristik sumber

sampah, dan karakteristik tujuan dari pengembangan usaha biokonversi itu sendiri. Dalam hal ini, kegiatan utama mencakup:

o peningkatan produktivitas, efisiensi, kontinuitas dan stabilitas produksi dari Rearing House o peningkatan efisiensi dan produktivitas reaktor biokonversi; dan peningkatan daya simpan

pakan maggot.

o Peningkatan kemampuan teknik pasca panen untuk pengolahan maggot, pupuk cair hayati atau

pupuk kompos

o Peningkatan kemampuan manajemen keseluruhan sistem biokonversi

o Peningkatan kemampuan pemasaran yaitu peningkatan time utility, place utility dan form utility

serta transaction utility  dari output yang dihasilkan;

3) Menjadikan TPS Biokonversi sebagai Wahana Pendidikan, Pelatihan dan R&D

 Tempat Pengelolaan Sampah (TPS) Biokonversi bukan sekedar tempat yang menjadi solusi

persampahaan organik, tetapi juga menjadi asset nasional dalam upaya meningkatkan pengetahuan dan teknologi, meningkatkan keterampilan dalam penanganan sampah secara khusus dengan menerapkan biokonversi dan juga sebagai wahana untuk melakukan Research & Development bagi para mahasiswa atau dosen yang tertarik dalam biokonversi.

 Kegiatan di atas termasuk juga berupa kerjasama dengan lembaga-lembaga di dalam dan di luar negeri

dengan berpegang pada prinsip fairnes dan saling m enguntungkan.

III. Hasil Penerapan Biokonversi Sampai Saat Ini

1. Rancang Bangun Biokonversi Sampah Organik oleh BSF 

Rancang bangun dibuat berdasarkan: TARGET PRODUKSI 1.0 TON PREPUPAE/1 Siklus

Asumsi:

a. Diberi pakan 100 mg/larvae/hari b. Kadar air pakan 60%-80%

c. Lama pemeliharaan dari telur – pre pupae: 16.6 hari = 17 hari d. Lama memberikan makanan bagi larva: 11 hari

e. Jumlah telor per rumpun = 300 rumpun telor f. Temperatur lokasi biokonversi 30-33oC

(4)

I. Perhitungan kasar pertumbuhan produksi

KONDISI AWAL: Asumsi:

1. Berat prepupae

 Berat basah prepupae 0.121 gram per 1.0 gram terdapat kl. 8 prepupae  Berat kering prepupae 0.048 gram per 1.0 gram terdapat 20.8 prepupae

2. Jumlah larvae Per ton prepupae = 1000.000 gram: 0.121 gram = 8.264.462 = 8.300.000 larvae 3. Jumlah larva pada saat awal pemeliharaan = 120.000 larva

4. Dikurangi 10 % tidak menjadi imago = 120.000- 12.000= 108.000 larvae 5. 50 % menjadi imago betina = 54.000 imago betina

6. Asumsi per imago betina bertelor 300 butir per rumpun

7. Total telur pada awal periode II: 300 butir/imago x 54.000 imago = 16.200.000 telur 8. Asumsi 20 % mati: 324.000 ekor

9. Larva menjadi prepupae hidup = 15.876.000 ekor

10. Bobot hasil prepupae periode II (basah) = 15.876.000 x 0.121 gram = 1.920.996 gram = 1920 kg = 1.9 ton

11. Semua prepupae dikembalikan dan dikembang-biakan menjadi imago: a. Asumsi 20 % mati: 3.175.200 ekor

b. Populasi imago pada awal periode III: 15.876.000-3175200= 12.700.800 ekor c. 50 % imago betina: 6.350.400 ekor

d. Jumlah telor pada awal periode III: 6.350.400 x 300 = 1.9 milyar e. Mati tidak menjadi larvae 10 % = 190 juta

f. Prepupae pada akhir periode III = 1.88 milyar

g. Bobot pre pupae pada akhir periode III = 1.88 milyar x 0.121 g = 0.227 milyar gram = 227 ton Jadi dengan modal awal 120.000 larva, diperkirakan pada akhir periode ke:

 II dapat diproduksi 1.9 ton  III dapat diproduksi 227 ton.

 Jadi untuk mendapatkan target produksi 1.9 ton akan dicapai pada akhir periode ke II.

II. Life cycle BSF

Telur (T) : 4-5 hari

Larva (L) : 14 hari

Prepupae –Pupae (PP): 14 hari

Imago (I): 14 hari

Total 46 hari

III. Hasil Panen: Prepupae

IV. Periode Produksi :

(5)

V. Alur dan Tahapan Produksi:

II

TELOR

4 HARI

III

LARVA

14 HARI

IV

PREPUPAE

V

PUPAE

14 HARI

I

IMAGO

14 HARI

LIMBAH ORGANIK

•BIOWASTE CONVERSION PROCESS •KESEHATAN DAN JASA LINGKUNGAN

PAKAN INSEKTA (BSF)

•PENYEDIAAN SUMBER PROTEIN, LEMAK BARU DAN MURAH, SERTA PENYEHATAN LINGKUNGAN DENGAN MENGENDALIKAN BAKTERI COLI DAN SALMONELA PADA PETERNAK AN, KHUSUSNYA PETERNAKAN AYAM •PENDAYAGUNAAN SERANGGA, KHUSUSNYA BSF SEBAGAI KOMPONEN TEKNOLOGI UTAMA PENYEHATAN

LINGKUNGAN HIDUP

PRODUKSI INSEK

• HASIL OLAHAN BAHAN LIMBAH ORGANIK MENJADI KOMPONEN UTAMA PRODUKSI INSEK • PREPUPAE, IMAGO DAN SISA-SISA GANTI KULIT SEBAGAI OUTPUT

• SISA BIOMASSA HASIL OLAHAN INSEK SEBAGAI BAHAN BAKU PUP UK ORGANIK

PENGOLAHAN INSEK

•PRE PUPAE DIOLAH: DIKERINGKAN, DIAWETKAN, DISIMPAN, DIDISTRIBUSIKAN DAN DIMANFAATKAN UNTUK MENDUKUNG PETERNAKAN, PERIKANAN DLL.

• KEGIATAN EKONOMI BARU LOKAL

INDUSTRI PAKAN ATAU BIODIESEL

DLL

• SEBAGAI BAHAN BAKU PRODUKSI PAKAN PENGGANTI SUMBER PROTEIN YG SELAMA INI DIMANFAATKAN SEPERTI FISHMEAL

• SEBAGAI BAHAN BAKU UNTUK MENGHASILKAN PRODUK INDUSTRI LAINNYA

PETERNAKAN DAN PERIKANAN

• PETERNAKAN DAN PERIKANAN DAPAT BERKEMBANG DAN BERDAYA SAING

• LINGKUNGAN MENJADI LEBIH BERSIH DAN SEHAT • EKONOMI LOKAL BERKEMBANG

(6)

IV. BAGAN ALUR PRODUKSI

V. Rancang Bangun Produksi

1. Unit Produksi Terkecil = 100m (panjang)x1 m (lebar) = 100 m2 (luas) x 0.2m (tinggi) = 20 m3 2. Isi per 100 m2 = 100.000 larva/m2 x 100 m2 = 10.000.000 larva

3. Bobot basah larva/100 m2 = 10.000.000 larva x 0.121 gram/larva = 10.000 x 121 kg = 1.21 ton larva

4. Apabila:

a. hanya punya tanah 500 m2  5 x 1.21 ton larva = 6.06 ton b. per periode produksi 20 hari  per tahun 18 shift produksi

c. per unit @ 500 m2 per 20 hari terdapat 18 x 500 m2 = 9000 m2 = 10.000 m2 = 1.0 ha. d. produksi per tahun (18 kali panen prepupae ) = 18 x 6.06 ton = 109.08 ton  109 ton (basah)

atau setara 43.6 ton kering larva. e. Nilai produksi apabila harga :

1. Rp 3000/kg Rp 130 juta 2. Rp 6000/kg Rp 261 juta

2b. PEMELIHARAAN

INDUKAN UTK

HASILKAN TELUR

(Rearing House)

2a. PENAMPUNGAN

LIMBAH ORGANIK

3. SELEKSI

LIMBAH

ORGANIK

4. BAHAN

ORGANIK

PAKAN INSEK

5. TEMPAT PEMELIHARAAN LARVA

6. TEMPAT

PANEN

PREPUPAE

7. TEMPAT

PENGOLAHAN/

PENYIMPANAN

8. PEMANFAATAN

HASIL PRODUKSI

(PASAR)

1. Sampah atau

Limbah

(7)

5. Jumlah limbah yang diperlukan sebagai pakan:

a. per m2 (100.000 larvae) = 100.000 larvae x 100 mg/hari x 20 hari = 200 kg limbah b. per 18 reaktor = 10.000 m2 = 10.000 x 200 kg = 2.000.000 kg = 2 000 ton/tahun

c. per reaktor/20 hari = 111 ton/20 hari per hari limbah organik diperlukan = 5.55 ton. Kurang-lebih diperlukan limbah organik 1 truk/hari.

6. Apabila tersedia limbah organik hasil seleksi 30 ton/hari, maka diperlukan areal 6 hektar dengan rancangan pengolahan dan pemeliharaan larva seperti di atas.

7. Kebutuhan telur/larva BSF

a. per unit 500m2 diperlukan 500 x 100.000 = 50.000.000 larvae

b. induk betina yang diperlukan (asumsi 300 telur/betina)= 166.666 ekor imago betina c. Jumlah imago yang akan dipelihara 17Juli-Agustus: 16 juta ekor.

d. Produksi telor dari 0.5 x 16 juta x 300 telor = 7200 juta telor = 7.2 milyar telor. e. Jumlah telor BSF pada akhir periode III cukup untuk 360.000 unit @ 500m2.

Kesimpulan: Jumlah telor akan lebih dari cukup. Pada periode ke II sudah cukup untuk dipanen.

<--1m

10m

Dibuat rangkaian sesuai keadaan lahan

0.5 m

VI. Hasil Percobaan

Secara umum hasil percobaan pengolahan sampah organik menghasilkan informasi sebagai berikut:

 Dari 1 ton sampah/hari dihasilkan sekitar:

o 1 -2 ton prepupae hidup atau 0.44-0.88 ton prepupae dikeringkan mencapai sekitar 16% kadar

air, tergantung kesesuaian lokasi

o Bahan MBS (micro-biostimulant) sekitar 200-300 liter, tergantung jenis pakan yang diberikan o Pupuk kompos padat sekitar 200 kg atau lebih dalam kondisi basah

 Hasil di atas didapat dari pengalaman di Lampung, Sumedang, Bogor dan Jakarta

VII. Scalling-up

Percobaan di atas sudah dilakukan sejak 2012 dan rancang bangun rearing house, reaktor dan komposisi pakan maggot telah dilakukan perbaikan-perbaikan. Dari pengalaman telah didapat tingkat kepercayaan untuk meningkatkan skala percobaan ke skala riil lapangan, misal, melakukan biokonversi sampah organik 20-50 ton per hari.

Sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan kesejahteraan masyarakat maka sampah organik akan semakin meningkat jumlahnya dan akan semakin kompleks penanganannya apabila tidak dilakukan sejak sekarang penangannya secara cepat, murah dan mudah. Selain itu, model pengelolaan sampah

(8)

organik dengan memanfaatkan teknologi biokonversi tidak memerlukan lahan yang luas (bahkan menjadi TPA yang tak akan pernah penuh), tidak memerlukan energi listrik dalam proses pengolahannya; tidak memerlukan air yang banyak dalam proses pengolahannya.

Total sampah di Indonesia akan mencapai 67.1 juta ton pada 2019. Dengan mengasumsikan 60 % merupakan sampah organik maka jumlah sampah organik pada 2019 akan mencapai 40.26 juta ton. Selanjutnya, apabila diasumsikan bahwa 50 % dari sampah tersebut merupakan sampah yang mudah busuk maka jumlahnya akan mencapai 20.3 juta ton. Sampah ini belum termasuk kotoran ternak atau sampah pertanian lainnya.

Dewasa ini di Indonesia terdapat 514 kabupaten/kota, yaitu 416 kabupaten dan 98 kota. Apabila jumlah sampah organik sebanyak 20.3 juta ton diasumsikan diolah merata di seluruh kabupaten/kota, maka per 1 kabupaten kota akan mengolah sampah organik sebanyak 39494 ton/tahun atau 3291 ton/bulan atau 110 ton/hari. Dengan asumsi ini, dapat diperoleh gambaran sebagai berikut:

 Luas Lahan TPA-O = 5.5 ha untuk reaktor. Dengan seluruh keperluan kurang-lebih 10 hektar  Output:

o Prepupae bahan pakan ternak 11 ton/hari/kabupaten (hidup) = 4,84 ton/hari (kering). Jumlah

ini berpotensi menghasilkan pakan kurang-lebih 3 kalinya, yaitu 14.54 ton/hari atau 5300 ton/tahun/kabupaten

o MBS sejumlah 36 ton/hari atau 13140 ton/tahun. Apabila diencerkan 10 kali, maka didapat

 jumlah MBS 131400 ton/tahun. Ini akan cukup untuk menyuburkan kembali tanah-tanah sawah dan ladang di Indonesia

o Pupuk kompos padat akan dihasilkan sejumlah 22 ton/hari. Pupuk kompos ini berkualitas

tinggi.

o Dengan penerapan biokonversi ini, di Indonesia akan tersebar 514 lokasi Biokonversi Sampah

Organik dengan memanfaatkan Black Soldier Fly

Gambar 1. Produksi Tepung Ikan yang Terus Menurun

(9)

Gambar 2. Trend Harga Tepung Ikan yang Terus Meningkat

dan Bungkil Kedelai yang Menurun

Sumber: Oilworld,

Bloomberg, 2015 in

https://www.undercurrentnews.com/2015/06/09/

fishmeal-

will-move-from-being-commodity-to-high-price-strategic-marine-protein/

Gambar

Gambar 1. Produksi Tepung Ikan yang Terus Menurun
Gambar 2. Trend Harga Tepung Ikan yang Terus Meningkat dan Bungkil Kedelai yang Menurun  Sumber: Oilworld, Bloomberg, 2015 in

Referensi

Dokumen terkait

terhadap hasil belajar matematika materi bangun datar (segiempat) siswa kelas.. VII MTs Negeri Pucanglaban Tulungagung tahun

kegiatan, foto-foto, film documenter, data yang relevan penelitian. 87 Dalam penelitian ini dokumentasi digunakan untuk memperoleh data-data hasil belajar. matematika

Rencana struktur ruang wilayah terdiri atas a) rencana sistem pusat pelayanan; dan b) rencana sistem jaringan prasarana. Rencana sistem pusat pelayanan terdiri atas

Pada mulanya Promenade merupakan sebuah komplek pertokoan, berupa ruko (rumah &amp; toko) yang terletak di sekitar pusat perbelanjaan di Kota Bandung yaitu

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah respon jawaban IST dari peserta yang mengikuti tes di Pusat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (P3M) Universitas

Namun, pada sampel yang hasilnya berada di atas nilai normal baik bilirubin total atau bilirubin direk tidak dapat dihitung nilai dari bilirubin indirek

Praktikum konservasi pada sistem beban tidak seimbang yang telah dilakukan, dengan tujuan praktikum yaitu untuk mengevaluasi sistem kelistrikan dilihat dari keseimbangan beban yang