KATA PENGANTAR
Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia yang
menggantikan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan menyatakan
bahwa jaksa adalah pejabat fungsional, yakni sebagai "jabatan yang bersifat keahlian
teknis" (pasal 1 angka 4). Dengan demikian jaksa seyogyanya memiliki kemampuan
yang profesional, dan tentu saja dengan disertai integritas yang tinggi.
Permasalahannya, secara umum kebanyakan jaksa masih belum mempunyai
kemampuan yang diharapkan masyarakat. Banyaknya keluhan masyarakat atas
kemampuan jaksa, memperkuat anggapan itu. Hal ini ditambah dengan penanganan
pemberantasan korupsi dan kolusi yang belum menunjukkan hasil yang memuaskan.
Kami melihat bahwa masih banyaknya keluhan terhadap profesionalitas dan integritas
jaksa tidak terlepas dari permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam pendidikan dan
pelatihan jaksa.
Bagaimanakah pendidikan dan pelatihan terhadap jaksa dilaksanakan, diatur sedemikian
rupa oleh pihak Kejaksaan itu sendiri. Pendidikan dan pelatihan jaksa yang baik akan
berbanding lurus dengan output jaksa yang baik pula dalam arti profesional dan
berintegritas. Jika suatu pendapat mengatakan bahwa
good judges are made not borned
,
maka tidak berlebihan jika pendapat itu dapat dianalogikan juga pada jaksa. Oleh
karenanya membenahi pendidikan dan pelatihan jaksa merupakan hal yang sangat
penting untuk menghasilkan jaksa yang baik.
Pembaruan sistem pendidikan dan pelatihan jaksa tersebut tidak hanya menyangkut
substansi pendidikan tetapi juga lembaga (penyelenggara), atau bahkan semangat
pendidikan dan pelatihan itu sendiri. Sebagai sebuah sistem pula, perlu adanya
sebuah pendekatan sistem dalam pembaruan sistem pendidikan dan pelatihan jaksa.
Salah satu karakteristik dari pendekatan sistem ini adalah adanya saling
ketergantungan (
interdependent)
antar subsistem
karena produk
(output)
suatu
subsistem merupakan masukan
(input)
bagi subsistem yang lain.
Hukum Nasional bekerjasama dengan Kejaksaan Agung Republik I ndonesia dan
I nstitut I lmu Sosial Alternatif (I I SA) melakukan asesmen yang diberi nama dengan
“Asesmen Pendidikan dan Pelatihan Jaksa”.
Asesmen ini menitikberatkan pada asesmen terhadap studi dokumen dengan
menggunakan pendekatan kuantitatif. Jika merujuk pada tahapan asesmen, maka
yang terangkum dalam laporan ini ialah asesmen pada tahap pertama. Dalam
asesmen ini peranan Kejaksaan Agung sangat besar dengan terlibatnya Pusat
Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan Agung. Tidak lupa pula kami berterima kasih
kepada para pejabat Kejaksaan Agung yang telah bersedia banyak membantu
asesmen ini. Semoga asesmen ini bermanfaat dalam membangun pendidikan dan
pelatihan jaksa. Amin.
Jakarta, Agustus 2005
DAFTAR I SI
KATA PENGANTAR
……….
i
DAFTAR I SI
………
iii
RI NGKASAN EKSEKUTI F
………...
v
BAB I :
PENDAHULUAN
………
1
A Latar Masalah……….
1
B. Pernyataan Masalah………..
2
1.
Permasalahan yang Diselesaikan Pada Asesmen Tahap
Pertama Melalui Studi Dokumen ...
2.
Permasalahan yang Diselesaikan Pada Asesmen Tahap Kedua
Melalui Studi Lapangan ...
3
3
C. Tujuan …………...………..
4
D. Ruang Lingkup Asesmen....……….………
5
1.
Asesemen Tahap Pertama…..………..
2.
Asesmen Tahap Kedua ………..………..
5
5
F. Organisasi Tim Asesmen….……….
5
BAB I I : METODE PENELI TI AN
……….
6
A.
Pengertian……….………..
6
B.
Tahapan……….………..
7
C. Langkah Penciptaan dan Penerapan Skema Koding...
7
1.
Penentuan Unit Pengukuran ……….
2.
Penentuan Kategori ………
3.
Pengujian Koding Pada Sampel Teks ...
7
7
8
BAB I I I : TEORI TI SASI DAN TAHAPAN ANALI SI S
………
9
A. Teknik Sampling ………..
9
B. Dokumen yang Dikaji ………
9
C. Perspektif/ Dimensionalitas Dalam Analisis I si ……….
15
1. Coding Sheet I : Prinsip-Prinsip Penegak Hukum ……….
2. Coding Sheet I I : Kriteria Pembelajaran I nstruksional ………...
3. Coding Sheet I I I : Visi Dan Misi Pendidikan Jaksa ……….
4. Coding Sheet I V : Manajemen Gagasan dan Pengetahuan...
15
20
24
26
D. Validitas dan Reliabilitas Data………..
28
BAB I V : HASI L ANALI SI S
….………..
32
A. Hasil Analisis Deskriptif ……….
32
B.
Hasil Analisis I nferensial ………..……….
62
1.
Reformulasi Pertanyaan Riset Ke Dalam Dimensionalitas
Keempat Coding Sheet………
2.
Hasil Analisis Data Atas Pertanyaan Riset yang Ter-Reformilasi
3.
Rekapitulasi Hasil ...
63
69
94
C.
Temuan
Lain………...
99
2. Keterkaitan Antara Prinsip-Prinsip Penegakan Hukum dan
Ketiga Misi Kejaksaan……….
103
3. Keterkaitan Antara Prinsip-Prinsip Penegakan Hukum dan
Keenam Visi Kejaksaan………..
106
4. Ketegasan Pilahan Dimensionalitas Antara Substansi Coding
I I dan Coding I V………
110
5. Ketumpangtindihan yang Relatif Pada Pilihan Dimensionalitas
dari Substansi Coding I dan Coding I I I ……….
111
BAB V :
PENUTUP
………
113
A.
Pembahasan……….………. 113
1. Pola I si / Muatan Pada Hasil Analisis Deskriptif………
113
2. Muatan Prinsip-Prinsi Antar Jenis Dokumen………
117
3. Temuan ……….
122
B.
Kesimpulan………. 129
C.
Rekomendasi……….. 132
RI NGKASAN EKSEKUTI F
I . Pendahuluan
Aspirasi masyarakat luas yang bertumpu pada idealitas demokrasi, keterbukaan,
akuntabilitas publik, dan profesionalisme berdampak pada penilaian terhadap kinerja
Kejaksaan yang dinilai lemah dan jauh dari harapan untuk menjawab masalah yang
timbul di masa kini dan masa mendatang. Posisi Kejaksaan dalam struktur
ketatanegaraan, organisasi Kejaksaan berikut visi, misi, struktur, tugas, wewenang, tata
kerja; ketersediaan sumber daya manusia (terutama jaksa), pengawasan (internal dan
eksternal) dsb., kesemuanya, merupakan faktor yang menjelaskan kinerja Kejaksaan.
Setidaknya, penengaraan ini menjadi landasan rekomendasi dalam laporan hasil audit
yang dilakukan
PriceWaterHouse Coopers
dan
The British Institute of International and
Comparative Law
dengan bantuan
Asian Development Bank
pada tahun 2001. Merespon
hasil audit tersebut, Kejaksaan Agung, dengan asistensi Komisi Hukum Nasional dan
dukungan
Partnership for Governance Reform in Indonesia
telah melakukan diskusi dan
seminar pada tahun 2003.
Disahkannya Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik
Indonesia yang menggantikan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan
berimplikasi bahwa jaksa adalah pejabat fungsional, yakni sebagai "jabatan yang bersifat
keahlian teknis" (pasal 1 angka 4). Dengan demikian, seorang jaksa harus memenuhi
kualifikasi sebagai pegawai negeri, selain kualifikasi khusus yang bersifat keahlian teknis
sebagaimana disyaratkan oleh undang-undang tersebut. Jaksa tidak hanya dituntut
menguasai hukum positif yang bersifat umum (
lex generalist
), tetapi juga dituntut
mempunyai kemampuan yang bersifat khusus (
lex specialist
) yang banyak bermunculan
akhir-akhir ini.
hasil-hasil
Law Summit III,
Kejaksaan Agung telah mencanangkan program-program
sebagai upaya perbaikan di bidang pendidikan dan pelatihan, di antaranya:
1.
Restrukturisasi pendidikan dan pelatihan, termasuk dalam hal ini ialah sistem seleksi,
jenis pendidikan dan pelatihan, maupun pola pembelajaran;
2.
Revisi kurikulum pendidikan dan pelatihan, baik pendidikan dan pembentukan jaksa
maupun pendidikan dan pelatihan lainnya; dan
3.
Pengiriman jaksa untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan di dalam dan luar negeri,
termasuk program pascasarjana.
Permasalahannya adalah:
1.
Sejauh mana tingkat konsistensi (dan koherensi) antara berbagai materi yang
dicakup dalam kurikulum pendidikan jaksa dan muatan visi, misi, struktur, tugas,
wewenang, tata kerja, ketersediaan sumber daya manusia (terutama jaksa), dan
pengawasan (internal dan eksternal) yang dicanangkan kejaksaan?
2.
Lebih rinci dari permasalahan pertama, sejauh mana tingkat konsistensi dan
koherensi antara berbagai materi yang dicakup dalam kurikulum pendidikan jaksa
yang sudah dilaksanakan dan hasil evaluasi dari berbagai hasil penelitian tentang
kinerja para jaksa pada umumnya?
3.
Berdasarkan permasalahan pertama dan kedua, bagaimanakah corak dan tingkatan
kesenjangan di antara berbagai materi yang dicakup dalam kurikulum pendidikan
jaksa, di satu pihak; dengan:
(a)
muatan visi, misi, struktur, tugas, wewenang, tata kerja, ketersediaan sumber
daya manusia, juga
(b)
hasil evaluasi dari berbagai hasil penelitian tentang kinerja para jaksa pada
umumnya;
sehingga dari sini dapat diidentifikasikan gagasan-gagasan perbaikan sistem
pendidikan kejaksaan.
I I . Metode Penelitian
1.
Sebuah teknik riset untuk mendapatkan deskripsi sistematik, obyektif, dan
kuantitatif tentang isi yang diejawantahkan ke dalam komunikasi.
2.
Suatu teknik sistematik untuk menganalisis isi pesan dan memperlakukan pesan
–-sebuah alat untuk melakukan observasi dan analisis perilaku komunikasi kasat
mata (overt) dari bentuk komunikasi yang dipilih.
3.
Suatu teknik riset untuk menarik inferensi yang dapat direplikasi dan sahih
menurut data dalam suatu konteks.
4.
Suatu metodologi riset yang menggunakan sejumlah prosedur guna melakukan
inferensi yang sahih dari teks.
Langkah yang dilakukan untuk riset tersebut adalah:
1.
Formulasi pertanyaan riset, teori, dan hipotesis.
2.
Penyeleksian sampel dan menentukan kategori.
3.
Pembacaan dan pengodean suatu sampel representatif dari isi yang hendak diteliti
menurut kaidah yang sesuai dengan sasaran.
4.
Pemeriksaan validitas & reliabilitas; termasuk membuat revisi dan kembali ke langkah
3 jika memang diperlukan.
5.
Pengodean semua teks.
6.
Penganalisisan data hasil koding.
7.
Perbandingan isi dengan variabel lain.
8.
Interpretasi temuan.
Untuk dapat menarik inferensi yang
legitimate
d atas teks, penting bahwa prosedur
klasifikasi yang digunakan menghasilkan data yang reliabel (akurat). Dalam hal ini, orang
yang berbeda dapat saja mengode teks yang sama dengan cara yang sama. Sebagai
tambahan, prosedur klasifikasi harus mampu merampatkan data yang
valid
atau sahih
(dalam pengertian
clean & relevant
). Data itu
valid
kalau mewakili apa yang dituju oleh si
peneliti.
I I I . Teoritisasi dan Tahapan Pra Analisis
akan sangat terbantu. Semua dokumen yang terkirim berjumlah 110 dokumen dengan
total 1016 halaman dan ditulis pertama kali tahun 1994 hingga 2004.
Perspektif atau dimensionalitas yang diterapkan dalam analisis isi merupakan prasyarat
pokok bagi pembacaan dan pengodean suatu sampel representatif dari isi yang hendak
diteliti menurut kaidah yang disesuaikan dengan sasaran.
Perspektif atau dimensionalitas yang diterapkan dalam analisis isi merupakan prasyarat
pokok bagi pembacaan dan pengodean suatu sampel representatif dari isi yang hendak
diteliti menurut kaidah yang disesuaikan dengan sasaran.
1. CODI NG SHEET I : PRI NSI P-PRI NSI P PENEGAK HUKUM
Secara teoritik, dimensionalitas pada
coding sheet
ini diilhami sebuah paper
tulisan Alexander P. Springer berjudul "Political Justice? Assessing the Role of
Colombian Courts"
1dan buku pedoman yang dikeluarkan oleh
Administrative Review
Council Information Officer
Commonwealth of Australia
2001
2Relevansi paper Springer dapat diargumentasikan dari fakta bahwa Kolombia
dan Indonesia adalah sama-sama sebagai negara Dunia Ketiga dengan persoalan
konsolodasi demokrasi yang dapat berimbas pada persoalan hukum. Jika Indonesia
sedang menapaki proses Otonomi Daerah berikut prosedur demokrasi yang
ditempuh,
3Kolombia sedang mengalami konsolidasi demokrasi dalam konteks
Amerika Latin. Hal ini seturut dengan yang sudah disinggung pada latar
permasalahan penelitian, di mana persoalan utama yang disorot dalam paper
Springer ialah pembentukan kelembagaan (
institution building
) yang konsonan
dengan tuntutan masyarakat era demokratik, utamanya berkenaan dengan interaksi
antara rezim partai, lembaga
judiciary
, dan aktor politik lain.
Yang dicoba-adaptasikan dari paper ini ke dalam konteks Kejaksaan RI ialah
indikator-indikator komposit yang penulis tengarai menjadi landasan bagi efektivitas
judicial reform
. Hal ini cukup beralasan, sebab persoalan hubungan kekuasaan,
misalnya, Struktur Kejaksaaan yang berada di bawah kekuasaan eksekutif, berakibat
pada kesulitan untuk merealisasikan tuntutan masyarakat akan jaksa yang
independen. Hal yang sama secara ekuivalen terjadi di Kolombia, utamanya perihal
1
Alexander P. Springer, “Political Justice? Assessing the Role of Colombian Courts” (Paper for presentation at LASA's 98 Meeting, Palmer House Hilton, Chicago, I L, Sept. 26-28, 1998). Online Documents: http: / / darkwing.uoregon.edu/ ~ caguirre/ springerpr.html.
2
Administrative Review Council A Guide To Standards Of Conduct For Tribunal Members, September 2001, Diakses 18/ 07/ 2005 pada Online Documents: http: / / law.gov.au/ arc.
3
corak hubungan kekuasaan antara
Constitutional Court
,
General Attorney’s Office
(Fiscalía General), dan
Supreme Council of the Judiciary
(Consejo Superior de la
Judicatura). Manakala pertanyaan dikerucutkan ke soal siapa yang memfungsikan
dan memerankan diri sebagai pengawal garda depan hukum dan demokrasi saat
harus berhadapan dengan sikap apatis masyarakat, yang terjadi ialah fenomena
kebingungan bertanggungjawab (
diffussion of responsibility
) antar lembaga terkait.
Oleh karena itu, terpikir relevan jika prinsip-prinsip, seperti:
independence
,
efficiency
,
dan
access to justice
diangkat sebagai penakar.
Adapun buku pedoman dengan judul
Administrative Review Council A Guide
To Standards Of Conduct For Tribunal Members
memberikan inspirasi dari gagasan
bahwa ada beberapa nilai prinsipal seperti: penghormatan terhadap hukum
(
lawfulness, fairness
)
,
keterbukaan (
openness
) dan kecepatan layanan (
efficiency
)
sebagai tiga nilai yang memainkan peran penting dalam sistem peninjauan
administratif peradilan oleh jaksa, utamanya dalam posisi mereka sebagai para
fungsionalis-profesional; sehingga kinerja mereka dapat diukur, sementara
kepercayaan publik dan respek terhadap korp jaksa dapat ditingkatkan dan
dipelihara. Oleh sebab itu, ketiga nilai -- penghormatan pada hukum (
lawfulness,
fairness
)
,
keterbukaan (
openness
) dan kecepatan layanan (
efficiency
)—dapat
dielaborasikan atau dijabarkan ke dalam delapan prinsip sebagai kriteria kinerja jaksa,
yakni:
respect for the law, fairness, independence, respect for persons, diligence and
efficiency, integrity, accountability and openness/ transparency
,
rensponsibility of
tribunal head
.
Kedelapan prinsip tersebut diperlakukan sebagai kriteria dimensionalitas guna
membobot muatan atau isi dokumen yang tersedia sehingga prosedur analisis
penelitian ini mampu menjejak, sejauh mana standar perilaku dasar yang dapat
diinternalisasikan ke dalam kerangka tindakan para calon jaksa yang mengikuti
pendidikan. Dengan demikian konflik kepentingan yang potensial dialami di lapangan
dapat disadari, dihindarkan dan diimplementasikan secara dini.
Tabel 3
Penjabaran Kriteria Dimensionalitas Standar Perilaku Dasar
Jaksa Pada Coding Sheet I
NI LAI 0 DI MENSI ONALI TAS NI LAI 7
RESPECT FOR THE LAW
Sama sekali tidak memiliki kandungan tersebut.
RESPECT FOR THE LAW 1:
Seberapa dokumen yang ditelaah menunjuk peran, fungsi dan status jaksa sebagai institusi yang mampu menampilkan penghormatan hukum di dalam sepak terjang, baik dengan tutur kata maupun tindakan.
Hampir semua relevan dengan kandungan tersebut.
Sama sekali tidak memiliki kandungan tersebut.
RESPECT FOR THE LAW 2:
Seberapa dokumen yang ditelaah menunjuk peran, fungsi dan status jaksa sebagai institusi yang mampu menghormati hukum di dalam kehidupan pribadi dan kehidupan sehari-hari.
Seberapa dokumen yang ditelaah menunjuk peran, fungsi dan status jaksa sebagai institusi yang mampu memberikan kesempatan yang sama bagi setiap anggota masyarakat yang dilayani. tertentu yang sulit dijelaskan.
FAI RNESS 2:
Seberapa dokumen yang ditelaah menunjuk peran, fungsi dan status jaksa sebagai institusi yang mampu bertindak tanpa bias dan dengan cara yang tidak mengundang bias
bagi citra mereka sebagai bentuk pertanggungjawaban institusional. Makin minimal penciptaan “oknum”, makin tinggi fairness 2 ini.
Tegas dan tidak mendua.
Menunggu dan bertindak dan berada di bawah kepentingan atau golongan tertentu setelah masalah terjadi.
FAI RNESS 3:
Seberapa dokumen yang ditelaah menunjuk peran, fungsi dan status jaksa sebagai institusi yang mampu bertindak proaktif dan komprehensif di atas semua golongan dan kepentingan. jauh ke depan sehingga terjebak pada kepentingan suatu pihak.
FAI RNESS 4:
Seberapa dokumen yang ditelaah menunjuk peran, fungsi dan status jaksa sebagai institusi yang mampu mengkalkulasikan impak dari setiap aktivitas dan kepentingan sehingga mampu bersikap tidak memihak secara bertanggungjawab.
Bertindak secara implementatif sehingga dapat mengambil
keputusan secara mandiri di atas semua
golongan/kepentingan.
Rentan terhadap godaan, tawaran dan desakan yang bersifat insentif.
FAI RNESS 5:
Seberapa dokumen yang ditelaah menunjuk peran, fungsi dan status
NI LAI 0 DI MENSI ONALI TAS NI LAI 7
jaksa sebagai institusi yang mampu menolak setiap pemberian dalam bentuk apa pun yang secara rasional dapat ditafsirkan sebagai alasan berpihak pada kepentingan sang pemberi.
I NDEPENDENCE
Hampir tanpa proteksi hukum tertentu.
I NDEPENDENCE I :
Seberapa dokumen yang ditelaah menunjuk pada peran, fungsi dan status jaksa sebagai institusi diproteksi dengan hukum (kedudukan, imunitas judicial, stabilitas gaji judicial, prosedur appointment).
Hampir secara menyeluruh terproteksi dengan hukum tertentu.
Sangat tergantung pada suasana politik yang sedang mewarnai saat itu.
I NDEPENDENCE 2:
Seberapa dokumen yang ditelaah menunjuk pada peran, fungsi dan status jaksa sebagai institusi yang menjadi/ tidak menjadi suatu bagian dari sistem judicial (tidak ada peradilan khusus, kekuasaan peradilan dari polisi, jurisdiksi militer).
Seberapa dokumen yang ditelaah menunjuk pada peran, fungsi dan status jaksa sebagai institusi yang memberi kesempatan, di mana kecakapan/ kompetensi untuk bertindak berfungsi sebagai sistem
checking bagi percabangan kewenangan (misalnya dengan
judicial review, haneas corpus, atau
amparo).
Seberapa dokumen yang ditelaah menunjuk pada peran, fungsi dan status jaksa sebagai institusi yang memiliki otonomi untuk menyeleksi dan mengelola personil dan anggarannya.
Personil dan anggaran dioutuskan secara otonom.
RESPECT FOR PERSONS
Mereaksi secara berlebihan, kasar, arogan, dan tidak ramah.
RESPECT FOR PERSONS 1:
Seberapa dokumen yang ditelaah menunjuk pada peran, fungsi dan status jaksa sebagai institusi yang sabar, bermartabat, dan santun manakala berhadapan dengan berbagai kepentingan dan pihak-pihak, baik dari kalangan interen maupun eksteren lingkungan kerja dan masyarakat yang dilayani.
Proporsional, asertif, ramah, membantu.
Berimplikasi ke tindakan atau penyikapan yang salah tangkap, kaku pada prosedur dan serba menuntut.
RESPECT FOR PERSONS 2:
Seberapa dokumen yang ditelaah menunjuk pada peran, fungsi dan status jaksa sebagai institusi yang
NI LAI 0 DI MENSI ONALI TAS NI LAI 7
penuh pemahaman, toleransi dan sensitif terhadap kebutuhan pribadi-pribadi yang terlibat dalam proses/ urusan peradilan.
DI LI GENCE AND EFFI CI ENCY
Terlalu terspesifikasi, sempit, detail dan parsial namun kehilangan kerangka besarnya.
DI LI GENCE AND EFFI CI ENCY 1:
Seberapa dokumen yang ditelaah menunjuk pada pembentukan kecakapan peran, fungsi dan status jaksa yang mumpuni menangani investigasi kriminal dan pengakuan baik dari kalangan politisi maupun aparatur negara.
Mendalam, komprehensif dan terintegrasi dengan gambaran besarnya.
Tidak memiliki cakupan dan tidak mengandung keterkaitan antara warga dan aparat negara.
DI LI GENCE AND EFFI CI ENCY 2:
Seberapa dokumen yang ditelaah menunjuk pada pembentukan kecakapan peran, fungsi dan status jaksa untuk menangani keluhan seputar masalah hak warga negara dan pelanggaran hak ini oleh agen negara.
Mencakup dan
mengintegrasikan seluruh komponen negara.
Tidak memiliki cakupan antar kelembagaan negara berikut perangkat perundangannya.
DI LI GENCE AND EFFI CI ENCY 3:
Seberapa dokumen yang ditelaah menunjuk pada pembentukan kecakapan peran, fungsi dan status jaksa untuk menangani kasus-kasus judicial review dari kalangan legislasi nasional (DPR dan lembaga negara lain) dan temuan-temuan kasus yang bersifat inkonstitusional. dan ketulusan sebagai hal yang erat dengan profesionalitas.
I NTEGRI TY 1:
Seberapa dokumen yang ditelaah menunjuk pada pembentukan kecakapan peran, fungsi dan status jaksa untuk tampil secara jujur dan tulus sebagai bentuk
Bocor, tidak proporsional, tidak mampu memagang rahasia jabatan.
I NTEGRI TY 2:
Seberapa dokumen yang ditelaah menunjuk pada pembentukan kecakapan peran, fungsi dan status jaksa untuk tidak mengambil keuntungan dari informasi yang tidak selayaknya menjadi konsumsi publik sebagai wujud tanggungjawab posisi yang sedang diduduki.
I NTEGRI TY 3:
Seberapa dokumen yang ditelaah menunjuk pada pembentukan kecakapan peran, fungsi dan status jaksa untuk tidak memanfaatkan posisi mereka guna memperoleh atau mencari keuntungan, perlakuan istimewa dari dan terhadap pihak manapun.
Tidak mengambil
NI LAI 0 DI MENSI ONALI TAS NI LAI 7
Tidak kritis terhadap kemungkinan pemanfaatan status sosial untuk sembarang keadaan, ruang dan waktu.
I NTEGRI TY 4:
Seberapa dokumen yang ditelaah menunjuk pada pembentukan kecakapan peran, fungsi dan status jaksa untuk tidak secara kaku dan
scrupulous dalam menggunakan kewenangan mereka.
Tidak memanfaatkan status sosial secara konstan.
Tidak dapat menempatkan diri secara tepat karena pijakan yang kaku dan tidak luwes.
I NTEGRI TY 5:
Seberapa dokumen yang ditelaah menunjuk pada pembentukan kecakapan peran, fungsi dan status jaksa untuk bertindak sedemikian rupa dalam kehidupan privat mereka sehingga tidak mencemari korp mereka.
Dapat membawakan diri sehingga berimplikasi pada citra kejaksaan.
ACCOUNTABI LI TY AND TRANSPARENCY
Tidak dapat dihandalkan, tidak konsisten, dan berlaku setengah-setengah.
ACCOUNTABI LI TY AND TRANSPARENCY 1:
Seberapa dokumen yang ditelaah menunjuk pada pembentukan kecakapan peran, fungsi dan status jaksa untuk menepati janji, keputusan dan kesepakatan serta berpartisipasi (berkomitmen) penuh sembunyi di luar kesepakatan.
ACCOUNTABI LI TY AND TRANSPARENCY 2:
Seberapa dokumen yang ditelaah menunjuk pada pembentukan kecakapan peran, fungsi dan status jaksa untuk bersikap seterbuka mungkin atas semua keputusan dan tindakan yang dilakukan sehubungan dengan tanggungjawab terhadap korpnya.
Bertindak komunikatif, terbuka dan penuh inisiatif untuk
mengimplementasikan keputusan.
RESPONSI BI LI TY OF TRI BUNAL HEAD
Tidak mendalami pemahaman akan prinsip dan terlalu berorientasi pada diri sendiri.
RESPONSI BI LI TY OF TRI BUNAL HEAD
Seberapa dokumen yang ditelaah menunjuk pada pembentukan kecakapan peran, fungsi, dan status jaksa untuk menerima prinsip-prinsip dan tanggungjawab melalui tindak kepemimpinan,
“ ..Program Pendidikan dan Pelatihan Jaksa merupakan pintu awal bagi
seseorang untuk menduduki jabatan Jaksa. Proses tersebut harus
disiapkan secara baik, sehingga peningkatan kualitas materi, pengajar,
dan pola pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan dan
perkembangan hukum. Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas para
calon jaksa adalah melalui proses magang sebagai langkah awal. Selain
itu perlu ada transparansi dalam proses penilaian bagi para peserta
sehingga dapat menutup peluang terjadinya kolusi…“
4.
Pendidikan, tak terkecuali pendidikan profesi jaksa, mempersyaratkan kualitas
materi, pengajar, dan pola pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dan
perkembangan hukum. Sedang terkait dengan persyaratan kualitas, pemancangan
derajat atau tingkatan kualitas yang hendak dicapai cenderung didasarkan pada
amatan, penyimpulan, pemikiran, dan harapan tertentu; sehingga yang lebih
dijadikan prioritisasi ialah rumusan prasyarat minimal. Minimalitas dari prasyarat ini
justru dimaksudkan untuk membentengi atau mencegah agar tidak terjadi
kesenjangan dan ketidaksesuaian harapan peran masyarakat terhadap kinerja jaksa
yang gilirannya dapat merugikan korp kejaksaan lantaran citra yang buruk tentang
jaksa sebagai profesi di mata publik.
Mengingat bahwa pemancangan derajat kualitas yang hendak dicapai secara
pragmatik dapat dikerjakan dengan variasi tertentu, satu hal yang tidak boleh
dilupakan ialah kualitas kurikulum. Dalam pandangan Kaiser-Messmer
5fokus ini dapat
beragam, seperti: terlalu menekankan pada aktivitas yang bersifat utilitarian dan
pragmatik, tujuan pendidikan yang cenderung lebih saintifik atau humanistik, atau
pendekatan yang lebih integratif. Demikian pula, pendidikan jaksa, melalui bahan ajar
dan bahan penunjang lain yang dijadikan rujukan, perlu ditilik dari ketajaman,
keterarahan, dan fokus dari tujuan pendidikannya.
6Lebih jauh, dapat dipersoalkan,
misalnya:
4
Lihat Tim Kejaksaan Agung, KHN dan MAPPI UI , “Penelitian Pembaharuan Kejaksaan, Pembentukan Standar Minimum Profesi Jaksa”. [ Ringkasan Eksekutif (Executive Summary)] , 2003.
5
Kaiser-Messmer, G., “Application-oriented Mathematics Teaching: A Survey of the Theoretical debate.” Dalam M. Niss, W. Blum, & I . Huntley (Eds.)., Dalam Teaching of Mathematical Modelling and Applications. Chichester: Ellis Horwood, 1991.
6
•
I mplikasi dari beberapa opsi kurikulum. Kurikulum hendaknya tidak bersifat
tunggal, tetapi akomodatif terhadap komponen kependidikan, seperti ragam
pengajar, peserta didik, ketidaklengkapan sarana penunjang dsb.; sehingga
dapat diuji dan ditentukan akhirnya, manakah kurikulum yang lebih
memuaskan dan efektif.
•
Pengartikulasian situasi riil keseharian, baik yang dialami peserta didik
maupun masyarakat di mana mereka hidup, sebagai sebuah
starting point
untuk mendalami sebuah konsep berikut situasi problematik yang hendaknya
dikaji dan didalami.
•
Macam peran didaktik yang seharusnya lebih diprioritaskan dan
mempersyaratkan aktivitas yang lebih sederhana sehingga dapat ditentukan
manakah kondisi dan prasyarat yang lebih bermanfaat bagi pembekalan
profesionalitas jaksa di lapangan.
Dari sini proses pembelajaran para peserta didik tak dapat dilepaskaitkan dari
dua hal penting: pertama, strategi didaktik dan proses di kelas; dan, kedua,
pengembangan diri dan keahlian para pengajar. Terkait dengan hal pertama,
orientasi kurikuler yang lentur nampak lebih memberikan keleluasaan, terutama bagi
interaksi antara pengajar dan peserta didik. Di antaranya ialah cara membantu para
peserta didik untuk memecahkan kasus atau masalah, di mana perlu
dipertimbangkan beberapa prinsip pedagogik, andragogik atau intervensi tertentu.
Juga strategi pengelompokan peserta didik yang memungkinkan efektivitas
pelaksanaan aktivitas baik secara individual, kelas, maupun kelompok; selain
pertimbangan tentang aktivitas yang sebaiknya dikerjakan di kelas atau di luar kelas;
selain metode evaluasinya.
Kedua, hal pengembangan diri pengajar, yang terkait erat dengan upaya
untuk mencegah staf pengajar agar tidak menjadi batu sandungan bagi inovasi.
Karena posisi mereka dalam struktur sosial di kelas, para pengajar memiliki alasan,
batasan, dan kelebihan yang beragam. Kepengajaran mereka dibentuk dari pelatihan,
motivasi dan kompetensi yang beragam pula, sehingga perlu diperhatikan hal-hal
seperti: kesulitan yang mereka alami dalam kaitan dengan pemahaman akan
pembawaan diri dan peneladanan, pembawaan aktivitas dalam praktik kependidikan
mereka, juga fleksibilitas dan rigiditas mereka dalam menerapkan materi kurikuler.
Kesemuanya ini secara fokus dicoba-sorot melalui dokumen yang selama ini dijadikan
sebagai bahan ajar.
Dalam penelitian ini, penakaran kualitas, sebagaimana pernah dilakukan oleh
Davis,
7disorot dari relevansi tujuan instruksional, tingkat rincian dari setiap deskripsi
aktivitas, kejalasan penjelasan yang mengaitkan antara aktivitas dan tujuan,
koherensi dan organisasi materi, dan ketepatan tujuan (
correctness
). Uraian ini tidak
berseberangan dengan Pedoman Materi Bahan Ajar Kejaksaan yang dikeluarkan oleh
Komisi Hukum Nasional, di mana tertulis:
“…Pemilihan materi bahan ajar, harus sejalan dengan ukuran-ukuran
(kriteria) yang digunakan untuk bidang studi bersangkutan. Misalnya
kriteria pemilihan materi bahan ajar yang akan dikembangkan dalam
sistem instruksional dan yang mendasari penentuan strategi belajar
mengajar…”
8Adapun kriteria yang dimaksud terdiri dari: pertama, kriteria tujuan
instruksional, materi bahan ajar yang terpilih dan dimaksudkan untuk mencapai
tujuan instruksional khusus atau tujuan-tujuan tingkah laku; sehingga materi sejalan
dengan tujuan-tujuan yang telah dirumuskan. Kedua, keterjabaran, di mana materi
bahan ajar harus rinci berdasarkan tujuan instruksional khusus yang telah
dirumuskan secara spesifik, teramati, dan terukur. Ketiga, relevansi dengan
kebutuhan siswa yang ingin berkembang berdasarkan potensi yang dimilikinya yang
mencakup beberapa aspek, seperti: pengetahuan, sikap, nilai, dan ketrampilan.
Keempat, kesesuaian dengan kondisi masyarakat, karena siswa dipersiapkan untuk
menjadi warga masyarakat yang berguna dan mampu hidup mandiri, kepada mereka
perlu diberikan pengalaman edukatif yang bermakna. Kelima, materi bahan ajar
mengandung segi-segi etik, mengingat perkembangan moral siswa kelak sebagai
manusia yang etik sesuai dengan sistem nilai dan norma-norma yang berlaku di
masyarakatnya. Keenam, materi bahan ajar tersusun dalam ruang lingkup dan urutan
yang sistematik dan logis dengan alasan bahwa setiap materi bahan ajar perlu
disusun secara bulat dan menyeluruh, terbatas ruang lingkupnya, terpusat pada satu
topik masalah tertentu, dan disusun secara berurutan sehingga memudahkan siswa
untuk menyerap. Dan ketujuh, bahan ajar bersumber dari buku sumber yang baku,
pribadi pengajar yang ahli, dan masyarakat --tiga faktor yang perlu diperhatikan
dalam memilih materi bahan ajar. Ketujuh kriteria ini peneliti jadikan sebagai kriteria
7 Dr. Elizabeth Davis (2002). “Classroom Assessment Report”. Diakses 18/ 07/ 2005 pada Online
Documents: http: / / www.saumag.edu/ assessment/ reports2002/ CI / EnglishMethodsDavis/ SCORI NGGUI DE TeachingLiterature.
8
dimensionalitas untuk menilai dokumen-dokumen yang tersedia sebagaimana pada
Tabel 4.
Tabel 4
Penjelasan Kriteria Dimensionalitas Menurut Prinsip Kebertujuan,
Koherensi, Organisasi Materi, dan Ketepatan Pada Coding Sheet I I
NI LAI 0 KRI TERI A NI LAI 7
TUJUAN I NSTRUKSI ONAL
Tak sejalan Sejauh mana terjadi kesejalanan materi ajar dengan tujuan-tujuan pendidikan yang telah dirumuskan dan disepakati.
Sejalan
KETERJABARAN
Tak teramati, tak terukur, tidak relevan
Sejauh mana keterincian materi bahan ajar seturut tuntutan, di mana setiap tujuan instruksional telah dirumuskan secara spesifik, teramati dan terukur; di sini terdapat keterkaitan dan relevansi erat antara
spesifikasi tujuan dan spesifikasi materi bahan ajar.
Teramati, terukur, relevan.
RELEVANSI DENGAN KEBUTUHAN PESERTA DI DI K
Tak menunjang pengembangan pribadi, tidak memenuhi keempat domain.
Seberapa besar korelasi antara kebutuhan siswa untuk berkembang menurut potensi yang dimilikinya dengan materi bahan ajar yang memungkinkan usaha pengembangan pribadi siswa yang mencakup pengetahuan, sikap, nilai, dan keterampilan.
Menunjang pengembangan pribadi, mencakup keempat domain.
KESESUAI AN DENGAN KONDI SI MASYARAKAT
Tak terdapat sentuhan reflektif yang mengilhami pembelajaran akan masyarakat.
Sejauh mana relevansi antara orientasi siswa untuk menjadi warga masyarakat yang berguna dan mampu hidup mandiri dengan keterpenuhan materi bahan ajar yang membantu mendelivery pengalaman edukatif yang bermakna untuk menjadi manusia yang adaptif.
Miskin sentuhan etik yang menguak-merelatifkan hasil pembelajaran moral.
Sejauh mana materi bahan ajar mencakup segi perkembangan moral siswa, di mana pengetahuan dan ketrampilan sebagai muatan materi bahan ajar mampu mengembangkan siswa untuk menjadi manusia yang etik sesuai sistem nilai dan norma yang berlaku di masyarakat.
Tingkat kebulatan dan keutuhan antar unsur dalam materi bahan ajar, tetapi juga
ketajaman batasan ruang lingkup ke satu topik masalah tertentu, serta keberurutan
susunannya yang fasilitatif bagi perkembangan psikologis siswa; dengan demikian materi lebih mudah diserap dan terukur tingkat
keberhasilannya.
Sistematik menurut urutan, tingkatan, taksonomi, dan kategori tertentu.
NI LAI 0 KRI TERI A NI LAI 7
Tidak didasarkan pada keakuratan sumber, data dan narasumber yang pakar dalam bidang mereka.
Tingkat sejauh mana materi bahan ajar bersumber pada kebakuan buku, keahlian pengajar, dan kepedulian masyarakat.
Didasarkan pada keakuratan sumber, data dan narasumber yang pakar dalam bidang mereka.
3. CODI NG SHEET I I I : VI SI DAN MI SI PENDI DI KAN JAKSA
Kutipan pada Laporan Penelitian Standar Profesi Jaksa atas Visi, Misi, Fungsi,
Tugas, dan Wewenang
Crown Prosecutor Servicee
9Pada visi, disebutkan bahwa visi
CPS adalah :
"
…menciptakan lembaga yang berwenang untuk melakukan
penuntutan, memberikan pelayanan sebaik mungkin kepada
masyarakat, menjadi organisasi profesional yang menghargai semua
lapisan masyarakat, menerapkan standar kerja yang tinggi,
memberikan kepercayaan masyarakat terhadap hukum, serta bekerja
sama dengan semua elemen dari sistem peradilan pidana… ".
10Selanjutnya ditulis, CPS memegang peran utama dalam membantu
pemerintah untuk melaksanakan sistem peradilan pidana, antara lain mengurangi
kejahatan dan ketakutan yang ditimbulkan karenanya serta memastikan agar
keadilan ditegakkan sebaik-baiknya.
Adapun misi CPS adalah:
“...mendukung pelaksanaan penegakan hukum yaitu mengurangi
kejahatan, mengurangi rasa takut masyarakat terhadap kejahatan,
serta biaya sosial dan ekonomi yang ditimbulkannya. Untuk
menegakkan hukum secara adil dan efisien serta untuk meningkatkan
kepercayaan masyarakat terhadap hukum, maka CPS diharapkan
untuk: ...memberikan pelayanan penuntutan berkualitas tinggi yang
membawa para pelanggar kepengadilan; membantu mengurangi baik
kejahatan dan rasa takut terhadap kejahatan serta karenanya
meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap hukum yang berlaku
dengan melakukan pemeriksaan kasus yang konsisten, adil dan
independen, melalui presentasi yang adil, menyeluruh dan benar pada
tiap-tiap persidangan....”
119 Sebagaimana dikutip dari Crown Prosecutor Service, “Statutory Duties and Powers”. Diakses
18/ 07/ 2005 pada Online Documents: http: / / www.cps.gov.uk/ legal/ section1/ chapter_a.html 10
Laporan Penelitian Standar Profesi Jaksa, Noted. 11
Peneliti melakukan konfirmasi atas kutipan tersebut dan menjadikanya
sebagai landasan dari dimensionalitas visi dan misi guna menyorot dokumen yang
ada. Tabel 5 menggambarkan rincian kesembilan dimensi.
Tabel 5
Penjelasan Dimensionalitas Menurut Visi Dan Misi Kejaksaan
Pada Coding Sheet I I I .12
Selalu atau hampir seluruhnya tersurat perihal kompetensi
Selalu atau hampir seluruhnya tersurat perihal kompetensi
Selalu atau hampir seluruhnya tersurat perihal kompetensi
Selalu atau hampir seluruhnya tersurat perihal kemampuan
Selalu atau hampir seluruhnya tersurat perihal kompetensi
Selalu atau hampir seluruhnya tersurat perihal upaya
BERSIKAP KONSISTEN Selalu atau hampir seluruhnya tersurat perihal kemampuan
BERSIKAP ADIL Selalu atau hampir seluruhnya tersurat perihal kemampuan
BERSIKAP INDEPENDEN Selalu atau hampir seluruhnya tersurat perihal kemampuan bersikap independen.
4. CODI NG SHEET I V : MANAJEMEN GAGASAN DAN PENGETAHUAN
Jika manajemen umum diartikan sebagai soal bagaimana membuat segala
sesuatunya selesai melalui pelibatan orang, maka manajemen gagasan dan
12
pengetahuan adalah soal bagaimana mengupayakan agar pengetahuan dapat
ditangkap manusia pembelajar dalam bentuk unit/ satuan atau objek/ sasaran yang
dapat menciptakan jejaring dengan sesama pembelajar dan
software/ machines
.
Manajemen pengetahuan (
knowledge management, KM
) sendiri sebenarnya ralatif
merupakan disiplin baru, sebagaimana dikemukakan oleh:
The Beep Knowledge
System
:
“…Knowledge Management (KM) is a relatively new field, but KM
practices around the world show a rich variety of lessons learned, and
the body of literature is growing rapidly. Organisations implementing
Knowledge Management generally have two objectives. First they
nurture the creation of new knowledge in order to speed up
innovation and gain a competitive advantage. Second, by sharing
existing knowledge they try to increase efficiency, i.e. prevent the
wheel from being reinvented too often. The cases described come
from large multinationals, as they are at the forefront of KM
developments…”
13.
Dari kedua sasaran, yakni: pertama, penciptaan pengetahuan untuk
mempercepat inovasi dan keuntungan kompetitif, dan kedua, penyelenggaraan
suasana keberbagian pengetahuan untuk meningkatkan efisiensi; yang lebih terkait
dan relevan dengan pendidikan jaksa adalah sasaran kedua.. Manifestasi dari sasaran
kedua merupakan resultante saat pengetahuan ditangkap dan berubah menjadi
informasi yang merupakan kualitas
personalized
dan
localized.
14Manakala
pengetahuan gagal diubah ke dalam informasi, yang dapat terjadi kemudian ialah
peristiwa depersonalisasi dan dekontekstualisasi makna. Logis, jika agenda yang
ditarik berkait dengan implikasi pembelajaran terhadap angkatan kerja di masa depan
ialah bagaimana agar pendidikan jaksa menciptakan personalisasi dan
re-kontekstualisasi pengetahuan.
Pendekatan pembelajaran niscaya menyertakan baik tujuan, perkembangan
modal manusiawi dan terapannya. Ketiganya dapat saling bertentangan, sebab
masing-masing dari ketiga hal mewakili intensi, asumsi dan metode yang berbeda
tentang bagaimana mencapai tujuan. Implementasi semacam ini dikongklusikan oleh
Arthur M. Harkins:
13
Lihat The Beep Knowledge System (2005), “eEconomy – work and skills”. Diakses 26/ 07/ 05 pada Online Documents: http: / / www.beepknowledgesystem.org/
14 Menurut pandangan psikologi kognitif yang menggunakan informational-processing
“…I nformation to knowledge transition: arrival of the desktop
computer and the cell phone begin to permit 'distance' relationships to
living, learning and working. Growth of the service industries and the
movement of many heavy industries to offshore locations.
I ntroduction of robots in some manufacturing and assembly
processes. I nformation management systems become necessary.
Postsecondary education and training are no longer options for many
types of jobs. Perhaps 5% of workers are Knowledge Workers. Some
of these are futurists…”
15Dari ungkapannya, tersirat betapa dahsyatnya efek tekhnologi, utamanya
Internet
, yang mempu mendorong akselerasi pengetahuan. Tak ubahnya di dunia
industri, di mana pekerja harus bersedia berhadapan dengan pelanggan dan perilaku
pesaing yang tidak terprediksikan sebelumnya, jaksa pun harus bersedia berhadapan
dengan segala kemungkinan yang barangkali tidak terbayangkan terjadi di masa lalu
dan masa kini. Masuk akal jika kegamangan akan masa depan pendidikan dan
pelatihan jaksa harus dijawab dengan cara pandang dan perspektif yang disiapkan
untuk menanggapi hal-hal tak terprediksikan tersebut. Mempertimbangkan pemikiran
ini, relevan jika penelitian Analisis Isi atas berbagai dokumen pada Pusat Pelatihan
Jaksa ini menempatkan pendekatan
Performance/ Innovation Base Learning
(P/ IBL)
sebagai perspektif untuk menilai penyelenggaraan pendidikan jaksa sebagaimana
terangkum dalam Tabel 6 berikut penjelasannya.
Tabel 6
Penjelasan Dimensionalitas Berdasar Atribut Sistem
Pembelajaran ( Arthur M. Harkins, 2003) Pada Coding Sheet I V
NI LAI 0 ATRI BUT SI STEM PEMBELAJARAN NI LAI 7
Ada tidaknya agenda untuk mempersiapkan peserta didik
menampilkan suatu kinerja umum.
Purpose
Ada-tidaknya
bimbingan/ pendampingan untuk bertindak atau menunjukkan kinerja tertentu.
Tergantung pada baik-tidaknya persiapan kelas.
Approach
Mengandung porsi coach guna melakukan tindakan atau kinerja tertentu.
Terlaksana-tidaknya
perkuliahan..l Occurrence
Dibawakan-tidaknya kinerja yang dibutuhkan.
Penjenjangan dan penyeleksian didasarkan pada
Focus
Penjenjangan dan penyeleksian didasarkan pada ketersediaan potensi dan keterpenuhan
15
NI LAI 0 ATRI BUT SI STEM PEMBELAJARAN NI LAI 7
kluster usia atau senioritas tertentu.
persyaratan.
Didasarkan pada
kurikulum akademik.l Basis
Didasarkan pada praktik dan sistem pendukung yang disandarkan pada pengetahuan eksplisit.
Learning sequence Bersifat Event-driven, induktif.
Didasarkan pada ketersediaan kapasitas manusia dan instrumen pendukung.
Delivery platform Didasarkan pada kekuatan agent
dan ketepatan konteks.
Nara sumber sebagai pihak yang
menentukan apa yang hendaknya dipelajari oleh para peserta didik.
Learning initiative determinant Bersifat Event-driven,
induktif-kontekstual.
Tidak tergantung pada konteks, Context independent.
Context Tergantung pada konteks, Context
dependent, personalitas, dan bersifat inovatif.
Di dalam/ luar kelas. Delivery location Menggunakan perangkat jaringan.
Terstruktur di dalam
jadual. Delivery time
Memberi ruang bagi inisiatif peserta didik untuk menyediakan dan mengelola.
1. menyertakan kemampuan untuk menggunakan sistem pendukung kinerja.
2. tergantung pada kualitas sistem pendukung kinerja
I V. Hasil Analisis
Hasil analisis deskriptif mencakup hasil elisitasi melalui proses coding terhadap ke-110
dokumen. Hasil elisitasi coding setelah dikonversikan ke dalam skor terbobot melalui
pengoperasian
categorizing variables
dengan bantuan
software
SPSS For Windows
Release 10.01 (27 Oktober 1999) Standard Version.
Tabel 19
Rekapitulasi Hasil Penelitan dan I nterpretasi Tentatif
D. NO E. DIMENSI F. SIGNIFIK MEMBERI KAN TEKANAN PADA DI MENSI I NI.MEAN 27.8 MENUNJUKKAN TI NGKATAN YANG “AMAN” DAN BER-RI SI KO UNTUK MEMBAHASNYA.KALAU PUN ADA UPAYA UNTUK MENYENTUHNYA, HAL I NI MUNCUL PADA KONSI NYERI NG APRESI ASI F YANG BERBEDA ANTARA DI MAKALAH PESERTA DAN NOTULENSI.MENI LI K BAHWA DI MAKALAH PESERTA DENGAN MEAN YANG TERENDAH TETAPI MEMI LI KI SD YANG PATUT DI PERTI MBANGKAN (4.3), MEMANG TI DAK DAPAT LANTAS DI TARI K KESI MPULAN BAHWA APRESI ASI NYA RENDAH. NAMPAKNYA DI SPUTASI YANG TAJAM TERJADI DI ANTARA PARA PESERTA.SEDANG NOTULENSI, DENGAN MEAN TERTI NGGI TETAPI DENGAN SD YANG RENDAH (0.7), MEMPERLI HATKAN BAGAI MANA KOMONALI TAS PENDAPAT TENTANG DI MENSI I NI LEBI H DI APRESI ASI. BAGAI MANA KOMPETENSI DAN PROFI SI ENSI DALAM SUBSTANSI HUKUM LEBI H DI KUASAI OLEH PARA PAKAR.PERSOALAN I NDEPENDENCE
I NSTI TUSI ONAL MENJADI SOROTAN UTAMA KALANGAN PAKAR, SEBALI KNYA MASI H BERVARI ASI ANTAR PESERTA (GRASS ROOT). NAMPAK DI SI NI “HUKUM MEMANG
LL. NOTULENSI MEREPRESENTASI KAN PEMBI CARAAN YANG BERLANGSUNG DI FORUM.DALAM I KHWAL PENGHORMATAN (HAK) PRI BADI, NAMPAK BAHWA TERJADI KESAN YANG BERBEDA DI ANTARA KALANGAN PAKAR DAN AKAR RUMPUT.BEBERAPA KESI MPULAN LEBI H KOMPREHENSI F DAPAT DI TARI K DARI POLA DATA I NI. NAMPAKNYA MENJADI CONCERN
D. NO E. DIMENSI F. SIGNIFIK
DENGAN ANTI TESI S YANG TANGGUH DARI FORUM. SECARA SAMA DI ANTARA FORUM DAN PEMAKALAH. SEBAGAI MASUKAN BAGI PENDI DI KAN JAKSA.DARI HASI L I NI, NAMPAK BETAPA SENJANG ANTARA YANG DI AJARKAN DAN YANG DI SAKSI KAN DI LAPANGAN.
NNN. NAMPAKNYA PEMAHAMAN YANG BASED ON DATA LEBI H MENGGAMBARKAN KAI TAN ANTARA KENYATAAN YANG DI JELASKAN DAN PENJELASANNYA.SEBALI KNYA, BAHAN AJAR CENDERUNG AKSI OMATI K-DEDUKTI F. PEMBERI AN AKSENTUASI PADA KETERAMPI LAN DALAM OLAH LOGI KA DAPAT MEMBERI KONTRI BUSI UNTUK MENI NGKATKAN DAYA PI KAT DARI BAHAN AJAR. KOHERENSI ANTARA MAKSUD DAN TUJUAN DENGAN CARA MECAPAI NYA LEBI H TERGAMBARKAN PADA LAPORAN PENELTI I AN DI BANDI NGKAN PADA MAKALAH. SI MPOSI UM YANG MERELEASE HASI L PENELI TI AN DALAM BI DANG HUKUM AGAKNYA LEBI H BERBI CARA BANYAK BAGI PENYADARAN DARI PADA MAKALAH-MAKALAH YANG CENDERUNG DEDUKTI F.
VVV. 10 WWW. KETERJ MEMBANGUN ARGUMENTASI LEBI H NAMPAK PADA BENTUK LEGAL STATEMENT DARI PADA GAGASAN -GAGASAN YANG DI KERUCUTKAN UNTUK MENANGGAPI TEMA.
CCCC. MENGEMAS GAGASAN KE DALAM METODE PENYAMPAI AN.
D. NO E. DIMENSI F. SIGNIFIK YANG DI PERSYARATKAN UNTUK PENELI TI AN.
RRRRR. RELEVAN DENGAN KEBUTUHAN PENDI DI KAN.KOMPETENSI TENTANG PROFESI ONALI TAS ANTARA PARA PAKAR SENI OR YANG SUDAH “TERBUKTI PROFESI ONAL KARENA SENI ORI TASNYA”.NAMUN DATA YANG DI TELUSUR LEWAT RI SET BERKATA LAI N.
MMMMMM. SEBENARNYA
STANDARD OPERATI ON PROCEDURE
(SOP) SUDAH MEMADAI.SOALNYA TI NGGAL BAGAI MANA
MENGI MPLEMENTASI KAN.
D. NO E. DIMENSI F. SIGNIFIK SASARAN DAN BAGAI MANA MEN -DELI VER.
JJJJJJJJ. MASALAH “PENDEKATAN” MENJADI SOAL YANG LEBI H MUNCUL DALAM DI ALOG DI BANDI NG PADA TEKS.
QQQQQQQQ. KEBERPI JAKAN PADA DATA LEBI H HI DUP DAN MENGGUGAH DI BANDI NGKAN DENGAN PENDAPT-PENDAPAT YANG AKSI OMATI K. DI PERTANYAKAN.BUKANKAH POSTULATNYA, KARENA MENYANGKUT PESERTA DI DI K, BAHAN AJAR HENDAKNYA LEBI H FOKUS.MENGAPA YANG TERJADI LEBI H JELAS MUNCUL DALAM PENELI TI AN DI BANDI NG DALAM MAKALAH.PERSOALAN
MEMPERTAUTKAN ANTARA DATA DAN ASUMSI MENJADI HAL YANG PERLU DI PERHATI KAN UNTUK MENCAPAI EFEKTI VI TAS.
LLLLLLLLL. PERSOALAN TI NDAK LANJUT MENJADI HAL KRUSI AL.BANYAK PEMBI CARAAN YANG KADANG TI DAK PERLU DI DENGAR, TETAPI BANYAK DI BUTUHKAN DI ALOG UNTUK SALI NG MENDENGARKAN.
D. NO E. DIMENSI F. SIGNIFIK
ANT TI AN MEMUNCULKAN BERBAGAI GAGASAN
TANPA TI NDAK LANJUT AKAN MEMANDEGKAN SEMUA UPAYA
GGGGGGGGGG. IDEM DENGAN NO. 31 KEPAKARAN MENJADI PENTI NG BERKAI T DENGAN ADAGI UM THE
UUUUUUUUUU. IDEM DENGAN NO 33.
BBBBBBBBBBB. PENYELENGGARAAN FORUM DAN PENDALAMAN DATA MENJADI SOAL YANG SERI US.JADI BUKAN FORUM YANG ASAL MENGUNDANG BANYAK ORANG. PRAKTI KALI TAS DAN KI NERJA LEBI H MENGEDEPAN DALAM PERCAKAPAN FORUM DI BANDI NG DALAM KOMUNI KSI SATU ARAH SEBAGAI MANA DALAM MAKALAH.
JJJJJJJJJJ
PPPPPPPPPPP. KETERKAI TAN PENDI DI KAN YANG DI TEMPUH DENGAN KI NERJA DAN KI PRAH DI MSA DEPAN PERLU LEBI H DI DUKUNG DENGAN DATA.AGENDA MASA DEPAN BUKAN PENGULANGAN ATAU REPLI KASI MASA LALU.