• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lapsus Hirschsprung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Lapsus Hirschsprung"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

SMF/BAGIAN RADIOLOGI LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN OKTOBER 2016

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

HIRSCHSPRUNG DISEASE

Disusun Oleh :

Siegfrid Claudio Antonio Manoeroe (1208015006)

Pembimbing :

dr. Elsye R. F. Thene, Sp.Rad dr. Herman P. L. Wungouw, Sp.Rad

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITRAAN KLINIK SMF/ BAGIAN ILMU RADIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA RSUD PROF. DR. W. Z JOHANNES

KUPANG 2016

(2)

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan kasuss ini diajukan oleh :

Nama : Siegfrid Claudio Antonio Manoeroe NIM : 1208015006

Telah berhasil dibacakan dan dipertahankan di hadapan para pembimbing klinik sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk mengikuti ujian komprehensif di SMF/ bagian Radiologi RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang.

Pembimbing Klinik

1. dr. Elsye R. F. Thene, Sp.Rad 1. ……….

Pembimbing Klinik I

2. dr. Herman P. L. Wungouw, Sp.Rad 2. ……….

Pembimbing Klinik II Ditetapkan di : Kupang

(3)

BAB I PENDAHULUAN

Hisprung Disease atau Penyakit Hisprung atau Megakolon Konginetal adalah suatu kelainan kongenital yang ditandai dengan tidak adanya sel ganglion parasimpatik pleksus auerbach dan meissner pada kolon distal mulai dari spinkter ani kearah proksimal dengan panjang yang bervariasi dan memberikan gejala klinis akibat gangguan pasase kolon fungsional. Tidak adanya ganglion sel ini mengakibatkan hambatan pada gerakan peristaltik sehingga terjadi ileus fungsional dan dapat terjadi hipertrofi serta distensi yang berlebihan pada kolon yang lebih proksimal. Pada kasus yang disajikan kali ini didapatkan pasien datang dengan keluhan utama nyeri perut bagian bawah yang tidak berhubungan dengan posisi tubuh dan dirasakan terus menurus. Selain itu, didapatkan juga keluhan tambahan berupa mual, muntah, konstipasi, demam yang hilang timbul dan nafsu makan yang menurun. Pada anak yang lebih besar, gejala klinis yang menonjol adalah konstipasi kronis dan gizi buruk (failure to thrive). Kegagalan mengeluarkan tinja menyebabkan dilatasi bagian proksimal usus besar dan perut menjadi kembung.1,2

Penyakit hirschprung dapat terjadi dalam 1:5000 kelahiran. Risiko tertinggi terjadinya Penyakit hirschprung biasanya pada pasien yang mempunyai riwayat keluarga Penyakit hirschprung dan pada pasien penderita Down Syndrome. Rectosigmoid paling sering terkena sekitar 75% kasus, flexura lienalis atau colon transversum pada 17% kasus.3

(4)

BAB II LAPORAN KASUS

I. IDENTIFIKASI PASIEN

Nama : An. Mike F. E. Henuk

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 3 Tahun

Alamat : Walikota

Agama : Kristen Protestan

Tanggal Foto : 14 Oktober 2016

Ruang : Poli Anak

II. ANAMNESA

Diambil dari : Alloanamnesa

Tanggal : 16 Oktober 2016 pukul 19.00

a. Keluhan Utama

Nyeri Perut bagian bawah yang dirasakan seperti ditusuk-tusuk sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit.

b. Keluhan tambahan

Mual (+), Muntah (+) , Demam hilang timbul , Perut kencang dan kembung, Nafsu makan menurun, belum BAB sejak ± 7 hari yang lalu.

c. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan nyeri perut bagian bawah yang dirasakan seperti ditusuk-tusuk sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Nyeri perut awalnya dirasakan hilang timbul namun menjadi semakin sering dan sangat nyeri. Nyeri yang dirasakan sangat mengganggu dan menghalangi aktivitas sehari-sehari. Nyeri disertai dengan perut yang terasa besar dan kembung. Akibat nyeri perut yang dirasakan, pasien menjadi tidak ingin makan (nafsu makan menurun). Pasien juga mengeluh belum BAB sejak ± 7 hari yang lalu, namun BAB menjadi mencret setelah diberikan obat melalui lubang anus sehari sebelum dibawa ke rumah sakit.

(5)

Keluhan belum BAB seperti ini sering berulang sebelumnya. Mencret sedikit-sedikit 2x/hari bewarna kecoklatan, lembek, disertai ampas, tanpa lendir maupun darah. Mual dan muntah juga dikeluhkan oleh pasien. Mual selalu mendahului muntah. Muntah selalu terjadi setelah pasien makan, muntah awalnya berisi ampas namun lama kelamaan muntah hanya lendir bewarna putih terjadi terus menerus. Pasien juga mengeluh demam yang hilang timbul. Hilang setelah pasien minum obat penurun panas.

d. Riwayat penyakit dahulu

 Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama.

 Riwayat trauma pada perut disangkal.

 Riwayat operasi sebelumnya disangkal.

e. Riwayat penyakit keluarga

Ibu pasien menyatakan tidak ada dalam keluarga yang pernah mengalami keadaan seperti ini sebelumnya.

f. Riwayat kehamilan Ibu, kelahiran dan Pasca Lahir

Ibu pasien lupa kapan pasien keluar mekonium pertama kali setelah lahir. Kesan : Riwayat kehamilan dan persalinan baik.

KEHAMILAN Morbiditas kehamilan

-Perawatan antenatal Rutin kontrol

KELAHIRAN Tempat kelahiran Rumah bersalin

Penolong persalinan Bidan

Cara persalinan Partus spotan

Masa gestasi Cukup bulan (40 minggu)

Keadaan bayi oBerat lahir : 2900 gr oPanjang :

-oLingkar kepala :

-oLangsung menangis : Ya oNilai APGAR :

(6)

-g. Riwayat gizi dan nutrisi

 ASI diberikan sampai usia 1 tahun 2 bulan

 Setelah 1 tahun 2 bulan diberikan susu formula sebagai pengganti ASI

 Saat usia 6 bulan sudah mulai diberikan buah (pisang), biskuit, dan bubur.

 Setelah usia 1 Tahun, Ibu pasien mengeluh bahwa anaknya sulit untuk makan, nafsu makan tidak sebaik anak-anak pada sebayanya, sehingga terlihat kurus.

h. Riwayat Imunisasi

Imunisasi dilakukan di Puskesmas

BCG 1 bulan

HEPATITIS B 0,1 bulan

DPT 2, 3, 4 bulan

POLIO 1, 2, 3, 4 bulan

Kesan : Imunisasi lengkap.

i. Riwayat Tumbuh Kembang

 6 bulan : merangkak dan duduk

 9 bulan : berdiri dan lepas tangan

 12 bulan : belum bisa berjalan, baru bisa bicara 2 suku kata

III. PEMERIKSAAN

(7)
(8)
(9)

- Pada foto polos tampak fecal mass prominent pada proyeki colon dan rectum. - Kontras mengisi colon transversum, colon descendend, colon sigmoid dan rectum. Posisi colon normal.

- tampak multiple filling defect pada sepanjang colon descendens – rectum. - tampak penyempitan rectum bagian distal disertai penebalan mucosa dinding rectum di daerah tersebut. Zona transisi terkesan ‘tapering’ kira-kira 3 – 4 cm dari anus

- dinding rectum proximal – mid, colon sigmoid, colon dencendens reguler. Kesan : ultra short Hirschsprung dengan zona transisi berbentuk corong pada segmen distal rctum disertai proses inflamasi fokal di segmen distal rectum.

IV. DIAGNOSIS KERJA

- Konstipasi kronik suspect Hirschsprung Disease

V. PROGNOSIS

Quo ad vitam : ad bonam

(10)

BAB III PEMBAHASAN 3.1 Resume

A. ANAMNESIS:

Seorang anak perempuan, 3 tahun, datang dengan keluhan nyeri perut, lemas, demam tidak tinggi, mual, muntah, perut membesar dan kembung, nafsu makan berkurang dan belum BAB sejak ± 7 hari yang lalu. Pernah mengalami hal yang sama sebelumnya.

B. PEMERIKSAAN PENUNJANG:

Pada pemeriksaan radiologi den menggunakan barium enema didapatkan ultra short Hirschsprung dengan zona transisi berbentuk corong pada segmen distal rctum disertai proses inflamasi fokal di segmen distal rectum.

3.2 Diagnosis

(11)

Kasus : nyeri perut, lemas, demam tidak tinggi, mual, muntah, perut

membesar dan kembung, nafsu makan berkurang dan belum BAB sejak ± 7 hari yang lalu. Pernah mengalami hal yang sama sebelumnya.

Teori : Pada bayi yang baru lahir, kebanyakan gejala muncul 24 jam pertama kehidupan. Dengan gejala yang timbul: distensi abdomen dan bilious emesis. Tidak keluarnya mekonium pada 24 jam pertama kehidupan merupakan tanda yang signifikan mengarah pada diagnosis ini. Pada beberapa bayi yang baru lahir dapat timbul diare yang menunjukkan adanya enterocolitis.3

Pada anak yang lebih besar, pada beberapa kasus dapat mengalami kesulitan makan, distensi abdomen yang kronis dan ada riwayat konstipasi.Penyakit hirschsprung dapat juga menunjukkan gejala lain seperti adanya periode obstipasi, vomiting, distensi abdomen, demam, hematochezia dan peritonitis, serta adanya riwayat konstipasi, kembung berat dan perut seperti tong, massa faeses multipel dan sering dengan enterocolitis, dan dapat terjadi gangguan pertumbuhan. 3

Penunjang

Kasus : Pada pemeriksaan penunjang, dalam kasus ini dilakukan pemeriksaan radiologi, berupa barium enema didapatkan hasil sebagai berikut :

(12)
(13)

(14)

- Pada foto polos tampak fecal mass prominent pada proyeki colon dan rectum.

- Kontras mengisi colon transversum, colon descendend, colon sigmoid dan rectum. Posisi colon normal.

- tampak multiple filling defect pada sepanjang colon descendens – rectum. - tampak penyempitan rectum bagian distal disertai penebalan mucosa dinding rectum di daerah tersebut. Zona transisi terkesan ‘tapering’ kira-kira 3 – 4 cm dari anus

- dinding rectum proximal – mid, colon sigmoid, colon dencendens reguler. Kesan : ultra short Hirschsprung dengan zona transisi berbentuk corong pada segmen distal rctum disertai proses inflamasi fokal di segmen distal rectum.

Teori : Pada pasien penyakit hirschprung spasme pada distal rectum memberikan gambaran seperti kaliber/peluru kecil jika dibandingkan colon sigmoid yang proksimal. Identifikasi zona transisi dapat membantu diagnosis penyakit hirschprung.1Segmen aganglion biasanya berukuran normal tapi bagian proksimal usus yang mempunyai ganglion mengalami distensi sehingga pada gambaran radiologis terlihat zona transisi. Dilatasi bagian proksimal usus memerlukan waktu, mungkin dilatasi yang terjadi ditemukan pada bayi yang baru lahir. Radiologis konvensional menunjukkan berbagai macam stadium distensi usus kecil dan besar.

Ada beberapa tanda dari penyakit Hirschsprung yang dapat ditemukan pada pemeriksaan barium enema, yang paling penting adalah zona transisi. Posisi pemeriksaan dari lateral sangat penting untuk melihat dilatasi dari rektum secara lebih optimal. Retensi dari barium pada 24 jam dan disertai distensi dari kolon ada tanda yang penting tapi tidak spesifik. Enterokolitis pada Hirschsprung dapat didiagnosis dengan foto polos abdomen yang ditandai dengan adanya kontur irregular dari kolon yang berdilatasi yang disebabkan oleh oedem, spasme, ulserase dari dinding intestinal. Perubahan tersebut dapat terlihat jelas dengan barium enema. Nilai prediksi biopsi 100% penting pada penyakit Hirschsprung jika sel ganglion ada. Tidak adanya sel ganglion, perlu dipikirkan ada teknik yang tidak benar dan dilakukan biopsi yang lebih tebal.

(15)

Diagnosis radiologi sangat sulit untuk tipe aganglionik yang long segmen, sering seluruh colon. Tidak ada zona transisi pada sebagian besar kasus dan kolon mungkin terlihat normal/dari semula pendek/mungkin mikrokolon. Yang paling mungkin berkembang dari hari hingga minggu. Pada neonatus dengan gejala ileus obstruksi yang tidak dapat dijelaska.Biopsi rectal sebaiknya dilakukan. Penyakit hirschsprung harus dipikirkan pada semua neonates dengan berbagai bentuk perforasi spontan dari usus besar/kecil atau semua anak kecil dengan appendicitis selama 1 tahun.6

(16)

BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI ANOREKTAL

Rektum memiliki 3 buah valvula : superior kiri, medial kanan dan inferior kiri. 2/3 bagian distal rektum terletak di rongga pelvik dan terfiksir, sedangkan 1/3 bagian proksimal terletak dirongga abdomen dan relatif mobile. Kedua bagian ini dipisahkan oleh peritoneum reflektum dimana bagian anterior lebih panjang dibanding bagian posterior.1

Saluran anal (anal canal) adalah bagian terakhir dari usus, berfungsi sebagai pintu masuk ke bagian usus yang lebih proksimal; dus, dikelilingi oleh spinkter ani (eksternal dan internal) serta otot-otot yang mengatur pasase isi rektum kedunia luar. Spinkter ani eksterna terdiri dari 3 sling : atas, medial dan depan.1

(17)

Pendarahan rektum berasal dari arteri hemorrhoidalis superior dan medialis (a.hemorrhoidalis medialis biasanya tidak ada pada wanita, diganti oleh a.uterina) yang merupakan cabang dari a.mesenterika inferior. Sedangkan arteri

(18)

hemorrhoidalis inferior adalah cabang dari a.pudendalis interna, berasal dari a.iliaka interna, mendarahi rektum bagian distal dan daerah anus.1

Persyarafan motorik spinkter ani interna berasal dari serabut syaraf simpatis (n.hypogastrikus) yang menyebabkan kontraksi usus dan serabut syaraf parasimpatis (n.splanknikus) yang menyebabkan relaksasi usus. Kedua jenis serabut syaraf ini membentuk pleksus rektalis. Sedangkan muskulus levator ani dipersyarafi oleh n.sakralis 3 dan 4. Nervus pudendalis mensyarafi spinkter ani eksterna dan m.puborektalis. Syaraf simpatis tidak mempengaruhi otot rektum. Defekasi sepenuhnya dikontrol oleh n.splanknikus (parasimpatis). Walhasil, kontinensia sepenuhnya dipengaruhi oleh n.pudendalis dan n.splanknikus pelvik (syaraf parasimpatis).1

(19)

Sistem syaraf autonomik intrinsik pada usus terdiri dari 3 pleksus :

1. Pleksus Auerbach : terletak diantara lapisan otot sirkuler dan longitudinal 2. Pleksus Henle : terletak disepanjang batas dalam otot sirkuler

(20)

Pada penderita penyakit Hirschsprung, tidak dijumpai ganglion pada ke-3 pleksus tersebut.

Fungsi Saluran Anal Pubo-rectal sling dan tonus spinkter ani eksterna bertanggung jawab atas penutupan saluran anal ketika istirahat. Jika ada peristaltik yang kuat, akan menimbulkan regangan pada sleeve and sling. Untuk menghambat gerakan peristaltik tersebut (seperti mencegah flatus) maka diperlukan kontraksi spinkter eksterna dan sling yang kuat secara sadar. Sleeve and sling dapat membedakan antara gas, benda padat, benda cair, maupun gabungan, serta dapat mengeluarkan salah satu tanpa mengeluarkan yang lain.1

Defekasi dan kontinensia adalah mekanisme yang saling terkait erat. Kontinensia adalah kegiatan pengeluaran isi rektum secara terkontrol pada wakru dan tempat yang diinginkan. Koordinasi pengeluaran isi rektum sangat kompleks, namun dapat dikelompokkan atas 4 tahapan: Tahap I. Tahap awal ini adalah berupa propulsi isi kolon yang lebih proksimal ke rektum, seiring dengan frekwensi peristaltik kolon dan sigmoid (2-3 kali/hari) serta refleks gastrokolik. Tahap II. Tahap ini disebut sampling reflex atau rectal-anal inhibitory reflex, yakni upaya anorektal mengenali isi rektum dan merelaksasi spinkter ani interna

(21)

secara involunter. Tahap III. Tahap ini berupa relaksasi spinkter ani eksternal secara involunter. Relaksasi yang terjadi bukanlah relaksasi aktif, melainkan relaksasi akibat kegagalan kontraksi spinkter itu sendiri. Tahap IV. Tahap terakhir ini berupa peninggian tekanan intra abdominal secara volunter dengan menggunakan diafragma dan otot dinding perut, hingga defekasi dapat terjadi.1

B. DEFINISI

Hisprung Disease atau Penyakit Hisprung atau Megakolon Konginetal adalah suatu kelainan kongenital yang ditandai dengan tidak adanya sel ganglion parasimpatik pleksus auerbach dan meissner pada kolon distal mulai dari spinkter ani kearah proksimal dengan panjang yang bervariasi dan memberikan gejala klinis akibat gangguan pasase kolon fungsional.2

C. EPIDEMIOLOGI

Penyakit hirschprung dapat terjadi dalam 1:5000 kelahiran. Risiko tertinggi terjadinya Penyakit hirschprung biasanya pada pasien yang mempunyai riwayat keluarga Penyakit hirschprung dan pada pasien penderita Down Syndrome. Rectosigmoid paling sering terkena sekitar 75% kasus, flexura lienalis atau colon transversum pada 17% kasus.3

Anak kembar dan adanya riwayat keturunan meningkatkan resiko terjadinya penyakit hirschsprung. Laporan insidensi tersebut bervariasi sebesar 1.5 sampai 17,6% dengan 130 kali lebih tinggi pada anak laki dan 360 kali lebih tinggi pada anak perempuan. Penyakit hirschsprung lebih sering terjadi secara diturunkan oleh ibu aganglionosis dibanding oleh ayah. Sebanyak 12.5% dari kembaran pasien mengalami aganglionosis total pada colon (sindroma Zuelzer-Wilson). Salah satu laporan menyebutkan empat keluarga dengan 22 pasangan kembar yang terkena yang kebanyakan mengalami long segment aganglionosis.4

(22)

Penyakit Hirschsprung disebabkan karena kegagalan migrasi sel-sel saraf parasimpatis myentericus dari cephalo ke caudal. Sehingga sel ganglion selalu tidak ditemukan dimulai dari anus dan panjangnya bervariasi keproksimal.2

E. PATOFISIOLOGI

Kelainan pada penyakit ini berhubungan dengan spasme pada distal colon dan sphincter anus internal sehingga terjadi obstruksi. Maka dari itu bagian yang abnormal akan mengalami kontraksi di segmen bagian distal sehingga bagian yang normal akan mengalami dilatasi di bagian proksimalnya. Bagian aganglionik selalu terdapat dibagian distal rectum. Dasar patofisiologi dari HD adalah tidak adanya gelombang propulsive dan abnormalitas atau hilangnya relaksasi dari sphincter anus internus yang disebabkan aganglionosis, hipoganglionosis atau disganglionosis pada usus besar.5

Hipoganglionosis

Pada proximal segmen dari bagian aganglion terdapat area hipoganglionosis. Area tersebut dapat juga merupakan terisolasi. Hipoganglionosis adalah keadaan dimana jumlah sel ganglion kurang dari 10 kali dari jumlah normal dan kerapatan sel berkurang 5 kali dari jumlah normal. Pada colon inervasi jumlah plexus myentricus berkurang 50% dari normal. Hipoganglionosis kadang mengenai sebagian panjang colon namun ada pula yang mengenai seluruh colon.

Imaturitas dari sel ganglion

Sel ganglion yang imatur dengan dendrite yang kecil dikenali dengan pemeriksaan LDH (laktat dehidrogenase). Sel saraf imatur tidak memiliki sitoplasma yang dapat menghasilkan dehidrogenase.

Sehingga tidak terjadi diferensiasi menjadi sel Schwann’s dan sel saraf lainnya. Pematangan dari sel ganglion diketahui dipengaruhi oleh reaksi succinyldehydrogenase (SDH). Aktivitas enzim ini rendah pada minggu pertama kehidupan. Pematangan dari sel ganglion ditentukan oleh reaksi SDH yang

(23)

memerlukan waktu pematangan penuh selama 2 sampai 4 tahun. Hipogenesis adalah hubungan antara imaturitas dan hipoganglionosis.

Kerusakan sel ganglion

Aganglionosis dan hipoganglionosis yang didapatkan dapat berasal dari vaskular atau nonvascular. Yang termasuk penyebab nonvascular adalah infeksi Trypanosoma cruzi(penyakit Chagas), defisiensi vitamin B1, infeksi kronis seperti Tuberculosis. Kerusakan iskemik pada sel ganglion karena aliran darah yang inadekuat, aliran darah pada segmen tersebut, akibat tindakan.

F. KLASIFIKASI

Hirschsprung dikategorikan berdasarkan seberapa banyak colon yang terkena. Tipe Hirschsprun disease meliputi:

Ultra short segment: Ganglion tidak ada pada bagian yang sangat kecil dari rectum.

Short segment: Ganglion tidak ada pada rectum dan sebagian kecil dari colon.

Long segment: Ganglion tidak ada pada rectum dan sebagian besar colon.Very long segment: Ganglion tidak ada pada seluruh colon dan rectum

dan kadang sebagian usus kecil.

G. DIAGNOSISAnamnesis

Diagnosis penyakit ini dapat dibuat berdasarkan adanya konstipasi pada neonatus. Gejala konstipasi yang sering ditemukan adalah terlambatnya mekonium untuk dikeluarkan dalam waktu 48 jam setelah lahir. Tetapi gejala ini biasanya ditemukan pada 6% atau 42% pasien. Gejala lain yang biasanya terdapat adalah: distensi abdomen, gangguan pasase usus, poor feeding, vomiting. Apabila penyakit ini terjdi pada neonatus yang berusia lebih tua maka akan didapatkan

(24)

periode konstipasi pada neonatus yang diikuti periode diare yang massif kita harus mencurigai adanya enterokolitis. Pada bayi yang lebih tua penyakit hirschsprung akan sulit dibedakan dengan kronik konstipasi dan enkoperesis. Faktor genetik adalah faktor yang harus diperhatikan pada semua kasus. Pemeriksaan barium enema akan sangat membantu dalam menegakkan diagnosis. Akan tetapi apabila barium enema dilakukan pada hari atau minggu awal kelahiran maka zone transisi akan sulit ditemukan. Penyakit hirschsprung klasik ditandai dengan adanya gambaran spastic pada segmen distal intestinal dan dilatasi pada bagian proksimal intestinal. 4

Gejala klinik:

Pada bayi yang baru lahir, kebanyakan gejala muncul 24 jam pertama kehidupan. Dengan gejala yang timbul: distensi abdomen dan bilious emesis. Tidak keluarnya mekonium pada 24 jam pertama kehidupan merupakan tanda yang signifikan mengarah pada diagnosis ini. Pada beberapa bayi yang baru lahir dapat timbul diare yang menunjukkan adanya enterocolitis.3

Pada anak yang lebih besar, pada beberapa kasus dapat mengalami kesulitan makan, distensi abdomen yang kronis dan ada riwayat konstipasi.Penyakit hirschsprung dapat juga menunjukkan gejala lain seperti adanya periode obstipasi, distensi abdomen, demam, hematochezia dan peritonitis. 3

(25)

Kebanyakan anak-anak dengan hirschsprung datang karena obstruksi intestinal atau konstipasi berat selama periode neonatus. Gejala kardinalnya yaitu gagalnya pasase mekonium pada 24 jam pertama kehidupan, distensi abdomen dan muntah. Beratnya gejala ini dan dertajat konstipasi bervariasi antara pasien dan sangat individual untuk setiap kasus. Beberapa bayi dengan gejala obstruksi intestinal komplit dan lainnya mengalami beberapa gejala ringan pada minggu atau bulan pertama kehidupan. 5

Beberapa mengalami konstipasi menetap, mengalami perubahan pada pola makan, perubahan makan dari ASI menjadi susu pengganti atau makanan padat. Pasien dengan penyakit hirschsprung didiagnosis karena adanya riwayat konstipasi, kembung berat dan perut seperti tong, massa faeses multipel dan sering dengan enterocolitis, dan dapat terjadi gangguan pertumbuhan. Gejala dapat

(26)

pemeriksaan colok dubur sphincter ani teraba hipertonus dan rektum biasanya kosong.5

Umumnya diare ditemukan pada bayi dengan penyakit hirschsprung yang berumur kurang dari 3 bulan. Harus dipikirkan pada gejala enterocolitis dimana merupakan komplikasi serius dari aganglionosis. Bagaimanapun hubungan antara penyakit hirschsprung dan enterocolitis masih belum dimengerti. Dimana beberapa ahli berpendapat bahwa gejala diare sendiri adalah enterocolitis ringan. 5

Enterocolitis terjadi pada 12-58% pada pasien dengan penyakit hirschsprung. Hal ini karena stasis feses menyebabkan iskemia mukosal dan invasi bakteri juga translokasi. Disertai perubahan komponen musin dan pertahanan mukosa, perubahan sel neuroendokrin, meningkatnya aktivitas prostaglandin E1, infeksi oleh Clostridium difficile atau Rotavirus. Patogenesisnya masih belum jelas dan beberapa pasien masih bergejala walaupun telah dilakukan colostomy. Enterocolitis yang berat dapat berupa toxic megacolon yang mengancam jiwa. Yang ditandai dengan demam, muntah berisi empedu, diare yang menyemprot, distensi abdominal, dehidrasi dan syok. Ulserasi dan nekrosis iskemik pada mukosa yang berganglion dapat mengakibatkan sepsis dan perforasi. Hal ini harus dipertimbangkan pada semua anak dengan enterocolisis necrotican. Perforasi spontan terjadi pada 3% pasien dengan penyakit hirschsprung. Ada hubungan erat antara panjang colon yang aganglion dengan perforasi. 5

Pemeriksaan penunjang :

Diagnostik utama pada penyakit hirschprung adalah dengan pemeriksaan:

1. Barium enema. Pada pasien penyakit hirschprung spasme pada distal rectum memberikan gambaran seperti kaliber/peluru kecil jika dibandingkan colon sigmoid yang proksimal. Identifikasi zona transisi dapat membantu diagnosis penyakit hirschprung. 1Segmen aganglion biasanya berukuran normal tapi

bagian proksimal usus yang mempunyai ganglion mengalami distensi sehingga pada gambaran radiologis terlihat zona transisi. Dilatasi bagian

(27)

proksimal usus memerlukan waktu, mungkin dilatasi yang terjadi ditemukan pada bayi yang baru lahir. Radiologis konvensional menunjukkan berbagai macam stadium distensi usus kecil dan besar. Ada beberapa tanda dari penyakit Hirschsprung yang dapat ditemukan pada pemeriksaan barium enema, yang paling penting adalah zona transisi. Posisi pemeriksaan dari lateral sangat penting untuk melihat dilatasi dari rektum secara lebih optimal. Retensi dari barium pada 24 jam dan disertai distensi dari kolon ada tanda yang penting tapi tidak spesifik. Enterokolitis pada Hirschsprung dapat didiagnosis dengan foto polos abdomen yang ditandai dengan adanya kontur irregular dari kolon yang berdilatasi yang disebabkan oleh oedem, spasme, ulserase dari dinding intestinal. Perubahan tersebut dapat terlihat jelas dengan barium enema. Nilai prediksi biopsi 100% penting pada penyakit Hirschsprung jika sel ganglion ada. Tidak adanya sel ganglion, perlu dipikirkan ada teknik yang tidak benar dan dilakukan biopsi yang lebih tebal. Diagnosis radiologi sangat sulit untuk tipe aganglionik yang long segmen, sering seluruh colon. Tidak ada zona transisi pada sebagian besar kasus dan kolon mungkin terlihat normal/dari semula pendek/mungkin mikrokolon. Yang paling mungkin berkembang dari hari hingga minggu. Pada neonatus dengan gejala ileus obstruksi yang tidak dapat dijelaska.Biopsi rectal sebaiknya dilakukan. Penyakit hirschsprung harus dipikirkan pada semua neonates dengan berbagai bentuk perforasi spontan dari usus besar/kecil atau semua anak kecil dengan appendicitis selama 1 tahun.6

(28)

2. Anorectal manometry dapat digunakan untuk mendiagnosis penyakit hirschsprung, gejala yang ditemukan adalah kegagalan relaksasi sphincter ani interna ketika rectum dilebarkan dengan balon. Keuntungan metode ini adalah dapat segera dilakukan dan pasien bisa langsung pulang karena tidak dilakukan anestesi umum.Metode ini lebih sering dilakukan pada pasien yang lebih besar dibandingkan pada neonatus. 3

3. Biopsy rectal merupakan “gold standard” untuk mendiagnosis penyakit hirschprung. Pada bayi baru lahir metode ini dapat dilakukan dengan morbiditas minimal karena menggunakan suction khusus untuk biopsy rectum. Untuk pengambilan sample biasanya diambil 2 cm diatas linea dentate dan juga mengambil sample yang normal jadi dari yang normal ganglion hingga yang aganglionik. Metode ini biasanya harus menggunakan anestesi umum karena contoh yang diambil pada mukosa rectal lebih tebal. 3

(29)

Diagnosis Banding

Diagnosis banding dari Hirschprung harus meliputi seluruh kelainan dengan obstruksi pada distal usus kecil dan kolon, meliputi:

Obstruksi mekanikMeconium ileus

Simple

Complicated (with meconium cyst or peritonitis)Meconium plug syndrome

Neonatal small left colon syndromeMalrotation with volvulus

Incarcerated herniaJejunoileal atresiaColonic atresiaIntestinal duplicationIntussusceptionNEC Obstruksi fungsionalSepsisIntracranial hemorrhageHypothyroidism

Maternal drug ingestion or addictionAdrenal hemorrhage

HypermagnesemiaHypokalemia

H. TATALAKSANA

Diagnosis dari penyakit hirschsprung pada semua kasus membutuhkan pendekatan pembedahan klinik terdiri dari prosedur tingkat multipel. Hal ini

(30)

setelah berat badan anak >5 kg (10 pon). Ada 3 pilihan yang dapat digunakan, untuk setiap prosedurnya, prinsip dari pengobatan termasuk menentukan lokasi dari usus di mana zona transisi antara usus ganglionik dan aganglionik, reseksi bagian yang aganglionik dari usus dan melakukan anastomosis dari daerah ganglionik ke anus atau bantalan mukosa rektum.

Dewasa ini ditunjukkan bahwa prosedur pull-through primer dapat dilakukan secara aman bahkan pada periode neonatus. Pendekatan ini mengikuti prinsip terapi yang sama seperti pada prosedur bertingkat melindungi pasien dari prosedur pembedahan tambahan. Banyak dokter bedah melakukan diseksi intra abdominal menggunakan laparoskop. Cara ini terutama banyak pada periode neonatus yang dapat menyediakan visualisasi pelvis yang baik. Pada anak-anak dengan distensi usus yang signifikan adalah penting untuk dilakukannya periode dekompresi menggunakan rectal tube jika akan dilakukan single stage pull-through. Pada anak-anak yang lebih tua dengan kolon hipertrofi, distensi ekstrim, kolostomi dilakukan dengan hati-hati sehingga usus dapat dekompresi sebelum dilakukan prosedur pull-through. Namun, harus ditekankan, tidak ada batas umur pada prosedur pull-through.

Dari ketiga prosedur pull-through yang dilakukan pada penyakit Hirschsprung yang pertama adalah prosedur Swenson. Pada operasi ini rektum aganglionik diseksi pada pelvis dan dipindahkan ke anus. Kolon ganglionik lalu dianastomosis ke anus melalui pendekatan perineal. Pada prosedur Duhamel, diseksi di luar rektum dibatasi terhadap ruang retrorektal dan kolon ganglionik dianastomosis secara posterior tepat di atas anus. Dinding anterior dari kolon ganglionik dan dinding posterior dari rektum aganglionik dianastomosis menggunakan stappler. Walaupun kedua prosedur ini sangat efektif, namun keterbatasannya adalah adanya kemungkinan kerusakan syaraf parasimpatis yang menempel pada rektum. Untuk mengatasi masalah ini, prosedur Soave menyertakan diseksi seluruhnya dari rektum. Mukosa rektum dipisahkan dari mukosa muskularis dan kolon yang ganglionik dibawa melewati mukosa dan dianastomosis ke anus. Operasi ini dapat dilakukan sepenuhnya dari bawah. Dalam banyak kasus, sangat penting untuk menentukan dimana terdapat usus yang ganglionik. Banyak ahli bedah

(31)

mempercayai bahwa anastomosis dilakukan setidaknya 5 cm dari daerah yang sel ganglion terdeteksi. Dihindari dilakukannya pull-through pada zona transisi yang berhubungan dengan tingginya angka komplikasi karena tidak adekuatnya pengosongan segmen usus yang aganglionik. Sekitar 1/3 pasien yang di pull-throughpada zona transisi akan membutuhkan reoperasi.

Komplikasi utama dari semua prosedur diantaranya enterokolitis post operatif, konstipasi dan striktur anastomosis. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, hasil jangka panjang dengan menggunakan 3 prosedur sebanding dan secara umum berhasil dengan baik bila ditangani oleh tangan yang ahli. Ketiga prosedur ini juga dapat dilakukan pada aganglionik kolon total dimana ileum digunakan sebagai segmen yang dipull-through.

Beberapa metode operasi biasa digunakan dalam penatalaksanaan penyakit hirschsprung:

 Secara klasik, dengan melakukan insisi di bagian kiri bawah abdomen kemudian dalakukan identifikasi zona transisi dengan melakukan biopsy seromuskuler.

 Terapi definitive yang dilakukan pada penyakit hirschprung ada 3 metode: 1.Metode Swenson: pembuangan daerah aganglion hingga batas sphincter ani interna dan dilakukan anastomosis coloanal pada perineum

2.Metode Duhamel: daerah ujung aganglionik ditinggalkan dan bagian yang ganglionik ditarik ke bagian belakang ujung daerah aganglioner. stapler GIA kemudian dimasukkan melalui anus.

3. Teknik Soave: pemotongan mukosa endorectal dengan bagian distal aganglioner.

Setelah operasi pasien-pasien dengan penyakit hirschprung biasanya berhasil baik, walaupun terkadang ada gangguan buang air besar. Sehingga konstipasi adalah gejala tersering pada pascaoperasi.

(32)

I. KOMPLIKASI

 Obstruksi usus

 Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit

Secara garis besarnya, komplikasi pasca tindakan bedah penyakit hisprung dapat digolongkan atas :

1) Kebocoran anastomose

Kebocoran anastomose pasca operasi dapat disebabkan oleh ketegangan yang berlebihan pada garis anastomose, vaskularisasi yang inadekuat pada kedua tepi sayatan ujung usus, infeksi dan abses sekitar anastomose serta trauma colok dubur businasi pasca operasi yang dikerjakan terlalu dini dan tidak hati-hati. Manifestasi klinis yang terljadi akibat kebocoran anastomose ini beragam, mulai dari abses rongga pelvic, abses intra abdomen, peritonisis, sepsis dan kematian.

2) Stenosis

Stenosis yang terjadi pasca operasi tarik terobos dapat disebabkan oleh gangguan penyembuhan luka daerah anastomose, serta prosedur bedah yang dipergunakan. Stenosis sirkuler biasanya disebabkan komplikasi prosedur Swenson atau Rehbein, stenosis posterior berbentuk oval akibat prosedur Duhamel sedangkan bila stenosis memanjang biasanya akibat prosedur Soave. Manifestasi dapat berupa kecipirit, distensi abdomen, enterokolitis hingga vistula perianal.

3) Enterokolitis

Merupakan komplikasi yang paling berbahaya dan dapat mengakibatkan kematian. Tindakan yang dapat dilakukan dengan penderita dengan tanda-tanda enterokolitis adalah segera melakukan resusitasi cairan dan elektrolit, pemasangan pipa rectal untuk decompresi, melakukan wash out dengan cairan fisiologis 2-3 kali perhari serta pemberian antibiotic yang tepat.

4) Gangguan fungsi sfingter

BAB V KESIMPULAN

(33)

Hirschsprung Disease adalah kelainan kongenital dimana tidak dijumpai pleksus auerbach dan pleksus meissner pada kolon. Sembilan puluh persen (90%) terletak pada rectosigmoid, akan tetapi dapat mengenai seluruh kolon bahkan seluruh usus (Total Colonic Aganglionois).

Pada anak yang lebih besar, pada beberapa kasus dapat mengalami kesulitan makan, distensi abdomen yang kronis dan ada riwayat konstipasi.Penyakit hirschsprung dapat juga menunjukkan gejala lain seperti adanya periode obstipasi, distensi abdomen, demam, hematochezia dan peritonitis. Diagnostik utama pada penyakit hirschprung adalah dengan pemeriksaan radiologi, berupa barium enema, anorectal manometry dan biopsy rectal (gold standar).

Diagnosis dari penyakit hirschsprung pada semua kasus membutuhkan pendekatan pembedahan klinik terdiri dari prosedur tingkat multipel.

DAFTAR PUSTAKA

(34)

2. Wahab,Samik. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. EGC : 2000

3. Warner B.W. 2004. Chapter 70 Pediatric Surgery in TOWNSEND SABISTON TEXTBOOK of SURGERY. 17th edition. Elsevier-Saunders. Philadelphia. Page 2113-2114

4. Ziegler M.M., Azizkhan R.G., Weber T.R. 2003. Chapter 56 Hirschsprung Disease In: Operative PEDIATRIC Surgery. McGraw-Hill. New York. Page 617-640

5. Holschneider A., Ure B.M., 2000. Chapter 34 Hirschsprung’s Disease in: Ashcraft Pediatric Surgery 3rd edition W.B. Saunders Company. Philadelphia. page 453-468

6. Leonidas J.C., Singh S.P., Slovis T.L. 2004. Chapter 4 Congenital Anomalies of The Gastrointestinal Tract In: Caffey’s Pediatric Diagnostic Imaging 10th edition. Elsevier-Mosby. Philadelphia. Page 148-153

7. Hidayat Muhammad dan Nurmantu, Farid, dkk. Anorectal Function of Hiscprung’s patients after definitive surgery. Faculty of public health, hasanudin university. Vol/.2 April- June 2009 : 77- 85.

8. Hay, William, Levin, Myron and Sondheimer, Judith. Current Diagnosis and Treatment Pediatrics 20th Edition. Mcgraw-Hill Books. 2011

9. Juffrie, Mohammad, dkk. Buku Ajar Gastroenterologi-hepatologi. UKK-Gastroenterologi-Hepatologi IDAI. 2012

Referensi

Dokumen terkait

Fasa II ada,ah roses a-sor-si mo,eku, o-at yang menghasi,kan ketersediaan -io,ogis o-at5 yaitu senyawa aktif da,am mo,eku, o-at yang menghasi,kan ketersediaan -io,ogis o-at5

Pelaksanaan kebijakan dilakukan dengan sebelas program, yaitu pemberdayaan konsumen dan peningkatan kapasitas lembaga perlindungan konsumen termasuk kapasitas lembaga

Pada buku ketiga, perbedaan antara mengajar dengan mendidik yaitu : mengajar berarti memberi pelajaran tentang berbagai ilmu yang bermanfaat bagi

 AO bersifat soliter atau multipel. Yang multipel biasanya ditemukan pada penyakit jantung bawaan sianotik; adanya shunt kanan ke kiri akan menyebabkan darah

Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) III, gangguan ini bersifat episode berulang yang menunjukkan suasana perasaan pasien dan

serta tidak meledak-ledak, pernah mengungkapkan perkataan yang mendalam seperti ini “Jika dalam ini “Jika dalam satu posisi catur dimana saya harus memilih antara 2 keputusan yang

Bagian selatan Pulau Sumatera memberikan kenampakan pola tektonik: (1) Sesar Sumatera menunjukkan sebuah pola geser kanan en echelon dan terletak pada 100 ~ 135

Interaksi yang terjadi diantara ketiga obat utama gagal jantung kongestif berdasarkan level signifikansinya adalah digoksin- furosemid (level signifikansi 1) sebanyak