Berkala Ilmiah Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kehutanan
PEMECAHAN DORMANSI DAN PERKECAMBAHAN ASAM KURANJI (Dialium indum L.) SECARA MEKANIS DAN KIMIAWI
Bakti Nur Ismuhajaroh
PENGGUNAAN KAYU BAKAR SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF DI MAMBERAMO HULU, PAPUA Agustina Y.S. Arobaya, Maria J. Sadsoeitoeboen & Freddy Pattiselanno
KERAGAMAN JENIS SATWA BURUNG BERDASARKAN KETINGGIAN TEMPAT
PADA HUTAN DESA RAMBATU KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT PROVINSI MALUKU Anthonia Tuhumury, dan L. Latupapua
KONDISI DAN POTENSI WISATA ALAM DI WILAYAH GUNUNG SAWAL KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT Dian Diniyati
PERSEPSI WISATAWAN DAN MASYARAKAT TERHADAP WISATA ALAM DI AREAL HUTAN PENDIDIKAN UNLAM MANDIANGIN, KALIMANTAN SELATAN
Khairun Nisa, Hamdani Fauzi, dan Abrani
REKONSTRUKSI MODEL PENYULUHAN PERTANIAN DAN KEHUTANAN BERBASIS PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU [STUDI KASUS DI TIGA DESA DI WILAYAH KABUPATEN MALANG] Sugiyanto
STRATEGI PENGEMBANGAN GETAH JELUTUNG SEBAGAI HHBK UNGGULAN Marinus Kristiadi Harun
ESTIMASI JUMLAH KARBON VEGETASI YANG HILANG AKIBAT KEGIATAN PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM TROPIS
Ajun Junaedi
SIFAT FISIKA MEKANIKA PAPAN PARTIKEL DARI PELEPAH NIPAH (Nyfa fruticans Wurmb) DAN SERBUK GERGAJI DENGAN PEREKAT UREA FORMALDEHYDE
Noor Mirad Sari, Violet Burhanuddin, Diana Ulfah, Lusyiani, & Rosidah
EVALUASI PERTUMBUHAN TANAMAN UJI KLON JATI PADA UMUR 10 TAHUN DI WONOGIRI, JAWA TENGAH Hamdan Adma Adinugraha dan S. Pudjiono
MODEL ARSITEKTUR POHON JENIS BINTANGUR (Calophyllum inophyllum L.) DI TAMAN HUTAN RAKYAT (TAHURA) SULTAN ADAM
Dina Naemah, Payung D., Zairin Noor, M, Yuniarti
USAHA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA DAN NILAI TAMBAH KERAJINAN PURUN Magdalena Yoesran, Gunawansyah, Arfa Agustina R
82-87 88-93 94-106 107-118 119-126 127-137 138-145 146-151 152-162 163-169 170-175 176-188
Jurnal Hutan Tropis Volume 2 No. 2 Juli 2014 ISSN 2337-7771
E-ISSN 2337-7992
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih dan penghargaan diberikan kepada para penelaah yang telah berkenan menjadi Mitra Bestari pada Jurnal Hutan Tropis Volume 2 No. 2 yaitu:
Prof. Dr. Drs. Adi Santoso,M.Si
(Pusat Litbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan, Kemenhut)
Prof.Dr.Ir. Wahyu Andayani,M.Sc
(Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada)
Prof.Dr.Hj.Nina Mindawati,M.S
(Puslitbang Produktivitas Hutan, Kementerian Kehutanan RI)
Prof. Dr. Ir. Syukur Umar, DESS
(Fakultas Kehutanan Universitas Tadulako)
Prof. Dr. Ir. Baharuddin Mappangaja, M.Sc.
(Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin)
Prof.Dr.Ir.H.M.Ruslan,M.S
(Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat)
Dr.Ir. Satria Astana, M.Sc
(Puslitbang Perubaha nIklim dan Kebijakan, Kementerian Kehutanan RI)
Dr. Ir. Kusumo Nugroho, MS
(Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian)
Prof. Dr.Ir.Totok Mardikanto
(Universitas Sebelas Maret Surakarta)
Prof.Dr.Ir.Sipon Muladi
(Fakultas Kehutanan, Universitas Mulawarman)
Prof. Dr. Ir, Djamal Sanusi
(Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin)
Dr. Sc. Agr. Yusran, S.P., M.P
Salam Rimbawan,
Jurnal Hutan Tropis Volume 2 Nomor 2 Edisi Juli 2014 kali ini menyajikan 12 buah artikel ilmiah hasil penelitian kehutanan.
Bakti Nur Ismuhajaroh meneliti pemecahan dormansi dan pertumbuhan kecambah Asam kuranji secara mekanis dengan pengapelasan dan kimiawi dengan perendaman asam sulfat (H2SO4).
Agustina Y.S. Arobaya, Maria J. Sadsoeitoeboen & Freddy Pattiselanno meneliti penggunaan kayu bakar sebagai sumber energi alternatif di Mamberamo Hulu, Papua.
Keragaman jenis satwa burung berdasarkan ketinggian tempat pada hutan desa Rambatu Kabupaten Seram bagian barat Provinsi Maluku diteliti oleh Anthonia Tuhumury, dan L. Latupapua.
Dian Diniyati meneliti Kondisi Dan Potensi Wisata Alam Di Wilayah Gunung Sawal Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Sementara itu Khairun Nisa dkk meneliti persepsi wisatawan dan masyarakat terhadap wisata alam di areal hutan pendidikan Unlam Mandiangin, Kalimantan Selatan.
Model penyuluhan berbasis pengelolaan DAS terpadu dengan pendekatan embedded case study
research seperti yang dilaksanakan oleh program
FEATI. Program FEATI (Farmer Empowerment
Throught Agricultural Technology and Information)
diteliti oleh Sugiyanto.
Marinus Kristiadi Harun menganalisis aspek sosial-ekonomi pengembangan getah jelutung sebagai Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) unggulan Provinsi Kalimantan Tengah.
Ajun Junaedi membuat estimasi jumlah karbon vegetasi yang hilang akibat kegiatan pemanenan kayu di Hutan Alam Tropis. Jumlah karbon yang hilang pada vegetasi tingkat pohon lebih tinggi (78,38%) dibandingkan tingkat tiang, pancang dan semai.
Sifat fisika mekanika papan partikel dari pelepah nipah (nyfa fruticans wurmb) dan serbuk gergaji dengan perekat urea formaldehyde diteliti oleh Noor Mirad Sari dkk.
Hamdan Adma Adinugraha dan S. Pudjiono melakukan Evaluasi Pertumbuhan Tanaman Uji Klon Jati Pada Umur 10 Tahun Di Wonogiri, Jawa Tengah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase hidup tanaman bervariasi 20-84%, rata-rata tinggi pohon 12,38 m, dbh 18,54 cm, tinggi batang bebas cabang 4,22 m, skor bentuk batang 2,38 dan taksiran volume pohon 0,258 m3.
Dina Naemah dkk meneliti model arsitektur pohon jenis Bintangur (calophyllum inophyllum l.) yang diketahui deskripsi mengenai unit arsitektur tampak batang pokok tumbuh monopodial dan orthotropik. Percabangan tumbuh orthotropik. Buah terletak di samping batang atau di ketiak daun yang di sebut bunga axial (flos axillaris atau flos lateralis). Bentuk daun pada pohon Bintangur berbentuk jorong (ovalis atau elipticus). Pohon dengan sifat-sifat tumbuh seperti ini sama dengan kriteria dari model arsitektur Rauh.
Magdalena Yoesran dkk meneliti usaha peningkatan produktivitas tenaga kerja dan nilai tambah kerajinan purun
Semoga hasil penelitian tersebut dapat menjadi pengetahuan yang bermanfaat bagi pembaca untuk dikembangkan di kemudian hari. Selamat Membaca.
Banjarbaru, Juli 2014 Redaksi,
88
Jurnal Hutan Tropis Volume 2 No. 2 ISSN 2337-7771 E-ISSN 2337-7992 Juli 2014
PENGGUNAAN KAYU BAKAR SEBAGAI SUMBER ENERGI
ALTERNATIF DI MAMBERAMO HULU, PAPUA
Fuel Wood Utilization as alternative energy resource in Mamberamo Hulu of Papua
Agustina Y.S. Arobaya
1*, Maria J. Sadsoeitoeboen
2& Freddy Pattiselanno
31
Laboratorium Biologi Hutan, Fakultas Kehutanan Universitas Negeri Papua
2
Jurusan Biologi Fakultas Matematika & Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Papua
3Fakultas Peternakan Perikanan & Ilmu Kelautan Universitas Negeri Papua,
ABSTRACT.Timber utilization for households was varies. One form of utilization is for fuel wood. Study on timber used for fuel wood was conducted in Dabra of Mamberamo, Papua. The results indicated that wood was utilized based on commercial and non-commercial status of timber. Based on the interview to 49 households, we found that six timber species were most commonly used by locals for fuel wood. Among six timber species, three were acknowledged as commercial, while the other three were non-commercial timber. It is also found that “kayu besi” (Intsia bijuga) has the highest percentage among others that used for fuel wood.
Key words: Timber, fuel wood, households, Mamberamo, Papua
ABSTRAK.Penggunaan kayu untuk keperluan rumah tangga bervariasi. Salah satu bentuk pemanfaatan
yaitu untuk kayu bakar. Studi tentang penggunaan kayu sebagai kayu bakar telah dilaksanakan di Dabra, Mamberamo, Papua. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa penggunaan kayu dilakukan berdasarkan status kayu komersial dan non-komersial. Hasil wawancara terhadap 49 rumah tangga pengguna kayu bakar menemukan bahwa terdapat enam jenis kayu yang umumnya digunakan sebagai kayu bakar. Diantara enam jenis kayu tersebut, tiga tergolong dalam jenis komersial, dam tiga lainnya adalah jenis non-komersial, Hasil lainnya menunjukkan bahwa kayu besi merupakan jenis dengan pemanfaatan tertinggi sebagai kayu bakar.
Kata kunci: kayu bakar, rumah tangga, Mamberamo, Papua
Penulisan untuk korespondensi, surel: agustinaarobaya@yahoo.com
PENDAHULUAN
Arnold (1998), dalam kajiannya tentang kontribusi hutan sebagai sumber pendapatan keluarga yang berkelanjutan, mendefinisikan hutan sebagai “semua sumber daya yang dapat menghasilkan hasil hutan.” Hutan dan manfaat-nya yang tersedia dalam bentuk makanan dan pendapatan memainkan peranan yang sangat
penting dan terkadang kritis sehingga memungkin-kan masayarakat mempersiapmemungkin-kan pasomemungkin-kan pangan yang stabil dan memadai.
Alasannya adalah karena hutan merupakan salah satu sumber daya produktif yang paling mudah diakses dan tersedia untuk banyak orang. Hutan merupakan tempat bernaung bagi sekitar 300 juta orang yang tinggal berdekatan dan di sekitar
89
Agustina Y.S. Arobaya, dkk: Penggunaan Kayu Bakar Sebagai Sumber Energi ...: 88-93
kawasan hutan. Komunitas sekitar hutan ini sangat bergantung pada perladangan berpindah, berburu dan mengumpulkan produk hutan yang dapat diamanfaatkan sebagai sumber pangan sehingga hutan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari ketahanan pangan masyarakat (FAO, 1996).
Masyarakat asli Papua yang mendiami Tanah Papua umumnya bergantung pada “kemurahan alam”. Seperti komunitas sekitar hutan lainnya yang mendiami kawasan di sekitar hutan, masyarakat asli Papua adalah penghuni hutan yang menggantungkan kehidupan mereka dari bercocok tanam, memanfaatkan berbagai produk obat tradisional serta produk-produk kesehatan lainnya, berburu serta memancing. Secara spesifik, mengumpulkan hasil hutan bukan kayu (HHBK) merupakan aktivitas sentral dan budaya tradisional dalam memelihara hubungan dengan alam, rekreasi dan merupakan hidup turun temurun masyarakat setempat yang mendiami Kepulauan New Guinea.
Sebagian besar masayarakat asli Papua menghargai hutan berdasarkan manfaat yang diperoleh dari mengekstraksi tanaman dan berburu hewan liar. Ketergantungan ini disebabkan karena hutan merupakan sumber makanan, sumber energy, dan tempat dimana mereka memperoleh obat-obatan. Dalam tahapan pembukaan lahan pertanian untuk penyediaan pangan, mereka melakukan penebangan dan pembakaran hutan. Oleh karena itu hutan memainkan peranan yang sangat penting untuk memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga melalui penanaman berbagai produk pertanian seperti palawija, jagung , kacang tanah, kacang, cabai merah dan ketimun.
Dalam kaitannya dengan sumber energy, kontribusi hutan melalui penyediaan kayu bakar sangat berperan dalam kehidupan rumah tangga di beberapa negara terutama untuk membantu proses pengolahan pangan. Di Indonesia, diperkirakan sekitar 70% dari energi yang dikonsumsi oleh masyarakat secara siginifikan disuplai dari kayu bakar dengan peningkatan 0,86 m3 / kapita / tahun pada tahun 1975 (Soemarwoto et al ., 1980 dikutip oleh Pattiselanno dan Metelmety , 2004) . Eksploitasi
bahan bakar kayu di Papua saat ini masih berada dalam kondisi normal, dan belum mencapai titik kritis seperti daerah lain di Indonesia.
Namun, kenaikan harga bahan bakar, dan terbatasnya akses untuk sumber bahan bakar khususnya di daerah terpencil sacara signifikan berdampak terhadap peningkatan konsumsi kayu bakar. Padahal kenyataanya, penggunaan bahan bakar kayu untuk tujuan sosial dan budaya lainnya (ritual budaya, upacara adat), dan penggunaan rutin untuk menjaga kehangatan suhu ruangan terutama di daerah dataran tinggi cukup tinggi. Kondisi ini sangat menguatirkan karena pemanfaatan yang tidak terkontrol dapat menyebabkan deforestasi dan degradasi hutan. Penelitian ini dilaksanakan untuk mengidentifikasi jenis pohon yang dimanfaatkan masyarakat sebagai sumber kayu bakar, dan menganalisa tingkat pemanfaatannya oleh rumah tangga yang mendiami desa-desa di Distrik Mamberamo Hulu.
METODE PENELITIAN
Survei dilakukan antara 8 dan 15 Oktober 2012 di Distrik Mamberamo Hulu. Tiga desa dipilih sebagai lokasi survei: Dabra (03o 16,220
‘LS & 138o 36.938’BT), Taiyeve (03o14.060’LS
& 138o26.626’BT) dan Baso (03o05.083’LS &
138o50.121’BT) yang dianggap mewakili 11 desa
lainnya. Dabra adalah ibu kota Distrik Mamberamo Hulu atau sekitar 121 mil jaraknya dari Jayapura. Dabra dapat dicapai dengan 1 jam perhalanan menggunakan pesawat dari Bandara Sentani Jayapura. Secara umum Dabra merupakan wilayah hutan hujan tropis, yang secara geografis sangat terpencil dengan tingkat populasi manusia yang rendah dan dampak aktivitas pemanfaatan sumberdaya alam yang masih tergolong rendah pula. Polhemus dan Richards (2002) menjelaskan bahwa Dabra adalah wilayah yang merupakan refleksi ekologis dari penyebaran jenis hutan yang beraosiasi dengan habitat perairan.
Secara umum lokasi penelitian merupakan wilayah hutan rawa gambut dengan luas kurang lebih 432,750ha. Vegetasi yang ditemukan di daerah
90
Jurnal Hutan Tropis Volume 2 No. 2, Edisi Juli 2014
ini jauh lebih bervariasi, mulai dari tumbuhan tingkat tinggi, hutan campuran di sepanjang alur sungai sampai kepada tumbuhan tingkat rendah dan hutan terbuka yang didominasi oleh spesies Pandanus. Bagian lain adalah daerah rawa yang ditumbuhi oleh alang-alang. Iklim daerah ini dapat dibedakan atas musim kemarau (Mei-September) relatif lebih kering dibanding musim hujan. Sepanjang tahun suhu tertinggi dapat mencapai 80-anoF pada siang
hari.
PENGUMPULAN DATA
Sepuluh persen dari total rumah tangga di masing-masing desa dipilih secara acak sebagai responden kunci sehingga total responden contoh adalah 49 (empat puluh sembilan) rumah tangga (Tabel 1). Di setiap desa informasi dikumpulkan selama tiga hari dengan menggunakan kuesioner. Lembar data kemudian dikumpul dan dianalisis untuk mengidentifikasi jenis kayu dan tingkat pemanfaatannya per rumah tangga. Untuk klarifikasi analisa jenis pohon, pengumpulan koleksi herbarium spesimen dari lapangan dilakukan dan dianalisis lebih lanjut di Manokwariense Herbarium. Tabel 1. Jumlah rumah tangga dan rumah tangga
responden di desa contoh
Table 1. Number of households in each of studied village
Village Household Respondent
Dabra 200 22
Taiyeve 78 12
Baso 85 15
HASIL DAN PEMBAHASAN
Masyarakat Mamberamo seperti masyarakat Papua lainnya dikenal sebagai komunitas yang menghuni daerah sekitar hutan, bergantung pada sumber daya alam dan memanfaatkan hasil tangkapan ikan, memproduksi sagu, melakukan aktivitas perladangan berpindah dan berburu
secara tradisional. Pada bulan-bulan kering, semua anggota keluarga menghabiskan waktu mereka untuk berburu buaya, sementara ketika bulan basah mereka lebih banyak menghabiskan waktu di desa dengan mendiami pondok tradisional yang disebut “bevak” (pondok kecil) yang dibangun untuk tinggal sementara di sekitar sungai sambil menokok sagu, berburu dan memancing atau mengolah lahan pertanian. Oleh karena itu, sulit untuk menemukan komunitas rumah tangga tinggal secara tetap di desa.
Sebagian besar orang Mamberamo adalah nelayan tradisional yang mengandalkan sumber daya sungai yang selalu tersedia. Hasil survei rumah tangga yang kami lakukan menunjukkan bahwa ada beberapa sumber pendapatan lain yang dihasilkan dari berdagang, bertani secara tradisional dan berburu buaya (Gambar 1).
Gambar 1. Jenis pekerjaan responden di setiap desa contoh
Figure. 1 Occupations of respondents in the study sites
Dalam hal pemanfaatan kayu, kami mencatat bahwa bentuk pemanfaatan potensi kayu adalah untuk keperluan konstruksi rumah, pagar, jembatan, perahu dan peralatan rumah tangga kecil lainnya termasuk kayu bakar. Kami juga menemukan bahwa tidak ada konsesi penebangan beroperasi di wilayah Mamberamo, meskipun diperkirakan bahwa HPH dari daerah Waropen telah mencapai dan memasuki wilayah administrasi Distrik Mamberamo Hulu.
91
Agustina Y.S. Arobaya, dkk: Penggunaan Kayu Bakar Sebagai Sumber Energi ...: 88-93
Hasil wawancara dengan anggota rumah tangga dan observasi langsung ke lapangan, terutama di sekitar lokasi penelitian, menghasilkan daftar spesies yang dimanfaatkan masyarakat termasuk jenis kayu komersial dan non-komersial (Tabel 2). Kayu yang tergolong kelas komersial dijual dengan kisaran harga antara Rp 400.000 sampai 500.000 per kubik. Harga ini dibayar oleh konsumen untuk operator gergaji, dan dari nilai ini Rp 30.000 dibayarkan sebagai kontribusi kepada pemilik ulayat tanah.
Tabel 2. Daftar jenis kayu yang dimanfaatkan responden
Table 2. List of timber used by the households
Commercial Non-commercial
Agathis labillardieri Antidesma montanum Alstonia spectabilis Endospermum molucannum Cinnamomum culilawan Paratocarpus venenosis
Cryptoria massoy Sterculia spp.
Dracontomellum edule Vitex spp.
Intsia bijuga Eugenia spp.
Intsia palembanica Ficus spp.
Octomeles sumatrana Macaranga mappa Pometia coriaceae
Pometia acuminata Podocarpus blumei Pterocarpus indicus Terminalia complanata
Jenis kayu komersial (Intsia bijuga, Intsia
palembanica, Octomeles sumatrana, Pometia coriaceae, Pometia acuminata dan Pterocarpus indicus) adalah jenis kayu untuk keperluan
konstruksi, membuat furniture dan perahu. Jenis kayu non-komersial umumnya digunakan sebagai bahan baku pagar dan fasilitas rumah tangga lainnya seperti peralatan dapur termasuk kayu bakar. Spesies tertentu seperti Cinnamomum
culilawan memiliki wilayah penyebaran yang umum
di Mamberamo, dan ditemukan di sekitar Dabra, Taiyeve dan Baso, seperti yang digunakan dan diperdagangkan oleh masyarakat lokal sebagai sumber minyak. Antara tahun 1998 dan 2002 melalui program pemberdayaan masyarakat desa dengan bantuan Departemen Perindustrian dan Koperasi
kegiatan produksi minyak ini berjalan dengan baik. Sementara itu Cryptoria massoy banyak ditemukan di desa Taria dan Dou dan diperdagangkan oleh penduduk setempat.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada 49 responden, pemanfaatan jenis kayu untuk kayu bakar yang umum digunakan oleh masyarakat setempat seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.
Gambar 2. Jenis kayu bakar yang umumnya digunakan rumah tangga responden
Figure. 2 Common fuel wood using by the respondent households
Penggunaan spesies tanaman sebagai sumber energi atau kayu bakar berkaitan erat dengan pemanfaatan jenis kayu untuk keperluan konstruksi bangunan. Residu atau sisa bahan bangunan yang tidak terpakai umumnya dimanfaatkan untuk kayu bakar. Hasil dari beberapa studi sebelumnya menunjukkan bahwa penggunaan kayu untuk konstruksi bangunan bervariasi antara satu dengan kelompok etnis lainnya di Papua. Hal ini wajar karena pemanfaatan jenis kayu tertentu tergantung pada penyebaran jenis tersebut. Jenis kayu yang umumnya dimanfaatkan adalah jenis dengan wilayah penyebaran yang merata di Papua dan diakui merupakan kayu berkualitas tinggi seperti Octomeles sumatrana, Terminalia
complanata, Podocarpus blumei dan Intsia bijuga.
Hasil penelitian Arobaya dan Pattiselanno (2007), Peday (2004) menunjukkan bahwa tujuh spesies yang tumbuh di dataran tinggi Lembah Baliem
92
Jurnal Hutan Tropis Volume 2 No. 2, Edisi Juli 2014
dan dimanfaatkan oleh kelompok etnis Dani untuk keperluan konstruksi adalah Podocarpus papuana (sebagai pelapis dalam dinding panel). Bagian luar dinding biasanya digunakan jenis Araucaria
cunninghamii, Paraserianthes dan jenis kayu keras
lainnya yang penyebarannya merata di daerah dataran tinggi. Sementara kelompok masyarakat di bagian pesisir cenderung menggunakan jenis mangrove (Sonneratia alba dan Xeriops tagal) untuk bahan bangunan rumah dan kayu bakar (Aibekob dkk, 2002; Mamoribo dkk, 2003; Leonard dkk, 2003). Jenis yang sama yang digunakan oleh suku Dani seperti Paraserianthes falcataria juga digunakan secara umum oleh kelompok etnis Wondama di Desa Tandia Wasior (Worabai et al, 2001).
Pemanfaatan kayu sebagai sumber energi umumnya dilakukan oleh kelompok etnik yang mendiami wilayah sekitar hutan. Bagian tertentu dari bahan konstruksi seperti batang dan dahan sering digunakan sebagai kayu bakar. Survei yang dilakukan di dataran tinggi Jayawijaya mencatat tujuh belas jenis pohon yang digunakan oleh Dani suku untuk kayu bakar (Arobaya dan Pattiselanno, 2007). Kenyataanya jumlah tersebut masih jauh lebih sedikit dibanding jenis yang dimanfaatkan oleh masyarakat di Timor Barat yang memanfaatkan sebanyak 21 jenis (Pulunggono, 1999). Tetapi menurut Peday (2004) ada jenis lain di dataran tinggi Jayawijaya, yang juga diamanfaatkan oleh suku Dani untuk kayu bakar. Hal ini sejalan dengan studi Rahman dkk (1996) di enam desa sekitar kota Wamena berhasil mengidentifikasi jenis-jenis kayu yang umum digunakan seperti Bischofia javanica,
Casuarina sp, Greviela papuana dan Paraserianthes faltacaria. Jenis lainnya seperti Phyllocladus hypophyllus, Papuacedrus papuanus, Dendrocnide peltata, Podocarpus amarus, Podocarpus neriifolius, Elaeocarpus sp, dan Araucaria klinki secara teratur
dimanfaatkan untuk kayu bakar oleh rumah tangga di dataran tinggi Wamena.
Hasil penelitian ini juga mengungkapkan bahwa sebagian besar jenis yang digunakan untuk kayu bakar biasanya tumbuh di hutan, perkebunan dan daerah dekat aliran sungai. Hal ini sejalan
dengan hasil penelitian (Bossiere et al, 2004) yang melakukan penelitian penilaian lansekap yang penting dalam pemanfaatan sumberdaya oleh masyarakat Papsena di Mamberamo. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa tiga lansekap penting bagi masyarakat Papasena, Mamberamo adalah lahan pertanian (19 %), diikuti hutan (14,3 %) dan sungai (11,8 %). Penilaian lebih lanjut menunjukkan bahwa lahan pertanian dan hutan memainkan peran penting dalam menyediakan makanan melalui aktivitas perburuan, sumber energy melalui pengumpulan kayu bakar, mengumpulkan tanaman untuk dikonsumsi dan sebagai lokasi untuk sumber makanan. Sungai sangat penting, bahkan lokasi penelitian terletak di sepanjang sungai, dan orang-orang menghargai sungai karena selain menyediakan makanan, tetapi juga memainkan peran penting untuk transportasi, sumber pendapatan melalui perdagangan produk-produk tertentu seperti kulit buaya.
SIMPULAN
Kelompok etnik di Dabra Mamberamo memanfaatkan jenis kayu komersial dan non-komersial untuk kebutuhan rumah tangga mereka. Tiga jenis baik kayu komersial dan non-komersial umumnya digunakan untuk kayu bakar. Kayu besi (Intsia bijuga) adalah spesies yang paling umum digunakan oleh sebanyak 32,6 % rumah tangga, sedangkan Podocarpus blumei adalah yang paling sedikit digunakan hanya oleh 4 % responden.
Ucapan Terima Kasih
Pengumpulan data dilakukan selama kegiatan Pemetaan Program Sumber Daya Alam antara Pemda Kabupaten Sarmi dan Universitas Negeri Papua, Manokwari. Penghargaan khusus pergi ke Dr Roni Bawole yang melibatkan FP dalam survei di Dabra Mamberamo. Pemerintah daerah dan pemandu lapangan Musa dan Benyamin, terima kasih atas kekompakan dan kerjasama selama survey berlangsung.
93
Agustina Y.S. Arobaya, dkk: Penggunaan Kayu Bakar Sebagai Sumber Energi ...: 88-93
DAFTAR PUSTAKA
Aibekob, H., Bagyono dan Sadsoeitoeboen, M.J. 2002. Pemanfaatan Tumbuhan sebagai Obat Tradisional pada Suku Biak di Desa Duai Kecamatan Numfor Timur Kabupaten Biak Numfor. Beccariana, 4 (2): 116−126. Arnold, J.E.M. 1998. Tree components in farming
systems. Unasylva 160:41
Arobaya, A.Y.S and F. Pattiselanno. 2007. The useful plants of Dani Ethnic Group at the Baliem Valley of Papua. Biota Vol. 12(3): 194-197 Bossiére, M., M. van Heist, D. Sheil, I. Basuki, S.
Frazier, U. Ginting, M. Wan, B. Hariadi, H. Hariyadi, H.D. Kristianto, J. Bemei, R. Haruway, E.R. Ch. Marien, D.P.H. Koibur, Y. Watopa, I. Rachman dan N. Liswanti. 2004. Pentingnya sumberdaya alam bagi masyarakat lokal di Daerah Aliran Sungai Mamberamo, Papua dan implikasinya bagi konservasi. Journal of Tropical Ethnobiology Vol. 1(2): 76-95
Leonard, D., Wanggai, J. and Manusawai, J. 2003. Pemanfaatan tumbuhan dari hutan mangrove oleh masyarakat di Desa Senebuay, Rumberpon, Manokwari.
Beccariana 5(2): 97-108.
Mamoribo, S., Arwam, C.Y.H. and Yusuf, A. 2003. Pemanfaatan mangrove oleh masyarakat di Kampung Royori Supiori Selatan, Biak Numfor. Beccariana 5 (1): 43-51.
Pattiselanno, F. dan R. Metelmety. 2004. Studi pembuatan atlas sumberdaya Kabupaten Sarmi (Distrik Mamberamo Hulu). Draf Laporan Atlas Sumberdaya Kabupaten Sarmi. Universitas Negeri Papua, Manokwari.
Peday, H.F.Z. 2004. Analysis of vegetation of commercial trees in Ibele Village, District of Hubikosi Jayawijaya, the buffer zone of Lorentz National Park. Beccariana 6: 33-39. Polhemus, D.A and S. Richards. 2002. Geographic
overview of Cyclops Mountains and the Mamberamo Basin, pp 32-37. In: Richards, S.J. and S. Suryadi (eds.). A biodiversity
of Yongsu-Cyclops Mountains and the Southren Mamberamo Basin, Papua, Indonesia. RAP Buletin of Biological Assessment 25. Conservation International, Washington DC, USA.
Pulunggono, H.B. 1999. The ethnobotanical studies of people in Amarasi of Kupang, Mollo and Amanatun of South Central Timor, West Timor, Indonesia. Media Konservasi 6: 27-38.
Pulunggono, H.B. 2002. Forest use and conservation by local communities in Western Timor, Indonesia. Media Konservasi III: 81-90. Prayitno, S.W.M., Manusawai, J. dan Witjaksono, W.
2002. Pemanfaatan Tumbuhan Mangrove bagi Kehidupan Masyarakat Suku Inanwatan di Kabupaten Sorong. Beccariana 4(2): 79-92.
Rachman, E., Mahfudz and Kuswandi, R. 1996. Research on species trial and consumption rate of fuel wood in Community Forest Development Program in Wamena. Buletin
Penelitian Kehutanan 1 (1): 41-50.
Worabai, S., Kesaulija, E.M. dan Maturbongs, R.A. 2001. Pemanfaatan jenis tumbuhan pohon oleh suku Wondama di desa Tandia, Wasior Kabupaten Manokwari. Beccariana 3(2): 19-30.