• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. METODE PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "III. METODE PENELITIAN"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Kawasan Pertambangan Nikel PT INCO yang terletak di Desa Sorowako, Kecamatan Nuha, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Secara geografis, lokasi penelitian terletak pada kisaran 121o22'−121o26' Bujur Timur dan 2o32'−2o37' Lintang Selatan (Gambar 2). Areal kajian dilakukan pada areal hasil revegetasi di wilayah seluas 3.172 ha, dari tahun tanam 1985, 1990, 2000 sampai dengan 2008. Untuk mendapatkan informasi tentang kondisi hutan yang telah stabil, kajian juga dilakukan terhadap hutan alam yang berlokasi di Bukit Lembo dengan luas area penelitian seluas 527,25 ha. Pengambilan data lapangan dilakukan mulai bulan Januari sampai dengan Maret 2008. Dilanjutkan dengan analisis data tanah dan analisis spasial serta pembangunan model mulai bulan April sampai dengan Oktober 2008 di Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian IPB serta Laboratorium Remote Sensing dan GIS Fakultas Kehutanan IPB, Bogor.

3.2. Data, Alat, Software, dan Hardware

Data utama yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer yang diambil dari lapangan, meliputi data kondisi vegetasi (biodiversitas, kerapatan tegakan, tutupan tajuk, persen penutupan tajuk, luas bidang dasar, dan kolonisasi), tanah (kondisi fisik, biologi, kimia tanah, dan serasah), satwa (jenis satwa dan kelimpahan), dan suhu udara (suhu udara di dalam tajuk). Data hasil pengukuran tersebut dibagi menjadi dua set data, satu set digunakan untuk membangun model keberhasilan reforestasi, sedangkan satu set lainnya digunakan untuk verifikasi dan uji akurasi model. Khusus untuk uji akurasi model spasial untuk memantau keberhasilan reforestasi, data yang digunakan adalah data Luas Bidang Dasar (LBDS). Data pendukung lainnya yang menunjang penelitian ini adalah peta kerja, peta geologi dan peta hasil revegetasi.

(2)

22

(3)

Alat yang digunakan selama melakukan pengukuran di lapangan adalah GPS, meteran, phi-band (pita diameter), haga hypsometer, tali rafia, patok, daftar isian, golok, kompas, dan tambang. Analisis data dilakukan menggunakan satu set komputer dan peripheral-nya (scanner, digitizer dan printer) dengan seperangkat software sistem informasi geografis (ArcView GIS 3.2), dan pengolah data (Minitab 14).

3.3. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan penelitian yaitu: 1) persiapan, 2) identifikasi kriteria dan indikator tingkat keberhasilan reforestasi, 3) rancangan pemodelan spasial, 4) pengumpulan data lapangan, 5) pengolahan data, 6) analisis data, 7) pemilihan model dan penentuan indikator kunci keberhasilan reforestasi melalui analisis verifikasi serta pengujian akurasi model (Gambar 3). 3.3.1. Persiapan

Pada tahap persiapan, komponen kegiatannya meliputi identifikasi dan pemilihan lokasi penelitian, pengumpulan data tabular dan spasial (peta-peta), teknik reforestasi yang telah diterapkan dan mencakup pemilihan jenis tanaman, penyediaan bibit, penyiapan lahan, perbaikan tanah, layout tanaman, dan waktu penanaman serta pemeliharaan tanaman.

3.3.2. Identifikasi Kriteria dan Indikator Tingkat Keberhasilan Reforestasi Keberhasilan reforestasi di kawasan bekas penambangan dalam penelitian ini diukur menggunakan acuan atau referensi pada karakteristik hutan alam yang stabil. Pada kondisi tersebut, lingkungan hutan sudah stabil yaitu pertumbuhan tegakan sudah sangat rendah dan atau mendekati nol. Pada kondisi tersebut pertumbuhan dimensi tegakan sudah sangat kecil.

(4)

Gambar 3 Tahapan penelitian. Identifikasi kriteria dan

indikator

Pengumpulan data lapangan

Pengolahan data Rancangan pemodelan spasial

Pemilihan model

Verifikasi model

Akurasi

Analisis data dan pembangunan model

Tidak

Model monitoring dan indikator kunci Model monitoring keberhasilan reforestasi Selesai Mulai Ya Persiapan

(5)

Di areal bekas tambang, tujuan utama dari reforestasi adalah untuk memulihkan kondisi tegakan seperti sebelumnya atau kurang lebih mencapai struktur dan fungsi hutan alam. Teknik yang digunakan adalah reklamasi lahan bekas pertambangan. Mengingat tutupan hutan sebelum kegiatan penambangan sebagian besar adalah hutan primer (asumsinya kondisi stabil), maka keberhasilan reforestasi yang dilakukan diharapkan akan dibandingkan dengan karakteristik hutan alam stabil. Karakteristik hutan alam stabil seperti ini tentunya memiliki faktor-faktor yang sangat kompleks dan cukup rumit mengukurnya, maka ekspektasi keberhasilan reforestasi pada penelitian ini dibatasi pada kembalinya struktur dan fungsi hutan alam stabil (yang diasumsikan sebagai rona awal).

Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kondisi yang diharapkan (kestabilan tegakan), dalam hal ini dinyatakan sebagai waktu pencapaian kestabilan tegakan, yaitu lama waktu mulai dari penanaman sampai dengan mencapai kondisi tegakan dengan struktur dan fungsi hutan alam stabil (rona awal). Pada penelitian ini, prediksi waktu pencapaian kestabilan tegakan diprediksi menggunakan pendekatan ukuran luas bidang dasar (LBDS). Menurut Moran et al. (2000), LBDS dapat digunakan untuk mengukur tingkat pertumbuhan. Setiap tingkat pertumbuhan berhubungan dengan umur. Oleh karena itu, umur tanaman dapat didekati dengan ukuran LBDSnya atau sebaliknya.

Lebih lanjut, untuk mengetahui tingkat keberhasilan reforestasi pada waktu tertentu (umur), digunakan pendekatan ukuran LBDS. Sebagai catatan, LBDS di hutan alam pada daerah penelitian digunakan sebagai acuan (hutan alam stabil) untuk memprediksi standar skor keberhasilan reforestasi setiap indikator.

Sebagaimana diketahui, kriteria dan indikator yang digunakan dalam monitoring pelaksanaan rehabilitasi lahan oleh beberapa pihak berbeda-beda. Sebagai contoh, Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor: 18 tahun 2008 tentang Reklamasi dan Penutupan Tambang, penilaian kriteria keberhasilan reklamasi menggunakan indikator penataan lahan, revegetasi dan pekerjaan sipil, serta penyelesaian akhir. Sementara, Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P.60/Menhut-II/2009 tentang Pedoman Penilaian Keberhasilan Reklamasi Hutan menggunakan penataan lahan, pengendalian erosi

(6)

dan sedimentasi, dan revegetasi sebagai kriteria dan indikator keberhasilan. Di lain pihak, potensi (sediaan tegakan), persen penutupan tajuk, kelengkapan tajuk, keragaman jenis, dan permudaan alam merupakan parameter yang digunakan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup (1988) dalam sistem monitoring baku mutu lingkungan hutan produksi.

Tujuan monitoring tingkat keberhasilan reforestasi harus mengacu pada terjadinya percepatan pemulihan hutan dengan mempercepat terjadinya proses suksesi untuk membentuk hutan hujan tropis yang lestari. Proses reforestasi yang dilakukan ditujukan untuk meningkatkan biodiversity, meningkatkan tutupan dan stratifikasi tajuk, meningkatkan kesuburan tanah, terjadinya kolonisasi dan masuknya kehidupan satwa, serta meningkatkan kondisi lingkungan hutan (Setiadi 2005).

Kriteria yang digunakan untuk monitoring keberhasilan reforestasi pada penelitian ini didasarkan pada pendekatan Setiadi (2005), yaitu indeks biodiversitas, indeks tutupan tajuk dan stratifikasi tajuk, indeks kesuburan tanah, indeks kolonisasi dan indeks kehidupan satwa serta indeks lingkungan hutan. Struktur hirarki kriteria dan indikator secara lengkap diberikan pada Gambar 4.

Pada penelitian ini, kajian pengamatan Indeks Keberhasilan Reforestasi (BRF) pada penelitian ini dibatasi hanya pada aspek (prinsip) biofisik. Aspek sosial dan ekonomi yang mempengaruhi BRF tidak dikaji pada penelitian ini. Secara matematis, BRF yang dibangun pada penelitian ini merupakan fungsi dari indeks biodiversitas (B), indeks tajuk (Tj), indeks kesuburan tanah (T), indeks kolonisasi (K), indeks kehidupan satwa (S), dan indeks lingkungan hutan (L) yang diformulasikan sebagai berikut:

(7)
(8)

Keterangan Gambar 4 diuraikan sebagai berikut:

1. DMg : indeks kekayaan dan H : indeks keanekaragaman

2. Kr : kerapatan pohon per ha, St : indeks stratifikasi tajuk, dan C% : persen penutupan tajuk.

3. Ft : sifat fisik tanah, Kt : kimia tanah, Bt : biologi tanah, dan Sr : ketebalan seresah pada lantai hutan.

4. K : kolonisasi yaitu tumbuhnya vegetasi seperti liana, epifit, semak, dan herba, serta anakan.

5. L : iklim mikro (suhu udara maksimum di dalam tajuk). 6. S : kehidupan satwa .

3.3.2.1. Indeks Biodiversitas (B)

Biodiversity index (indeks biodiversitas) adalah suatu indeks yang menyatakan nilai variasi macam jenis, jumlah dan pola penyebaran dari suatu organisme atau sumber daya alam hayati dan ekosistem. Biodeiversitas (keragaman) terdiri atas dua komponen, yaitu: 1) jumlah jenis per unit area dan 2) kemerataan (kelimpahan, dominasi, dan penyebaran spasial individu jenis yang ada), indeks yang menggabungkan kedua hal tersebut dalam satu nilai tunggal disebut indeks biodiversitas (B). Variabel-variabel yang disatukan ke dalam suatu nilai tunggal meliputi jumlah jenis, kelimpahan species relatif dan homogenitas. Menurut Barnes (1997), indeks biodiversitas (B) suatu spesies tergantung pada indeks kekayaan (Richness Indices) (DMg), indeks keanekaragaman (Diversity Indices) (H) dan indeks kemerataan (Evenness Indices) (EI). Pada penelitian ini, indeks evenness tidak digunakan karena pada hutan tanaman pada umumnya jenis tanaman relatif homogen atau sudah merata. Dengan demikian indeks biodiversitas yang digunakan menggunakan gabungan antara indeks kekayaan (Richness Indices) (DMg) dan indeks keanekaragaman (Diversity Indices) (H) saja yang secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut :

B = f ( DMg , H)

3.3.2.2. Indeks Tajuk (Tj)

Indeks tutupan tajuk (Tj) merupakan fungsi dari indeks persentase tutupan tajuk (C%), kerapatan tajuk (Kt), dan indeks stratifikasi tajuk (St). Menurut

(9)

Setiadi (2005), dari indeks persentase tutupan tajuk (C%), kerapatan pohon per ha (Kr), dan indeks stratifikasi tajuk (St) merupakan suatu indeks yang paling penting dalam menentukan keberhasilan reforestasi karena C%, St dan Kr mempunyai fungsi, antara lain:

1. Meneruskan sinar matahari langsung masuk ke lantai hutan sehingga dapat mempercepat proses dekomposisi dan dapat mencegah erosi dan pencucian hara.

2. Menangkap dan menyimpan air.

3. Menciptakan habitat mikro bagi berbagai jenis satwa.

4. Menciptakan mekanisme ruang yang tinggi bagi berbagai macam spesies atau jumlah dan kepadatan spesies per satuan ruang tinggi. Secara matematis, indeks tajuk dapat dirumuskan sebagai berikut:

Tj = f (C%, St, Kr) 3.3.2.3. Indeks Tanah (T)

Tanah merupakan faktor fisik sebagai tempat tumbuh tanaman, ditunjukkan oleh sifat fisik, kimia, dan biologi tanah, serta ketebalan serasah pada lantai hutan. Indeks tanah merupakan fungsi dari indeks sifat fisika tanah (Ft), kimia tanah (Kt), biologi tanah (Bt), serta ketebalan serasah pada lantai hutan (Sr) (Setiadi 2005) yang secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:

T = f (Ft , Kt, Bt , Sr)

3.3.2.3.1. Indeks Sifat Fisik Tanah (Ft)

Indeks sifat fisik tanah (Ft) yang berpengaruh pada kehidupan tanaman adalah indeks porositas tanah (Pr), permeabilitas (Ps), dan bulk density (Bd). Secara matematis, Ft dapat dirumuskan sebagai berikut :

Ft = f (Pr, Ps, Bd)

3.3.2.3.2. Indeks Kimia Tanah (Kt), Biologi Tanah (Bt), dan Ketebalan Serasah (Sr)

Indeks tanah yang merupakan indikator kesuburan tanah (simpanan hara) dan berpengaruh bagi kehidupan tanaman ditunjukkan oleh indeks sifat kimia tanah (Kt), biologi tanah (Bt), dan ketebalan serasah pada lantai hutan. Unsur hara kimia antara lain unsur hara makro dan mikro (MM), Kapasitas Tukar Kation

(10)

(KTK), KB, dan pH. Bt ditujukkan oleh indeks kandungan bahan organik (BO), dan respirasi tanah (Res) secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut :

Kt = f (MM, KTK, KB, pH) Bt = f (BO, Res)

3.3.2.4. Indeks Kolonisasi (K)

Indeks kolonisasi (K) merupakan tumbuhnya vegetasi awal seperti liana, epifit, semak dan herba yang merupakan indikator tempat tumbuh yang kondusif bagi proses suksesi hutan (Barnes 1997). Oleh karena itu, indeks kolonisasi (K) ditunjukkan oleh tumbuhnya vegetasi seperti liana, epifit, semak, herba, dan anakan.

3.3.2.5. Indeks Kehidupan Satwa (S)

Kehidupan satwa merupakan indikator yang penting untuk mengukur tingkat keberhasilan dari reforestasi karena dengan adanya kehidupan satwa dapat membantu dalam proses penyebaran biji dan penyerbukan serta dapat mengontrol terjadinya hama dan penyakit. Jenis burung dan satwa mamalia pemakan biji atau benih membantu dalam penyebaran biji. Penyebaran biji tergantung pada banyaknya jenis satwa dan jarak dari sumber biji (Barnes 1997).

Tingkat keberhasilan reforestasi pada penelitian hanya menggunakan indeks pengaruh kehidupan satwa pada penyebaran biji.

3.3.2.6. Indeks Lingkungan Hutan (L)

Kondisi lingkungan hutan merupakan indikator tempat tumbuh yang kondusif bagi proses tumbuhnya hutan. Indikator lingkungan hutan seperti iklim mikro (temperatur dan kelembaban), erosi, dan genangan air (water log) sangat mempengaruhi proses pertumbuhan tanaman (Setiadi 2005).

Indikator lingkungan hutan yang diamati dalam penelitian ini adalah iklim mikro (suhu udara). Selanjutnya secara matematis indeks L dapat dirumuskan sebagai berikut:

(11)

3.4. Penyusunan Model

Rancangan model untuk merumuskan indeks tingkat keberhasilan reforestasi pada penelitian ini disusun menggunakan model simulasi linier. Bobot setiap peubahnya dihitung menggunakan analisis multikriteria. Bobot dari setiap indikator dan/atau verifier diperoleh secara kuantitatif menggunakan analisis regresi ganda. Bobot dari setiap indikator disebut bobot makro, sedangkan bobot dari setiap peubah (verifier) dalam setiap indikator disebut dengan bobot mikro.

Secara matematis, model matematis tingkat keberhasilan reforestasi ini dinyatakan dengan rumus sebagai berikut :

(

+

+

+

+

+

)

= B biai Tj tjibi T tici K kidi S siei L lifi Y

dimana: B + Tj + T + K + S + L =1 Keterangan:

Y = Indeks tingkat keberhasilan reforestasi B = Bobot makro indeks biodiversitas Tj = Bobot makro indeks tajuk

T = Bobot makro indeks tanah K = Bobot makro indeks rekolonisasi S = Bobot makro indeks kehidupan satwa L = Bobot makro indeks lingkungan hutan bi = Bobot mikro indeks biodiversitas

tji = Bobot mikro indeks tajuk

ti = Bobot mikro indeks tanah

ki = Bobot mikro indeks kolonisasi

si = Bobot mikro indeks kehidupan satwa

li = Bobot mikro indeks lingkungan hutan

ai = Skor sub faktor indeks biodiversitas

bi = Skor sub faktor indeks tajuk

ci = Skor sub faktor indeks tanah

di = Skor faktor indeks kolonisasi

ei = Skor faktor indeks kehidupan satwa

fi

Dalam Sistem Informasi Geografis (SIG), model merupakan abstraksi spasial dari dunia nyata, yang digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang tidak dapat diamati secara langsung. Model biasanya terdiri atas serangkaian aturan prosedur untuk menentukan informasi baru yang dapat digunakan dalam membantu perencanaan dan pemecahan masalah (problem solving). Pemodelan

= Skor faktor indeks lingkungan hutan 3.4.1. Perumusan Model Kuantitatif

(12)

sering diartikan sama dengan analisis, sebagaimana diuraikan secara implisit dalam definisi analisis, pemodelan mempunyai makna yang sama dengan SIG. Perbedaannya adalah bahwa pemodelan mempunyai ruang lingkup yang lebih sempit dibandingkan dengan analisis.

Pemodelan merupakan suatu proses yang dapat berupa simulasi, prediksi ataupun deskripsi dan pemodelan spasial adalah suatu proses untuk melihat karakteristik dari sejumlah layer untuk setiap lokasi dalam rangka memecahkan masalah. Nilai dari masing-masing grid/mesh saling tumpang tindih dengan nilai dari cover lainnya yang menggambarkan atribut dari masing-masing lokasi. Pemodelan ini biasanya menggunakan teknik statistik, umumnya adalah analisis regresi untuk menyusun suatu model (Jaya 2006).

Pemodelan spasial dalam rangka pengelolaan hutan lestari selain menggunakan analisis regresi dapat juga dilakukan dengan menggunakan metode pembobotan dengan pendekatan kriteria ganda (multi-criteria analysis), penentuan masing masing elemen atau peubah yang digunakan pada umumnya adalah (1) rating method, (2) metode ranking, (3) pairwise comparision. Ketiga metode tersebut yang melibatkan proses matematis dan psikologis. Metode ini sangat subjektif karena sangat tergantung pada pengetahuan dari setiap penilai. Metode lain dapat menggunakan metode kuantitatif berdasarkan fakta-fakta hasil pengukuran. Salah satu dari metode ini adalah metode analisis pemetaan komposit (composite mapping analysis) (CMA) (Jaya 2006).

3.4.2. Kestabilan Tegakan

Pemodelan tingkat keberhasilan reforestasi pada kajian ini didekati dengan model simulasi menggunakan peubah-peubah yang mempresentasikan tingkat kestabilan tegakan hutan. Sebagaimana telah dijelaskan secara teoritis sebelumnya, salah satu peubah kunci yang mempresentasikan kestabilan tegakan adalah LBDS. Pada areal penelitian ini, LBDS dari hutan alam (kondisi rona awal) adalah sebesar 284 m2 ha-1

3.5. Pengumpulan Data Lapangan .

Pengukuran dan pengambilan contoh data lapangan menggunakan data biofisik tentang kriteria dan indikator yang digunakan untuk menganalisis

(13)

keberhasilan reforestasi dan pengukuran koordinat pada setiap lokasi pengambilan contoh. Contoh data lapangan diambil di area revegetasi tahun tanam 2007, 2006, 2005, 2004, 2002, 1999, 1985, dan di hutan alam bukit Lembo. Penyebaran lokasi pengambilan sampel ditunjukkan pada Gambar 5.

3.5.1. Pengumpulan Data Kriteria dan Indikator Keberhasilan Reforestasi Data kriteria dan indikator keberhasilan reforestasi dapat dikumpulkan melalui:

3.5.1.1. Inventarisasi Vegetasi

Data pengukuran vegetasi digunakan untuk mendapatkan informasi tentang biodiversitas, tingkat penutupan dan stratifikasi tajuk, dan terjadinya rekolonisasi.

Pengukuran vegetasi di lapangan dilakukan di hutan alam primer Bukit Lembo dan di area revegetasi kawasan pertambangan. Parameter yang diamati atau diukur pada inventarisasi vegetasi berdasarkan pada Irawan (1995), yaitu: 1. Tingkat dan bentuk hidup tumbuhan:

a. Tumbuhan tingkat pohon (diameter setinggi dada ≥ 20 cm). b. Tumbuhan tingkat tiang (diameter setinggi dada 10−19 cm).

c. Tumbuhan tingkat pancang (tinggi anakan pohon di atas 1,5 cm sampai diameter setinggi dada 9 cm).

d. Tumbuhan tingkat semai (anakan pohon dengan ketinggian < 1,5 m). e. Liana (tumbuhan berkayu yang merambat pada tumbuhan lain).

f. Epifit (tumbuhan yang hidupnya menempel pada bagian tumbuhan lain). g. Semak (tumbuhan berkayu pada saat dewasa ketinggian maksimal di

bawah 4 m dan diameter setinggi dada maksimal 7 cm).

h. Herba (tumbuhan yang tidak mempunyai batang berkayu atau batangnya berada pada permukaan tanah).

2. Parameter vegetasi

a. Nama species (lokal dan ilmiah), jumlah individu untuk menghitung kerapatan.

b. Diameter batang pada tingkat pohon dan tiang untuk menghitung LBDS tegakan.

(14)

22

Gambar 4 Struktur hirarki kriteria dan indikator dalam mengukur indeks keberhasilan reforestasi.

Indeks Keberhasilan Reforestasi

Ekonomi Sosial Biofisik Produksi Kebijakan

Adaptabilitas Sustainabilitas Struktur Kualitas lingkungan

Biodiversitas Nutrient retention Kolonisasi Satwa

Persentase tutupan tajuk Stratifikasi tajuk Kerapatan tajuk Suhu udara DMg H Bt Ft Kt Sr K S C% St Kr L PRINSIP/ ASPEK KRITERIA TUJUAN INDIKATOR VERIFIER

(15)

22

(16)

c. Tinggi pohon bebas cabang dan tinggi pohon total pada tingkat pohon untuk menduga stratifikasi tegakan atau pohon.

d. Penutupan tajuk.

Petak contoh yang digunakan di hutan alam berbentuk jalur dengan petak-petak kecil di dalam jalur dengan ukuran 20×20 m, 10×10 m, 5×5 m, dan 2×2 m. Petak contoh yang digunakan di area revegetasi berbentuk lingkaran dengan luas 0,1 ha atau jari-jari 17,8 m (Gambar 6), dan diletakkan secara purposive sampling pada setiap umur tanaman.

(a) (b)

Gambar 6 Bentuk dan ukuran contoh plot lingkaran (a) dan petak persegi (b) yang dipakai untuk inventarisasi vegetasi

Kegunaan masing-masing petak ukur di hutan alam adalah:

1. Petak ukur 20×20 m untuk pengamatan atau pengukuran tumbuhan tingkat pohon.

2. Petak ukur 10×10 m untuk pengamatan atau pengukuran tumbuhan tingkat tiang.

3. Petak ukur 5×5 m untuk pengamatan atau pengukuran tumbuhan tingkat pancang dan semak.

17,8 m 20 m 20 m 10 m 10 m 5 m 5 m 2 m 2 m

(17)

4. Petak ukur 2×2 m untuk pengamatan atau pengukuran tumbuhan tingkat semai dan herba.

3.5.1.2. Pengambilan Contoh Tanah

Pengambilan contoh tanah ditujukan untuk mendapatkan informasi tentang simpanan nutrisi dalam tanah yang mempengaruhi kehidupan tanaman dan tebal serasah pada lantai hutan.

Pengambilan contoh tanah di lapang sangat berpengaruh terhadap tingkat kebenaran hasil analisis di laboratorium. Metode atau cara pengambilan contoh tanah yang tepat sesuai jenis analisis laboratorium yang akan dilakukan merupakan syarat penting yang harus diperhatikan (Wahyunie dan Murtilaksono 2004). Contoh tanah diambil secara purposive sampling pada setiap umur tanaman dan di hutan alam pada kedalaman 15 cm. Contoh tanah yang diambil di lapangan terdiri atas dua macam, yaitu:

1. Contoh tanah utuh untuk keperluan analisis permeabilitas, porositas tanah dan kerapatan isi (bulk density).

2. Contoh tanah terganggu atau tidak utuh untuk analisis kimia dan biologi tanah. 3.5.1.3. Inventarisasi Satwa

Kehidupan satwa merupakan indikator yang penting untuk mengukur tingkat keberhasilan dari reforestasi karena dengan adanya kehidupan satwa dapat membantu dalam proses penyebaran biji dan penyerbukan serta dapat mengontrol terjadinya hama dan penyakit.

Indeks satwa yang diamati adalah jenis aves, insect, herpetofauna, dan mamalia pemakan biji. Pengukuran data secara kualitatif (banyak atau sedikit) dilakukan pada plot pengamatan mengikuti plot pengamatan vegetasi.

3.5.1.4. Pengukuran Kondisi Lingkungan Hutan

Kondisi lingkungan hutan merupakan indikator tempat tumbuh yang kondusif bagi proses tumbuhnya hutan. Pada penelitian ini, lingkungan hutan yang diukur adalah indeks iklim, dilakukan pengukuran terhadap temperatur udara maksimum di dalam tajuk hutan. Pengukuran dilakukan antara pukul 12.00 – 13.00.

(18)

3.6. Pengolahan Data

Pengolahan data merupakan pengolahan data awal, yaitu pengolahan data hasil pengukuran di lapangan untuk mendapatkan nilai LBDS dan nilai-nilai setiap indeks. Nilai-nilai tersebut digunakan untuk analisis perumusan model monitoring indeks keberhasilan reforestasi.

3.6.1. Luas Didang Dasar (LBDS)

Luas Bidang Dasar (LBDS) adalah rasio antara luas penampang diameter tegakan setinggi dada dari sejumlah pohon per satuan luas. Rumus matematis yang digunakan untuk menghitung nilai LBDS adalah :

Lp

LBDSj

n i

=

=

1 2

d

(1/4)

π

Keterangan :

LBDSj = Luas Bidang Dasar Tegakan (m2 ha-1) dari plot ke j π = 3,14 d i k LBDSj LBDS k j

= = 1

= Diameter pohon setinggi dada dari pohon ke i (m) Lp = Luas Plot (Ha)

Keterangan :

k = Jumlah plot

LBDSj = Luas Bidang Dasar Tegakan (m2 ha-1 3.6.2. Indeks Biodiversitas (B)

) dari plot ke j

Indeks biodiversitas (B) ditentukan dengan menghitung indeks keanekaragaman (H) dan indeks kekayaan (Richness Indices) (DMg).

Rumus-rumus yang digunakan adalah: Indeks Kekayaan Margalef (1958)

Keterangan: R1

( )

n S R ln 1 1 − = = Indeks margalef S = Jumlah jenis

(19)

n = Jumlah total individu Indeks Keanekaragaman Shannon

Keterangan:

H' = Indeks keanekaragaman Shannon s = Jumlah jenis

ni = Jumlah individu jenis ke-i (nilai penting jenis ke-i)

N = Total individu seluruh jenis (total nilai penting seluruh jenis) 3.6.3. Indeks Tajuk (Tj)

Indeks tutupan tajuk (Tj) merupakan fungsi linier dari indeks persentase kerapatan tutupan tajuk (C%), kerapatan tajuk (Kr), dan indeks stratifikasi tajuk (St).

Indeks persentase tutupan tajuk (C%) dihitung dengan rumus: C% = total luas tutupan tajuk/ luas plot × 100%

Indeks stratifikasi tajuk (St) dihitung berdasarkan pada pengukuran strata tajuk, yaitu:

1. Stratum A: Lapisan teratas dengan karakteristik tinggi pohon total lebih dari 30 m, tajuk discontinue, batang pohon tinggi dan lurus, dan batang bebas cabang tinggi, serta sangat memerlukan cahaya.

2. Stratum B: Lapisan kedua dengan karakteristik tinggi pohon total 20−30 m, tajuk continue, batang pohon banyak bercabang, dan batang bebas cabang tidak terlalu tinggi, serta kurang memerlukan cahaya.

3. Stratum C: Lapisan ketiga dengan karakteristik tinggi pohon total 4−20 m, tajuk continue, batang pohon rendah, kecil, dan banyak cabang.

4. Stratum D: Lapisan keempat adalah lapisan perdu dan semak, tinggi 1−4 m. 5. Stratum E: Lapisan kelima adalah lapisan tumbuh-tumbuhan penutup tanah

(ground cover) tinggi 0−1 m.

Indeks kerapatan tajuk (Kr) dihitung menggunakan rumus :

Kr = jumlah tegakan dalam plot/luas plot = jumlah individu/ha                   − =

= N ni N ni H s i ln ' 1

(20)

3.6.4. Indeks Tanah (T)

Sifat-sifat tanah yang dianalisis adalah sifat-sifat fisik, kimia, dan biologi tanah yang sangat penting bagi pertumbuhan tanaman. Sifat-sifat fisik tanah yang dianalisis adalah permeabilitas, porositas, dan bulk density.

Bulk density atau bobot isi atau kerapatan isi merupakan bobot kering mutlak suatu unit volume tanah dalam keadaan utuh, dinyatakan dalam gram tiap sentimeter kubik. Unit volume terdiri atas volume yang terisi bahan padat dan volume ruang di antaranya. Bagian volume tanah yang tidak terisi oleh bahan padat baik bahan mineral atau bahan organik disebut ruang pori tanah. Ruang pori total terdiri atas ruang di antara partikel pasir, debu, dan liat, serta ruang di antara agregat-agregat tanah (Wahyunie dan Murtilaksono 2004).

Bobot isi dan bobot jenis partikel digunakan untuk menghitung porositas total tanah dengan rumus:

Porositas total = [1 - ( bobot isi/bobot jenis partikel) × 100%]

Bobot jenis partikel merupakan fungsi dari perbandingan atau nisbah antara bobot kering partikel padat tanah terhadap volumenya (tidak termasuk ruang pori yang terdapat di antara partikel), dinyatakan dalam gram tiap sentimeter kubik. Selanjutnya, penetapan bobot isi dan bobot jenis partikel dilakukan di laboratorium.

Sifat-sifat kimia dan biologi tanah yang dianalisis di laboratorium adalah sifat-sifat kimia dan biologi tanah yang mempengaruhi kesuburan tanah yaitu kandungan unsur hara makro yang terdiri atas N, P, K, Ca, dan Mg, jumlah mikroorganisme tanah, dan respirasi.

Nitrogen (N), Fosfor (P), Kalium (K), Kalsium (Ca), dan Magnesium (Mg) merupakan unsur hara mineral makro yang sangat dibutuhkan bagi pertumbuhan tanaman. Unsur N sangat penting bagi pertumbuhan tanaman, unsur ini diserap oleh tanaman dalam bentuk NO3- dan NH4+. Penyediaan N berhubungan dengan

penggunaan karbohidrat. Apabila penyediaan N sedikit maka hanya sedikit hasil fotosintesis (karbohidrat) yang diubah menjadi protein selebihnya diendapkan. Pengendapan karbohidrat menyebabkan sel-sel vegetatif menebal dan sedikit protoplasma yang terbentuk sehingga tanaman menjadi tertekan dan daun-daun menjadi kering (Suwarno et al. 2003).

(21)

Unsur P dalam tanaman mempunyai fungsi penting bagi pertumbuhan biji dan banyak dijumpai dalam buah dan biji. Unsur P merupakan unsur mobil di dalam tanaman. P dalam jaringan yang tua diangkat ke bagian-bagian meristem yang sedang aktif dan dapat menghambat seluruh pertumbuhan tanaman apabila terjadi kekurangan P (Suwarno et al. 2003).

Menurut Suwarno et al. (2003), kalsium diabsorbsi oleh tanaman dalam bentuk K+

1. Metabolisme karbohidrat: pembentukan, pemecahan, dan translokasi pati. . Bagi tanaman, unsur K mempunyai fungsi yang penting sekali terhadap peristiwa-peristiwa fisiologis tanaman, yaitu:

2. Metabolisme nitrogen dan sintesa protein.

3. Mengawasi dan mengatur aktivitas beragam unsur mineral.

4. Netralisasi asam-asam organik yang penting bagi proses fisiologik. 5. Mengaktifkan berbagai enzim.

6. Mempercepat pertumbuhan jaringan meristematik.

7. Mengatur pergerakan stoma dan hal-hal yang berhubungan dengan air.

Kalsium dibutuhkan oleh semua tanaman tingkat tinggi dan diambil dalam bentuk Ca++. Tanaman yang kekurangan unsur Ca++ akan mengganggu pembentukan pucuk dan ujung-ujung akarnya sehingga pertumbuhan tanamanan terhenti. Magnesium diabsorbsi dalam bentuk ion Mg++ dan merupakan satu-satunya mineral yang menyusun klorofil (Suwarno et al. 2003).

Kapasitas Tukar Kation (KTK) dan pH merupakan faktor yang mempengaruhi pengikatan, pengendapan, pergerakan ion ke akar, pencucian, dan imobilisasi unsur-unsur hara tanaman atau faktor yang mempengaruhi kemampuan menyediakan hara bagi tanaman (Suwarno et al. 2003).

Selain sifat fisika, kimia, dan biologi tanah, juga dianalisis produksi serasah pada lantai hutan.

3.6.5. Indeks Kolonisasi (K)

Indeks kolonisasi (K) diperoleh dengan melakukan analisis jumlah dan jenis pada vegetasi awal, seperti liana, epifit, semak, herba, dan anakan yang merupakan indikator tempat tumbuh yang kondusif bagi proses suksesi hutan (Barnes 1997).

(22)

3.6.6. Indeks Kehidupan Satwa (S)

Indeks kehidupan satwa diperoleh dengan melakukan analisis terhadap keberadaan satwa insect, aves, herpetofauna, dan mamalia pemakan biji.

3.6.7. Indeks Lingkungan Hutan (L)

Kondisi lingkungan hutan merupakan indikator tempat tumbuh yang kondusif bagi proses tumbuhnya hutan. Indikator lingkungan hutan yang dianalisis dalam penelitian ini adalah iklim mikro (temperatur udara).

3.7. Analisis Data

Sebagaimana dijelaskan terdahulu, tingkat keberhasilan reforestasi berbanding lurus dengan umur dan umur berbanding lurus dengan LBDS. Semakin besar umur maka semakin besar LBDS dan semakin besar LBDS maka semakin tinggi tingkat keberhasilan reforestasi. Lebih lanjut, untuk mengetahui seberapa besar hubungan setiap indikator dengan LBDS ditentukan dengan menggunakan analisis regresi.

3.7.1. Standar Keberhasilan Reforestasi

Berdasarkan hasil pengukuran dan pengolahan data pada plot-plot contoh di lapangan, selanjutnya dibangun hubungan antara LBDS dengan umur tegakan. Model tersebut selanjutnya digunakan untuk memprediksi waktu yang diperlukan oleh suatu tegakan untuk mencapai kondisi stabil (standar kestabilan tegakan). Waktu yang diperlukan oleh suatu tegakan untuk mencapai kondisi stabil (standar kestabilan tegakan) yang dihasilkan digunakan sebagai acuan untuk menyatakan kondisi ideal yang terjadi setiap umur tanaman hasil reforestasi.

Pada penelitian ini, prediksi waktu pencapaian kestabilan tegakan diprediksi menggunakan pendekatan ukuran luas bidang dasar (LBDS). Pendekatan LBDS digunakan karena LBDS merupakan salah satu peubah karekteristik hutan yang mudah diukur dan menurut Moran et al. (2000) LBDS dapat digunakan untuk mengukur tingkat pertumbuhan pada setiap umur.

Hasil pengukuran dan pengolahan data pada plot-plot contoh di lapangan lebih lanjut juga digunakan untuk membangun hubungan antara LBDS dengan setiap indeks. Model tersebut selanjutnya digunakan untuk menbangun standar

(23)

skor tingkat keberhasilan reforestasi dari umur pertama penanaman sampai suatu tegakan mencapai kondisi stabil (standar kestabilan tegakan).

3.7.1.1. Prediksi Waktu Pencapaian Kondisi Stabil

Secara teoritis, bentuk kurva hubungan antara dimensi tegakan dengan umur tanaman adalah logaritmik atau kuadratik/polinomial. Jika umur sebagai peubah bebasnya, bentuk hubungannya adalah logaritmik. Sebaliknya jika umur sebagai peubah tak bebasnya, bentuk kurva hubungannya adalah eksponensial, power atau polinomial. Secara matematis, bentuk hubungan antara dimensi tegakan (LBDS) dengan umur tegakan secara hipotesis dapat dinyatakan pada Gambar 7.

Gambar 7 Bentuk hubungan antara dimensi tegakan (LBDS) dengan umur tegakan

3.7.1.2. Pembangunan Standar Skor Tingkat Keberhasilan Reforestasi

Untuk menilai sebuah keberhasilan, diperlukan suatu nilai standar. Mengingat standar keberhasilan merupakan fungsi dari waktu, perlu dibuat standar keberhasilan reforestasi dari setiap indikator menurut waktu. Oleh karena yang dijadikan acuan kestabilan tegakan adalah LBDS, perlu dibuat estimasi indikator keberhasilan reforestasi. Lebih lanjut, bentuk hubungan antarsetiap indikator keberhasilan reforestasi dinyatakan dengan model hubungan antara LBDS dan setiap indeks keberhasilan reforestasi diuji dengan berbagai bentuk model persamaan regresi sebagai berikut:

Linier : Y = a + bX Polinomial : Y = a X2 + bX + c Power : Y = a Xb 0 20 40 60 80 0 200 400 U m ur ta na m an (T h) LBDS (m2ha-1) -50 0 50 100 150 200 0 10 20 30 LB D S ( m 2ha -1) Umur tanaman (Th)

(24)

Eksponensial : Y = a ebX

Logaritmik : Y = a ln(X) + b, dimana X adalah LBDS dan Y adalah indikator keberhasilan reforestasi

Oleh karena peubah-peubah yang digunakan untuk analisis indeks keberhasilan reforestasi dipresentasikan dengan satuan nilai yang tidak sama, data tersebut harus distandardisasi. Salah satu metode standardisasi dapat dilakukan dengan cara skoring. Pada penelitian ini, skor tingkat keberhasilan reforestasi setiap indikator dihitung dengan analisis interpolasi pada setiap indikator yang diberikan dengan nilai skor yang berkisar antara 10 sampai 100.

Transformasi nilai pada setiap indikator dirumuskan sebagai berikut: Skor = {[x - Nmin ] / [N max – N min]} × 90 +10 Keterangan:

x = Nilai estimasi indikator keberhasilan reforestasi pada setiap peubah

N min = Nilai minimum dari setiap indikator N max = Nilai maksimum dari setiap indikator

3.7.1.3. Verifikasi model

Model hubungan antara LBDS dengan umur tegakan dan model hubungan antara LBDS dengan setiap indeks keberhasilan reforestasi selanjutnya dilakukan verifikasi. Verifikasi ini dimaksudkan untuk menentukan model terbaik.

Model estimasi tingkat keberhasilan reforestasi dilakukan verifikasi untuk menguji apakah model yang dihasilkan sesuai dengan fakta di lapangan. Pemilihan model dilakukan berdasarkan analisis koefisien determinasi (R2), simpangan agregat (SA), simpangan rata-rata (SR), Root Mean Square Error (RMSE), bias (e), uji beda nyata (Khi Kuadrat) atau χ2

hitung. Rumus yang digunakan (Spurr 1952) adalah:         =

i i i Ym Ya Ym SA % 100 x n Ym Ya Ym SR i i i             − =

% 100 2 x n Ya Ya Ym RMSE i i i

 −  = % 100 x n Ya Ya Ym e i i i                                   − =

(25)

Keterangan :

Ym = nilai indeks yang ditentukan dari model

Ya = nilai indeks hasil observasi untuk uji validasi

Model yang baik adalah model yang mempunyai koefisien determinasi (R2) cukup besar, SA dengan nilai -1 sampai +1, SR tidak lebih dari 10 %, RMSE cukup kecil, bias (e) rendah, dan uji beda nyata (Khi Kuadrat) atau χ2 hitung < χ2

3.7.2. Penyusunan Model Monitoring Tingkat Keberhasilan Reforestasi Penyusunan model monitoring tingkat keberhasilan reforestasi dilakukan dengan metode pembobotan dengan jumlah bobot pada semua peubah yang digunakan pada model sama dengan 1. Penentuan bobot dilakukan secara empiris berdasarkan nilai koefisien regresi ganda hubungan antara LBDS (Y) dan nilai skor estimasi keberhasilan reforestasi pada setiap indikator (X).

Secara matematis, model matematis untuk memantau tingkat keberhasilan reforestasi dinyatakan dengan rumus sebagai berikut :

tabel.

(

+

+

+

+

+

)

= B biai Tj tjibi T tici K kidi S siei L lifi Y dimana : B + Tj+ T + K + S + L = 1 Keterangan:

Y = Indeks tingkat keberhasilan reforestasi B = Bobot makro indeks biodiversitas Tj = Bobot makro indeks tajuk

T = Bobot makro indeks tanah K = Bobot makro indeks rekolonisasi S = Bobot makro indeks kehidupan satwa L = Bobot makro indeks lingkungan hutan bi = Bobot mikro indeks biodiversitas

tji = Bobot mikro indeks tajuk

ti = Bobot mikro indeks tanah

ki = Bobot mikro indeks kolonisasi

si = Bobot mikro indeks kehidupan satwa

li = Bobot mikro indeks lingkungan hutan

ai = Skor subfaktor indeks biodiversitas

bi = Skor subfaktor indeks tutupan tajuk

ci = Skor subfaktor indeks tanah

di = Skor subfaktor indeks kolonisasi

ei

f

= Skor subfaktor indeks kehidupan satwa

i

(

)

=

i i i hitung

Ya

Ya

Ym

X

2 2

(26)

Penentuan Bobot

Penentuan bobot makro dinyatakan berdasarkan nilai koefisien regresi ganda dengan rumus sebagai berikut :

Analisis regresi ganda :

Y = a + b1B + b2Tj + b3T + b4K + b5S + b6L Keterangan : Y = LBDS a = intercept b1, b2, b3, b4, b5, b6

= = n i i i i

b

b

w

1 = koefisien regresi

B = skor estimasi tingkat keberhasilan reforestasi indeks biodiversitas Tj = skor estimasi tingkat keberhasilan reforestasi indeks tajuk

T = skor estimasi tingkat keberhasilan reforestasi indeks tanah K = skor estimasi tingkat keberhasilan reforestasi indeks kolonisasi S = skor estimasi tingkat keberhasilan reforestasi indeks satwa L = skor estimasi tingkat keberhasilan reforestasi indeks lingkungan Penentuan bobot makro:

Keterangan :

Wi = bobot makro indeks ke-i

bi = koefisien regresi indeks ke-i

Penentuan bobot mikro dinyatakan berdasarkan nilai koefisien regresi ganda dengan rumus sebagai berikut :

Indeks Biodiversitas Analisis regresi ganda :

Y = a + b1H + b2DMg

Keterangan : Y = LBDS a = intercept

b1, b2 = koefisien regresi

H = skor estimasi tingkat keberhasilan reforestasi indeks keanekaragaman

(27)

Indeks Tajuk

Analisis regresi ganda :

Y = a + b1St+ b2C%+ b3Kr

Keterangan :

Y = LBDS

A = intercept

b1, b2, b3 = koefisien regresi

St = skor estimasi tingkat keberhasilan reforestasi indeks stratifikasi tajuk

C% = skor estimasi tingkat keberhasilan reforestasi indeks persentase penutupan tajuk

Kr = skor estimasi tingkat keberhasilan reforestasi indeks kerapatan tajuk

Indeks Tanah

Analisis regresi ganda :

Y = a + b1Bt + b2Ft+ b3Kt + b4Sr Keterangan : Y = LBDS a = intercept b1, b2, b3, b4 = koefisien regresi

Bt = skor estimasi tingkat keberhasilan reforestasi indeks biologi tanah

Ft = skor estimasi tingkat keberhasilan reforestasi indeks fisika tanah Kt = skor estimasi tingkat keberhasilan reforestasi indeks kimia tanah Sr = skor estimasi tingkat keberhasilan reforestasi indeks serasah Indeks Fisika Tanah

Analisis regresi ganda :

Y = a + b1Bd + b2Pr+ b3Ps

Keterangan :

Y = LBDS

a = intercept

b1, b2, b3 = koefisien regresi

Bd = skor estimasi tingkat keberhasilan reforestasi indeks bulk density

Pr = skor estimasi tingkat keberhasilan reforestasi indeks permeabilitas

(28)

Indeks Biologi Tanah Analisis regresi ganda :

Y = a + b1 Res + b2 MO

Keterangan : Y = LBDS a = intercept

b1, b2 = koefisien regresi

Res = skor estimasi tingkat keberhasilan reforestasi indeks respirasi Mo = skor estimasi tingkat keberhasilan reforestasi indeks

mikroorganisme Indeks Kimia Tanah

Analisis regresi ganda :

Y = a + b1 pH + b2 KTK+ b3 unsur hara MM + b4 KB Keterangan : Y = LBDS A = intercept b1, b2, b3, b4

= = n i i i i

b

b

w

1 = koefisien regresi

pH = skor estimasi tingkat keberhasilan reforestasi indeks pH KTK = skor estimasi tingkat keberhasilan reforestasi indeks

KTK

Unsur hara MM = skor estimasi tingkat keberhasilan reforestasi indeks unsur hara makro mikro

KB = skor estimasi tingkat keberhasilan reforestasi indeks kejenuhan basa

Penentuan bobot mikro:

Keterangan :

Wi = bobot mikro indeks ke-i

bi

3.8. Penentuan Indikator Kunci Monitoring Tingkat Keberhasilan Reforestasi (BRF)

= koefisien regresi indeks ke i

Penentuan indikator kunci dalam monitoring tingkat keberhasilan reforestasi (BRF) dilakukan dengan memilih salah satu model terbaik dari beberapa model yang dirumuskan. Beberapa model dirumuskan dengan cara manual melalui

(29)

penghilangan peubah yang mempunyai bobot terkecil di antara semua peubah. Pemilihan model terbaik dilakukan dengan analisis korelasi, uji akurasi, dan uji Z. Indikator kunci dan model terbaik ditentukan berdasarkan model yang mempunyai akurasi tertinggi dan peubah atau indeks dengan bobot tertinggi dari semua indikator yang digunakan. Akurasi model dilakukan dengan menggunakan confussion matrix.

3.8.1. Uji Akurasi Model

Uji akurasi model dilakukan untuk mengukur ketelitian dari model yang dihasilkan terhadap kondisi sebenarnya di lapangan. Uji akurasi yang umum dilakukan pada analisis spasial adalah menggunakan confussion matrix untuk menghitung overall accuracy dan Kappa accuracy. Confussion matrix yaitu matrik bujur sangkar yang memuat jumlah piksel atau poligon yang diklasifikasi secara konvensional.

Akurasi model dihitung menggunakan akurasi rata-rata umum (overall accuracy) dan kappa. Akurasi rata-rata umum dilakukan untuk menghitung akurasi berdasarkan persentase jumlah piksel atau poligon yang dikelaskan secara benar (poligon pada model masuk pada kelas yang sama pada poligon acuan), dibagi jumlah total piksel atau poligon. Akurasi rata-rata umum dihitung menggunakan rumus (Jaya 2006) sebagai berikut :

Keterangan :

OA = Nilai akurasi rata-rata umum (Overall Accuracy)

Xii = Coincided Value atau luasan kelas tingkat keberhasilan yang sama antar model dan kelas peubah yang dijadikan acuan untuk verifikasi

N = Total area verifikasi

Akurasi kappa pada umumnya mempunyai nilai akurasi lebih kecil dari akurasi rata-rata umum karena pada akurasi kappa dihitung tidak hanya berdasarkan jumlah piksel atau poligon yang dikelaskan pada model masuk secara benar pada piksel atau poligon kelas acuan, tetapi juga menghitung jumlah piksel atau poligon yang dikelaskan pada model tidak tepat masuk dalam kelas acuan.

            =

=1 x100% N Xii OA r i

(30)

Akurasi kappa dihitung menggunakan rumus (Jaya 2006) sebagai berikut :

Keterangan:

K = Akurasi Kappa (Kappa Accuracy)

Xii = Coincided Value atau luasan kelas tingkat keberhasilan yang sama antara

model dan kelas peubah yang dijadikan acuan untuk verifikasi Xi+ = Luasan dalam baris ke-i

X+i

3.8.2. Pemilihan Model

= Luasan dalam kolom ke-j N = Total area verifikasi.

Pemilihan model dilakukan dengan uji signifikasi yaitu menguji signifikasi perbedaan antara kurasi dari model yang dihasilkan. Hasil pengujian model digunakan untuk memilih model yang terbaik, apabila perbedaan antar model mempunyai nilai z > 1,96, berarti model tersebut berbeda secara signifikan.

Rumus yang digunakan untuk pengujian model adalah:

dengan:

Keterangan :

z = Nilai signifikansi

Ki dan Kj = Akurasi hasil verifikasi model ke-i dan ke-j

σ2

N = Total area verifikasi = Ragam % 100 2 1 1

+ + = = + + − − = i i r i r i i i ii X X N X X X N K 96 , 1 2 2 + > − = j i j i K K z σ σ       − − − + − − − + − − = 4 2 2 2 4 2 1 3 2 3 2 1 1 2 2 2 2 ) 1 ( ) 4 ( ) 1 ( ) 1 ( ) 2 )( 1 ( 2 ) 1 ( ) 1 ( / 1 φ φ φ φ φ φ φ φ φ φ φ φ σ N

= = r i ii N X 1 1 / φ

= + + + = r i i i ii X X N X 1 2 3 ( )/ φ

= + + = r i i i X N X 1 2 2 / φ

= + + = + = r i i j ij r j N X X X 1 3 2 1 4 ( ) / φ

(31)
(32)

Gambar 4 Struktur hierarki kriteria dan indikator dalam mengukur indeks keberhasilan reforestasi.

Indeks Keberhasilan Reforestasi

Ekonomi Sosial Biofisik Produksi Kebijakan

Adaptabilitas Sustainabilitas Struktur Kualitas lingkungan

Biodiversitas Nutrient retention Kolonisas Satwa

Persentase tutupan tajuk Stratifikasi tajuk Kerapatan tajuk Suhu udara DMg H Bt Ft Kt Sr K S C% St Kr L PRINSIP/ ASPEK KRITERIA TUJUAN INDIKATOR VERIFIER

Gambar

Gambar 2  Lokasi penelitian.
Gambar 3  Tahapan penelitian.
Gambar 4  Struktur hirarki kriteria dan indikator dalam mengukur indeks keberhasilan reforestasi
Gambar 5 Penyebaran lokasi pengambilan sampel
+4

Referensi

Dokumen terkait

Jika petani mendapatkan informasi 3 jenis terkait adanya sosialisasi benih padi varietas Mekongga.. 2) Kemampuan adalah keikutsertaan anggota kelompok tani pada saat

Dalam desain kurikulum, kemampuan technopreneurship dimasukkan sebagai salah satu kompetensi lulusan.Kompetensi itu didukung oleh beberapa mata kuliah teknologi terapan

Penghargaan yang mendalam penulis sampaikan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Bima yang telah memberikan kesempatan dan dukungan dana bagi penulis untuk mengikuti pendidikan

2ingkungan pengendalian sangat dipengaruhi oleh sejauh mana indi0idu mengenali mereka yang akan dimintai pertanggungjawaban. &amp;ni berlaku sampai kepada

Menangkap makna terkait fungsi sosial dan unsur kebahasaan secara kontekstual lirik lagu terkait kehidupan remaja

Pemberian pupuk organik cair urin sapi untuk pertumbuhan tanaman bayam (Amaranthus tricolor L) sebanyak 10% dan setara dengan urea.. Saran- saran yang dapat digunakan sebagai

pembentukannya berbeda dengan Undang-Undang. 2) Ketentuan dalam pasal 22 UUD 1945 memberikan kewenangan kepada Presiden untuk secara subjektif menilai keadaan negara

Daya pembeda butir soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang tidak pandai (berkemampuan rendah)