• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III METODE PENELITIAN"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan unsur penting di dalam penelitian ilmiah, karena metode yang digunakan dalam penelitian dapat menentukan apakah penelitian tersebut dapat dipertanggungjawabkan (Hadi, 2000). Penelitian ini bersifat komparatif, yakni membandingkan dua gejala untuk melihat persamaan dan perbedaannya (Nawawi & Martina, 1994).

Berikut akan dibahas mengenai identifikasi variabel penelitian, definisi operasional variabel penelitian, populasi dan metode pengambilan sampel, alat ukur yang digunakan, prosedur penelitian dan metode analisis data.

III.A. Identifikasi Variabel

Penelitian ini melibatkan variabel bebas dan variabel tergantung, dengan identifikasi sebagai berikut:

1. Variabel bebas: penyebab perpisahan dalam keluarga dengan orangtua tunggal yaitu bercerai dan meninggalnya pasangan.

2. Variabel tergantung: kesepian.

III.B. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Definisi operasional dari penelitian perlu dijabarkan untuk menghindari perbedaan dalam menginterpretasi masing-masing variabel penelitian. Adapun definisi operasional variabel dalam penelitian ini sebagai berikut:

(2)

a. Penyebab perpisahan dalam keluarga dengan orangtua tunggal

Keluarga dengan orangtua tunggal adalah ketiadaan figur ayah dalam suatu keluarga yang disebabkan oleh perceraian atau kematian salah satu orangtua dan orangtua yang ditinggalkan tidak menikah kembali, sehingga membesarkan anak tanpa dukungan dan tanggungjawab pasangannya.

Penyebab perpisahan dalam keluarga dengan orangtua tunggal, dibedakan karena perceraian dan meninggalnya pasangan. Perceraian adalah terputusnya perjanjian pernikahan yang resmi oleh kedua pasangan, dan sebagai akibat dari perpisahan tersebut dapat mempengaruhi kehidupan pasangan maupun anak.

Meninggalnya pasangan hidup merupakan kehilangan yang paling sulit, masa yang penuh dengan tekanan dalam pengalaman hidup individu, pentingnya dukungan sosial dan kelekatan guna kesehatan fisik dan mental, serta berhubungan dengan semakin tingginya simptom-simptom depresi yang dirasakan pada individu dewasa

Data mengenai peran sebagai orangtua tunggal karena bercerai atau meninggal pasangan diperoleh dari subjek yang mengisi self report bersamaan

dengan pemberian skala sebagai alat ukur dalam penelitian.

b. Kesepian

Kesepian adalah suatu pengalaman subjektif dan perasaan tidak menyenangkan yang disebabkan adanya ketidaksesuaian antara hubungan sosial yang diharapkan dengan kenyataan kehidupannya yang kemudian disertai dengan

(3)

emosi negatif seperti kecemasan, ketidakbahagiaan, ketidakpuasan, menyalahkan diri sendiri, malu dan depresi.

Kesepian akan diungkap dalam penelitian ini dengan menggunakan alat ukur berupa skala yang disusun berdasarkan empat jenis perasaan ketika kesepian yang dikemukakan oleh Rubeinstein dan Shaver (dalam Brehm, 2002), yaitu: 1). Desperation, yaitu perasaan yang sangat menyedihkan, mampu melakukan

tindakan yang nekat, yang disertai dengan indikator perasaan seperti putus asa, tidak berdaya, takut, tidak punya harapan, merasa ditinggalkan serta mudah mendapat kecaman dari orang lain.

2). Impatient Boredom, yaitu rasa bosan yang tidak tertahankan, jenuh, tidak suka

menunggu lama, disertai dengan indikator tidak sabar, ingin berada di tempat lain, kesulitan menghadapi suatu keadaan, sering marah, serta tidak dapat berkonsentrasi.

3). Self-Deprecation, yaitu perasaan dimana seseorang mengutuk serta

menyalahkan diri sendiri, tidak mampu menyelesaikan masalahnya, disertai dengan indikator yaitu tidak atraktif, terpuruk, merasa bodoh, malu, serta merasa tidak aman.

4). Depression, menurut Davison (2004) merupakan tahapan emosi yang ditandai

dengan kesedihan yang mendalam, perasaan bersalah, menarik diri dari orang lain, kurang tidur, dan indikator perilaku dari Brehm (2002) yaitu, sedih, tertekan, terisolasi, hampa, menyesali diri, mengasingkan diri, serta berharap memiliki seseorang yang spesial.

(4)

Semakin tinggi skor yang diperoleh seseorang dalam skala kesepian yang diberikan, artinya semakin tinggi perasaan kesepianyang dimilikinya.

III.C. Subjek Penelitian III.C.1. Populasi dan Sampel

Populasi adalah seluruh subjek yang dimaksud untuk diteliti. Populasi dibatasi sebagai sejumlah subjek atau individu yang paling sedikit memiliki satu sifat yang sama (Hadi, 2000). Populasi dalam penelitian ini adalah wanita usia dewasa dini yang menjadi orangtua tunggal.

Sampel adalah sebahagian dari populasi atau sejumlah penduduk yang jumlahnya kurang dari jumlah populasi dan harus mempunyai paling sedikit satu sifat yang sama (Hadi,2000). Adapun karakteristik sampel yang digunakan adalah:

1. Wanita yang berusia 20-40 tahun

Menurut Havingurst (Hurlock, 1999), pada masa dewasa dini ini mulai memainkan peran baru, seperti peran istri, orangtua, mengembangkan sikap, keinginan dan nilai baru sesuai dengan tugas baru ini.

2. Menjadi orangtua tunggal dan tinggal bersama satu orang anak atau lebih Dipilih untuk penelitian ini sesuai dengan statusnya yang menjadi orangtua tunggal karena bercerai maupun meninggalnya pasangan, dan tinggal bersama seorang anak atau lebih, hal ini bertujuan untuk melihat perannya sebagai orangtua. Berbeda dengan wanita yang bercerai atau meninggalnya pasangan tanpa adanya kehadiran anak.

(5)

III.C.2. Metode Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel atau sampling menurut Kerlinger (1995) berarti mengambil suatu bagian dari populasi atau semesta sebagai wakil (representasi) dari populasi atau semesta itu. Tehnik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah incidental sampling. Hadi (2000) mengatakan bahwa incidental sampling adalah tehnik pengambilan sampel non probability yang

berarti tidak semua populasi diberi peluang yang sama untuk dijadikan sampel, dimana hanya individu-individu atau kelompok-kelompok yang kebetulan dijumpai atau dapat dijumpai saja yang dijadikan sampel peneliti.

Setiap individu yang ditemui di lapangan yang kira-kira memenuhi karakteristik subjek penelitian ini akan ditanya kesediaannya mengisi skala yang diberikan oleh peneliti.

III.C.3. Jumlah Sampel Penelitian

Suatu sampel yang baik harus memenuhi syarat bahwa ukuran atau besarnya memadai untuk dapat meyakinkan kestabilan ciri-cirinya. Berapa besar sampel yang memadai bergantung kepada sifat populasi dan tujuan penelitian. Semakin besar sampel, akan semakin kecil kemungkinan menarik kesimpulan tentang populasi. Menurut Azwar (2005), secara tradisional statistika menganggap jumlah sampel yang lebih dari 60 orang sudah cukup banyak.

Berdasar uraian diatas, maka jumlah total sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 60 orang.

(6)

III.D. Alat Ukur yang Digunakan

Alat ukur yang digunakan merupakan metode pengumpulan data dalam kegiatan penelitian yang mempunyai tujuan untuk mengungkap fakta mengenai variabel yang diteliti (Azwar, 1999).

Pada penelitian ini alat ukur yang digunakan adalah skala psikologi dan menyertakan kuesioner sebagai alat pengumpul data. Metode kuesioner mendasarkan pada laporan tentang diri sendiri (self report) atau setidak-tidaknya

pada pengetahuan atau keyakinan pribadi (Hadi, 2000). Metode self report

digunakan untuk memperoleh data mengenai usia, pendapatan, kehadiran anak, lama perpisahan dengan pasangan, dan tinggal bersama orang lain.

Metode skala mengingat data yang ingin diukur berupa konstrak atau konsep psikologis yang dapat diungkap secara tidak langsung melalui indikator-indikator perilaku yang diterjemahkan dalam bentuk butir-butir pernyataan (Azwar, 2000). Menurut Hadi (2000), skala dapat digunakan dalam penelitian berdasarkan asumsi-asumsi sebagai berikut:

1. Subjek adalah orang yang paling tahu tentang dirinya.

2. Bahwa apa yang dinyatakan oleh subjek kepada penyelidik adalah benar dan dapat dipercaya.

3. Interpretasi subjek tentang pernyataan-pernyataan yang diajukan kepadanya adalah sama dengan apa yang dimaksudkan oleh penyelidik. Skala kesepianyang digunakan dalam penelitian ini adalah skala psikologi yang terdiri dari butir-butir pernyataan yang disusun sendiri oleh peneliti

(7)

berdasarkan indikator-indikator perasaan kesepian yang dikemukakan oleh Rubenstein dan Shaver (dalam Brehm 2002).

Pernyataan dalam skala ini terdiri dari pernyataan favorable dan unfavorable. Skala ini disusun berdasarkan skala tipe Likert dengan memberikan

empat alternatif jawaban yaitu : STS (Sangat Tidak Sesuai), TS (Tidak Sesuai), S (Sesuai) dan SS (Sangat Sesuai). Untuk butir pernyataan favorable, jawaban

“Sangat Sesuai” akan diberi skor 4, demikian seterusnya sampai dengan skor 1 untuk jawaban “Sangat Tidak Sesuai”. Sedangkan untuk butir pernyataan

unfavorable, jawaban “Sangat Tidak Sesuai” akan diberi skor 4, demikian

seterusnya sampai dengan skor 1 untuk jawaban “Sangat Sesuai”.

Semakin tinggi skor yang diperoleh subjek maka semakin tinggi kesepian yang dirasakan oleh wanita yang berperan sebagai orangtua tunggal dan semakin rendah skor yang diperoleh subjek penelitian maka semakin rendah kesepianyang dirasakan oleh wanita yang berperan sebagai orangtua tunggal.

Penyusunan skala kesepian dalam penelitian ini didasarkan pada empat jenis perasaan kesepian yang dikemukakan oleh Rubenstein dan Shaver (dalam Brehm, 2002) dengan blue print pada tabel berikut:

(8)

Tabel 3

Blue print Skala Kesepian Sebelum Uji Coba

NO Perasaan Ketika Kesepian Aitem Jlh

Favorable Unfavorable

1. Desperation a. Putus asa b. Tidak berdaya c. Takut

d. Tidak punya harapan e. Merasa ditinggal

f. Mudah mendapat kecaman

12 12 24

2. Impatient Boredom a. Tidak sabar b. Bosan

c. Berada ditempat lain d. Kesulitan

e. Marah

f. Tidak dapat berkonsentrasi

12 12 24 3. Self-Deprecation a. Tidak atraktif b. Terpuruk c. Bodoh d. Malu

e. Merasa tidak aman

10 10 20 4. Depression a. Sedih b. Depresi c. Hampa d. Terisolasi e. Menyesali diri f. Melankolis g. Mengasingkan diri

h. Berharap memiliki seseorang yang spesial

16 16 32

Jumlah 50 50 100

Skala kesepian tersebut butir-butirnya disusun berdasarkan empat jenis perasaan kesepianyang dikemukakan oleh Rubenstein dan Shaver (dalam Brehm, 2002) dengan blue print pada tabel berikut:

(9)

Blue Print Butir-butir Skala Kesepian Sebelum Uji Coba

NO Perasaan Ketika Kesepian Aitem Jlh

Favorable Unfavorable 1. Desperation 28,31, 34,35,36,37 38,41,42,43, 50,51 24,40, 39,59,48,49, 57,58,64,65 74,75 24 2. Impatient Boredom 1,2, 3,4,7,10, 11,12,14,16, 19,21 5,6, 8,9,13,15, 17,18,19,20, 21,22 24 3. Self-Deprecation 26,27, 29,30,44, 45,53,54, 52,78 32,33 46,47,66, 67,70,71, 76,77 20 4. Depression 55,56, 68,69,62,63, 80,81,92,93, 85,86,87,88, 95,98 60,61, 72,73,79,82, 83,84,89,90, 91,94,96,97, 99,100 32 Jumlah 50 50 100

III. D.1. Validitas Alat Ukur

Validitas adalah sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Valid tidaknya suatu alat ukur tergantung pada mampu atau tidaknya alat ukur tersebut mencapai tujuan pengukuran yang dikehendaki dengan tepat. Dalam penelitian ini skala akan diuji validitasnya berdasarkan validitas isi dan validitas soal.

Validitas isi ditentukan melaui pendapat profesional dalam proses telaah soal. Dalam penelitian ini, pendapat profesional adalah dosen pembimbing peneliti. Dengan mengunakan spesifikasi tes yang telah ada, orang melakukan analisis logis untuk menetapkan apakah aitem-aitem tersebut memang mengukur apa yang dimaksudkan untuk diukur (Azwar, 2002).

(10)

Skala dinyatakan memiliki validitas soal bila aitem-aitem tidak menyimpang dan mewakili konsep yang akan diukur (Azwar, 2002). Validitas soal dilakukan dengan cara mengkorelasikan nilai-nilai tiap butir nilai totalnya. Dalam penelitian ini uji validitas alat ukur dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi Pearson Product Moment (Hadi, 1999).

III.D.2. Uji Daya Beda Butir Pernyataan

Uji daya beda butir pernyataan dilakukan untuk melihat sejauh mana skala itu mampu membedakan antara individu dan kelompok yang memiliki dan tidak memiliki atribut yang dimaksudkan untuk diukur (Azwar, 2000).

Daya beda pada suatu skala dapat dilihat dengan menggunakan analisa aplikasi komputer SPSS versi 12.0 for Windows, kemudian nilai corrected item total correlation yang diperoleh dibandingkan dengan koefisien korelasi Pearson Product Moment dengan interval kepercayaan 95%. Peneliti menggunakan kriteria

pemilihan aitem berdasarkan koefisien korelasi sebesar 0,275.

III.D.3. Reliabilitas Alat Ukur

Reliabilitas alat ukur menunjukkan derajat keajegan atau konsistensi alat ukur yang bersangkutan bila diterapkan beberapa kali pada kesempatan yang berbeda (Hadi, 2000). Reliabilitas alat ukur yang dapat dilihat dari koefisien reliabilitas merupakan indikator konsistensi butir-butir pernyataan tes dalam menjalankan fungsi ukurnya secara bersama-sama. Reliabilitas alat ukur ini mengacu kepada konsistensi atau kepercayaan hasil ukur, yang mengandung makna kecermatan pengukuran (Azwar, 2000).

(11)

Uji reliabilitas alat ukur ini menggunakan pendekatan konsistensi internal yang mana prosedurnya hanya memerlukan satu kali pengenaan tes kepada sekelompok individu sebagai subjek. Pendekatan ini dipandang ekonomis, praktis dan berefisiensi tinggi (Azwar, 2000). Teknik yang digunakan adalah teknik koefisien Alpha dari Cronbach, nantinya pengujian reliabilitas ini akan

menghasilkan reliabilitas dari skala kesepian.

III.D.4. Hasil Uji Coba Alat Ukur

Uji coba alat ukur penelitian dilakukan terhadap 30 orang wanita yang berperan sebagai orangtua tunggal. Jumlah aitem yang digunakan adalah sebanyak 100 aitem, dengan pembagian aitem untuk setiap perasaan ketika kesepian yaitu 24 aitem untuk desperation, 24 aitem untuk impatient boredom, 20 aitem untuk self-deprecation, dan 32 aitem untuk depression.

Berdasarkan hasil estimasi daya beda butir pernyataan dan reliabilitas terhadap data uji coba, maka diperoleh koefisien Alpha keseluruhan butir penyataan sebesar 0,869 yang bergerak dari 0,277 sampai 0,649, sedangkan berdasarkan daya beda butir pernyataan ditemukan 54 butir pernyataan yang memiliki daya beda rendah, sehingga jumlah pernyataan yang akan digunakan untuk pengambilan data yang sebenarnya adalah 46 butir pernyataan. Distribusi butir pernyataan setelah uji coba dapat dilihat pada tabel berikut ini:

(12)

Tabel 5

Blue Print Skala Kesepian Setelah Uji Coba

NO Perasaan Ketika Kesepian Aitem Jumlah

Favorable Unfavorable 1. Desperation 28,31, 34,35,36,37 38,41,42,43, 50,51 24,40, 39,59,48,49, 57,58,64,65 74,75 24 2. Impatient Boredom 1,2, 3,4,7,10, 11,12,14,16, 19,21 5,6, 8,9,13,15, 17,18,19,20, 22,23 24 3. Self-Deprecation 29,26,27, 30,44,45, 52,53, 54,78 32,33 46,47,66,67, 70,71,76,77 20 4. Depression 55,56, 62,63,68,69, 80,81,85,86, 87,88,92,93, 95,98 60,61, 72,73,79,82, 83,84,89,90, 91,94,96,97, 99,100 32 Jumlah 50 50 100 Keterangan:

Penebalan: Aitem yang diterima/ memiliki daya beda tinggi.

Selanjutnya, dari 46 aitem yang telah diperoleh, dilakukan penyusunan kembali nomor-nomor aitem untuk kemudian digunakan dalam pengambilan data penelitian.

(13)

Tabel 6

Perubahan Nomor Skala Kesepian Setelah Uji Coba

Nomor Butir Pernyataan Skala

Favorable Unfavorable

Nomor Aitem Lama

Nomor Aitem Baru Nomor Aitem Lama

Nomor Aitem Baru

1 1 20 4 7 2 23 6 14 3 32 8 21 5 40 12 30 7 47 17 34 9 57 24 36 10 58 25 37 11 64 28 41 13 65 29 43 14 75 32 44 15 79 34 45 16 33 35 51 18 84 36 52 19 89 41 53 20 91 42 54 21 99 45 55 22 100 46 56 23 62 26 63 27 68 30 69 31 78 33 85 37 86 38 87 39 88 40 93 43 95 44 29 29 17 17

Distribusi aitem skala kesepian setelah penomoran ulang disajian pada tabel berikut ini:

(14)

Tabel 6

Distribusi Aitem Skala Kesepian Untuk Penelitian

NO Perasaan Ketika Kesepian Aitem Jlh

Favorable Unfavorable 1. Desperation 9,10,11 13,14, 18 12, 24,25,28,29 32 12 2. Impatient Boredom 1,2 3,5 4, 6 6 3. Self-Deprecation 16,19,20 7,15 21,33 8, 17 9 4. Depression 22,23, 26,27,30,31 37,38,39,40 43,44 34,35 36,41,42 45,46 19 Jumlah 29 17 46

III.E. Prosedur Penelitian III.E.1. Persiapan Penelitian

Hal-hal yang dilakukan pada tahap ini adalah persiapan dan pembuatan alat ukur serta uji coba alat ukur. Sebelum suatu alat ukur dibuat maka langkah pertama yang harus dilakukan adalah menentukan aspek-aspek dari alat ukur tersebut. Kemudian dari aspek-aspek tersebut dibuat sejumlah butir-butir pernyataan atau aitem-aitem. Aitem-aitem yang dibuat kemudian dievaluasi. Evaluasi ini dilakukan dengan tiga arah, yaitu (1) dari segi bidang yang diuji, (2) dari segi format dan pertimbangan teknis penulisan aitem, dan (3) dari segi penerjemahan gagasan dalam bahasa (Suryabrata, 2000).

Evaluasi dari segi bidang yang diuji dilakukan dengan menelaah kembali bersama dosen pembimbing mengenai kejelasan akan konsep dasar dan kesesuaian aitem dengan empat jenis perasaan kesepian dari Rubeinstein dan Shaver (dalam Brehm, 2002).

(15)

Evaluasi dari segi format dan teknis penulisan aitem dilakukan dengan membuat ukuran dan jenis tulisan serta tampilan luar skala sehingga dapat lebih mudah dibaca oleh subjek penelitian. Evaluasi dari segi penerjemahan gagasan dan bahasa dilakukan untuk mengetahui apakah kalimat-kalimat pernyataan dalam skala dapat dimengerti dan tidak memiliki makna yang ambigu. Evaluasi format dan teknis penulisan skala serta penerjemahan gagasan dan bahasa dilakukan dengan meminta pendapat beberapa mahasiswa Psikologi Universitas Sumatera Utara.

Sebelum melakukan uji coba alat ukur, peneliti terlebih dahulu menyiapkan alat ukur yang digunakan. Alat ukur berupa skala kesepian terdiri dari 100 aitem. Skala dibuat dengan tipe Likert dan dalam bentuk buku. Persiapan alat ukur dilakukan sejak tanggal 3 Agustus 2007 hingga 8 Agustus 2007.

Uji coba skala dilakukan terhadap 30 orang responden wanita yang berperan sebagai orangtua tunggal karena bercerai dan meninggalnya pasangan. Pemberian skala dilakukan dari tanggal 9 Agustus 2007 hingga 3 September 2007.

III.E.2. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan terhadap wanita yang berperan sebagai orangtua tunggal yang berada di kotamadya Medan. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan terhadap 60 orang wanita yag berperan sebagai orangtua tunggal, dimana terdapat 40 orang wanita yang berperan sebagai orangtua tunggal karena meninggalnya pasangan dan 20 orang wanita yang berperan sebagai orangtua

(16)

tunggal karena bercerai. Pelaksanaan penelitian dilakukan mulai tanggal 5 September hingga 5 Oktober 2007.

III.F. Metode Analisis Data

Analisis data yang digunakan adalah analisis statistik, karena analisis statistik dapat menunjukkan generalisasi, bekerja dengan angka-angka, bersifat objektif, menutup kemungkinan masuknya unsur-unsur subjektif yang dapat merubah keinginan menjadi kenyataan atau kebenaran, serta bersifat universal dalam arti dapat digunakan dalam semua bidang penelitian (Hadi, 2000).

Penelitian ini menggunakan metode analisis t-test untuk dua sampel

independen dengan hipotesis dua arah (two-tailed) agar dapat dilihat apakah ada

perbedaan kesepian pada wanita yang berperan sebagai orangtua tunggal yang bercerai dan meninggal pasangan.

Sebelum dilakukan analisis statistik dengan uji t, data hasil penelitian akan dilakukan uji asumsi terlebih dahulu, yaitu:

1. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah distribusi data penelitian masing-masing variabel telah menyebar secara normal. Uji normalitas pada penelitian dianalisa dengan menggunakan Kolmogorov-Smirnov.

(17)

2. Uji Homogenitas

Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah populasi dan sampel yang digunakan dalam penelitian adalah homogen. Uji homogenitas pada penelitian ini dianalisa dengan menggunakan Anova melalui Lavene Test. Alasan menggunakan metode ini karena penelitian ini hanya untuk membandingkan dua varians saja.

Data yang diperoleh akan diolah dengan analisa statistik dengan menggunakan program SPSS version 12 For Windows.

(18)

BAB IV

ANALISA DAN INTERPRETASI DATA

Pada bab berikut ini akan diuraikan mengenai keseluruhan hasil penelitian. Pembahasan akan dimulai dengan memberikan gambaran umum subjek penelitian dilanjutkan dengan analisa dan interpretasi data penelitian serta hasil penelitian.

IV.A. Gambaran Subjek Penelitian

Subjek penelitian berjumlah 60 orang wanita yang berperan sebagai orangtua tunggal, yang terdiri dari 40 orang wanita yang pasangannya meninggal dan 20 orang wanita yang bercerai. Berdasarkan hal tersebut didapatkan gambaran subjek penelitian menurut usia, lama perpisahan, kehadiran anak, tinggal bersama orang lain, dan pendapatan.

IV.A.1. Gambaran Subjek Berdasarkan Usia

Berdasarkan usia, penyebaran subjek penelitian dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 7

Penyebaran Subjek Berdasarkan Usia

USIA Jumlah (N) Persentase 26-30 tahun 2 3.3 31-35 tahun 13 21.7 36-40 tahun 45 75.0 Total 60 100

(19)

Grafik 1

Penyebaran Subjek Berdasarkan Usia

Usia 36-40 tahun 31-35 tahun 26-30 tahun F requenc y 50 40 30 20 10 0

Berdasarkan tabel serta grafik di atas dapat dilihat bahwa subjek terbanyak adalah subjek dengan usia antara 36-40 tahun sebanyak 45 orang (75%), kemudian subjek dengan usia antara 31-35 tahun sebanyak 13 orang (21.7%), sedangkan paling sedikit adalah subjek yang berusia antara 26-30 tahun yaitu 2 orang (3.3%).

IV.A.2. Gambaran Subjek Peelitian Berdasarkan Lama Perpisahan

Berdasarkan lama perpisahan, penyebaran subjek penelitian dapat dilihat pada bagian berikut ini:

(20)

Tabel 8

Penyebaran Subjek Berdasarkan Lama Perpisahan

Lama Perpisahan Jumlah (N) Persentase 1 tahun 7 11.7 2 tahun 10 16.7 3 tahun 6 10.0 4 tahun 3 5.0 5 tahun 10 16.7 6 tahun 24 40.0 Total 60 100 Grafik 2

Penyebaran Subjek Berdasarkan Lama Perpisahan

Lama Perpisahan 6 tahun 5 tahun 4 tahun 3 tahun 2 tahun 1 tahun Fr equenc y 30 20 10 0

Bila dilihat dari tabel dan grafik, maka dapat disimpulkan bahwa ternyata subjek yang terbanyak adalah subjek dengan lama perpisahan selama 6 tahun yaitu sebayak 24 orang (40%), kemudian diikuti subjek dengan lama perpisahan 2 tahun dan 5 tahun sebanyak 10 orang (16.7%), selanjutnya subjek dengan lama perpisahan 1 tahun sebanyak 7 orang (11.7%), kemudian subjek dengan lama perpisahan 3 tahun sebanyak 6 orang (10%), sedangkan yang paling sedikit adalah subjek dengan lama perpisahan 4 tahun yaitu sebanyak 3 orang (5%).

(21)

IV.A.3. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jumlah Anak

Berdasarkan jumlah anak, penyebaran subjek penelitian dapat dilihat pada bagian berikut ini:

Tabel 9

Penyebaran Subjek Berdasarkan Kehadiran Anak

Kehadiran Anak Jumlah (N) Persentase

1 orang 12 20,0 2 orang 15 25,0 3 orang 15 25,0 4 orang 10 16,7 5 orang 6 10,0 6 orang 2 3,3 Total 60 100,0 Grafik 3

Penyebaran Subjek Berdasarkan Kehadiran Anak

Jumlah Anak 6 orang 5 orang 4 orang 3 orang 2 orang 1 orang Fr equ ency 16 14 12 10 8 6 4 2 0

Bila dilihat dari tabel dan grafik, subjek yang paling banyak adalah subjek dengan 2 orang dan 3 orang anak yaitu sebanyak 15 orang (25%), diikuti oleh subjek dengan 1 orang anak yaitu 12 orang (20%), kemudian subjek dengan 4

(22)

anak sebanyak 6 orang (10%) dan paling sedikit adalah subjek dengan 6 orang anak yaitu 2 orang (3.3%).

IIV.A.4. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Tinggal Bersama Orang Lain

Berdasarkan tinggal bersama orang lain, penyebaran subjek penelitian dapat dilihat pada bagian berikut ini:

Tabel 10

Penyebaran Subjek Berdasarkan Tinggal Bersama Orang Lain

Tinggal Bersama Jumlah (N) Persentase

Anak saja 49 81.7

Keluarga besar 11 18.3

Total 60 100.0

Grafik 4

Penyebaran Subjek Berdasarkan Tinggal Bersama Orang Lain

Tinggal bersama keluarga besar anak saja F re quenc y 60 50 40 30 20 10 0

(23)

Bila dilihat dari tabel dan grafik, maka dapat disimpulkan bahwa ternyata subjek terbanyak adalah subjek yang tinggal bersama dengan anak saja sebanyak 49 orang (81.7%), sedangkan yang lebih sedikit adalah subjek yang tinggal bersama keluarga sebanyak 11 orang (18.3%).

IV.A.5. Gambaran Subjek Berdasarkan Pendapatan

Berdasarkan pendapatan, penyebaran subjek penelitian dapat dilihat pada bagian berikut ini:

Tabel 11

Penyebaran Subjek Berdasarkan Pendapatan

Pendapatan Jumlah (N) Persentase

< 800.000 19 31.6

800.001-3.500.000 37 61.7

> 3.500.000 4 6.7

Total 60 100

Grafik 5

(24)

PENDAPAT >3.500.000 1.500.001- 3.500.000 < 800.000 F re quen c y 40 30 20 10 0

Bila dilihat dari tabel dan grafik, maka dapat disimpulkan bahwa ternyata subjek terbanyak berpendapatan Rp.800.001-Rp.3.500.000 sebanyak 37 orang (61.7%), kemudian subjek berpendapatan < Rp.800.000 sebanyak 19 orang (31.6%), sedangkan yang paling sedikit adalah subjek berpendapatan Rp. >Rp.3.500.000 sebanyak 4 orang (6.7%).

IV.B. Hasil Penelitian

IV.B.1. Hasil Uji Asumsi Penelitian

Pengujian hipotesa dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan analisa independent t-test. Maka sebelum analisa independent t-test dilakukan

terlebih dahulu diadakan uji normalitas sebaran dan uji homogenitas untuk melihat apakah sebaran normal dan populasi sampel homogen atau tidak.

(25)

IV.B.1.a. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah distribusi data penelitian setiap variabel menyebar secara normal. Uji normalitas menggunakan Kolmogorov-Smirnov yang dilakukan pada variabel kesepian.

Tabel 12

Uji Normalitas dengan One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Kesepian Meninggal

Pasangan Bercerai

N 60 40 20

Normal Parameters Mean 92,62 89,3500 99,1500

Std. Deviation 15,048 12,62385 17,56874 Most Extreme Differences Absolute ,067 ,108 ,137 Positive ,063 ,049 ,099 Negative -,067 -,108 -,137 Kolmogorov-Smirnov Z ,519 ,684 ,611

Asymp. Sig. (2-tailed) ,951 ,738 ,849

a Test distribution is Normal. b Calculated from data.

Berdasarkan tabel dapat disimpulkan bahwa data subjek penelitian tersebar secara normal. Hal ini ditunjukkan dengan nilai probabilitas kesepian (Asymp. Sig. (2-tailed) yaitu sebesar 0.951 (p>0.05). Uji normalitas untuk subjek yang meninggal pasangan menunjukkan sebaran normal dengan p = 0.738, dan uji normalitas untuk subjek yang bercerai menunjukkan sebaran normal dengan p = 0.849.

IV.B.1.b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan ANOVA melalui Levene statistic.

(26)

Tabel 13

Uji Homogenitas dengan Levene’s Test

Test of Homogeneity of Variances Dependent Variable: kesepian Levene

Statistic df1 df2 Sig.

3.778 1 58 .057

Berdasarkan tabel diperoleh bahwa populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah homogen. Hal ini ditunjukkan dari nilai probabilitas yang berada diatas 0.05 yaitu 0.057 (p > 0.05).

IV.B.2. Hasil Utama Penelitian

Sesuai dengan tujuan utama dalam penelitian ini yaitu melihat adanya perbedaan kesepian pada wanita yang berperan sebagai orangtua tunggal karena bercerai dan meninggalnya pasangan, maka hipotesa dalam penelitian ini adalah: ”ada perbedaan kesepian pada wanita yang berperan sebagai orangtua tunggal karena bercerai dan meninggalnya pasangan”.

Sebelum pengujian statistik, maka dilakukan perumusan hipotesa statistik yaitu:

1. Ho (Hipotesa nol): μmeninggal pasangan = μbercerai , tidak ada perbedaan kesepian

pada wanita yang berperan sebagai orangtua tunggal karena bercerai dan meninggalnya pasangan. Apabila diperoleh nilai p<0.05 maka hipotesa nol (Ho) gagal diterima.

2. Ha (Hipotesa alternatif): μmeninggal pasangan ≠ μbercerai, ada perbedaan kesepian

(27)

meninggalnya pasangan. Apabila diperoleh nilai p<0.05 maka hipotesa alternatif (Ha) diterima.

Perhitungan analisa data dilakukan dengan menggunakan independent t-test. Berikut pada tabel di bawah ini, digambarkan data kesepian subjek yang

bercerai dan meninggal pasangan, yaitu: Tabel 14

Gambaran Skor Kesepian

Penyebab N Mean Std. Deviation Std. Error

Mean

KESEPIAN Meninggal

pasangan 40 89.35 12.624 1.996

Bercerai 20 99.15 17.569 3.928

Tabel 15

Hasil Perhitungan t-test Skor Kesepian

Berdasarkan tabel 14 diatas diperoleh nilai p = 0.016. Oleh karena nilai p < 0.05 maka Ho ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa ”ada perbedaan kesepian pada wanita yang berperan sebagai orangtua tunggal karena bercerai dan meninggal pasangan”.

Levene's Test for Equality of

Variances

t-test for Equality of Means

F Sig. t Df Sig. (2-tailed) Mean Difference Std. Error Difference 95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper KESEPIAN Equal variances assumed 3.778 .057 -2.480 58 .016 -9.80 3.952 -17.711 -1.889 Equal variances not assumed -2.224 29.130 .034 -9.80 4.406 -18.811 -.789

(28)

IV.B.3. Deskripsi Data Penelitian Berdasarkan Mean Empirik dan Mean Hipotetik

Berikut ini deskripsi data kesepian pada wanita yang berperan sebagai orangtua tunggal karena bercerai dan meninggal pasangan berdasarkan mean empirik dan mean hipotetik yang bermanfaat untuk pengelompokkan kategorisasi selanjutnya. Perbandingan antara mean empirik dan mean hipotetik dapat dilihat melalui tabel berikut:

Tabel 16

Perbandingan Mean Empirik Dan Mean Hipotetik Kesepian

N Mean Standar Deviasi Min Max

Empirik 60 92.62 15.048 60 139

Hipotetik 60 115 23 46 184

Berdasarkan tabel diperoleh mean hipotetik kesepian adalah 115 dengan deviasi sebesar 23, dan mean empirik adalah 92.62 dengan standar deviasi 15.048. Jika dimasukkan dalam kategori skor kesepian, maka berarti bahwa sampel pada penelitian ini berada di rata-rata yang sama dengan rata-rata kesepian pada populasi berdasarkan skala kesepian yang diperoleh.

IV.B.4. Kategorisasi Skor Kesepian

Berdasarkan mean hipotetik kesepian, yakni sebesar 115 dan standar deviasi sebesar 23 dapat digunakan untuk membuat kategorisasi kesepian subjek penelitian. Kategorisasi ini didasarkan pada asumsi bahwa skor subjek penelitian terdistribusi normal. Kriteria skor kesepian yang digunakan dalam penelitian ini dibagi atas 3 yakni tinggi, sedang dan rendah (Azwar, 2005) dengan rumusan sebagai berikut:

(29)

Rendah : X < Mean – 1 SD

Sedang : Mean – 1 SD ≤ X < Mean + 1 SD Tinggi : Mean + 1 SD ≤ X

Gambaran kategorisasi skor kesepian terlihat pada tabel berikut: Tabel 17

Kategorisasi Skor Kesepian

Variabel Rentang Nilai Kategori N Persentase Kesepian X < 88 Rendah 23 38.3 88 ≤ X < 138 Sedang 36 60 X ≥ 138 Tinggi 1 1.7 Jumlah 60 100 Tabel 18

Klasifikasi Skor Kesepian Pada Wanita Bercerai Dan Meninggal Pasangan Kategorisasi Skor Kesepian Jumlah Subjek Persentase Meninggal Pasangan Rendah X < 88 17 42.5 Sedang 88 ≤ X < 138 23 57.5 Tinggi X ≥ 138 0 0 Total 40 100 Bercerai Rendah X < 88 6 30 Sedang 88 ≤ X < 138 13 65 Tinggi X ≥ 138 1 5 Total 20 100

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa subjek yang meninggal pasangan memiliki kesepian rendah sebanyak 17 orang (42.5%), yang memiliki kesepian sedang sebanyak 23 orang (57.5%) dan tidak ada yang memiliki kesepian tinggi (0%). Pada subjek yang bercerai dapat dilihat bahwa yang memiliki kesepian rendah sebanyak 6 orang (30%), yang memiliki kesepian sedang sebanyak 13 orang (65%), dan yang memiliki kesepian tinggi sebanyak 1 orang (5%).

(30)

IV.C. Hasil Tambahan

Ada beberapa hasil tambahan dalam penelitian yang diharapkan dapat memperkaya hasil penelitian, antara lain gambaran aspek-aspek kesepian, gambaran kesepian berdasarkan usia, lama perpisahan, kehadiran anak dan pendapatan.

IV.C.1. Gambaran Aspek-aspek Kesepian

Pada penelitian ini diperoleh gambaran aspek-aspek kesepian yang dikemukakan oleh Shaver dan Rubeinstein:

Tabel 19

Gambaran Aspek-aspek Kesepian

Aspek Mean Keterangan Meninggal Pasangan Bercerai Desperation 24.15 27.25 Signifikan p= 0.029

Impatient Boredom 14.08 14.75 Tidak Signifikan

p=0.203

Self-Deprication 16.77 19.30 Signifikan p=0.008

Depression 34.35 37.85 Tidak Signifikan

p=0.076

Berdasarkan data diatas, ditunjukkan bahwa untuk subjek yang bercerai dan meninggal pasangan terdapat perbedaan mean yang signifikan pada keempat aspek kesepian, dimana mean pada subjek yang bercerai lebih tinggi. Pada tabel diatas juga ditunjukkan bahwa terdapat dua aspek yang kurang signifikan dirasakan berpengaruh ketika kedua kelompok subjek (wanita yang berperan sebagai orangtua tunggal karena bercerai dan meninggal pasangan) merasakan kesepian, yaitu impatient boredom dan depression.

(31)

Berikut ini merupakan hasil perhitungan yang diperoleh dari setiap perasaan kesepian yang dirasakan oleh individu.

Tabel 20

Hasil Perhitungan Skor Kesepian Wanita Yang Meninggal Pasangan Dan Bercerai Berdasarkan Perasaan Kesepian

Perasaan

kesepian Penyebab Perpisahan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Desperation meninggal pasangan 40 24,15 4,228 ,668

bercerai 20 27,25 6,431 1,438 Impatient Boredom meninggal pasangan 40 14,08 1,900 ,300 bercerai 20 14,75 1,943 ,435 Self Deprecation meninggal pasangan 40 16,77 2,787 ,441 bercerai 20 19,30 4,342 ,971

Depression meninggal pasangan 40 34,35 6,581 1,041

bercerai 20 37,85 7,989 1,786

Berdasarkan tabel dapat diketahui bahwa pada perasaan desperation, mean

skor untuk subjek yang meninggal pasangan adalah 24.15 (SD = 4.228), mean skor untuk subjek yang bercerai adalah 27.25 (SD = 6.431). Wanita yang bercerai memiliki mean skor kesepian yang lebih tinggi dibandingkan wanita yang meninggal pasangan dalam perasaan desperation.

Selanjutnya dapat diketahui bahwa pada perasaan impatient boredom,

mean skor untuk subjek yang meninggal pasangan adalah 14.08 (SD = 1.900), mean skor untuk subjek yang bercerai adalah 14.75 (SD = 1.943). Wanita yang bercerai memiliki mean skor kesepian yang lebih tinggi dibandingkan wanita yang meninggal pasangan dalam perasaan impatient boredom.

Kemudian berdasarkan tabel dapat diketahui bahwa pada perasaan self deprecation mean skor untuk subjek yang meninggal pasangan adalah 16.77 (SD

(32)

Wanita yang bercerai memiliki mean skor kesepian yang lebih tinggi dibandingkan wanita yang meninggal pasangan dalam perasaan self deprecation.

Selanjutnya berdasarkan tabel dapat diketahui bahwa pada perasaan

depression,, mean skor untuk subjek yang meninggal pasangan adalah 34.35 (SD

= 65.81), mean skor untuk subjek yang bercerai adalah 37.85 (SD = 7.989). Subjek yang bercerai memiliki mean skor kesepian yang lebih tinggi dibandingkan wanita yang meninggal pasangan dalam perasaan depression.

Oleh karena itu, berdasarkan tabel dapat disimpulkan bahwa dari keempat kategori perasaan kesepian yang dirasakan oleh subjek penelitian, perasaan yang paling menonjol pada subjek yang meninggal pasangan dan bercerai adalah perasaan depression, kemudian diikuti dengan perasaan desperation, self deprecation, dan terakhir impatient boredom. Berdasarkan mean skor pada setiap

perasaan dapat dilihat bahwa wanita yang berperan sebagai orangtua tunggal karena bercerai memiliki mean skor yang lebih tinggi daripada wanita yang berperan sebagai orangtua tunggal karena meninggal pasangan.

IV.C.2. Gambaran Kesepian Berdasarkan Usia

Pada penelitian ini diperoleh gambaran kesepian berdasarkan usia. Hasil uji statistik berdasarkan usia dapat dilihat pada tabel berikut:

(33)

Tabel 21

Gambaran Skor Kesepian Berdasarkan Usia

Rentang usia Penyebab

Perpisahan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean Usia 26-30 tahun Meninggal 0 , , , Bercerai 2 95,00 19,799 14,000 Usia 31-35 tahun Meninggal 12 87,1667 13,66371 3,94437 Bercerai 1 103,0000 , , Usia 36-40 tahun Meninggal 28 90,2857 12,29230 2,32303 Bercerai 17 99,4118 18,40876 4,46478

Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa mean skor yang paling tinggi berada pada subjek yang bercerai dengan usia 31-35 tahun dengan mean skor 103.0000, kemudian diikuti subjek yang bercerai dengan usia 36-40 tahun dengan mean 99.4118 (SD=18.40876), selanjutnya subjek yang bercerai usia 26-30 tahun dengan mean 95.00 (SD=19.799), diikuti oleh subjek yang meninggal pasangan usia 36-40 tahun dengan mean skor 90.2857 (SD=12.2923), dan paling rendah adalah subjek yang meninggal pasangan usia 31-36 tahun dengan mean 87.1667 (SD=13.66371).

Tabel 22

Hasil Perhitungan Kesepian Berdasarkan Usia

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 300.306 2 150.153 .655 .523

Within Groups 13059.877 57 229.121

Total 13360.183 59

Dari hasil analisa statistik diperoleh p=0.523, dimana p>0.05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan kesepian subjek penelitian berdasarkan usia.

(34)

IV.C.3. Gambaran Kesepian Berdasarkan Lama Perpisahan

Pada penelitian ini diperoleh gambaran kesepian berdasarkan lama perpisahan. Hasil uji statistik berdasarkan lama perpisahan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 23

Gambaran Skor Kesepian Berdasarkan Lama Perpisahan

Lama Perpisahan

Penyebab

Perpisahan N Mean Std. Deviation

Std. Error Mean 1 tahun Meninggal pasangan 5 89,2000 16,90266 7,55910 Bercerai 2 108,0000 1,41421 1,00000 2 tahun Meninggal pasangan 6 92,6667 9,15787 3,73869 Bercerai 4 102,5000 15,92692 7,96346 3 tahun Meninggal pasangan 4 88,2500 9,03235 4,51617 Bercerai 2 99,5000 26,16295 18,50000 4 tahun Meninggal pasangan 2 90,0000 18,38478 13,00000 Bercerai 1 103,0000 , , 5 tahun Meninggal pasangan 8 88,7500 16,36852 5,78715 Bercerai 2 89,0000 4,24264 3,00000 6 tahun Meninggal pasangan 15 88,4000 12,47168 3,22017 Bercerai 9 97,4444 22,22111 7,40704

Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa mean skor yang paling tinggi berada pada subjek yang bercerai dengan lama perpisahan 1 tahun yaitu 108.0000 (SD=1.41421), diikuti oleh subjek yang bercerai dengan lama perpisahan 4 tahun yakni mean skor 103.0000, diikuti oleh subjek yang bercerai dengan lama perpisahan 2 tahun dengan mean skor 102.5000 (SD= 15.92692), diikuti oleh subjek yang bercerai dengan lama perpisahan 3 tahun dengan mean skor 99.5000 (SD=26.16295), diikuti oleh subjek yang bercerai dengan lama perpisahan 6 tahun dengan mean skor 97.4444 (SD= 22.22111), selanjutnya subjek yang meninggal pasangan dengan lama perpisahan 2 tahun dengan mean

(35)

skor 92.6667 (SD= 9.15787), diikuti oleh subjek yang meninggal pasangan dengan lama perpisahan 4 tahun dengan mean skor 90.0000 (SD=18.38478), diikuti oleh subjek yang meninggal pasangan dengan lama perpisahan 1 tahun dengan mean skor 89.2000 (SD=16.90266), diikuti oleh subjek yang bercerai dengan lama perpisahan 5 tahun dengan mean skor 89.0000 (SD=4.24264), diikuti oleh subjek yag meninggal pasangan dengan lama perpisahan 5 tahun dengan mean skor 88.7500 (SD=16.36852), diikuti dengan subjek yang meninggal pasangan dengan lama perpisahan 6 tahun dengan mean skor 88.4000 (SD=12.47168), dan mean paling rendah adalah subjek yang meningal pasangan dengan lama perpisahan 88.2500 (SD=9.03235).

Tabel 24

Hasil Perhitungan Kesepian Berdasarkan Lama Perpisahan

Sum of Squares Df Mean Square F Sig. Between Groups 356.344 5 71.269 .296 .913 Within Groups 13003.839 54 240.812 Total 13360.183 59

Berdasarkan tabel diatas, diperoleh p=0.913, dimana p>0.05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan kesepian subjek berdasarkan lama perpisahan.

IV.C.4. Gambaran Kesepian Berdasarkan Kehadiran Anak

Pada penelitian ini juga diperoleh gambaran kesepian berdasarkan keahadiran anak. Hasil uji statistik dapat dilihat pada tabel berikut ini:

(36)

Tabel 25

Gambaran Skor Kesepian Berdasarkan Kehadiran Anak

Kehadiran Anak Penyebab

Perpisahan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean 1 orang Meninggal pasangan 4 83,7500 16,00781 8,00391 Bercerai 8 86,6250 11,72223 4,14443 2 orang Meninggal pasangan 7 94,0000 12,68858 4,79583 Bercerai 8 109,2500 19,01691 6,72349 3 orang Meninggal pasangan 12 88,0833 12,16148 3,51072 Bercerai 3 101,6667 8,38650 4,84195 4 orang Meninggal pasangan 10 89,3000 11,62421 3,67590 Bercerai 0 , , , 5 orang Meninggal pasangan 6 88,3333 15,48763 6,32280 Bercerai 0 , , , 6 orang Meninggal pasangan 1 101,0000 , , Bercerai 1 111,0000 , ,

Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa mean skor tertinggi terdapat pada subjek yang bercerai dengan jumlah anak 6 orang yaitu 111.0000, diikuti dengan subjek yang meninggal pasangan dengan jumlah anak 6 orang yaitu mean skor 101.0000, diikuti dengan subjek yang bercerai dengan jumlah anak 2 orang yaitu mean skor 109.2500, diikuti oleh subjek yang bercerai dengan jumlah anak 3 orang yaitu mean skor 101.6667, diikuti oleh subjek yang meninggal pasangan dengan jumlah anak 2 orang yaitu mean skor 94.0000, kemudian diikuti oleh subjek yang meninggal pasangan dengan jumlah anak 89.3000, diikuti oleh subjek yang meninggal pasangan dengan jumlah anak 5 orang yaitu mean skor 88.3333, diikuti oleh subjek yang meninggal pasangan dengan jumlah anak 3 orang yaitu mean skor 88.0833, kemudian subjek yang bercerai dengan jumlah anak 1 orang yaitu mean skor 86,6250, dan paling rendah adalah subjek yang meninggal pasangan dengan jumlah anak 1 orang yaitu mean skor 83.7500,

(37)

Tabel 26

Hasil Perhitungan Kesepian Berdasarkan Kehadiran Anak

Sum of Squares Df Mean Square F Sig. Between Groups 2565,950 5 513,190 2,567 ,037 Within Groups 10794,233 54 199,893 Total 13360,183 59

Dari hasil analisa statistik di atasdiperoleh p=0.037, dimana p<0.05, maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan kesepian berdasarkan kehadiran anak.

IV.C.5. Gambaran Kesepian Berdasarkan Tinggal Bersama Orang Lain Pada penelitian ini diperoleh gambaran kesepian berdasarkan tinggal bersama orang lain. Hasil uji statistik dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 27

Gambaran Skor Kesepian Berdasarkan Tinggal Bersama Orang Lain

Tinggal Bersama Penyebab Perpisahan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean Keluarga Besar Meninggal pasangan 4 100,7500 5,37742 2,68871 Bercerai 7 97,7143 22,54414 8,52088 Anak Saja Meninggal pasangan 36 88,0833 12,59337 2,09889 Bercerai 13 99,9231 15,25594 4,23124

Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa mean skor paling tinggi adalah subjek yang meninggal pasangan dan tinggal bersama keluarga besar yaitu 100.7500 (SD=5.37742), diikuti oleh subjek yang bercerai dan tinggal bersama anak saja dengan mean skor 99.9231 (SD=15.25594), diikuti oleh subjek yang bercerai dan tinggal bersama keluarga besar dengan mean skor 97.7143 (SD=22.54414), dan mean skor paling rendah adalah subjek yang meninggal

(38)

Tabel 28

Hasil Perhitungan t-test Kesepian Berdasarkan Tinggal Bersama Orang Lain

Levene's Test for Equality of

Variances

t-test for Equality of Means

F Sig. t Df Sig. (2-tailed) Mean Difference Std. Error Difference 95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper KESEPIAN Equal variances assumed ,301 ,585 -1,530 58 ,132 -7,59 4,965 -17,531 2,344 Equal variances not assumed -1,325 13,016 ,208 -7,59 5,731 -19,973 4,785

Dari hasil analisa statistik dengan menggunakan independent sample t-test

diperoleh p=0.132, dimana p>0.05, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan kesepian berdasarkan tinggal bersama orang lain.

IV.C.6. Gambaran Kesepian Berdasarkan Tingkat Pendapatan

Gambaran subjek penelitian berdasarkan pendapatan juga digunakan menjadi hasil tambahan dalam penelitian ini.

Tabel 29

Gambaran Skor Kesepian Berdasarkan Pendapatan

Pendapatan Penyebab Perpisahan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean <Rp.800.000 Meninggal Pasangan 10 93,2000 11,66952 3,69023 Bercerai 9 102,1111 20,64851 6,88284 Rp.800.001-3.500.000 Meninggal Pasangan 26 89,1538 13,57554 2,66238 Bercerai 11 96,7273 15,19928 4,58276 >Rp.3.500.000 Meninggal Pasangan 4 83,5000 7,04746 3,52373 Bercerai 0 , , ,

(39)

Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa mean skor yang paling tinggi adalah subjek yang bercerai dengan pendapatan <Rp.800.000 yaitu 102.1111 (SD=20.64851), diikuti oleh subjek yang bercerai dengan pendapatan Rp.800.000-Rp.3.500.000 dengan mean skor 96.7273 (SD=15.19928), diikuti oleh subjek yang meninggal pasangan dengan pendapatan <Rp.800.000 dengan mean skor 93.2000 (SD=11.66952), diikuti oleh subjek yang meninggal pasangan dengan pendapatan Rp.800.000-Rp.3.500.000 dengan mean skor 89.1538 (SD=1357554), dan mean skor paling rendah adalah wanita yang meninggal pasangan dengan pendapatan >Rp.3.500.000 yakni 83.5000.

Tabel 30

Hasil perhitungan Kesepian Berdasarkan Pendapatan

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 148,233 2 74,117 ,320 ,728

Within Groups 13211,950 57 231,789

Total 13360,183 59

Dari hasil analisa statistik diperoleh nilai p=0.728, dimana p>0.05, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan kesepian pada subjek penelitian berdasarkan pendapatan.

(40)

BAB V

KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

Bab berikut ini berisi mengenai kesimpulan atas sejumlah hasil yang diperoleh dalam penelitian ini. Selanjutnya, kesimpulan ini akan didiskusikan berdasarkan teori dan hasil penelitian sebelumnya. Sedangkan pada akhir bab akan dikemukakan saran bagi penelitian selanjutnya serta berbagai pihak yang terkait dengan tema permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini.

V.A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan interpretasi data penelitian dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Hasil utama penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan kesepian pada wanita yang berperan sebagai orangtua tunggal karena bercerai dan meninggal pasangan. Hasil ini menggambarkan bahwa wanita yang berperan sebagai orangtua tunggal karena bercerai lebih merasa kesepian daripada wanita yang berperan sebagai orangtua tunggal karena meninggal pasangan.

2. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kedua mean baik empirik maupun hipotetik berada pada kategori sedang, hal ini berarti sampel pada penelitian ini berada pada skor rata-rata yang sama dengan rata-rata kesepian pada populasi berdasarkan skala kesepian yang diperoleh.

(41)

a. Berdasarkan keempat aspek kesepian, diperoleh bahwa terdapat dua

aspek yang dirasakan kurang signifikan berpengaruh terhadap kesepian yaitu impatient boredom dan depression daripada kedua aspek lainnya

yaitu desperation dan self-deprecation.

b. Aspek kesepian yang paling menonjol dirasakan oleh wanita yang

bercerai dan meninggal pasangan adalah, depression, kemudian diikuti

dengan perasaan desperation, self deprecation dan terakhir adalah impatient boredom.

c. Berdasarkan usia, disimpulkan tidak terdapat perbedaan namun dengan

membandingkan mean skor diperoleh bahwa wanita yang berperan sebagai orangtua tunggal karena bercerai dengan usia 31-35 tahun memiliki mean yang paling tinggi, dan paling rendah adalah wanita yang meninggal pasangan dengan usia 31-35 tahun.

d. Berdasarkan lama perpisahan, disimpulkan tidak terdapat perbedaan

namun dengan membandingkan mean skor diperoleh bahwa mean skor tertinggi berada pada wanita yang bercerai dengan lama perpisahan 1 tahun dan paling rendah adalah wanita yang meninggal pasangan dengan lama perpisahan 3 tahun.

e. Berdasarkan kehadiran anak, disimpulkan terdapat perbedaan kesepian

antara subjek penelitian dan dengan membandingkan mean skor diperoleh bahwa skor tertinggi berada pada subjek yang bercerai dengan jumlah anak 6 orang dan paling rendah adalah subjek yan meninggal pasangan dengan junlah anak 1 orang.

(42)

f. Berdasarkan tinggal bersama orang lain, disimpulkan tidak terdapat

perbedaan namun dengan membandingkan mean skor diperoleh mean skor tertinggi berada pada wanita yang meninggal pasangan dan tinggal bersama keluarga besar, dan mean skor paling rendah adalah wanita yang meninggal pasangan dan tinggal bersama anak saja.

g. Berdasarkan tingkat pendapatan, disimpulkan tidak terdapat perbedaan

namun dengan membandingkan mean skor diperoleh mean skor tertinggi berada pada wanita yang bercerai dengan pendapatan < Rp. 800.000, paling rendah adalah wanita yang meninggal pasangan dengan pendapatan > Rp.3.500.000.

V.B. Diskusi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, wanita yang berperan sebagai orangtua tunggal karena bercerai lebih merasa kesepian daripada wanita yang berperan sebagai orangtua tunggal karena meninggal pasangan. Hal ini mendukung pendapat Etaugh & Hoehm, (1995) yang menyatakan bahwa ketika wanita bercerai, ia akan berpisah dengan teman dan kerabat yang dulunya dimiliki bersama pasangan. Mereka kehilangan rumah atau bahkan anak-anak. Ditambah lagi masyarakat akan memberi pandangan negatif pada wanita yang bercerai. Sebab sebagian besar masyarakat menganggap bahwa seorang wanita muda membesarkan anak tanpa pasangan belum dapat diterima apalagi karena perceraian, berbeda halnya bila wanita tersebut tidak memiliki pasangan karena kematian atau meninggal dunia yang tidak direncanakan atau tidak dikehendaki.

(43)

Beberapa pandangan negatif yang diterima dari masyarakat itu diantaranya kemiskinan, diskriminasi, terpisah dari orang-orang disekitar tempat tinggal, serta kurangnya dukungan sosial yang diterima karena status sebagai wanita yang berperan sebagai orangtua tunggal (Ambert, 2006). Pandangan negatif tersebut dapat pula memberi dampak pada wanita yang berperan sebagai orangtua tunggal, sehingga membuat mereka berpikiran negatif pada dirinya sendiri dan mempengaruhi kesehatan mentalnya. Pikiran negatif tersebut antara lain seperti rendahnya harga diri dan memunculkan simptom-simptom depresi yang dapat pula memberi dampak pada perubahan perilakunya seperti mengabaikan anak-anak, merokok dan mengkonsumsi minum minuman keras atau perilaku lain yang tidak memperhatikan kesehatannya (Peden et al, 2004). Beberapa hal di atas akan memberi dampak semakin meningkatkan kesepian yang dirasakannya. Seperti telah dijelaskan pada bab sebelumnya, bahwa karakteristik orang yang kesepian adalah rendahnya harga diri dan depresi serta menyalahkan diri sendiri atas hubungan sosial yang buruk dan berbagai hal yang berada di luar kendali (Anderson & Snodgrass dalam Myers, 1999). Kemudian menurut Kaganoff & Spano (1995), menyatakan bahwa perceraian adalah salah satu pengalaman yang paling membuat tertekan. Depresi dan kemarahan adalah respon yang paling sering ditunjukkan terutama bagi wanita. Penyesuaian terhadap perceraian cukup kompleks dan membutuhkan banyak waktu. Mereka akan menjauh dari suatu hubungan dan menyesali hilangnya ikatan pada pasangan sebelumnya (Kitson, 1992).

(44)

Thompson (1994) menyatakan bahwa penghayatan kesepian yang dirasakan oleh wanita dipengaruhi oleh kehadiran anak. Kemudian Lopata (dalam Brehm, 2002) menjelaskan pentingnya kehadiran anak bagi pasangan bercerai. Semakin banyak anak maka semakin banyak kontak yang dilakukan oleh anak-anaknya sehingga semakin sedikit pengalaman kesepian yang dirasakannya. Hal ini sesuai dengan data yang diperoleh melalui self report yang disertakan pada

skala penelitian yang mencantumkan kehadiran anak, diperoleh bahwa jumlah anak yang dimiliki wanita yang bercerai lebih sedikit daripada wanita yang meninggal pasangan. Sehingga mendukung pendapat kedua tokoh diatas, yang menyatakan kehadiran anak berbanding terbalik dengan tingkat kesepian yang dirasakan oleh subjek penelitian.

Berdasarkan keempat aspek kesepian, diperoleh bahwa terdapat dua aspek yang kurang signifikan pengaruhnya terhadap kesepian yang dirasakan pada wanita yang berperan sebagai orangtua tunggal karena bercerai, yaitu impatient boredom dan depression dibandingkan dengan desperation dan self-deprecation.

Hal ini dapat disebabkan karena kedua aspek tersebut, impatient boredom dan depression, masing-masing memiliki indikator perilaku seperti rasa bosan, tidak

sabar, merasa berada di tempat lain, marah tidak dapat berkonsentrasi serta tertekan, sedih dan hampa juga dialami oleh kedua kelompok subjek penelitian baik wanita yang bercerai maupun wanita yang meninggal pasangan. Sedangkan kedua aspek lainnya, desperation dan self-deprecation, memiliki indikator seperti

perasaan putus asa, tidak berdaya, tidak punya harapan serta perasaan menyalahkan diri sendiri, merasa malu dan bodoh yang lebih sering dialami oleh

(45)

wanita yang bercerai. Sehingga kedua perasaan tersebutlah desperation dan self-deprecation, yang paling signifikan dirasakan berpengaruh bagi wanita yang

bercerai dalam penelitian ini.

Selain itu berdasarkan usia, walaupun tidak terdapat perbedaan, namun jika dilihat melaui mean skor maka yang paling tinggi adalah wanita bercerai usia 31-35 tahun. Hal ini sesuai dengan pendapat Hurlock (1999), yang menyatakan bahwa masa ketegangan emosional berada pada usia tiga puluhan, yang merupakan tanda bahwa kehidupan orang dewasa belum terlaksana secara memuaskan. Pada umumnya tampak dalam bentuk keresahan yang biasanya disebabkan penyesuaian dalam pekerjaan, keluarga dan peran sebagai orangtua. Bila dibandingkan dengan usia awal dua puluhan, menurut Hurlock (1999), pada usia tersebut orang akan menikah dan bila mereka belum menikah atau tidak menikah mereka akan menyelesaikan pendidikannya atau memulai kehidupan karirnya sehingga tidak terlalu memikirkan masalah kesepiannya.

Berdasarkan lama perpisahan, diperoleh bahwa wanita yang berperan sebagai orangtua tunggal karena bercerai dengan lama perpisahan 1 tahun adalah yang lebih merasakan kesepian. Hal ini sesuai dengan pendapat (Kitson, 1992) yang menyatakan bahwa penyesuaian terhadap perceraian cukup kompleks dan membutuhkan banyak waktu. Mereka akan menjauh dari suatu hubungan dan menyesali hilangnya ikatan pada pasangan sebelumnya. Sehingga dengan demikian, tahun-tahun pertama setelah perceraian adalah waktu yang menyulitkan bagi wanita bercerai untuk membina kembali suatu hubungan sosial dengan orang lain di sekitarnya.

(46)

Berdasarkan kehadiran anak, diperoleh bahwa wanita yang berperan sebagai orangtua tunggal karena bercerai dengan jumlah anak 6 orang adalah yang lebih sering merasakan kesepian. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Brehm (2002), bahwa penghayatan kesepian berbanding terbalik dengan kehadiran anak. Hal ini dapat saja terjadi, dan dikaitkan dengan pendapat dari Brehm (2002) mengenai tingkat pendapatan, semakin banyak anak maka semakin tinggi pula tingkat kebutuhan yang harus dipenuhi sehingga subjek yang bercerai tidak mampu memperoleh tingkat pendapatan yang tinggi, dan tingkat pendapatan berbanding lurus dengan kesepian. Keadaan ini sesuai dengan data yang diperoleh melalui self report yang disertakan pada skala penelitian bahwa wanita yang

bercerai dengan jumlah anak 6 orang berada pada tingkat pendapatan rendah. Selanjutnya berdasarkan tinggal bersama orang lain, wanita yang berperan sebagai orangtua tunggal karena meninggal pasangan dan tinggal bersama keluarga besar adalah yang lebih merasa kesepian. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Hetherington (1999), yang menyatakan bahwa wanita yang berpisah dari pasangannya dan berperan sebagai orangtua tunggal yang masih tinggal bersama keluarganya, maka wanita tersebut akan mendapatkan dukungan sosial dan emosional dari keluarganya terutama ibunya. Hal ini dapat saja terjadi pada penelitian ini, berdasarkan data dapat dilihat bahwa jumlah subjek yang meninggal pasangan dan tinggal bersama keluarga besar adalah jumlah yang paling sedikit dan kurang mewakili keseluruhan jumlah sampel yang ada. Selain itu, peneliti juga tidak mendapatkan penjelasan lebih lanjut mengenai hal ini.

(47)

Untuk itu, pada penelitian selanjutnya diharapkan dapat diperoleh data maupun teori-teori yang lebih dapat mendukung pernyataan tersebut di atas.

Kemudian berdasarkan tingkat pendapatan, diperoleh bahwa wanita yang berperan sebagai orangtua tunggal karena bercerai dengan tingkat pendapatan < Rp. 800.000 adalah yang lebih merasakan kesepian. Hal ini sesuai dengan Weiss (dalam Brehm 2002) yang menyatakan bahwa rendahnya pendapatan menunjukkan kecenderungan mengalami kesepian. Hal ini juga didukung oleh beberapa studi yang dilakukan Page & Cole (dalam Brehm 2002) menyatakan bahwa keluarga dengan pendapatan rendah 4,6 kali lebih merasakan kesepian daripada keluarga dengan pendapatan yang lebih tinggi.

V.C. Saran

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini, maka ada beberapa saran yang diberikan peneliti untuk lebih menyempurnakan hasil maupun penelitian lanjutan, antara lain:

1. Saran Metodologis

a. Penelitian selanjutnya menggunakan sampel yang lebih banyak terutama pada sampel wanita yang berperan sebagai orangtua tunggal karena bercerai, sehingga dapat diperoleh data yang lebih bervariasi mengenai sampel penelitian.

b. Penelitian lebih lanjut juga diharapkan mampu menambahkan teori yang berhubungan dengan lamanya perpisahan, tinggal bersama orang lain

(48)

dan tingkat pendapatan sehingga dapat memperkaya hasil penelitian dan memperoleh data yang lebih mendalam.

c. Penambahan data-data secara kualitatif dan data observasi juga sebaiknya digunakan pada penelitian selanjutnya, sehingga dinamika wanita yang berperan sebagai orangtua tunggal karena bercerai dan meninggal pasangan dapat lebih digali sesuai dengan masalah-masalah yang dihadapi subjek penelitian.

2. Saran Praktis

a. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh bahwa wanita yang berperan sebagai orangtua tunggal karena bercerai lebih merasa kesepian daripada wanita yang meninggal pasangan. Diharapkan individu ini dapat menjalin hubungan emosional yang baik dengan anak-anak karena kehadiran anak adalah hal yang sangat membantu mengatasi kesepian yang dialami. Di tahun-tahun pertama perpisahan, sebaiknya menghindari segala sesuatu yang berhubungan dengan pasangan, baik dari kehidupan sosial (teman-teman), maupun kehidupan finansial yang terbiasa dibagi berdua sekarang harus bekerja sendiri. Berbagi tugas dengan anak-anak dapat membantu ibu tunggal untuk menyelesaikan hal-hal praktis dalam rumah tangga. Keterlibatan anak-anak di rumah adalah hal yang sangat membantu dalam keluarga dengan orangtua tunggal.

b. Bagi individu yang berusia dewasa muda seperti dalam penelitian ini, dapat mengatasi kesepiannya dengan tidak larut dalam kesendiriannya

(49)

tersebut dan tidak mengarah pada reaksi-reaksi yang negatif bagi dirinya maupun orang lain terutama bagi anak-anaknya. Karena usia yang masih dewasa muda, individu dapat mengatasi kesepiannya dengan memulai kembali menyelesaikan pendidikannya atau membangun karir yang lebih baik dalam pekerjaannya, sehingga dapat mencukupi kehidupan finansial yang layak bagi dirinya dan anak-anaknya. Menghabiskan waktu senggang dengan melakukan kegemaran positif dan mengembangkan keterampilan sosial lainnya juga dapat mengurangi kesepian yang dirasakan. Selain itu, individu juga berusaha membuka diri untuk hubungan sosial yang lebih baik, tidak berpikiran negatif terhadap dirinya sendiri, sehingga dapat melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat mengurangi atau mengalihkan kesepian yang dirasakan seperti bekerja, menghabiskan waktu bersama anak-anak, olahraga, mendengarkan musik, dan kegiatan lainnya.

c. Bagi wanita yang berperan sebagai orangtua tunggal karena meninggal pasangan, dapat mengurangi kesepiannya dengan tidak mengingat benda-benda fisik milik pasangannya, seperti memberikan pakaian pasangan pada keluarga atau orang lain, menghindari tempat-tempat yang sering dikunjungi bersama pasangan, tidak hanya merenung atau menangis di dalam kamar, namun membuka diri untuk ikut aktif dalam kegiatan yang dilakukan dalam lingkungan sosial. Kegiatan-kegiatan yang bersifat keagamaan juga dapat membantu untuk mengurangi kesepian yang dirasakan wanita yang berperan sebagai orangtua tunggal.

(50)

d. Bagi masyarakat di sekitar wanita yang berperan sebagai orangtua tunggal sebaiknya juga berpikiran terbuka, bahwa mereka bukanlah orang yang harus dianggap negatif dengan kesendiriannya, tidak menganggap status sosial mereka yang tidak memiliki pasangan menjadi lebih rendah dari wanita yang memiliki pasangan, tidak mendiskriminasikan, tidak mengasihani namun membantu dengan membina hubungan sosial yang baik bersama keluarga dengan orangtua tunggal, baik wanita yang menjadi orangtua tunggal maupun anak-anak mereka.

Referensi

Dokumen terkait

a). Pahat dapat dikunci secara permanen dalam turet pada urutan yang sesuai dari penggunaan. Setiap stasiun dilengkapi dengan penghenti hantaran atau pelompat

Berdasarkan permasalahan pada latar belakang, penulis ingin mengetahui seberapa besar Korelasi antara kesejahteraan ini terhadap tanggung jawab guru PAI di Madrasah Aliyah Negeri

pembahasan evaluasi dari komponen konteks, pada program pembelajaran tematik di Sekolah Dasar Negeri 33 Solie Kabupaten Soppeng, maka dapat disimpulkan bahwa dari

Infeksi dimulai pd membrana sinovial =&gt; reaksi inflamasi akut dg eksudat serous/ seropurulen =&gt; peningkatan cairan. sinovial =&gt; tekanan intraartikuler meningkat =&gt;

Nugini dan Malaysia. Produk-produk makanan sagu tradisional dikenal dengan nama papeda, sagu lempeng, buburnee, sagu tutupala, sagu uha, sinoli, bagea, dan

Hasil variance decomposition dari model ini dapat dilihat pada lampiran 4.19 Fluktuasi LnTabungan_Total pada awal periode dipengaruhi paling dominan oleh LnTabungan_Total

Slamet (2011:38-39) bahwa satuan pendidikan (termasuk pendidikan tinggi) harus mampu mengatur diri sendiri dalam upaya terus menerus untuk meningkatkan dan menjamin mutu