• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN NYERI RHEUMATOID ARTRITIS DAN TINGKAT KEMANDIRIAN DALAM AKTIVITAS KEHIDUPAN SEHARI-HARI PADA LANSIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "GAMBARAN NYERI RHEUMATOID ARTRITIS DAN TINGKAT KEMANDIRIAN DALAM AKTIVITAS KEHIDUPAN SEHARI-HARI PADA LANSIA"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN NYERI RHEUMATOID ARTRITIS DAN TINGKAT KEMANDIRIAN DALAM AKTIVITAS KEHIDUPAN

SEHARI-HARI PADA LANSIA

Deskriptif Observasional di Wilayah Kerja Puskesmas Kaluku Bodoa Makassar Tahun 2015

Sofyan, Anwar Sarman, Rochfika

Program Studi Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Makassar

ABSTRAK

Lansia merupakan kelompok berisiko tinggi yang mengalami berbagai masalah kesehatan khususnya penyakit degeratif seperti Rheumatoid Arhritis. Rheumatoid Arhtritis telah berkembang dan menyerang 2,5 juta warga Eropa, sekitar 75 %, prevalensi nyeri rematik di Indonesia mencapai 23,6% hingga 31,3%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran nyeri rheumatoid artritis dan tingkat kemandirian dalam aktivitas kehidupan sehari-hari pada lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Kaluku Bodoa Makassar. Populasi dalam penelitian ini adalah semua lansia yang berada di wilayah kerja Puskesmas Kaluku Bodoa Makassar. Jumlah sampel yang diteliti sebanyak 67 responden menggunakan teknik Accidental sampling. Data dikumpulkan sejak tanggal 30 Maret s/d 11 April melalui pengisian kuesioner dan wawancara terstuktur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 67 responden, sebagian besar responden mengalami nyeri ringan yaitu sebanyak 51 orang (76,1%), sedangkan tingkat kemandirian lansia dalam kehidupan sehari-hari, sebagian besar responden mandiri yaitu sebanyak 48 orang (71,6%) dalam melakukan ADL (Activity Daily Living). Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa responden yang mengalami nyeri berat akan selalu tergantung pada anggota keluarganya sehingga mengganggu aktivitas sehari-harinya, sedangkan responden yang hanya mengalami nyeri ringan akan lebih mandiri dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-harinya. Diharapkan kepada pihak pelayanan kesehatan dapat memberikan dukungan kepada keluarga usia lanjut agar senantiasa mengikuti program posyandu lansia, serta dapat memberikan penyuluhan kesehatan yang berkaitan dengan lanjut usia.

Kata Kunci : Lansia, Nyeri Rheumatoid Artritis, Tingkat Kemandirian dalam Kehidupan Sehari-Hari.

LATAR BELAKANG

Seiring dengan keberhasilan yang telah terwujudkan oleh pemerintah dalam pembangunan nasional di berbagai bidang yaitu kemajuan ekonomi, perbaikan

lingkungan hidup, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama di bidang medis dan ilmu kedokteran telah meningkatkan kualitas kesehatan penduduk serta

(2)

meningkatkan umur harapan hidup manusia (Wahyudi, Nugroho, 2008).

Menjadi tua ditandai dengan adanya kemunduran biologis yang terlihat sebagai gejala-gejala kemunduran fisik, antara lain kulit mulai mengendur, timbul keriput, rambut beruban, gigi mulai ompong, pendengaran dan penglihatan berkurang, mudah lelah serta terjadi penimbunan lemak terutama di perut dan pinggul. (Maryam, R. Sitti, dkk, 2008).

WHO dan UU No 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia menyebutkan bahwa usia 60 tahun adalah usia permulaan tua. Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang berangsur-angsur mengakibatkan perubahan yang kumulatif, merupakan proses menurunnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh yang berakhir dengan kematian (Yeniar, Indriana, 2012).

Di seluruh dunia jumlah orang lanjut usia diperkirakan ada 500 juta dengan usia rata-rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 1,2 milyar. Di negara maju seperti Amerika Serikat pertambahan orang lanjut usia diperkirakan 1.000 orang/hari dan diperkirakan 50% dari penduduk berusia diatas 50 tahun sehingga istilah Baby Boom pada masa lalu berganti menjadi “ledakan penduduk lanjut usia” (Padila, 2013). Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) terjadi peningkatan usia harapan hidup (UHH). Pada tahun 2010 (dengan persentase populasi lansia adalah 7,56%), pada tahun 2011 menjadi 69,65 tahun (dengan persentase populasi lansia adalah 7,58%), sedangkan pada tahun

sedangkan pada tahun 2013 usia harapan hidup masyarakat Indonesia rata-rata mencapai 72 tahun (Kementerian Kesehatan RI, 2013).

Hasil rekapitulasi data Dinas Kesehatan Sulawesi Selatan (2014), menunjukkan jumlah lansia perempuan lebih banyak dari lansia laki-laki. Pertumbuhan penduduk lansia yang demikian cepat disertai kondisi jaminan sosial yang masih terbatas tingkat pendidikan dan kesejahteraan yang relatif rendah juga telah meningkatkan rasio ketergantungan yang cukup tinggi. Presentase lansia yang berumur > 60 tahun sebesar 4,54 % (Pemerintah Provinsi Sulsel, 2014).

Dengan meningkatnya jumlah penduduk usia lanjut maka muncul berbagai penyakit kronis pada lansia. Salah satu diantaranya adalah rheumatoid artritis. Pada tahun 2012, Organisasi kesehatan dunia (WHO) melaporkan bahwa 20%, penduduk dunia terserang penyakit arthritis rheumatoid. Dimana 5-10% adalah mereka yang berusia 5-20 tahun dan 20% mereka yang berusia 55 tahun. Prevalensi penyakit muskuloskeletal pada lansia dengan Rheumatoid Artritis mengalami peningkatan mencapai 335 juta jiwa di dunia. Rheumatoid Arhtritis telah berkembang dan menyerang 2,5 juta warga Eropa, sekitar 75 % diantaranya adalah wanita dan kemungkinan dapat mengurangi harapan hidup mereka hampir 10 tahun. Di Amerika Serikat pada pertengahan 2013, Penyakit ini menempati urutan pertama dimana penduduk AS dengan Rheumatoid Arhtritis 12.1 % yang berusia 27-75 tahun memiliki kecacatan pada lutut, panggul, dan tangan, sedangkan di

(3)

Inggris sekitar 25 % populasi yang berusia 55 tahun ke atas menderita Rheumatoid Arhtritis pada lutut (Kementerian Kesehatan RI, 2013).

Di Indonesia, data epidemiologi tentang penyakit Rheumatoid Arhtritis masih sangat terbatas. Berdasarkan hasil penelitian Zeng QY et al 2012, prevalensi nyeri rematik di Indonesia mencapai 23,6% hingga 31,3%. Hasil penelitian yang dilakukan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Depkes 2013, dan Dinas Kesehatan DKI Jakarta selama tahun 2013, dari 1.645 responden laki-laki dan perempuan yang diteliti, peneliti menjelaskan sebanyak 66,9 % di antaranya pernah mengalami nyeri sendi. Berdasarkan laporan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Tahun 2013, penduduk dengan keluhan nyeri sendi sebanyak 72,4 %. Angka ini menunjukkan bahwa rasa nyeri akibat rematik sudah cukup mengganggu aktivitas masyarakat Indonesia (Kementerian Kesehatan RI, 2013).

Rematik atau rheumatoid artritis mengakibatkan peradangan pada lapisan dalam pembungkus sendi. Penyakit ini berlangsung tahunan, menyerang berbagai sendi biasanya simetris, jika radang ini menahun terjadi kerusakan pada tulang rawan sendi dan tulang otot ligamen dalam sendi. Rheumatoid artritis menyerang persendian seperti jari-jari tangan/kaki, pergelangan tangan, pergelangan kaki. 90 % keluhan utama rheumatoid artritis adalah nyeri sendi dan kaku sendi (Sjahmien, Moehyi, 2012).

Mandiri dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari adalah kebiasaan untuk bertindak, tidak tergantung pada pihak lain untuk dalam merawat diri maupun dalam beraktivitas sehari-hari. Untuk mengetahui ketergantungan pada keluarga maka perlu dilakukan pengkajian terhadap status fungsionalnya yaitu pemeriksaan terhadap kemampuan melakukan ADL (Activity of Daily Living). Kemampuan dalam melakukan ADL

(Activity of Daily Living) diukur

dengan tingkat kemandirian dan ketergantungan lansia, baik pada lansia laki-laki maupun perempuan, dengan menggunakan Indeks Barthel untuk aktivitas kehidupan sehari-hari (Maryam, R. Sitti, dkk, 2008).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rachmawati (2006), menunjukkan bahwa lansia yang menderita nyeri musculoskeletal sebanyak 80%. Rata-rata kualitas nyeri secara subyektif (VAS) besarnya 2,7 ± 1,9 dan lokasi nyeri terbanyak didapatkan pada lutut sebesar 41%. Kemampuan fungsional fisik didapatkan nilai rata-rata sebesar 6,9 ± 0,4 yang termasuk kategori mandiri terbatas.

Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Cicy Chintyawati (2014), menunjukkan bahwa 20 responden (51,3%) mengalami nyeri rendah disertai tingkat kemandirian yang tinggi, dan 19 responden (48,7%) mengalami nyeri tinggi disertai tingkat kemandirian rendah. Hasil uji statistik menggunakan uji Chi Square dengan α=0,05 diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara nyeri Reumatoid Artritis dengan tingkat kemandirian

(4)

dalam melakukan aktivitas sehari-hari pada lansia (p value=0,000).

Survey awal yang dilakukan di Puskesmas Kaluku Bodoa Makassar, diperoleh data jumlah lansia pada tahun 2012 dan 2013 berjumlah sama yaitu sebanyak 2.216 orang, pada tahun 2014 jumlah lansia meningkat dengan jumlah 3.422 orang, dan pada tahun 2015 periode januari-februari jumlah lansia sebanyak 575, dan 81 orang diantaranya menderita rheumatoid arthritis (Rekam Medik Puskesmas Kaluku Bodoa Makassar, 2015).

Berdasarkan hal tersebut di atas peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian tentang gambaran nyeri rheumatoid artritis dan tingkat kemandirian dalam aktivitas kehidupan sehari-hari pada lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Kaluku Bodoa Makassar.

METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian, Waktu Penelitian, Populasi dan Sampel

Penelitian ini adalah penelitian

observasional dengan pendekatan

deskriptif, untuk memperoleh

gambaran nyeri rheumatoid artritis dan tingkat kemandirian dalam aktivitas kehidupan sehari-hari pada lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Kaluku Bodoa Makassar.

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Kaluku Bodoa Makassar, sejak tanggal 30 Maret s/d 11 April 2015.

Populasi dalam penelitian ini adalah semua lansia yang berada di wilayah kerja Puskesmas Kaluku Bodoa Makassar. Sampel yang diteliti sebanyak 67 responden menggunakan teknik Accidental sampling.

Pengumpulan dan Pengolahan Data

Untuk mendapatkan informasi yang diinginkan peneliti menggunakan kuesioner sebagai alat ukur pengumpulan data. Dalam penelitian ini informasi didapatkan dari dua jenis sumber data yaitu data primer dan sekunder.

Pengolahan data dilakukan dengan mengisi kuesioner yang di sediakan. Variabel independen ialah Skala likert, dengan nilai tertinggi yaitu 3, dan nilai terendah 1, Sedangkan tingkat kemandirian dalam ADL digunakan skala ordinal, dengan nilai tertinggi yaitu 2, dan nilai terendah 0. Langkah langkah pengolahan data terdiri dari

Selecting, Editing, Koding dan Tabulasi Data

Analisa Data

Analisa dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian presentasi dari tiap variabel yang diteliti dengan menggunakan komputerisasi program SPSS.

HASIL PENELITIAN 1. Karakteristik Respon

Tabel 1 : Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Umur di Wilayah Kerja Puskesmas Kaluku Bodoa Makassar Tahun 2015

Umur

Responden n (%) 60-74 Thn 54 80,6 >74 Thn 13 19,4 Jumlah 67 100,0 Sumber : Data Primer

Pada tabel 1 menunjukkan bahwa sebagian besar responden berada pada kelompok umur 60-74 tahun dengan jumlah sebanyak 54 responden (80,6%), sedangkan kelompok umur > 74 tahun berjumlah 13 responden (19,4%).

(5)

Tabel 2 : Distribusi Responden

Berdasarkan Jenis Kelamin di

Wilayah Kerja Puskesmas Kaluku Bodoa Makassar Tahun 2015

Jenis Kelamin n (%) Laki-laki 27 40,3 Perempuan 40 59,7 Jumlah 67 100,0 Sumber : Data Primer

Pada tabel 2 menunjukkan bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan dengan jumlah sebanyak 40 orang (59,7%), sedangkan responden dengan jenis kelamin laki-laki berjumlah 27 orang (40,3%).

Tabel 3 : Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan di Wilayah Kerja Puskesmas Kaluku Bodoa Makassar Tahun 2015 Pendidikan n % Tidak Sekolah 15 22,4 SD 21 31,3 SMP 18 26,9 SMA 9 13,4 Perguruan Tinggi 4 6,0 Jumlah 67 100,0 Sumber : Data Primer

Pada tabel 3 menunjukkan bahwa responden yang tidak bersekolah sebanyak 15 orang (22,4%), SD berjumlah 21 orang (31,3%), SMP berjumlah 18 orang (26,9%), SMA berjumlah 9 orang (13,4%), dan Perguruan Tinggi berjumlah 4 orang (6,0%).

Tabel 4 : Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan di Wilayah Kerja Puskesmas Kaluku Bodoa Makassar Tahun 2015 Pekerjaan Responden n % Tidak Bekerja 33 49,3 PNS/Pensiunan 4 6,0 Pegawai Swasta 3 4,5 Wiraswasta 27 40,3 Jumlah 67 100,0 Sumber : Data Primer

Pada tabel 4 menunjukkan bahwa responden yang tidak bekerja berjumlah 33 orang (49,3%), PNS/ Pensiunan berjumlah 4 orang (6,0%), pegawai swasta berjumlah 3 orang (4,5%), dan yang bekerja sebagai wiraswasta berjumlah 27 orang (40,3%).

Tabel 5 : Distribusi Responden Berdasarkan Status Perkawinan di Wilayah Kerja Puskesmas Kaluku Bodoa Makassar Tahun 2015

Status Perkawinan n % Kawin 52 77,6 Janda/Duda 15 22,4 Jumlah 67 100,0 Sumber : Data Primer

Pada tabel 5 menunjukkan bahwa sebagian besar responden berstatus kawin dengan jumlah sebanyak 52 orang (77,6%), sedangkan responden yang berstatus sebagai janda/duda berjumlah 15 orang (22,4%).

(6)

2. Analisa Univariat

Tabel 6 : Distribusi Responden Berdasarkan Nyeri Rhaeumatoid

Arthritis di Wilayah Kerja

Puskesmas Kaluku Bodoa

Makassar Tahun 2015 Nyeri Rhaeumatoid Arthritis n % Nyeri Berat 4 6,0 Nyeri Sedang 12 1,9 Nyeri Ringan 51 76,1 Jumlah 67 100,0 Sumber : Data Primer

Pada tabel 6 menunjukkan bahwa responden yang mengalami nyeri berat berjumlah 4 orang (6,0%), nyeri sedang berjumlah 12 orang (17,9%), dan nyeri ringan berjumlah 51 orang (76,1%).

Tabel 7 : Distribusi Responden

Berdasarkan Tingkat

Kemandirian Dalam Aktivitas

Kehidupan Sehari-hari Pada

Lansia di Wilayah Kerja

Puskesmas Kaluku Bodoa

MakassarTahun 2015 Tingkat Kemandirian n % Ketergantungan Berat 4 6,0 Ketergatungan Ringan 15 22,4 Mandiri 48 71,6 Jumlah 67 100,0 Sumber : Data Primer

Pada tabel 7 menunjukkan bahwa responden dengan ketergantungan berat yaitu 4 orang (6,0%), ketergantungan ringan sebanyak 15 orang (22,4%), dan mandiri berjumlah 48 orang (71,6%).

PEMBAHASAN

Pada hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden berada pada kelompok umur 60-74 tahun dengan jumlah sebanyak 54 responden (80,6%). Hal ini dikarenakana usia harapan hidup manusia khususnya Indonesia yang rata-rata hanya mencapai usia 74 tahun sehingga pada saat penelitian dilakukan sebagian besar responden yang dijumpai berkisar pada umur 60-74 tahun saja, meskipun masih ada beberapa yang berusia >74 tahun. Semakin tinggi usia seseorang akan lebih berisiko mengalami masalah kesehatan karena adanya faktor-faktor penuaan lansia akan mengalami perubahan, baik dari segi fisik, ekonomi, psikososial, kognitif dan spiritual.

Berdasarkan jenis kelamin, menunjukkan bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan dengan jumlah sebanyak 40 orang (59,7%). Hal ini dikarenakan adanya perbedaan masalah kesehatan untuk jenis kelamin laki-laki dan perempuan dan karena adanya perbedaan anatomi dan fisiologi, adanya perbedaan kebiasaan hidup dan terdapatnya perbedaan tingkat kesadaran berobat serta perbedaan aktivitas antara laki-laki dan perempuan dari perbedaan tersebut tentu pula akan membawa perbedaan distribusi dan frekuensi. Darmojo & Wartono (2004), mengatakan bahwa prevalensi lebih tinggi wanita dibandingkan dengan laki laki, lebih dari 75% penderita RA adalah wanita.

Berdasarkan tingkat pendidikan, menunjukkan bahwa sebagian besar responden dengan tingkat pendidikan SD dengan

(7)

jumlah sebanyak 21 orang (31,3%). Hal ini dikarenakan tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi pengetahuan, perilaku serta pencegahan penyakit, sehingga semakin tinggi pendidikan seseorang maka perilaku dalam mencegah penyakit akan semakin baik.

Sedagkan berdasarkan pekerjaan, menunjukkan bahwa sebagian besar responden tidak bekerja dengan jumlah sebanyak 33 orang (49,3%). Hal ini dapat sisebabkan oleh beberapa faktor, misalnya; usia lansia yang sudah tidak produktif, adanya penyakit yang tidak memungkinkan lansia untuk dapat bekerja serta kebutuhan lansia yang sebagian besar di tanggung oleh anak-anak mereka. a. Gambaran Nyeri Rheumatoid

Artritis Pada Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Kaluku Bodoa Makassar

Pada hasil penelitian tingkat nyeri rheumatoid artritis yang dialami responden, menunjukkan bahwa sebagian besar responden mengalami nyeri ringan yaitu sebanyak 51 orang (76,1%), nyeri sedang berjumlah 12 orang (17,9%), dan nyeri berat berjumlah 4 orang (6,0%). Hal ini dikarenakan pada saat dilakukan penelitian sebagian besar responden mengatakan mengalami nyeri pada pagi hari, sendi terasa nyeri ketika digerakkan dan sendi terasa panas. Hal ini secara teoritik dijelaskan bahwa gejala rheumatoid artritis yaitu kaku pada pagi hari berlangsung selama 30 menit, teraba hangat dan nyeri ketika digerakkan. Adanya nyeri

sendi pada rheumatoid arthritis dapat membuat penderitanya seringkali takut untuk bergerak sehingga mengganggu aktivitas sehari-harinya dan dapat menurunkan produktivitasnya. Ada 2 faktor yang berperan dalam beratnya rasa nyeri pada penderita penyakit rheumatoid arthritis, yaitu; beratnya peyakit dan ambang nyeri dari si penderita. Makin bertambah berat penyakit makin bertambah pula rasa nyeri dan bila perjalanan penyakit dapat dihentikan seperti pada rheumatoid arthritis, maka rasa nyeri akan berkurang.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang di lakukan oleh Cicy Chintyawati (2014), yang menunjukkan bahwa dari 39 responden yang mengalami artritis reumatoid, 29 orang (74,36%) mengalami nyeri ringan, dan 10 orang (25,64) mengalami nyeri tinggi.

Pada rheumatoid artritis nyeri dan inflamasi disebabkan oleh terjadinya proses imunologik pada sinovia yang mengakibatkan terjadinya sinovitis dan pembentukan pannus yang akhirnya menyebabkan kerusakan sendi. Pada arthritis gout adanya deposit kristal asam urat pada sinovia/rongga sendi akan mengakibatkan terjadinya inflamasi (Potter, Patricia A. 2005).

Menurut Hardywinoto (2005), bahwa adanya nyeri sendi pada rheumatoid artritis seringkali membuat penderitanya takut untuk bergerak sehingga mengganggu aktivitas sehari-harinya dan dapat menurunkan

(8)

roduktivitasnya. Penurunan kemampuan muskuloskeletal karena nyeri sendi dapat juga menurunkan aktivitas fisik dan latihan, sehingga akan mempengaruhi lansia dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian dikarenakan responden yang mengalami nyeri berat akan selalu tergantung pada anggota keluarganya sehingga mengganggu aktivitas sehari-harinya, sedangkan responden yang hanya mengalami nyeri ringan akan lebih mandiri dan dapat melakukan aktivitas kehidupan sehari-harinya tanpa dibantu oleh orang lain.

b. Tingkat Kemandirian Dalam Aktivitas Kehidupan Sehari-Hari Pada Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Kaluku Bodoa Makassar

Pada hasil penelitian tingkat kemandirian lansia dalam kehidupan sehari-hari, menunjukkan bahwa sebagian besar responden mandiri yaitu sebanyak 48 orang (71,6%) dalam melakukan ADL (Activity Daily

Living), yang mengalami

ketergantungan ringan sebanyak 15 orang (22,4%), dan yang mengalami ketergantungan berat sebanyak 4 orang (6,0%). Hal ini dapat dijelaskan bahwa kemandirian pada usia lanjut tergantung pada kemampuan status fungsionalnya dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari. Kemandirian lansia meliputi kemampuan lansia dalam melakukan aktivitas sehari-hari seperti; mandi, berpakaian rapih, pergi ke toilet, berpindah tempat,

dapat mengelola BAK/BAB, serta dapat makan sendiri. Aktivitas berhubungan erat dengan kemandirian seseorang seperti lansia yang mandiri dan jarang terkena sakit sendi cenderung lebih senang berolahraga seperti senam dan jalan santai sesuai yang dikemukakan oleh Barbara, Kozier, dkk. (2010), bahwa aktivitas dapat bermanfaat untuk mempertahankan fungsi sendi.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang di lakukan oleh Rinajumita (2011), yang dilakukan pada 90 responden di Wilayah Kerja Puskesmas Lampasi menunjukkan bahwa sebagian besar responden dapat melakukan aktivitasnya sendiri atau mandiri yaitu (87,78%).

Tingkat kemandirian lansia dalam melakukan aktivitas sehari-hari sangatlah dipengaruhi oleh status kesehatan yang dialami, dimana jika lansia mengalami kondisi kesehatan yang tidak baik maka lansia cenderung membutuhkan bantuan orang lain untuk dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari, namun jika lansia memiliki, kondisi kesehatan yang baik maka lansia akan mampu mandiri dalam memenuhi kabutuhannya sehari-hari. Pada saat dilakukan penelitian sebagian besar lansia yang menderita rheumatoid artritis mampu memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa harus dengan bantuan orang lain, hal ini dikarenakan pada sebagian besar responden hanya mengalami nyeri ringan sehingga lansia masih mampu memenuhi kebutuhannya sehari-hari tanpa bantuan orang lain.

(9)

Menurut pendapat Hurlock (2002), bahwa orang lanjut usia dengan kondisi kesehatan baik dapat melakukan aktivitas apa saja, sedangkan yang memiliki kondisi kesehatan sedang cenderung memilih aktivitas yang memerlukan sedikit kagiatan fisik. Hal ini sejalan dengan pendapat Darmojo (2004), yang mengatakan bahwa kemandirian bagi orang lanjut usia dapat dilihat dari kualitas kesehatan sehingga dapat melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari.

Tingkat kemandirian tidak hanya dipengaruhi oleh kondisi kesehatan, namun kemandirian dapat dipengaruhi oleh faktor ekonomi dan kondisi sosial. Faktor kondisi ekonomi misalnya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya mereka tidak bekerja, tetapi mendapat bantuan dari anak-anak atau keluarga, sedangkan faktor kondisi sosial merupakan kondisi penting yang menunjang kebahagiaan bagi orang lanjut usia adalah menikmati kegiatan sosial yang dilakukan dengan kerabat keluarga dan teman-teman.

SIMPULAN

1. Berdasarkan tingkat nyeri rheumatoid artritis yang dialami responden, sebagian besar responden mengalami nyeri ringan yaitu sebanyak 51 orang (76,1%).

2. Berdasarkan tingkat kemandirian lansia dalam kehidupan sehari-hari, sebagian besar responden mandiri yaitu sebanyak 48 orang (71,6%) dalam melakukan ADL

(Activity Daily Living).

SARAN

1. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai rujukan tambahan bagi institusi pendidikan serta dapat digunakan sebagai referensi yang dapat menambah pengetahuan mahasiswa tentang gambaran nyeri rheumatoid artritis dan tingkat kemandirian dalam aktivitas kehidupan sehari-hari pada lansia.

2. Bagi Puskesmas

Diharapkan dapat memberikan dukungan kepada keluarga usia lanjut agar senantiasa mengikuti program posyandu lansia, serta dapat memberikan penyuluhan kesehatan yang berkaitan dengan lanjut usia seperti nyeri rheumatoid artritis untuk lanjut usia.

3. Bagi peneliti selanjutnya

Diharapkan agar dapat melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kemandirian lansia, misalnya; faktor ekonomi dan kondisi sosial.

DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. 2008. Teknik Prosedural

dan Aplikasi Kebutuhan Dasar

Klien. Jakarta : Salemba

Medika.

Azizah, Lilik Ma’rifatul. 2011.

Keperawatan Lanjut Usia.

Yogyakarta : Graha Ilmu.

Barbara, Kozier. dkk. 2010. Buku

Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses dan Praktik.

(10)

Cicy Chintyawati. 2014, Hubungan antara Nyeri Reumatoid Artritis dengan Kemandirian dalam Aktivitas Kehidupan Sehari-Hari pada Lansia di Posbindu Karang Mekar Wilayah Kerja Puskesmas Pisangan Tangerang Selatan. (online). http://www.scribd.com/doc/2544 02469/CICY-CHINTYAWATI-fkik#scribd. diakses tanggal 18 Maret 2015.

Darmojo & Wartono. 2004. Geriatri

(Ilmu Kesehatan Usia Lanjut).

Jakarta : FKUI.

Hardywinoto & Toni Setiabudhi. 2005. Menjaga Keseimbangan

Kualitas Hidup Para Lanjut Usia; Panduan Gerontologi, Tinjauan dari Berbagai Aspek.

Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama.

Hidayat A.Aziz Alimul. 2011.

Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data. Edisi

Pertama. Jakarta : Salemba Medika.

Hurlock, Elizabeth. 2002. Psikologi

Perkembangan. Edisi 5. Jakarta :

Erlangga.

Junaidi, N. 2006. Reumatik dan

Asam Urat. Jakarta : BIP.

Kementerian Kesehatan RI. 2013.

Gambaran Kesehatan Lanjut Usia di Indonesia. (online).

http://www.depkes.go.id/downlo ad.php?file=download/pusdatin/ buletin/buletin-lansia.pdf. di akses tanggal 20 Februari 2015.

Maryam, R. Sitti. dkk. 2008.

Mengenal Usia Lanjut dan

Perawatannya. Jakarta :

Salemba Medika.

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar

Keperawatan Klien dengn

Persyarafan. Jakarta : Salemba

Medika.

Padila. 2013. Keperawatan Gerontik. Cetakan Petama. Yogyakarta : Nuha Medika.

Pemerintah Provinsi Sulsel. 2013.

Profil Kesehatan Lansia.

(online).http://www.sulselprov.g

o.id/berita-musda-pertama-lansia-sayang-bunda.html. di akses tanggal 20 Februari 2015. Potter, Patricia A. 2005. Buku ajar

Fundamental : Konsep, proses dan praktek. Edisi 4 . Jakarta :

EGC.

Puji Esse, dkk. 2015. Pedoman

Penulisan Skripsi. Edisi 11.

Makassar : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIK) Makassar. Rachmawati. 2006. Nyeri

Musculoskeletal dan Hubungannya dengan Kemampuan Fungsional Fisik pada Lanjut Usia. Jurnal

(online).http://www.univmed.or

g/wpcontent/uploads/2011/02/ati k.pdf. diakses tanggal 18 Maret 2015.

Rinajumita. 2011. Faktor-faktor

yang Berhubungan dengan

Kemandirian Lansia di Wilayah

Kerja Puskesmas Lampasi

(11)

Fakultas Kedokteran Jurusan Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas Padang. (online). http://www.

scribd.com/doc/254402469/rinaj umita-fk-kesmas#. diakses tanggal 02 Mei 2015.

Sigit N. Pasetyo. 2010. Konsep dan

Proses Keperawatan Nyeri.

Edisi Pertama. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Sjahmien, Moehyi. 2012. Diet Pencegah & Penyembuh 10 Penyakit Berbahaya Mitos dan Fakta. Cetakan I. Depok Timur :

Papar Sinar Sinati.

Smeltzer, Suzanne C . 2001.

Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddart. Edisi 8,

Vol 2. Jakarta : EGC.

Tamher S, Noorkasiani. 2012.

Kesehatan Usia Lanjut dengan

Pendekatan Asuhan

Keperawatan. Jakarta : Salemba

Medika.

Tamsuri Anas. 2007. Konsep dan

Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta

: EGC.

Wahyudi, Nugroho. 2008.

Keperawatan Gerontik &

Geriatrik. Jakarta : EGC.

Wijaya, S.A, Putri M.Y. 2013.

Keperawatan Medikal Bedah; Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta :

Nuha Medika.

Yeniar, Indriana. 2012. Gerontologi

dan Progeria. Cetakan I.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian perusahaan manufaktur di Indonesia rawan terhadap konsekuensi excess cash holdings maupun cash shortfall karena saldo kas akhir tahun perusahaan yang tidak

CAR salah satu rasio yang menggambarkan bahwa peningkatan modal sendiri yang dimiliki oleh bank akan menurunkan biaya dana sehingga perubahan laba perusahaan akan

yang mengatakan bahwa ketersediaan informasi mengenai APD kurang untuk outsourcing. Pernyataan ini tidak sejalan dengan hasil wawancara dengan informan

[r]

Berdasarkan survey awal yang dilakukan peneliti di Kecamatan Sarudik didapat data bahwa rata-rata pendidikan ibu-ibu di Kecamatan Sarudik berpendidikan SMU, budaya yang ada

Berdasarkan hasil penelitian sesudah dilakukan kompres hangat didapatkan responden paling banyak mengalami nyeri ringan. Nyeri

Dari hasil pengujian statlstik dengan tingkat ke- percayaan 1 0 % menunjukkan bahwa suhu yang didapatkan dari pendugaan dengan menggunakan a rata-rata tidak ber-

Kompresor berfungsi menciptakan tekanan rendah pada ruang evaporator dan menciptakan tekanan tinggi pada