• Tidak ada hasil yang ditemukan

Referat psikofarmaka mrizkidm

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Referat psikofarmaka mrizkidm"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

REFERAT REFERAT PSIKOFARMAKA PSIKOFARMAKA Dokter Pembimbing : Dokter Pembimbing : dr. Tendry Septa, Sp.KJ dr. Tendry Septa, Sp.KJ Disusun Oleh : Disusun Oleh :

M Rizki Darmawan M, S Ked M Rizki Darmawan M, S Ked

0918011060 0918011060

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BAGIAN ILMU KESEHATAN JIWA BAGIAN ILMU KESEHATAN JIWA RUMAH SAKIT JIWA DAERAH PROVINSI

RUMAH SAKIT JIWA DAERAH PROVINSI LAMPUNGLAMPUNG 2013

(2)

BAB I BAB I

PENDAHULUAN PENDAHULUAN

A.

A. LATAR BELAKANGLATAR BELAKANG

Sejarah perkembangan terapi organik dalam psikiatri dimulai sejak Sejarah perkembangan terapi organik dalam psikiatri dimulai sejak  pertengahan

 pertengahan tahun tahun 1800-an 1800-an sampai sampai sekarang, sekarang, walaupun walaupun pada pada tahun tahun 19601960 kumpulan obat psikiatri pada dasarnya adalah yang diketahui saat ini. Dalam kumpulan obat psikiatri pada dasarnya adalah yang diketahui saat ini. Dalam separuh kedua abad ke-20, kemoterapi sebagai terapi untuk gangguan mental separuh kedua abad ke-20, kemoterapi sebagai terapi untuk gangguan mental menjadi bidang utama penelitian dan praktek. Hampir segera setelah menjadi bidang utama penelitian dan praktek. Hampir segera setelah diperkenalkannya chlorpromazine pada tahun 1950-an, obat psikoterapeutik diperkenalkannya chlorpromazine pada tahun 1950-an, obat psikoterapeutik menjadi inti terapi psikiatrik, khususnya untuk pasien dengan penyakit mental menjadi inti terapi psikiatrik, khususnya untuk pasien dengan penyakit mental yang serius.

yang serius.

Farmakoterapi untuk gangguan mental adalah salah satu bidang yang Farmakoterapi untuk gangguan mental adalah salah satu bidang yang  paling

 paling cepat cepat berkembang berkembang dalam dalam kedokteran kedokteran klinis, klinis, tiap tiap dokter dokter yangyang meresepkan obat harus tetap mengetahui literatur terakhir. Terapi obat dan meresepkan obat harus tetap mengetahui literatur terakhir. Terapi obat dan terapi organik lainnya terhadap gangguan mental dapat diidentifikasikan terapi organik lainnya terhadap gangguan mental dapat diidentifikasikan sebagai suatu usaha untuk memodifikasi atau mengkoreksi perilaku, pikiran, sebagai suatu usaha untuk memodifikasi atau mengkoreksi perilaku, pikiran, atau mood yang patologis dengan zat kimia atau cara fisik lainnya. Hubungan atau mood yang patologis dengan zat kimia atau cara fisik lainnya. Hubungan antara keadaan fisik dan otak pada satu sisi dan pada sisi lain, manifestasi antara keadaan fisik dan otak pada satu sisi dan pada sisi lain, manifestasi fungsionalnya (perilaku, pikiran, dan mood) adalah sangat kompleks, tidak fungsionalnya (perilaku, pikiran, dan mood) adalah sangat kompleks, tidak dimengerti seluruhnya dan diperbatasan pengetahuan biologi. Tetapi, berbagai dimengerti seluruhnya dan diperbatasan pengetahuan biologi. Tetapi, berbagai  parameter

 parameter perilaku perilaku normal normal dan dan abnormal abnormal seperti seperti persepsi, persepsi, afek afek dan dan kognisikognisi mungkin dipengaruhi oleh perubahan fisik dalam sistem saraf pusat.

mungkin dipengaruhi oleh perubahan fisik dalam sistem saraf pusat.

Golongan obat psikofarmaka yang banyak dipergunakan adalah obat Golongan obat psikofarmaka yang banyak dipergunakan adalah obat antipsikosis, obat anti mania dan obat antidepresi. Penggunaan jenis obat ini antipsikosis, obat anti mania dan obat antidepresi. Penggunaan jenis obat ini  perlu

 perlu pengawasan pengawasan yang yang ketat ketat karena karena seringkali seringkali menimbulkan menimbulkan efek efek sampingsamping seperti ketergantungan psikologis dan fisik yang dapat mengakibatkan seperti ketergantungan psikologis dan fisik yang dapat mengakibatkan keracunan obat, depresi dan kehilangan sifat menahan diri, gangguan keracunan obat, depresi dan kehilangan sifat menahan diri, gangguan paru- paru,

(3)

 bila obat dihentikan). Oleh sebab itu, banyak variable yang melekat pada  praktek psikofarmakologi, termasuk pemilihan obat, peresepan, pemberian,

arti psikodinamika bagi pasien dan pengaruh keluarga serta lingkungan.

Obat psikofarmaka adalah obat yang mempunyai efek terapeutik langsung pada proses mental pasien karena efeknya pada otak. Akan tetapi kita harus ingat pula bahwa bila gangguan mentalitu disebabkan oleh suatu masalah psikologi atau oun sosial, maka tidak ada obat apa pun yang dapat menyelesaikan persoalan itu, kecuali pasien itu sendiri dan dokter serta obat hanya sekedar membantunya ke arah penyelesaian atau ke arah penyesuaian yang lebih baik. Kemanjuran pengobatan psikotropik, seperti juga dalam farmakoterapi pada umumnya, tergantung pada pemberian obat yang dapat mempengaruhi sasaran pengobatan dalam dosis yang sesuai, dalam bentuk  preparat yang cocok, melalui jalan pemberian yang efektif dan dalam jangka

waktu yang tertentu.

B. TUJUAN

Tujuan penulisan referat ini antara lain adalah untuk lebih dalam memahami psikofarmaka melalui prinsip umum psikofarmaka, penggolongan  psikotropik baik dari mekanisme kerja, farmakokineti, indikasi, efek samping,  perhatian, overdosis dan dosis pemberian obat.

Selain itu juga Referat ini bertujuan sebagai tugas dalam kepaniteraan klinik di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Lampung.

(4)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Psikofarmaka atau obat psikotropik adalah obat yang bekerja secara selektif pada Sistem Saraf Pusat (SSP) dan mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental dan perilaku, digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik yang berpengaruh terhadap taraf kualitas hidup pasien.1

B. KLASIFIKASI

Obat psikotropik dibagi menjadi beberapa golongan, diantaranya: antipsikosis, anti-depresi, anti-mania, anti-ansietas, anti-insomnia, anti-panik, dan anti obsesif-kompulsif,. Pembagian lainnya dari obat psikotropik antara lain: transquilizer, neuroleptic, antidepressants dan psikomimetika.1

C. ANTI PSIKOSIS

Obat anti psikosis mempunyai beberapa sinonim antara lain; neuroleptik dan tranquilizer mayor. Salah satunya adalah chlorpromazine (CPZ), yang diperkenalkan pertama kali tahun 1951 sebagai premedikasi dalam anastesi akibat efeknya yang membuat relaksasi tingkat kewaspadaan seseorang. CPZ segera dicobakan pada penderita skizofrenia dan ternyata  berefek mengurangi delusi dan halusinasi tanpa efek sedatif yang berlebihan2.

(5)

 No Golongan Nama Generik Nama Dagang Sediaan Dosis anjuran I. ANTIPSIKOSIS TIPIKAL 1. Phenothiazin a. Rantai Aliphatic Chlorpromazine ( largactil) Chlorpromazine (indofarma) Tab. 25-100 mg - PO: 150 - 600 mg/h - IM: 50-100mg setiap 4-6 jam

Promacil (combhifar) Tab. 100 mg Meprosetil (meprofarm) Tab. 100 mg Amp.50mg/2c c  b. Rantai Piperazine Perfenazine Perfenazine (indofarma) Tab. 4 mg 12 - 24 mg/hari

Trifalon (Schering) Tab 2- 4 -8 mg Trifluoperazine Stelazine (GlaxoSmith-kline) Tab. 1 - 5 mg 10 -15 mg/hari Fluphenazine Anatensol (B-M Squibb) Tab. 2,5 - 5 mg 10 - 15 mg/hari Fluphenazine deconoate Modecate (B-M Squibb) Vial 25 mg/cc 25 mg (IM) setiap 2 - 4 mgg c. Rantai Piperidine

Thioridazine Melleril (Novartis) Tab.50 -100mg

150-300 mg/hari

1. Buthirophenon Haloperidol Haloperidol (indofarma) Tab. 0,5 - 1,5 - 5mg - PO: 5-15mg/h - IM: 5-10mg setiap 4-6jam - 50mg setiap 2-4 minggu Dores (pyridam) Cap. 5 mg Tab. 1,5 mg Serenace (pfizer-pharmacia) Tab. 0,5 -1,5 - 5 mg Liq. 2 mg/ml Amp.50 mg/cc Haldol (jansen) Tab. 2 - 5 mg Govotil (Guarian- pharmacia) Tab. 2 - 5 mg Lodomer (Mersifarma) Tab. 2 - 5 mg Amp. 5 mg/cc Haldol decanoas (Janssen) Amp. 50mg/cc

(6)

2. Diphenil- buthilpiperidin

e

 pimozide Orap forte (janssen) Tab. 4 mg 2 –  4 mg/hari

II. ANTIPSIKOSIS ATIPIKAL

1. Benzamide Supiride Dogmatil Foerte (Delagrange) Tab. 200mg Amp. 100mg/2cc 300 - 600mg/h 3 - 6 amp/hari IM 2. Dibenzodiazapine Clozapine Clozaril

(Novartis) Sizoril (Meprofarm) Tab. 25 –  100 mg Tab. 25-100mg 25-100mg/hari

Olanzapine Ziprexa Tab. 5-10mg 10-20mg/hari

Quetiapine Seroquel (Astra Zeneca) Tab. 25 –  100 - 200mg 50-100mg/hari Zotepine Lodopin (Kalbe Farma) Tab. 25 -50mg 75-100mg/hari

3. Benzisoxxazole Risperidone Risperidone (Dexamedica) Tab. 1 2 -3mg - PO: 2 –  6 mg/hari - IM : Risperdal (Janssen) Tab. 1 2 -3mg Risperdal consta Vial 25

-50mg/cc  Neripros (Pharos) Tab. 1 2 -3mg Persidal (Mersifarma) Tab. 1 2 -3mg Rizodal (Guardian- pharmatama) Tab. 1-2-3mg Zopredal (Kalbefarma) Tab. 1-2-3mg

Aripiprazole Abilify (Otsuka) Tab. 5 –  10 – 

15 mg

10- 15 mg/hari

I. Golongan Fenotiazin 1. Farmakodinamik

CPZ mempunyai farmako dinamik yang luas. Beberapa diantanya ada pada organ-ogan antaralain :

- Susunan saraf pusat: Menimbulkan efek sedasi yang disertai sikap acuh-tak acuh terhadap rangsang dari lingkungan. Pada pemakaian

(7)

lama dapat timbul toleransi terhadap efek sedasi. Berbeda dengan  barbiturat, CPZ tidak dapat mencegah timbulnya kejang.

- Otot rangka : CPZ dapat menimbulkan relaksasi otot skelet yang  berada dalam keadaan spastik. Cara kerja relaksasi diduga bersifat

sentral.

- Efek endokrin : CPZ dapat menghambat ovulasi dan menstruasi. Semua fenotiazin kecuali klozapin dapat menimbulkan hiperprolaktinemia lewat efek sentral penghambatan dopamin.

- Kardiovaskuler : dapat menimbulkan hipotensi berdasarkan  beberapa mekanisme diantaranya timbulnya efek inotropik pada  jantung2.

2. Farmakokinetik

Pada umumnya semua fenotiazin diabsorbsi dengan baik bila diberikan peroral maupun parenteral. Penyebaran luas ke semua  jaringan dengan kadar tertinggi di paru-paru, hati dan limfa. Sebagian fenotiazin mengalami hidroksilasi dan konjugasi sebagian lain diubah menjadi sulfoksid yang kemudian diekskresi dalam feses maupun urin. Setelah pemberian CPZ dosis besar, maka masih ditemikan ekskresi CPZ atau metabolitnya selama 6-12 bulan2.

3. Efek Samping

Beberapa efek samping obat yang dapat ditimbulkan obat anti  psikosis antara lain :

 Sedasi dan inhibisi psikomotor

 Ganggua otonom( hipotensi, antikolinergik berupa mulut kering, kesulitan miksi dan defekasi, hidung tersumbat, mata kabur dan tekanan intra okular meninggi serta gangguan irama jantung)  Efeksamping lain adalah perluasan dari farmakodinamiknya.

Gejala idiosinkrasi mungkin timbul seperti, ikterus, dermatitis dan leukopenia. Reaksi ini disertai eosinofilia dalam darah perifer.  Gangguan ekstrapiramidal (diskodia akut, akatisia dan sindrome

(8)

 Ganggua endokrin (amenore dan ginekomastia), biasanya untuk  pemakaian jangka panjang.

 Dan efek samping yang ireversibel; tardive dyskinesia (gerakan involunter berulang pada lidah, wajah, mulut / rahang dan anggota gerak dimana waktu tidur keluhan tersebut menghilang)2,3.

4. Indikasi

Indikasi utama fenotiazin adalah skizofrenia gangguan psikosis yang sering ditemukan. Gangguan yang sering diatasi oleh fenotiazin dan golongan antipsikosis lain adalah: ketegangan, hiperaktivitas, combativennes, hostality, halusinasi, delusi akut, anoreksia, negativisme dan menarik diri.

Pengaruhnya terhadap insight, judgement , daya ingat dan orientasi kurang. Pemberian antipsikotik sangat memudahkan perawatan pasien. Domperidon secara invitro merupakan antagonis dopamin, seperti CPZ. Obat ini diindikasikan pada pasien mual dan muntah. Jadi efek obat ini mirip metoclopramid. Walaupun antipsikosis sangat bermanfaat untuk mengatasi gejala psikosis akut, namun penggunaan antipsikosi saja tidak mencukupi untuk merawat pasien psikotik 3.

5. Kontra Indikasi

Kontra indikasi untuk obat ini adalah penyakit hati, penyakit darah, epilepsi, kelainan jantung, febris yang tinggi, ketergantungan alkohol,  penyakit susunan saraf pusat dan gangguan kesadaran3.

II. Golongan Butirofenon

Haloperidol mampu menenangkan keadaan mania penderita  psikosis yang karena hal tertentu tidak dapat diberi fenotiazin. Reaksi

ekstrapiramidal timbul pada 80% penderita yang diobati haloperidol. 1. Farmakodinamik

Struktur haloperidol berbeda dengan fenotiazin pada orang normal efek haloperidol mirip fenotiazin piperazin. Haloperidol memperlihatkan antipsikotik yang kuat dan efektif untuk fase mania

(9)

 penyakit manik depresif dan skizofrenia. Efek fenotiazin, piperazin dan  butirofenon berbeda secara kuantitatif karena butirrofenon selain menghambat efek dopamin juga meningkatkan turnover rate nya. Pada  beberapa organ golongan ini mempunyai efek diantaranya :

- Susunan saraf pusat : haloperidol menenangkan dan menyebabkan tidur pada orang yang eksitasi. Efek sedatif haloperidol kurang kuat dibanding CPZ namun keduanya sama-sama memperlambat gelombang teta jika dilihat dengan EEG. Keduanya juga sama-sama kuat dalam menurunkan ambang konvulsi. Haloperidol menghambat dopamin dan juga hipotalamus, juga menghambat muntah yang ditimbulkan apomorfin2.

- Sistem kardiovaskular dan respirasi : haloperidol menyebabkan hipotensi, tapi tidak sesering dan sehebat yang diakibatkan CPZ. Halopaeridol menyebabkan takikardi. Haloperidol dan CPZ dapat menimbulkan potensiasi dengan obat penghambat respirasi.

- Endokrin : seperti CPZ, haloperidol menyebabkan galaktore dan respon endokrin lain.

2. Farmakokinetik

Haloperidol cepat diserap dari saluran cerna. Kadar puncaknya dalam plasma tercapai dalam 2-6 jam sejak menelan obat, menetap sampai 27 jam dan masih ditemukan dalam plasma sampai berminggu-minggu. Obat ini ditimbun dalam hati dan 1% obat diekskresikan lewat empedu. Ekskresinya lambat melalui ginjal. Kira-kira 40% diekskresi dalam 5 hari setelah pemberian dosis tunggal2.

3. Indikasi

Indikasi utama adalah untuk psikosis. Butirofenon merupakan obat pilihan untuk mengobati sindrome Gilles dela tourette, suatu kelainan aneh yang ditandai dengan kejang otot hebat grimace dan mengeluarkan kata-kata jorok.

4. Efek samping

Menimbulkan rekasi ekstrapiramidal dengan insidensi yang tinggi terutama pada penderita usia muda. Pengobatan dengan

(10)

haloperidol harus dimulai dengan hati-hati. Dapat terjadi depresi akibat reversi keadaan mania atau sebagai efek samping yang sebenarnya. Perubahan hematologik sering dilaporkan yaitu leukopenia dan agranulositosis. Ikterus juga merupakan efek samping namun angka kejadiannya rendah. Sebaiknya obat ini tidak diberikan pada wanita hamil karena sifatnya yang teratogenik.

III. Golongan Atypical

 Risperidone dibandingkan dengan semua jenis antipsikotik atipikal, risperidone merupakan yang paling banyak diteliti. Hal tersebut disebabkan efektifitas risperidone, dapat ditoleransi  pada dosis rendah (1,5-6mg/hari) dan memberikan perbaikan yang nyata pada pasien skizofrenia usia lanjut. Rainer et al meneliti penggunaan Risperidone dalam rentang dosis fleksibel 0,5-2mg/hari untuk mengatasi agresi, agitasi dan gangguan psikotik pada 34 pasien demensia rawat inap dengan rata-rata usia 76 tahun.

Hasilnya terjadi perbaikan gejala yang dinilai dari Clinical Global Impression (CGI) pada 82% responden penelitian. Frekuensi dan keparahan halusinasi, waham, agresi dan iritabilitas juga menurun, yang dilihat dari rating  Neuropsychiatric Inventory (NPI). Penggunaan risperidone pada kelompok tersebut  juga tidak membuat perubahan pada fungsi kognitif pasien yang dilihat melalui skor  Mini-Mental State  Examination (MMSE),  Age Concentration Test   [AKT] dan  Brief

Syndrome Test  [SKT].

Risperidone juga secara umum dapat ditoleransi dan tidak menimbulkan efek samping ekstra piramidial yang  bermakna. Penelitian yang melibatkan lebih banyak pasien dan tempat dilakukan oleh Arriola et al  pada 263 pasien dengan rata-rata usia 75,5 tahun. Dosis risperidone yang digunakan pada penelitian (rata-rata(SD)) adalah 1,4 (0,7) mg/day  pada 1 bulan dan 1,5 (0,8) mg/hari pada 3 bulan. Perbaikan gejala diukur menggunakan Neuropsychiatric Inventory (NPI) dan skala Clinical Global  Impression of Severity (CGI-S). Hasilnya terdapat penurunan skor NPI dan

(11)

CGI-S yang secara statistik  bermakna. Perbaikan gejala terutama pada gejala agitasi/ agresif dan ganguan tidur. Penelitian tersebut juga mencatat adanya perbaikan dari gejala ekstrapiramidal.

Penelitian lain melibatkan pengumpulan data dari tiga penelitian acak dengan menggunakan plasebo (randomized, placebo-controlled trials) untuk melihat efikasi dan keamanan risperidone dalam mengobati agitasi, afresi dan gejala psikosis pada pasien demensia usia lanjut pada panti werdha. Dosis rata-rata yang digunakan adalah 1mg/hari. Ditemukan adanya perbaikan skor CGI, Cohen-Mansfield agitation inventory (CMAI) dan behavioral pathology in Alzheimer’s  disease  (BEHAVE-AD) pada semua responden penelitian yang menggunakan risperidone dibandingkan  plasebo.

Penelitian tersebut seperti penelitian yang lain yang menggunakan risperidone juga tidak menemukan adanya efek  samping ortostatik, antikolinergik, jatuh dan penurunan kognitif pada penggunaan sesuai rentang dosis pada  penelitian. Selain untuk mengatasi gejala agresivitas, agitasi dan  psikotik yang berkaitan dengan demensia, risperidone juga digunakan pada pasien usia lanjut yang menderita skizofrenia.

Kepustakaan mencatat risperidone dan olanzapine adalah dua antipsikotik atipikal yang paling sering digunakan pada populasi pasien usia lanjut. Penelitian tersamar berganda dilakukan selama 8 minggu terhadap 175 pasien rawat jalan, pasien rawat inap dan panti werdha yang  berusia 60 tahun ke atas menggunakan risperidone (1 mg to 3 mg/hari) atau olanzapine (5 mg to 20 mg/hari). Hasilnya terdapat perbaikan pada nilai skor PANSS pada kedua kelompok. Efek samping ektrapiramidal terlihat pada 9,2% pasien kelompok risperidone dan 15,9% pasien kelompok olanzapine. Secara umum skor total dari  Extrapyramidal Symptom Rating Scale menurun pada kedua kelompok di akhir penelitian. Peningkatan berat badan juga didapatkan di dua kelompok namun lebih  jarang terjadi pada pasien yang menggunakan risperidone1.

(12)

D. ANTI ANSIETAS

Obat anti-ansietas mempunyai beberapa sinonim, antara lain  psikoleptik, transquilizer minor dan anksioliktik. Dalam membicarakan obat antiansietas yang menjadi obat racun adalah diazepam atau klordiazepoksid3.

Obat ini pada umumnya memiliki sifat yang sama yaitu sebagai sedatif. Anti ansietas yang utama adalah golongan benzodiazepin. Generik, golongan dan sediaan serta dosis obat anti ansietas dapat dilihat pada tabel  berikut1 :

 No Generik Golongan Sediaan Dosis

1 Diazepam Benzodiazepin Tab 10 mg 2-3 x 10 mg/hr

2 Klordiazepoksoid Benzodiazepin Cap 5-10mg 2-3 x 5 mg / Hr

3 Lorazepam Benzodiazepin Tab0,25-0,5-1 mg

3 x 0,25-0,5 mg/hr

4 Clobazam Benzodiazepin Tab 5 mg 2-3 x 5 mg/hr 5 Brumazepin Benzodiazepin Cap 50 mg 100-200

mg/hari

6 Oksazolom Benzodiazepin Tab 10 mg 2-3 x 10 mg/hr 7 Klorazepat Benzodiazepin Cap 5-10mg 2-3 x 5 mg /

Hr 8 Alprazolam Benzodiazepin

Tab0,25-0,5-1 mg

3 x 0,25-0,5 mg/hr

9 Prazepam Benzodiazepin Tab 5 mg 2-3 x 5 mg/hr

10 Sulpirid Non Benzodiazepin Cap 50 mg 100-200 mg/hari 11 Buspiron Non Benzodiazepin Tab 10 mg 15-30 mg/hari 1. Farmakodinamik

Cara kerja obat ini adalah potensiasi inhibisi neuron dengan GABA sebagai mediatornya. Efek farmakodinamik derivat benzodiazepin lebih luas daripada efek mepobramat dan barbiturat. Klordiazepoksid

(13)

tidak hanya bekerja sentral, tetapi juga perifer pada susunan saraf kolinergik, adrenergik dan triptaminergik.

2. Farmakokinetik

Setelah pemberian oral, klordiazepoksid mencapai kadar tertinggi dalam 8 jam dan menetap tinggi sampai 24 jam. Ekskresi  benzodiazepin melalui ginjal secara lambat. Setelah pemberian satu

dosis obat masih ditemukan dalam urin setelah beberapa hari. 3. Indikasi

Derivat benzodiazepin digunakan untuk meimbulkan sedasi, menghilangkan rasa cemas dan keadaan psikosomatik yang ada hubungannya dengan rasa cemas. Selain sebagai anti ansietas derivat  benzodiazepin juga digunakan sebagai anti konvulsi, pelemas otot,

hipnotik dan induksi anestesi general. 4. Kontra Indikasi

Derivat benzodiazepin jangan diberikan bersama alkohol,  barbiturat atau fenotiazin. Kombinasi ini akan menimbulkan efek

depresi yang berlebihan. 5. Cara Pemberian

 Klobazam : untuk pasien dewasa dan lanjut usia yang ingin tetap aktif

 Lorazepam : untuk pasien dengan kelainan fungsi hati dan ginjal.

 Alprazolam efektif untuk anti ansietas antisipatorik, mula kerja lebih cepat dan mempunyai efek antidepresan.

 Sulpirid -50 efektif untuk meredakan gejala somatik dari sindrome ansietas dan paling kecil menimbulkan risiko ketergantungan.

6. Efek Samping

Efek samping dapat berupa :

1. Sedasi (rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja  psikomotor berkurang, kemampuan kognitif melemah)

(14)

3. Potensi menimbulkan ketergantungan lebih rendah dari narkotika oleh karena at therapeutic dose dose they have low reinforcing propertis

4. Potensi menimbulkan ketergantungan obat dikarenakan obat yang masih dapat dipertahankan setelah dosis terakhir  berlangsung sangat singkat.

5. Penghentian obat secara mendadak akan menimbulkan gejala  putus obat (rebound phenomen); pasien menjadi iritable,  bingung, gelisah, insomnia, tremor, palpitasi, keringat dingin,

konvulsi dan lain-lain3.

E. ANTI DEPRESI

Depresi adalah gangguan yang heterogen. Ada beberapa klasifikasi depresi menurut DSM-IVR yang dikeluarkan oleh beberapa ahli psikiatri di Amerika. Secara sederhana pembagian depresi adalah sebagai berikut :

1. Depresi reaktif sekunder

Paling umum dijumpai sebagai respon terhadap penyebab nyata, misalkan; penyakit dan kesedihan. Dulu dikenal sebagai depresi eksogen.

2. Depresi endogen

Merupakan gangguan biokimia yang ditentukan secara genetik,  bermanifestasi sebagai ketidakmampuan untuk mengatasi sters yang  biasa.

3. Depresi yang berhubungan dengan gangguan afektif bipolar, yaitu depresi dan mania yang terjadi bergantian.

Obat antidepresan mempunyai bebrap sinonim antaralain, timoleptik atau psychic energizer . Yang akan dibahas dalam pustaka ini adalah obat antidepresi golongsn penghambat MAO dan antidepresi trisiklik. Penggolongan obat, sediaan dan dosis anjuran dapat dilihat  pada tabel berikut1 :

(15)

I. Penghambat Mono Amin Oksidase

A. Farmakodinamik

Penghambat mono amin oksidase digunakan sebagai antidepresi sejak 15 tahun yang lalu. MAO dalam tubuh terdapat  pada intraseluler tepatnya di mitokondria. MAO dalam tubuh  berfungsi dalam meningkatkan kadar ephrineprin, norephrineprin dan 5HT dalam otak. Sedangkan hubungannya dengan proses psikis  belum diketahui.

MAOI bekerja di sistem saraf pusat, sistem saraf simpatik, hati dan saluran gastrointestinal. Pada dosis diatas 60mg/ hari dapat

(16)

menghambat ambilan kembali atau meningkatkan pelepasan dopamin dan norepinephrin serta serotonin hingga pada tingkat yang lebih sedikit. Efek utama MAOI dalam psikiatri adalah pada SSP. Disamping efeknya pada mood depresi, MAOI dikaitkan dengan gangguan tidur dan arsitektur tidur yang bermakna secara klinis. B. Farmakokinetik

Penhelzyn, tranylcyplomin, dan isocarboxazid mudah diabsorbsi di saluran cerna dan mencapai konsentrasi puncak dalam 2 jam. Waktu paruh dalam plasma berkisar antara 2 sampai 3 jam; waktu paruh dalam jaringan lebih lama. Karena obat ini menonaktifan MAO secara reversibel, efek terapuetik dosis tunggal MAOI ireversibel dapat berlangsung selama 2minggu. Golongan  penghambat reversibel monoamin (RIMA) meclobemide cepat

diabsorbsi dan memiliki waktu paruh selama 0,5-3,5 jam. Ini artinya memiliki efek yang lebih singkat daripada MAOI.

C. Indikasi

Indikasi MAOI serupa dengan obat anti depresi trisiklik dan tetrasiklik. MAOI terutama efektif pada gangguan panik dengan agorafobia, stress pasca trauma, gangguan makan, fobia sosial dan gangguan nyeri. Sejumlah penelitian mencatat bahwa obat MAOI  banyak digunakan sebagai pilihan untuk terapi depresi dengan gejala

hipersomnia, hiperfagia, ansietas dan tidak adanya gejala vegetatif. D. Kontra Indikasi

MAOI harus digunaka sangat hati-hati pada orang dengan  penyakit ginjal, kardiovaskular dan hipotiroidisme. Obat ini juga dikontra indikasikan bagi pasien dengan kehamilan walaupun sedikit sekali dilaporkan bahwa obat ini bersifat teratogenik.

E. Efek Samping

Efek samping MAOI adalah hipotensi ortostatik, insomnia,  berat badan bertambah, edema, dan disfungsi seksual. Efek simpang MAOI yang jarang terjadi antaralain, krisis hipertensi spontan yang dicetuskan oleh bukan tiramin, terjadi pertama setelah pajanan dengan

(17)

obat. Parestesia, mioklonus, dan nyeri otot kadang-kadang ditemukan  pada orang yang diterapi dengan MAOI. Parestesia disebabkan oleh

adanya defisiansi piridoksin yang dicetuskan oleh MAOI yang dapat  berespon dengan penambahan piridoksin 50-150 mg per oral per hari.

Efek samping RIMA moclobemide yang paling lazim adalah mual, pusing, dan gangguan tidur.

II. Antidepresan Trisiklik 1. Farmakodinamik

Umumnya yang digunakan sekarang adalah dalam golongan trisiklik (misalnya imipramin, amitriptilin, dothiepin dan lofepramin). Golongan obat ini bekerja dengan menghambat ambilan kembali neurotransmiter di otak. Dari beragam jenis anti depresi trisiklik terdapat perbedaan beraneka perbedaan potensi dan selektivitas hambatan ambilan kembali berbagai neurotransmiter. Ada yang sangat sensitiv terhadap norepinephrin dan ada yang sensitif terhadap serotonin dan ada pula yang dopamin.

Pada orang normal obat ini memberikan efek lelah obat tidak meningkatkan alam perasaan (elevation of mood ) dan meningkatnya rasa cemas. Pemberian jangka lama dapat menyebabkan penurunan konsentrasi dan proses berfikir serupa yang ditimbulkan oleh CPZ.

Sebaliknya, bila obat diberikan dalam jangka lama bagi  penderita depresi, terjadi peningkatan alam perasaan. Belum dapat

dijelaskan mengapa hilangnya gejala depresi baru terlihat setelah  pengobatan sekitar 2-3 minggu. Tidak jelas hubungan antara efek obat dengan kadar dalam plasma. Mekanisme anti depresi imaparin tidak jelas, tetapi terjadinya mania, euforia dan insomnia pada  penderita psikiatri menunjukkan bahwa obat ini berefek stimulasi.

Trisiklik (TCA) memblokade reuptake dari noradrenalin dan serotonin yang menuju neuron presinaps. SSRI hanya memblokade reuptake dari serotonin. MAOI menghambat pengrusakan serotonin

(18)

 pada sinaps. Mianserin dan mirtazapin memblokade reseptor alfa 2  presinaps. Setiap mekanisme kerja dari antidepresan melibatkan modulasi pre atau post sinaps atau disebut respon elektrofisiologis1. 2. Farmakokinetik

Efek obat setelah pemberian 75-100 mg terbagi dalam beberapa kali pemberian dalam 2 hari dan 50 mg untuk hari selanjutnya sampai dosis tercapai 200-250mg akan menimbulkan efek setelah 2-3 minggu pemberian.

3. Kontra Indikasi

Penyakit jantung koroner, glaukoma, retensi urin, hiperplasi  prostat dan gangguan fungsi hati3.

4. Efek Samping

Pada susunan saraf pusat, imaparin menunjukkan efek muskarinik, sehingga dapat terjadi efek penglihatan kabur, mulut kering, obstipasi dan retensi urin. Imiparin sering menimbulkan ikterik ikterus kolestatik, gejala akan hilang setelah pengobatan dihentikan. Selain itu kadang timbul eksantema dan pada keadaan toksisk dapat terjadi hipertensi dan hiperpireksia namun juga sering menimbulkan hipotensi ortostatik.

F. ANTI MANIA

Obat anti mania mempunyai beberapa sinonim antara lain mood modulators, mood stabilizers dan antimanik. Dalam membicarakan obat antimania yang menjadi acuan adalah litium karbonat. Berikut berbagai obat anti mania dengan berbagai sediaan dan dosis anjurannya.

(19)

1. Farmakodinamik

Litium tidak bersifat sedatif, depresif atau suatu euforian. Mekanisme kerjanya sebagai mood stabilizing agent belum diketahui dengan pasti walaupun ada dugaan berefek terhadap membran biologik. Yang khas dari sifat litium adalah dapat menembus membran biologik. Disini diduga litium dapat mengganti peran natrium dalam menimbulkan potensial aksi neuron. Dalam suatu percobaan, litium kadar rendah dapat membantu metabolisme monoamin biogenik yang berperan dalam  patofosiologi terjadinya gangguan mood 4.

2. Farmakokinetik

Setelah dikonsumsi, litium sepenuhnya diabsorbsi lewat saluran gastrointestinal. Puncak kadar serum dalam 1 hingga 1,5 jam untuk sediaan standar dan 4,5 jam untuk sediaan lepas terkendali. Litium tidak tidak terikat dalam protein plasma, tidak didistribusikan sama  pada air tubuh. Litium tidak melintasi sawar darah dengan cepat.

Waktu paruh 7 jam setelah asupan. Litium hampir selurhnya diekskresi di ginjal. Dan menurun ekskresinya jika ada kelainan ginjal5.

3. Indikasi dan Pemberian

Kira-kira 80% pasien manik berespon terhadap litium meskipun respon litium sendiri membuthkan waktu 1-3 minggu terapi konsentrasi terapuetik. Untuk mengatasi periode mania

(20)

dengan segera, sebelum efek tercapai diobati dulu dengan golongan benzodiazepin (klonopin) dan lorazepam pada 1-3 minggu pertama. Gejala pada seperlima hingga setengah pasien skizofrenia berkurang setelah diberikan litium bersamaan dengan antipsiokotik 5.

4. Kontra Indikasi

Litium tidak boleh diberikan pada perempuan hamil pada trimester pertama karena risiko terjadinya defek lahir. Malformasi adalah kejadian tersering terutama anomali Eibstein pada katub trikuspid. Pada perempuan pasca melahirkan yang diterapi dengan obat ini, mempunyai risiko toksisitas pada bayi dan ini dapat dikurangi risikonya dengan hidrasi saat persalinan.

5. Efek Samping

a) Gejala efek samping dini pada pengobatan jangka panjang:  Mulut kering, haus, saluran cerna (mual, muntah dan

diare), kelemahan otot, poliuria, tremor.

 Tidak ada gangguan sedasi maupun ekstrapiramidal.  b) Efek samping lain :

 Hipotiroidisme, peningkatan berat badan, edem tungkai, gangguan daya ingat, konsentrasi dan pikiran, serta leukositosis.

c) Gejala intoksikasi :

 Gejala dini seperti, muntah, diare, tremor kasar, mengantuk dan penurunan konsentrasi.

 Gejala semakin memberat ditandai dengan, kesadaran menurun, oliguri dan kejang-kejang. Maka perlu diadakan  pengawasan yang ketat pada terapi ini. (Metta, 2005)

G. ANTI INSOMNIA

Obat anti insomnia mempunyai beberapa sinonim antaralain hipnotik, somnifacient, atau hipnotika hipnotik, somnifacient, atau

(21)

hipnotika dan somnifasien. Obat yang menjadi acuan adalah fenobarbital. Obat- obat yang dapat dipakai sebagai golongan anti insomnia antaralain seperti berikut dalam tabel.

1. Farmakodinamik

Obat anti-insomnia bekerja pada reseptor BZ1 di susunan saraf  pusat yang berperan dalam memperantarai proses tidur.

2. Cara penggunaan

Dosis anjuran untuk pemberian tunggal 15-30 menit sebelum tidur. Dosis awal dapat dinaikkan sampai mencapai dosis efektif dan dipertahankan sampai 1-2 minggu, kemudian secepatnya tapering off untuk mencegah timbulnya rebound dan toleransi obat.

Pada usia lanjut, dosis harus lebih kecil dan peningkatan dosis lebih perlahan-lahan untuk menghidari oversedation dan intoksikasi.

(22)

  Lama pemberian tidak lebih dari 2 minggu agar risiko ketergantungan kecil.

3. Kontra Indikasi

 Sleep apnoe syndrome  Congestive heart failure  Chronic respiratory disease  Wanita hamil dan menyusui 4. Efek Samping

 Supresi SSP pada saat tidur   Rebound Phenomen

 Disinhibiting efect yang menyebabkan perilaku penyerangan dan ganas pada penggunaan golongan benzodiazepine dalam waktu yang lama. (Mansjoer, 2000)

H. ANTI OBSESIF-KOMPULSI

Obat yang menjadi acuan adalah klompramine. Obat ini dapat digolongkan atas : obat anti osesi kompulsi trisiklik (klompramine) dan obat anti obsesi kompulsi SSRI (sentrali paroksin, flovokamin dan fluoksetin).

(23)

1. Farmakodinamik

Obat ini bekerja dengan menghambat re-uptake neurotransmitter serotonin sehingga gejala mereda.

2. Cara Pemberian

Sampai sekarang obat pilihan untuk gangguan obsesi kompulsi adalah klomipramin. Terhadap meraka yang peka dapat dialihkan ke golongan SSRI dimana efek samping relatif aman. Obat dimulai dengan dosis rendah klomopramin mulai dengan 25-50 mg /hari (dosis tunggal malam hari), dinaikkan secara bertahap dengan penambahan 25 mg/hari sampai tercaapi dosis efektif (biasanya 200-300 mg/hari).

Dosis pemeliharan umumnya agak tinggi, meskipun bersifat individual, klomipramin sekitar 100-200 mg/hari dan sertralin 100 mg/hari. Sebelum dihentikan lakukan pengurangan dosis secara tappering off. Meskipun respon dapat terlihat dalam 1-2 minggu, untuk mendapatkan hasil yang memadai setidaknya diperlukan waktu 2- 3 bulan dengan dosis antara 75-225 mg/hari

3. Efek Samping

1. Efek samping obat anti kompulsi trisiklik sama dengan seperti obat anti depresan trisiklik, antaralain :

2. Efek antihistamin : sedasi, rasa mengantuk, kewaspadaan  berkurang, kinerja psikomotor menurun, dan kemampuan kognitif

yang menurun.

3. Efek anti kolinergik : mulut kering, keluhan lambung, retensi urin sampai disuria, penglihatan kabur, konstipasi, gangguan fungsi seksual dan takikardi.

4. Efek anti adrenergik alfa : perubahan EKG dan hipotensi ortostatik. 5. Efek neurotoksik : tremor halus, kejang epileptik, agitasi dan

(24)

I. ANTI PANIK

Dalam membicarakan antipanik yang menjadi obat acuan adalah imipramin. Penggolongan obat anti panik dibagi atas :

 Obat anti panik trisiklik (contoh : imipramin, klomipramin)  Obat anti panik benzodiazepin ( contoh : alprazolam)

 Obat anti panik RIMA (contoh : mokoblemid)

 Obat antipanik SSRI (contoh : sertalin, fluoksetin, paroksetin dan fluoksamin)

1. Farmakodinamik

Sindrom panik berkaitan dengan hipersensitivitas dari serotonic reseptor di SSP. Mekanisme kerja obat antipanik adalah menghambat reuptake serotonin pada celah sinaptik antar neuron.

2. Cara Pemakaian

Semua jenis obat sama efektif dalam mengatasi panik pada taraf ringan maupun sedang. Mulai dengan dosis rendah, tingkatkan secara perlahan dalam beberapa minggu. Dosis efektif biasanya dicapai dalam 2-3 bulan. Lamanya pemberian obat tergantung dari individual,

(25)

umunya selama 6-12 bulan, kemudian dihentikan secara bertahap selama 3 bulan bila kondisi penderita sudah memungkinkan.

Dalam waktu 3 bulan bebas obat 75% penderita menunjukkan gejala kambuh. Dalam keadaan ini maka pemberian obat dengan dosis semula diulangi selama 2 tahun. Setelah itu dihentikan secara bertahap selama 3 bulan.

3. Kontra Indikasi

Pada penggunaan fluoksatin, kontra indikasi terhadap pasien yang telah menggunakan MAO selama 2 minggu terakhir. Tidak dianjurkan pada anak-anak dan ibu hamil6.

4. Efek Samping

Efek samping obat anti panik golongan trisiklik antaralain sebagai berikut :

a) Efek samping obat anti kompulsi trisiklik sama dengan seperti obat anti depresan trisiklik, antaralain :

 b) Efek antihistamin : sedasi, rasa mengantuk, kewaspadaan  berkurang, kinerja psikomotor menurun, dan kemampuan kognitif

yang menurun.

c) Efek anti kolinergik : mulut kering, keluhan lambung, retensi urin sampai disuria, penglihatan kabur, konstipasi, gangguan fungsi seksual dan takikardi.

d) Efek anti adrenergik alfa : perubahan EKG dan hipotensi ortostatik. e) Efek neurotoksik : tremor halus, kejang epileptik, agitasi dan

(26)

BAB III PENUTUP

Golongan obat psikofarmaka yang banyak dipergunakan adalah obat antipsikosis, obat anti mania dan obat antidepresi. Penggunaan jenis obat ini  perlu pengawasan yang ketat karena seringkali menimbulkan efek samping

seperti ketergantungan psikologis dan fisik yang dapat mengakibatkan keracunan obat, depresi dan kehilangan sifat menahan diri, gangguan paru- paru, gangguan psikomotoris dan iritatif (mudah marah, gelisah dan ansietas  bila obat dihentikan). Oleh sebab itu, banyak variable yang melekat pada  praktek psikofarmakologi, termasuk pemilihan obat, peresepan, p emberian, arti  psikodinamika bagi pasien dan pengaruh keluarga serta lingkungan.

Psikofarmaka atau obat psikotropik adalah obat yang bekerja secara selektif pada Sistem Saraf Pusat (SSP) dan mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental dan perilaku, digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik yang  berpengaruh terhadap taraf kualitas hidup pasien.

Obat psikotropik dibagi menjadi beberapa golongan, diantaranya: antipsikosis, anti-depresi, anti-mania, anti-ansietas, anti-insomnia, anti-panik, dan anti obsesif-kompulsif,. Pembagian lainnya dari obat psikotropik antara lain: transquilizer, neuroleptic, antidepressants dan psikomimetika.

(27)

DAFTAR PUSTAKA

1. Andri. Tatalaksana Psikofarmaka dalam Manajemen Gejala Psikosis  Penderita Usia Lanjut Volume 59. Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa

Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Krida Wacana. Jakarta. 2009. Pp 444-49.

2. Metta, Sinta Sari & Santoso, Sarjono O.  Psikotropik dalam  Farmakologi dan Terapi Edisi 4. Bagian Farmakologi Fakultas  Kedokteran Universitas Indonesia  : Gaya Baru. Jakarta. 2005. Hal

148-62.

3. Mansjoer, Arif dkk. Terapi Farmakologis Psikiatri dalam Kapita Selekta Kedokteran edisi 3. Media Aesculapius. Jakarta. 2000. Hal 237-46.

4.  Neal, Michael J.  Penatalaksanaan Psikologik dalam At a Glance  Farmakologi Medis edisi 4. Penerbit Erlangga. Jakarta. 2008. Hal

72-79.

5. Sadock, Benjamin J & Virginia A. Editor Profitasari dkk. Terapi  Biologis dalam Buku Ajar Psikiatri Klinis. EGC. Jakarta. 2010. Hal

459-534.

6. Trisna, Yulia & Kosasih.  Psikofarmaka dalam ISO Indinesia. ISFI.  Jakarta. 2008. Hal 231-5.

7. Maslim, Rusdi. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik (Psychotropic Medication) edisi 3. Jakarta. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya. 2007

Referensi

Dokumen terkait

Antisipasi untuk mengatasi hal tersebut, adalah dengan mengganti waktu diklat atau bimbingan perawatan yang telah ditetapkan dengan jadwal baru, namun

Penciptaan dan pemeliharaan lingkungan pengendalian di Badan Litbang Pertanian dilakukan melalui: (1) Penegakan integritas dan nilai etika; (2) Komitmen terhadap kompetensi;

Peristiwa campur kode yang dianalisis dalam penelitian ini adalah percampuran antara bahasa Indonesia dengan bahasa Jawa. Berikut ini temuan data mengenai wujud

Warta Perkaretan Vol 35 No 2 tahun 2016 berisi 7 artikel, terdiri atas 3 artikel hasil penelitian dan 4 artikel hasil review/tinjauan ilmiah khususnya dari Bidang :

Sugiarto, SpPD, KEMD, FINASIM selaku Pembimbing I yang telah membimbing dan memberikan pengarahan dalam penyusunan tesis ini,serta memberikan kemudahan penulis

Tujuan ditulisnya buku ini untuk: (1) menjelaskan kepada para pembaca tentang pengertian akuntansi, (2) memberikan pemahaman tentang siklus akuntansi dalam kaitannya untuk

Hasil pengamatan siklus hidup mulai dari spora berkecambah sampai dengan terbentuknya sporofit muda disajikan dalam gambar 1, yang dibedakan menjadi 4 (empat) fase yaitu

Hal ini didukung dengan fakta yang dilakukan dengan survey pendahuluan tentang pengetahuan yang dilakukan pada tanggal 29 Januari 2014 didapatkan 10 remaja putri kelas