• Tidak ada hasil yang ditemukan

ginjal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ginjal"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)BAB II LANDASAN TEORI II.1. Ginjal II.1.1 Struktur Anatomi Pada potongan sagital ginjal terdapat 2 bagian, yaitu bagian tepi luar ginjal yang disebut korteks dan bagian dalam ginjal yang berbentuk segitiga disebut piramid ginjal atau bagian medulla ginjal. Di dalam ginjal terdapat satuan fungsional ginjal yang paling kecil, yaitu nefron. Tiap ginjal tediri dari sekitar satu juta nefron.. Setiap nefron terdiri dari komponen vaskuler. yaitu glomerulus dan komponen tubulus, keduanya secara struktural dan fungsional berkaitan erat (Leeson, 1996). Nefron terdiri dari beberapa bagian yaitu : 1. Glomerulus Glomerulus adalah masa kapiler yang berbentuk bola yang terdapat sepanjang arteriol. Fungsinya untuk filtrasi air dan zat terlarut dalam darah. (Leeson, 1996) 2. Kapsula bowman Kapsula bowman merupakan suatu pelebaran nefron yang dibatasi oleh epitel yang menyelubungi glomerulus untuk mengumpulkan zat terlarut yang difiltrasi oleh glomerulus. (Leeson, 1996) ; (Sherwood, 2006) 3. Tubulus kontortus proksimal Cairan yang difiltrasi akan mengalir ke tubulus kontortus proksimal. Letak tubulus ini didalam korteks ginjal, panjangnya 14 mm dengan diameter 50-60nm. Bentuknya berkelok-kelok dan berakhir sebagai saluran yang lurus yang berjalan kearah medulla, yaitu ansa henle. (Leeson, 1996) 8.

(2) 9. 4. Ansa henle Ansa henle merupakan nefron pendek yang memiliki segmen yang tipis yang membentuk lengkung tajam berbentuk hufuf U. Bagian pars desendens dari ansa henle terbentang dari korteks ke bagian medulla, sedangkan pars asendens berjalan kembali dari medulla ke arah korteks ginjal. (Leeson, 1996) 5. Tubulus distal Setelah melewati ansa henle, maka akan berlanjut ke bagian nefron tubulus distal. Tubulus kontortus distal lebih pendek dari tubulus proksimal dan bagian tubulus distal ini berkelok-kelok di bagian korteks dan berakhir di duktus koligens. (Leeson, 1996) ; (Sherwood, 2006) 6. Duktus koligentes Duktus koligens merupakan saluran pengumpul yang akan menerima cairan dan zat terlarut dari tubulus distal. Duktus koligens berjalan dari dalam berkas medulla menuju ke medulla. Setiap duktus pengumpul yang berjalan ke arah medulla akan mengosongkan urin yang telah terbentuk ke dalam pelvis ginjal (Sherwood,2006).

(3) 10. Gambar 1. Struktur Ginjal (Nefron) ( http//en.wikipedia.org/wiki/nefron) II.1.2 Fisiologi Ginjal menjalankan fungsi yang vital sebagai pengatur volume dan komposisi kimia darah dengan mengeksresikan zat terlarut dan air secara selektif.. Fungsi utama ginjal ada dua, yaitu fungsi eksresi dan fungsi non. eksresi (Price SA, 2006). Komposisi dan volume cairan ekstraseluler ini dikontrol. oleh. filtrasi. glomerulus,. reabsorpsi,. dan. sekresi. tubulus.. (Sherwood, 2006) II.1.2.1 Filtrasi glomerulus Merupakan proses pertama dalam pembentukan urin. Air, ion dan zat makanan serta zat terlarut di keluarkan dari darah ke tubulus proksimal. Cairan yang difiltrasi dari glomerulus ke dalam kapsula Bowman harus melewati tiga lapisan yang membentuk membran glomerulus, yaitu dinding kapiler glomerulus, membrana basal dan lapisan dalam kapsula bowman..

(4) 11. Sel darah dan beberapa protein besar atau protein bermuatan negatif seperti albumin secara efektif tertahan oleh karena ukuran dan muatan pada membran filtrasi glomerular. Sedangkan molekul yang berukuran lebih kecil atau yang bermuatan postif, seperti air dan kristaloid akan tersaring. Tujuan utama filtrasi glomerulus adalah terbentuknya filtrat primer di tubulus proksimal (Sherwood, 2006). Tekanan yang berperan dalam proses laju filtrasi glomerulus adalah tekanan darah kapiler glomerulus, tekanan onkotik koloid plasma, dan tekanan hidrostatik kapsula bowman. Tekanan kapiler glomerulus adalah tekanan cairan yang ditimbulkan oleh darah di dalam kapiler glomerulus. Tekanan darah glomerulus yang meningkat ini mendorong cairan keluar dari glomerulus. untuk. glomerulus. dan. masuk. ke. merupakan. kapsula bowman di sepanjang kapiler gaya. utama. yang. menghasilkan. filtrasi. glomerulus (Sherwood, 2006). GFR dapat dipengaruhi oleh jumlah tekanan hidrostatik dan osmotik koloid melawan. yang melintasi membran glomerulus. filtrasi,. penurunan. konsentrasi. Tekanan onkotik plasma protein. plasma,. sehingga. menyebabkan peningkatan GFR. Sedangkan tekanan hidrostatik dapat meningkat secara tidak terkontrol dan dapat mengurangi laju filtrasi.. Untuk. mempertahankan GFR tetap konstan, maka dapat di kontrol oleh otoregulasi dan kontrol simpatis ekstrinsik (Sherwood, 2006). Mekanisme otoregulasi ini berhubungan dengan tekanan darah arteri, karena tekanan tersebut adalah gaya yang mendorong darah ke dalam kapiler glomerulus. Jika tekanan darah arteri meningkat, maka akan diikuti oleh peningkatan GFR. Untuk menyesuaikan aliran darah glomerulus agar tetap konstan,maka ginjal melakukannya dengan mengubah kaliber arteriol aferen, sehingga resistensi terhadap aliran darah dapat disesuaikan. Apabila GFR meningkat akibat peningkatan tekanan darah arteri, maka GFR akan.

(5) 12. kembali. menjadi normal oleh. konstriksi arteriol aferen. yang. akan. menurunkan aliran darah ke dalam glomerulus (Sherwood, 2006). Selain mekanisme otoregulasi, untuk menjaga GFR agar tetap konstan adalah. dengan kontrol simpatis ekstrinsik GFR. Diperantarai oleh masukan. sistem saraf simpatis ke arteriol aferen untuk mengatur tekanan darah arteri sehingga terjadi perubahan GFR akibat refleks baroreseptor terhadap perubahan tekanan darah(Sherwood, 2006). Dalam keadaan normal,. sekitar 20% plasma yang masuk ke. glomerulus di filtrasi dengan tekanan filtrasi 10 mmHg dan menghasilkan 180 L filtrat glomerulus setiap hari untuk GFR rata-rata 125 ml/menit pada pria dan 160 liter filtrat per hari dengan GFR 115 ml/menit untuk wanita (Sherwood, 2006).. II.1.2.2 Reabsorpsi Tubulus Reabsorpsi. tubulus. merupakan. proses. menyerap. zat-zat. yang. diperlukan tubuh dari lumen tubulus ke kapiler peritubulus. Proses ini merupakan transport transepitel aktif dan pasif karena sel-sel tubulus yang berdekatan dihubungkan oleh tight junction. Glukosa dan asam amino direabsorpsi seluruhnya di sepanjang tubulus proksimal melalui transport aktif.. Kalium dan asam urat hampir seluruhnya direabsorpsi secara aktif. dan disekresi kedalam tubulus distal. Reabsorpsi natrium terjadi secara aktif disepanjang tubulus kecuali pada ansa henle pars descendens.. H2O, Cl-,. dan urea direabsorpsi dalam tubulus proksimal melalui transpor pasif (Sherwood, 2006). Berikut ini merupakan zat-zat yang di reabsorpsi di ginjal : a. Reabsorpsi Glukosa Glukosa direabsorpsi secara transport aktif di tubulus proksimal. Proses reabsorpsi glukosa ini bergantung pada pompa Na ATP-ase, karena molekul Na tersebut berfungsi untuk mengangkut glukosa menembus.

(6) 13. membran kapiler tubulus dengan menggunakan energi (Sherwood, 2006). b. Reabsorpsi Natrium Natrium. yang. difiltasi. seluruhnya. di. glomerulus,. 98-99%. akan. direabsorpsi secara aktif di tubulus. Sebagian natrium 67% direabsorpsi di tubulus proksimal, 25% di reabsorpsi di lengkung henle dan 8% di tubulus distal dan tubulus pengumpul (Sherwood, 2006). Natrium yang direabsorpsi sebagian ada yang kembali ke sirkulasi kapiler dan dapat juga berperan penting untuk reabsorpsi glukosa, asam amino, air dan urea (Corwin, 2009) c. Reabsorpsi Air Air secara pasif direabsorpsi melalui osmosis di sepanjang tubulus. Dari H2 O yang difiltrasi, 80% akan direabsorpsi di tubulus proksimal dan ansa henle. Kemudian sisa H2 O sebanyak 20% akan direabsorpsi di tubulus distal dan duktus pengumpul dengan kontrol vasopressin (Sherwood, 2006). d. Reabsorpsi Klorida Ion klorida yang bermuatan negatif akan direabsorpsi secara pasif mengikuti bermuatan. penurunan positif.. gradien. Jumlah. Cl-. reabsorpsi aktif dari natrium yang yang direabsorpsi ditentukan oleh. kecepatan reabsorpsi Na (Sherwood, 2006). e. Reabsorpsi Kalium Kalium difiltrasi seluruhnya di glomerulus, kemudian akan direabsorpsi secara difusi pasif di tubulus proksimal sebanyak 50%, 40% kalium akan direabsorpsi di ansa henle pars asendens tebal, dan sisanya direabsorpsi di duktus pengumpul (Corwin, 2009). f.. Reabsorpsi Urea Urea merupakan produk akhir dari metabolisme protein. Ureum akan difiltrasi. seluruhnya. di. glomerulus,. kemudian. akan. direabsorpsi.

(7) 14. sebagian di kapiler peritubulus, dan urea tidak mengalami proses sekresi. Sebagian ureum akan direabsorpsi di ujung tubulus proksimal karena tubulus kontortus proksimal tidak permeable terhadap urea. Saat mencapai duktus pengumpul urea akan mulai direabsorpsi kembali (Sherwood, 2006). g. Reabsorpsi Fosfat dan Kalsium Ginjal secara langsung berperan mengatur kadar kedua ion fosfat dan kalsium dalam plasma. Kalsium difiltrasi seluruhnya di glomerulus, 40% direabsorpsi di tubulus kontortis proksimal dan 50% di reabsorpsi di ansa henle pars asendens. Dalam reabsorpsi kalsium di kendalikan oleh hormon paratiroid. Ion fosfat yang difiltrasi, akan direabsorpsi sebnayak 80% di tubulus kontortus proksimal kemudian sisanya akan di eksresikan ke dalam urin.. II.1.2.3 Sekresi Tubulus Sekresi adalah proses perpindahan zat dari kapiler peritubulus kembali ke lumen tubulus. Proses sekresi yg terpenting adalah sekresi H+,K + dan ion2 organik.. Proses sekresi ini melibatkan transportasi transepitel.. Di. sepanjang tubulus, ion H+ akan disekesi ke dalam cairan tubulus sehingga dapat tercapai keseimbangan asam basa. dalam tubulus distal.. Asam urat dan K + disekresi ke. Sekitar 5% dari kalium yang terfiltrasi akan. dieksresikan dalam urine dan kontrol sekresi ion K + tersebut diatur oleh hormon antidiuretik (ADH)..

(8) 15. Gambar 2. Fungsi filtrasi, reabsorpsi dan sekresi ginjal (www.shore.net/labask_nephron). II.1.2.4 Pembentukan Urin Yang Dihasilkan Oleh Filtrasi Glomerulus, Reabsorpsi Tubulus dan Sekresi Tubulus. Banyak zat yang harus dibersihkan dari darah terutama produk akhir metabolisme seperti urea, kreatinin, asam urat yang hanya sedikit direabsorpsi, dan disekresikan ke dalam lumen tubulus, sehingga laju eksresinya tinggi. Elektrolit seperti natrium, klorida, bikarbonat dan kalium banyak yang direabsorpsi, namun hanya sedikit yang dieksresikan ke urin. Kecepatan eksresi urin bergantung pada 3 proses dalam ginjal yaitu filtrasi, reabsorpsi dan sekresi yang dinyatakan dengan persamaan (Guyton, 2006) : Kecepatan ekskresi urin = Laju filtrasi – laju reabsorpsi + laju sekresi.

(9) 16. Jika suatu zat difiltrasi secara bebas oleh glomerulus, tetapi tidak di reabsorpsi atau disekresi menunjukkan bahwa laju eksresinya sama dengan laju filtrasi glomerulus. Zat tersebut adalah inulin dan kreatinin, yang akan dieksresi di urin seluruhnya setelah di filtrasi. Berbeda dengan ion elektrolit, karena elektrolit setelah di filtrasi bebas, akan direabsorpsi sebagian kembali ke sirkulasi. Oleh karena itu, laju eksresi urin pada elektrolit lebih rendah daripada laju filtrasi glomerulus. Zat seperti asma amino dan glukosa setelah difiltrasi, seluruhnya akan direabsorpsi oleh tubulus. Jika suatu zat setelah difiltrasi tidak. direabsorpsi,. namun disekresi di tubulus maka zat tersebut. dibersihkan dari darah dan dieksresi dalam jumlah besar ke urin. Kecepatan eksresi dihitung sebagai laju filtrasi ditambah dengan laju sekresi tubulus.. II.2 Gagal ginjal kronik II.2.1 Definisi dan Klasifikasi Gagal ginjal kronik adalah penurunan fungsi ginjal yang bertahap, progresif, menahun dan ireversibel. Gangguan fungsi yang menetap pada kedua fungsi glomerulus dan tubulus yang sangat berat sehingga ginjal tidak dapat mempertahankan lingkungan dalam tubuh tetap normal. Batasan ini dapat meliputi fungsi ringan tanpa keluhan, sering disebut penurunan fungsi ginjal kronik. (Syahbani, 1996).

(10) 17. Tabel 1. Kriteria penyakit ginjal kronik (NKF KDOQI Guidelines of CKD, 2002) 1. Kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus, dengan manifestasi : -. Kelainan patologis. -. Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah atau urin, atau kelainan dalam tes pencitraan.. 2. Laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1.73m2 selama 3 bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal. Pada pasien dengan gagal ginjal kronik, klasifikasi stadium ditentukan oleh nilai laju filtrasi glomerulus, yaitu stadium yang lebih tinggi menunjukan laju filtrasi glomerulus yang lebih rendah. Klasifikasi tersebut membagi penyakit ginjal kronik dalam 5 stadium.. Stadium pertama adalah kerusakan. ginjal dengan fungsi ginjal yang masih normal, stadium 2 adalah kerusakan ginjal dengan penurunan fungsi ginjal ringan, stadium 3 kerusakan ginjal dengan penurunan sedang fungsi ginjal, stadium 4 kerusakan ginjal dengan penurunan berat fungsi ginjal, dan stadium 5 adalah gagal ginjal.. Tabel 2. Laju Filtrasi Glomerulus dan Stadium Penyakit Ginjal Kronik Stadium. Fungsi ginjal. LFG (ml/menit/1.73m2) ≥ 90. 1. Kerusakan ginjal dengan LFG normal. 2. Penurunan ringan LFG. 60-89. 3. Penurunan sedang LFG. 30-59. 4. Penurunan berat LFG. 15-29. 5. Gagal ginjal. <15. Sumber : Sudoyo et al, 2009 ; (NKF KDOQI Guidelines of CKD, 2002).

(11) 18. Proses kerusakan ginjal oleh berbagai macam penyebab dapat mengakibatkan kerusakan yang progresif berupa kelainan seperti hiperfiltrasi glomerular,. mikroalbuminuria,. glomerulosklerosis.. albuminuria,. fibrosis. tubulus. distal. dan. Sesuai dengan tahapannya, akan terjadi perubahan yang. semakin berat dari biokimiawi darah atau manifestasi klinik antara lain, terjadi kenaikan tekanan darah, penurunan Hemoglobin, kenaikan kadar fosfat, penurunan kalsium, kenaikan kadar hormone paratiroid, peningkatan ueum, kreatinin, gangguan keseimbangan asam basa dan lain-lain (Naskah Lengkap Penyakit Dalam–PIT, 2010).. II.2.2 Etiologi Gagal ginjal kronik merupakan keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif dan ireversibel yang berasal dari berbagai penyebab.. Penyebab. gagal ginjal kronik yang tersering adalah diabetes (34%) dan hipertensi (21%) (Price, 2005).. Pielonefritis kronik dan penyakit ginjal polikistik sebanyak. 3.4% dari ESRD (U.S Renal Data System, 2000). Penyebab ESRD tersering yang ketiga adalah glomerulonefritis sebanyak 17% kemudian 21% penyebab ESRD yang jarang terjadi adalah uropati obstruktif, dan lupus eritematosus sistemik.. Penyebab. gagal ginjal kronik. lainnya adalah penyakit ginjal. hipertensif. Insiden hipertensi esensial berat yang berakhir dengan gagal ginjal kronik kurang dari 10%. Pada orang dewasa, gagal ginjal kronik yang berhubungan dengan infeksi saluran kemih dan ginjal (pielonefritis) jarang dijumpai (Sukandar, 2006).. II.2.3 Faktor Resiko Faktor risiko gagal ginjal kronik, yaitu pada pasien dengan diabetes melitus atau hipertensi, obesitas atau perokok, berumur lebih dari 50 tahun, dan individu dengan riwayat penyakit diabetes melitus, hipertensi, dan penyakit ginjal dalam keluarga (National Kidney Foundation, 2009)..

(12) 19. II.2.4 Patofisiologi Menurut teori nefron yang utuh (intac nephron), ginjal harus mempertahankan homeostasis dengan cara mengeksresi zat terlarut yang dikendalikan oleh nefron. Pada gagal ginjal kronik terjadi kerusakan unit nefron fungsional dan pengurangan masa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural.. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi yang. diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses. ini akhirnya. diikuti dengan. penurunan fungsi nefron yang. progresif. Perubahan fungsi nefron yang tersisa setelah kerusakan ginjal menyebabkan pembentukan jaringan ikat, sedangkan nefron yang masih utuh. akan. mengalami. peningkatan. beban. eksresi sehingga. terjadi. lingkaran setan hiperfiltrasi dan peningkatan aliran darah glomerulus. Demikian seterusnya, keadaan ini berlanjut menyerupai suatu siklus yang berakhir dengan Gagal Ginjal Terminal (GGT) atau End Stage Renal Disease (ESRD) (Price et al, 2005). Pada stadium gagal ginjal terminal terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus yang progresif. Akibat adanya penurunan laju filtrasi glomerulus, maka akan terjadi gangguan fungsi eksresi dan menyebabkan penurunan. eksresi. kalium. (hiperkalemia),. peningkatan. ureum. dan. kreatinin dalam darah dan terjadi penurunan reabsorpsi zat lain seperti fosfat, asam urat, HCO 3-, Ca2+, urea, asam amino. Gangguan dari fungsi ginjal tersebut menimbulkan hiperfosfatemia, hiperurikemia, dan asidosis metabolik. Anemia yang terjadi pada pasien GGK akibat gangguan pembentukan eritropoietin di ginjal. Gejala anemia tersebut ditandai dengan penurunan kadar Hb dan diikuti dengan penurunan kadar hematokrit darah (Price et al, 2005); (Silbernagl, 2007)..

(13) 20. II.2.5 Gambaran klinik Pada gagal ginjal kronis, gejala-gejalanya berkembang secara perlahan. Pada awalnya tidak ada gejala sama sekali, kelainan fungsi ginjal hanya dapat diketahui dari pemeriksaan laboratorium. Sejalan dengan perkembangan penyakit, maka lama kelamaan akan terjadi peningkatan kadar ureum darah semakin tinggi (uremia). Pada stadium ini, penderita. menunjukkan. gejala-gejala. fisik. yang. melibatkan kelainan. berbagai organ seperti : -. Kelainan saluran cerna. : Nafsu makan menurun, mual, muntah, dan fetor uremik. -. Kelainan kulit. : Urea frost dan gatal di kulit. -. Kelainan neuromuskuler : Tungkai lemah, parestesi, kram otot, daya konsentrasi menurun, insomnia, gelisah.. -. Kelainan kardiovaskuler : Hipertensi, sesak nafas, nyeri dada, edema.. -. Gangguan kelamin. : Libido menurun, nokturia, oligouria. GGK stadium awal terjadi penurunan GFR ringan. Kemudian secara perlahan tapi pasti akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada GFR sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan (asimptomatik), tetapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada GFR sebesar 30% mulai terjadi penurunan berat badan, hilangnya nafsu makan, gejala mual, badan lemah serta nokturia. Sampai GFR dibawah 30% pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah, dan lain. sebagainya.. Juga. terjadi gangguan. keseimbangan. air. seperti. hipovolemia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada LFG dibawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang.

(14) 21. lebih serius dan pasien sudah harus menjalani terapi pengganti ginjal antara lain dialisis atau transplantasi ginjal (Sukandar, 2006).. II.2.6 Gambaran Laboratorium Gambaran laboratorium pada gagal ginjal kronik ditemukan peningkatan kadar ureum dan serum kreatinin,. dapat juga dijumpai gambaran. laboratorium lain sebagai berikut : II.2.6.1 Anemia Anemia merupakan salah satu komplikasi GGK terjadi pada 80-90% penderita gagal ginjal kronik.. Apabila terjadi kerusakan pada. parenkim ginjal akibat gagal ginjal kronik, maka akan mengakibatkan penurunan. produksi. eritropoietin. sehingga. tidak. terjadi. proses. pembentukan eritrosit. Jika terjadi penurunan jumlah eritrosit, konsentrasi hemoglobin dan hematokrit, selama volume darah masih dalam batas normal disebut dengan anemia (Sudoyo, 2009). Disamping defisiensi eritropoietin, ada beberapa faktor lain yang turut berperan terhadap terjadinya anemia pada GGK, seperti anemia defisiensi besi. yang biasanya terjadi pada 25-45% pasien GGK.. Defisiensi besi pada GGK disebabkan oleh berbagai faktor seperti perdarahan dan nutrisi yang kurang. Selain itu, GGK dapat menyebabkan gangguan. mukosa. lambung. (gastropati. uremikum). yang. sering. menyebabkan perdarahan saluran cerna. Adanya toksin uremik pada penderita GGK akan mempengaruhi masa paruh dari sel darah merah menjadi pendek, pada keadaan normal 120 hari menjadi 70-80 hari dan toksin uremik ini dapat mempunyai efek inhibisi (menekan) eritropiesis. Kelainan morfologi darah paling sering ditemukan pada pasien GGK adalah bentuk anemia normositik normokrom (MCHC 32-36%, MCV 7894%) (PIT IPD-2010)..

(15) 22. II. 2.6.1.2 Patofisiologi Anemia Penyebab utama anemia pada GGK adalah defisiensi hormon eritropoietin.. Kira-kira 90% eritropietin dibentuk di ginjal, sisanya. dibentuk dalam hati. Sel-sel darah merah yang dibentuk di sumsum tulang berasal dari pluripoten stem cell. Hormon eritropoietin berfungsi untuk merangsang pertumbuhan dan diferensiasi dari progenitor eritroid, burst-forming-unit-erythroid (BFU-E) dan colony-forming-unit erythroid (CFU-E) menjadi eritroblast. Pada tahap proliferasi dan maturasi dari eritroblast menjadi pronormoblast dan retikulosit dibutuhkan zat besi, asam folat, vitamin B12, piridoksin dan asam askorbat.. Hormon. eritropoietin dibentuk oleh sel fibroblast yang spesifik pada jaringan interstisium tubulus proksimal ginjal sebagai respon terhadap keadaan hipoksia.. Pada GGK, jumlah nefron berkurang dan akibatnya terjadi. insufisiensi eritropoietin yang menyebabkan respon eritropoiesis terhadap hipoksia tidak efektif sehingga terjadi anemia. (PIT IPD-2010) II.2.6.1.3 Manifestasi klinis Anemia pada GGK Berat derajat anemia sejalan dengan penurunan fungsi ginjal. Anemia umumnya terjadi jika LFG <60ml/menit, akan tetapi manifestasi klinis yang nyata biasanya timbul pada LFG <30ml/mnt.. Menurut WHO,. anemia pada wanita bila Hb <12g/dL atau hematokrit <37% pada wanita, dan Hb <14 g/dL atau hematokrit <40% pada laki-laki (PIT IPD-2010). 2.6.1.4 Evaluasi Anemia pada GGK Evaluasi anemia dimulai bila kadar Hb <10g% : -. Hb, Ht, trombosit. -. Morfologi. eritrosit:. MCV. (Mean. Corpuscular. Volume),. MCH(Mean Corpuscular Hemoglobin), dan sediaan apus -. Hitung retikulosit. -. Analisis status besi meliputi: kadar besi serum, total iron binding capacity (TIBC), saturasi transferin dan kadar feritin serum.

(16) 23. II.2.6.2 Hiperurikemia Hiperurikemia sering terjadi pada GGK. Pada gagal ginjal terjadi gangguan eksresi ginjal sehingga asam urat terakumulasi di dalam darah (hiperurikemia). Kadar asam urat yang tinggi akan menyebabkan pengendapan kristal urat dalam sendi, sendi akan terlihat membengkak, meradang dan nyeri (Price et al, 2006). II.2.6.3 Hiponatremia Keseimbangan. natrium. masih. dapat. dipertahankan. pada. sebagian penderita GGK. Berdasarkan konsep intac nephron hypothesis, untuk. mempertahankan. keseimbangan. natrium. dalam. tubuh. akan. diimbangi oleh peningkatan eksresi natrium melalui ginjal (Sukandar, 2006).. Mekanisme peningkatan eksresi natrium ini dapat disebabkan. oleh pengeluaran hormon peptida natriuretik yang dapat menghambat reabsoprsi natrium pada tubulus ginjal. Bila fungsi ginjal terus memburuk disertai dengan penurunan jumlah nefron, natriuresis akan meningkat. Hiponatremia yang disertai dengan retensi air yang berlebihan akan menyebabkan dilusi natrium di cairan ekstraseluler. Keadaan hiponatremia dapat ditandai dengan gangguan saluran pencernaan berupa kram, diare, dan muntah. Pemberian garam natrium pada pasien GGK harus. dalam. mempertahankan. batas. toleransi. volume. pengawasan terhadap. cairan. maksimal. dengan. ekstravaskuler.. Oleh. tujuan. untuk. karena. itu. terjadinya hiponatremia sangat penting untuk. dilakukan pemeriksaan laboratorium elektrolit Na+ dalam darah dan urin (Price et al, 2006) ; (Sukandar, 2006). II.2.6.4 Hiperkalemia Hiperkalemia dapat terjadi pada pasien dengan gagal ginjal kronik apabila ginjal tidak mampu mensekresi kalium melalui tubulus ginjal. Gambaran klinis dari kelainan kalium ini berkaitan dengan sistem saraf dan otot jantung, rangka dan polos. Sehingga dapat menyebabkan.

(17) 24. kelemahan otot dan hilangnya refleks tendon dalam, gangguan motilitas saluran cerna dan kelainan mental (Price et al, 2006). Pada keadaan asidosis metabolik dapat memicu terjadinya hiperkalemia. Apabila konsentrasi ion H+ plasma meningkat, maka ion hidrogen tersebut akan berdifusi ke dalam sel-sel ginjal sehingga mengakibatkan kebocoran ion K + ke dalam plasma. Peningkatan konsentrasi ion H+ dalam sel ginjal akan menyebabkan peningkatan sekresi hidrogen, sedangkan sekresi kalium di ginjal akan berkurang. Hiperkalemia yang berat terjadi saat GFR <10ml/menit/1.73m2 (Corwin, 2009). Faktor-faktor yang dapat menyebabkan hiperkalemia pada GGK antara lain (Sukandar, 2006): a. Diuretika Golongan. spironolakton. akan. menyebabkan. penurunan. sekresi kalium melalui tubulus ginjal. b. Asupan Kalium berlebihan c. Asidosis Pada keadaan asidosis akut, ion K+ dapat berpindah dari cairan intraseluler ke cairan ekstraseluler sehingga konsentrasi kalium meningkat (hiperkalemia) d. Keadaan gagal jantung kongestif, hipertensi berat, deplesi garam dan air II.2.6.5. Proteinuria Proteinuria merupakan penanda untuk mengetahui penyebab. dari. kerusakan. ginjal. pada. GGK. seperti. diabetes. melitus,. glomerulonefritis dan hipertensi. Proteinuria glomerular berkaitan dengan sejumlah mekanisme memicu. penyakit. ginjal. menyebabkan terjadinya. yang. melibatkan. kenaikan. glomerulosklerosis.. glomerulus.. permeablilitas Sehingga. Beberapa. glomerulus molekul. dan. protein. berukuran besar seperti albumin dan imunoglobulin akan bebas melewati.

(18) 25. membran. filtrasi.. Pada. keadaan. proteinuria. berat. akan. terjadi. pengeluaran 3,5 g protein atau lebih yang disebut dengan sindrom nefrotik (Price et al, 2006) ; (Baron, 1995). II.2.6.6. Hiperfosfatemia Penurunan faal ginjal mengakibatkan penurunan eksresi fosfat. sehingga fosfat banyak yang berada dalam sirkulasi darah. Hal ini akan menyebabkan. hiperparatiroidisme. sekunder.. Kerusakan. yang. ditimbulkan adalah kalsifikasi pada jaringan lunak seperti otot, pembuluh darah dan ginjal (Sukandar, 2006). II.2.6.7. Hipokalsemia Hipokalsemia. pada. GGK. disebabkan. oleh. gangguan. penyerapan kalsium di usus akibat gangguan pembentukan metabolit aktif vitamin D di ginjal yaitu 1,25-dihidroksikalsiferol. Kelainan yang berkaitan. dengan. hipokalsemia. adalah. hiperfosfatemia,. osteodistrofi. renal dan hiperparatiroidisme sekunder (Sukandar, 2006). II.2.6.8. Asidosis. Pada gagal ginjal kronik, asidosis metabolic dapat terjadi akibat penurunan kemampuan ginjal untuk mengeksresikan ion H+ disertai dengan penurunan kadar bikarbonat (HCO 3 ) dan pH plasma. Patogenesis asidosis metabolic pada gagal ginjal kronik : a. Penurunan eksresi amonia karena kehilangan sejumlah nefron b. Penurunan eksresi fosfat c. Kehilangan sejumlah bikarbonat melalui urin Derajat asidosis ditentukan oleh penurunan pH darah. Apabila penurunan pH darah kurang dari 7.35 dapat dikatakan asidosis metabolic. Asidosis dapat menyebabkan gejala saluran cerna seperti mual, muntah, anoreksia dan lelah. Salah satu gejala khas akibat asidosis metabolik adalah pernafasan kussmaul yang timbul karena kebutuhan untuk meningkatkan.

(19) 26. ekskresi. karbon. dioksida. untuk. mengurangi. keparahan. asidosis. (Sukandar, 2006) ; (Price et al, 2006).. II.2.6.9. Uremia Kadar urea yang tinggi dalam darah disebut uremia. Penyebab. dari uremia pada GGK adalah akibat gangguan fungsi filtrasi pada ginjal sehingga dapat terjadi akumulasi ureum dalam darah. Urea dalam urine dapat berdifusi ke aliran darah dan menyebabkan toksisitas yang mempengaruhi glomerulus dan mikrovaskularisasi ginjal atau tubulus ginjal (Sacher, 2004); (Sukandar, 2006). Bila filtrasi glomerulus kurang dari 10% dari normal, maka gejala klinis uremia mulai terlihat. Pasien akan menunjukkan gejala iritasi traktus gastrointestinalis, gangguan neurologi, nafas seperti amonia (fetor uremikum), perikarditis uremia, dan pneumonitis uremik. Ganguan pada serebral dapat terjadi pada keadaan ureum yang sangat tinggi dan menyebabkan koma uremikum (Baron, 1995).. II.2.7 Diagnosis Pendekatan diagnosis gagal ginjal kronik adalah sebagai berikut : -. Memastikan adanya penurunan faal ginjal (GFR). -. Memastikan etiologi GGK yang mungkin dapat dikoreksi. -. Mengidentifikasikan semua faktor yang memperburuk faal ginjal. -. Menentukan strategi terapi rasional. -. Meramalkan prognosis. 2.7.1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik diagnosis Anamnesis. harus. terarah. dengan. mengumpulkan. semua. keluhan yang berhubungan dengan retensi atau akumulasi toksin azotemia, etiologi GGK, perjalanan penyakit termasuk semua factor yang memperburuk faal ginjal. Gambaran klinik makin nyata bila.

(20) 27. pasien sudah masuk ke fase terminal yaitu gagal ginjal terminal dengan melibatkan banyak organ seperti system hemopoiesis, saluran cerna, saluran nafas, mata, kulit, selaput serosa, sistem kardiovaskuler dan. neuropsikiatri.. Semua. factor. etiologi yang mungkin dapat. dikoreksi biasanya sulit terungkap pada anamnesis dan pemeriksaan fisik diagnosis. Tetapi informasi ini sangat penting sebagai acuan penetapan diagnosis dengan memakai sarana penunjang laboratorium dan pemeriksaan yang lebih spesifik (Sukandar, 2006).. 2.7.2. Pemeriksaan Laboratorium kimia darah untuk faal ginjal Tujuan. pemeriksaan. laboratorium. yaitu. memastikan. dan. menentukan derajat penurunan GFR, identifikasi etiologi, menentukan perjalanan penyakit termasuk semua faktor yang memperburuk faal ginjal yang sifatnya reversibel. 2.7.2.1 Kreatinin Merupakan produk akhir dari metabolisme kreatin otot dan kreatin fosfat. Dapat ditemukan dalam otot rangka. Kreatinin serum telah menjadi penanda umum untuk mengetahui fungsi ginjal. Karena proses filtrasi kreatinin terutama di ginjal. Apabila produksi kreatinin konstan dan eliminasi kreatinin melalui ginjal berkurang,. maka. akan. terjadi peningkatan. serum kreatinin.. Peningkatan kreatinin serum 3 kali lipat menandakan kehilangan fungsi ginjal 75%. Nilai normal kreatinin dalam darah : Pria. : 0.6 - 1,3 mg/dl atau 45-132.5 mmol/L. Wanita : 0.5 - 0.9 mg/dl.

(21) 28. 2.7.2.2 eGFR Penyakit ginjal kronik ditentukan berdasarkan adanya penurunan laju filtrasi glomerulus yang terjadi selama 3 bulan atau lebih.. Laju filtrasi glomerulus merupakan pengukuran spesifik. untuk mengetahui kapasitas filtrasi glomerulus dan fungsi ginjal. Cara yang paling sering digunakan dalam menghitung GFR adalah dengan. menggunakan. klirens.. Klirens adalah jumlah volume. plasma yang dibersihkan dari glomerulus pada periode waktu tertentu. Nilai klirens zat yang dibersihkan di glomerulus dengan cara difiltrasi, tanpa di reabsorpsi dan di sekresi dapat digunakan untuk mengukur besarnya GFR. Klirens setara dengan konsentrasi suatu substansi dalam urin (Uc), dikalikan laju aliran urin (Uvol), dan. dibagi. konsentrasi. plasma. (Pc). dengan. hasil. mL/menit/1.73m2.. National Kidney Foundation (NKF)/Kidney Disease Outcome Quality (KDOQi) menggunakan estimasi GFR (eGFR) untuk menentukan tahapan penyakit ginjal kronik dengan formula eGFR yang didasarkan pada nilai serum kreatinin. Dasar pemilihan rumus ini karena kadar kreatinin yang berbeda-beda yang dapat di pengaruhi oleh masa otot yang berbeda tiap orang berdasarkan usia, jenis kelamin, ras, luas permukaan tubuh. Pada usia tua terjadi penurunan masa otot dan pengaruhnya akan merendahkan kadar kreatinin.. Kadar kreatinin darah laki-laki lebih tinggi.

(22) 29. daripada perempuan, karena masa otot laki-laki lebih banyak. Pengaruh luas permukaan tubuh atau berat badan terhadap kadar kreatinin, pada keadaan malnutrisi akan terjadi penurunan masa otot dan merendahkan kadar kreatinin. Ras juga mempengaruhi kadar kreatinin, pada ras orang Amerika-Afrika masa otot lebih banyak daripada ras Kaukasia, sehingga kadar kreatinin orang Amerika-Afrika cenderung meningkat. Rumus yang paling sering digunakan pada orang dewasa adalah rumus Cockroft-Gault karena relatif sederhana dan akurat (AJKD, 2002) ; (Sudoyo, 2009). Rumus Cockroft-Gault : LFG (mL/mnt/1.73m2) = (140-umur) x Berat Badan * 72x kreatinin plasma (mg/dL) *Pada perempuan dikalikan 0.85 Alasan. pemilihan. rumus. Cockroft-Gault. dalam. penelitian ini adalah karena rumus tersebut banyak di gunakan oleh paramedis dan rumus tersebut sangat mudah dan sederhana, serta variabel yang digunakan untuk menghitung eGFR seperti serum kreatinin, usia, jenis kelamin dan luas permukaan tubuh terdapat dalam rekam medis pasien gagal ginjal kronik. Persamaan lain yang digunakan untuk menghitung eGFR adalah Modification of Diet in Renal Disease (MDRD) bagi pasien usia >18 tahun : eGFR = 175 x (serum creatinin). -1.154. (Usia)-0.203 x (0.742 jika. wanita) x (1.212 jika African-American) Dari. hasil. perhitungan. estimasi. GFR. tersebut. digunakan untuk mengetahui derajat GGK berdasarkan stadium gagal ginjal kronik menurut NKF-KDOQI. Jika hasil estimasi GFR kurang dari 60mL/menit/1.73m2, maka sudah terjadi kerusakan ginjal..

(23) 30. II.2.8 Komplikasi Gagal ginjal kronik dapat menyebabkan berbagai komplikasi sebagai berikut (Tierney Lawrance et al, 2005): a. Hiperkalemia b. Asidosis metabolik c. Komplikasi kardiovaskuler (hipertensi dan gagal jantung kongestif) d. Kelainan hematologi (anemia) e. Osteodistrofi renal f.. Gangguan neurologi (neuropati perifer dan ensefalopati). g. Tanpa pengobatan akan terjadi koma uremik II. 3 Tinjauan Karakteristik Pemersiksaan Laboratorium Gagal Ginjal Kronik dan Hubungannya dengan GFR (Glomerular Filtration Rate) II.3.1 Ureum Pemeriksaan kadar ureum digunakan untuk mengetahui gangguan fungsi. ginjal.. Ureum. metabolit dari protein.. merupakan. substansi. endogen. yang. merupakan. Protein makanan dipecah menjadi asam amino,. kemudian akan dipecah menjadi senyawa amonia oleh bakteri. Di dalam hati, senyawa amonia tersebut akan diubah menjadi ureum dan masuk kedalam sirkulasi kemudian di eksresikan ke urin melalui ginjal. Lebih dari 90% ureum darah dibersihkan lewat ginjal (Baron, 1995); (Sacher, 2004). Ureum sangat bergantung pada filtrasi glomerulus di ginjal. Karena ureum seluruhya akan difiltrasi di ginjal, dan sedikit di reabsorpsi dengan masuk ke kapiler peritubulus, namun tidak mengalami sekresi di tubulus. Kadar ureum akan meningkat jika terjadi kerusakan fungsi filtrasi, sehingga ureum akan berakumulasi dalam darah. Peningkatan kadar ureum ini akan seiring dengan menurunnya fungsi filtrasi ginjal pada gagal ginjal kronik. Kadar Ureum normal : 10-50 mg/dL.

(24) 31. II.3.2 Asam Urat Asam urat adalah produk akhir metabolisme purin. Purin (adenine dan guanine) merupakan konstituen asam nukleat. Didalam tubuh pertukaran purin terjadi terus menerus seiring dengan sintesis dan penguraian RNA dan DNA. Asam urat disintesis di hati dalam suatu reaksi yang dikatalisis oleh enzim xantin oksidase. Asam urat dalam sirkulasi yang difiltrasi oleh ginjal hampir seluruhnya direabsorpsi di tubulus ginjal dan di eksresikan melalui urin (Sacher, 2004); (Baron, 1995). Jika terjadi penurunan filtrasi glomerulus pada gagal ginjal kronik dapat menyebabkan gangguan eksresi asam urat dan terjadi akumulasi asam urat dalam darah (hiperurikemia). Selain itu, Peningkatan kadar asam urat dalam urin dan serum dapat bergantung kepada fungsi ginjal, kecepatan metabolisme purin, dan asupan diet makanan yang mengandung purin (Sutedjo, 2007). Pemeriksaan asam urat darah tidak dapat dijadikan indikator untuk deteksi dini dari GGK, karena tidak mempunyai hubungan erat dengan derajat penurunan fungsi ginjal dan banyak dipengaruhi oleh banyak faktor dalam metabolisme asam urat tersebut. Namun dapat digunakan untuk mengetahui manifestasi klinik dari gagal ginjal kronik berupa hiperurisemia (Sukandar, 2006). Nilai normal dalam darah : Pria. : 3.4 - 8.5 mg/dl. Wanita : 2.8 – 7.3 mg/dl II.3.3 Natrium Natrium adalah ekstraseluler,. mempunyai. kation fungsi. terdapat untuk. banyak. pada. mempertahankan. cairan elektrolit cairan. tubuh.. Elektrolit ini memiliki banyak fungsi dalam tubuh, termasuk konduksi impuls neuromuskuler melalui pompa natrium, aktivitas enzim, osmolalitas cairan intravaskular, pengaturan keseimbangan asam-basa, dan lain-lain. Keadaan.

(25) 32. hiponatremia dapat disebabkan oleh adanya penurunan volume plasma disertai dengan peningkatan osmolalitas cairan ekstravaskuler. Ion natrium yang di filtrasi di glomerulus, hampir seluruhnya di reabsorpsi di tubulus dan kembali ke darah. Oleh karena itu, laju eksresi urin terhadap ion natrium lebih rendah daripada laju filtrasi glomerulus. Pemeriksaan adanya hiponatremia ini dapat digunakan untuk mendeteksi gangguan keseimbangan elektrolit pada pasien GGK. Nilai normal dalam serum : 135-145mEq/L atau 135-145mmol/L Dalam urin. : 40-220mEq/L/24jam. II.3.4 Kalium Kalium adalah elektrolit yang berada pada cairan vaskuler, dan 90% dikeluarkan melalui urin, rata-rata 40mEq/L. Dalam proses eksresi urin, laju ekresi kalium dipengaruhi oleh laju filtrasi kalium (GFR dikali dengan konsentrasi kalium plasma), laju reabsorpsi kalium oleh tubulus dan laju sekresi kalium oleh tubulus. Peningkatan kadar kalium (hiperkalemia) pada GGK dapat disebabkan karena adanya kegagalan reabsorpsi dan sekresi kalium di cairan ekstraselular. Sehingga, pada penurunan GFR yang berat akan disertai dengan hiperkalemia berat. Nilai normal Kalium : 3.5-5.0mEq/L atau 95-105 mmol/L II.3.5 Proteinuria Proteinuria adalah keadaan terdapatnya protein dalam urin. Pada gagal ginjal kronik, kerusakan ginjal yang mengakibatkan perubahan pada endotel pembuluh darah, sel otot polos pembuluh darah maupun pada sel mesangial ginjal yang dapat meningkatkan tekanan glomerular, sehingga berkurangnya filtrasi pada ginjal akan menyebabkan terjadinya perubahan yang mengarah kepada terjadinya glomerulosklerosis yang berakhir dengan gagal ginjal. Protein plasma dengan berat molekul rendah. mudah disaring melalui. mebrana basalis glomerular dan direabsorpsi oleh sel tubuler, adanya.

(26) 33. peningkatan eksresi protein dalam urin menunjukkan kerusakan tubuler. Jika protein dengan berat molekul tinggi seperti albumin dapat melewati membran glomerulus, maka laju filtrasi dari membran glomerulus itu akan berkurang dan. menyebabkan. proteinuria.. Pemeriksaan proteinuria dapat dijadikan. penanda dari penurunan fungsi ginjal yang progresif. Kriteria proteinuria : Proteinuria ringan : <0.5gr/hari Proteinuria sedang : 0.5-3gr/hari Proteinuria berat : >3gr/hari II.4 KERANGKA KONSEP Pemeriksaan laboratorium gagal ginjal kronik. GFR Kadar Ureum. -. Cystatin C Inulin PAH PSP Creatinin Clearance Ureum Clearance. eGFR. - Serum kreatinin - Usia - Jenis Kelamin - Luas Permukaan Tubuh (BB). Keterangan : Variabel yang diteliti. Variabel yang tidak diteliti. Kadar Asam Urat Anemia (kadar Hb) Elektrolit darah : - Natrium - Kalium Proteinuria.

(27) 34. II.5 HIPOTESIS PENELITIAN a. Terdapat hubungan antara eGFR dengan kadar ureum pada pasien GGK di RS.Bhaktiyudha Depok b. Terdapat hubungan antara eGFR dengan kadar Hb pada pasien GGK di RS.Bhaktiyudha Depok c. Terdapat hubungan antara derajat GGK dengan kadar asam urat pada pasien GGK di RS. Bhakti Yudha Depok d. Terdapat hubungan antara derajat GGK dengan kadar natrium pada pasien GGK di RS. Bhakti Yudha Depok e. Terdapat hubungan antara derajat GGK dengan kadar kalium pada pasien GGK di RS. Bhakti Yudha Depok f.. Terdapat hubungan antara derajat GGK dengan terjadinya proteinuria pada pasien GGK di RS. Bhakti Yudha Depok.

(28)

Gambar

Gambar  1. Struktur  Ginjal  (Nefron)   ( http//en.wikipedia.org/wiki/nefron)  II.1.2 Fisiologi
Gambar  2. Fungsi  filtrasi,  reabsorpsi  dan sekresi  ginjal  (www.shore.net/labask_nephron)
Tabel  1.  Kriteria  penyakit  ginjal  kronik  (NKF KDOQI Guidelines  of CKD,  2002)

Referensi

Dokumen terkait

serta penurunan kadar kalsitriol akibat berkurangnya massa ginjal pada gagal ginjal kronik. Peningkatan kadar fosfat dalam darah, yang sebagian besar dalam bentuk

Ureum dan Kreatinin Darah pada Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani. Universitas

Simpulan Penelitian: Ada hubungan antara gagal ginjal kronik dengan tebal parenkim ginjal (p &lt; 0,05), di mana pasien gagal ginjal kronik rata-rata memiliki tebal

Jumlah akumulasi kompleks Hg dan Cd; kompleks Hg, Cd dan Pb yang tersebar acak di dalam jaringan sel organ hati, ginjal, insang, jaringan ikat dan disekitar pembuluh darah

- Pada gagal ginjal yang kronis akan terjadi kerusakan sel yang mengsintesa eritropoietin dengan akibat terjadinya gangguan sintesa sel darah

Gagal ginjal kronik juga merupakan suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan Gagal ginjal kronik juga merupakan suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi ginjal

Faktor risiko gagal ginjal kronik, yaitu pada pasien dengan diabetes melitus atau hipertensi, penyakit autoimun, batu ginjal, sembuh dari gagal ginjal akut,

Menyatakan bahwa penelitian yang berjudul : “Hubungan Pengetahuan Remaja Tentang Gagal Ginjal Kronik Dengan Perilaku Pencegahan Gagal Ginjal Kronik di Taman Markum