• Tidak ada hasil yang ditemukan

Riko Novianto Auditor BPK Kalimantan Barat dan Rafiudin Hanafiah Dosen Tetap FE UNTAG Cirebon

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Riko Novianto Auditor BPK Kalimantan Barat dan Rafiudin Hanafiah Dosen Tetap FE UNTAG Cirebon"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA

PERIMBANGAN DAN KINERJA KEUANGAN

TERHADAP ALOKASI BELANJA MODAL PADA

PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI

KALIMANTAN BARAT

Riko Novianto

Auditor BPK Kalimantan Barat dan

Rafiudin Hanafiah

Dosen Tetap FE UNTAG Cirebon

ABSTRACT

The purpose of this study was to analyze influence of Local Own Revenue, General Allocation Fund, Special Allocation Fund, Revenue Sharing Fund, previous year Regional Financial Independence level and previous year Regional Financial Effectiveness Level towards the Capital Expenditures at the regencies/municipalities in the West Kalimantan province. This study is causality researches that have hypothesis testing nature. Data collection method used is documentation method, which is done by using financial data from 14 local governments Budget Realization Report in West Kalimantan Province from 2009 to 2013. Hypothesis testing used significance test and multiple linear regression analysis. Partial result of this hypothesis testing concluded that Local Own Revenue, General Allocation Fund, Special Allocation Fund, Revenue Sharing Fund and previous year Regional Financial Effectiveness Level has positive influence and significant impact on capital expenditure. While, previous year Regional Financial Independence level hasn’t affect the capital expenditures.

Keywords:

Local Own Revenue, General Allocation Fund, Special Allocation Fund, Revenue Sharing Fund, previous year Regional Financial Independence and previous year Regional Financial Effectiveness Level

(2)

Seiring dengan perubahan kepemimpinan nasional dari Orde Baru menuju Orde Reformasi, pola hubungan antara Pemerintah Daerah dengan Pemerintah Pusat mengalami perubahan, dimana sebelum reformasi, sistem pemerintahan yang dianut bersifat sentralistik, kemudian semenjak tahun 1999 berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era otonomi daerah yang ditandai dengan adanya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah yang telah dilakukan revisi menjadi Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004. Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 mengatur mengenai kewenangan pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan diarahkan untuk mempercepat kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan keuangan daerah sendiri. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah didanai dari dan atas beban anggaran pendapatan dan belanja daerah yang disusun secara tahunan dan ditetapkan dengan peraturan daerah.

Dengan adanya otonomi, daerah diharapkan menjadi mandiri di dalam pengelolaan keuangan yang ditandai dengan makin kuatnya Kapasitas Fiskal atau PAD suatu daerah sehingga daerah tidak bergantung kepada pemerintah pusat maupun Provinsi melalui Dana Perimbangan sesuai tujuan pelaksanaan otonomi untuk mendukung terciptanya kemandirian daerah. Pemerintah daerah diharapkan dapat mengelola Peningkatan PAD secara tepat dengan mengalokasikan dana tersebut pada jenis belanja yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Kemampuan suatu daerah untuk membiayai kegiatan operasional berbeda-beda, sehingga untuk mengurangi ketimpangan fiskal antar daerah tersebut Pemerintah Pusat memberikan bantuan dalam bentuk Dana Perimbangan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah. Menurut UU No. 32 Tahun 2004 Perimbangan keuangan antara pemerintah dan pemerintah daerah adalah suatu sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan dan bertanggung jawab dalam rangka pendanaan penyelenggaraan desentralisasi dengan mempertimbangkan potensi, kondisi dan kebutuhan daerah serta besaran pendanaan penyelenggaran dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Dana perimbangan terbagi atas Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Bagi Hasil. Kebijakan penggunaan semua dana tersebut diserahkan kepada Pemerintah Daerah untuk dikelola dan digunakan secara efektif dan

(3)

efisien oleh Pemerintah Daerah dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada publik.

Menurut Ditjen Keuangan Daerah Kemendagri (2013) mayoritas dana transfer yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah digunakan untuk mensejahterakan pegawai negeri sipil (PNS). Hal tersebut terlihat dari data yang diformulasi oleh Institute for Development of

Economics and Finance (Indef) yang dikutip oleh Ditjen Keuangan Daerah

Kemendagri (2013) bahwa pada tahun 2013, rata-rata belanja pegawai pemerintah kabupaten/kota sebesar sebesar 49 persen, sedangkan rata-rata belanja modal hanya 25,3 persen. Hal tersebut mengindikasikan bahwa dana transfer daerah yang jumlahnya terus meningkat tidak dapat mendorong pertumbuhan ekonomi secara signifikan karena habis untuk belanja pegawai.

Menurut Ditjen Keuangan Daerah Kemendagri (2013) Pendapatan Asli Daerah (PAD) juga belum dapat mendorong peningkatan belanja modal, karena pemerintah daerah pada umumnya masih bergantung pada transfer daerah. disebabkan BUMD banyak yang tidak efisien, retribusi daerah telah mulai dipangkas karena menghambat investasi dan pendapatan Badan Layanan Umum (BLU) kecil karena urgensinya ke pelayanan.

Analisis rasio keuangan daerah terhadap anggaran pendapatan belanja daerah perlu dilaksanakan (Halim, 2008). Rasio keuangan dapat digunakan untuk menilai kemandirian keuangan daerah dalam membiayai penyelenggaraan otonomi daerah, mengukur efisiensi dan efektifitas dalam merealisasikan pendapatan daerah, mengukur sejauh mana aktifitas Pemerintah Daerah dalam membelanjakan pendapatan daerahnya, mengukur kontribusi masing-masing sumber pendapatan dalam pembentukan pendapatan daerah, melihat pertumbuhan atau perkembangan perolehan pendapatan dan pengeluaran yang dilakukan selama periode waktu tertentu (Halim, 2008).

Rasio Kemandirian Keuangan Daerah mencerminkan keadaan otonomi suatu daerah yang diukur dengan besarnya PAD terhadap jumlah total pendapatan daerah, sehingga memunculkan permasalahan suatu daerah yang dikatakan mandiri dapat meningkatkan jumlah belanja modal untuk pelayanan publik (Ardhini dan Handayani, 2011). Semakin tinggi rasio kemandirian mengandung arti bahwa tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak eksternal pemerintah pusat dan provinsi semakin rendah (Mahmudi, 2010).

Rasio Keuangan Efektivitas daerah dinilai dengan membandingkan jumlah realisasi PAD dan target PAD (dihitung berdasarkan alokasi PAD tahun bersangkutan), sehingga suatu daerah dapat dikatakan efektif apabila

(4)

jumlah realisasi pendapatan lebih tinggi daripada target yang ditetapkan (Ardhini dan Handayani, 2011). Sehingga kemampuan dan efektivitas keuangan daerah dalam merealisasikan PAD akan memperlihatkan tingkat kemandirian daerah dalam mengelola potensi dan manajemen keuangan daerah (Sularso dan Restianto, 2011).

Menurut Yustikasari dan Darwanto (2007), faktor-faktor fundamental yang mempengaruhi keputusan dalam pengalokasian belanja daerah, termasuk pengalokasian belanja modal dibagi menjadi 2 variabel, yakni variabel non keuangan dan variabel keuangan. Variabel non keuangan meliputi: kebijakan pemerintahan dan kondisi makroekonomi, sedangkan variabel keuangan meliputi: ukuran-ukuran atau jenis-jenis penerimaan pemerintah daerah lainnya. Variabel non keuangan yang digunakan adalah pertumbuhan ekonomi sebagai cerminan kondisi makroekonomi daerah yang diteliti, sedangkan variabel keuangan yang digunakan adalah beberapa ukuran atau jenis penerimaan daerah meliputi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU).

Menurut Yustikasari dan Darwanto (2007), faktor-faktor fundamental yang mempengaruhi keputusan dalam pengalokasian belanja daerah, termasuk pengalokasian belanja modal dibagi menjadi 2 variabel, yakni variabel non keuangan dan variabel keuangan. Variabel non keuangan meliputi: kebijakan pemerintahan dan kondisi makroekonomi, sedangkan variabel keuangan meliputi: ukuran-ukuran atau jenis-jenis penerimaan pemerintah daerah lainnya. Variabel non keuangan yang digunakan adalah pertumbuhan ekonomi sebagai cerminan kondisi makroekonomi daerah yang diteliti, sedangkan variabel keuangan yang digunakan adalah beberapa ukuran atau jenis penerimaan daerah meliputi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU).

Belanja modal dapat menunjang kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan pelayanan publik dalam membentuk karakter daerah yang mandiri (Mardiasmo, 2009). Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah, pemerintah pusat terus menghimbau pemerintah daerah (pemda) agar persentasi belanja modal terus ditingkatkan sebesar 30 persen. Persentase tersebut bahkan lebih tinggi dua persen daripada target untuk 2013 yaitu 28 persen. namun masih banyak pemda yang merasa kesulitan untuk mencapai target tersebut (Ditjen Keuangan Daerah Kemendagri:2013).

Berdasarkan data Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Kabupaten/Kota pada Provinsi Kalimantan Barat Tahun Anggaran 2013 menunjukkan bahwa alokasi belanja modal dari seluruh total belanja daerah

(5)

per masing-masing pemerintah kabupaten/kota masih rendah. Hal tersebut terlihat pada tabel berikut:

Tabel 1

Persentase Alokasi Belanja Modal pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimatan Barat TA 2013

No. Nama Pemerintah Daerah Anggaran Belanja

Modal (Rp) Anggaran Total Belanja (Rp) Alokasi Belanja Modal 1. Kabupaten Bengkayang 152.769.830.963,14 731.889.543.130,00 20,87% 2. Kabupaten Landak 328.024.807.265,00 895.496.723.433,96 36,63%

3. Kabupaten Kapuas Hulu 315.391.059.920,00 1.019.977.220.152,00 30,92%

4. Kabupaten Ketapang 333.806.887.994,00 1.202.764.205.117,00 27,75% 5. Kabupaten Pontianak 135.079.481.161,00 604.421.654.450,00 22,35% 6. Kabupaten Sambas 256.623.065.683,38 1.046.131.049.258,70 24,35% 7. Kabupaten Sanggau 250.683.680.019,00 1.032.777.780.440,00 24,27% 8. Kabupaten Sintang 279.890.043.357,00 1.063.798.632.886,00 26,31% 9. Kota Pontianak 392.503.008.774,00 1.321.925.766.962,00 29,69% 10. Kota Singkawang 208.618.188.675,00 715.068.374.314,00 29,17% 11. Kabupaten Sekadau 214.492.887.493,00 584.916.319.284,50 36,67% 12. Kabupaten Melawi 194.169.415.509,06 690.995.266.014,49 28,10%

13. Kabupaten Kayong Utara 182.872.389.475,00 527.247.012.329,01 34,68%

14. Kabupaten Kubu Raya 274.719.498.131,00 934.478.403.892,00 29,40%

Sumber: Hasil Olahan data LRA Pemerintah Kabupaten/Kota tahun 2013 di Provinsi Kalimantan Barat.

Berdasarkan tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa masih rendahnya alokasi belanja modal dibandingkan terhadap keseluruhan total belanja daerah. Namun berdasarkan target persentase belanja modal pemerintah daerah yang ditetapkan oleh Ditjen Keuangan Daerah Kemendagri sebesar 28% untuk tahun 2013, masih terdapat enam pemerintah daerah di provinsi Kalimantan Barat yang belum mencapai target tersebut diantaranya Pemerintah Kabupaten Bengkayang, Pemerintah Kabupaten Ketapang, Pemerintah Kabupaten Pontianak, Pemerintah Kabupaten Sambas, Pemerintah Kabupaten Sanggau, Pemerintah Kabupaten Sintang.

Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Fitri (2013), Sianipar (2011) serta Ardhini dan Handayani (2011). Fitri (2013) meneliti tentang Pengaruh Rasio Keuangan Daerah, Pendapatan Asli Daerah,

(6)

Dana Alokasi Umum terhadap Alokasi Belanja Modal pada Kabupaten/Kota di Provinsi Riau Tahun 2009 – 2012 dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa Rasio Kemandirian Keuangan Daerah, Rasio Efektivitas Keuangan Daerah, Rasio Efisiensi Keuangan Daerah dan DAU tidak berpengaruh terhadap alokasi belanja modal di kabupaten/kota provinsi Riau, sedangkan PAD berpengaruh terhadap alokasi belanja modal.

Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Fitri (2013), Sianipar (2011) serta Ardhini dan Handayani (2011). Fitri (2013) meneliti tentang Pengaruh Rasio Keuangan Daerah, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum terhadap Alokasi Belanja Modal pada Kabupaten/Kota di Provinsi Riau Tahun 2009 – 2012 dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa Rasio Kemandirian Keuangan Daerah, Rasio Efektivitas Keuangan Daerah, Rasio Efisiensi Keuangan Daerah dan DAU tidak berpengaruh terhadap alokasi belanja modal di kabupaten/kota provinsi Riau, sedangkan PAD berpengaruh terhadap alokasi belanja modal.

Sianipar (2011) meneliti tentang Analisis pengaruh pendapatan Asli Daerah dan Dana Perimbangan terhadap pengalokasian belanja modal pada kabupaten/kota di Sumatera Utara dengan hasil penelitian membuktikan bahwa secara parsial variabel Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus berpengaruh secara signifikan terhadap pengalokasian belanja modal di kabupaten/kota di Sumatera Utara, sedangkan Dana Bagi Hasil Pajak dan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pengalokasian belanja modal. Secara simultan, PAD dan Dana perimbangan berpengaruh signifikan terhadap pengalokasian belanja modal di kabupaten/kota di Sumatera Utara.

Tujuan Penelitian ini adalah untuk memberikan bukti empiris mengenai pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi khusus (DAK), Dana Bagi Hasil (DBH), Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah tahun sebelumnya dan Tingkat Efektivitas Keuangan Daerah Tahun Sebelumnya terhadap Belanja Modal pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Barat.

LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

1. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Alokasi Belanja Modal.

PP No 58 tahun 2005 menyatakan bahwa APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintah dan kemampuan daerah dalam menghasilkan pendapatan. Setiap penyusunan APBD, alokasi belanja

(7)

mempertimbangkan PAD yang diterima. Sehingga apabila Pemda ingin meningkatkan belanja modal untuk pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat, maka Pemda harus menggali PAD yang sebesar-besarnya. Menurut Akbar (2012) menyatakan bahwa Pendapatan Asli Daerah berpengaruh positif dan signifikan terhadap alokasi belanja modal. Menurut Sianipar (2011) variabel Pendapatan Asli Daerah berpengaruh secara signifikan terhadap pengalokasian belanja modal. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat mengindikasikan bahwa besarnya PAD menjadi salah satu faktor penentu dalam menentukan alokasi belanja modal. Semakin besar PAD yang diterima maka akan meningkatkan alokasi belanja modal daerah.

Berdasarkan landasan teori dan beberapa hasil penelitian diatas, maka peneliti menetapkan hipotesis sebagai berikut:

H1 : Pendapatan Asli Daerah berpengaruh positif terhadap Alokasi Belanja Modal

2. Pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap Alokasi Belanja Modal

Menurut PP No. 55 tahun 2005 tentang Dana Perimbangan menyebutkan bahwa Dana Alokasi Umum bertujuan untuk pemerataan kemampuan keuangan antar daerah melalui penerapan formula yang mempertimbangkan kebutuhan belanja pegawai, kebutuhan fiskal, dan potensi daerah. Kebutuhan daerah dicerminkan dari luas daerah, keadaan geografis, jumlah penduduk, tingkat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat di daerah, dan tingkat pendapatan masyarakat di daerah. Sedangkan kapasitas fiskal dicerminkan dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Bagi Hasil Pajak, dan Sumber Daya Alam.

Hasil penelitian Pradita (2013) menyatakan bahwa terdapat Dana Alokasi Umum berpengaruh positif terhadap Belanja modal. Akbar (2012) juga menyatakan dalam penelitiannya terdapat pengaruh positif dan signifikan antara Dana Alokasi Umum Terhadap Belanja Modal. Begitu pun

dengan Sianipar (2009) menyatakan bahwa Dana Alokasi Umum

berpengaruh signifikan terhadap pengalokasian belanja modal. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pertimbangan untuk menentukan besarnya alokasi modal akan sangat dipengaruhi sumber penerimaan DAU. Semakin tinggi DAU maka akan mempengaruhi peningkatan alokasi belanja modal. Berdasarkan landasan teori dan hasil penelitian sebelumnya, maka peneliti menetapkan hipotesis sebagai berikut:

H2 : Dana Alokasi Umum berpengaruh positif terhadap Alokasi Belanja Modal

(8)

Dana perimbangan bertujuan untuk menciptakan keseimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah serta antar pemerintah daerah. Dana Alokasi Khusus sebagai salah satu bentuk Dana Perimbangan merupakan dana yang dimaksudkan untuk mendanai kegiatan khusus yang menjadi urusan daerah dan merupakan prioritas nasional, sesuai dengan fungsi yang merupakan perwujudan tugas pemerintahan di bidang tertentu, khususnya dalam upaya pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat. Pemanfaatan DAK diarahkan kepada kegiatan investasi pembangunan, pengadaan, peningkatan, perbaikan sarana dan prasarana fisik pelayanan publik dengan umur ekonomis panjang. Dengan diarahkannya pemanfaatan DAK untuk kegiatan tersebut diharapkan dapat meningkatkan pelayanan publik yang direalisasikan dalam belanja modal.

Wandira (2013) menyebutkan dalam penelitiannya bahwa Dana Alokasi Khusus berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal. Sianipar (2011) menyatakan juga Dana Alokasi Khusus berpengaruh secara signifikan terhadap pengalokasian belanja modal.

Berdasarkan landasan teori dan hasil penelitian tersebut, maka peneliti menetapkan hipotesis sebagai berikut:

H3 : Dana Alokasi Khusus berpengaruh positif terhadap Alokasi Belanja Modal

4. Pengaruh Dana Bagi Hasil (DBH) terhadap Alokasi Belanja Modal

Menurut PP No 55 tahun 2005 menyebutkan Dana Bagi Hasil adalah dana yang bersumber dari APBN yang dibagihasilkan kepada Daerah berdasarkan angka persentase tertentu dengan memperhatikan potensi daerah penghasil. Pemerintah daerah akan mampu menetapkan belanja modal yang semakin besar jika anggaran DBH semakin besar pula, begitupun sebaliknya semakin kecil belanja modal yang akan ditetapkan jika anggaran DBH semakin kecil. Menurut Wandira (2013) menyebutkan bahwa DBH berpengaruh signifikan terhadap belanja modal.

Berdasarkan landasan teori dan hasil penelitian tersebut, maka peneliti menetapkan hipotesis sebagai berikut:

H4 : Dana Bagi Hasil berpengaruh positif terhadap Alokasi Belanja Modal.

5. Pengaruh Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Tahun Sebelumnya terhadap Alokasi Belanja Modal

Kemandirian keuangan daerah menunjukkan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi

(9)

sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah. Rasio Kemandirian Daerah mencerminkan keadaan otonomi suatu daerah yang diukur dengan besarnya PAD terhadap jumlah total pendapatan daerah.

Menurut Sularso dan Restianto (2011) menyebutkan dalam penelitiannya Kemandirian Keuangan berpengaruh terhadap Alokasi Belanja Modal.

Berdasarkan landasan teori dan hasil penelitian tersebut, maka peneliti menetapkan hipotesis sebagai berikut:

H5 : Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Tahun Sebelumnya berpengaruh positif terhadap Alokasi Belanja Modal

6. Pengaruh Tingkat Efektivitas Keuangan Daerah Tahun Sebelumnya terhadap Alokasi Belanja Modal.

Menurut Ardhini dan Handayani (2011) menyebutkan dalam penelitiannya bahwa Efekivitas Keuangan Daerah tahun sebelumnya berpengaruh positif dan signifikan terhadap Alokasi Belanja Modal karena ada indikasi bila suatu keuangan daerah dikatakan efektif maka timbul asumsi daerah tersebut merealisasikan jumlah anggaran belanja modal cukup tinggi khususnya untuk kepentingan publik.

Berdasarkan landasan teori dan hasil penelitian tersebut, maka peneliti menetapkan hipotesis sebagai berikut:

H6 : Tingkat Efektivitas Keuangan Daerah Tahun sebelumnya berpengaruh positif terhadap Alokasi Belanja Modal

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian kausalitas yang mempunyai sifat pengujian hipotesis mengenai pengaruh Pendapatan Asli daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Dana Bagi Hasil, Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah dan Tingkat Efektivitas Keuangan Daerah terhadap Belanja Modal.

Penelitian ini menggunakan populasi yaitu seluruh pemerintah kabupaten dan kota di provinsi Kalimantan Barat dengan horizon waktu dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2013. Teknik penelitian ini menggunakan metode sensus yang merupakan metode dengan mengambil populasi. Populasi yang digunakan adalah sebanyak 14 Kabupaten/kota di provinsi Kalimantan Barat dengan horizon waktu yang digunakan dari tahun 2009 - 2013.

(10)

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode dokumentasi yaitu dengan dengan cara mengumpulkan, mencatat dan mengolah data yang berkaitan dengan penelitian yang berasal dari sumber data sekunder. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersumber dari dokumen Laporan Realisasi Anggaran pemerintah kabupaten/kota di provinsi Kalimantan Barat Tahun Anggaran 2009 – 2013 yang diperoleh dari situs Dirjen Perimbangan Keuangan Pemerintah Daerah melalui www.djpk.depkeu.go.id.

Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian adalah belanja modal. Sedangkan, Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Bagi Hasil (DBH), Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah dan Tingkat Efektivitas Keuangan Daerah.

Metode analisis statistik dengan menggunakan software SPSS 17. Sebelum data dianalisis, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi klasik:

1. Uji Asumsi Klasik

Sebelum melakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan analisis regresi linear berganda perlu dilakukan terlebih dahulu uji asumsi klasik meliputi uji normalitas, uji multikolinearitas, uji autokorelasi dan uji heterokedastisitas.

2. Pengujian Hipotesis

Y = α + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 + β3 X4 + β3 X5 + β3 X6 + e dimana :

Y = Alokasi belanja modal

Α = Konstanta

β = Slope atau koefisien regresi

X1 = Pendapatan Asli Daerah (PAD)

X2 = Dana Alokasi Umum (DAU)

X3 = Dana Alokasi Khusus (DAK)

X4 = Dana Bagi Hasil (DBH)

X5 = Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Tahun Sebelumnya

X6 = Tingkat Efektivitas Keuangan Daerah Tahun Sebelumnya

e = error

3. Koefisien Determinasi

Pengukuran koefisien determinasi dilakukan untuk mengetahui persentase pengaruh variabel independen terhadap perubahan variabel dependen. Dari ini diketahui seberapa besar variabel dependen mampu dijelaskan oleh variabel independennya, sedangkan sisanya dijelaskan oleh sebab-sebab lain diluar model.

(11)

4. Uji F

Uji F digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas (independen) terhadap variabel terikat (dependen) secara simultan atau bersama-sama ketentuannya yaitu jika F hitung lebih besar atau sama dengan F tabel maka tidak terdapat pengaruh antara variabel bebas secara keseluruhan terhadap variabel terikat.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.1.Hasil Penelitian

A.1.1 Analisis Statistik Deskriptif

Hasil analisis deskriptif dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2

Hasil Statistik Deskriptif

Variabel N Minimum Maximum Mean

Std. Deviation X1 70 1510.00 285969.50 34262.7027 42483.58778 X2 70 185529.00 898337.14 454009.3823 1.55212E5 X3 70 18468.00 132045.41 62626.6997 24955.44218 X4 70 3664.23 84145.74 37105.7381 15251.27347 X5 70 .01 .19 .0455 .03163 X6 70 .54 3.72 1.3678 .70286 Y 70 46904.72 392503.01 179205.9912 73588.05579

Berdasarkan tabel 2 diatas, dengan jumlah sampel sebanyak 70 yaitu jumlah sampel yang berasal dari data Laporan Realisasi Anggaran (LRA) pada 14 pemerintah kabupaten/kota di provinsi Kalimantan Barat selama kurun 5 (lima) tahun dari tahun 2009 sampai dengan 2013 diketahui nilai maksimum, minimum, nilai rata-rata dan standar deviasi.

A.1.2 Uji Normalitas

Berdasarkan tabel 3 hasil pengujian normalitas menggunakan uji kolmogorov smirnov di bawah ini, diketahui bahwa didapatkan p value dari unstandardized value sebesar 0,695 lebih besar α (p>0,05), sehingga secara keseluruhan data tesebut dapat dinyatakan memiliki distribusi normal atau sebaran data normal.

(12)

Tabel 3

Hasil Pengujian Normalitas Kolmogorov Smirnov

Unstandardize d Residual

N 70

Normal Parametersa,,b Mean .0000000

Std. Deviation 3.92769021E4 Most Extreme Differences Absolute .085 Positive .085 Negative -.043 Kolmogorov-Smirnov Z .709

Asymp. Sig. (2-tailed) .695

A.1.3 Uji Multikolinearitas

Tabel 4

Hasil Pengujian Multikolinearitas

Model Collinearity Statistics

Tolerance VIF 1 (Constant) X1 .181 5.521 X2 .234 4.277 X3 .328 3.046 X4 .539 1.855

(13)

Pada tabel 4 Hasil Pengujian Multikolinearitas diatas, diketahui bahwa nilai VIF dari masing-masing variabel independen lebih kecil dari pada 10. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa di antara variabel independen tersebut tidak ada korelasi atau tidak terjadi Multikolinearitas pada model regresi linier.

A.1.4 Uji Autokorelasi

Tabel 5

Hasil Pengujian Autokorelasi

Model Durbin-Watson

1 1.620

Berdasarkan tabel 5 diatas didapatkan nilai Durbin Watson sebesar 1,620 dan nilai tersebut terletak antara dL dan (4-DU) atau 1,432< 1,620 < 2,198 maka dapat disimpulkan bahwa dalam regresi linier ini tidak terdapat Autokorelasi atau bebas dari autokorelasi.

A.1.5 Uji Heteroskedastisitas

Gambar 1 Grafik Scatter

(14)

Berdasarkan Gambar 1 Grafik Scatter, menunjukkan bahwa tidak ada pola tertentu karena titik menyebar tidak beraturan di atas dan di bawah sumbu 0 pada sumbu Y. Maka dapat disimpulkan tidak terdapat heteroskedastisitas.

A.1.6 Hasil Analisis Regresi Berganda Tabel 6

Hasil Analisis Regresi Berganda

Model Unstandardized Coefficients Standardize d Coefficients T Sig. B Std. Error Beta 1 (Constan t) -7360.079 22115.732 -.333 .740 X1 .922 .274 .532 3.370 .001 X2 .135 .066 .284 2.042 .045 X3 1.020 .346 .346 2.948 .004 X4 .870 .442 .180 1.968 .053

(15)

Berdasarkan tabel 6 diatas, dapat dibuat persamaan regresi untuk model penelitian sebagai berikut:

Y = -7360.079 + 0,922X1+ 0,135X2 +1,02X3 + 0,87X4 – 439338,276X5 +12945,562X6 A.1.7 Koefisien Determinasi

Berdasarkan tabel 7 hasil pengolahan data dibawah ini, diketahui nilai Adjusted R Square sebesar 0,688 atau 68,8% yang menunjukkan bahwa variabel x (independen) yang diteliti memiliki pengaruh kontribusi sebesar 68,8% terhadap variabel Y, sedangkan sisa sebesar 31,2% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain diluar variabel independen yang diteliti.

Tabel 7

Hasil Analisis Koefisien Determinasi

Mo del R R Square Adjust ed R Squar e Std. Error of

the Estimate Change Statistics

R Squar e Chang e F Change df1 df2 Sig. F Change 1 .846a .715 .688 41104.70129 .715 26.358 6 63 .000

A.1.8 Hasil Uji F

Tabel 8 Hasil Uji F

Model SquaresSum of Df Mean Square F Sig.

(16)

Berdasarkan tabel 8 Hasil Uji F di atas, diketahui nilai signifikansi F sebesar 0,000 di bawah 0,05 atau Fhitung sebesar 26,358 diatas Ftabel sebesar 2,226 yang berarti semua variabel independen yaitu PAD, DAU, DAK, DBH, Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Tahun Sebelumnya dan Tingkat Efektivitas Keuangan Daerah Tahun Sebelumnya secara simultan berpengaruh secara signifikan terhadap variabel Alokasi Belanja Modal.

A.1.9 Hasil Uji t

Tabel 9 Hasil Uji t

Variabel Sig Α Keterangan

X1 0.000 0,05 H0 Ditolak X2 0.023 0,05 H0 Ditolak X3 0,002 0,05 H0 Ditolak X4 0,027 0,05 H0 Ditolak X5 0,098 0,05 H0 Diterima X6 0,049 0,05 H0 Ditolak

Berdasarkan hasil pengujian pada tabel diatas diketahui lima variabel independen yaitu PAD, DAU, DAK, DBH, dan Tingkat Efektivitas Keuangan Daerah Tahun Sebelumnya secara parsial berpengaruh terhadap Belanja Modal. Hanya satu variabel yaitu Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Tahun Sebelumnya secara parsial tidak berpengaruh terhadap Belanja Modal. Peningkatan PAD, DAU, DAK, DBH, dan Tingkat Efektivitas Keuangan Daerah Tahun Sebelumnya secara parsial akan mengakibatkan peningkatan Belanja Modal.

(17)

B.2. PEMBAHASAN

B.2.1 Pengaruh PAD terhadap Alokasi Belanja Modal

Hasil pengujian hipotesis menunjukkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh positif dan signifikan terhadap alokasi belanja modal. Hal tersebut menunjukkan bahwa peningkatan dana pemerintah kabupaten/kota di provinsi Kalimantan Barat yang berasal dari sumber penerimaan asli daerah selama kurun waktu tahun 2009 sampai dengan 2013 telah digunakan secara tepat untuk membiayai pembangunan daerah maupun peningkatan sarana dan prasarana dengan meningkatkan alokasi belanja modal dalam rangka memberikan pelayanan kepada publik.

Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sianipar (2011) yang menyebutkan Pendapatan Asli Daerah berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap belanja modal.

B.2.2 Pengaruh DAU terhadap Alokasi Belanja Modal

Hasil pengujian hipotesis menunjukkan Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh positif dan signifikan terhadap alokasi belanja modal. Hal tersebut menunjukkan bahwa peningkatan dana transfer pemerintah pusat kepada pemerintah kabupaten/kota di provinsi Kalimantan Barat selama kurun waktu tahun 2009 sampai dengan 2013 dalam rangka mengurangi kesenjangan pembangunan antar daerah, selain digunakan untuk alokasi belanja pegawai juga dialokasikan untuk peningkatan belanja modal guna meningkatkan sarana dan prasarana pelayanan kepada publik. Pemerintah kabupaten/kota di provinsi Kalimantan Barat dalam hal ini masih memiliki ketergantungan terhadap dana transfer yang diberikan oleh pemerintah pusat dalam rangka membiayai pembangunan infrastruktur maupun sarana dan prasarana. semakin besar Dana Alokasi Umum (DAU) yang diberikan oleh pemerintah pusat, maka akan semakin besar pula meningkatkan dana yang akan dialokasikan untuk belanja modal.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sianipar (2011) yang menyebutkan Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal. Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Ardhani (2011) menyebutkan juga bahwa Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh signifikan terhadap alokasi anggaran Belanja Modal.

B.2.3 Pengaruh DAK terhadap Alokasi Belanja Modal

Hasil pengujian hipotesis menunjukkan Dana Alokasi Khusus (DAK) berpengaruh positif dan signifikan terhadap alokasi belanja modal. Hal

(18)

tersebut menunjukkan bahwa peningkatan dana transfer pemerintah pusat kepada pemerintah kabupaten/kota di provinsi Kalimantan Barat selama kurun waktu tahun 2009 sampai dengan 2013 dalam rangka membiayai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional telah digunakan secara tepat untuk peningkatan sarana dan prasarana maupun pembangunan infrastruktur melalui peningkatan alokasi belanja modal. Hal tersebut sejalan dengan tujuan pemberian Dana Alokasi Khusus (DAK) kepada pemerintah daerah yaitu dalam rangka mendanai kegiatan penyediaan sarana dan prasarana fisik pelayanan dasar masyarakat yang merupakan urusan daerah, terutama infrastruktur. Semakin besar Dana Alokasi khusus yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah kabupaten/kota di provinsi Kalimantan Barat, maka akan dialokasikan untuk meningkatkan belanja modal.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Sianipar (2011) dan Wandira (2013) menyebutkan DAK berpengaruh signifikan terhadap alokasi belanja modal/belanja modal.

B.2.4 Pengaruh DBH terhadap Alokasi Belanja Modal

Hasil pengujian hipotesis menunjukkan Dana Bagi Hasil (DBH) berpengaruh positif dan signifikan terhadap alokasi belanja modal. Hal tersebut menunjukkan bahwa kenaikan atau penurunan DBH yang diterima pemerintah kabupaten/kota selama kurun waktu tahun 2009 sampai dengan 2013 mempengaruhi peningkatan atau penurunan belanja modal. Dana Bagi Hasil (DBH) merupakan sumber penerimaan daerah yang berasal dari pendapatan pemerintah pusat yang bersumber dari pajak dan sumber daya alam. Dana Bagi Hasil diberikan kepada pemerinah daerah berdasarkan prosentase tertentu daerah penghasil.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Wandira (2013) menyebutkan bahwa DBH berpengaruh signifikan terhadap belanja modal.

B.2.5 Pengaruh Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Tahun Sebelumnya terhadap Alokasi Belanja Modal

Hasil pengujian hipotesis menunjukkan Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Tahun Sebelumnya tidak berpengaruh terhadap alokasi belanja modal. Hal tersebut menunjukkan bahwa kenaikan atau penurunan Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Tahun Sebelumnya tidak memperngaruhi keputusan pemerintah kabupaten/kota di provinsi Kalimantan Barat selama kurun waktu tahun 2009 sampai dengan 2013 untuk meningkatkan atau menurunkan alokasi belanja modal. Tingkat kemandirian keuangan daerah yang diukur dengan rasio kemandirian

(19)

keuangan daerah menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat. Semakin tingggi tingkat kemandirian suatu daerah, maka tingkat ketergantungan terhadap bantuan pemerintah pusat semakin rendah, begitupun sebaliknya. Tingkat kemandirian keuangan daerah yang rendah menunjukkan rendahnya partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah, maupun kontribusi BUMD/BUMN/perusahaan swasta dalam memberikan bagian laba kepada pemerintah daerah.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian dengan Fitri (2013) serta Ardhini dan Handayani (2011) yang menyebutkan Rasio Kemandirian Keuangan Daerah tidak berpengaruh/signifikan terhadap alokasi belanja modal.

B.2.6 Pengaruh Tingkat Efektivitas Keuangan Daerah Tahun Sebelumnya terhadap Alokasi Belanja Modal

Hasil pengujian hipotesis menunjukkan Tingkat Efektivitas Keuangan Daerah Tahun Sebelumnya berpengaruh positif dan signifikan terhadap alokasi belanja modal. Hal tersebut menunjukkan bahwa kenaikan atau penurunan Tingkat Efektivitas Keuangan Daerah Tahun Sebelumnya mempengaruhi keputusan pemerintah kabupaten/kota di provinsi Kalimantan Barat selama kurun waktu tahun 2009 sampai dengan 2013 untuk meningkatkan atau menurunkan alokasi belanja modal. Hasil statistik deskriptif menunjukkan, secara rata-rata kemampuan pemerintah kabupaten/kota di provinsi Kalimantan Barat selama kurun waktu tahun 2008 sampai dengan 2012 dalam merealisasikan PAD sangat efektif, sehingga mempengaruhi peningkatan atau penurunan alokasi belanja modal tahun berjalan. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Ardhini dan Handayani (2011) yang menyebutkan Efektivitas Keuangan Daerah tahun sebelumnya berpengaruh positif dan signifikan terhadap alokasi belanja modal.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan dari penelitian ini adalah lima variabel yaitu PAD, DAU, DAK, DBH, dan Tingkat Efektivitas Keuangan Daerah Tahun Sebelumnya secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap Belanja Modal, sedangkan variabel Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Tahun Sebelumnya secara parsial tidak berpengaruh terhadap Belanja Modal.

Keterbatasan dalam penelitian ini diantaranya adalah periode penelitian hanya 5 (lima) tahun yaitu dari tahun 2009 sampai dengan 2013,

(20)

sehingga hasil yang didapatkan belum menggambarkan secara maksimal dan masih terdapat variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam penelitian, sehingga masih belum menggambarkan faktor-faktor yang mempengaruhi alokasi belanja modal secara lebih lengkap.

Berdasarkan keterbatasan tersebut, bagi peneliti selanjutnya diharapkan agar mempertimbangkan variabel independen lain seperti jenis penerimaan daerah lainnya, pertumbuhan ekonomi dan ukuran pencapaian kinerja lainnya yang dapat mempengaruhi alokasi Belanja Modal Pemerintah Daerah, sehingga penelitian selanjutya dapat menggambarkan secara lebih lengkap faktor-faktor yang dapat mempengaruhi alokasi belanja modal.

DAFTAR PUSTAKA

Ardhini dan Handayani. 2011. Pengaruh Rasio Keuangan Daerah Terhadap Belanja Modal untuk Pelayanan Publik dalam Perspektik Teori Keagenan. Jurnal Universitas Diponegoro, Semarang

Fitri, Vella Kurniasih. 2013. Pengaruh Rasio Keuangan, Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap Alokasi Belanja Modal pada Kabupaten/Kota di Provinsi Riau Tahun 2009 – 2012. Jurnal Universitas Riau, Pekanbaru

Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan program SPSS. Edisi Ketiga. BP Universitas Diponegoro: Semarang.

Ghozali, Imam. 2006. Statistik Multivariat SPSS. Penerbit BP Universitas Diponegoro: Semarang.

Halim, Abdul. 2002. Bunga Rampai: Manajemen Keuangan Daerah. Edisi Pertama. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.

(21)

Halim, Abdul. 2004. Akuntansi Keuangan Daerah. Edisi Revisi. Jakarta: Salemba Empat.

Halim, Abdul. 2008. Analisis Investasi (Belanja Modal) Sektor Publik- Pemerintah Daerah. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.

Kuncoro, Mudrajat . 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah, Reformasi, Perencanaan, Strategi dan Peluang. Jakarta: Airlangga.

Mahmudi. 2010. Manajemen Keuangan Daerah. Jakarta: Erlangga. Mardiasmo. 2009. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Penerbit Andi. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 Tentang Dana Perimbangan. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 Tentang Standar Akuntansi

Pemerintah.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

Peraturan Direktur Jenderal Nomor 33 Tahun 2008 Tentang Pedoman Penggunaan Akun Pendapatan, Belanja Pegawai, Belanja Barang dan Belanja Modal sesuai dengan PMK Nomor 91 Tahun 2007 Tentang Bagan Akun Standar.

Rubin, Irene S. 1993. The Politics of Public Budgeting: Getting and

Spending, Borrowing and Balancing. Second edition. Chatam, NJ:

Chatham House Publishers, Inc.

Sianipar, Eva Septriani. 2011. Analisis Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Perimbangan terhadap Pengalokasian Belanja Modal pada Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Skripsi Universitas Negeri Sumatera Utara, Medan.

Sularso, Havid & Restianto, Yanuar. 2011. Pengaruh Kinerja Keuangan terhadap Alokasi Belanja Modal dan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Jawa Tengah. Jurnal Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.

Undang- undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara. Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.

Undang-undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah.

Website Direktorat Jenderal Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri yang diakses melalui http://keuda.kemendagri.go.id/artikel/detail/41-belanja-modal-pemda-harus-capai-30 persen.

Website Infobanknews yang diakses melalui

http://www.infobanknews.com/2012/11/nih-tiga-unsur-efisiensi-belanja-negara/

(22)

Website Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan yang diakses melalui www.djpk.depkeu.go.id

Yustikasari, Yulia, dan Darwanto. 2007. Pengaruh Perumbuhan Ekonomi, Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal. Jurnal Simposium Nasional Akuntantasi X Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Gambar

Tabel 8 Hasil Uji F
Tabel 9 Hasil Uji t

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model edupreneurship pelopor SMK techno, teacher, and schoolpreneur yang terdiri dari: (1) kerangka model edupreneurship SMK,

Menurut Mayangsari (2003:6) disebutkan bahwa independensi adalah sikap yang diharapkan dari seorang auditor untuk tidak mempunyai kepentingan pribadi dalam

Gambar 3.3 Instalasi Modem Internal terhubung ke internet apabila Anda memiliki komputer, modem, line telepon dan mendaftar pada sebuah perusahan penyedia

jalan raya yang banyak kendaraan bermotor atau di daerah pemberhentian sementara (lampu merah) kadar CO akan mencapai lebih dari 100 ppm. Apabila kadar CO di udara lebih

Hasil penelitian tentang Tingkat pengetahuan ibu tentang stimulasi motorik kasar anak adalah baik sebanyak 28 ibu (53,8%), tingkat perkembangan motorik kasar anak usia 2-3

Selanjutnya kepada peserta yang lulus administrasi dan teknis akan diundang untuk kelanjutan pelaksanaan pekerjaan, terima kasih kepada seluruh peserta yang telah

[r]

Pada metode Short End Interest bunga dihitung dengan mengalikan tingkat bunga dengan periode pembayaran yang bersangkutan dan angsuran atas pokok piutang yang tetap jumlahnya. Dan