• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN KEMAMPUAN SEKSUALITAS PADA PASANGAN PASIEN PASKA STROKE DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "GAMBARAN KEMAMPUAN SEKSUALITAS PADA PASANGAN PASIEN PASKA STROKE DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN KEMAMPUAN SEKSUALITAS PADA

PASANGAN PASIEN PASKA STROKE DI RSUD

PANDAN ARANG BOYOLALI

NASKAH PUBLIKASI

Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan

Oleh :

Catur Agustiningrum NIM. ST142009

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN

STIKES KUSUMA HUSADA

SURAKARTA

2016

(2)
(3)

GAMBARAN KEMAMPUAN SEKSUALITAS PADA PASANGAN PASIEN PASKA STROKE DI RSUD

PANDAN ARANG BOYOLALI

Catur Agustiningrum 1), Happy Indri Hapsari 2), Galih Setia Adi 2)

1) Mahasiswa Program Studi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta

2) Dosen STIKes Kusuma Husada Surakarta ABSTRAK

Hubungan seksual yang sehat adalah hubungan seksual yang dikehendaki, dapat dinikmati bersama pasangan suami dan istri serta tidak menimbulkan akibat buruk baik fisik maupun psikis. Stroke menyebabkan perubahan perilaku seksual, baik menurunkan libido, potensi seksual dan kepuasan seksual. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kemampuan seksualitas pada pasangan pasien paska stroke di RSUD Pandan Arang Boyolali.

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif rancangan descriptif, populasi dalam penelitian ini adalah 360 pasien stroke pada tahun 2015 di RSUD Pandan Arang Boyolali. Pemilihan sampel dilakukan dengan metode total sampling yaitu 30 pasien yang memenuhi kriteria inklusi. Analisa data dalam penelitian ini menggunakan analisis univariat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien stroke laki-laki paling banyak memiliki kemampuan seksualitas sedang sebanyak 15 (65%) dan perempuan paling banyak memiliki kemampuan seksualitas sedang sebanyak 8 (35%). Berdasarkan hasil penelitian ini rumah sakit dapat menambah informasi mengenai kemampuan seksualitas pada pasangan pasien paska stroke.

Kata Kunci : Stroke, Seksualitas Daftar Pustaka : 33 (2006-2016)

(4)

DESCRIPTION OF SEXUALITY OF POST-STROKE MALE AND FEMALE PATIENTS AT PANDAN ARANG LOCAL GENERAL HOSPITAL OF

BOYOLALI

Catur Agustiningrum 1), Happy Indri Hapsari 2), Galih Setia Adi 2)

1)Student of Bachelor’s Degree Program in Nursing Science, Kusuma Husada Health Science College of Surakarta 2016

2) Lecturer of Bachelor’s Degree Program in Nursing Science, Kusuma Husada Health Science College of Surakarta

ABSTRACT

Healthy sexual relationship is a sexual one which is desired and enjoyed by a couple of husband and wife and which does not induce any bad effects physically and psychologically. Stroke causes sexual behavior changes such as decreasing libido, lowering sexual potential, and declining sexual satisfaction. The objective of this research is to investigate the description of sexuality of post-stroke male and female clients and at Pandan Arang Local General Hospital of Boyolali.

This research used the quantitative descriptive research design. Its population consisted of 360 stroke clients in 2015 at Pandan Arang Local General Hospital of Boyolali. The samples of research were 30 male and female clients who fulfilled the inclusion criteria and were determined through the total sampling technique. The data of research were analyzed by using the univariate analysis.

The result of research shows that the 15 stroke male clients (65%) had moderate sexuality, and 8 stroke female clients (35%) had the moderate sexuality. Thus, the hospital could add information of sexuality on the post-stroke male and female patients.

Keywords : Stroke, sexuality References : 33 (2006-2016)

PENDAHULUAN

Penyakit serebrovaskuler atau stroke masih merupakan salah satu penyakit yang banyak menimbulkan kecacatan dan kematian di dunia. Penyakit ini merupakan penyebab kematian ketiga di dunia. Penyakit stroke di Amerika merupakan penyebab kematian ketiga dan merupakan penyebab kematian yang umum pada orang dewasa (Cumings dalam Andri, 2008).

Kasus stroke meningkat di negara maju seperti Amerika dimana kegemukan dan junk food telah mewabah.

Berdasarkan data statistik di Amerika tahun 2008, setiap tahun terjadi 750.000 kasus stroke baru di Amerika. Data tersebut menunjukkan bahwa setiap 45 menit, ada satu orang di Amerika yang akan terkena serangan stroke. Penyakit stroke di Indonesia merupakan pembunuh nomor 3 setelah penyakit infeksi dan penyakit jantung koroner. Prevalensi di negara Indonesia terjadi 800- 1000 kasus stroke setiap tahunnya dan 25% penderita stroke meninggal dunia. Salah satu penyebab meningkatnya kasus stroke adalah kurangnya kesadaran masyarakat

(5)

untuk menerapkan pola hidup sehat (Kosassy, 2011).

Pada keadaan pasca stroke, dalam fase penyembuhan, diperlukan suatu penyesuaian diri yang sangat besar, bukan hanya dari pasien, namun juga dari pasangannya. Stroke bisa menyebabkan suatu keadaan yang sangat melemahkan dan seringkali berjalan selama beberapa bulan, bahkan lebih lama lagi. Kejadian tersebut menyebabkan berbagai keprihatinan, banyak pasien stroke dan pasangannya selalu bimbang dan cemas tentang kelanjutan kehidupan seksnya. Stroke dapat mengganggu fungsi seksual dan hasrat (desire) dengan berbagai cara (Dwijo, 2016). Gangguan fungsi seksual penderita stroke dapat diakibatkan oleh gangguan pada aspek motorik, sensori dan otonom. Penelitian pasien stroke dengan disfungsi ereksi di Hamad General

Hospital Qatar mendapatkan 36% pasien

mengalami disfungsi ereksi berat, 32,9% disfungsi ereksi sedang dan 31,2% disfungsi ereksi ringan. Lebih dari setengah dari pasien stroke (59,6%) dengan disfungsi ereksi berada dalam kelompok umur 60-75 tahun (Ciandra dkk, 2014).

Hubungan seksual yang sehat adalah hubungan seksual yang dikehendaki, dapat dinikmati bersama pasangan suami dan istri serta tidak menimbulkan akibat buruk baik fisik

maupun psikis. Ridwan dkk (2013) menyatakan stroke menyebabkan perubahan perilaku seksual, baik menurunkan libido, potensi seksual dan kepuasan seksual. Beberapa penderita pria dan wanita ragu untuk melanjutkan aktivitas seksual paska stroke, karena takut bahwa akan menyebabkan suatu serangan stroke lagi. Penurunan aktivitas seksual bagi penderita stroke dan pasangannya berpengaruh pada keharmonisan perkawinan, hal ini disebabkan kebutuhan seksualnya tidak dapat terpenuhi, sehingga kualitas seksual ikut menentukan kualitas hidup.

Seks merupakan salah satu kebutuhan manusia, tidak hanya pada orang normal tetapi juga pada penderita stroke. Ekspresi seksual potensi seksual dan kepuasan seksual (Ridwan dkk, 2013). Penelitian yang dilakukan oleh Djeno (2005) menunjukkan bahwa faktor psikis mempengaruhi aktifitas seksual pasien stroke. Kondisi psikis negatif mendominasi seperti depresi dan cemas menyebabkan rendahnya dorongan seksual. Penelitian yang dilakukan oleh Djeno (2005) menunjukkan bahwa terjadi perubahan perilaku seksual pada pria pasca stroke akibat adanya penurunan baik menurunkan libido, potensi seksual dan kepuasan seksual.

Aktivitas seksual seseorang sangat ditentukan oleh berbagai faktor, antara

(6)

lain kebutuhan akan kasih sayang, rasa aman psikologis, serta harga diri sebagai wanita atau pria. Pada kondisi dimana kesehatannya terganggu, seseorang kemungkinan besar akan mengalami gangguan pemenuhan kebutuhan seksualitasnya, yang dapat ditampilkan melalui berbagai aktivitas seksual (Birkhead, 2009). Menurut Djeno (2005), faktor fisik yang berperan adalah pembuluh darah, hormonal, neuromuskular dan umur. Kondisi fisiknya terganggu, kemungkinan besar akan mengalami gangguan pemenuhan kebutuhan seksualitasnya. Pada penderita stroke masih mempunyai keinginan / hasrat untuk memberikan kontribusi sebagai bentuk memenuhi tanggung jawab kepada pasangannya. Penderita stroke mengaku ingin melayani pasangannya. Faktor fisik, budaya dan psikis dapat mempengaruhi aktifitas seksual penderita stroke. Faktor fisik mempunyai peranan yang sangat penting dalam aktifitas seksual.

Hasil penelitian yang dilakukan Muhajirin (2012) mengenai gambaran tingkat kecemasan pasien laki-laki DM berdasarkan fungsi seksual di instalasi rawat jalan poli DM RSUD Kabupaten Sumedang di ketahui jumlah prosentase terbanyak fungsi ereksi 58,14% responden mengalami disfungsi dengan tingkat kecemasan normal hingga berat.

Hasil studi pendahuluan di RSUD Pandan Arang Boyolali tahun 2015, terdapat 218 kasus pasien stroke. Pasien pasca stroke mengalami kelemahan pada dirinya oleh karena kecacatan yang dialami, ditakutkan pasien sudah tidak mampu lagi untuk melakukan pekerjaan sehari-hari, salah satu cara adalah kebutuhan seksualnya. Hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti bulan Januari 2016 dari 3 pasien stroke didapatkan bahwa semua pasien merasa takut untuk melakukan hubungan seksual karena takut serangan stroke dapat timbul kembali. Hal lain juga di ungkapkan bahwa rasa malu pada pasangan juga kadang muncul karena perubahan aktivitas seksualnya.

Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk meneliti tentang “Kemampuan Seksualitas Pada Pasangan Pasien Pasca Stroke di RSUD Pandan Arang Boyolali”.

METODOLOGI

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan rancangan. Populasi pada penelitian ini adalah semua pasien stroke di RSUD Pandan Arang Boyolali. Hasil studi pendahuluan didapatkan 360 pasien stroke pada tahun 2015 dengan rata-rata per bulan 30 pasien. Teknik pengambilan sampel menggunakan total sampling. Pelaksanaan penelitian pada bulan Maret-

(7)

23 Mei 2016- 23 Juni 2016 di RSUD Pandan Arang Boyolali.

Alat penelitan yang digunakan yaitu kuesioner Multidimensional

Sexuality Questionnaire (MSQ),

instrumen yang dirancang untuk mengukur dari 12 aspek seksual manusia yang dikemas dalam 60 pertanyaan.

Analisis data univariat penelitian meliputi, jenis kelamin, usia, pendidikan, kemampuan seksualitas dan karakteristik responden berdasarkan kemampuan seksualitas.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Karakteristik Responden

Hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, usia, pendidikan, kemampuan seksualitas dan karakteristik responden berdasarkan kemampuan seksualitas disajikan dalam bentuk tabel serta deskripsi.

Tabel 1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Pasien

(n=30)

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Puspita dan Putro (2008) yang mendapatkan bahwa jenis kelamin mempunyai hubungan yang bermakna dengan risiko kejadian stroke dengan risiko pada jenis kelamin laki-laki sebesar 4,375 kali dibandingkan dengan perempuan.

Beberapa faktor risiko stroke tertentu diketahui mempengaruhi masing-masing jenis kelamin. Hal ini berhubungan dengan hasil penelitian di Nigeria yang berjudul Gender Variation Risk Factors and Clinical

Presentation of Acute Stroke, yang

menemukan bahwa faktor risiko kebiasaan merokok dan riwayat mengkonsumsi alkohol ditemukan lebih dominan pada responden laki- laki dan berbeda signifikan dengan responden perempuan (Watila dkk., 2010).

Kejadian stroke pada laki- laki lebih besar menurut peneliti bisa Jenis Kelamin F % terjadi karena gaya hidup seperti konsumsi rokok, alkohol dan kondisi Laki-Laki 16 54

Perempuan 14 46

N=30 30 100 emosional (stres) yang pernah Diketahui dari Tabel 1

karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin terbanyak yaitu laki- laki sebanyak 16 responden (54%).

dilakukan responden pada masa lalu. Seseorang menderita stroke karena memiliki perilaku yang dapat meningkatkan faktor risiko stroke. Gaya hidup yang tidak sehat seperti

(8)

mengkonsumsi makanan tinggi lemak dan tinggi kolesterol, kurang aktivitas fisik, dan kurang olahraga, meningkatkan risiko terkena penyakit stroke (Aulia dkk, 2008). Gaya hidup sering menjadi penyebab berbagai penyakit yang menyerang usia produktif, karena generasi muda sering menerapkan pola makan yang tidak sehat dengan seringnya mengkonsumsi makanan tinggi lemak dan kolesterol tapi rendah serat. Selain banyak mengkonsumsi kolesterol, mereka mengkonsumsi gula yang berlebihan sehingga akan menimbulkan kegemukan yang berakibat terjadinya penumpukan energi dalam tubuh (Dourman, 2013).

Tabel 2 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia (n=30)

Usia F %

banyak penyakit yang ditemukan dengan berbagai variasi frekuensi yang disebabkan oleh umur (Noor, 2008).

Penelitian ini menunjukkan bahwa persentase subjek yang mengalami disfungsi ereksi semakin besar seiring dengan bertambahnya umur. Hal ini sesuai dengan penelitian yang menyatakan bahwa walaupun disfungsi ereksi dapat menyerang siapa saja pada umur berapapun, namun kejadian disfungsi ereksi akan meningkat seiring dengan pertambahan umur. Hal ini seperti hasil survey di Amerika Serikat (National Health and Social

Life Survai) dan penelitian

Massachusetts Male Aging Study

(MMAS) bahwa prevalensi disfungsi ereksi semakin meningkat seiring 26-35 Tahun 1 4 dengan bertambahnya umur. 36-45 Tahun 4 13 Prevalensi disfungsi ereksi pada laki-

laki usia lanjut antara 20-45% 46-55 Tahun 7 23

56-65 Tahun 9 30 > 65 Tahun 9 30

N=30 30 100 Diketahui dari Tabel 2 karakteristik responden berdasarkan usia terbanyak yaitu 56-65 tahun sebanyak 9 responden (30%). Umur sebagai salah satu sifat karakteristik tentang orang, dalam studi epidemiologi merupakan variabel yang cukup penting karena cukup

(Nicolisi, 2008).

Stroke yang menyerang kelompok usia diatas 40 tahun adalah kelainan otak nontraumatik akibat proses patologi pada sistem pembuluh darah otak. Peningkatan frekuensi stroke seiring dengan peningkatan umur berhubungan dengan proses penuaan, dimana semua organ tubuh mengalami

(9)

kemunduran fungsi termasuk pembuluh darah otak. Pembuluh darah menjadi tidak elastis terutama bagian endotel yang mengalami penebalan pada bagian intima, sehingga mengakibatkan lumen pembuluh darah semakin sempit dan berdampak pada penurunan aliran darah otak (Kristiyawati dkk, 2009).

Tabel 3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan

(n=30)

Pendidikan F %

dkk (2008) menyebutkan bahwa faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian stroke pada usia muda adalah riwayat hipertensi, riwayat keluarga dan tekanan darah sistolik.

Menurut Perry dan Potter (2010), perubahan fisik pada masa pubertas akan membentuk identitas seksual. Perubahan ini akan merangsang timbulnya libido, yaitu sumber energi bagi dorongan Tidak sekolah SD SMP SMA DIII 2 6 2 6 5 17 11 37 5 17

seksual. Ini dapat terjadi dari terjalinnya hubungan romantis dan praktik mastrubasi oleh remaja. Jika S-1 5 17

N=30 30 100

Diketahui dari Tabel 3 karakteristik responden berdasarkan pendidikan terbanyak yaitu SMA sebanyak 11 responden (37%). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Sofyan dkk (2012), bahwa responden pasien stroke terbanyak adalah kisaran 40-55 tahun sebanyak 25 pasien (32,5%) dan usia > 55 tahun sebanyak 52 pasien (67,5%). Hasil yang sama juga didapatkan dari penelitian yang dilakukan oleh perubahan ini disertai penyimpangan, remaja akan memiliki kesulitan membentuk identitas seksualnya. Remaja bergantung pada petunjuk fisik tersebut karena mereka membutuhkan kepastian akan kewanitaan atau kejantanan. Selain itu, mereka tidak ingin dianggap berbeda oleh kelompoknya. 2. Karakteristik Responden Berdasarkan Kemampuas Seksualitas Tabel 4 Karakteristik Responden Berdasarkan Kemampuan Seksualitas (n=30) Karuniawati (2016) bahwa 53% Jenis Buruk Sedang Baik penderita berusia kurang dari 60 Kelamin Laki-laki 0 15 1

tahun serta 64% pasien stroke mempunyai tingkat pendidikan dibawah SMA. Hasil penelitian Rico Perempuan 6 8 14

(10)

Diketahui dari Tabel 4 karakteristik responden laki-laki paling banyak memiliki kemampuan seksualitas sedang sebanyak 15 dan perempuan paling banyak memiliki kemampuan seksualitas sedang sebanyak 8 responden. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Santoso (2010), bahwa pasien stroke laki-laki mengalami insiden disfungsi ereksi diantara pasien non stroke serta penderita stroke yang memiliki rentang umur 60 hingga 79 tahun memiliki risiko mengalami insiden disfungsi ereksi sebesar 22 kali dibanding penderita stroke yang berumur 30 hingga 59 tahun.

Menurut Santoso (2010) yang menderita disfungsi ereksi pada penderita stroke sebanyak 64 (79%) dan pada penderita bukan stroke sebanyak 31 (39%). Hasil ini ternyata (19%) lebih tinggi dari estimasi disfungsi ereksi pada penderita stroke bahwa persentase disfungsi ereksi pada panderita stroke sebesar 60%. Namun hal ini sesuai dengan penelitian lain yang menyatakan sebagian besar penderita stroke akan mengalami problem dan penurunan fungsi seksual akibat terganggunya mekanisme kontrol seksual dari susunan saraf pusat dan perifer. Di

lain pihak, persentase di luar penderita stroke sebesar 39%, hal ini sesuai dengan penelitian di Indonesia yang menyatakan bahwa presentase disfungsi ereksi pada pria menikah di Indonesia berkisar 20-40%.

Berdasarkan berbagai studi akhir-akhir ini justru menempatkan disfungsi ereksi sebagai penanda (marker) adanya penyakit pada sistem kardiovaskuler, termasuk stroke. Seseorang yang menderita disfungsi ereksi harus diwaspadai kemungkinan terjadinya serangan stroke ataupun jantung beberapa tahun setelah diagnosis. Suatu studi eksperimental menunjukkan bahwa pada keadaan hipertensi, pembuluh darah hanya sedikit mengeluarkan

nitric oxide (NO). Kurangnya

pembentukan NO ini juga mengakibatkan arteriosklerosis, meningkatkan mitogenesis fibroblast dan mempertebal dinding pembuluh darah (Pangkahila, 2007).

Pria yang mengalami gangguan seksualitas cenderung kurang percaya diri dan merasa kurang dicintai serta dihargai karena bagi mayoritas pasutri Asia menempatkan seks dalam kedudukan penting di dalam perkawinan dan kekerasan seksual akan mempengaruhi kebahagiaan di atas

(11)

ranjang, tetapi juga kesehatan pria. Kesehatan ini tidak hanya dari sisi jasmani, tetapi juga mental, terutama dari tingkat kepercayaan diri seorang pria (Wibowo, 2013).

Aktivitas seksual merupakan bagian integral dari kepribadian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, dan merupakan ekspresi dan pengalaman diri sebagai makhluk seksual. Penderita stroke mengalami perubahan dalam aktifitas seksual akibat penyakit yang dideritanya. Keterbatasan seksual merupakan ketidakmampuan untuk melakukan aktifitas seksual yang disebabkan oleh malfungsi dari organ tubuh, seperti tidak berfungsi sebagai mana biasanya atau normal dan adanya kelemahan pada tubuh (Ridwan dkk, 2013).

Faktor fisik, budaya dan psikis dapat mempengaruhi aktifitas seksual penderita stroke. Faktor fisik mempunyai peranan yang sangat penting dalam aktifitas seksual. Menurut Djeno (2005), faktor fisik yang berperan adalah pembuluh darah, hormonal, neuromuskular dan umur. Kondisi fisiknya terganggu, kemungkinan besar akan mengalami gangguan pemenuhan kebutuhan seksualitasnya. Misbach (1999) dalam Ridwan dkk (2013),

menjelaskan bahwa arousal atau rangsangan adalah meningkatnya reaksi seksual terhadap rangsangan seksual yang diterima. Manifestasi rangsangan pada pria berupa ereksi dan pada wanita berupa lendir vagina. Rangsangan pada penderita stroke dalam penelitian ini masih berfungsi dengan baik, akan tetapi kadang membutuhkan waktu yang lama. Hal ini sesuai dengan penelitian Djeno (2005) yang menemukan bahwa terjadi penurunan rangsangan pada penderita stroke.

Menurut peneliti faktor psikis sangat penting dalam melakukan aktifitas seksual. Faktor psikis meliputi perasaan seperti rasa cemas, malu, depresi dan konflik dalam hubungan pribadi. Penderita dengan psikis yang baik tidak akan takut melakukan aktifitas seksual, sebaliknya takut atau cemas jika terjadi sesuatu seperti takut hamil, nyeri, capai dan kekakuan.

SIMPULAN

1. Responden berdasarkan jenis kelamin terbanyak yaitu laki-laki sebanyak 16 responden (54%), responden berdasarkan usia terbanyak yaitu 56- 65 tahun sebanyak 9 responden (30%) dan responden berdasarkan pendidikan

(12)

terbanyak yaitu SMA sebanyak 11 responden (37%).

2. Karakteristik responden laki-laki paling banyak memiliki kemampuan seksualitas sedang sebanyak 15 (65%) responden dan perempuan paling banyak memiliki kemampuan seksualitas sedang sebanyak 8 (35%) responden.

SARAN

1. Rumah Sakit

Menambah informasi mengenai kemampuan seksualitas pada pasangan pasien pasca stroke. 2. Intitusi Pendidikan

Dapat dijadikan sumber referensi dalam proses belajar mengajar tentang kemampuan seksualitas pada pasangan pasien pasca stroke.

3. Peneliti Lain

Dapat dijadikan sebagai salah satu referensi untuk meneliti tentang kemampuan seksualitas pada pasangan pasien pasca stroke.

4. Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini dapat dikembangkan menjadi penelitian yang lebih dalam dengan metode kualitatif.

DAFTAR PUSTAKA

Andri, Mardi Susanto. (2008). Tatalaksana Depresi Paska-Stroke.

Maj Kedokteran Indon Departemen

Psikiatri Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia Jakarta.

Vol. 58, no.3.

Aulia dkk. (2008). Gaya Hidup dan

Penyakit Modern. Yogyakarta:

Kanisius.

Ciandra Richie Irvanto, Corry N. Mahama, Melke J. Tumboimbela. (2014). Gambaran Disfungsi Ereksi dan Hubungan Diabetes Melitus dan Hipertensi terhadap Kejadian Disfungsi Ereksi pada Penderita Stroke di Poli Neurologi RSUP Prof. DR. R.D. Kandou Manado. Penelitian S-1 Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado. Diakses 11 Maret 2016 dari http: // ejournal. unsrat. ac. id/ index. php/ eclinic/ article/view/3605/3133.

Djeno, S. (2005). Perubahan perilaku seksual pria pasca stroke. Tesis. Universitas Diponegoro. Tidak dipublikasikan.

Dwijo. (2010). Aktivitas Seksual Pasca Stroke. Hairan Umum PELITA. Diakses 11 Maret 2016 dari http://www.pelita.or.id/baca.php?i d=26938.

Karuniawati dkk. (2016). Profil penggunaan terapi pencegahan sekunder pada pasien stroke iskemik. Universsty Research

Colloquium 3rd. Universitas Gajah

Mada.

Kosassy Siti Mutia. (2011). Hubungan Peran Keluarga dalam Merawat dan Memotivasi Penderita Pasca Stroke dengan Kepatuhan Penderita Mengikuti Rehabilitasi di Unit Rehabilitasi Medik RSUP. Dr.M.

(13)

Djamilpadang Tahun 2011. Fakultas Keperawatan Andalas. Kristiyawati dkk. (2009). Faktor risiko

yang berhubungan dengan kejadian stroke di RS Panti Wilasa Citarum Semarang. Jurnal Keperawatan

dan Kebidanan (JIKK).Volume 1

(1), hal. 1-7.

Marlina. (2011). Gambaran faktor risiko pada penderita stroke iskemik di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010. Skripsi Sarjana

(Diterbitkan). Medan. Universitas

Sumatera Utara.

Muhajirin. (2012). Gambaran tingkat kecemasan pasien laki-laki DM berdasarkan fungsi seksual di instalasi rawat jalan poli DM RSUD Kabupaten Sumedang.

Jurnal Penelitian. UNPAD.

Nicolisi A, Moreira ED, Shirai M, Tambi BM, Glasser DB. (2008). Epidemiology of erectile dysfunction in four countries: Cross-national study of the prevalence and correlates of erectile dysfunction. Journal

Urology.Vol.2, No.6. hal. 201-206.

Noor. (2008). Epidemiologi Edisi Revisi. Jakarta: Penerbit Rineka Citra. Pangkahila. (2007). Disfungsi seksual

pria. Jakarta: Yayasan Penerbitan IDI.

Perry dan Potter. (2010). Fundamental

Keperawatan. Edisi 7. Singapore:

Elseviser Inc.

Puspita dan Putro. (2008). Hubungan gaya hidup terhadap kejadian stroke di Rumah Sakit Umum Daerah Gambiran Kediri. Buletin

Penelitian Sistem Kesehatan.

Volume 11 (3), hal 263-269.

Rico JS, Suharyo H, dan Endang K. (2008). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Stroke pada Usia Muda Kurang dari 40 Tahun. Jurnal Epidemiologi. Hal. 1-13.

Ridwan M Wawan, Eko Sumaryanto, Endang Sri W. (2013). Persepsi Penderita Stroke yang Mengalami Kecacatan Terhadap Aktivitas Seksual. Okupasi Terapi. Kementerian Kesehatan Politeknik Kesehatan Surakarta.

Snell, et al. (1997). The Multidimensional Sexuality Questionnaire (MSQ).

Departement of Psychology. SE

Missouri State University USA. Diakses 18 April 2016 dari http:/ /www4. semo. edu/snell/ scales/MSQ.htm.

Sofyan dkk .(2012). Hubungan umur, jenis kelamin dan hipertensi dengan kejadian stroke. Artikel Penelitian.

FK UHO.

Watila dkk,. (2010). Gender variation risk factors and clinical presentation of acute stroke. Journal of

Neuroscience and Behavioural

Health. Volume 3(3), hal. 38-43.

Wibowo dkk. (2013). Perbedaan derajat disfungsi ereksi pria dewasa awal ditinjau dari tingkat stres di kelurahan Jagalan Surakarta.

Artikel Penelitian. Program Dtudi

Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam konteks pembangunan usaha ekonomi skala besar itu yang terjadi Dalam konteks pembangunan usaha ekonomi skala besar itu yang terjadi kemudian adalah

ASEAN Youth C merupakan sebuah tempat/wada pemuda ASEAN khususnya Pekanbaru pada umumn menyalurkan bakat, serta m berbagai kegiatan demi kemaj , yang menggunakan konsep

Dari hasil penelitian ini diharapkan memberikan wawasan dan pengetahuan mengenai pengaruh jarak tanam dan pengendalian gulma yang tepat terhadap pertumbuhan dan

Puja dan puji syukur penulis panjatkan kepada kehadiran Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi hingga saat

Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan dan dampak yang timbul tersebut pada poin 1 dan 2 perlu adanya upaya-upaya pemerintah Kota Pangkal Pinang dalam

Strategi pemanfaatan situs tersebut sebagai sumber belajar sejarah di SMA Kabupaten Demak dapat dilakukan dengan cara survey, field trip dan mengundang narasumber, factor-faktor yang

Menjamin operasional boiler sesuai dengan standar operasi dan keselamatan kerja Menyediakan uap air sesuai dengan yang dipersyaratkan untuk operasional Melaksanakan