• Tidak ada hasil yang ditemukan

NICHIREN DAIBOSATSU NAMU HONGE KOSO NO.10 JULI Oleh: Shami Josho S.Ekaputra

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "NICHIREN DAIBOSATSU NAMU HONGE KOSO NO.10 JULI Oleh: Shami Josho S.Ekaputra"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

PERHIMPUNAN BUDDHIS NICHIREN SHU INDONESIA

“Seluruh para Bodhisatva ini bertubuh keemasan dengan 32 tanda dan dilengkapi dengan kegemerlapan tiada tara, semuanya telah berdiam sebelumnya dalam ruang tidak terbatas dibawah dunia saha ini. Seluruh Bodhisatva ini ketika mendengar Sang Sakyamuni Buddha sedang berkhotbah, semua meloncat keluar dari dunia bawah.……… Diantara kelompok para Bodhisatva_itu terdapat 4 guru terkemuka. Yang pertama bernama Visishtakaritra, kedua bernama Anantakaritra, ketiga bernama Visudhakaritra, dan keempat bernama Supratishthitakaritra” (Bab.XV,Bodhisattva Muncul Dari Bumi, Saddharma Pundarika Sutra).

alah satu bagian Tri Ratna adalah Sangha. Sangha Nichiren Shu terdiri dari para Bhiksu / Bhiksuni, Shami/Shamini, dan Umat Biasa, yang dipimpin oleh Nichiren Shonin, sebagai Pendiri dari Nichiren Shu. Pemahaman mengenai Sangha di Nichiren Shu berbeda dengan berbagai macam sekte lainnya, jika di sekte agama Buddha lainnya, Sangha hanya terdiri dari para Bhiksu/Bhiksuni dan tidak mencakupi umat awam. Disini jelas terdapat jarak antara tingkatan para Bhiksu / Bhiksuni dan umat biasa. Nichiren Shu mempunyai konsep bahwa semua mahluk hidup, baik para Bhiksu / Bhiksuni dan umat biasa adalah sama tanpa perbedaaan, hanya tugas dan fokus penyebarluasan Dharma yang berbeda. Pada dasarnya semua orang yang percaya kepada Saddharma Pundarika Sutra dan menyebarluaskan Dharma ini merupakan bagian dari Sangha. Saddharma Pundarika Sutra dibagi atas dua bagian yakni :

1. Ajaran Sementara (Shomon) dari Bab.1 -14 dan Ajaran Pokok (Honmon) Bab 15-28

2. Pembabar Dharma: Ajaran Sementara (Shomon)

NAMU HONGE KOSO

NICHIREN DAIBOSATSU

Oleh: Shami Josho S.Ekaputra

(2)

dibabarkan oleh Buddha Sakyamuni dalam sejarah, sedangkan Ajaran Pokok (Honmon) dibabarkan oleh Buddha Pokok Kekal Abadi. 3. Murid Yang Mendengarkan

Dharma : Ajaran Sementara mencakupi para murid sementara (Shakke) sedangkan Ajaran Pokok mencakupi para murid pokok (Honge).

ereka yang melaksanakan Saddharma Pundarika Sutra pada masa akhir dharma ini adalah Murid Pokok (Honge) dari Buddha Pokok Kekal Abadi, yang telah melatih dirinya sejak 500 asamkheya kalpa koti yang tak terhingga. Pemimpin dari para Bodhisattva Honge adalah Nichiren Shonin, sebagai perwujudan kelahiran kembali dari Bodhisattva Visistakaritra, yang menerima langsung pewarisan dharma dari Buddha Pokok Sakyamuni di Gunung Gridhrakuta. Ini adalah prinsip pokok yang harus dipegang teguh dan sepenuh hati oleh seluruh umat Nichiren Shu.

ichiren Shonin yang lahir pada tanggal 16 pebruari 1222 di Kaminato, Chiba – Jepang, sejak berusia 15 tahun telah masuk dalam kebhiksuan di Kuil Seichoji. Setelah melalui pembelajaran selama lebih kurang 32 tahun, Beliau menemukan inti sari dari ajaran seumur hidup Buddha Sakyamuni, yang dibabarkan dalam Saddharma Pundarika Sutra (Myoho Renge Kyo). Sebagaimana yang dibabarkan dalam sutra bahwa

Sutra ini akan tersebarluaskan pada masa 500 tahun ke lima setelah kemoksaan Sang Buddha, dan Nichiren Shonin lahir pada awal masa akhir dharma. Pada tanggal 28 April 1253, Nichiren Shonin menegakkan prinsip-prinsip Kebenaran Ajaran Buddha melalui Penyebutan Odaimoku “ Namu Myoho Renge Kyo” dan mendirikan Nichiren Shu. Perjuangan Beliau untuk menyebarluaskan ajaran Sesungguhnya mendapatkan begitu banyak rintangan dan penganiayaan dari para penguasa dan sekte-sekte lainnya. Jadi sungguhlah tidak berlebihan, jika kita sebagai murid beliau harus menunjukkan rasa penghormatan atas perjuangan dan pengorbananNya untuk memberikan kebahagiaan bagi seluruh umat manusia.

ichiren Shonin berjuang untuk menyelamatkan negaraNya dari kehancuran akibat dari pemfitnahan dharma dan menentang dharma yang sesungguhnya. Beliau dengan welas asih menyampaikan risalah “Rissho Ankoku-ron” (Menciptakan Perdamaian dengan menegakkan Ajaran Buddha Sesungguhnya). Pada tanggal 1 April 2005 ini, Nichiren Shu seluruh dunia memulai kampanye "Rissho Ankoku-ron" selama 18 tahun yang akan berakhir pada peringatan kelahiran Nichiren Shonin ke-800, tahun 2022. Untuk itu kita perlu mendukung dan menyebarluaskan program ini diseluruh Indonesia. Pada masa akhir dharma, hanya Saddharma Pundarika Sutra yang

mampu menyelamatkan seluruh umat manusia dari segala penderitaan dan mencapai Jalan Penerangan Agung. Nichiren Shonin sebagai pemimpin dari Bodhisattva Muncul dari Bumi, murid utama dari Buddha Pokok Sakyamuni, berjuang bersama-sama dalam kesatuan Sangha antara para bhiksu/bhiksu dan umat awam.

asar utama dari Sangha adala “Itai Doshin” (Berbeda-beda badan, namun satu tujuan), tanpa dasar ini maka sebuah Sangha tidak akan berfungsi dengan baik dan bahkan mungkin menimbulkan kekacauan dari Sangha itu sendiri. “Itai Doshin” bukan kepada manusia atau figur tertentu dalam Sangha, tetapi “Itai Doshin” kepada Keinginan luhur dari Sang Buddha dan Nichiren Shonin yakni “Kosenrufu” mewujudkan Perdamaian Dunia dan Kebahagiaan dengan menyebarluaskan Odaimoku “Namu Myoho Renge Kyo”. “Itai Doshin” seperti ini adalah “Itai Doshin” yang selaras dengan Sang Buddha dan alam semesta. Seluruh anggota Sangha hendaknya menyadari hal ini, bekerjasama dan saling menghormati antar sesama umat, umat dan bhiksu/ bhiksuni. Para bhiksu / bhiksuni

M

Ket.Risalah "Rissho Ankoku-ron"

N

N

(3)

bertugas untuk memberikan bimbingan untuk pencerahan pikiran dan jiwa, memberikan semangat dan ketenangan kepada umat melalui ajaran Sang Buddha, sedangkan sebaliknya umat biasa mau membantu dan bersama-sama Bhiksu / Bhiksuni menyebarluaskan Dharma ini. Ini adalah bentuk kerjasama dan “Itai Doshin” untuk mencapai tujuan yang satu. Umat awam yang sehari-harinya bekerja dan mencari nafkah untuk keluarga juga berkewajiban bersama-sama menjaga kelangsungan Sangha atau susunan, dapat memberikan dana paramita yang bisa menunjang perkembangan dari Sangha itu sendiri. Dana Paramita adalah salah satu dari Enam Paramita yang dilaksanakan oleh seorang Bodhisattva. Menyumbang kepada Sangha, tidak dilihat dari ukuran besar atau kecilnya nilai materi, tetapi lebih kepada besar atau kecilnya kesungguhan hati. Jadi seberapa besar atau kecil Dana Paramita yang diberikan tergantung pada kesungguhan hati masing-masing umat, selain itu Dana Paramita tidak hanya mencakup sumbangan berupa materi saja, tetapi juga termasuk sumbangan pikiran, tenaga dan hukum. Para Bhiksu / Bhiksuni memberikan Dana Paramita berupa Hukum (Fuse Hose) dan Pikiran (Fuse Muise) sedangkan, umat awam kebanyakan memberikan sumbangan berupa materi dan tenaga (Fuse Zaise), kerjasama kedua hal ini akan menciptakan sinergi yang baik

dalam Sangha.

angha Nichiren Shu Indonesia saat ini sedang mengalami perkembangan yang drastis, semakin bertambahnya umat dan daerah yang harus ditangani, membuat fungsi dan tugas Sangha menjadi sangat penting, dan tentu saja kebersamaan untuk mencapai tujuan. Fungsi penyebarluasan selain menjadi tugas dan tanggungjawab para Bhiksu/ bhiskuni juga merupakan tugas dari para umat awam, karena dalam Saddharma Pundarika Sutra dikenal dengan istilah Guru Dharma. Guru Dharma adalah orang-orang mau belajar dan menyebarluaskan Sutra ini dan seluruh umat yang percaya hendaknya mendisplinkan diri dalam belajar dharma dan melaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Menjadi warga yang baik di masyarakat dan keluarga juga berarti telah menyebarluaskan Dharma. Jadi Menyebarluaskan Dharma berarti bertingkah laku, perbuatan baik hati, pikiran dan badan berdasarkan ajaran Sang Buddha. Nilai-nilai O’daimoku harus disebarluaskan terutama dalam keluarga, masyarakat dan negara sehingga pada akhirnya kedamaian dan kebahagiaan akan tercipta. Nilai-nilai O’daimoku adalah Nilai-Nilai-nilai maitri karuna, cinta kasih, saling hormat menghormati dan mengerti orang lain. Bagi kita menjaga hati kepercayaan adalah hal yang utama. Hati kepercayaan yang baik berarti memiliki prilaku dan perbuatan yang sesuai dengan Dharma.

engingat akan janji pada masa lampau yang jauh dan keinginan luhur dari Nichiren Shonin, maka saya dengan penuh tulus hati ingin mengambil bagian dari perjuangan untuk menyebarluaskan Saddharma Pundarika Sutra. Pada tanggal 26 Juni 2005, saya mengikuti Upacara "Tokudo Shiki", yaitu Upacara Pentabhisan sebagai seorang calon bhiksu (Shami), yang dilaksanakan oleh YM.Bhiksuni Myosho Obata, YM.Bhiksu Tomikawa, dan YM.Bhiksu Kakimoto. Ini adalah langkah awal dan perjalanan yang panjang untuk mewujudkan kebhiksuan didalam susunan Nichiren Shu Indonesia. Upacara selanjutnya yang harus diikuti adalah "Docho" di Kuil Seichoji , Jepang dan "Shingyo Dojo" selama 35 hari di Gn.Minobu. Waktu antara Tokudo Shiki dan Docho selambat-lambatnya 3 tahun, dan dari Docho sampai mengikuti "Shingyo Dojo" adalah 10 tahun. Saya menyadari tugas sebagai Shami sangat berat, oleh karena itu kerjasama antara seluruh umat merupakan sebuah keharusan untuk terwujudnya sebuah Sangha yang akan mampu membawa Jalan Pencerahan bagi seluruh umat manusia dan mahluk hidup. Marilah kita bersama-sama antara para Bhiksu/bhiksuni, Shami/Shamini dan umat awam bekerjasama dengan satu tujuan agung yakni Kosenrufu, menyebarluaskan Dharma ini keseluruh Indonesia. Marilah kita jaga Sangha ini agar Hukum ini dapat lestari dan terus membawa manfaat bagi umat manusia. Gassho.

(4)

Bimbingan Oleh:

YM.Bhiksuni Myosho Obata

(Bhiksuni Pembimbing Indonesia)

ari ini, Saya ingin memberitahukan anda mengenai Butsudan atau Rumah Buddha. Mungkin beberapa anggota sudah mengetahui hal ini. Butsudan adalah seperti rumah Buddha, dan di atas altar didirikan Dai Mandala, Sang Buddha, Nichiren Daishonin dan para jiwa leluhur kita. Butsudan juga menunjukkan kepada kita tentang Dunia Buddha. Biasanya Butsudan berbentuk kotak persegi, tetapi terdapat banyak jenis dan bentuk dari Butsudan. Tidak menjadi masalah apapun bentuknya, ukurannya atau warna dari Butsudan, yang terpenting adalah ketulusan hati kita kepada Sang Buddha dan lainnya.

Kemudian, Saya ingin memberitahukan kepada anda sekalian kenapa kita harus mempunyai sebuah Butsudan. Butsudan adalah wujud dari hati kepercayaan kita. Butsudan yang ada dirumah berarti ajaran Buddha begitu dekat dengan keluarga kita. Butsudan menunjukkan kedekatan keluarga kita dengan ajaran Buddha. Sebagai tambahan, Butsudan juga menunjukkan kepada kita hubungan antara Sang Buddha, Nichiren Daishonin, dan keluarga kita, termasuk jiwa leluhur kita, dan menunjukkan Dunia Buddha yang mana termasuk dalamnya Nichiren Daishonin dan para jiwa leluhur kita.

Dan, Butsudan adalah

jendela antara Dunia Buddha dan Dunia Saha. Jika kita mempunyai Butsudan dirumah, kita dapat melihat Sang Buddha, Nichiren Daishonin, dan para jiwa leluhur kita, kapan saja kita mau. Ketika duduk didepan Butsudan, kita dapat melihat orangtua kita, leluhur kita, dan jiwa nenek moyang yang tinggal didalam Dunia Buddha, dan kita dapat sepenuhnya mewujudkan welas asih dan maitri karuna dari Sang Buddha.

Bagaimanapun, kita tidak hanya harus percaya ajaran Buddha tidak hanya di kuil saja tetapi juga di rumah. Sebagai wujuk kesungguhan dan penghormatan kepada ajaran Buddha, kita harus meletakkan hati kepercayaan kita kepada ajaran Buddha dalam pelaksanaan sehari-hari. Untuk melaksanakan hati kepercayaan kita sehari-hari, kita membutuhkan Butsudan di rumah untuk dipersembahkan kepada Sang Buddha. Kemudian, saya akan menjelaskan tentang pengertian dari secangkir air bersih, cahaya lilin, dupa, dan bunga. Ketika tangan kita kotor, kita mencucinya dengan air. Air mempunyai kekuatan untuk membersihkan. Ajaran Sang Buddha mempunyai kekuatan yang sama untuk membuat pikiran kita menjadi bersih.

Secangkir air berarti memuji Sang Buddha dengan air, yang mempunyai kekuatan sama, dan untuk menghilangkan

kekacauan dalam pikiran kita. Dan menyalakan lilin, menerangi, menghancurkan kegelapan dan membuat orang menjadi nyaman. Dapat dikatakan bahwa lilin adalah simbol dari Kebijaksanaan Sang Buddha. Ia menerangi dan menghancurkan semua penderitaan. Mempersembahkan dupa berarti memberikan keharuman kepada Sang Buddha dan juga membersihkan diri kita dengan keharumannya. Ini juga dapat dikatakan mempersembahkan dupa adalah simbol dari maitri karuna Sang Buddha. Keharuman dupa menghancurkan segala macam rintangan yang ada. Sebagai tambahan, keduanya cahaya lilin dan keharuman dari dupa menyebar bagaikan penyebaran dari ajaran Sang Buddha. Mempersembahkan bunga berarti memberikan keindahan dan perhiasan kepada Sang Buddha. Gassho.

BUTSUDAN

(Rumah Buddha)

H

(5)

Seri Pelajaran Mahayana

DELAPAN RUAS JALAN KEMULIAAN

( BAGIAN. II )

3.

Perkataan Benar

erkataan Benar berarti tidak dibenarkan untuk mengatakan sesuatu yang tidak benar, memfitnah, mencaci-maki, mengucapkan kata-kata kasar dan kotor. Pepatah umum mengatakan, bahwa “ Kuman memasuki tubuh kita melalui mulut; bencana muncul melalui mulut juga.”

Pemuda Yang Kehilangan Domba Yongmae, seorang pemuda yang menggembala domba. Pemuda ini memang terkenal iseng dan suka membuat onar dengan menceritakan hal-hal yang adakalanya tidak masuk di akal sama sekali. Pada hari pertama menggembala domba, terbetik dalam pikirannya untuk membuat onar penduduk kampungnya, maka menjelang tengah hari dengan tergopoh-gopoh dia berlari turun gunung memasuki kampungnya dengan berseru, “Tolong....tolongg ..., ada gerombolan serigala yang memangsa domba-dombaku.” Mendengar teriakan yang histeris tersebut, maka cukup banyak penduduk yang keluar dengan membawa berbagai perkakas dan berlari ke gunung bermaksud membantu Yongmae mengusir gerombolan serigala tersebut. Sesampainya di gunung, terlihat domba-domba dengan tenang masih merumput, dan menyaksikan ekspresi tersebut, Yongmae melepaskan ketawanya dengan

berguling-guling di rumput saking senangnya berhasil membohongi hampir seluruh penduduk kampungnya.

Beberapa minggu kemudian, Yongmae mengulangi kembali aksinya yang dimana juga berhasil mengelabui penduduk kampungnya. Sampai suatu hari pada saat sedang menggembala, terlihatlah dengan mata kepala dia sendiri, serombongan serigala rakus muncul dari semak-semak. Dengan pucat pasi, Yongmae berlari seperti dikejar setan ke kampungnya. Sampai suaranya habis berteriak untuk meminta bantuan, tetapi penduduk kampung yang merasa sudah kapok diberlakukan oleh Yongme, tidak mempercayainya dan hanya menebis dengan mengatakan, “Yongmae...Yongmae ...mau aksi apalagi sih..., kami tak mungkin dapat Anda kelabui tiga kali. Sudah sana kembali.” Akhirnya Yongmae sambil menangis kembali ke gerombolan

dombanya dan menemukan hampir sebagian besar domba gembalaanya telah menjadi santapan gerombolan serigala kelaparan tersebut.

4.

Perbuatan Benar

erbuatan Benar adalah tidak membunuh, tidak mencuri, tidak berjinah, dan tidak bermabuk-mabukan. Disamping tindakan pasif untuk menjauhi perbuatan jahat, kita juga seharusnya secara aktif melakukan perbuatan baik. Dengan melakukan perbuatan baik akan mengembangkan karakter seseorang, yaitu pengendalian diri dan kesadaran akan hak orang lain.

Perbuatan menghargai makhluk hidup sekecil apapun akan menghasilkan buah karma yang baik, bukan karena kebaikan makhluk itu untuk membalas kita, tetapi karena kebaikan hati nurani kita sendiri yang sanggup menimbulkan kasih yang setulusnya.

Murid Yang Menolong Semut Guru Hui-gan yang memiliki waskita mata surgawi [divyacakshu/ dibbacakkhu] merasa sedih sekali pada suatu hari karena mengetahui bahwa muridnya, Li-chang yang baru berusia 19 tahun harus meninggal satu bulan lagi karena karma buruk masa lalu yang dibuatnya. Beliau tidak menceritakan hasil penglihatannya tersebut agar tidak membuat Li-chang bersedih, melainkan menasehatkan muridnya untuk pulang ke rumah

P

(6)

orangtuanya, berkumpul selama 40 hari dengan alasan sudah lama sekali tidak menjenguk orangtuanya. Dengan demikian diharapkan, Li-chang dapat menghabiskan hari-hari terakhirnya bersama orangtuanya.

Li-chang mematuhi dan melakukan perjalanan menembus hutan yang memakan waktu cukup lama juga. Di tengah perjalanan, Li-chang menemukan satu koloni (berjumlah jutaan) semut terperangkap dalam genangan air dan berada di tengah-tengah batu yang dikelilingi oleh air banjir. Li-chang dengan sigap dan spontan mencari dahan kayu yang banyak dan dibuatkan sebagai jembatan, sehingga seluruh semut berikut telur-telur semut yang belum menetas dapat diseberangkan ke tempat yang kering oleh para semut pekerja. Sesudah menolong semut-semu itu, dia melanjutkan perjalanan lagi pulang ke rumah orangtuanya.

Setelah melewati masa 40 hari sebagaimana ijin yang diperolehnya dari gurunya, Li-chang kemudian muncul di hadapan gurunya yang terkejut melihat kedatangannya tanpa kekurangan apapun. Guru Hui-gan mencoba melihat kembali dengan mata surgawinya dan mendapatkan bahwa muridnya akan hidup sampai umur 91 tahun, jadi umurnya telah diperpanjang. Guru Hui-gan menanyakan apa yang telah dilakukannya selama perjalanan dan juga menjelaskan hasil waskitanya. Li-chang hanya bisa menjawab tidak melakukan apa-apa.

Guru Hui-gan mencoba melihat perjalanan muridnya ini, dan kemudian menjadi maklum bahwa muridnya telah menolong jutaan makhluk hidup dengan tulus dan penuh kasih sehingga menggetarkan para Bodhisattva yang diliputi Kasih Sayang , dimana secara tidak langsung telah memperpanjang usianya. Guru Hui-gan berucap terima kasih kepada Bodhisattva.

5.

Mata Pencaharian Benar

ata Pencaharian Benar berkaitan dengan adanya lima jenis perdagangan yang harus dihindarkan [micchavanijja / mithayavanijya] karena dapat merugikan diri sendiri dan orang lain, yaitu:

(1) berdagang senjata yang mematikan [sattha-vanijja / sastra-vanijya] (2) berdagang makhluk hidup [satta-vanijja / sattva-vanijya]

(3) berdagang daging [mamsa-vanijja / mamsa vanijya]

(4) berdagang minuman memabukkan [majja-vanijja / madya-vanijya] (5) berdagang racun [visa-vanijja / visa vanijya]

Sering kita membaca di koran mengenai berbagai tindak peperangan yang menyebabkan musnahnya penduduk suatu kota hanya karena penggunaan senjata yang mematikan. Perdagangan makhuk hidup termasuk manusia telah menyebabkan berbagai penderitaan, belum lagi berbagai penyakit yang mudah menyerang hewan peliharaan seperti kasus sapi gila di Eropa, kasus virus burung di Hong Kong, dan kasus flu babi di Malaysia, dimana semuanya itu menimbulkan kerugian yang cukup besar hanya untuk mencegah bertambahnya korban manusia, dengan jalan mematikan secara massal hewan peliharaan tersebut, mulai dari pemberian gas beracun, dipukul, dikubur hidup-hidup, dibakar hidup-hidup dan berbagai pembasmian kejam lainnya. Kasus-kasus tersebut juga menyebabkan banyak pedagang daging terpaksa gulung tikar karena tidak terdapatnya pasokan daging, dan berkurangnya niat pembeli yang takut terjangkit virus hewan peliharaan tersebut.

Berbagai kejahatan sudah sering kita dengar yang ditimbulkan oleh karena seseorang itu sedang

mabuk minuman keras ataupun habis menegak pil, ganja, morfin yang membuat kesadaran seseorang itu menjadi rendah seperti binatang. Demikian juga berbagai kasus bunuh diri dengan meminum racun ataupun kasus kematian korban yang diracuni sering juga terpampang dalam berbagai koran harian .

6.

Usaha Benar

saha Benar adalah suatu usaha yang dilakukan terus menerus untuk membersihkan diri dan mengembangkan kebaikan, dimana terdapat empat ruas, yaitu :

(1) Untuk kejahatan yang tidak muncul, biarlah tidak muncul. (2) Untuk kejahatan yang muncul, biarlah lenyap.

(3) Untuk kebaikan yang tidak muncul, biarlah muncul.

(4) Untuk kebaikan yang muncul, biarlah berlanjut.

Penyesalan sering datang terlambat sesudah kita menyadari perbuatan yang tidak seharusnya kita lakukan. Tidak ada penyesalan yang timbul sebelum perbuatan itu dilakukan. Manusia memang lemah karena tertutup oleh berbagai kebodohan yang tanpa disadarinya akan menyeretnya ke ruang penderitaan yang tidak akan habis disesalinya.

Kasep Penjaga Kereta

Kasep, seorang penjaga rel kereta api sudah lama melakukan tugasnya dan sangat disukai orang karena sikapnya yang ramah dan sopan. Namun ada satu sifat jelek Kasep yang sulit dihilangkannya, yaitu sering meminum arak untuk menghangatkan tubuhnya pada malam yang dingin.

M

U

(7)

Buku "Writing Of Nichiren Shonin" Doctrine 2

Edited by George Tanabe.Jr, Compiled by Kyotsu Hori

Terbitan : Nichiren Shu Overseas Propagation Promotion Association, Tokyo - Japan Diterjemahkan oleh Sidin Ekaputra,SE

Pengantar:

itulis pada tanggal 26 bulan enam tahun Koan Ke-1 (1278) di Gunung Minobu, naskah asli dari surat ini, dikenal sebagai “Chibyo-sho” (Risalah Untuk Penyembuhan Penyakit), sekarang disimpan di Kuil Nakayama Hokekyoji di Propinsi Chiba. Ini ditulis untuk membalas surat dari Toki Jonin, yang menyumbangkan sebuah pakaian musim panas melalui Shijo Kingo, ketika mengunjungi Nichiren Shonin di Gunung Minobu, dan meminta Nichiren untuk melaksanakan sebuah upacara doa untuk menghilangkan wabah penyakit agar tidak tersebarluas.

Dikatakan bahwa penyakit fisik dapat disembuhkan dengan obat-obatan; penyakit kejiwaan tidak dapat disembuhkan tanpa hati kepercayaan yang benar kepada Saddharma Pundarika Sutra, Nichiren menyatakan bahwa hanya melalui O'daimoku, intisari dari bagian pokok Saddharma Pundarika Sutra, dapat menyelamatkan para pemfi tnah Dharma Sejati, mereka yang telah memenuhi dunia ini. Secara khusus, Beliau menyatakan, ketika kita berusaha menyebarluaskan penyebutan O'daimoku pada Masa Akhir Dharma ini, kita akan dihadapkan pada kesulitan jauh lebih besar dibandingkan yang dihadapi oleh Maha Guru T’ien-t’ai dan Dengyo. Menurut Nichiren, semakin besar kesulitan

yang dihadapi oleh Ia dan murid-muridNya menunjukkan bahwa munculnya secara “Nyata” ajaran “3.000 keberadaan terkandung dalam sekejap pikiran” berlawanan dengan ajaran “Teori” yang dianut oleh T’ien-t’ai dan Dengyo, dan ini menunjukkan ajaran kebenaran dari bagian pokok.

Ini merupakan keunikan dari ajaran Nichiren Buddhisme. Nichiren Shonin memasukkan penafsiran Beliau sendiri mengenai ajaran “3.000 keberadaan terkandung dalam sekejap pikiran” “Nyata” dan menyebut penafsiran T’ien-t’ai dan Dengyo sebagai “Teori”. Berdasarkan pada “Nyata” ini sebagai penafsiran dari “3.000 keberadaan

terkandung dalam sekejap pikiran”, Nichiren Shonin menemukan jalan untuk menyelamatkan semua umat manusia dengan cara meletakkan hati kepercayaan kepadaNya dan menyebut O'daimoku.

TOKI NYUDO DONO GO-HENJI

"CHIBYO-SHO"

(8)

erdasarkan penjelasan dalam suratmu bahwa wabah penyakit telah tersebarluas. Dikatakan bahwa manusia mempunyai dua jenis penyakit. Pertama, Tubuh kita menjadi sakit. Tubuh kita terdiri dari Empat Elemen: Tanah, Air, Api dan Angin. Setiap satu dari ke Empat Elemen itu mempunyai 101 penyakit, jadi jumlah keseluruhan tubuh kita mempunyai 404 penyakit. Penyakit fisik ini tidak perlu tergantung pada Sang Buddha untuk sembuh. Tidak ada penyakit fisik yang tidak dapat diobati, apalagi oleh para dokter terkenal seperti Jisui, Rusui, Jivaka dan P’ien-ch’fieh. Kedua, Pikiran kita menjadi sakit di semua bagian. Dimulai dengan Tiga Racun; Keserakahan, Kemarahan, dan Kebodohoan, penyakit dalam pikiran kita berjumlah sebanyak 84,000. Meskipun kedua jenis mahluk surgawi dan Tiga Petapa atau Enam Guru bukan Buddhisme di India, tidak akan dapat menyembuhkan mereka, demikian juga para ahli pengobatan yang terkenal dan bijaksana dari Negeri Kuno China seperti Shen-nung dan Kaisar Kuning. Penyakit kejiwaan dapat dibagi dalam beberapa kategori seperti dangkal, dalam, berat dan ringan. 84.000 permasalahan didalam pikiran orang biasa yang berada dalam Enam Dunia Rendah dalam tingkatan kemajuan spiritualitas (Neraka, Kelaparan, Binatang, Kemarahan, Manusia dan Surga / Dewa) semuanya dapat disembuhkan

dengan ajaran Hinayana, vinaya, dan para guru Sutra Agama, Hinayana” dan Sekte Hinayana seperti Kusha (Dharma Agung Rahasia), Jojitsu (Penyelesaian Kebenaran), dan Ritsu (Aturan). Bagaimanapun, ketika orang-orang Hinayana yang terbelenggu oleh ajaran Hinayana dan bermaksud melawan ajaran Mahayana Buddhisme atau mencoba untuk menjadi sama dengan negara-negara Mahayana, atau walaupun mereka tidak ingin melawan ajaran Mahayana Buddhisme, mereka (Hinayana Buddhis) dan negara mereka akan mendapatkan berbagai macam penyakit. Ketika mereka mencoba untuk menyembuhkan penyakit kejiwaan mereka dengan pengertian dari ajaran Hinayana Buddhisme, mereka hanya akan menambah permasalahan mereka sebagai akibat dari penyembuhan itu. Hanya para pelaksana sutra Mahayana yang dapat menyembuhkan mereka. Demikian hal juga, ketika penganut berbagai sutra-sutra sementara Mahayana seperti Sutra Karangan Bunga (Kegon-kyo), Pembabaran Sutra Dalam dan Rahasia (Gejimmitsu-kyo), Sutra Kebijaksanaan (Hannya-kyo), dan Sutra Buddha Matahari (Dainichi-Kyo) yang terpaku pada pendapat mereka, menganggap bahwa kepercayaan mereka sama atau lebih unggul dari Saddharma Pundarika Sutra, dan ketika para penguasa menerima mereka tanpa melihat lebih jelas lagi siapa mereka, 84.000 penyakit kejiwaan seperti

ke Tiga Racun pun bermunculan. Semakin kuat mereka berusaha untuk menyembuhkan penyakit itu dengan segala pengertian dan pemahaman mereka atas sutra-sutra itu, maka permasalahannya menjadi semakin besar. Meskipun mereka berusaha menyembuhkan diri dengan Saddharma Pundarika Sutra, itu tidak akan berhasil. Ini bukan karena disebabkan Sutranya tidak baik tetapi lebih disebabkan oleh manusia yang mencoba mengunakannya.

Saddharma Pundarika Sutra terdiri dari dua bagian: Bagian Teori (Bagian Pertama) dan Bagian Pokok (Bagian Kedua). Perbedaaan diantara kedua bagian ini bagaikan air dan api atau langit dan bumi. Lebih besar lagi perbedaan antara sutra sebelum Saddharma Pundarika Sutra dan Saddharma Pundarika. Meskipun terdapat perbedaan antara Sutra Sebelum Saddharma Pundarika Sutra dan Bagian Teori dari Saddharma Pundarika Sutra, juga terdapat beberapa persamaan diantara mereka. Sutra Sebelum Saddharma Pundarika Sutra membabarkan Delapan Ajaran (Empat Metode Ajaran dan Empat Doktrin), yang merupakan ajaran sempurna mempunyai kesamaan dengan apa yang dibabarkan dalam Bagian Teori. Konsep yang dibabarkan oleh Sang Buddha dalam Sutra Sebelum Saddharma Pundarika Sutra dan Bagian Teori Saddharma Pundarika Sutra, tidaklah sepenuhya sama: Buddha dengan Badan yang lebih rendah, Badan Unggul, Badan Kebajikan dan Badan Dharma. Meskipun demikian itu semua masih membicarakan tentang Buddha yang sama, yang mencapai KeBuddhaan dibawah Pohon Bodhi di Buddhagaya pada umur 30

Surat Balasan Kepada Tuan Toki

(Risalah Untuk Penyembuhan Penyakit)

(9)

tahun.

Sekarang, mengenai perbedaan antara Bagian Pokok dan Bagian Teori yaitu; Buddha pembabar adalah Buddha Abadi yang telah mencapai KeBuddhaa pada Masa Lampau yang Abadi, dengan Buddha dalam sejarah yang mencapai KeBuddhaanNya dalam hidup ini di Buddhagaya. Perbedaaan diantara kedua bagian ini sangat jelas, bagaikan antara seorang laki-laki umur 100 tahun dan seorang bayi. Tidak hanya mengenai Buddha Pembabar saja tetapi juga para murid-muridnya juga berbeda bagaikan air dan api. Beberapa hal lainnya sepeti Tanah Buddha antara “Empat Tanah” yang dibabarkan dalam bagian Teori dan “Tanah Cahaya Abadi dan Suci” dalam bagian Pokok! Perbedaaan ini sangat sulit dilukiskan. Mereka yang mencampurkan kedua hal itu, Bagian Teori dan Pokok, adalah seperti orang yang tidak dapat membedakan antara api dan air.

Sang Buddha telah membuat perbedaan yang jelas diantara kedua bagian itu, tetapi sejak lebih dari 2.000 tahun sejak KemoksaanNya, tidak seorangpun di India, China, Jepang dan seluruh dunia (Jambudvipa) dapat dengan jelas membedakannya. Hanya T’ien-t’ai di China dan Dengyo di Jepang sedikit melihat perbedaaan diantara mereka, tetapi mereka tidak menjelaskan secara jelas Bunga Teratai Tendai (T’ien-t’ai) hukum, ajaran yang penting diantara bagian Pokok dan Teori. Betapapun, sekiranya Maha Guru T’ien-t’ai dan Dengyo mengetahui hal ini dalam pikiran, mereka tidak dapat menjelaskannya dengan jelas karena: (1) Waktunya belum tiba, (2) Kemampuan orang-orang untuk memahaminya belum matang, dan (3) Mereka tidak dipercayakan oleh Sang Buddha untuk membabarkan ajaran ini.

Sekarang, kita sudah memasuki Masa Akhir Dharma, waktu ketika Maha Bodhisattva Muncul Dari Bumi seperti Bodhisattva Visistakaritra akan menyebarluaskan ajaran dari Bagian Pokok Saddharma Pundarika Sutra. Masa Akhir Dharma, adalah waktunya bagi ajaran Bagian Pokok tersebarluaskan. Sekalipun, jika orang-orang yang percaya kepada Buddhisme Hinayana, Semi Mahayana, atau Bagian Teori Saddharma Pundarika Sutra, mereka menyebarkan ajaran ini tanpa sedikit kesalahanpun juga, hal itu tidak ada gunanya sama sekali. Ini sama seperti sebuat obat musim semi tidak ada gunanya di musim gugur. Sekalipun jika dapat digunakan di musim gugur, efektifitasnya tidak terlalu berguna di musim semi dan panas. Berapa banyak manfaat yang mereka dapatkan ketika mereka, Hinayana dan Semi Mahayana Buddhisme dan para penganut Bagian Teori, akan menjadi bingung dengan perbedaan antara Hinayana dan Mahayana Buddhisme atau Sementara dan Sesungguhnya. Lebih lagi, para penguasa pada masa lampau telah menaruh kepercayaan kepada ajaran tersebut, membangun kuil untuk mereka dan menyumbang setiap bagian tanah pertanian, ini tidak hanya, tidak dapat dimaafkan tetapi juga menghancurkan dasar dari kepercayaan mereka untuk melalaikan ajaran mereka. Oleh karena itu, mereka sangat marah terhadap mereka yang mengkritik sutra mereka, dan mereka memfitnah Dharma Sejati dan menghukum pelaksana dari Saddharma Pundarika

Sutra

Penguasa Jepang mempunyai berbagai macam alasan untuk mempercayai para pendusta dan menghukum pelaksana Dharma Sejati. Mereka berpihak kepada mayoritas, dan tidak mampu merubah Dharma itu yang telah dianut oleh penguasa masa lalu, kebodohan mereka sendiri, dan mereka menghina pelaksana Dharma Sejati. Sebagai hasilnya, para pelindung Dharma seperti Raja Surga Brahma, Indra, Matahari dan Bulan, dan Empat Raja Langit, menghukum negara ini, menyebabkan munculnya Tiga Bencana dan Tujuh Malapetaka, yang mengerikan, yang belum pernah dilihat sebelumnya. Inilah kenapa wabah penyakit menyebar tahun lalu, tahun ini, dan jaman Shoka (1257-59).

Pertanyaan: Kamu

mengatakan bahwa wabah penyakit menyebar di Jepang karena negara ini menghukum pelaksana Saddharma Pundarika Sutra, sehingga para dewa pelindung meninggalkan negara ini. Jika begitu, kenapa tidak hanya mereka yang tidak percaya kepada Saddharma Pundarika Sutra saja tetapi murid-muridMu juga menderita atau bahkan meninggal karena bencana ini ?

Jawab: Pertanyaanmu sangat rasional dan menarik, tetapi kita tidak bisa hanya melihat satu sisi saja. Kebajikan dan Kejahatan, sejak awal selalu bertentangan namun tidak dapat dipisahkan.

Melihat dari cara pandangan demikian, kita melihat bahwa ajaran sutra sementara sebelum Saddharma Pundarika Sutra dan dasar dari

(10)

sekte Buddhis, menyatakan bahwa Bodhisattva yang berada pada tingkatan kedua dari peringkat tertinggi (togaku: setara dengan Penerangan) mempunyai kebajikan tanpa keburukan. Bagaimanapun, berdasarkan doktrin “3.000 keberadaan terkandung dalam sekejap pikiran” yang didasarkan pada Saddharma Pundarika Sutra, bahwa setiap pikiran kita dilengkapi dengan kebajikan dan keburukan. Meskipun Bodhisattva dari tingkatan tertinggi (myogaku: Penerangan Indah) mempunyai iblis / keburukan dalam pikiran. Dharma Sejati yang secara alami terdapat dalam pikiran kita muncul sebagai dewa pelindung Saddharma Pundarika Sutra seperti Raja Surga Brahma dan Indra, sedangkan kebodohan pokok yang secara alami ada dalam pikiran kita menjadi Raja Iblis Surga Ke-Enam.

Dewa Kebajikan tidak menyukai manusia iblis, dan para iblis membenci manusia kebajikan. Pada Masa Akhir Dharma, iblis secara alami menguasai setiap bagian tanah dan batu atau rumput dan semak. Dewa kebajikan, yang melindungi para pelaksana Dharma Sejati sangat sedikit dan orang suci dan bijaksana sangat sulit ditemui. Oleh karena itu, sungguh rasional bahwa lebih banyak orang-orang yang bukan murid-murid Nichiren seperti para Buddhis Tanah Suci, para guru Shingon, Zen dan para bhiksu Ritsu yang jatuh sakit dan mati karena serangan wabah penyakit. Bagaimanapun, aku tidak tahu mengapa, tetapi lebih sedikit murid-muridKu dibanding dari sekte lain yang menderita sakit dan mati. Aku ingin tahu jika mungkin ini

karena para pengikut yang sedikit jumlahnya atau karena mempunyai hati kepercayaan yang kuat.

Pertanyaan: Apakah terdapat suatu keadaan yang sama dimasa lampau, dimana wabah penyakit tersebarluas seperti hari ini di Jepang?

Jawab : Sepanjang masa pemerintahan Kaisar Sujin, penguasa kesepuluh, jika dihitung dari Kaisar Jimmu; sejenis wabah penyakit menyebar dan menyebabkan lebih dari separuh populasi menderita sakit dan mati karenanya. Kaisar untuk pertama kalinya meminta setiap propinsi agar memuja kepada Dewa Amaterasu, dan bencana itu dapat diatasi. Kemudian, Dia disebut Kaisar Sujin (Memuja Dewa). Kejadian ini terjadi sebelum Buddhisme diperkenalkan ke Jepang. Tiga Kekaisaran, ke-30, 31, 32, mengalami kematian karena cacar dan wabah penyakit. Berdoa kepada para dewa tidak dapat membantu pada waktu itu.

Pada masa lalu, pada masa pemerintahan ke-30, Kaisar Kimmei, Negara Korea Paekche mengirimkan kepada penguasa Jepang, tidak hanya sutra-sutra Buddhis, vinaya dan bhiksu juga sebuah rupang tembaga Buddha Sakyamuni. Soga Iname dan kelompoknya mendesak agar memuja Sang Buddha, tetapi pihak kerajaan seperti Mononobe Okoshi dan orang-orangnya menolak untuk memuja Sang Buddha, karena akan menyebab para dewa-dewi Jepang marah dan akan menghancurkan negara.

Sedangkan Kaisar tidak mampu melihat dengan jernih tentang hal ini, Tiga Bencana

dan Tujuh Malapetaka yang pada masa lalu melanda, pun terjadi dan menyebabkan banyak orang yang mati karena wabah penyakit. Memanfaatkan situasi ini, Mononobe dan kelompoknya menyarankan agar kaisar “menghancurkan rupang Buddha itu untuk mendapatkan kebahagiaan,” dan mereka tidak hanya menjadi anti para bhiksu-bhiksuni Buddhis, tetapi juga membakar rupang tembaga Buddha Sakyamuni itu dalam kobaran api. Kuil Buddha yang dibangun oleh Soga Iname juga dibakar habis. Segera setelah itu, gerakan anti Buddhis yang dipimpin oleh Mononobe Okoshi, dengan kaisar berada disampingnya memusnahkan Buddhisme. Pemimpin Buddhis, Iname, juga meninggal karena sakit.

Sesudah itu, Buddhisme mulai bangkit kembali dibawah perlindungan dari Soga Umako dan seorang putri kerajaan (seorang keponakan Umako, yang kemudian menjadi Kaisar Suiko). Ketika wabah penyakit kembali tersebar, gerakan anti Buddhis yang dipimpin oleh Mononobe Moriya menyatakan: “Tiga Kaisar telah meninggal ketika mereka memuja Sang Buddha. Ayah saya juga, mati karena penyakit. Kamu perlu tahu bahwa Pangeran Shotoku, Soga Umako, dan mereka yang mendukung Buddhisme adalah musuh dari orangtuaku. Mereka adalah musuh masyarakat.” Beberapa ribu orang termasuk Pangeran Anahobe dan Putri Yasube membentuk sebuah kelompok, tidak hanya untuk menghancurkan kuil-kuil Buddhis dan rupang, tetapi juga terlibat dalam perang sipil. Pada akhirnya Moriya kehilangan hidupnya. Setelah 35 tahun sejak Buddhisme diperkenalkan ke Jepang, Tiga Bencana dan Tujuh Malapetak datang silih berganti setiap tahunnya. Ketika Mononobe Moriya terbunuh oleh Soga Umako dan Dewa Shinto telah

(11)

dikalahkan oleh para Buddha, bencana dan malapetaka tiba-tiba berhenti.

Tiga Bencana dan Tujuh Malapetaka yang terjadi setelah periode itu kebanyakan disebabkan oleh kebingungan antara ajaran sebenarnya dan palsu dari Buddhisme. Kemudian bencana dan malapateka ini hanya melanda sedikit orang, beberapa propinsi, beberapa tempat, mereka yang telah melawan kebenaran, memfitnah Dharma Sejati atau beberapa hal mengenai itu. Bagaimanapun, Tiga Bencana dan Tujah Malapetaka sejak 30 tahun ini, sama sekali tidak disebabkan oleh kegusaran dan kekacauan tetapi semata-mata karena seluruh orang di Jepang membenci Nichiren.

Oleh karena itu, orang-orang disetiap propinsi, negeri, daerah dan perdesaan membawa perasaan kemarahan yang belum pernah didengar pada masa lalu dan mereka menganiaya diriKu, Nichiren. Ini adalah untuk pertama kalinya bagi orang biasa, yang belum memadamkan ilusi dalam pikiran dan keinginan, dan masih membawa kebodohan yang melekat. Ketika orang-orang bodoh berdoa kepada dewa, para Buddha, dan Saddharma Pundarika Sutra untuk perlindungan, bencana yang mereka alami akan semakin bertambah. Lima Aksara dari Dharma Agung, inti dari Bagian Pokok Saddharma Pundarika Sutra, dapat berhadapan dengan bencana dan malapetaka jika seandainya seseorang menaruh hati kepercayaan kepadanya, tetapi inilah alasan kenapa Sang Buddha secara khusus mempercayakannya kepada pelaksana Saddharma Pundarika Sutra. Analisa terakhir, oleh karena itu, bencana dan malapetaka yang terjadi sejak periode Shoka (1257-59) tidak akan pernah berhenti

sebelum kebenaran diungkapkan dan kepalsuan dari Dharma Buddha dihancurkan dalam diskusi umum di masyarakat.

Sepuluh Objek, Sepuluh tingkatan meditasi dibabarkan dalam Maka Shikan dari Maha Guru T’ien-t’ai belum pernah dilaksanakan sejak itu. Pada masa Maha Guru Miao-le dan Dengyo, sedikit orang yang melaksanakan hal itu. Karenanya tidak ada seorangpun yang melawan mereka.

Maka Shikan mengatakan bahwa “Tiga Rintangan dan Empat Iblis” akan menganggu para pelaksana Buddhisme, tetapi mereka tidak akan membuat rintangan bagi yang melaksanakan sutra sementara." Mereka (Tiga Rintangan dan Empat Iblis) itu sedang terjadi pada diriKu, Nichiren, pelaksana Saddharma Pundarika Sutra, satu persatu terjadi, dan “Tiga Rintangan dan Empat Iblis” ini jauh lebih kuat dibandingkan pada waktu Maha Guru T’ien-t’ai dan Dengyo.

Terdapat dua cara meditasi dalam ajaran “3.000 keberadaan terkandung dalam sekejap pikiran”. Pertama adalah cara “Teori”, dan kedua adalah cara “Nyata”. Maha Guru T’ien-t’ai dan Dengyo melaksanakan yang pertama. Saya, Nichiren, sekarang melaksanakan yang kedua. Itu sebabnya metode pelaksanaanKu adalah yang terunggul, kesulitan menimpa diriKu begitu kerasnya. Apa yang Maha Guru T’ien-t’ai dan Dengyo sebarluaskan didasarkan pada ajaran “3.000 keberadaan terkandung dalam sekejap pikiran” yang dibabarkan

dalam bagian Teori Saddharma Pundarika Sutra, sedangkan apa yang Saya, Nichiren, sebarluaskan “3.000 keberadaan terkandung dalam sekejap pikiran” adalah didasarkan pada Bagian Pokok Saddharma Pundarika Sutra. Perbedaan diantara keduanya adalah sama seperti perbedaan antara langit dan bumi. Ingatlah hal ini, terutama pada saat hidup akan berakhir. Miliki hati kepercayaan yang mendalam dalam Saddharma Pundarika Sutra dan teruslah menyebut O'daimoku, yang merupakan cara meditasi yang benar, yang didasarkan “Nyata” ajaran “3.000 keberadaan terkandung dalam sekejap pikiran.”

Dengan hormat, Tanggal 26 bulan enam

Nichiren (tanda tangan)

Catatan: Saya telah menerima sumbanganmu, sebuah baju musim panas, yang kamu percayakan kepada Shijo Kingo untuk mengantarkan kesini. Tolong beritahukan kepada setiap orang bahwa Aku telah menerima sumbangan yang didasarkan pada catatan yang dibuat oleh Shijo Kingo. Artikel yang diberikan oleh Tuan Ota, telah diterima sesuai dengan catatan dari Tuan Toki. Mengenai aspek lain dalam surat ini, Aku telah menuliskan untuk Shijo Kingo, jadi kamu dapat meminjam dan membacanya.

(12)

Redaksi :: Cerita ini Sambungan

dari bulan lalu edisi Juni 2005.

agal melakukan hukuman mati kepada Nichiren Daishonin, kemudian Ia dibuang ke Pulau Sado dari tanggal 10 Oktober 1271 sampai 13 Maret 1274. Nissho Shonin yang berdiam di Kamakura dan menjaga para penganut dan murid selama gurunya dibuang ke Pulau Sado. Dibawah tekanan dan penganiayaan dari pemerintah, mereka terus berusaha mempertahankan gerakan ajaran Saddharma Pundarika Sutra. Pada saat itu adalah saat yang sangat sulit bagi para murid dan penganut, mereka dijuluki kriminal dan sering mendapatkan penganiayaan dan hinaan. Hal ini terungkap dalam tulisan Nichiren Daishonin, “Onfurumai Gosho.” Beliau mengambarkan bahwa banyak murid dan pengikutnya yang tidak tahan menghadapi tekanan dari pemerintah, bahkan 99 dari 100 orang tidak dapat mempertahankan hati kepercayaannya. Nichiro Shonin dan empat orang lainnya telah ikut dipenjarakan ketika Nichiren Daishonin dibuang ke Pulau Sado. Beberapa murid dan pengikut mengambil resiko dan mempertaruhkan nyawa mereka secara diam-diam mengunjungi gurunya, di Pulau Sado, mereka antara lain Nichimyo Shonin dan Shijo Kingo. Meskipun Nichiro Shonin berada dipenjara, namun sekali waktu ia secara diam-diam

CERITA TENTANG

NICHIJI SHONIN

(Salah Satu Dari Enam Murid Utama Nichiren Daishonin)

Oleh:YM.Bhiksu. Shoryo Tarabini

Ket.Rupang Nichiji Shonin keluar dari penjara dengan cara

menyakinkan sipil penjara akan niatnya dan mengunjungi guruNya di Pulau Sado (Setelah itu ia akan kembali ke Kamakura, dan kembali ke penjara lagi). Juga ketika Nichiren Daishonin mendapatkan pengampunan dari Shogun, Nichiro Shonin yang membawa sertifikat itu ke Pulau Sado dan bersama-sama kembali ke Kamakura.

Selama masa yang berat itu di Pulau Sado, Nichiji Shonin menemani gurunya sejak tiba di Tsukahara dan sampai gurunya dipindahkan ke Jibutsudo di Ichinosawa, menemani dan melayani Nichiren Daishonin selama dua tahun di pengasingan, bersama dengan teman dekat dan seniornya, Nikko Shonin. Bersama-sama mereka bertahan terhadap segala penderitaan, kekurangan makanan, air, obat-obatan dan resiko dibunuh oleh penduduk setempat. Selama waktu itu, bersama-sama mereka menyaksikan sebagian dari kejadian yang paling bersejarah dalam hidup Nichiren Daishonin seperti debat di Tsukahara, penulisan sebagian besar tulisan utama seperti Kaimoku Sho, Sado Gosho, Kito Sho, Kanjin Honzon Sho, Shoho Jisso Sho, Nyosetsu Shugyo Sho dan Kembutsu Mirai Ki. Mereka juga ada disana ketika gurunya, Nichiren Daishonin menulis mandala Gohonzon yang pertama yang melambangkan sepuluh dunia sebagai objek pemujaan agung.

Nichiji Shonin adalah seorang sarjana Tendai dan penulis

yang aktif dan terbesar diantara para murid-murid Nichiren Daishonin. Tinggal dan melayani gurunya dengan setia dan dalam waktu yang lama, dengan latar belakang yang luas tentang doktrin Buddhisme dan filosofi Tendai, Nichiji Shonin secara penuh dapat menguasai pengajaran Nichiren Daishonin. Mungkin karena alasan ini dan pengabdiannya yang tak berhenti dan letih melayani gurunya dari tahun ke tahun, karena itu ia ditugaskan sebagai salah satu dari Enam Murid Utama Nichiren Daishonin. Contoh lain kepercayaan yang dalam Nichiren Daishonin terhadap Nichiji Shonin adalah adanya dua tulisan yang ditulis oleh Nichiji Shonin, dan telah ditandatangani

(13)

oleh Nichiren Daishonin, ini telah dibuktikan keasliannya yakni Ji Myohokke Monto Sho (Tanya Jawab Mengenai Hati Kepercayaan dalam Saddharma Pundarika Sutra) dan Seigu Monto Sho (Tanya Jawab antara Orang arif bijaksana dan orang bodoh).

Setelah kembali dari Pulau Sado, dan mengikuti Nichiren Daishonin untuk berkunjung ke Gunung Minobu, Nichiji Shonin kembali melayani gurunya. Ia juga kemudian ikut aktif dalam menyebarluaskan ajaran Nichiren Daishonin bersama-sama teman lamanya, Nikko Shonin. Besarnya jumlah para bhiksu dan kuil yang mengalihkan hati kepercayaan kepada ajaran Nichiren Daishonin sebagai hasil dari penyebarluasan ajaran, sebuah kampanye dari sekte Tendai untuk mengusir dan mengambil alih tanah-tanah mereka yang mengikuti Nichiren Daishonin pun dimulai. Empat orang bhiksu yakni Nikko Shonin, Nichiji Shonin, Jibu-bo Kenshu dan Shoken mengirimkan sebuah petisi protes kepada KeShogunan Kamakura, yang disebut Shijukuin Moshi-jo.

Bagaimanapun tekanan tidak berhenti sama sekali. Meskipun menghadapi begitu banyak tekanan, Nichiji Shonin tidak mengurangi upaya penyebarluasannya. Kemudian berkat perlindungan dari keluarga Matsuno, ia mendirikan sebuah Hokke-do (Aula Saddharma Pundarika Sutra) yang kemudian menjadi Kuil Ren’ei-ji. Jumlah para murid Nichiji Shonin juga meningkat dengan pesat termasuk Jibu-bo, Daibu-bo, Nikkyo, Nichi’en, Nittatsu, Nisshin dan lainnya.

Pada tanggal 8 september 1282, Nichiren Daishonin mengalami sakit keras dan meninggalkan Gunung Minobu untuk terapi penyembuhan di sumber air panas Hitachi. Karena sakit yang semakin

parah, membuat perjalanan ke sana terpaksa ditunda dan berhenti di kediaman pengikut awam Ikegami Munenaka (Sekarang, sebelah selatan, Tokyo) istirahat dan berusaha menyembuhkan penyakitnya. Pada tanggl 18 september, Nichiren Daishonin mengetahui bahwa Ia tidak mungkin melanjutkan perjalanan dan waktu memasuki Nirvana telah dekat. Pada tanggal 25 September, Ia memanggil para murid-muridnya untuk berkumpul dan menyelesaikan ceramahnya dalam Rissho Ankoku-ron.

Pada tanggal 8 Oktober, Ia menetapkan Enam Murid UtamaNya sebagai mereka yang bertanggungjawab atas penyebarluasan ajaranNya yakni;

Nissho Shonin, Nichiro Shonin, Nikko Shonin, Niko Shonin, Nitcho Shonin dan Nichiji Shonin. Hanya

berselang satu minggu dan pada pagi hari tanggal 13 Oktober, semua murid-murid dan penganut berkumpul disekitarnya dan Ia memasuki Nirvana. Didalam ruangan gurunya, mereka menempatkan Maha Mandala Gohonzon sesuai dengan yang diminta oleh Nichiren Daishonin bersamaan dengan rupang Buddha Sakyamuni berdiri yang dipersembahkan oleh Tuan Ito ketika Beliau dibuang ke semenanjung Izu pada tahun 1261. Mereka semua berkumpul dengan sejumlah murid dan penganut dan membaca sutra dan Odaimoku. Pada jam 08:00 pagi, Nichiren Daishonin meninggal dunia dan pada waktu itu sebuah bel kecil berbunyi. Juga dikatakan terjadi gempa bumi kecil ketika Nichiren Daishonin memasuki Nirvana.

Beberapa hari kemudian, setelah acara kremasi selesai. Berdasarkan permintaan dari Nichiren Daishonin; Nissho Shonin, Nichiro Shonin, Nikko Shonin dan Nichiji membawa abu gurunya kembali ke Gunung Minobu. Nichiji

Shonin tinggal di Gunung Minobu. Pada 100 hari meninggalnya Nichiren Daishonin, sebuah upacara dilaksanakan yang dihadiri oleh seluruh murid di Kuil Kuonji. Pada waktu itu disetujui untuk melakukan penjagaan makam dari Nichiren Daishonin. Nichiji mendapat waktu jaga setiap bulan mei. Juga pada waktu itu, setiap murid mendirikan sebuah tempat tinggal mereka masing-masing ketika mereka tinggal di Gunung Minobu. Kediaman Nichiji Shonin yang kemudian hari menjadi Kuil Kubo-no-bo.

Pada peringatan 7 tahun meninggalnya Nichiren Daishonin, Nichiji Shonin, Nichijo Shonin, Nichigyo Shonin dan Nichimyo Shonin bertemu untuk berdiskusi tentang permintaan seorang pemahat buddhis terkenal di Kamakura, Nippo Shonin untuk membuat rupang dari guru mereka, Nichiren. Mereka memutuskan mempercayai pemahat itu untuk mengerjakan proyek itu. Setelah selesai, maka rupang itu diabadikan di Kuil Ikegami Honmonji. Didalam rupang itu, ditaruh sebuah kotak tembaga yang berisi barang-barang peninggalan Nichiren Daishonin. Sebuah tongkat hossu yang terbuat dari rambut ibunda Nichiren Daishonin diletakkan disebelah tangan kanan rupang. Sebagaimana yang terdapat di foto, tanda tangan Nichiji Shonin juga dapat dilihat dibagian bawah rupang tersebut.

24 tahun setelah meninggalkan Pulau Sado bersama dengan guruNya, Nichiji Shonin melakukan upacara peringatan kematian ke-13, Nichiren Daishonin. Pada tahun yang sama 1295, ketika Nichiji berumur 45 tahun, Ia melakukan perjalanan untuk menyebarluaskan ajaran Saddharma Pundarika Sutra keseluruh dunia. Catatan awal tentang perjalanannya tercatat dalam Buletin Nichiren

(14)

Shu tahun 1735. Keinginannya untuk menyebarluaskan Dharma keluar negeri didasarkan pada keinginan Nichiren Daishonin untuk menyebarluaskan ajaran ini keseluruh Jepang, China dan kembali ke India. Dalam Betto Gobo Gohenji, Nichiren Daishonin menuliskan,”KeinginanKu adalah agar ke tujuh aksara “Namu Myoho Renge Kyo” dapat tersebarluaskan ke seluruh Jepang, dan tanah China…..” kemudian dalam Kangyo Hachiman Sho dikatakan, “Bulan muncul dari barat dan menuju ke arah timur. Buddhisme menyebar dari daratan Gasshi (India). Matahari terbit dari timur. Buddhisme Jepang akan kembali ke daratan Gasshi.” Atas gagasan itulah, maka Ia berkeinginan secepatnya tiba di India untuk memenuhi keinginan dari gurunya. Ia memulai perjalanannya dengan jalan kaki kearah utara daerah Ainu, Jepang bagian Timur laut, kemudian ia menaiki perahu menuju ke pantai daerah Amur. Setelah dari sini, kita tidak mengetahui lagi kemana arah perjalanannya. Terdapat sejumlah teori dan legenda yang muncul seputar perjalanan Nichiji Shonin. Ini juga termasuk bahwa beberapa kuil yang didirikannya di daerah Amur, Manchuria dan China. Bahkan baru-baru ini , para ahli sejarah telah menemukan jejak-jejak Nichiji Shonin di negeri China, termasuk Kuil Rikkaji dikota Senka, sebelah barat Beijing adalah kuil dimana Nichiji Shonin tinggal dan menyebarkan Dharma di negeri China. Namun setelah sejumlah sarjana ikut meneliti, masih terdapat keraguan besar mengenai kebenaran dari teori itu, sampai saat ini kita tidak mengetahui apa dan bagaimana serta dimana Nichiji Shonin tinggal secara pasti.

Meskipun begitu, Nichiji Shonin adalah seorang individu yang unik dalam sejarah Buddhisme

Jepang, yang mana selama berabad-abad banyak bhiksu berpergian ke negeri China untuk belajar Buddhisme, dan setelah kembali ke Jepang dengan membawa banyak sutra, seni budaya, tradisi dan doktrin, namun lain halnya dengan Nichiji Shonin. Lebih dari enam puluh bhiksu yang terkenal pergi ke negeri China untuk belajar Buddhisme dan memperkenalkannya ke Jepang, ini meliputi Eisai, pendiri sekte Zen di Jepang, pergi ke negeri China pada tahun 1167 dan guru Zen, Dogen pada tahun 1223. Kamakura juga mencatat bahwa para bhiksu seperti Doryu, pendiri Kuil Kenchoji dan Sogen, pendiri Kuil Enkakuji. Banyak juga para bhiksu besar dari negeri China datang ke Jepang untuk menyebarkan dan membantu perkembangan ajaran Buddha diseluruh Jepang. Pertukaran para bhiksu ini berlangsung secara pesat juga sepanjang periode Mongol dalam sejarah China (Dinasti Yuan, 1280-1368). Bahkan seorang murid Ryokan Gokurakuji, Enshu, melakukan perjalanan untuk belajar Buddhisme ke China. Berbeda dengan mereka semua, Nichiji Shonin, ia ingin memenuhi keinginan dari Nichiren Daishonin agar ajaran Saddharma Pundarika Sutra tersebarluas dan kembali ke India dan negeri China. Dengan keinginan hati seperti inilah Ia berangkat ke China.

Rute normal ke negeri China pada jaman itu adalah melewati jalur pelabuhan Hakata, di Pulau Kyushu. Namun, Nichiji Shonin pertama pergi ke Hiraizumi di Propinsi Mutsu didaerah utara Pulau utama Honshu (Sekarang, daerah administratif Iwate), berhenti pertama kali di Chusonji, sebuah Kuil Tendai terkenal, untuk mengumpulkan informasi perjalanan ke China, kemudian ia meneruskan perjalanan kedaerah selanjutnya (sekarang, Yamagata, Akita dan daerah administratif Aomori). Sepanjang perjalanan itu

ia menyebarkan ajaran Odaimoku “Namu Myoho Renge Kyo”. Ia berhasil mendirikan banyak sekali kuil-kuil dalam daerah ini, seperti Kuil Hourei’in di Kuroishi dan Rengeji di kota Aomori. Dikatakan juga bahwa ia kemudian berpergian ke pelabuhan Tosa di semenanjung Tsugaru dan menyeberang ke Tsugaru di Ezo (Hokkaido) dimana, ia telah mendirikan Kuil Myou’ouji di Ishizaki dalam kota Hakodate, Kuil Hokkeji di Matsumae, dan Kuil Myokenji di daerah Todohokke. Nichiji Shonin secara intensif menyebarluaskan ajaran kepada para penduduk asli Ainu, yang kemudian membantu ia menyeberang lautan Jepang utara ke daerah Manchuria.

Sepanjang perjalanan itu Nichiji Shonin telah bertemu dengan banyak orang dan bahaya. Bahkan pada waktu itu di Jepang, berpergian seperti itu akan banyak melewati daerah tidak berpenghuni, dan menghadapi bahaya perampok dijalanan. Sungguh sebuah hal yang berat, dimana kita harus bepergian ke negera yang tidak dikenal dan dengan bahasa yang tidak kita kenal pula. Namun, Nichiji Shonin adalah seorang individu yang berani, mempunyai keinginan yang kuat untuk menyebarluaskan ajaran Buddha. Ia mengatakan dalam tulisannya bahwa ia tidak mempunyai rasa takut akan bahaya apapun, sekali ia telah mengenakan jubah Buddha, dan bahkan berkeinginan mengorbankan hidupnya untuk menyebarluaskan Saddharma Pundarika Sutra. Nichiji Shonin tidak hanya dikatakan sebagai misionaris Buddha pertama yang meninggalkan Jepang untuk menyebarkan ajaran bagi Nichiren Shu tetapi juga bagi seluruh sekte di negeri Jepang.

Kita hendaknya mempunyai hati dan semangat yang sama seperti Nichiji Shonin. Keinginan yang luas dan bersemangat untuk

(15)

Sambungan dari Hal. 6

menyebarluaskan ajaran Nichiren Shu Buddhisme, untuk menjawab keinginan dari Nichiren Daishonin. Nichiren Daishonin mengatakan dalam surat Itten Shikai Kai Ki Myoho atau “Seluruh umat manusia di empat penjuru dunia harus kembali ke Hukum gaib “Myoho Renge Kyo.” Mengambil semangat dari Nichiji Shonin, marilah kita semuanya melakukan penyebarluasan Dharma “Odaimoku” kepada seluruh teman, keluarga dan orang lain, sehingga setiap orang dapat mencapai Penerangan dan mendapatkan kebahagiaan yang sesungguhnya, menciptakan Tanah Buddha yang damai dan suci. Gassho.

Daftar Pustaka

1. Densetsu to Shijitsu no Hazama de - Mankou no Arano ni Kieta Nichiren-so, Nichiji no Jiseki wo Megurru Tabi no Hatashite kara, Goino Sadao, Nippon oyobi Nipponjin, no.1586, pp.77-87, 1987.4

2. A Dictionary of Buddhist Terms and Concepts, NSIC, Tokyo, 1983 3. Kaigai Dendo no So - Nichiji

Shonin, Matsumura Jugon, Shobo no.57, Nichiren Shu Shimbun-Sha, January 1993 4. Manual of Nichiren

Buddhism, Senchu Murano, Nichiren Shu Headquarters, Tokyo, 1995

5. Nichiji Shonin-Den no Shuhen, Hara Kensho, Shobo no.57, Nichiren Shu Shimbun-Sha, January 1993. 6. Nichiji Shonin no Kaigai Dendo

- Senka Shutsdo Ihin to Sono Kagakuteki Nenpyo Sokutei, Mitomo Ryojun, Osaki Gakuho, pp.97-118, Rissho University, Tokyo, 1994.3

7. Nichiji Shonin no Moko-Toko wo Kangaeru, Nakao Takashi, Shobo no.57, Nichiren Shu Shimbun-Sha, January 1993.

8. Nichiji Shonin no Tairikutoko- Senka Shutsudo Ibutsu wo Chushin toshite, Maejima Shinji, Seibun-do Shinkosha, Tokyo, 1983

9. Nichiji Shonin Senka Ibutsu no Gaiyo,

Saijo Gisho, Nichiren Shu Shimbun Report, Tokyo

10. Nichiji Shonin to Eiteiji, Nozawa Yoshimi, Shobo no.57, Nichiren Shu Shimbun-Sha, January 1993. 11. Nichiren Jiten, Miyazaki Eishu,

Tokyo-do Shuppan, Tokyo, 1978 12. Nichiren Shonin no Ayumareta

Michi, Ichikawa Chiko, Suishobo, Tokyo, 1981

13. Nichiren to Sono Deshi, Miyazaki Eishu, Heirakuji Shoten, Kyoto, 1997

14. Nippon Bukkyo no Tairiku Shishutsu, Shimada Gyokei, Nichiren Shu Kyoho, Tokyo, Februa, 1940.

15. Sado Rekishi Bunka Shirizu II: Nichiren Shonin to Sado, Tanaka Keiichi, Nakamura Shoten, Tokyo, 1971 16. Takanabe Nitto to Tairikuzan Suijoin,

Fuijoka Kentaro, Fukuoka Ken Chiki-shi Kenkyu-jo: Kenshi Dayori, No. 110, 2000.7

17. Interview with Rev. Gisho Saijo, a researcher and expert on the history of Nichiji Shonin, Nichiren Shu Shimbun, Tokyo, October 2001

tetap masih sadar dan tidak perlu khawatir.

Pada suatu malam, hujan turun dengan lebatnya, dan kereta api agak terlambat dari jadwalnya. Untuk menghilangkan kekesalannya menunggu, Kasep mulai mengeluarkan botol araknya sampai, tanpa disadarinya, telah hampir dihabiskannya setengah botol minuman arak tersebut. Walaupun telah ditegur oleh Kepala Peron , tapi Kasep tetap meyakinkan bahwa dia masih sadar dan tidak perlu khawatir.

Tiba-tiba muncullah suara kereta api dari dua arah yang berlawanan, rel harus segera diarahkan. Kepala peron dengan panik segera menuju arah belakang untuk menutup palang kendaraan

umum agar tidak melewati jalur kereta api, dan meminta Kasep untuk melakukan tugasnya mengarahkan rel yang di depan. Kasep sambil tertawa berkata, “Tenang saja Pak, tidak perlu tergopoh-gopoh.” Kepala Peron menegaskan kembali agar segera memperhatikan pekerjaannya, dan akhirnya dengan perlahan Kasep mulai bangkit dan menuju tempatnya bekerja.

Kepala Peron dengan cepat berlari ke arah belakang, sedangkan Kasep masih tenang berjalan dan bermaksud meneguk lagi seteguk arak untuk menghangatkan badannya sambil kemudian mengenakan jas hujannya. Dengan santai dia memegang lampu petromak dan berjalan menyusuri rel kereta, namun baru melangkah tiba-tiba terdengar suara pluit kedatangan kereta api. Kasep mulai

tergopoh-gopoh berlari ke depan dengan sekuat tenaga, namun semuanya sudah terlambat. Kedua kereta api tersebut saling menghantam gerbong masing-masing seperti dua naga yang sedang bertarung. Berbagai jeritan dan isakan penumpang terdengar histeris bercampur benturan suara keras yang memekakkan telinga.

Sesudah bencana tersebut berakhir, Kasep tidak berhasil ditemukan. Tetapi pada malam berikutnya, orang-orang melihat Kasep duduk di pinggiran kereta api sambil memegang petromak dalam keadaan tidak sadar, sambil melambaikan petromaknya dan berteriak, “Kenapa tidak saya lakukan,...kenapa tidak saya lakukan, ...kenapa...”

(16)

Buddha.

Sakyamuni, Amitabha, dan Dainichi semuanya adalah Buddha. Tetapi mereka secara mendasar memiliki kekayaan yang berbeda-beda. Sakyamuni melambangkan Badan Perwujudan, Amitabha simbol dari Badan Kebajikan, dan Dainichi adalah simbol Badan Dharma. Tiga Badan Buddha ini diinterpretasikan dalam banyak pengertian lainnya.

Saya akan menjelaskan tentang Tiga Badan dari Buddha Sakyamuni. Perlu kalian ketahui ukan hanya terdapat

seorang Buddha Sakyamuni saja, tetapi terdapat banyak Buddha lainnya, seperti Buddha Amitabha, dan Dainichi. B u d d h a Amitabha dipuja disekte Jodo-shu Betsuin, Nishi-Hongwanji Betsuin, dan Higashi Honganji Betsuin. Kamu tahu hari kelahiran Buddha Amitabha? Saya adalah seorang bhiksu tetapi saya tidak tahu tanggal kelahirannya. Di Kuil Koyasan, anggota yang memuja Buddha Dainichi atau Maha Vairocana Buddha. Apakah mereka tahu tanggal hari kelahiran dari Buddha Vairocana? Saya pikir mereka tidak mengetahuinya. Saya yakin kalian semua juga tidak ada yang tahu. Saya akan memberitahukan kepada kalian kenapa kita tidak mengetahui tanggal kelahiran Buddha Amitabha dan Maha Vairocana Buddha. Tetapi, akan saya beritahukan jawabannya pada akhir ceramah ini.

Hari ini, saya ingin membicarakan tentang Tiga Badan Buddha. Istilah “Badan” tidaklah untuk dipahami secara bertentangan antara badan dan jiwa. Perkataan

“Badan” adalah penjelmaan, ini

adalah tiga kekayaan dari Buddha. Mereka adalah Ojin, Ho-jin, dan Hos-shin atau mereka dapat disebut Nirmana-kaya, Samboga-Kaya, dan Dharma-kaya dalam bahasa sansekerta.

Yang pertama, adalah Badan perwujudan disebut Ojin atau Nirmana-Kaya. Buddha mewujudkan dirinya dalam dunia ini sebagai

Buddha Sakyamuni dalam sejarah. Sama seperti kita, ia lahir, tumbuh, dan mencapai Penerangan, mengajarkan kita berbagai ajaran, dan meninggal.

Kedua, adalah Badan Kebajikan / Penghargaan disebut Ho-jin atau Sambhoga-kaya. Kenapa ini disebut Badan Kebajikan? Karena Ia dapat menjadi seorang Buddha sebagai hasil dari pelaksanaan maitri karuna sebagai seorang Bodhisattva dan berjanji untuk menyelamatkan seluruh mahluk. Sebuah contoh yang bagus adalah Buddha Amitabha. Kadang-kadang, saya sedikit

bingung tentang apakah Buddha Amitabha adalah seorang Buddha yang utuh atau ia masih seorang Bodhisattva. Karena ia mengucapkan 48 janji, ia tidak dapat menjadi seorang Buddha sampai seluruh mahluk mencapai KeBuddhaan.

Ketiga, adalah Badan Dharma (Sifat Sejati) disebut Hosshin atau Dharma-kaya. Dapat dikatakan bahwa Buddha Dainichi atau Maha Vairocana Buddha adalah Hosshin. Badan Dharma dari Buddha adalah lambang Kebenaran Mutlak seperti halnya Maha Vairocana

Tiga Badan Sang Buddha

Oleh:YM.Bhiksu Shokai Kanai

(Kepala Bhiksu Kuil Nichiren Shu Buddhist LA – USA)

Buddha Baisyajaraja (Raja Obat - Yakuo Butsu)

(17)

bahwa hanya Buddha Sakyamuni yang terdapat dalam sejarah yang pernah lahir ke dunia saha ini.

Ia lahir, tumbuh, dan mencapai Penerangan, mengajarkan ajaran mendalam sebagai Buddha, menjadi tua dan meninggal pada usia 80 tahun. Ia adalah Ojin – Orang yang mempunyai badan fisik seperti halnya kita.

Bagaimanapun, ketika bayi Buddha itu lahir pada tanggal 8 april, ia belumlah menjadi seorang Buddha. Sebagaimana kita ketahui, ia hidup sebagai seorang pangeran di Istana Kapila dan kemudian meninggalkan rumahnya untuk menjadi seorang petapa. Setelah enam tahun melaksanakan pertapaan dan meditasi, Ia mencapai Penerangan. Ia menjadi seorang Buddha. Jadi ini disebut Badan Kebajikan Buddha setelah Ia mencapai Penerangan. Perlu diketahui, bahwa ia tidak hanya melaksanakan enam tahun pertapaan dan meditasi untuk membuat Gautama menjadi seorang Buddha. Selama masa kalpa yang tak terhingga pada masa lampau, ia adalah seorang Bodhisattva dan melaksanakan janjinya untuk menjadi seorang Buddha dan melaksanakan banyak maitri karuna kepada orang lain untuk dapat menjadi seorang Buddha. Terdapat banyak cerita tentang kehidupan masa lampaunya seperti ia pernah menjadi seekor ikan, harimau dan pingiun sekalipun. Sebagai hasil dari janji dan pelaksanaan ini, Ia menjadi Buddha Sakyamuni. Ini adalah aspek lain dari Tiga Badan Buddha Sakyamuni.

Lebih lagi, Buddha Sakyamuni dapat mencapai Penerangan dari Dharma atau Kebenaran Sejati. Dharma ini sudah ada jauh sebelum Gautama Siddhartha mencapai Penerangan. Ini adalah konsep yang sama bahwa hukum gravitasi bumi ada jauh sebelum kemudian ditemukan oleh

Isaac Newton dengan memperhatikan jatuhnya sebuah apel ke tanah. Tetapi tanpa Buddha Sakyamuni, kita tidak mungkin akan tahu tentang Dharma dan kita juga tidak akan tahu tentang Buddha Amitabha dan Buddha Vairocana. Buddha Sakyamuni membabarkan Dharma, sehingga Buddha Sakyamuni juga adalah Perwujudan dari Kebenaran Sejati, Dharma. Ini disebut Hosshin, atau Badan Dharma dari Buddha Sakyamuni. Bagaimanapun, hanya Buddha Sakyamuni yang mempunyai Tiga Badan secara lengkap dan utuh.

Sekarang, kembali ke pertanyaan tentang hari lahir Buddha Amitabha dan Buddha Vairocana. Mereka bukanlah Buddha yang terdapat dalam sejarah. Mereka tidak pernah lahir kedunia ini. Oleh karenanya, mereka tidak mempunyai tanggal lahir. Tidak lahir berarti tidak mati. Buddha yang ada dalam sejarah, Buddha Sakyamuni lahir pada tanggal 8 april dan meninggal pada tanggal 15 pebruari. Jika ada awal pasti ada akhir. Dharma tidak pernah lahir dan mati. Dharma adalah Abadi. Meskipun Badan Perwujudan dari Buddha adalah tidak kekal, Badan Dharma adalah abadi. Dalam istilah Kristen, “Dharma Kristen sudah ada sebelum Tuhan menciptakan pria dan wanita. Dharma akan tetap ada meskipun hari penghakiman Tuhan telah tiba.”

Pengertian lain dari Tiga Badan Buddha adalah bahwa Buddha Sakyamuni dalam sejarah adalah Ojin atau Badan Perwujudan. Semua Sutra-sutra yang kita baca adalah Hosshin, karena Sutra berisi Dharma. Sutra yang kita baca di kuil dan rumah adalah sama seperti Badan Dharma dari Buddha. Maka itu, kalian hendaknya tidak membuang sutra itu atau meletakkannya ditempat yang kotor. Kita mesti menjaga buku gongyo

kita dengan penuh rasa hormat. Dan juga Badan Kebajikan dari Buddha, adalah diri kita semua, sebab pada masa mendatang kita semua akan menjadi Buddha sebagai hasil dari pelaksanaan kita.

Pengertian terakhir dari Tiga Badan dari Buddha adalah sangat penting untuk kita. Ini menyadarkan kita bahwa kita memiliki ke Tiga Badan Buddha tersebut. Sebagai contoh, Badan fisik kita adalah Badan Dharma. Pikiran kita adalah Badan Kebajikan, dan Perilaku kita adalah Badan Perwujudan. Bibit Buddha itu terdapat dalam diri kita sama seperti bunga terdapat dalam benihnya. Dengan hal yang sama, bunga memerlukan sinar matahari yang hangat agar dapat tumbuh, demikian juga Bibit Buddha kita juga memerlukan kekuatan dari luar untuk menariknya agar dapat berkembang. Kekuatan ini adalah penyebutan Nembutsu bagi para penganut Buddha Amitabha, Zazen bagi para anggota Zen, menyebut go-hogo bagi para anggota Kuil Koyasan dan Odaimoku, judul suci untuk para pengikut Nichiren Shu yang berisi semuanya.

Bagaimanapun caranya Tiga Badan dari Buddha ini ditafsirkan, Buddha Sakyamuni mengungkapkan kepada kita bagaimana caranya untuk mencapai KeBuddhaan. Mari kita menyatakan penghormatan kita kepada Buddha Sakyamuni. Mari kita letakkan tanggan kita dalam Gassho (anjali) dan mengulang janji kita sebagai seorang Buddhis.

“Saya menaruh hati kepercayaan didalam Buddha”

“Saya menaruh hati kepercayaan didalam Dharma”

“Saya menaruh hati kepercayaan didalam Sangha”

Namu Myoho Renge Kyo Namu Myoho Renge Kyo Namu Myoho Renge Kyo

Referensi

Dokumen terkait

Perikatan (al-iltiza>m) dan perjanjian (al-‘aqd) dalam hukum Islam di- kenal dengan beberapa istilah yang mengandung konsep tersebut, yakni h}ukm ‘aqd, al-d}ama>n

Beberapa tools yang digunakan oleh peneliti untuk melihat hasil dari implementasi teknik SEO (Search Engine Optimization) yang telah dilakukan antara lain

4 Bendahara pengeluaran Disparda menerima SP2D senilai Rp 15.000.000,- dari Kuasa BUD atas SPM-UP yang diajukan pada nomor 3.. SP2D tersebut dicairkan pada hari

Manfaat yang dapat diperoleh dalam TA (tugas akhir) ini adalah masyarakat dapat menikmati musik yang dikemas dalam sebuah drama musikal yang telah dibuat. Di

Pengosongan, berarti mengosongkan benak kita dari berbagai bentuk pemikiran yang salah, menyimpang, tidak berdasar, baik dari segi agama maupun akal yang lurus Pengisian,

Melihat kenyataan tersebut berarti ibu harus memiliki pengetahuan yang baik dan cukup tentang perkembangan kognitif anak karena ibu dapat berperan di dalamnya,

Kumpulan ide-ide (pikiran bebas yang hidup pada individu, kelompok dan masyarakat), baik pengetahuan dan pengalaman yang berada di dalam pikiran manusia (proses mental pada