• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN KONFLIK SEBAGAI PERUBAHAN DALAM ORGANISASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERAN KONFLIK SEBAGAI PERUBAHAN DALAM ORGANISASI"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN KONFLIK SEBAGAI PERUBAHAN DALAM ORGANISASI

Oleh:

Samsul Ode

odeaamsul@gmail.com

Abstrak

Konflik merupakan fenomena sosial yang selalu terjadi di setiap sendi kehidupan baik itu di level mikro maupun makro. Pandangan klasik cenderung melihat konflik dalam organisasi sebagai proses pertentangan yang cenderung merugikan organisasi. Artikel ini berusaha untuk melihat sisi lain konflik sebagai pemicu perubahan dalam organisasi. Konflik diharapkan dapat menjadi sebuah masukan bagi organisasi dalam rangka mengantisipasi proses perubahan baik dalam jangka pendek, menengah maupun jangka panjang.

Kata Kunci : Konflik, Perubahan dan Organisasi

A. Pendahuluan

Menurut Sunarta (2011) Organisasi dalam segala macam bentuk dan jenisnya dalam mewujudkan tujuan bersama dengan seluruh elemen yang ada pasti pernah mengalami situasi yang tidak bisa memuaskan keinginan semua orang yang terlibat dalam usaha mencapai tujuan tersebut. Hal ini sangat wajar karena di dalam organisasi terdiri dari berbagai macam latar belakang suku, agama, etnis, budaya,sosial, ekonomi, politik, dan bahkan negara yang berbeda-beda. Organisasi yang pada umumnya memiliki tingkat heteroginitas tinggi, sangat potensial terhadap munculnya konflik baik konflik individu maupun konflik organisasi. Dalam interaksi sosial antar individu atau antar kelompok atau kombinasi keduanya, sebenarnya konflik merupakan hal yang alamiah.

Konteks teori sistem menempatkan organisasi sebagai satu elemen dari sejumlah elemen yang berinteraksi secara interdepensi, aliran masukan dan keluaran adalah dasar dari titik awal dalam

menjelaskan organisasi. Organisasi memperoleh masukan dari sistem yang lebih

besar, yang kemudian mengubah masukan menjadi bentuk atau perilaku yang berbeda dari sebelumnya. Kemajuan organisasi ditentukan oleh seluruh elemen yang berpartisipasi dan berkontribusi di dalamnya. Partisipasi dan kontribusi seluruh elemen organisasi berpengaruh besar pada pencapaian tujuan organisasi. Tidak jarang proses organisasi melahirkan dinamika yang sering berujung pada konflik.

Dalam menghadapi konflik-konflik di lingkungan organisasi dibutuhkan pemimpin yang mempunyai kemampuan mengarahkan dan menggerakkan seluruh elemen organisasi kearah tujuan yang ditetapkan

serta mampu menerapkan gaya kepemimpinan secara tepat, maka kepemimpinan yang efektif adalah apabila seseorang atau sekelompok orang karyawan menjalankan pekerjaan sesuai dengan harapan seorang pemimpin dan cocok dengan kebutuhan para karyawan serta mampu memberdayakan dirinya untuk kepentingan organisasi.

Selama ini konflik dianggap sebagai tindakan serta pertentangan yang bersifat destruktif. Bersifat destruktif karena dipandang secara negatif, menjurus pada

(2)

perpecahan organisasi. Pandangan ini kemudian menganggap bahwa konflik harus dihilangkan karena akan menghambat kinerja organisasi yang optimal. Perselisihan dianggap sebagai indikasi adanya sesuatu yang salah dengan dengan organisasi, dan itu berarti aturan-aturan organisasi tidak dijalankan. Pandangan lama selalu mengkhawatirkan keberadaan konflik, maka menjadi tugas pimpinan untuk menghindarkan konflik. Padahal, disatu sisi konflik diperlukan untuk melihat seberapa jauh dan seberapa peka organisasi dalam merespon berbagai perubahan yang ada baik di level internal maupun eksternal. Diperlukan satu pemahaman bersama yang baru agar pandangan tentang konflik dapat disikapi sebagai sebuah dinamika yang wajar dalam sebuah organisasi.

B. Pembahasan

B.1 Konsepsi tentang konflik

Konflik telah menjadi bagian dari sejarah panjang peradaban umat manusia. Konflik dipandang sebagai proses pertentangan baik di level individu maupun di level kelompok. Robbins (1990) membagi transisi pemikiran tentang konflik ke dalam tiga fase yaitu pandangan tradisional, pandangan hubungan manusia dan pandangan pluralis. Pandangan tradisional bermula pada dasa warsa 1930 sampai tahun 1940-an. Pada masa itu. Konflik dipersepsikan sebagai peristiwa yang negatif dan identik dengan kekacauan, destruktif dan dapat merugikan kelangsungan organisasi, karena itu harus dicegah dan bila perlu ditiadakan. Pandangan tradisional konsisten terhadap sikap-sikap yang dominan Wahyudi (2008 : 14)

mengemukakan bahwa pemahaman maupun persepsi tentang konflik dilatarbelakangi oleh pengalaman dalam mengelola organisasi, tingkat pendidikan dan pengaruh lingkungan sosial. Dilihat dari level organisasi kecil maupun besar setidaknya lima jenis konflik menurut Sukanto (1996). Kelima jenis konflik tersebut antara lain :

1. Konflik peranan yang terjadi di dalam diri seseorang (person-role conflict) di mana peraturan yang berlaku tak dapat diterima oleh seseorang sehingga orang tersebut memilih untuk tidak melaksanakan sesuatu sesuai dengan peraturan yang berlaku tersebut.

2. Konflik antar peranan (inter-role conflict) di mana orang menghadapi persoalan karena dia menjabat dua atau lebih fungsi yang saling bertentangan seperti seseorang yang menjadi mandor dalam perusahaan tetapi juga sebagai ketua serikat pekerja.

3. Konflik yang timbul karena seseorang harus memenuhi harapan beberapa orang (intersender conflict)

4. Konflik yang timbul karena disampaikannya informasi yang saling bertentangan (intrasender conflict).

B.2 Proses Manajemen Konflik Organisasi Sebagai suatu sistem, organisasi merupakan memiliki kecenderungan yang bersifat fleksibel, yang berarti bahwa organisasi cenderung lebih bersikap terbuka. Hal tersebut dikarenakan komponen-komponen sistem organisasi yang berinteraksi dengan lingkungan. Kenneth W.Thomas dan Ralph H. Kilmann (1974) membuat sebuah taksonomi pola manajemen konflik berdasarkan dua dimensi yaitu kerjasama pada sumbu horizontal dan dan kearsetifan pada sumbu vertical. Kerjasama adalah upaya setiap orang untuk memuaskan orang lain jika menghadapi konflik. Di sisi lain, keasertifan adalah upaya orang untuk memuaskan diri sendiri jika menghadapi konflik. Berdasarkan dua pola

tersebut, Thomas dan Kilmann mengemukakan lima jenis gaya manajemen konflik yaitu :

(3)

konflik dengan tingkat keasertifan tinggi dan tingkat kerjasama rendah. Gaya ini berorientasi pada kekuasaan, dimana individu akan menggunakan kekuasaan yang dimilikinya untuk memenangkan konflik dengan biaya lawannya. Penggunaan gaya ini memiliki beberapa asumsi dasar seperti :

a. Merasa mempunyai kekuasaan dan sumber-sumber lainnya untuk memaksakan sesuatu kepada lawan konfliknya

b. Tindakan dan keputusan perlu diambil dengan cepat, misalnya dalamkeadaandarurat.

Keterlambatan mengambil keputusan atau tindakan akan memberikan akibat yang tidak baik.

c. Dalam tindakan yang tidak popular, terdapat hal yang harus dilakukan, seperti mengurangi biaya, peraturan baru, dan pendisiplinan pegawai. d. Melindungi perusahaan dari

kebangkrutan dan keadaan yang dapat merusak citra perusahaan. 2. Kolaborasi

3. Kompromi

Gaya ini diperlukan apabila :

a. Pihak-pihak yang terlibat konflik mempunyai kekuatan yang seimbang

b. Sebagai alternative penyelesaian konflik jika metode kompetisi tidak berhasil

c. Isu-isu yang dijadikan konflik sangat komplek

d. Untuk mencapai penyelesaian sementara atas masalah yang komplek

e. Masing-masing pihak tak ingin dirugikan

4. Menghindar

B.3 Konflik dan perubahan dalam organisasi

Perubahan sosial dan perkembangan ilmu pengetahuan-teknologi yang dikemas

dalam kultur dunia baru yaitu globalisasi merupakan faktor utama yang mendorong terciptanya bibit-bibit konflik. Perubahan dan perkembangan merupakan dua konsep besar yang senantiasa menunjukan dinamikanya. Dinamika perubahan maupun perkembangan membuat organisasi harus siap mengahadapi segala bentuk kemungkinan yang terjadi. Konflik sebagai salah satu bagian dari dinamika itu, harus mendapat prioritas. Pemimpin sebagai pemegang kendali organisasi di level atas (Top Management) mempunyai peran dan tantangan yang sangat besar. Siagian (1992) mengungkapkan bahwa pemimpin berperan sebagai motor penggerak dalam kehidupan organisasi. Asumsi ini didasarkan pada kenyataan bahwa betapapun tingginya tingkat ketrampilan dan kinerja yang dimiliki oleh para pelaksana kegiatan operasional, para bawahan tetap memerlukan pengarahan, bimbingan dan pengembangan. Proses pengarahan, bimbingan hingga pengembangan masuk dalam proses untuk mencapai manajemen mutu yang baik. Proses manajemen mutu salah satunya adalah berfokus pada proses. Konflik sebagai sebuah proses, secara langsung mempengaruhi maju atau mundurnya sebuah organisasi. Disinilah peran semua elemen organisasi agar bagaimana menjaga intensitas konflik yang cenderung fluktuatif agar tidak berkembang ke arah yang cenderung merugikan organisasi.

Di sisi lain, Wirawan (2010) mengungkapkan bahwa konflik sering kali merupakan salah satu strategi para pemimpin untuk melakukan perubahan. Jika tidak dapat dilakukan secara damai, perubahan diupayakan dengan menciptakan konflik. Pemimpin menggunakan faktor-faktor yang dapat menimbulkan konflik untuk menggerakkan perubahan. Akan tetapi, konflik dapat terjadi secara alami karena adanya kondisi objektif yang dapat menimbulkan terjadinya konflik. Dalam situasi seperti inilah, organisasi membutuhkan pemimpin yang tanggap, kritis dan berani mengambil keputusan strategis untuk mencapai tujuan organisasi.

(4)

Dalam proses pencapaian tujuan, tidak terlepas dari unsur-unsur seperti perbedaan kepentingan, perbedaan pendapat ataupun perbedaan pola pikir sehingga dapat mempengaruhi efektivitas organisasi. Konflik merupakan suatu peristiwa yang tidak dapat dihindarkan dalam kehidupan organisasi, bahkan konflik selalu hadir dalam setiap hubungan kerjasama antar individu ataupun kelompok dalam organisas. Walaupun konflik menurut pandangan kontemporer berfungsi positif, namun pandangan ini selalu mewaspadai kemungkinan timbulnya dampak negatif yang bersumber dari konflik yang terlalu tinggi dan tidak terkendali. Konflik dapat bersifat positif atau negative terhadap kinerja organisasi bergantung pada sifat konflik dan pengelolaan yang dilakukan. Dengan demikian, manajemen konflik menjadi salah satu strategi penting bagi peningkatan performa kerja dan produktivitas organisasi.

Robbins (1996) mengemukakan bahwa tingkat konflik optimal merupakan jenis konflik yang fungsional sehingga organisasi menjadi efektif dan mempunyai karakteristik inovatif, kritis terhadap aktivitas internal organisasi, tanggap terhadap perubahan, kreatif dan cepat beradaptasi terhadap perkembangan lingkungan. Di sisi lain, ketika tingkat konflik terlalu rendah, maka pimpinan harus menstimulasi konflik agar mendapatkan manfaat dari segi fungsional konflik. Konflik yang terlalu tinggi dapat berakibat pada kekacauan, tidak kooperatif, ego kelompok tinggi, dan terjadi pemborosan sumberdaya. Tugas pimpinan dalam menghadapi konflik yang terlalu tinggi adalah melakukan upaya menurunkan konflik. Pada akhirnya konflik dalam organisasi tidak hanya membawa dampak yang merugikan tetapi juga

membawa dampak yang positif, sebagaimana menurut Sunarta (2011) yaitu :

1. Akibat Positif

a. Organisasi memiliki dinamika dan jalinan yang akrab satu sama lain karena adanya interaksi yang intensif antar sesama anggota organisasi baik

yang terlibat langsung dengan konflik maupun yang lain. Konflik antar individu atau antar kelompok yang diselesaikan dengan damai dan adil akan membawa keharmonisan dan kebersamaan yang saling menguatkan. b. Orang-orang yang pernah berkonflik

memahami akan dampak yang diakibatkan oleh konflik yang dilakukan, sehingga pengalaman masa lalu dapat dijadikan sebagai pelajaran berharga dalam bekerja. Jika harus terjadi konflik serupa, maka satu sama lain akan saling berusaha memahami dan menyelaraskan dengan lingkungan di mana berada.

c. Konflik yang muncul akibat ketidakpuasan atas diberlakukannya peraturan tentangupah/gaji dan jenis kesejahteraan lainnya yang sebelumnya ditentang, boleh jadi oleh pihak manajemen pemberlakuannya ditunda atau dibatalkan.

d. Konflik yang timbul tetapi bisa diredam dan dikelola secara baik dapat melahirkan kritik-kritik membangun, cerdas, kreatif, dan inovatif demi kebaikan organisasi secara keseluruhan baik jangka pendek maupun jangka panjang.

e. Anggota organisasi yang tidak terlibat secara langsung dalam suatu konflik, dapat mengambil hikmah dan bisa belajar bagaimana menghadapi perbedaan sifat, sikap, dan perilaku orang lain di tempat kerja.

2. Akibat Negatif

a. Komunikasi organisasi terhambat b. Kerjasama yang sudah dan akan

terjalin antar individu dalam organisasi menjadi terhalang/terhambat.

c. Aktivitas produksi dan distribusi dalam perusahaan menjadi terganggu, bahkan sangat mungkin dapat mengakibatkan turunnya omset penjualan dalam kurun waktu tertentu.

d. Masing-masing pihak yang berkonflik sangat rentan tersulut adanya situasi

(5)

atau hal lain yang memancing kedua belah pihak untuk berkonflik lagi. e. Bekerja dalam situasi yang sedang ada

konflik menyebabkan orang yang tidak ikut berkonflikpun ikut merasakan dampaknya seperti situasi kerja yang

tidak kondusif, antar

pegawai/karyawan muncul saling mencurigai, salah paham, dan penuh intrik yang mengganggu hubungan antar individu.

f. Individu yang sedang berkonflik merasa cemas, stres, apatis, dan frsutasi terhadap situasi yang sedang dihadapi. Bekerja dalam situasi dan kindisi psikologis seseorang seperti ini tentunya dapat menyebabkan menurunnya etos kerja yang akhirnya merugikan produktivitas

organisasi/perusahaan secara luas. g. Akibat terburuk bagi orang-orang yang

sedang berkonflik dalam suatu organisasi adalah stres yang berkepanjangan hingga menarik diri dari pergaulan dan mangkir dari pekerjaan. Akibat akumulasi dari kondisi ini adalah yang bersangkutan berhenti atau diberhentikan dari pekerjaan karena seringnya mangkir dari pekerjaan sehingga dapat merugikan perusahaan.

C. Penutup

Di tengah menguatnya budaya globalisasi juga semakin menguatkan dinamika akan perubahan, sudah saatnya organisasi di level manapun merespon berbagai hal yang sedang dan akan terjadi baik di masa kini maupun di masa depan. Konflik harus dipandang sebagai sebuah proses menuju perubahan, proses menuju pendewasaan dan proses penguatan dalam organisasi. Kerangka berfikir semua elemen dalam organisasi harus disamakan bahwa perbedaan maupun pertentangan dalam lingkungan kerja di organisasi harus disikapi dengan bijaksana. Konflik bukan hanya sekedar aksi resistensi maupun aksi defensif melainkan sebagai sebuah proses berfikir

dan musyawarah bersama seluruh elemen organisasi dalam rangka mencari solusi dan alternatif dari setiap persoalan yang ada.

Pengelolaan konflik yang baik benar berarti mampu mengidentifikasi dan mengetahui potensi konflik dan tingkat pertaruhan konflik itu bagi para pekerja, maka kita dapat memprediksi kemungkinan perilaku yang akan muncul dan sebaliknya. Kita juga dapat memprediksi persepsi para pekerja tentang konflik dalam situasi konflik tersebut. Apabila kita melihat tim kerja terlibat dalam pertarungan kekuasaan secara aktif, maka kita dapat memprediksi bahwa tingkat pertaruhan konflik tersebut sangat tinggi dan kecil kemungkinan rujuk dapat dicapai dalam waktu dekat. Pada saat yang sama ketika konflik tersebut tidak dapat dihindarkan, sementara rujuk pun sulit dicapai dengan taruhan yang sangat tinggi, maka dapat diprediksi bahwa konflik akan mengarah pada situasi perebutan kekuasaan yang bersifat “hidup atau mati” atau terciptanya situasi kheos. Jika konflik sudah mencapai tingkat kritis seperti ini, intervensi pihak ketiga perlu segera dilakukan untuk memperendah tingkat pertaruhan sehingga pihak yang bertikai bersedia untuk lebih jauh menerima intervensi pihak ketiga. Dengan diterimanya campur tangan pihak ketiga, maka upaya dapat diarahkan untuk mengubah persepsi dan asumsi setiap pelaku yang terlibat dalam konflik untuk ikut menanggulangi.

Daftar rujukan

1. Wahyudi.2008. Manajemen Konflik Dalam Organisasi . Bandung : Alfabeta

2. Siagian S.P. 1992. Fungsi-fungsi Manajerial. Jakarta : Bumi Aksara

3. Wirawan. 2010. Konflik dan Manajemen : Teori, Aplikasi dan Penelitian. Jakarta : Salemba Humanika 4. Agus M Hardjana.1994. Konflik di

(6)

5. Sukanto Reksohadiprodjo.1996. Organisasi Perusahaan : Teori, Struktur,

dan Perilaku. Yogyakarta : BPFE

(7)

Referensi

Dokumen terkait

Hasil refleksi dari hasil tindakan pada siklus I selanjutnya dijadikan sebagai dasar untuk melakukan bimbingan kolaboratif dengan pendekatan individual terhadap

Hal ini berarti terdapat hubungan atau korelasi yang sangat rendah antara sanksi denda dengan tingkat penunggak retribusi IPT. Setelah

Terlihat pada gambar 4 bahwa efisiensi pemanasan mempunyai kecenderungan rendah pada awal pemanasan karena pada awal pemanasan banyak panas yang hasilkan oleh proses

Standard Operating Procedure (SOP) terkait Proses Belajar Mengajar yakni tentang pendaftaran dan pelaksanaan pemrograman mata kuliah dalam kartu rencana studi

Kegiatan apa saja yang sudah anda ikuti sebagai mahasiswa IPPAk-USD yang terlibat aktif dalam hidup menggereja di dalam

SRI HARTATI,

“Awal Dianna benar-benar berkarir di dunia modeling saat tahun 2010 sebagai salah satu model hair show dan saat itu kontrak dengan mengikuti roadshow di Indonesia,” tutur pemilik