• Tidak ada hasil yang ditemukan

AGRIPLUS, Volume 21 Nomor : 03 September 2011, ISSN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "AGRIPLUS, Volume 21 Nomor : 03 September 2011, ISSN"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIVITAS KUMBANG Haltica cyanea Weber TERHADAP GULMA

Ludwigia hyssopifolia (G.Don) Exell

Oleh : Halim

1

ABSTRACT

Research of the effectiveness of Haltica cyanea Weber to Ludwigia hyssopifolia has carried out

in Laboratory of Pest and Desease Plant, Faculty of Agriculture, Padjadjaran University Bandung. The

research has been done on April untill August 2004 to know the effectiveness of H.cyanea to

L.hyssopifolia of weed. The density of H.cyanea are 0, 5, 10 and 15 tail polybag

-1

. The density of

L.hyssopifolia are 1, 2, 3, and 4 plant polybag

-1

. The variable was observated were percentage of leaves

damage, wet weight of weed and ability consumption of H.cyanea. The result showed that’s application

5 tails of H.cyanea on 1 L.hyssopifolia has percentage of leaves damage higthest end in research is

100%. Application 15 tails H.cyanea to 1 L.hyssopifolia has lighth in weigth as 2,53 grams with higthest

ability consumption of H.cyanea as 26,80 grams.

Key words: Haltica cyane, Ludwigia hyssopifolia, weed

PENDAHULUAN

Rendahnya produksi pertanian antara

lain disebabkan oleh organisme pengganggu

yang meliputi hama, penyakit dan gulma.

Kehilangan hasil akibat serangan hama dan

penyakit pada tanaman budidaya dapat dilihat

secara langsung, sedangkan kehilangan hasil

yang diakibatkan oleh gulma tidak dapat dilihat

secara langsung. Hal ini terjadi karena gulma

selalu ada pada areal tanaman sehingga dapat

menyebabkan

kehilangan

hasil

melalui

persaingan dalam memperoleh air, unsur hara,

cahaya matahari, CO2,

dan tempat tumbuh.

Selain itu kehadiran gulma dapat mengganggu

irigasi, menyebabkan kehilangan air lewat

evapotranspirasi serta sebagai inang alternatif

bagi hama, nematoda, dan penyakit tertentu.

Jenis gulma yang dapat menurunkan

hasil

tanaman antara lain adalah gulma

Ludwigia hyssopifolia (G.Don) Exell. Hal ini

sesuai dengan pendapat Soerjani dkk. (l987),

bahwa gulma L. hyssopifolia merupakan gulma

air yang penting pada tanaman padi sawah dan

pada tingkat kepadatan yang tinggi dapat

menyaingi tanaman.

Gulma L. hyssopifolia selalu tumbuh

bersama-sama dengan gulma lain pada areal

tanaman

padi

sawah

seperti

Ageratum

conyzoides, Synedrella nodiflora, Salvinia

molesta,

Monochoria

vaginalis,

Marsilia

crenata, Rotala indica, Limnocharis flava,

Melochia corchorifolia, Cleome rutidosperma,

Echinocloa

colonum,

Paspalum ditichum,

Isahaemum timorense, Leearsia hexandra,

Fimristylis

miliaceae,

Cyperus

flavidus,

Eleusine

indica

serta

Cyperus

rotundus

(Soerjani dkk., 1987). Kehilangan hasil pada

tanaman padi akibat adanya kompetisi dengan

gulma adalah 10% - 13% (De Datta, 1980;

Smith, 1983), 20% - 40% (Madkar dkk., 1986)

dan bahkan dapat mencapai 70 % bergantung

kepada jenis, kerapatan gulma, dan keadaan

lingkungan (Mercado, 1979).

Pengendalian

gulma

yang

umum

dilakukan

oleh

petani

adalah

dengan

menggunakan herbisida. Penggunaan herbisida

dapat memberikan banyak manfaat dalam

pengelolaan gulma karena mampu menekan

pertumbuhan gulma dengan efektif dan relatif

efisien. Hal ini sesuai dengan pendapat Kropf

dan Moody (l992), bahwa pengendalian gulma

dengan herbisida lebih efektif dibandingkan

dengan teknik pengendalian lainnya. Akan

tetapi apabila penggunaan herbisida untuk

mengendalikan gulma tidak dilakukan secara

(2)

bijak, maka dapat menimbulkan dampak negatif

terhadap manusia, ternak, lingkungan serta

organisme bukan sasaran (Alwi, l996). Selain

dampak negatif dari herbisida tersebut, aplikasi

herbisida membutuhkan biaya yang cukup

mahal, karena harga herbisida terus meningkat

seiring dengan bertambahnya kebutuhan pangan

bagi penduduk dunia (Rao, 2000). Adanya

bahaya herbisida dan harga herbisida yang

tinggi tersebut maka perlu mencari alternatif

teknik

pengendalian

yang

lain.

Teknik

pengendalian tersebut antara lain dengan

pengendalian biologi.

Pengendalian

biologi

adalah

pengendalian gulma dengan menggunakan

organisme hidup lainnya. Salah satu jenis

organisme tersebut adalah serangga. Serangga

yang telah berhasil dalam mengendalikan gulma

antara lain ordo Lepidoptera, Hemiptera,

Coleoptera,

Diptera,

Hymenoptera

dan

Thysanoptera (Rao,2000). Pengendalian gulma

secara biologi dengan menggunakan serangga

mempunyai keuntungan sebagai berikut :

serangga mempunyai kemampuan yang tinggi

untuk mendapatkan inangnya, tidak mempunyai

efek yang merugikan bagi keselamatan manusia

dan lingkungan, mempunyai tingkat reproduksi

yang tinggi, mampu beradaptasi dengan

lingkungan

yang

ekstrim,

mempunyai

kemampuan menyebar yang tinggi, kompatibel

dengan teknik pengendalian lainnya, serta

pengendalian dengan menggunakan serangga

dapat merusak berbagai komponen tumbuh

gulma sehingga gulma tersebut menjadi mudah

dikendalikan

dengan

teknik

pengendalian

lainnya (Guenette, 2000).

Pengendalian

biologi

mempunyai

kelebihan antara lain pengendalian dapat

berjalan secara alamiah, relatif lebih murah dan

tidak menimbulkan dampak negatif terhadap

manusia, ternak, tanaman budidaya, dan

lingkungan

(Guenette, 2000).

Selain

itu

keuntungan pengendalian biologi adalah bersifat

selektif, perkembangan agensia pengendalian

biologi sangat cepat, pengendalian dapat

dilakukan pada daerah yang lebih luas serta

agensia pengendalian biologi sangat efektif pada

daerah-daerah yang susah dijangkau oleh

manusia (McClay dan Hughes, 2000).

Keberhasilan

pengendalian

gulma

secara biologi pertama kali terjadi di Amerika

Selatan dengan menggunakan kutu Dactylopius

coccus untuk mengendalikan spesies kaktus

berduri

(Opuntia

vulgaris).

Selanjutnya

keberhasilan tersebut juga terjadi di India,

Australia, dan Fiji dengan menggunakan larva

dari serangga Crocidosema lantana, Agromyza

lantanae, Thecla echion, dan Thecla bazochi

untuk mengendalikan gulma Lantana camara.

Keberhasilan lain yang sangat penting adalah

pengendalian gulma Eupatorium adenophorum

dengan

menggunakan

serangga

Procecidochares

utilis

(Rao,

2000).

Chicwenhere dan Keswani (l997), melaporkan

bahwa di Zimbawe keberhasilan dari serangga

penggerek

(Cyrtobagous

salviniae)

untuk

mengendalikan

gulma

Salvinia

molesta

mencapai 99%.

Keberhasilan

pengendalian

gulma

secara biologi juga terjadi di Indonesia dengan

mengintroduksi

jenis

kutu

(Dactylopius

tomentosus) dari Australia ke Sulawesi untuk

mengendalikan kaktus liar (Opuntia elatior)

(Kalshoven, 1981). Mangoendihardjo (1982),

melaporkan

bahwa

serangga

Oerseolella

javanica dapat mengendalikan gulma Imperata

cylindrica dan serangga Bactra vermosana

untuk mengendalikan Cyperus rotundus. Hasil

penelitian Sriyani dkk. (l996), menunjukkan

bahwa serangga Pareuchaetes pseudoinsulata

dapat mengendalikan gulma Chromolaena

odorata dan Ageratum conyzoides. Keberhasilan

serangga dalam mengendalikan gulma inangnya

disebabkan serangga sudah bersifat endemik

sehingga populasi gulma yang tinggi maupun

rendah tidak mempengaruhi kehadiran dan

kemampuan berkembang biak dari serangga

tersebut.

Jenis

serangga

lain

yang

dapat

dimanfaatkan sebagai pengendali gulma adalah

kumbang Haltica cyanea Weber. Jenis serangga

ini selalu ditemukan pada gulma L.hyssopifolia.

Akan tetapi jenis serangga ini belum banyak

mendapat perhatian untuk dimanfaatkan sebagai

pengendali gulma L.hyssopifolia.

Tanaman dan gulma dapat digunakan

oleh serangga sebagai inang utama, inang

alternatif, tempat meletakkan telur dan tempat

(3)

istirahat. Sifat yang dimiliki oleh serangga

sebagai pemakan gulma dalam menyerang

inangnya meliputi monofag (mempunyai satu

spesies inang), oligofag (mempunyai lebih dari

satu spesies inang), dan polifag (mempunyai

banyak spesies inang. Hal ini dapat menunjang

keberhasilan pengendalian gulma secara biologi

karena serangga mempunyai kisaran inang yang

berbeda-beda. Sifat ini memungkinkan serangga

tertentu hanya menyerang satu spesies atau

bahkan banyak spesies inang.

Menurut

Rao

(2000),

bahwa

keberhasilan pengendalian gulma secara biologi

dengan menggunakan serangga bergantung pada

kekhususan inang dari serangga tersebut, karena

serangga tidak akan menyerang tumbuhan di

luar kisaran inangnya. Kekhususan inang ini

menyebabkan serangga dapat membedakan

inangnya dan yang bukan inangnya. Selanjutnya

Courtney dan Kibota (1990), mengemukakan

bahwa penolakan dan kecocokan inang serangga

dapat dipengaruhi oleh kandungan kimia dan

morfologi gulma inang, lingkungan abiotik,

interaksi berbagai lingkungan biotik serta

fisiologi serangga. Untuk mengetahui kisaran

inang serangga maka perlu dilakukan pengujian

pada beberapa jenis gulma yang masih

mempunyai kekerabatan dekat (satu famili).

Pengujian kisaran inang dilakukan dengan dua

cara yaitu (1) uji tanpa pilihan (no-choice) dan

(2) uji pilihan (choice). Uji tanpa pilihan yaitu

agensia pengendalian biologi hanya diberikan

gulma sasaran. Sedangkan pada uji pilihan,

agensia pengendalian biologi diberikan dua atau

lebih spesies gulma dan biasanya termasuk

spesies gulma sasaran (Van Drieshche dan

Bellows, 1996).

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu

Penelitian

ini

dilaksanakan

di

Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman dan

Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas

Padjadjaran Jatinangor mulai bulan April

sampai Agustus 2004. Serangga direaring di

Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman,

sedangkan tahap pengujian dilaksanakan di

Rumah Kaca.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian

ini meliputi kumbang Haltica cyanea, gulma L.

hyssopifolia, tanah, air, pupuk kandang, bambu,

kertas label, sungkup, dan tali rafia. Sedangkan

alat yang digunakan yaitu pacul, oven, ember,

polybag (ukuran 40 cm x 50 cm), parang, loup,

kuas kecil, kamera, timbangan, dan alat tulis

menulis.

Prosedur Penelitian

Perbanyakan

Kumbang

Haltica

cyanea

Weber

Kumbang H.cyanea yang diambil dari

sawah di bawa ke Laboratorium untuk direaring

secara berpasang-pasangan dalam wadah yang

diberi sungkup dan dibiarkan sampai bertelur.

Telur yang dihasilkan dipindahkan dalam wadah

yang

lain

sampai

menetas.

Selanjutnya

dibiarkan sampai menjadi imago yang akan

dijadikan sebagai keperluan investasi. Jumlah

imago kumbang H.cyanea yang dibutuhkan

dalam penelitian ini adalah 360 ekor. Umur

imago kumbang yang digunakan adalah

seragam. Pakan yang digunakan pada saat

merearing

kumbang

adalah

gulma

L. hyssopifolia.

Persiapan Gulma Ludwigia hyssopifolia

(G. Don) Exell

Biji gulma L. hyssopifolia terlebih

dahulu disemaikan, setelah tumbuh dengan baik

maka dipindahkan pada polybag yang telah diisi

dengan campuran tanah dan pupuk kandang

sesuai dengan jumlah populasi pada

masing-masing perlakuan. Jumlah daun dan umur gulma

yang digunakan adalah seragam. Jumlah

masing-masing

gulma

yang

diperlukan

sebanyak 93 batang. Jadi jumlah keseluruhan

gulma yang digunakan adalah 186 batang.

Investasi Kumbang Haltica cyanea Weber

Setelah

gulma

dipindahkan

pada

polybag, maka semua polybag tersebut diberi

sungkup dengan ukuran 30 cm x 100 cm.

Setelah itu dilakukan investasi serangga uji ke

dalam

polybag

tersebut.

Menurut

(4)

Unterstenhover (1963) dalam Sastrosiswojo

(1987), bahwa sebelum dilakukan investasi

maka serangga yang digunakan terlebih dahulu

dipuasakan selama 24 jam.

Rancangan Percobaan

Rancangan lingkungan yang digunakan

dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak

Lengkap (RAL) dengan empat kepadatan

kumbang H. cyanea yang diulang sebanyak tiga

kali.

Perlakuan

pada

percobaan

ini

menggunakan kumbang H. cyanea stadia imago

yang diinvestasikan pada gulma L.hyssopifolia.

Tingkat kepadatan kumbang H. cyanea terdiri

dari 0, 5, 10 dan 15 ekor/polybag. Sedangkan

kepadatan gulma L. hyssopifolia 1, 2, 3, dan 4

tumbuhan/polybag. Secara rinci perlakuan

tersebut adalah sebagai berikut : A = kontrol, 0

ekor

imago

H.cyanea

pada

1

gulma

L.hyssopifolia, B = 5 ekor imago H.cyanea pada

1 gulma L.hyssopifolia, C = 5 ekor imago

H.cyanea pada 2 gulma L.hyssopifolia, D = 5

ekor

imago

H.cyanea

pada

3

gulma

L.hyssopifolia E = 5 ekor imago H.cyanea pada

4 gulma L.hyssopifolia, F = 10 ekor imago

H.cyanea pada 1 gulma L.hyssopifolia, G = 10

ekor

imago

H.cyanea

pada

2

gulma

L.hyssopifolia, H = 10 ekor imago H.cyanea

pada 3 gulma L.hyssopifolia, I = 10 ekor imago

H.cyanea pada 4 gulma L.hyssopifolia, J = 15

ekor

imago

H.cyanea

pada

1

gulma

L.hyssopifolia, K = 15 ekor imago H.cyanea

pada 2 gulma L. hyssopifolia, = 15 ekor imago

H.cyanea pada 3 gulma L.hyssopifolia, M =15

ekor

imago

H.cyanea

pada

4

gulma

L.hyssopifolia.

Masing-masing

perlakuan

diulang tiga kali.

Variabel Pengamatan

Variabel yang diamati dalam penelitian

ini adalah: (1) Persentase kerusakan daun gulma

oleh kumbang H.cyanea dengan menggunakan

rumus yang dikemukakan oleh Unterstenhover

(1963) dalam Sastrosiswojo (1987) :

100

x

b

a

P

%

Keterangan: P = Persentase kerusakan daun; a =

Jumlah daun yang terserang; b = Jumlah daun

yang tidak terserang; Z = Nilai tertinggi dari

skala kategori serangan. (2) Bobot basah gulma

dan daya konsumsi kumbang. Bobot basah

gulma diperoleh dengan cara melakukan

penimbangan pada akhir penelitian. Daya

konsumsi kumbang dihitung dengan cara :

bobot basah kontrol (A) - bobot basah setiap

perlakuan lainnya.

Analisis Data

Data

yang

diperoleh

dari

hasil

pengamatan dilakukan analisis statistik (analisis

ragam).

Apabila

hasil

analisis

terdapat

perbedaan yang nyata, maka dilanjutkan dengan

uji BNT pada taraf 95% (Gaspersz, 1991).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Persentase Kerusakan Daun Gulma

Persentase kerusakan daun gulma

L.hyssopifolia yang disebabkan oleh serangan

kumbang H.cyanea terjadi peningkatan pada

semua

perlakuan,

kecuali

pada

kontrol

sebagaimana terlihat pada Tabel 1.

(5)

Tabel 1. Rata-rata persentase kerusakan daun gulma akibat serangan kumbang H.cyanea pada umur 5-25

Hari Setelah Aplikasi (HSA)

Perlakuan

Rata-rata Kerusakan daun gulma (%)

5 HSA

10 HSA

15 HSA

20 HSA

25 HSA

A

B

C

D

E

F

G

H

I

J

K

L

M

0,00 a

76,62 b

59,12 b

56,11 b

39,71 b

73,81 b

69,87 b

71,44 b

61,71 b

74,99 b

66,19 b

49,12 b

48,05 b

0,00 a

87,03 b

69,83 b

76,21 b

55,94 b

85,71 b

76,13 b

70,91 b

84,51 b

88,89 b

83,25 b

72,71 b

59,29 b

0,00 a

93,52 b

75,99 b

75,63 b

73,76 b

90,47 b

85,69 b

88,15 b

79,62 b

91,67 b

86,98 b

80,12 b

78,52 b

0,00 a

98,04 b

84,71 b

89,20 b

84,63 b

92,86 b

96,20 b

94,69 b

87,13 b

97,22 b

91,39 b

85,94 b

90,58 b

0,00 a

100,00 b

91,08 b

93,58 b

92,63 b

97,62 b

97,57 b

96,54 b

64,14 b

100,00 b

98,61 b

94,54 b

96,73 b

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yangsama berbeda tidak nyata menurut uji Skott-Knott pada taraf 0,05 %.

Tampak bahwa pada pengamatan 5

HSA, 15 HSA, 20 HSA dan 25 HSA,

pemberian 5 ekor imago H.cyanea pada 1

gulma L.hyssopifolia (perlakuan B) memiliki

persentase kerusakan daun yang tertinggi yaitu

masing-masing 76,26%, 93,52%, 98,04% dan

100%. Walaupun tidak terjadi perbedaan

diantara semua perlakuan yang diuji, namun

dalam

prakteknya

perlu

dipertimbangkan

jumlah kumbang yang akan dibutuhkan untuk

mengendalikan gulma. Hal ini terlihat pada

hasil

penelitian,

dimana

perlakuan

B

merupakan perlakuan yang terbaik karena

hanya membutuhkan 5 ekor kumbang untuk

mengendalikan

1

pohon

gulma

sampai

menimbulkan persentase kerusakan daun 100%.

Peningkatan persentase kerusakan daun gulma

terjadi pada saat kumbang mulai memasuki

umur dewasa. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Haris (2003), bahwa peningkatan kerusakan

pada

gulma

akibat

serangan

serangga

berhubungan langsung dengan bertambahnya

umur serangga, dimana semakin dewasa suatu

serangga maka semakin tinggi pula kebutuhan

makanan yang diperlukan untuk beraktivitas

dan berkembang biak. Imago yang sudah

dewasa lebih aktif menyebar untuk menemukan

inang

yang

lebih

cocok

serta

dapat

membedakan rasa dari kandungan nutrisi yang

ada di dalam tumbuhan inang (Moschetti,

1999).

Bobot Basah Gulma dan Daya Konsumsi

Kumbang

Berdasarkan

hasil

penelitian

menunjukkan bahwa pemberian 15 ekor imago

H.cyanea

pada

1

gulma

L.hyssopifolia

(perlakuan J) menghasilkan nilai rata-rata bobot

basah gulma yang lebih ringan (2,53 gram)

dengan daya konsumsi kumbang H.cyanea

yang lebih tinggi (26,80 gram). Perlakuan J

menghasilkan bobot basah gulma terkecil jika

dibandingkan dengan kontrol (Tabel 2). Hal ini

menunjukkan bahwa pada populasi kumbang

yang tinggi, maka daya konsumsi dari kumbang

tersebut menjadi lebih besar yang secara

langsung

dapat

menyebabkan

tingginya

penurunan bobot gulma (Moschetti, 1999).

(6)

Tabel 2.

Rata-rata

bobot

basah

gulma

L.hyssopifolia dan daya konsumsi

kumbang H.cyanea

Perlakuan

Rata-rata

bobot basah

gulma (gram)

Daya konsumsi

kumbang

(gram)

A

B

C

D

E

F

G

H

I

J

K

L

M

29,33 c

10,67 a

14,22 a

11,83 a

11,13 a

5,70 a

19,03 b

9,30 a

18,50 b

2,53 a

5,10 a

5,73 a

5,20 a

0,00

18,66

15,10

17,50

18,20

23,63

10,30

20,03

10,83

26,80

24,23

23,60

24,20

Keteranga: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yangsama berbeda tidak nyata menurut uji Skott-Knott pada taraf 0,05 %.

Gulma yang terserang oleh kumbang

ditandai dengan adanya penampakan gulma

seperti kerdil, daun-daunnya berlubang, mudah

berguguran serta daun bagian pucuk menjadi

keriting. Keadaan tersebut mengakibatkan

pertumbuhan gulma menjadi terhambat yang

secara langsung mengurangi bobot biomassa

gulma.

Sitompul

dan

Guritno

(1995),

mengemukakan bahwa kehilangan

bagian-bagian

dari

tumbuhan

tertentu

dapat

mengakibatkan rendahnya bobot biomassa yang

dinyatakan secara kuantitatif.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian tentang

efektivitas kumbang Haltica cyanea Weber

terhadap gulma Ludwigia hyssopifolia (G.Don),

maka dapat simpulkan sebagai berikut : (1)

Aplikasi 5 ekor imago H.cyanea pada 1 gulma

L.hyssopifolia memiliki persentase kerusakan

daun yang tertinggi pada akhir penelitian yaitu

sebesar 100%, (2). Aplikasi 15 ekor imago

H.cyanea

pada

1

gulma

L.hyssopifolia

menghasilkan nilai rata-rata bobot basah gulma

L.hyssopifolia yang lebih ringan (2,53 gram)

dengan daya konsumsi kumbang H.cyanea yang

lebih tinggi (26,80 gram).

DAFTAR PUSTAKA

Alwi.A.,

l996.

Efek

Samping

Sistem

Pengendalian Gulma Terhadap Wereng

Batang Coklat (Nilaparvata lugens Stal)

dan Predatornya. Pros. I. Konferensi

Nasional XIII dan Seminar Ilmiah

Himpunan Ilmu Gulma Indonesia. Bandar

Lampung.

Chicwenhere.G.P

and

Keswani.C.,

1997.

Economic of Biological Control of

Kariba Weed (Salvinia molesta) Mitchell

at Tengwe in North-Western Zimbawe-a

Case Study. International Journal of Pest

Management.

Courtney.S.P. and Kibota. T.T., l990. Mother

doesn’t Know Best Selection of Hosts by

Ovipositing Insects. Boca Raton. Florida.

De Datta.S.K., 1980. Weed Control in Rice in

South and Southest Asia. Food and Fert

Tech Centre. Ekt bull. Taipe City.

Gaspersz.V.,

1991.

Metode

Perancangan

Percobaan. Untuk Ilmu-Ilmu Pertanian,

Ilmu-Ilmu Teknik, dan Biologi. CV.

Armico. Bandung.

Guenette.M., 2000. Biological Control of

Weeds with Insects. Agricultural Food

and

Rural

Development.http://www.

agric.wa.gov.au./programs/app/weeds/bio

cont.

Harris.P., 2003. Classical Biological Control of

Weeds. The Hystory Host Range Testing

for Classical Weed Biocontrol Agents.

Agriculture and Agri-Food. Canada.

Kalshoven.L.G.E., 1981. The Pest of Crops in

Indonesia. PT. Ichtiar Baru Van Hoeve.

Jakarta.

Kropf. M.J. and Moody. K., l992. Weed Impact

on Rice and Other Tropical Crops. Proc.

(7)

of the First International Weed Control

Congress.

Madkar.O.R.,Kuntohartono.T,

dan

Mangoensoekardjo.S., 1986. Masalah

Gulma

dan

Cara

Pengendalian.

Himpunan

Ilmu

Gulma

Indonesia.

Bandung.

Mangoendihardjo.S., l982. Serangga Pemakan

Tumbuhan Pada Beberapa Jenis Gulma

Air di Indonesia. Universitas Gadjah

Mada. Yogyakarta.

McClay.A. and Hughes.R.B., 2000. Biological

Control of Weeds on the Prairies.

Agricultural

Food

and

Rural

Development.

http://www.agric.gov.ab.ca/agdex.

Mercado.B.L., 1979. Introduction to Weed

Science. Southeast Asian Regional Center

for Graduate Study and Research in

Agriculture. SEARCA, College. Laguna.

Philippines.

Moschetti.R., 2003. Biological Control in

Alaska Greenhouse. Integrated Pest

Management

of

Alaska.

http://www.ipmofalaska.com.

Rao.V.S., 2000. Principles of Weed Science.

Second Edition. International Consultant,

Weed Science Santa Clara. California.

USA.

Sastrosiswojo.S., 1987. Perpaduan Pengendalian

Secara Hayati dan Kimiawi Hama Ulat

Daun Kubis (Plutella xylostella L.) Pada

Tanaman Kubis. Disertasi Universitas

Padjadjaran. Bandung.

Sitompul.S.M dan Guritno B., 1995. Analisis

Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada

University Press. Yogyakarta.

Smith.J.R., 1983. Weed and Major Economic

Importance in Rice and Yield Losses to

Weed Competition. Prociding of the

Confrence on Weed Control in Rice.

IRRI Los Banos. Philippines.

Soerjani.M.,

Kostermans.A.J.G.H.

and

Tjitrosoepomo.G., 1987. Weeds of Rice

in Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta.

Sriyani.N., Suwandi.A, dan Kustaryo.R., 1996.

Uji Preferensi Makan Pareuchaetes

pseudoinsulata

Terhadap

Kirinyuh

(Chromolaena odorata) dan Babadotan

(Ageratum

conyzoides).

Pros.

I.

Konferensi Nasional XIII dan Seminar

Ilmiah Himpunan Ilmu Gulma Indonesia.

Bandar Lampung.

Van Driesche.R.G. and Bellows.T.S., l996.

Biological Control. An International

Thomson Publishing Company. Chapman

and Hall Dept.BC. New York.

Gambar

Tabel 1. Rata-rata persentase kerusakan daun gulma akibat serangan kumbang H.cyanea pada umur 5-25 Hari Setelah Aplikasi (HSA)
Tabel 2. Rata-rata  bobot  basah  gulma  L.hyssopifolia dan  daya  konsumsi  kumbang H.cyanea Perlakuan Rata-rata  bobot basah  gulma (gram) Daya konsumsi kumbang (gram) A B C D E F G H I J K L M 29,33 c10,67 a14,22 a11,83 a11,13 a  5,70 a 19,03 b  9,30 a1

Referensi

Dokumen terkait

sulit untuk diukur, sehingga pemakai informasi membutuhkan jasa pihak ketiga yaitu auditor independen untuk memberi jaminan bahwa laporan keuangan tersebut relevan dan

Model yang paling sesuai untuk peramalan konsumsi listrik di Jawa Timur pada periode Januari 2013 hingga Desember 2013 untuk kelompok sosial, bisnis, dan industri dengan

Maksud disusunnya Renstra Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Pesisir Selatan ini adalah sebagai pedoman dalam penyusunan Rencanan Kerja Tahunan

Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan,

promosi dan penawaran yang menarik agar konsumen lebih memilih untuk membeli dari Karimun Secret Batam, terus berinovasi dalam varian produk, meningkatkan kualitas

Berdasarkan Tabel diatas hasil yang diperoleh nilai koefisien determinasi (Adjusted R Square ) sebesar 0,279 angka tersebut digunakan untuk melihat besarnya pengaruh

Program KKN-PPM di Kabupaten Kendal, yaitu Pemberdayaan UMKM Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi Kabupaten Kendal Menuju Pasar Global dapat berhasil, yaitu dapat

Gagasan menggalakkan karya tulis ilmiah dilingkungan kampus sebagai aktualisasi PRIME dalam upaya pencegahan korupsi ini sekiranya mampu menumbuhkan nilai-nilai