• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS NILAI TAMBAH PADA PRODUK TEPUNG WORTEL. Analysis of Added Value to The Product of Carrot Powder

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS NILAI TAMBAH PADA PRODUK TEPUNG WORTEL. Analysis of Added Value to The Product of Carrot Powder"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

1

ANALISIS NILAI TAMBAH PADA PRODUK TEPUNG WORTEL Analysis of Added Value to The Product of Carrot Powder

Maulana Malik1, Wignyanto2, dan Sakunda Anggarini2 1Alumni Jurusan Teknologi Industri Pertanian – Fakultas Teknologi Pertanian – Universitas Brawijaya

Jl. Veteran – Malang 65145

2Staf Pengajar Jurusan Teknologi Industri Pertanian – Fakultas Teknologi Pertanian – Universitas Brawijaya

Jl. Veteran – Malang 65145 Penulis Korespondensi: email

123mau123malik@gmail.com ABSTRAK

Umbi wortel memiliki kadar air tinggi dengan nilai tambah yang rendah bila tanpa melalui pengolahan, yaitu Rp 3.000,00 per kg. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kualitas dan nilai tambah umbi wortel setelah dilakukan pengolahan umbi wortel menjadi tepung wortel, serta peningkatan nilai tambah tepung wortel dari umbi wortel yang dibeli dari petani dan pengecer. Analisis kualitas dilakukan dengan membandingkan kualitas umbi wortel dan tepung wortel. Analisis nilai tambah dilakukan dengan membandingkan nilai tambah umbi wortel tanpa melalui pengolahan dan setelah dilakukan pengolahan umbi wortel menjadi tepung wortel. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan kualitas, yaitu kadar air sebesar 91.2 % menurun menjadi 0.82 %, total karoten sebesar 29.27 µg/g meningkat menjadi 82.78 µg/g, warna dari L 38.6, , b 28.2 menjadi L 54.7, a 23.4, b 32.9. Nilai tambah tepung wortel bila umbi wortel dibeli dari petani sebesar Rp 5.521,00 per kg dan bila umbi wortel dibeli dari pengecer sebesar Rp 6.117,00 per kg. Nilai tambah umbi wortel tanpa melalui pengolahan sebesar Rp 3.000,00 per kg dan setelah dilakukan pengolahan umbi wortel menjadi tepung wortel sebesar Rp 6.117,00 per kg.

(2)

2 Abstract

Carrot tuber have a high moisture content with a low added value when without processing, which is per kg. This study aims to determine the increase of the quality and added value of carrot tuber after carrot tuber processing into carrot powder, and an increase in carrot powder added value of carrot tuber purchased from farmer and retailer. Quality analysis is done by comparing the quality of carrot tuber and carrot powder. Added value analysis is done by comparing the added value of carrot tuber without processing and after carrot tuber processing into carrot powder. The results showed an increase in quality, the moisture content of 91.2% decreased to 0.82%, total carotene was 29.27 ug/g increased to 82.78 µg/g, the color of L 38.6, a 25.1, b 28.2 to L 54.7, a 23.4, b 32.9. Carrot powder added

value when carrot tuber purchased from farmer was per kg and

when carrot tuber purchased from retailer was Rp 6.117,00 per kg. Added value of carrot tuber without processing was Rp 3.000,00 per kg and after carrot tuber processing into carrot powder was Rp 6.117,00 per kg.

Key word: Added Value, Carrot Powder

PENDAHULUAN

Umbi wortel merupakan bahan makanan mudah rusak, sehingga umur simpannya relatif pendek. Umbi wortel bila dilakukan penyimpanan dingin memiliki umur simpan 4-6 minggu (Samad, 2006). Pengolahan bahan makanan

diperlukan untuk

memperlama umur simpan umbi wortel. Dalam industri pangan, umbi wortel umumnya diolah menjadi minuman sari umbi wortel, keripik wortel, manisan wortel,

dan tepung wortel (Cahyono, 2002). Tepung wortel memiliki umur simpan 2 tahun (Anonim1, 2013) lebih lama daripada sari buah (12 bulan), keripik wortel (5 bulan), dan manisan buah (2 minggu-1 bulan), sehingga umbi wortel lebih baik diolah menjadi tepung wortel.

Umbi wortel memiliki kadar air yang tinggi. Kadar air mempengaruhi kesegaran dan daya awet bahan pangan. Kadar air yang tinggi mengakibatkan bakteri, kapang, dan khamir

(3)

3 berkembang biak sehingga bahan pangan mengalami perubahan (Sandjaja, 2009). Tepung wortel yang dihasilkan diharapkan memiliki kadar air lebih rendah dari umbi wortel, tetapi total karoten dan vitamin C tidak lebih rendah dari umbi wortel. Adapun dari segi warna masih menyerupai warna umbi wortel, serta memiliki rendemen tinggi. Nilai tambah umbi wortel tanpa melalui pengolahan umumnya masih rendah. Pada November 2012, harga jual umbi wortel di Kota Batu untuk tingkat petani sebesar per kg (Anonim3, 2013), dan harga jual umbi wortel untuk tingkat pengecer sebesar Rp 8.000,00 per kg (Anonim2, 2013). Hal ini menunjukkan nilai tambah umbi wortel tanpa melalui pengolahan sebesar per kg. Pengolahan umbi wortel menjadi tepung wortel diharapkan dapat memberikan nilai tambah yang tinggi, sehingga memberikan keuntungan.

BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Agrokimia, Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas

Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya pada bulan November 2012 – Januari 2013. Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan praktek secara langsung proses pembuatan tepung wortel dan dilakukan pengukuran kadar air, rendemen, warna, total karoten, dan vitamin C, serta dilakukan analisis nilai tambah. Bahan yang digunakan berupa umbi wortel dengan varietas Chantenay, yang didapatkan di Pasar Besar Kota Malang. Alat yang digunakan dalam melakukan analisis kualitas antara lain Oven Memmert, Timbangan Manual Canry (kapasitas 3 kg),

Color Reader Minolta, dan Spektrofotometer Shimadzu. Batasan masalah dalam penelitian ini antara lain: umbi wortel yang digunakan sebanyak 24,10 kg (yang telah dikupas), pengujian kualitas meliputi kadar air, warna, total karoten, dan vitamin C, serta rendemen, analisis nilai tambah dilakukan pada saluran distribusi tingkat petani, tingkat pengecer, dan tingkat pengolahan umbi wortel menjadi tepung wortel. Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

(4)

4 1. Harga jual tepung wortel

berdasarkan 39 kg umbi wortel (kapasitas tunnel dryer).

2. Harga jual umbi wortel di tingkat petani sebesar per kg dan diasumsikan stabil.

3. Harga jual umbi wortel di tingkat pengecer sebesar per kg dan diasumsikan stabil.

4. Tenaga kerja langsung 3 orang dan tenaga kerja tak langsung 1 orang.

5. Mesin pengering (tunnel dryer) 1 buah.

6. Produksi dilakukan 156 kali dalam setahun (13 kali sebulan).

7. Sekali produksi dihasilkan 2.46 kg tepung wortel (rendemen 6.3 %) dan diasumsikan stabil.

8. Markup 20 %.

Proses pembuatan tepung wortel dilakukan berdasarkan proses pembuatan umbi wortel kering pada penelitian Asgar dan Musaddad (2006), yaitu umbi wortel disortasi, dicuci, ditiriskan, dikupas kulitnya, diiris dengan tebal irisan ± 3 mm, diblanching dengan suhu 85ºC selama 10 menit, ditiriskan, dan dikeringkan sampai rapuh pada suhu 60ºC selama 20 jam. Penepungan

dilakukan menggunakan mesin penepung.

Pengukuran kualitas dilakukan terhadap umbi wortel dan tepung wortel, dilakukan tiga kali, dan diuji dengan uji t. Analisis nilai tambah dilakukan dengan membandingkan nilai tambah umbi wortel tanpa melalui pengolahan dan setelah dilakukan pengolahan umbi wortel menjadi tepung wortel. Nilai tambah umbi wortel tanpa melalui pengolahan diperoleh dari selisih harga jual umbi wortel pada saluran distribusi tingkat petani dan tingkat pengecer. Nilai tambah umbi wortel setelah dilakukan pengolahan umbi wortel menjadi tepung wortel diperoleh dari perhitungan nilai tambah (Hayami dalam Hapsari et al., 2008).

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Analisis Kualitas

Parameter kualitas dari tepung wortel dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Kadar Air

Kadar air pada umbi wortel dan tepung wortel pada basis basah dapat dilihat di Tabel 1. Berdasarkan Tabel 1 diketahui pada basis basah rata-rata kadar air umbi wortel sebesar

(5)

5 91.2 %, dan rata-rata kadar air tepung wortel sebesar 0.82 %. Berdasarkan uji t diketahui kadar air antara umbi wortel dan tepung wortel berbeda

nyata (t hitung lebih besar dari t tabel). Hal ini menunjukkan penurunan kadar air yang cukup besar (> 90 %).

Tabel 1 Kadar Air pada Umbi Wortel dan Tepung Wortel pada Basis Basah

Penelitian Ini Purwanti (2008) Rosida dan Umbi

Wortel Tepung Wortel

Uji t Tepung Wortel t Hitung t Tabel Kadar Air (%) 91.2 0.82 978.39* 4.30 0.69 Perlakuan Pendahuluan Diiris ± 3 mm (Diblanching 85ºC 10 menit) Diiris ± 5 mm (Diblanching 80ºC 2 menit)

Pengeringan 60ºC 20 jam 60ºC 24 jam

Standar SNI 01-3727-1995 (Tepung Jagung) = 0.63 % SNI 01-3549-2009 (Tepung Beras) = 0.82 % Keterangan:

* = Berbeda nyata

Dalam basis basah, rata-rata kadar air tepung wortel pada penelitian ini sebesar 0.82 % lebih tinggi dari kadar air tepung wortel pada penelitian Rosida dan Purwanti (2008), yaitu 0.69 %. Hal ini diduga karena masing-masing penelitian menggunakan

metode perlakuan

pendahuluan dan pengeringan berbeda.

Salah satu tujuan utama

blanching yaitu melenturkan jaringan, sehingga jaringan

kemungkinan besar akan terbuka (Asgar dan Musaddad, 2006). Irisan tidak tebal, suhu tinggi, dan waktu yang lama saat blanching akan mengakibatkan jaringan semakin lunak dan jaringan semakin terbuka, sehingga pengeringan dengan mudah menguapkan air pada bahan. Dengan irisan lebih tipis, suhu lebih tinggi, dan waktu lebih lama saat blanching, seharusnya kadar air tepung wortel pada penelitian ini lebih rendah

(6)

6 daripada kadar air tepung wortel pada penelitian Rosida dan Purwanti (2008), namun waktu pengeringan lebih pendek menyebabkan kadar air tepung wortel penelitian ini lebih tinggi.

Pada basis basah, kadar air tepung jagung dalam SNI 01-3727-1995 maksimal 0.63 %,

dan kadar air tepung beras dalam SNI 01-3549-2009 maksimal 0.82 %. Hasil 2 kali uji menunjukkan kadar air lebih besar dari 0.82 %, yaitu 0.83 % dan 0.82 %, sehingga disimpulkan kadar air tepung wortel hampir memenuhi SNI 01-3549-2009.

b. Rendemen Tabel 2 Rendemen Tepung Wortel

Penelitian Ini Rochimiwati et al. (2011) Umbi

Wortel Tepung Wortel Wortel Umbi Tepung Wortel

Berat 24.10 kg 1.52 kg 1 kg 50 gram

Rendemen 6.3 % 5 %

Kadar Air 91.2 % 0.82 % - 0.42 %

Pembanding Rendemen Tepung Tapioka = 25 %

Rendemen Tepung Ubi Jalar = 30 % Rendemen tepung wortel

dapat dilihat di Tabel 2. Berdasarkan Tabel 2 diketahui rendemen tepung wortel yang dihasilkan pada penelitian ini sebesar 6.3 %, di mana rendemen tersebut lebih besar dari rendemen tepung wortel pada penelitian Rochimiwati et al. (2011) sebesar 5 %. Tingginya rendemen tepung wortel penelitian ini disebabkan tingginya kadar air, yaitu , sedangkan kadar air tepung wortel Rochimiwati et al. (2011) sebesar 0,42 %. Walaupun

lebih tinggi dari rendemen tepung wortel Rochimiwati et al. (2011), rendemen tersebut lebih rendah dari rendemen tepung tapioka dan tepung ubi jalar.

Rendemen tepung wortel rendah disebabkan tingginya kadar air umbi wortel, yaitu 91,2 %, setelah menjadi tepung wortel menjadi 0,82 %. Penurunan kadar air mengakibatkan berat umbi wortel banyak berkurang, sehingga rendemen tepung wortel menjadi sangat rendah. Di samping itu, pengolahan

(7)

7 umbi wortel menjadi tepung wortel melalui blanching dan pengeringan. Pada penelitian ini, proses blanching dilakukan dengan metode air panas, sehingga jaringan semakin

lunak dan semakin terbuka, sehingga pengeringan dengan mudah menguapkan air pada bahan. Penurunan air terjadi melalui proses pengeringan. c. Warna

Tabel 3 Warna pada Umbi Wortel dan Tepung Wortel Penelitian Ini Umbi

Wortel Tepung Wortel

Uji t t Hitung t Tabel L 38.6 54.7 31.37* 4.30 a 25.1 23.4 5.29* 4.30 b 28.2 32.9 7.06* 4.30 Blanching 85ºC 10 menit Pengeringan 60ºC 20 jam Keterangan: * = Berbeda nyata

Warna pada umbi wortel dan tepung wortel dapat dilihat di Tabel 3. Pada parameter warna, L menunjukkan tingkat kecerahan, a menunjukkan tingkat kemerahan, dan b menunjukkan tingkat kekuningan. Berdasarkan Tabel 3 diketahui pengolahan umbi wortel menjadi tepung wortel akan meningkatkan tingkat kecerahan dan tingkat

kekuningan, namun

menurunkan tingkat kemerahan umbi wortel. Warna tepung wortel dipengaruhi proses blanching

dan proses pengeringan yang

dilakukan, serta warna umbi wortel sebagai bahan baku. Salah satu tujuan utama

blanching yaitu menginaktivasi enzim-enzim dalam bahan makanan yang dapat menimbulkan reaksi-reaksi yang merugikan, seperti enzim polifenol oksidase yang dapat mengakibatkan terjadinya pencoklatan pada bahan. Suhu tinggi saat blanching dapat

mempercepat dalam

menginaktivasi enzim polifenol oksidase. Semakin banyak enzim polifenol oksidase yang diinaktivasi, maka semakin kecil kemungkinan pencoklatan

(8)

8 pada bahan. Suhu pengeringan

rendah baik untuk

mempertahankan kandungan karoten dan warna umbi wortel (Asgar dan Musaddad, 2006). Perubahan warna umbi

wortel juga dipengaruhi warna umbi wortel. Kualitas produk akhir dipengaruhi kualitas bahan baku dan kualitas proses (Hurst, 2006).

d. Total Karoten

Tabel 4 Total Karoten pada Umbi Wortel dan Tepung Wortel pada Basis Basah

Penelitian Ini Umbi

Wortel Tepung Wortel

Uji t t Hitung Tabel t Total Karoten 29.27 µg/g 82.78 µg/g atau 8278 µg/100g 50.24* 4.30 Total karoten pada

kadar air yang sama 464.52 µg/g 82.78 µg/g

AKG 454 µg

Keterangan: * = Berbeda nyata

Total karoten pada umbi wortel dan tepung wortel pada basis basah dapat dilihat di Tabel 4. Berdasarkan Tabel 4 diketahui pada basis basah, rata-rata total karoten umbi wortel sebesar 29.27 µg/g, dan rata-rata total karoten tepung wortel sebesar 82.78 µg/g. Berdasarkan uji t diketahui nilai total karoten antara umbi wortel dan tepung wortel berbeda nyata (t hitung lebih besar dari t tabel). Hal ini menunjukkan total karoten tepung wortel lebih tinggi dari umbi wortel.

Peningkatan total karoten disebabkan pemekatan yang terjadi melalui proses pengeringan. Total karoten sebagai provitamin A larut dalam lemak. Kadar air umbi wortel setelah menjadi tepung wortel mengalami penurunan, namun total karoten tidak mengalami penurunan karena total karoten tidak larut dalam air. Walaupun total karoten tepung wortel lebih tinggi dari umbi wortel, total karoten umbi wortel bila dilakukan pengolahan umbi wortel menjadi tepung wortel mengalami penurunan. Bila

(9)

9 diasumsikan total karoten tidak berubah, maka total karoten umbi wortel setelah dilakukan pengolahan umbi wortel menjadi tepung menjadi 464.52 µg/g, sedangkan total karoten tepung wortel penelitian ini 82.78 µg/g. Pada basis basah, angka kecukupan gizi untuk total karoten yang digunakan

sebagai acuan pelabelan pangan umum, yaitu 454 µg. Rata-rata total karoten tepung wortel penelitian ini sebesar 82.78 µg/g atau 8278 µg/100g, sehingga disimpulkan total karoten tepung wortel sudah memenuhi angka kecukupan gizi untuk total karoten. e. Vitamin C

Tabel 5 Vitamin C pada Umbi Wortel dan Tepung Wortel pada Basis Basah

Penelitian Ini Umbi

Wortel Tepung Wortel

Uji t t

Hitung Tabel t Vitamin C 13.02 mg/100g 7.37 mg/100g 5.51* 4.30 Vitamin C pada

kadar air yang sama 206.63 mg/100g 7.37 mg/100g

AKG 4 mg

Keterangan: * = Berbeda nyata

Vitamin C pada umbi wortel dan tepung wortel pada basis basah dapat dilihat di Tabel 5. Berdasarkan Tabel 5 diketahui pada basis basah, rata-rata vitamin C umbi wortel sebesar 13.02 mg/100g, dan rata-rata vitamin C tepung wortel sebesar 7.37 mg/100g. Berdasarkan uji t diketahui nilai vitamin C antara umbi wortel dan tepung wortel berbeda nyata (t hitung besar dari t tabel). Bila diasumsikan

vitamin C tidak berubah, maka vitamin C umbi wortel setelah dilakukan pengolahan umbi wortel menjadi tepung wortel menjadi 206.63 mg/100g, sedangkan vitamin C tepung wortel penelitian ini 7.37

mg/100g. Hal ini

menunjukkan terjadi penurunan vitamin C sebesar 199.26 mg/100g.

Penurunan vitamin C disebabkan penurunan kadar air. Vitamin C larut dalam air.

(10)

10 Kadar air dan vitamin C umbi wortel mengalami penurunan karena vitamin C larut dalam air.

Pada basis basah, angka kecukupan gizi untuk vitamin C yang digunakan sebagai acuan pelabelan pangan umum, yaitu 4 mg. Rata-rata vitamin C tepung wortel penelitian ini sebesar 7.37

mg/100g, sehingga

disimpulkan vitamin C tepung wortel sudah memenuhi angka kecukupan gizi untuk vitamin C.

2. Kualitas Tepung Wortel Umbi wortel bila dilakukan pengolahan umbi wortel menjadi tepung wortel akan

meningkatkan total karoten, sehingga kualitas yang menjadi keunggulan dari tepung wortel adalah total karoten, walaupun vitamin C mengalami penurunan. Tepung wortel memiliki kadar air yang rendah, sehingga umur simpan tepung wortel lebih lama hingga mencapai 2 tahun. Di samping itu, pengolahan umbi wortel menjadi tepung wortel tidak menyebabkan perubahan warna yang signifikan. Hal ini menunjukkan secara kualitas, pengolahan umbi wortel menjadi tepung wortel layak untuk dilaksanakan.

3. Analisis Nilai Tambah Tabel 6 Nilai Tambah Umbi Wortel Tanpa Melalui Pengolahan dan

Setelah Dilakukan Pengolahan Umbi Wortel Menjadi Tepung Wortel

Tanpa Pengolahan Setelah Pengolahan (Rp / kg) Tingkat Petani Pengecer Tingkat Umbi Wortel Menjadi Tingkat Pengolahan

Tepung Wortel Harga Input Bahan

Baku - - 5.000 8.000 Harga Pokok Produksi - - 255.753 303.314 Harga Jual 5.000 8.000 306.904 363.977 Nilai Output - - 19.335 22.931 Sumbangan Input Lain - - 8.814 8.814 Nilai Tambah 3.000 5.521 6.117

(11)

11 Pengembangan agroindustri tepung wortel akan membentuk mata rantai yang menghubungkan umbi wortel menjadi tepung wortel, hingga sampai ke konsumen, yaitu industri hulu, industri utama, dan industri hilir. Industri hulu merupakan industri yang menyediakan bahan baku, bahan penolong, teknologi, dan jasa. Industri utama merupakan industri yang melakukan pengolahan umbi wortel menjadi tepung wortel. Industri hilir merupakan industri yang melakukan penyimpanan, distribusi, dan pemasaran (Tarigan, 2005). Nilai tambah umbi wortel tanpa melalui pengolahan dan setelah dilakukan pengolahan umbi wortel menjadi tepung wortel dapat dilihat di Tabel 6. Berdasarkan Tabel 6 diketahui harga pokok produksi pada pengolahan umbi wortel menjadi tepung wortel relatif besar, yaitu per kg. Hal ini disebabkan harga jual umbi wortel di tingkat pengecer Rp 8.000,00 per kg. Bila menggunakan umbi wortel dari petani, harga pokok produksi pada pengolahan umbi wortel menjadi tepung wortel menjadi per kg. Di samping itu, proses

pengeringan dengan tunnel dryer menghabiskan tiga LPG 12 kg (satu LPG 12 kg seharga ). Sekali produksi tenaga kerja mendapat upah Rp 30.000,00 per orang. Hal ini dikarenakan sifat umbi wortel yang keras, sehingga sulit untuk dilakukan pengirisan. Bila umbi wortel dibeli dari pengecer, produk dijual dengan harga Rp 363.977,00 per kg. Harga jual tersebut sangat tinggi. Hal ini disebabkan harga pokok produksi yang tinggi dan rendemen tepung wortel yang rendah. Rendemen tepung wortel sebesar 6.3 %, sedangkan dalam sekali proses pengeringan menggunakan

tunnel dryer menghabiskan tiga LPG 12 kg (satu LPG 12 kg seharga Rp 77.000,00). Markup

yang digunakan sebesar 20 %. Harga jual tepung wortel bisa lebih rendah bila menggunakan umbi wortel dari petani, yaitu Rp 306.904,00 per kg.

Berdasarkan Tabel 6 diketahui pengolahan umbi wortel menjadi tepung wortel memiliki harga input bahan baku sebesar Rp 8.000,00 per kg, sumbangan input lain sebesar Rp 8.814,00 per kg, dan nilai output sebesar per kg, sehingga

(12)

12 diperoleh nilai tambah sebesar

per kg. Bila menggunakan umbi wortel dari petani, harga input bahan baku sebesar per kg, sumbangan input lain sebesar Rp 8.814,00 per kg, dan nilai output sebesar per kg, sehingga diperoleh nilai tambah sebesar Rp 5.521,00 per kg. Hal ini menunjukkan dengan menggunakan umbi wortel dari petani bisa didapatkan harga jual yang lebih murah, namun memiliki nilai tambah yang hampir sama, sedangkan konsumen lebih menyukai tepung wortel yang lebih murah dengan kualitas yang sama, sehingga dengan kualitas tersebut tingkat penjualan menjadi lebih besar. Pada November 2012, di Kota Batu, harga jual umbi wortel di tingkat petani sebesar Rp 5.000,00 per kg dan harga jual umbi wortel di tingkat pengecer sebesar

per kg, sehingga nilai tambah umbi wortel tanpa melalui pengolahan sebesar Rp 3.000,00 per kg. Nilai tambah umbi wortel setelah dilakukan pengolahan umbi wortel menjadi tepung wortel sebesar Rp 6.117,00 per kg bila umbi wortel dibeli dari pengecer. Hal ini menunjukkan nilai

tambah umbi wortel setelah dilakukan pengolahan umbi wortel menjadi tepung wortel lebih besar daripada tanpa melalui pengolahan, sehingga disimpulkan melakukan pengolahan umbi wortel menjadi tepung wortel lebih menguntungkan daripada tidak melakukan pengolahan. KESIMPULAN

1. Ada peningkatan kualitas umbi wortel setelah dilakukan pengolahan umbi wortel menjadi tepung wortel, yaitu kadar air sebesar 91.2 % pada umbi wortel menurun menjadi 0.82 % pada tepung wortel, total karoten sebesar 29.27 µg/g pada umbi wortel meningkat menjadi 82.78 µg/g pada tepung wortel, dan perubahan warna dari L 38.6, a 25.1, b 28.2 pada umbi wortel menjadi L 54.7, a 23.4, b 32.9 pada tepung wortel.

2. Nilai tambah tepung wortel bila umbi wortel dibeli dari petani sebesar

per kg, dan bila umbi wortel dibeli dari pengecer sebesar Rp 6.117,00 per kg. 3. Nilai tambah umbi wortel

tanpa melalui pengolahan sebesar Rp 3.000,00 per kg,

(13)

13 dan setelah dilakukan pengolahan umbi wortel menjadi tepung wortel sebesar Rp 6.117,00 per kg bila umbi wortel dibeli dari pengecer.

UCAPAN TERIMA KASIH Penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Ir. Wignyanto, MS, Sakunda Anggarini, STP, MP, Dr. Ir. Nur Hidayat, MP, Dr. Ir. M. Hindun Pulungan, MS, dan Wike Agustin Prima Dania, STP, M.Eng atas segala bimbingan, arahan, ilmu, pengetahuan, saran dan masukannya.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim1. 2013. Specification of Carrot Powder. Dilihat 21 Februari 2013.

<http://www.aialoever

a.com/pdf/carrot_powd er.pdf>

Anonim2. 2013. Laporan Harian Harga Eceran Komoditas Sayuran Tingkat Kabupaten/Kota. Dilihat 26 Februari 2013. <http://aplikasi.deptan. go.id/smshargakab/lhk 04.asp> Anonim3. 2013. Laporan Harian Harga Produsen Komoditas Sayuran Tingkat Kabupaten/Kota. Dilihat 26 Februari 2013 <http://aplikasi.deptan. go.id/smshargakab/lhk 03.asp>

Asgar, A dan Musaddad D. 2006. Optimalisasi Cara,

Suhu, dan Lama

Blansing sebelum Pengeringan pada Wortel. Jurnal Hortikultura 16(3): 245-252 Cahyono, B. 2002. Wortel. Kanisius. Yogyakarta. Hal. 10-11

Hapsari, H, Djuwendah E dan Karyani T. 2008. Peningkatan Nilai Tambah dan Strategi Pengembangan Usaha Pengolahan Salak Manonjaya. Jurnal Agrikultura 19(3): 208-215 Hurst, K. 2006. Prinsip-Prinsip Perancangan Teknik.

(14)

14 Erlangga. Jakarta. Hal. 48

Rochimiwati SN, Fanny L, Kartini TD, Sirajuddin dan Sukmawati. 2011.

Pembuatan Aneka

Jajanan Pasar dengan

Subtitusi Tepung

Wortel untuk Anak Baduta. Media Gizi Pangan 11(1): 11-15 Rosida dan Purwanti II. 2008.

Pengaruh Substitusi Tepung Wortel dan Lama Penggorengan

Vakum terhadap

Karakteristik Keripik Wortel Simulasi. Jurnal Teknologi Pertanian 9(1): 19-24

Samad, MY. 2006. Pengaruh

Penanganan Pasca

Panen terhadap Mutu Komoditas

Hortikultura. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia 8(1): 31-36 Sandjaja. 2009. Kamus Gizi.

Kompas. Jakarta. Hal. 107-108

Tarigan, H. 2005. Peningkatan Nilai Tambah Melalui Pengembangan

Agroindustri Pisang di

Kabupaten Lumajang. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor

Referensi

Dokumen terkait

Jika dilihat dari jumlah amal usaha yang telah dikembangkan oleh Muhammadiyah, baik dalam bentuk lembaga pendidikan maupun rumah sakit, kiranya tidak ada satu pun

Penelitian ini bertujuan menguji bagaimana pengaruh corporate governance, yang dilihat dari proporsi komisaris independen, kepemilikan manajerial, dan kepemilikan

Untuk menunjukkan format-format baru dari nama organisasi, seseorang atau keluarga yang telah disusun sesuai dengan aturan selain yang digunakan untuk menetapkan nama

Kondisi geografis, tipologi Perekonomian daerah yang sangat bervariasi antar satu daerah dengan daerah lainnya menuntut adanya strategi kebijakan yang

Demikian surat perjanjian ini dibuat atas kehendak dan kesadaran saya sendiri dan tidak ada paksaan dari siapapun juga serta saya sanggup mematuhinya..

Tad išsiaiškinti, kokios priežastys silpnina norą mokytis ir verčia privalomojo mokymo amžiaus moksleivius mesti mokyklą, svarbu visuomenės (valstybiniu), švietimo

Bapak Agung Subono, SE., MSi selaku Ketua Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muria Kudus dan selaku Dosen Pembimbing II dalam penyusunan skripsi ini

fungsi yang diterapkan pada KPP dengan sistem administrasi yang modern untuk dapat merealisasikan debirokratisasi pelayanan sekaligus melaksanakan pengawasan terhadap Wajib