• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Variabel variabel Ekonomi yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Analisis Variabel variabel Ekonomi yang"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis Variabel-variabel Ekonomi yang Mempengaruhi IPM Kab/kota

di Jawa Tengah Tahun 2011

PENDAHULUAN

Gaung pemerintah dalam upaya mewujudkan cita-cita pembangunan nasional kian menjadi perhatian. Tujuan utama pembangunan adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan rakyat menikmati umur panjang, sehat, dan menjalankan kehidupan yang produktif (UNDP, Human development Report 2000). Manusia sebagai subjek sekaligus objek dari pembangunan memiliki peranan penting dalam mewujudkan cita-cita bangsa. Kemajuan atau kemunduran pembangunan manusia diukur melalui Indeks Pembangunan Manusia dimana komponen-komponennya melibatkan berbagai aspek seperti kesehatan, pendidikan, dan aspek ekonomi.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) menjadi indikator penting untuk mengukur keberhasilan dalam upaya membangun kualitas sumber daya manusia. Semenjak regulasi otonomi daerah ada, kompetisi antarwilayah dalam rangka berlomba-lomba untuk memajukan kualitas SDM pun terbuka. Peran pemerintah daerah pun dituntut untuk lebih memperhatikan aspek-aspek pembangunan manusia.

Dalam upaya peningkatan sumber daya manusia yang berkualitas, pemerintah daerah melalui APBD mewujudkan program-program yang dapat membantu peningkatan pembangunan manusia . Tentunya, dari APBD yang ada diharapkan dapat terealisasi untuk aspek pendidikan dan kesehatan. Potensi daerah juga memiliki peranan dalam mendukung pemerintah daerah dari sisi finansial untuk merealisasikan program-program melalui Pendapatan Asli Daerah (PAD). Peran pemerintah pusat pun sangat sentral, melalui Dana Bagi Hasil (

Oleh :

Muhammad Amir Ma’ruf (2K/13.7746)

Abstract

Gaung pemerintah dalam upaya mewujudkan cita-cita pembangunan nasional kian menjadi perhatian. Pembangunan diarahkan kepada kemajuan kualitas manusia. IPM sebagai tolok ukur keberhasilan pembangunan menjadi sangat diperhatikan pergerakannya. IPM dinilai dari aspek ekonomi maupun non ekonomi. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti variabel-variabel ekonomi yang mempengaruhi IPM di jawa tengah tahun 2011. Dengan menggunakan data cross section, penelitian ini menggunakan metode regresi Lin-log model dan OLS untuk mencari model terbaik. Model terbaik dari penelitian menunjukkan bahwa PAD berpengaruh positif. sedangkan DBH, pengeluaran pemerintah dibidang kesehatan, dan persentase penduduk miskin berpengaruh signifikan negatif. Sementara pengeluaran pemerintah dibidang pendidikan tidak berpengaruh secara signifikan pada taraf kesalahan 5%.

(2)

DBH) juga memberi tambahan dari sisi finansial kepada pemerintah daerah. Selain itu, persentase penduduk miskin juga sebagai acuan pemerintah daerah dalam menentukan program-program yang tepat.

Jawa Tengah sebagai provinsi yang strategis di pulau Jawa memiliki potensi pembangunan manusia yang sangat besar seperti jumlah penduduk yang tergolong padat, jalan nasional sebagai trasportasi utama penghubung barat dan timur pulau jawa, lahan yang subur, serta potensi sumber daya alam yang tergolong melimpah.

Sebagai acuan, Wulan Hastuti (2013), membahas tentang Analisis Pengaruh Tingkat Kemiskinan, Pengeluaran Pemerintah Bidang Pendidikan dan Kesehatan Terhadap IPM di Indonesia Tahun 1992-2011. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa dengan uji terhadap koefisien regresi secara parsial (uji t) dengan α = 5% menunjukan satu variabel pengeluaran pemerintah bidang pendidikan berpengaruh signifikan terhadap IPM sedangkan variabel jumlah penduduk miskin dan pengeluaran pemerintah bidang kesehatan tidak berpengaruh signifikan terhadap IPM. Hasil Uji F dengan α = 5% menunjukkan bahwa secara bersama-sama variabel jumlah penduduk miskin, pengeluaran pemerintah bidang pendidikan dan kesehatan berpengaruh terhadap IPM.

Adelheid (2014) mengkaji tentang Variabel-Variabel Ekonomi yang Mempengaruhi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Provinsi Papua Tahun 2009-2012. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tingkat signifikansi 10 persen, semua variabel independen secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap IPM. Sedangkan secara parsial, kapasitas fiskal (PAD dan DBH) berpengaruh signifikan positif, persentase penduduk miskin berpengaruh signifikan negatif sedangkan pengeluaran pemerintah di bidang kesehatan dan pendidikan tidak berpengaruh signifikan terhadap IPM kabupaten/kota di Provinsi Papua.

Dari paparan penelitian terdahulu di atas dimana perbedaan cakupan wilayah menjadikan hasil yang berbeda, ini sangat menarik untuk dikaji lebih lanjut, bagaimana yang terjadi di jawa tengah dimana datanya menggunakan data cross section.

TINJAUAN PUSTAKA

 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) diukur dari beberapa dimensi. Antara lain :

1. Dimensi hidup dan berumur panjang (a long and healthy life) : diukur dengan angka harapan hidup.

(3)

3. Dimensi standar hidup layak (decent standard of living) : diukur dengan pendapatan perkapita.

Sedangkan Indikator IPM terdiri dari : Angka harapan hidup (tahun), Rata-rata lamanya sekolah (tahun), lamanya sekolah yang diharapkan (tahun), Pendapatan Perkapita (US$). Indikator-indikator tersebut adalah identitas dari IPM.

Dalam mewujudkan sebuah negara/wilayah dengan kemajuan pembangunan yang tinggi dimana pengukurannya dinyatakan sebagai IPM, maka dorongan fiskal maupun kondisi masyarakat sangat menentukan. Todaro (2004), menyatakan keterkaitan investasi dalam bidang pendidikan dan kesehatan, dimana modal kesehatan dan modal pendidikan yang baik merupakan investasi yang sangat vital dalam pembangunan. Karena ini menyatu dalam pendekatan modal manusia. Pendidikan, kesehatan dan kapasitas manusia sangat mempengaruhi tingkat produktivitas. Dari paparan tersebut jelas dukungan finansial dari pemerintah dibidang kesehatan dan pendidikan sangat penting, akan tetapi besarannya juga sangat ditentukan seberapa besar Pendapatan Asli Daerah (PAD) tersebut, potensi daerah yang juga mempengaruhi Dana Bagi Hasil (DBH) menjadi tambahan dana sehingga program-program pembangunan dapat terwujud.

 Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (UU No 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah).

 Dana Bagi Hasil (DBH) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah berdasarkan angka persentase tertentu untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. Pengaturan DBH dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Pemerintahan Daerah merupakan penyelarasan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000. Dalam Undang-Undang-Undang-Undang tersebut dimuat pengaturan mengenai Bagi Hasil penerimaan Pajak penghasilan (PPh) pasal 25/29 Wajib Pajak Orang Pribadi dalam Negeri dan PPh Pasal 21 serta sektor pertambangan panas bumi sebagaimana dimaksudkan dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi. Selain itu, dana reboisasi yang semula termasuk bagian dari DAK, dialihkan menjadi DBH. Dana Bagi Hasil bersumber dari pajak dan sumber daya alam.

(4)

pendidikan dan kesehatan. Dalam data yang ada pada penelitian ini, pengeluaran juga termasuk belanja pegawai.

 Persentase penduduk miskin merupakan rasio jumlah penduduk miskin terhadap jumlah penduduk. Dimana yang dimaksud dengan penduduk miskin adalah mereka yang berada pada atau dibawah garis kemiskinan yang didekati oleh jumlah pengeluaran perhari.

METODOLOGI PENELITIAN

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), dan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementrian Keuangan (DJPK Kemenkeu),dan website yang mendukung dalam penelitian ini. Data yang dicakup meliputi data per kabupaten/kota se Jawa Tengah tahun 2011. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel-variabel dari segi ekonomi yang diduga mempengaruhi IPM seperti pada tabel 1.

Tabel 1. Variabel-variabel

Variabel Satuan Sumber

IPM (Y) - BPS

PAD (X1) Milyar DJPK Kemenkeu

DBH Juta DJPK Kemenkeu

Pengeluaran Pemerintah di bidang

pendidikan

Juta DJPK Kemenkeu

Pengeluaran Pemerintah di bidang

Kesehatan

Juta DJPK Kemenkeu

Persentase Penduduk

Miskin Persen

BPS

Alat Analisis

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor apa saja yang berpengaruh signifikan terhadap IPM dan bagaimana model terbaiknya. Dengan menggunakan α=5% dan alat bantu berupa software SPSS v.16 , Pada Penelitian ini digunakan Analisis Regresi Linier Berganda untuk mencari model terbaik dalam penelitian ini. Dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) untuk mempermudah pengolahan data. OLS juga akan menghasilkan estimator terbaik dibanding dengan metode lain apa bila asumsi klasik terpenuhi. Gujarati (1993),menyatakan bahwa asumsi yang harus dipenuhi dalam model adalah sebagai berikut :

(5)

2. Tidak ada Autokorelasi 3. Tidak ada multikolinieritas 4. Homoskedastis

5. Linieritas

Persamaan dalam regresi linier berganda dapat ditulis sebagai berikut : Y= α0 + α1 X1i+ α2 X2i+...+ αnXni + u

Dengan,

Y = variabel dependen X1 s/d Xn = variabel independen α0 = intersep

α1s/d αn = slope

i = unit Cross Section u

Karena terdapat perbedaan dalam satuan dan besaran variabel bebas dalam persamaan menyebabkan persamaan regresi harus dibuat dengan model logaritma natural.

Alasan pemilihan model logaritma natural (Imam Ghozali, 2005) adalah sebagai berikut :

a. Menghindari Adanya Heteroskedastisitas

b. Mengetahui koefisien yang menunjukkan elastisitas c. Mendekatkan skala data

Dalam model penelitian ini logaritma yang digunakan adalah dalam bentuk semilog linear (semi-log). Dimana semi-log mempunyai beberapa keuntungan diantaranya :

(1) koefisien-koefisien model semilog mempunyai interpretasi yang sederhana, (2) model semilog sering mengurangi masalah statistik umum yang dikenal sebagai heteroskedastisitas,

(3) model semilog mudah dihitung.

Model Semilog yang digunakan adalah model regresi fungsional Lin-Log Model, yaitu terdapat transformasi variabel penjelas menjadi bentuk logaritma natural. Koefisien slope pada model ini merupakan rasio antara perubahan absolut Y terhadap perubahan Relatif X. Model ini digunakan pada situasi dimana perubahan relatif X akan berdampak perubahan absolut Y. Sehingga persamaan menjadi sebagai berikut:

Y= β0 + β1 X*1i+ β2 X*2i+...+ βnX*ni + u

Dimana :

Y = variabel dependen

β0 = Intercept

β1 s/d βn = Slope

X*1 s/d X*n = Ln (X1) s/d Ln (Xn)

(6)

u = error

Langkah Penelitian

Dalam mencapai tujuan penelitian dilakukan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Uji Normalitas data

Pengujian normalitas menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov dengan hipotesis : H0 : data variabel dependen berdistribusi normal

H1 : data variabel dependen tidak berdistribusi normal. Dengan daerah penolakan jika p-value (sig) < α.

2. Uji F dan Uji t

Uji F ini bertujuan untuk mengetahui apakah model lengkap variabel independen secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Sedangkan uji t dilakukan untuk menguji secara parsial terhadap variabel independen apakah signifikan terhadap variabel dependen atau tidak.

3. Seleksi model

Setelah dilakukan uji t, maka langkah selanjutnya adalah membuang variabel independen yang paling tidak signifikan dari model yang ada. Dengan menggunakan metode enter, setiap variabel independen mula-mula dimasukkan, kemudian dengan melihat uji t, maka variabel yang paling tidak signifikan dikeluarkan dari model. Begitu seterusnya sampai dengan mendapatkan persamaan dimana variabel independen yang masuk signifikan semua. Selanjutnya dari berbagai alternatif model yang didapat, maka dilakukan pencarian model terbaik dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut : a. Adj R2 yang besar

b. Residual Mean Square yang mengukur besarnya keragaman model regresi dari sampel ke sampel. Model Regresi dikatakan baik jika memiliki RMS yang kecil

c. PRESS (Predicted Residual Sum of Square) yang kecil.

d. Cp Mallow’s. Model regresi dikatakan baik jika nilai Cp Mallow’s ≤ p, dengan p adalah banyaknya parameter termasuk konstan. Jika Cp=p maka model tersebut mengikutkan semua parameter.

e. AIC (Akaike Information Criterion) dan BIC (Bayesian Information Criterion)/SBC. Model regresi dikatakan baik jika memiliki AIC dan BIC/SBC yang kecil.

4. Pengujian Asumsi klasik

(7)

a. Uji Autokorelasi

Autokorelasi didefinisikan sebagai hubungan serial antar error. Konsekuensinya, varians tidak minimum sehingga tidak efisien. Uji yang dilakukan dengan Uji Dublin-Watson (DW test). Uji ini hanya digunakan untuk autokorelasi tingkat satu dan mensyaratkan adanya intercept dalam model regresi dan tidak ada variabel lag diantara variabel penjelas. Hipotesisnya :

H0: ρ=0 ; tidak ada autokorelasi H1: ρ≠0 ; ada autokorelasi Dengan keputusan :

 Bila nilai DW berada diantara Du sampai 4-Du, maka tidak ada autokorelasi.

 Bila nilai DW kurang dari DL, maka terjadi autokorelasi positif.

 Bila nilai DW terletak diantara DL dan Du, maka tidak dapat disimpulkan.

 Bila nilai DW lebih besar daripada 4-DL, maka terjadi autokorelasi negatif.

 Bila nilai Dwterletak diantara 4-Du dan 4-DL, maka tidak dapat disimpulkan b. Uji Multikolinieritas

Multikolinieritas didefinisikan sebagai hubungan linier yang kuat antar variabel independen. Ada banyak uji yang bisa dilakukan untuk mendeteksi adanya multikolinieritas, tetapi dalam penelitian ini hanya akan menggunakan uji VIF. Gujarati (2003), apabila nilai VIF lebih dari 10, maka terdapat masalah multikolinieritas dalam model.

c. Uji HeteroSkedastisitas

Suatu model regresi harus memenuhi asumsi Homoskedastisitas. Artinya, nilai varians konstan pada setiap nilai X yang diberikan. Tidak dipenuhinya asumsi ini menyebabkan model regresi tidak bisa dilakukan uji t dan uji F karena standar error estimasi menjadi bias. Dalam penelitian ini akan digunakan uji Glejser. Secara umum, uji Glejser dinotasikan sebagai berikut :

|e| = b1 + b2 X2 + v

Dimana : |e| = Nilai absolut dari residual yang dihasilkan dari model regresi X2 =variabel penjelas

Cara mengujinya, dengan menguji secara parsial dari variabel independen terhadap residualnya. Apabila p-value dari t – statistik > α, maka tidak ada masalah heteroskedastis.

5. Interpretasi, Menarik Kesimpulan dan memberi saran

Setelah model memenuhi semua asumsi, maka dilakukan interpretasi terhadap model yang terbentuk kemudian menarik kesimpulan penelitian dari model yang didapat serta memberikan saran terhadap peneliti lainnya maupun pihak terkait.

HASIL DAN PEMBAHASAN

(8)

Pada uji yang dilakukan, didapat kolom sig. = 0,2, dimana 0,2 > 0,05. Artinya, tidak cukup bukti untuk menolak H0. Keputusan : variabel dependen berdistribusi normal.

2. Uji F dan Uji t

Uji F dan Uji t dilakukan pada masing-masing model yang terbentuk. Pada keseluruhan alternatif model yang terbentuk, semua variabel independen secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap IPM. Sedangkan Uji t dapat dilihat sebagai berikut :

 Pada Model 1, variabel PAD signifikan positif, Pengeluaran Pemerintah dibidang Kesehatan dan Persentase Penduduk Miskin signifikan negatif terhadap IPM, sedangkan Pengeluaran Pemerintah dibidang Pendidikan dan DBH tidak signifikan dalam model.

 Pada Model 2, variabel PAD juga signifikan positif terhadap IPM. Sedangkan DBH, Pengeluaran Pemerintah dibidang Kesehatan dan Persentase Penduduk Miskin signifikan negatif.

 Perbedaan antara 2 model diatas kemungkinan karena terjadinya multikolinieritas pada model pertama.

3. Seleksi Model

Dengan menggunakan metode Enter untuk menyeleksi, didapatlah beberapa persamaan sebagai berikut :

Tabel 2. Alternatif Model

Model Model Regesi Kolom P-value Kesimpulan

1 IPM= 82,847 + 3,424*Ln(PAD) –

1,216*Ln(DBH) –

0,722*Ln(Pengeluatan_pendidikan) – 2,17*Ln(Pengeluaran_kesehatan) – 2,365*Ln(Persen_pend_miskin)

Overall 0,000 Model layak digunakan

(9)

 Variabel dianggap signifikan apabila p-value < 0,05

Setelah didapatkan 2 alternatif model, selanjutnya kedua alternatif model akan diseleksi dengan kriteria yang sudah ditentukan. Berikut hasil kriteria dari kedua model :

Tabel 3. Pemenuhan Kriteria

Model Kriteria

Adj R2 RMS PRESS CP Mallow’s AIC BIC/SBC

1 0,606 1,797 96,23 6 25,923 35,255

2 0,606 1,798 85,49 5 25,131 32,908

*keterangan :

 Cell yang di blok merupakan cell yang memenuhi kriteria model terbaik, dan model ke 2 memiliki kriteria yang ideal.

Dari tabel diatas, didapat model terbaik yaitu :

IPM= 83,577 + 3,331*Ln(PAD) 1,469*Ln(DBH) 2,704*Ln(Pengeluaran_kesehatan) – 2,860*Ln(Persen_pend_miskin)

Setelah didapatkan model terbaik, selanjutnya dilakukan uji asumsi klasik. 4. Uji Asumsi klasik

a. Uji autokorelasi

Dengan k= 4; n=35 serta α=0,05 ; didapatlah nilai tabel dL = 1,2221 dan dU= 1,7259. Sementara model tersebut menghasilkan nilai DW = 2,232 yang mengakibatkan gagal tolak H0. Dapat disimpulkan model tidak memiliki masalah autokorelasi.

b. Uji Multikolinieritas

Multikolinieritas menyebabkan interpretasi hasil regresi menjadi bias. Dengan menggunakan VIF, maka model dapat dikategorikan memiliki masalah multikolinieritas atau tidak. Tabel berikut menyajikan nilai VIF masing-masing variabel.

Tabel 4. Nilai VIF

Variabel Nilai VIF

Ln (PAD) 2,507

Ln(DBH) 1,649

Ln(Pengeluaran_Kesehatan) 1,719

Ln(Persen_pend_miskin) 1,313

Terlihat bahwa ke empat variabel tidak ada yang memiliki VIF>10. Dapat disimpulkan bahwa model tersebut tidak memiliki masalah multikolinieritas.

c. Uji Heteroskedastisitas

(10)

penjelas dalam model terhadap variabel Unstandardized Residual, didapatkan p-value sebagai berikut :

Tabel 5. P-value dari Uji-t terhadap Unstandardized Residual

Variabel p-value

Ln (PAD) 0,904

Ln(DBH) 0,958

Ln(Pengeluaran_Kesehatan) 0,251

Ln(Persen_pend_miskin) 0,784

Terlihat bahwa p-value tidak ada yang signifikan, artinya model tersebut tidak memiliki masalah Heteroskedastis.

Oleh karena model memenuhi semua asumsi klasik, maka dapat dilakukan inferensia.

5. Interpretasi

Persamaan IPM= 83,577 + 3,331*Ln(PAD) 1,469*Ln(DBH) 2,704*Ln(Pengeluaran_kesehatan) 2,860*Ln(Persen_pend_miskin)

Memiliki arti :

 Setiap kenaikkan 1 persen PAD, akan menaikkan IPM sebesar 3,331

 Setiap kenaikkan 1 persen DBH, akan menurunkan IPM sebesar 1,469

 Setiap kenaikkan 1 persen Pengeluaran Pemerintah dibidang Kesehatan, akan menurunkan IPM sebesar 2,704

 Setiap kenaikkan 1 persen dari persentase penduduk miskin, akan menurunkan IPM sebesar 2,86

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut :

(11)

 Model terbaik yang didapat adalah IPM= 83,577 + 3,331*Ln(PAD) 1,469*Ln(DBH) 2,704*Ln(Pengeluaran_kesehatan) 2,860*Ln(Persen_pend_miskin)

 Model telah memenuhi asumsi klasik.

 Dilihat dari koefisien regresi, PAD memiliki pengaruh yang paling besar terhadap IPM, sementara DBH memiliki pengaruh yang paling kecil.

2. Saran

Terkait hasil penelitian, peneliti memberikan saran kepada pihak-pihak sebagai berikut:

a. Pemerintah

Pemerintah hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut ;

 Pengaruh PAD bagi IPM tergolong signifikan, oleh karena itu pemerintah daerah harus lebih membuka seluas-luasnya pintu investasi dengan harapan meningkatnya PAD.

 Perlu adanya peningkatan efektifitas dan efisiensi penggunaan APBD untuk sektor pendidikan dan kesehatan agar sebanding dengan Kualitas pelayanan dan mutu pendidikan yang ada.

 Pengentasan kemiskinan harus lebih massive lagi.

 Penyediaan data yang konsisten. b. Peneliti yang lain

 Untuk lebih berhati-hati dalam memilih metode analisis

 Cek validitas data dari berbagai sumber

Gambar

Tabel 2. Alternatif Model

Referensi

Dokumen terkait

[r]

bahwa untuk melaksanakan ketentuan pasal 184 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana tetah diubah dengan Undang-Undang Nomor

Dengan menggunakan antena mikrostrip multilayer parasitic dapat menjadikan dimensi antena berkurang namun tetap menghasilkan gain yang besar jika

Dari data unit mesin pendingin yang terpilih dapat dihitung dimensi ducting untuk pembagian udara pada setiaap ruangan yang dikondisikan, ducting utama untuk setiap unit water

Dari Gambar 3 terlihat bahwa rasio realisasi terhadap anggaran Pendapatan Asli Daerah (PAD), Kabupaten Kepulauan Meranti merupa- kan Kabupaten dengan rasio paling tinggi

Pembidangan ilmu-ilmu keislaman juga diusahakan melalui pengkategorian apa yang menjadi sasaran kajiannya, maka ditemukanlah pembidangan seperti Ilmu al-Qur’ân yang

Munculnya kode etik profesi IT memberikan adanya tanggung jawab yang tinggi bagi para pengemban profesi bidang komputer untuk menjalankan fungsi dan tugasnya sebagai

Surya Borobudur Pratama sebagai berikut : Pada proses ini, customer melakukan proses pemesanan barang dengan mengirim form pesanan (PO) via fax atau melakukan